• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perubahan tata guna lahan dan aktivitas manusia terhadap kualitas air sub das saluran tarum barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perubahan tata guna lahan dan aktivitas manusia terhadap kualitas air sub das saluran tarum barat"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SUB DAS SALURAN TARUM BARAT

TEGUH PRADITYO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

Manusia terhadap Kualitas Air Sub DAS Saluran Tarum Barat. Dibawah Bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah R, MSi.

Perubahan penggunaan lahan di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat memperlihatkan semakin berkurangnya ruang hijau yang berubah menjadi permukiman. Penambahan wilayah permukiman tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi kualitas air di Sub DAS Saluran Tarum Barat, menganalisa perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009, mengkaji pemanfaatansumberdaya air di sepanjang aliran Sub DAS Saluran Tarum Barat dan menghitung daya tampung beban pencemaran sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan berikut sumber-sumber pencemarnya. Sehingga penelitian ini diharapkan berguna sebagai dasar acuan pengelolaan Sub DAS Saluran Tarum Barat ke arah yang lebih baik di masa mendatang.

Metode yang digunakan adalah inventarisasi data dari berbagai sumber, meliputi peta tata guna lahan dan administrasi periode 2004 – 2009, data kualitas air hasil pemantauan periode 2004 – 2009, data debit air dan curah hujan, data industri, data kependudukan dan data peternakan yang ada di Sub DAS Saluran Tarum Barat, serta wawancara terhadap masyarakat mengenai pemanfaatan air di sungai tersebut.

Kondisi kualitas air di Sub DAS Saluran Tarum Barat semakin memburuk dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Nilai IMKA rata-rata di kesepuluh titik pengamatan menunjukkan kecenderungan berkurang dari 66,11 di tahun 2004 menjadi 62,85 di tahun 2009. Pola penggunaan lahan di Sub DAS Saluran Tarum Barat cenderung berubah dari pertanian lahan kering menjadi semak/belukar dan lahan terbuka. Luas lahan permukiman bertambah, sedangkan luas hutan semakin berkurang. Parameter yang dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan tersebut diantaranya adalah TDS, nitrat, BOD, dan DO.

Berdasarkan hasil kajian dari masyarakat setempat, sebanyak 100,00% masyarakat membuang limbah cair rumah tangga ke saluran air tanpa melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Dari total 120 responden, sebanyak 76 responden (63,33%) masih menggunakan air Sub DAS Saluran Tarum Barat (STB) dengan bentuk pemanfaatan terbanyak adalah untuk keperluan irigasi.

Kontribusi beban pencemaran BOD di Sub DAS Saluran Tarum Barat adalah sebesar 138.472,02 ton/tahun. Nilai kontribusi beban pencemaran BOD terbesar berasal dari sumber pencemar limbah peternakan sebesar 65.692,35 ton/tahun dan dari sumber pencemar limbah domestik sebesar 65.167,60 ton/tahun.

Daya tampung beban pencemaran di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2009 pada kondisi debit bulanan max dan min adalah 37.438,27 ton/tahun dan 20.755,49 ton/tahun. Untuk mengembalikan ke kondisi normal (katagori kelas air no II) diperlukan pengurangan kontribusi beban pencemaran BOD sebesar 101.033,75 ton/tahun pada kondisi debit bulanan max dan 117.716,53 ton/tahun pada kondisi debit bulanan min.

(3)

Water Quality in Sub-Watershed of West Tarum Channel. Under the guidance of Ir. Agus Priyono, MS and Ir. Siti Badriyah R, MSi.

Changes in land use in sub-watershed West Tarum Channel shows the reduction in green space that turns into a settlement. The addition of these residential areas followed by increased human activity around the artificial river. This study aims to assess water quality conditions in sub-watershed of West Tarum Channel, analyzing land use change on water quality in sub-watershed of West Tarum Channel period 2004 – 2009, examines the utilization of water resources along the flow of sub-watershed and West Tarum Channel calculate the pollution load capacity in accordance with water quality standards established by the following sources. So this research is expected useful as a basic reference for the management of sub-watershed West Tarum Channel towards a better future.

The method used in this research is the inventory data from various sources, including: a map of land use and administration of the period 2004 – 2009, data of water quality monitoring results of the period 2004 – 2009, water discharge data and rainfall, industry data, demographic data and data of existing farm in sub-watershed of West Tarum Channel, as well as interviews with community members about the use of water in river.

Water quality conditions in sub-watershed of West Tarum Channel worsened from 2004 to 2009. IMKA average value of the ten points of observation showed a tendency to decrease from 66,11 in 2004 to 62,85 in 2009. The pattern of land use in sub-watershed of West Tarum Channel tends to change from dry land farming into a bush/shrub and open land. Residential land area increases, while the forest area decreased. These changes adversely affect water quality in these rivers. The parameters are influenced by changes in land use such as TDS, nitrate, BOD and DO.

Based on a study of the local community, as much as 100,00% of households dispose of liquid waste into waterways without the process of waste treatment in advance. Of the total 120 respondents, 76 respondents (63,33%) still use the water sub-watershed West Tarum Channel with the highest form of utilization is for irrigation purposes.

The contribution of pollution load of BOD in the sub-watershed of West Tarum Channel amounted to 138.472,02 tons/year. Value of BOD pollution load largest contribution comes from farm waste pollutant sources goats and sheep of 65.692,35 tons/year and from domestic waste pollutant amounted to 65.167,60 tons/year.

Pollution load carrying capacity in sub-watershed West Tarum Channel in 2009 on the condition of max and min monthly discharge was 37.438,27 tons/year and 20.755,49 tons/year. To return to normal conditions (water class category number II) required the reduction of pollution load of BOD contribution of 101.033,75 tons/year in monthly discharge conditions max and 117.716,53 tons/year in the monthly discharge min.

(4)

SUB SALURAN TARUM BARAT

TEGUH PRADITYO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan dan Aktivitas Manusia terhadap Kualitas Air Sub DAS Saluran Tarum Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan dan Aktivitas Manusia Terhadap Kualitas Air Sub DAS Saluran Tarum Barat

Nama : Teguh Pradityo

NIM : E34060864

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Agus Priyono, MS. Ir. Siti Badriyah R, MSi.

NIP. 19610812 198601 1 001 NIP. 19650704 200003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

Alhamdulillahirrabil’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan kepada kita, diantaranya meningkatkan derajat bagi orang – orang yang berilmu. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang memberikan cahaya yang menerangi jalan hidup manusia beserta keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada para pengikutnya yang senantiasa setia sampai akhir zaman.

Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian yang berjudul ”Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan dan Aktivitas Manusia terhadap Kualitas Air Sub DAS Saluran Tarum Barat”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Karya ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Agus Priyono, M.S dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Perusahaan Jasa Tirta Pusat dan Kepala Perusahaan Jasa Tirta Divisi II beserta seluruh staff. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh keluarga dan sahabat atas dukungan, do’a dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

(8)

Penulis dilahirkan di Kotamadya Jakarta Timur, D.K.I Jakarta pada tanggal 22 Agustus 1988 sebagai anak ke-tiga dari tiga bersaudara. Penulis terlahir dari kedua orang tua yang bernama Bapak Prawito (Alm.) dan Ibu Siti Azah. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Jaka Setia I Bekasi Selatan tahun 1994−2000, dilanjutkan SMPN 252 Jakarta Timur tahun 2000 − 2003, dan SMAN 81 Jakarta Timur tahun 2003 − 2006. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa ’Tingkat Persiapan Bersama’ (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institiut Pertanian Bogor.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) (2007 − sekarang), Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Perenjak (2007−sekarang).

(9)

Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Ir. Agus Priyono, M.S dan Ibu Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku

dosen pembimbing yang telah sabar dan ikhlas dalam membimbing dan memberikan nasehat selama penyusunan skripsi ini.

2. Ibunda Siti Azah yang senantiasa mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi ini, memberikan doa, nasehat, dan motivasinya. Bapak Prawito (Alm.) yang senantiasa memberikan motivasi, doa, dan nasehat selama beliau hidup, yang tidak sempat melihat anak terakhirnya lulus. Terima kasih atas pengorbanan harta dan jasa selama saya hidup.

3. Putri Nidyaningsih yang telah banyak membantu dalam memotivasi ketika saya sedang “jatuh”.

4. Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc yang telah bersedia menjadi moderator dalam seminar hasil penelitian.

5. Annisa Rachmawati dan Teguh Eko Prabowo selaku kakak kandung yang selalu berpikiran positif terhadap apa yang saya lakukan dan atas motivasinya. 6. Bu Endang, Bu Rini, Pak Budi, Bu Tari, Pak Agung, Pak Dadang, Pak Gok Ari, Pak Dedi dan segenap staff Perusahaan Jasa Tirta Divisi Pusat dan Divisi II yang telah banyak membantu saya dalam pengumpulan data sekunder. 7. Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

8. Staff Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

9. Teman-teman KSH 43 Cendrawasih, Autis, Himakova 2007 – 2011.

10.Teman-teman Warning khususnya Harmaesa dan Unggul Istianto yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

11.Angkatan 42 yang telah memberi motivasi kepada saya, khususnya kepada saudari Ino Haryanti yang telah memberikan bimbingan mengenai penyusunan skripsi ini.

(10)

DAFTAR ISI

2.5 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air ... 10

2.6 Pengaruh Aktivitas Manusia terhadap Kualitas Air Sungai ... 10

2.7 Standar Kebutuhan Air Bersih dan Baku Mutu Air ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Lokasi dan Waktu ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Penentuan Lokasi Penelitian ... 13

3.4 Metode Penelitian... 13

3.5 Analisis Data ... 16

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20

4.1 Kondisi Geografis dan Administratif ... 20

4.2 Kondisi Fisik ... 20

4.3 Penggunaan Lahan ... 21

4.4 Curah Hujan ... 22

4.5 Kondisi Hidrologi ... 23

(11)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1 Perubahan Penggunaan Lahan di Hulu ... 26

5.2 Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Saluran Tarum Barat selama Periode 2004 – 2009 ... .. 28

5.3 Perubahan Kualitas Air di Sub DAS Saluran Tarum Barat...32

5.4 Kajian Perubahan Tata Guna Lahan dan Aktivitas Manusia dengan Nilai IMKA ... 39

5.5 Pengaruh Pemanfaatan Sumberdaya Air di Sub DAS Saluran Tarum Barat ... 45

5.6 Beban Pencemaran di Sub DAS Saluran Tarum Barat... 50

5.7 Daya Tampung Beban Pencemaran di Sub DAS Saluran Tarum Barat ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1 Kesimpulan ... 56

6.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan total padatan terlarut ... 6

2 Kualitas perairan berdasarkan oksigen terlarut di perairan ... 7

3 Standar kebutuhan air bersih ... 12

4 Jenis-jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ... 16

5 Bobot parameter dalam perhitungan indeks kualitas air nsf-wqi ... 17

6 Hubungan kisaran nilai indeks mutu kualitas air (IMKA) dengan tingkat mutu kualitas air ... 18

7 Curah hujan rata-rata bulanan di Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 22

8 Debit bulanan di Bendungan Curug tahun 2010 ... 24

9 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah penelitian periode 2004 – 2009 ... 25

10 Perubahan penggunaan lahan di Hulu Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 26

11 Perubahan penggunaan lahan di DAS Saluran Tarum Barat (STB) periode 2004 – 2009 ... 29

12 Cakupan masing-masing luas kelas penggunaan lahan dalam keseluruhan wilayah penelitian di tahun 2004 dan 2009 ... 32

13 Suhu air tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 33

14 Zat padat terlarut tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 34

15 Kadar kemasaman tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 35

16 Kadar oksigen terlarut tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 36

(13)

18 Kadar nitrat tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat

periode 2004 – 2009 ... 38 19 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS

Saluran Tarum Barat tahun 2004. ... 39 20 Kontribusi beban pencemaran BOD sumber pencemar peternakan

di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2004. ... 40 21 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS

Saluran Tarum Barat tahun 2005. ... 41 22 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS

Saluran Tarum Barat tahun 2006. ... 42 23 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS

Saluran Tarum Barat tahun 2007. ... 43 24 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS

Saluran Tarum Barat tahun 2008. ... 44 25 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS

Saluran Tarum Barat tahun 2009. ... 44 26 Prediksi kontribusi beban pencemaran potensial BOD pada berbagai tipe sumber pencemar di wilayah penelitian. ... 53 27 Prediksi kontribusi beban pencemaran riil BOD pada berbagai tipe

sumber pencemar di wilayah penelitian. ... 54 28 Daya tampung beban pencemaran pada kondisi debit bulanan

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian ... 14 2 Peta lokasi penelitian ... 20 3 Saluran buangan air limbah rumah tangga (got/gorong-gorong) di

wilayah Jaka Setia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. ... 46 4 Sampah yang menumpuk di depan Universitas Borobudur dan sampah yang tercecer di bantaran Saluran Tarum Barat ... 47 5 Mencuci pakaian dan mencuci barang bekas yang dilakukan

oleh masyarakat bantaran Saluran Tarum Barat ... 48 6 Bilik WC sederhana yang dibuat oleh masyarakat di tepi Saluran Tarum

Barat ... 48 7 Pemukiman kumuh di bantaran Sub DAS Saluran Tarum Barat dan salah satu rumah produksi industri pengolahan barang bekas ... 49 8 Tanaman sejenis eceng gondok yang memenuhi Sub DAS Saluran

Tarum Barat ... 49 9 Kondisi pendangkalan yang terjadi di wilayah Kayuringin,

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Tabel kriteria mutu air berdasarkan kelas air ... 62

2 Lembar kuesioner mengenai pemanfaatan air dan aktivitas lainnya oleh masyarakat sekitar Saluran Tarum Barat ... 63

3 Lembar kuesioner mengenai pengelolaan sampah/limbah oleh pengelola setempat di pemukiman penduduk sepanjang Saluran Tarum Barat ... 64

4 Grafik curah hujan rata-rata bulanan di Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 66

5 Debit bulanan rata-rata dan nisbah Qmin/Qrata-rata di Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 67

6 Debit bulanan di Bendungan Curug tahun 2010 ... 68

7 Kualitas air Saluran Tarum Barat berdasarkan berbagai macam parameter periode 2004 – 2009 ... 69

8 Peta tata guna lahan tahun 2004 di Sub DAS Saluran Tarum Barat ... 71

9 Peta tata guna lahan tahun 2009 di Sub DAS Saluran Tarum Barat ... 72

10 Tabel perhitungan nilai Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA) di masing- masing titik sampel air di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode tahun 2004 – 2009 ... 73

11 Tabel kontribusi beban pencemaran BOD pada sumber pencemar limbah domestik di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 86

12 Tabel kontribusi beban pencemaran BOD pada sumber pencemar limbah ternak di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 ... 89

13 Kontribusi beban pencemaran BOD pada sumber pencemar limbah industri di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2004 – 2009 ... 90

14 Peta tata guna lahan di hulu Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2004 ... 92

15 Peta tata guna lahan di hulu Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2009 ... 93

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Seperti yang diketahui selama ini, pembangunan memberikan banyak sekali manfaat terutama penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia, tetapi di samping itu pembangunan juga membutuhkan pengorbanan-pengorbanan lingkungan seperti perubahan penggunaan lahan, dari semula merupakan ruang hijau menjadi gedung-gedung bertingkat atau permukiman. Dari tahun ke tahun jumlah ruang hijau, terutama yang berada di kota-kota besar di Indonesia semakin berkurang.

Perubahan penggunaan lahan dari ruang hijau menjadi bangunan industri atau permukiman turut mempengaruhi kualitas air di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Kegiatan industri, peternakan, pertanian dan permukiman di sepanjang aliran sungai (bantaran sungai) menghasilkan bermacam limbah, baik padat maupun cair, ke dalam sungai. Belum lagi erosi yang ditimbulkan akibat tidak adanya pohon sebagai penahan air menyebabkan terbawanya lapisan permukaan atas tanah (top soil) menuju aliran sungai. Kondisi ini terjadi semakin parah ketika aliran sungai mencapai kota-kota besar di Indonesia.

Perubahan penggunaan lahan dari ruang hijau menjadi permukiman meningkatkan aktivitas manusia di sekitar aliran sungai. Aktivitas manusia ini kebanyakan memberikan dampak negatif terhadap kualitas air sungai setempat. Kegiatan mencuci, mandi dan kakus yang dilakukan di sungai serta limbah domestik yang dihasilkan dari permukiman setempat secara langsung maupun tidak langsung turut memperburuk kualitas air sungai setempat.

(17)

Perubahan penggunaan lahan di Bekasi, Karawang dan Jakarta menyebabkan kualitas air di sungai ini semakin memburuk dari tahun ke tahun. Daerah yang dulunya merupakan ruang hijau beralih fungsi menjadi lahan pertanian kemudian lebih buruk lagi menjadi daerah industri dan permukiman. Penduduk bantaran sungai tersebut memanfaatkannya untuk keperluan mandi, kakus, mencuci dan sebagainya.

Saluran Tarum Barat merupakan sumber air bersih untuk masyarakat Jakarta yang disalurkan oleh Perusahaan Air Minum (PAM) di daerah Jakarta Timur. Apabila kondisi ini dibiarkan, dikhawatirkan kualitas air di sungai ini tidak lagi memenuhi kriteria air yang layak untuk dikonsumsi sebagai bahan baku air minum yang pada akhirnya mengancam kesehatan dan kesejahteraan penduduk di sepanjang Saluran Tarum Barat, untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap perubahan penggunaan lahan di sepanjang sungai ini dan dampak perubahannya bagi kualitas air di sungai tersebut.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisa perubahan tata guna lahan terhadap kualitas air di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009.

2. Mengkaji kondisi kualitas perairan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009.

3. Mengkaji pemanfaatan sumberdaya air di sepanjang aliran Sub DAS Saluran Tarum Barat.

(18)

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup studi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian terletak di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat yang meliputi Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kotamadya Jakarta Timur.

2. Sumber-sumber pencemar yang dibatasi adalah yang berasal dari peternakan, industri dan aktivitas penduduk di sekitar wilayah penelitian.

1.4 Manfaat

(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan No. P.04/V-SET/2009 yang dimaksud dengan DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang fungsinya menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS.

Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki beberapa karakteristik yang dapat menggambarkan kondisi spesifik antara DAS yang satu dengan DAS yang lainnya. Karakteristik itu dicirikan oleh parameter yang terdiri atas (Dephutbun 1998):

1. Morfometri DAS yang meliputi relief DAS, bentuk DAS, kepadatan drainase, gradien sungai, lebar DAS dan lain-lain.

2. Hidrologi DAS, mencakup curah hujan, debit dan sedimen. 3. Tanah.

4. Geologi dan geomorfologi. 5. Penggunaan lahan.

6. Sosial ekonomi masyarakat di dalam wilayah DAS.

Asdak (1995) dalam Hadinugroho (2000) menyebutkan bahwa, jika dilihat dari segi fisiknya, indikator normal tidaknya suatu DAS ditentukan diantaranya oleh nisbah debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin). Kondisi fisik DAS dianggap baik apabila nisbah Qmax/Qmin relatif stabil dari tahun ke tahun, sedangkan kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila nisbah Qmax/Qmin

(20)

2.2 Kualitas Air

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan kualitas air sebagai sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. Lebih lanjut Effendi (2003) menyebutkan bahwa kualitas air ini dinyatakan di dalam beberapa parameter kualitas air seperti parameter fisik (diantaranya suhu air dan padatan terlarut) dan parameter kimia (diantaranya kemasaman, oksigen terlarut,

Biochemical Oxygen Demand dan Nitrat).

2.2.1 Parameter fisik

Parameter-parameter fisik yang biasa dijadikan parameter kualitas air diantaranya adalah suhu air, kekeruhan, padatan terlarut, padatan tersuspensi, salinitas, cahaya dan sebagainya (Effendi 2003). Hanya saja di dalam penulisan ini parameter fisik yang diteliti dibatasi hanya suhu air dan total padatan terlarut saja.

2.2.1.1 Suhu Air

(21)

2.2.1.2 Total Padatan Terlarut (TDS)

Total padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran yang lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut di dalam air, mineral dan garam (Fardiaz 1992).

Kualitas air dapat dinilai dari TDS atau jumlah dan zat-zat yang terlarut. Anggraeni (1994) dalam Fitriyana (2004) mengatakan bahwa pada batasan tertentu, air yang mengandung TDS lebih dari 1500 mg/l akan memberi rasa tidak enak pada lidah dan akan timbul rasa mual. Berdasarkan parameter TDS maka kualitas air dapat digolongkan pada beberapa kriteria (Cartel & Hill 1981 dalam

Nugraheni 2001), adapun kriteria tersebut terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan total padatan terlarut Kandungan Total Padatan Terlarut (mg/l) Kriteria Kualitas Air

< 4 Sangat Baik

4 – 10 Baik

10 – 15 Sedang

15 – 20 Buruk

20 – 35 Sangat Buruk

Sumber : Cartel dan Hill 1981 dalam Nugraheni 2001

Jenis tata guna lahan yang paling berpengaruh terhadap TDS adalah tegalan, sawah dan permukiman (Supangat 2008). Hal ini berkaitan dengan pengikisan aliran permukaan (erosi) yang masuk ke dalam aliran sungai kemudian mengalami sedimentasi di dalam sungai.

2.2.2 Parameter Kimia

Effendi (2003) menyebutkan bahwa parameter kimia untuk mengetahui kualitas air diantaranya adalah pH, oksigen terlarut, Biochemical Oxygen Demand

dan sebagainya.

2.2.2.1 Derajat Kemasaman (pH)

(22)

dalam air menjadi lebih masam atau pun lebih basa tergantung dari zat kimia yang terkandung di dalamnya. Kondisi tersebut dapat mengganggu kehidupan biota di dalam air (Wardhana WA 2001).

2.2.2.2 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO, Dissolved Oxygen) merupakan kebutuhan dasar organisme perairan. Keberadaan kehidupan di dalam air dipengaruhi oleh daya tahan lingkungan tersebut mempertahankan DO di suatu perairan. Oksigen terlarut dihasilkan dari proses fotosintesis oleh tanaman air dan dari udara yang masuk ke dalam air (Fardiaz 1992).

Salmin (2005) mengatakan bahwa DO memegang peranan yang penting dalam penentuan kualitas air. DO berperan dalam proses reduksi bahan-bahan organik maupun anorganik di dalam air. Karena peranannya tersebut keberadaan DO sangat penting dalam membantu mengurangi beban pencemaran oleh limbah industri maupun domestik. Hubungan antara kualitas perairan dengan besarnya DO disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kualitas perairan berdasarkan oksigen terlarut di perairan Oksigen terlarut (mg/l) Kualitas Air

> 6,5 Tidak tercemar/ tercemar sangat ringan

4,5-6,4 Tercemar ringan

2-4,4 Tercemar sedang

< 2 Tercemar berat

Sumber : Lee et al. 1978 dalam Nugraheni 2001

2.2.2.3 Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD)

Biochemical oxygen demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air, sedangkan COD (chemical oxygen demand) merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat didalam air (Fardiaz 1992).

(23)

kandungan oksigen, sedangkan COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan parameter kebutuhan oksidasi sampel yang ditentukan dengan menggunakan suatu oksidan kimiawi.

2.2.2.4 Nitrat

Senyawa nitrogen didalam perairan terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Nitrat dalam tanah dan air terbanyak dibuat oleh mikroorganisme dengan cara biologis. Nitrat dapat terbentuk karena tiga proses, yaitu badai listrik, organisme pengikat nitrogen dan bakteri yang menggunakan amoniak. Ketiganya tanpa adanya campur tangan manusia. Nitrat dapat terbentuk dari manusia jika manusia membuang kotoran dalam air, karena kotoran banyak mengandung amoniak. Selain itu, konsentrasi nitrat juga dapat dihasilkan manusia dari limbah rumah tangga dan pertanian. Nitrat akan berbahaya jika kandungannya mencapai 45 bpj dalam air. Nitrat akan berubah menjadi nitrit dalam perut dan dapat menyebabkan keracunan (Sastrawijaya 1991 dalam Putri 2004).

2.3 Debit Air

Debit adalah volume aliran yang mengalir melalui sungai per satuan waktu. Besarnya biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/detik) (Soewarno 1991). Data debit air sungai berfungsi memberikan informasi mengenai jumlah air yang mengalir pada waktu tertentu. Oleh karena itu, data debit air berguna untuk mengetahui cukup tidaknya penyediaan air untuk berbagai keperluan (domestik, irigasi, pelayaran, tenaga listrik, dan industri) pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai), pengendalian sedimen, prediksi kekeringan, dan penilaian beban pencemaran air.

Dilihat dari segi fisik DAS, Asdak (1995) dalam Hadinugroho (2000) menyebutkan bahwa indikator normal tidaknya suatu DAS ditentukan diantaranya oleh nisbah debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin). Kondisi fisik DAS dianggap baik apabila nisbah Qmax/Qmin relatif stabil dari tahun ke tahun, sedangkan kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila nisbah Qmax/Qmin

(24)

Tutupan hutan berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya debit air. Asdak (1995) dalam Supangat (2008) menyatakan bahwa tutupan hutan dapat menghasilkan debit yang rendah disebabkan oleh meningkatnya stabilitas tanah karena tingginya kapasitas infiltrasi, adanya perlindungan dari tutupan tajuk pohon, tingginya konsumsi air tanah oleh akar pohon. Hal-hal tersebut memberikan keuntungan bagi daerah yang memiliki tutupan hutan, yakni perlindungan terhadap bahaya banjir pada saat musim hujan.

2.4 Penggunaan Lahan

Penutupan lahan (land cover) dan tata guna lahan (land use) atau penggunaan lahan merupakan istilah yang sering kali diartikan sama, padahal keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Wardhana (2003) penggunaan lahan merupakan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan lebih pada perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Vink (1975) dalam Fitriyana (2004) menjelaskan bahwa perubahan atau perkembangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor alam seperti iklim, topografi tanah dan bencana alam; serta faktor manusia yang berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Dari kedua faktor tersebut dikatakan bahwa faktor manusia memberikan pengaruh dominan dibandingkan dengan faktor alam.

1. Permukaan bervegetasi

Pepohonan merupakan suatu komponen yang penting dalam suatu ekosistem. Keberadaan pohon di perkotaan memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah pengendali bahang, banjir, erosi dan mengurangi kecepatan angin. Pengurangan kecepatan angin dapat berpengaruh terhadap suhu air (Wardhana 2003).

2. Permukaan terbuka (tidak bervegetasi)

(25)

dan penguapan menjadi sedikit. Dampak lainnya adalah banyaknya genangan air akibat kurangnya daerah resapan atau saluran drainase.

2.5 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air

Pengaruh penggunaan lahan terhadap kualitas air erat kaitannya dengan pengelolaan suatu DAS (Daerah Aliran Sungai). Reksowardoyo (1985) dalam

Dephutbun (1998) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaannya, pengelolaan DAS diantaranya mencakup pengelolaan lahan. Dalam pengelolaan DAS, aspek penggunaan lahan menjadi sasaran utama untuk ditata secara sistematis dan integratif, karena semua proses permukaan yang terjadi merupakan gambaran respon penggunaan lahan terhadap input (air hujan). Pada DAS dimana daerah hulunya terbuka maka mempunyai kecenderungan proses aliran permukaan (run off) yang lebih besar yang dapat mengakibatkan erosi dan banjir serta sedimentasi ke dalam sungai (Dephutbun 1998). Erosi dan sedimentasi tersebut dapat mempengaruhi kualitas air sungai menjadi lebih buruk, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara pola penggunaan lahan terhadap kualitas air sungai.

Suripin (2004) mengatakan bahwa terjadinya erosi tanah akan mengurangi kemampuan tanah menahan air karena partikel-partikel lembut dan bahan organik pada tanah terangkut. Selain mengurangi produktivitas lahan, erosi juga dapat menyebabkan masalah lingkungan yang serius di daerah hilirnya. Sedimen hasil erosi tersebut mengendap dan mendangkalkan sungai-sungai, danau, dan waduk sehingga mengurangi kemampuannya untuk berbagai fungsi.

2.6 Pengaruh Aktivitas Manusia terhadap Kualitas Air Sungai

(26)

proses akhir produksi, sebagai contoh pabrik sabun dan deterjen parameter pencemarannya diantaranya Biochemical Oxygen Demand, Chemical Oxygen Demand, padatan tersuspensi, oli, dan lemak.

Limbah rumah tangga (domestik) dapat mempengaruhi kualitas air sungai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yani et al. (1994) yang menyebutkan bahwa tinja manusia dapat meningkatkan kekeruhan air. Kekeruhan tersebut dapat menghambat proses transpirasi cahaya di dalam air, dengan kata lain kotoran manusia dapat mempengaruhi kualitas fisik suatu perairan. Limbah organik yang berasal dari sisa buangan rumah tangga dapat menurunkan oksigen terlarut yang terkandung pada suatu perairan (Ryadi 1985 dalam Yani et al. 1994).

Aktivitas pertanian dapat mempengaruhi kualitas air suatu perairan dari segi parameter fisik air maupun parameter kimia air. Dari segi fisik, pembukaan lahan hijau menjadi lahan pertanian dapat meningkatkan erosi yang menyebabkan padatan-padatan tanah terbawa aliran air hujan ke dalam badan air. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya kekeruhan di suatu perairan (Zamrin 2007). Sementara itu dari segi parameter kimia, aktivitas pertanian yang menggunakan pestisida dan pupuk sintetik dapat menyumbang racun kimia yang dapat memperburuk kualitas air sungai setempat.

Hadi (2007) menyebutkan bahwa dalam pengambilan sampel air untuk pengujian kualitas air sungai lokasinya harus berada di daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi dimana air sungai dimanfaatkan untuk air minum, aktivitas rekreasi, industri, peternakan, pertanian, dan lain-lain.

2.7 Standar Kebutuhan Air Bersih dan Baku Mutu Air

(27)

untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kebutuhan setiap orang akan air bersih berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari standar kebutuhan air bersih berdasarkan penggunaannya yang disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Standar kebutuhan air bersih

No Penggunaan Air Bersih Standar Kebutuhan Air Bersih (liter/orang/hari)

1 Kran Umum 60 liter

2 Peribadatan 0,25 liter

3 Pendidikan 12 liter

4 Kesehatan 0,5 liter

5 Perkantoran 0,2 liter

6 Perdagangan 0,1 liter

7 Rekreasi/olah raga 0,1 liter

8 Industri 2,21/m³/hari

9 Sambungan langsung 1.200.140 liter

(28)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Saluran Tarum Barat segmen hulu-hilir yang mengalir sepanjang Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta khususnya di Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kotamadya Jakarta Timur, pada bulan Juli – Desember 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Alat yang digunakan, meliputi kamera, alat tulis, peta kerja, kalkulator, komputer, tally sheet, kuesioner, Microsoft Excel 2007 untuk pengolahan data serta program ArcGIS 9.3 untuk pengolahan peta.

3.3 Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan lokasi titik pengambilan sampel air oleh Perusahaan Jasa Tirta serta daerah-daerah yang dianggap mewakili untuk dijadikan sampel kuesioner mengenai pemanfaatan air oleh masyarakat setempat.

3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Kerangka Pemikiran

(29)

Penggunaan lahan juga merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi kualitas air. Jika penggunaan lahan didominasi oleh permukiman maka kontribusi beban pencemaran BOD (Biochemical Oxygen Demand) cenderung akan semakin tinggi disebabkan oleh limbah domestik yang berasal dari aktivitas penduduk atau industri di suatu daerah aliran sungai. Demikian juga dengan tutupan lahan berupa sawah, maka kontribusi beban pencemaran nitrat cenderung semakin tinggi yang disebabkan oleh penggunaan pupuk yang mengandung nitrat dari aktivitas pertanian.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Debit air dan beban pencemaran saling mempengaruhi satu sama lain dan menghasilkan kualitas air yang baik atau buruk tergantung dari kedua faktor tersebut. Beban pencemaran cenderung nilainya tetap pada suatu penggunaan lahan. Perubahan beban pencemaran ditentukan oleh banyaknya jumlah kontribusi beban pencemaran yang ada pada suatu penggunaan lahan. Apabila debit air rendah maka kepekatan polutan di dalam air juga semakin besar, hal ini mengakibatkan kualitas air menjadi buruk. Sedangkan apabila debit air tinggi

Curah Hujan

Tutupan Hutan Penggunaan

Lahan

Debit

Kualitas Air

(30)

maka kepekatan polutan di dalam air akan terencerkan sehingga kualitas air keseluruhan menjadi baik.

3.4.2 Pengumpulan Data 3.4.2.1 Data Primer

Data primer yang diambil adalah data mengenai pemanfaatan air Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat oleh masyarakat setempat. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner yang dapat dilihat dalam lampiran 2 dan 3. Penentuan sampel responden berdasarkan metode

purpossive sampling dimana responden yang akan diambil keterangannya telah ditentukan sebelum pengambilan data dilakukan. Penentuan lokasi wawancara berdasarkan potensi pencemaran limbah yang berasal dari aktivitas penduduk (mencuci, mandi, buang air besar), aktivitas industri dan aktivitas pertanian. Responden berjumlah 120 orang yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. 30 responden pada segmen Bendungan Bekasi – Intake Pejompongan yang mencakup kelurahan Cipinang Melayu (Kecamatan Makassar, Jakarta Timur), Pondok Kelapa (Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur), Jakasampurna (Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dan Kayuringin (Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi).

2. 30 responden pada segmen Bendungan Bekasi – Bendungan Cikarang yang mencakup kelurahan Jati Mulya (Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi), Lambang Jaya (Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi) dan Gandasari (Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi).

3. 30 responden pada segmen Bendungan Cikarang – Bendungan Cibeet yang mencakup kelurahan Suka Resmi (Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Bekasi), Cibatu (Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Bekasi), dan Pasir Panji (Kecamatan Serang, Kabupaten Bekasi).

(31)

3.4.2.2 Data Sekunder

Data sekunder yang akan digunakan untuk menganalisis daya tampung beban pencemaran terhadap kualitas air serta penyebab lainnya terdapat dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jenis- jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian

No Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

1 Data Kualitas Air

Perum Jasa Tirta Inventarisasi data

4 Data Jenis dan Jumlah

Industri yang Ada di

Sepanjang Sungai

Tarum Barat

Perum Jasa Tirta Inventarisasi data

5 Data Kependudukan,

Data Pertanian dan Data Peternakan yang Ada di Wilayah Penelitian

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Data primer mengenai jenis-jenis pemanfaatan sumberdaya air Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat yakni data hasil wawancara dianalisa dengan mengklasifikasikan jenis-jenis pemanfataan sumberdaya air dan mempersentasekan hasil klasifikasi. Setelah itu dikaitkan dengan hasil perhitungan kualitas air untuk melihat kesesuaian antara sumber pencemar dominan dengan nilai kualitas air tertinggi, sehingga dapat terlihat jenis pemanfaatan sumberdaya air yang paling berpengaruh terhadap kualitas air.

(32)

1. Perubahan penggunaan lahan

Perubahan penggunaan lahan dianalisa dengan membandingkan luasan setiap jenis penggunaan lahan periode 2004 – 2009. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tata guna lahan yang terjadi selama kurun waktu dari tahun 2004 – 2009. Perbandingan dilakukan dengan cara melakukan overlay terhadap peta tata guna lahan hasil pencitraan satelit yang telah diolah. Hasil overlay akan menunjukkan penggunaan lahan yang berubah selama kurun waktu tersebut. Data yang diambil adalah data laju perubahan penggunaan lahan yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2. Menganalisis indeks kualitas air

Perhitungan indeks kualitas air menggunakan metode indeks mutu kualitas air (IMKA) yang dikembangkan oleh U.S National Fondation’s Water Quality Index (NSF-WQI). Adapun parameter yang diukur dalam perhitungan IMKA meliputi suhu air, kekeruhan, padatan terlarut, oksigen terlarut, Biochemical Oxygen Demand, kadar kemasaman, nitrat, phosphat dan total coli. Tahapannya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan bobot (W) dan nilai sub indeks (I) untuk masing-masing parameter.

Tabel 5 Bobot parameter dalam perhitungan indeks kualitas air nsf-wqi No Parameter Bobot Parameter

Ke-i (Wi)

(33)

Keterangan :

a = Bobot parameter menurut Ott, 1978.

b = Bobot parameter yang sudah dimodifikasi (jika data primer suhu air tidak digunakan).

*) = kekeruhan digunakan dengan asumsi satuan Nephelometric Turbidity Unit (NTU) setara dengan Jacson Turbidity Unit (JTU) karena semakin keruh suatu perairan maka nilai kekeruhannya baik dalam satuan NTU maupun JTU akan semakin besar.

b. Menghitung nilai indeks kualitas air dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

c. Hubungkan nilai indeks mutu kualitas air (IMKA) dengan tingkat kualitas air seperti yang tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Hubungan kisaran nilai indeks mutu kualitas air (IMKA) dengan tingkat mutu kualitas air

No Kisaran nilai indeks total Tingkat mutu kualitas air

1 0 – 25 Sangat Buruk

2 25 – 50 Buruk

3 51 – 70 Sedang

4 71 – 90 Baik

5 91 – 100 Sangat Baik

Sumber : Ott (1978) dalam Nugroho (2003)

3. Menganalisa hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan kualitas air di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat secara deskriptif.

(34)

lampiran. Djajadiningrat & Amir (1989) menerangkan perhitungan dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:

BOD = V x fBOD Dimana,

BOD = kontribusi beban pencemaran BOD (ton/tahun) V = besaran (volume) produksi limbah (m3/hari) fBOD = faktor emisi limbah industri (kg/unit/hari)

5. Menghitung daya tampung beban pencemar sesuai dengan baku mutu air yang telah ditetapkan. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

DT = c x Q Dimana,

DT = daya tampung beban pencemaran (ton/tahun)

(35)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Posisi geografis Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat terletak diantara 6˚26'50.69'' Lintang Selatan hingga 6˚14'23.87'' Lintang Selatan dan 107˚22'41.25'' Bujur Timur hingga 106˚52'43.82'' Bujur Timur. Batas administrasi Sub DAS Saluran Tarum Barat adalah sebagai berikut:

1. Sebelah barat berbatasan dengan DAS Ciliwung.

2. Sebelah timur berbatasan dengan Saluran Tarum Timur. 3. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

4. Sebelah selatan berbatasan dengan DAS Ciliwung.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

4.2 Kondisi Fisik

Saluran Tarum Barat merupakan sungai buatan yang sudetan (waterway diversion) airnya berasal dari Sungai Citarum sehingga seolah-olah membentuk suatu kesatuan Sub DAS tersendiri. Sub DAS Saluran Tarum Barat pada umumnya sisi kiri dan kanannya dibentengi oleh tanah atau bebatuan (semen) sehingga secara logika sampah atau limbah real yang masuk tidak terlalu banyak. Meskipun demikian di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat

(36)

juga dapat ditemukan aliran buangan domestik atau industri yang sedikit banyaknya mempengaruhi kualitas air Sub DAS Saluran Tarum Barat.

Aliran air Sub DAS Saluran Tarum Barat bermula dari Bendungan Curug yang sumber airnya berasal dari Waduk Jatiluhur. Sub DAS Saluran Tarum Barat mengalir melalui beberapa Kabupaten/Kotamadya di Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, diantaranya Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kotamadya Jakarta Timur. Aliran air Saluran Tarum Barat berakhir pada

Intake Pejompongan yang berada di Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Timur. Dari Intake

Pejompongan air Sub DAS Saluran Tarum Barat dialirkan melalui syphoon

(saluran air bawah tanah) ke arah Pejompongan. Panjang Saluran Tarum Barat dari hulu (Bendungan Curug, Kabupaten Karawang) hingga hilir (Intake

Pejompongan, Kotamadya Jakarta Timur) adalah 77 km. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Saluran Tarum Barat memiliki kondisi topografi yang datar dengan kelerengan wilayah dari Bendungan Curug – Bendungan Cibeet sebesar 2 – 8%, wilayah Bendungan Cibeet – Bendungan Cikarang sebesar < 2%, wilayah Bendungan Cikarang – Bendungan Bekasi sebesar < 2%, dan wilayah Bendungan Bekasi – Intake Pejompongan sebesar < 2%. Pada umumnya wilayah Sub DAS Saluran Tarum Barat adalah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 5 – 50 meter di atas permukaan laut.

Menurut PP No. 82 Tahun 2001 pasal 55 baku mutu untuk saluran (sungai) yang belum ditentukan atau ditetapkan, dalam penelitian ini Sub DAS Saluran Tarum Barat, berlaku kriteria mutu air kelas dua. Berkenaan dengan hal tersebut dalam pembahasan akan dibandingkan masing-masing parameter kualitas air yang ada dengan baku mutu air kelas dua.

4.3 Penggunaan Lahan

(37)

penggunaan lahannya diantaranya dijadikan tempat permukiman penduduk, sawah, lahan terbuka, tubuh air, perkebunan, kebun campuran, pertanian lahan kering, dan sebagainya.

Penggunaan lahan di Sub DAS Saluran Tarum Barat tepatnya di wilayah antara Bendungan Curug dengan Bendungan Cibeet umumnya adalah pertanian lahan kering dan sawah. Penggunaan lahan di wilayah antara Bendungan Curug dengan Bendungan Cikarang pada umumnya adalah permukiman dan pertanian lahan kering. Wilayah antara Bendungan Cikarang sampai dengan Bendungan Bekasi penggunaan lahannya kebanyakan adalah permukiman dan pertanian lahan kering. Sedangkan wilayah antara Bendungan Bekasi dengan Intake Pejompongan penggunaan lahan didominasi oleh permukiman penduduk.

4.4 Curah Hujan

Berdasarkan data dari Perum Jasa Tirta Divisi I Seksi Sub DAS Saluran Tarum Barat, curah hujan dalam setahun di sepanjang Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 menunjukkan angka sebesar 1988 mm. Hari hujan bulanan di Sub DAS Saluran Tarum Barat berkisar antara 1 – 18 hari dengan total hari hujan dalam setahun sebanyak 108 hari. Dengan demikian angka intensitas hujan rata-rata tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat menunjukkan angka sebesar 18 mm/hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Curah hujan rata-rata bulanan di Saluran Tarum Barat periode 2004 –

(38)

Tabel 7 memperlihatkan bahwa curah hujan tertinggi di wilayah Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat terjadi di bulan Februari dengan angka sebesar 461 mm, sedangkan bulan terkering terjadi pada bulan Agustus dengan angka hujan sebesar 15 mm. Dari Tabel 7 dapat dilihat juga bahwa bulan basah terjadi antara November – Mei, sedangkan bulan kering terjadi antara Juli – September dengan bulan lembab terjadi pada Bulan Juni dan Oktober.

4.5 Kondisi Hidrologi

Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Saluran Tarum Barat merupakan sungai buatan dengan sumber air berasal dari DAS Citarum tepatnya di Waduk Jatiluhur. Aliran Sungai Citarum dibagi menjadi tiga aliran besar diantaranya ke arah barat (Sub DAS Saluran Tarum Barat), ke arah utara (Sungai Citarum) dan ke arah timur (Sub DAS Saluran Tarum Timur). Pembagian air ini berada di Bendungan Curug di wilayah Karawang.

Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Saluran Taram Barat kemudian mengalir ke arah barat dan mengalami pertemuan dengan Sungai Cibeet. Hanya saja aliran air kedua aliran ini tidak bercampur karena aliran air Sub DAS Saluran Tarum Barat dialirkan melalui syphoon bawah tanah dan mengalir di bawah aliran air Sungai Cibeet. Tetapi pada saat-saat tertentu (apabila debit sungai Cibeet sedang tinggi) aliran air Sungai Cibeet dialirkan sebagian ke Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat melalui suplesi Cibeet.

Pertemuan Sub DAS Saluran Tarum Barat dengan sungai alam, yakni Sungai Cikarang, terjadi di Cikarang (Kabupaten Bekasi) tepatnya di Bendung Cikarang. Di bendung ini aliran air Sub DAS Saluran Tarum Barat dan Sungai Cikarang bercampur kemudian mengalir ke arah Kota Bekasi. Di Kota Bekasi aliran air Sub DAS Saluran Tarum Barat mengalami percampuran sekali lagi dengan Sungai Bekasi yang merupakan sungai alam tepatnya di Bendung Bekasi. Aliran air kemudian menuju ke arah Jakarta dan berakhir di Intake Pejompongan di daerah Jakarta Timur. Dari Intake Pejompongan ini aliran air disalurkan ke daerah Pejompongan melalui saluran air bawah tanah (syphoon).

(39)

air untuk keperluan irigasi dan penyediaan air baku. Sub DAS Saluran Tarum Barat juga merupakan saluran yang seharusnya imune dari pembuangan limbah-limbah industri, dengan kata lain secara teori Sub DAS Saluran Tarum Barat terbebas dari ancaman pencemaran kimia oleh pabrik-pabrik industri maupun domestik, akan tetapi pada kondisi di lapang tidak seperti itu, masih ada saja pencemaran yang terjadi karena ulah tangan manusia.

Tabel 8 Debit bulanan di Bendungan Curug tahun 2010

Bulan Debit Maksimum

Sumber: Perusahaan Jasa Tirta tahun 2010

Data fluktuasi debit air tahun 2010 pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa debit harian Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat tertinggi terjadi di bulan Mei dengan angka sebesar 50,439 m3/detik, sedangkan debit harian terendah terjadi pada bulan Maret dengan angka sebesar 0 m3/detik. Perlu diperhatikan bahwa meskipun debit minimum sebesar 0 m3/detik tapi Sub DAS Saluran Tarum Barat tetap terjaga debit dan tinggi muka airnya karena mendapat air cadangan dari pintu darurat yang ada di Bendungan Curug. Debit sebesar 0 m3/detik terjadi karena mesin pompa air yang berguna memompa air dari saluran induk Citarum rusak, ditambah dengan terjadinya penumpukan lumpur di pintu Bendungan Curug.

(40)

.4.6 Keadaan Sosial Ekonomi

Kondisi mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat dibutuhkan untuk dapat melihat sejauh mana pengaruh nyata aktivitas masyarakat setempat dalam kesehariannya dengan kualitas air di Sub DAS Saluran Tarum Barat. Salah satu komponen yang dapat dilihat secara nyata adalah laju penambahan penduduk terhadap pola penggunaan lahan dan pada akhirnya kualitas air di Sub DAS itu sendiri. Masalah ledakan penduduk menjadi salah satu sebab terjadi perubahan penggunaan lahan dari lahan hijau menjadi permukiman.

Masing-masing kabupaten, kota, dan kotamadya di wilayah penelitian dari tahun ke tahun mengalami penambahan penduduk yang cukup signifikan dari tahun 2004 ke tahun 2009. Kepadatan penduduk tertinggi tahun 2009 berada pada Kotamadya Jakarta Timur dengan angka 11.550 jiwa/km2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah berada pada wilayah Kabupaten Karawang dengan angka sebesar 1.194 jiwa per kilometernya. Untuk lebih jelasnya data dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah penelitian periode 2004 – 2009

No Kabupaten/Kota Luas (Km2)

Jumlah Penduduk (Orang)

Kepadatan Penduduk (orang/km2)

2004 2008 2004 2008

1. Kab. Karawang 1.753,27 1.934.272 2.094.408 1.103 1.194

2. Kab. Bekasi 1.272,88 1.950.209 2.193.776 1.532 1.723

3. Kota Bekasi 210,49 1.914.316 2.336.489 9.095 11.100

4. Kotamadya Jakarta Timur 187,75 2.103.525 2.168.601 11.204 11.550

(41)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perubahan Penggunaan Lahan di Hulu

Kajian mengenai perubahan penggunaan lahan di daerah hulu dari Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat, dalam hal ini Waduk Jatiluhur dan sekitarnya, dirasa perlu untuk melihat sedikit banyaknya pengaruh perubahan penggunaan lahan itu sendiri dengan kualitas air Saluran Tarum Barat. Pembukaan wilayah hutan di bagian hulu dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan pengendapan padatan terlarut di bagian hilir yang pada akhirnya berakibat pada memburuknya kualitas air dan pendangkalan sungai. Pada DAS dimana daerah hulunya terbuka maka mempunyai kecenderungan proses aliran permukaan (run off) yang lebih besar yang dapat mengakibatkan erosi dan banjir serta sedimentasi ke dalam sungai (Dephutbun 1998).

Tabel 10 Perubahan penggunaan lahan di hulu Sub DAS Saluran Tarum Barat

3 Pertanian lahan kering 34.538,00 11.832,00 -22.706,00 -65,74

4 Kebun 17,50 11.144,60 11.127,10 63.583,43

5 Hutan 7.206,46 7.779,28 572,82 7,95

6 Lahan terbuka 1.826,76 102,57 -1.724,19 -94,38

7 Danau/Waduk 8.333,35 8.333,35 0,00 0,00

8 Semak/belukar 675,00 1.497,87 822,87 121,90

Sumber: BPDAS Ciliwung – Citarum periode 2004 – 2009.

Perubahan penggunaan lahan di bagian hulu dari tahun 2004 ke tahun 2009 cukup menonjol. Lahan hutan bertambah luasannya sebesar 572, 82 ha dari tahun 2004 – 2009. Seharusnya kenaikan luas areal hutan ini dapat mempengaruhi kualitas air menjadi lebih baik walaupun masih ada faktor lain seperti aktivitas manusia. Hofer (2003) dalam Supangat (2008) menjelaskan bahwa tutupan hutan dapat melakukan siklus nutrisi dan kimia serta menurunkan kandungan sedimen (zat padat terlarut).

(42)

pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering sendiri berkurang luasannya sebesar 22.706 ha dari tahun 2004 ke tahun 2009. Dilihat dari tajuk vegetasinya sebenarnya kebun memiliki pengaruh positif seperti hutan, yakni sebagai penahan air dan cadangan air. Tetapi jika dilihat dari pengelolaannya kebun memakai pupuk seperti halnya aktivitas pertanian. Dengan demikian kenaikan luas kebun yang begitu besar dapat mempengaruhi kualitas air cenderung menjadi lebih buruk karena kandungan nitrat yang masuk ke dalam air akan semakin besar. Zamrin (2007) mengatakan bahwa penurunan luas lahan sawah dan perkebunan mengakibatkan kandungan nitrat di dalam sungai menurun, sebaliknya apabila luas lahan sawah atau kebun meningkat maka kandungan nitrat akan meningkat juga.

Luas sawah tahun 2004 hanya sebesar 238,20 ha. Pada tahun 2009 luas sawah bertambah pesat menjadi 11.829,23 ha. Penambahan luasan ini juga merupakan konversi dari luas pertanian lahan kering. Penambahan luas sawah secara besar-besaran ini dapat mengakibatkan hal yang buruk bagi kualitas air di Saluran Tarum Barat. Selain karena potensi erosi yang semakin besar, aktivitas pertanian khususnya di sawah juga dapat memberikan kontribusi yang besar dalam masuknya nitrat ke dalam sungai. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Zamrin (2007) bahwa aktivitas pertanian dapat mempengaruhi kualitas air dari segi fisik, yakni erosi, dan dari segi kimia, yakni bertambahnya nitrat dari pupuk ke dalam air.

(43)

5.2 Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Saluran Tarum Barat selama Periode 2004 – 2009

Penggunaan lahan di Sub DAS Saluran Tarum Barat mengalami perubahan yang menonjol dari tahun 2004 – 2009. Jenis tata guna lahan yang ada di Sub DAS Saluran Tarum Barat dan perubahannya dari tahun 2004 ke tahun 2009 bisa dilihat pada Tabel 11.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa tata guna lahan yang perubahannya paling menonjol adalah lahan terbuka. Tahun 2004 luas wilayah lahan terbuka di wilayah penelitian hanya seluas 25 ha tetapi bertambah pesat luasannya sebesar 317,47 ha di tahun 2009 menjadi 342,47 ha. Penambahan yang pesat ini terjadi karena peralihan konversi sebagian besar hutan di Kabupaten Karawang menjadi area lahan terbuka. Diperkirakan nantinya di tempat tersebut akan dijadikan area perkebunan ataupun penggunaan lain. Peningkatan luas lahan terbuka dapat mempengaruhi kualitas air menjadi cenderung lebih buruk. Pada lahan terbuka laju erosi akan semakin besar sehingga parameter zat padat terlarut juga akan semakin tinggi. Selain itu BOD (Biochemical Oxygen Demand) juga akan semakin tinggi berkaitan dengan sedimentasi bahan-bahan organik yang ikut terbawa ketika terjadi erosi. Zamrin (2007) mengungkapkan bahwa apabila luas lahan terbuka meningkat maka parameter-parameter yang terpengaruh diantaranya kekeruhan, padatan tersuspensi dan BOD.

(44)

Hutan di wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Karawang tepatnya di sekeliling Waduk Jatiluhur. Seperti kita ketahui peran kawasan hutan dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)/Sub DAS sangat besar yaitu agar tidak terjadi erosi dan menahan air limpasan permukaan yang nantinya masuk ke dalam sungai. Pada DAS dimana di daerah hulunya terbuka maka mempunyai kecenderungan proses aliran permukaan (run off) yang lebih besar yang dapat mengakibatkan erosi dan banjir serta sedimentasi ke dalam sungai (Dephutbun 1998). Tahun 2004 luas wilayah hutan di wilayah penelitian adalah sebesar 1.813,63 ha, bekurang sebesar 31,57% menjadi 1.117,81 ha di tahun 2009. Perubahan ini akibat konversi hutan menjadi lahan terbuka dan semak/belukar. Perubahan ini jelas memberikan pengaruh buruk bagi kualitas air Sub DAS Saluran Tarum Barat karena tutupan hutan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kualitas air khususnya parameter nitrat. Supangat (2008) menjelaskan bahwa nilai rata-rata kandungan nitrat pada areal Sub DAS yang pola penggunaan lahannya berupa tutupan hutan lebih rendah, yang berarti lebih baik kualitas

3 Pertanian lahan kering 8.611,58 1.847,89 -6.763,69 -78,54

4 Kebun 590,10 1.325,12 735,02 124,56

5 Hutan 1.813,63 1.117,81 -695.82 -38,57

6 Lahan terbuka 25,00 342,47 317,47 1.269,88

7 Rawa 79,61 185,75 106,14 133,32

8 Semak/belukar 283,50 2.457,77 2.174,27 766,94

Sumber: BPDAS Ciliwung – Citarum periode 2004 – 2009.

(45)

mengurangi resiko terjadinya banjir (Noordwijk M et al. 2004). Jika banjir terjadi di daerah hilir maka nilai parameter yang ikut terpengaruh adalah bertambahnya nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand), nitrat, menurunnya oksigen terlarut, naiknya kadar zat padat terlarut dan kadar kemasaman (pH). Hal ini disebabkan ikut masuknya limbah cair maupun sampah padat ke dalam sungai sehingga mempengaruhi parameter-parameter tersebut. Meskipun dalam teorinya apabila debit air besar maka kepekatan akan terencerkan, tetapi sampah padat yang pada awalnya tidak masuk ke dalam sungai jika banjir datang sampah tersebut akan tersapu dan masuk ke dalam sungai.

Tahun 2004 luas pertanian lahan kering di wilayah penelitian adalah sebesar 8.611,58 ha, berkurang sebesar 6.763,69 ha (78,54%), di tahun 2009 menjadi 1.847,89 ha. Dari sini dapat dilihat bahwa kecenderungan masyarakat dalam bercocok tanam di lahan kering berubah drastis dari tahun 2004 ke tahun 2009. Pola penggunaan pertanian lahan kering berakibat pada meningkatnya parameter kadar kemasaman (pH), BOD, dan nitrat akibat dari penggunaan pupuk dan sedimentasi zat organik di dalam sungai. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Zamrin (2007) yang mengatakan bahwa parameter kadar kemasaman, BOD dan nitrat akan naik seiring dengan bertambahnya aktivitas pertanian.

Tahun 2004 luas permukiman adalah 11.588,10 ha, bertambah sebesar 2.004 ha (17,29%) ditahun 2009 menjadi 13.592,10 ha. Permukiman penduduk merupakan wilayah yang memberikan kontribusi beban pencemaran yang cukup besar terhadap kualitas air di dalam suatu sistem DAS (Daerah Aliran Sungai). Apabila luas permukiman bertambah, maka aktivitas manusia juga akan semakin meningkat. Limbah dari aktivitas manusia tersebut terutama yang berada di bantaran sungai mempengaruhi kualitas air yakni meningkatnya kadar BOD dari aktivitas mencuci, kakus dan sebagainya. Selain itu juga meningkatnya kadar nitrat dari aktivitas buang air besar, menurunnya kadar oksigen terlarut (DO) dan meningkatnya kadar kekeruhan (Ryadi 1985 dalam Yani et al. 1994).

(46)

mempengaruhi kualitas air di dalam suatu sistem DAS (Daerah Aliran Sungai). Nitrogen yang berasal dari pupuk NPK yang berfungsi sebagai penyubur tanah sedikit banyaknya terbuang dari saluran irigasi ke sistem DAS, hal ini dapat meningkatkan kadar nitrogen di dalam air sehingga memperburuk kualitas air tersebut. Aktivitas pertanian dapat mempengaruhi kualitas air suatu perairan dari segi parameter fisik air maupun parameter kimia air. Dari segi fisik, pembukaan lahan hijau menjadi lahan pertanian dapat meningkatkan erosi yang menyebabkan padatan-padatan tanah terbawa aliran air hujan ke dalam badan air. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya kekeruhan di suatu perairan (Zamrin 2007). Sementara itu dari segi parameter kimia, aktivitas pertanian yang menggunakan pestisida dan pupuk sintetik dapat menyumbang racun kimia yang dapat memperburuk kualitas air sungai setempat.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta perubahan tutupan lahan di Lampiran 8 dan Lampiran 9.

(47)

Tabel 12 Cakupan masing-masing luas kelas penggunaan lahan dalam keseluruhan wilayah penelitian di tahun 2004 dan 2009

Penggunaan Lahan Luas Lahan 2004 Luas Lahan 2009

(ha) (%) (ha) (%)

Sawah 13.652,00 37,26 15.774,50 43,05

Permukiman 11.588,10 31,62 13.592,10 37,09

Pertanian lahan kering 8.611,58 23,50 1.847,89 5,04

Kebun 590,10 1,61 1.325,12 3,62

Sumber: BPDAS Ciliwung – Citarum periode 2004 – 2009.

5.3 Perubahan Kualitas Air di Sub DAS Saluran Tarum Barat

Perubahan kualitas air di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat dari tahun 2004 – 2009 dipengaruhi oleh parameter fisik dan kimia. Perubahan parameter dan hubungan antara parameter yang satu dengan yang lainnya, dan/atau antara satu parameter dengan faktor-faktor diluar parameter yang dapat mempengaruhi kualitas air, akan dibahas satu per satu pada sub bab berikut.

5.3.1 Suhu Air

Suhu air max tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat cukup berfluktuasi dari tahun ke tahun. Suhu air max tahunan tertinggi terjadi di tahun 2007 di Bendungan Cikarang dengan angka sebesar 36,10°C, sedangkan suhu air max

tahunan paling rendah tercatat di tahun 2008 di Inteke Pejompongan dengan angka sebesar 31,60°C. Suhu air min tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat menunjukkan angka paling rendah di tahun 2006 tepatnya di Bendungan Cibeet dengan angka sebesar 24°C. Sedangkan suhu air min tahunan paling tinggi tercatat di tahun 2005, 2005, dan 2008. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Suhu air tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 Suhu Air

(°C) 2004 2005 2006 2007 2008 2009

max 33,60 34,00 32,40 36,10 31,60 35,00

min 27,00 27,00 24,00 25,20 27,00 26,00

(48)

Data suhu air tahunan di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009 memperlihatkan bahwa pada umumnya suhu air max

tercatat di bulan-bulan kering (Juli – September) sedangkan suhu air min tahunan tercatat di bulan-bulan basah (November – Mei), hal ini dikarenakan salah satu faktor yang mempengaruhi suhu air di dalam air adalah musim (iklim) setempat (Gusrina 2008). Jika curah hujan sedikit maka suhu air cenderung akan naik sedangkan jika curah hujan berlimpah maka suhu air cenderung turun.

Data pada tabel 13 juga memperlihatkan bahwa jika ditinjau dari suhu air

max tahunannya kualitas air tahun 2009 lebih buruk dibandingkan dengan kualitas air tahun 2004. Tingginya suhu air di tahun 2009 diduga karena ruang hijau semakin berkurang dan permukiman yang kian bertambah luasannya. Data mengenai perubahan penggunaan lahan menyebutkan bahwa terjadi penambahan luas permukiman sebanyak 17,29% di Sub DAS Saluran Tarum Barat pada periode 2004 – 2009.

Suhu air memiliki hubungan berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen terlarut di dalam air (Fardiaz 1992). Hal ini sesuai dengan data penelitian yang diperoleh. Pada bulan basah, khususnya Bulan Januari – Maret, curah hujan di wilayah penelitian paling besar diantara bulan-bulan yang lainnya. Hal ini mengakibatkan suhu air di wilayah penelitian paling rendah, tetapi berbanding terbalik dengan kadar oksigen terlarut yang tercatat paling tinggi diantara bulan-bulan yang lainnya. Kondisi sebaliknya terjadi pada Bulan September yang merupakan bulan terkering diantara bulan yang lainnya.

5.3.2 Zat Padat Terlarut

Zat padat terlarut max tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat dari tahun ke tahunnya menunjukkan perubahan yang signifikan. Zat padat terlarut max

(49)

Zat padat terlarut min tahunan di Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Saluran Tarum Barat dari tahun ke tahunnya menunjukkan perubahan yang tidak signifikan. Angka zat padat terlarut min tahunan paling rendah tercatat di tahun 2004 di Btb 10 dengan angka sebesar 5 mg/l. Angka tersebut terus naik dari tahun ke tahun hingga tahun 2009 yang zat padat terlarut min tahunannya paling tinggi yakni sebesar 30 mg/l yang berlokasi di titik sampel air Intake Pejompongan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Zat padat terlarut tahunan di Sub DAS Saluran Tarum Barat periode 2004 – 2009

Sumber: Perusahaan Jasa Tirta periode 2004 – 2009.

Data mengenai zat padat terlarut tahunan pada tabel 14 menunjukkan bahwa jika dilihat dari kadar zat padat terlarut max tahunannya kualitas air tahun 2009 lebih buruk dari kualitas air tahun 2004. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh tingginya erosi di daerah penelitian terutama daerah hulu. Hal tersebut sesuai dengan data perubahan penggunaan lahan tahun 2004 – 2009 yang menyebutkan bahwa luasan daerah hijau, dalam hal ini hutan, berkurang sebesar 38,57%. Keberadaan pepohonan dinilai sangat penting karena salah satu manfaat dengan adanya pepohonan adalah mengurangi laju erosi permukaan tanah (Wardhana 2003).

Gambar

Tabel 1  Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan total padatan terlarut
Tabel 2  Kualitas perairan berdasarkan oksigen terlarut di perairan
Tabel 3  Standar kebutuhan air bersih
Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Balance of power ini merupakan upaya atau cara untuk bagaimana agar negara-negara dapat bekerjasama di dalam kondisi yang konfliktual, dengan kata lain, agar tidak ada salah satu

Bank syariah mandiri letter of credit adalah janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah ( applicant ) yang mengikat BSM sebagai bank pembuka untuk membayar

Dalam usaha memecahkan suatu masalah, seorang pembuat keputusan (pimpinan atau manajer) mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) Nomor : 2.10/Pokja II/2017 tanggal 24 Maret 2017 untuk PAKET II (Belanja Buku Uji, Plat Uji dan stiker samping), dengan ini

Manusai dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan teknik (engineer) dan manusia dengan latar belakang manajemen (manajer) dalam lingkungan yang kompleks (indiustri),

Dapat disimpulkan bahwa Manajemen Operasional adalah usaha pengelolaan secara optimal penggunan faktor produksi yang meliputi: tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan,

[r]