• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motilitas Spermatozoa Kucing Domestik dalam Pengencer lllTris Kuning Telur yang Disuplementasi Beberapa lllKarbohidrat pada Suhu 5 °C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Motilitas Spermatozoa Kucing Domestik dalam Pengencer lllTris Kuning Telur yang Disuplementasi Beberapa lllKarbohidrat pada Suhu 5 °C"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

MOTILITAS SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK

DALAM PENGENCER TRIS KUNING TELUR YANG

DISUPLEMENTASI BEBERAPA KARBOHIDRAT

PADA SUHU 5 °C

ANGELINE BUDIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Yolk Extender Supplemented with Several Carbohydrate at 5 °C. Supervised by R. IIS ARIFIANTINI and BUDHY JASA WIDYANANTA.

The quality of chilled semen depends on the diluents composition; including the energy source for the survival of sperm. Glucose, fructose and lactose are the most widely used energy source for mammalian semen preservation. This study aims to evaluate the effect of fructose and/or trehalose suplementation in Tris Egg Yolk Extender to maintain the motility of domestic cat’s sperm at 5 °C. Semen was collected from three sexually mature cats by electro-ejaculator (three repetition n = 9). Immediately after collection, semen was evaluated macroscopically and microscopically. The semen showed > 70% sperm motility divided into three tubes and each of them diluted with Tris fructose egg yolk (TFEY), Tris trehalose egg yolk (TTEY) or Tris fructose trehalose egg yolk (TFTEY). Semen was stored at 5 °C and observed for percentage of sperm motility and individual progressive movements (scoring) every 12 hours until 60 hours of storage. Descriptively the results showed that TFTEY was the best diluents in maintained the motility of cat’s sperm (29.63 ± 18.76%) after 60 hours storage, but no significantly difference (P>0.05) was found between three diluents in maintained the sperm motility at 5 °C statistically. For individual progressive movements descriptive as well as statistically indicated no significant between three diluents which were 2.06 ± 0.42, 2.06 ± 0.42 and 2.22 ± 0.94 in TFEY, TTEY and TFTEY respectively.

(3)

dalam Pengencer Tris Kuning Telur yang Disuplementasi Beberapa Karbohidrat pada Suhu 5 °C. Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan BUDHY JASA WIDYANANTA.

Kualitas semen cair bergantung dengan komposisi bahan pengencer yang digunakan, diantaranya adalah harus mengandung sumber energi untuk kelangsungan hidup spermatozoa. Sumber energi yang biasa digunakan untuk preservasi semen mamalia yaitu glukosa, fruktosa dan laktosa. Penelitian ini bertujuan menguji penambahan fruktosa dan/atau trehalosa ke dalam bahan pengencer Tris kuning telur dalam mempertahankan motilitas spermatozoa kucing domestik pada suhu 5 °C. Semen dikoleksi menggunakan elektroejakulator dari tiga ekor kucing domestik dewasa kelamin dengan tiga kali pengulangan (n=9). Semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Semen dengan persentase motilitas spermatozoa > 70% dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing diencerkan dengan Tris fruktosa kuning telur (TFKT), Tris trehalosa kuning telur (TTKT) atau Tris fruktosa trehalosa kuning telur (TFTKT). Semen cair ini kemudian disimpan pada suhu 5 °C dan diamati motilitas serta gerakan individunya setiap 12 jam. Pengamatan dilakukan selama 60 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara deskriptif, pengencer TFTKT merupakan pengencer yang paling baik dalam mempertahankan motilitas spermatozoa (29.63 ± 18.76%) setelah 60 jam penyimpanan, sedangkan secara statistik tidak terdapat perbedaan antara ketiga bahan pengencer dalam mempertahankan motilitas spermatozoa pada suhu 5 °C. Selain itu, gerakan individu kucing domestik pada masing-masing pengencer setelah 60 jam penyimpanan juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, baik secara deskriptif ataupun secara statistik. Nilai gerakan individu spermatozoa pada penelitian ini setelah 60 jam penyimpanan secara berturut-turut yaitu 2.06 ± 0.42, 2.06 ± 0.42 dan 2.22 ± 0.94.

(4)

DISUPLEMENTASI BEBERAPA KARBOHIDRAT

PADA SUHU 5 °C

ANGELINE BUDIAWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Motilitas Spermatozoa Kucing Domestik dalam Pengencer Tris Kuning Telur yang Disuplementasi Beberapa Karbohidrat pada Suhu 5 °C adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

Judul penelitian : Motilitas Spermatozoa Kucing Domestik dalam Pengencer

lllTris Kuning Telur yang Disuplementasi Beberapa

lllKarbohidrat pada Suhu 5 °C Nama mahasiswa : Angeline Budiawan

NRP : B04070105

Disetujui,

Dr. R. Iis Arifiantini, M. Si Pembimbing I

drh. Budhy Jasa Widyananta, M. Si Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa,

Tuhan kami Yesus Kristus karena berkat, anugerah dan kasih karunia melimpah

yang telah diberikan, sehingga skripsi yang berjudul Motilitas Spermatozoa

Kucing Domestik dalam Pengencer Tris Kuning Telur yang Disuplementasi

Beberapa Karbohidrat pada Suhu 5 °C dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana S1

di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. R. Iis Arifiantini, M. Si selaku pembimbing pertama skripsi.

2.

drh. Budhy Jasa Widyananta, M. Si selaku pembimbing kedua skripsi.

3. drh. Huda Shalahudin Darusman, M. Si selaku pembimbing akademik.

4. drh. Andriyanto, M. Si selaku pembimbing akademik.

5. Papa, Mama, Ci Nita, Ko Kevin, Ci Areth yang memberi dukungan

sepenuhnya.

6. Keluarga besar Departemen Klinik, Patologi dan Reproduksi.

7. Bondan Achmadi SE yang setia membantu kami selama penelitian.

8. Keluarga besar Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR).

9. Keluarga besar Rumah Sakit Hewan (RSH) IPB.

10. Teman-teman seperjuangan penelitan: Raditya Nandiasa dan Fajriati

Rafelia Hapsari.

11. Teman-teman dekat: Tancop, kak Vin, Wisnu, Siska, Uwen.

12. Teman-teman Gianuzzi FKH IPB tercinta.

13. Keluarga besar HIMPRO Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik.

Tuhan pasti memberikan balasan atas semua bantuan dan dorongan yang

telah diberikan. Penulis skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga

diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun di masa mendatang.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2011

(9)

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 10 Agustus 1989, merupakan

anak ke empat dari empat bersaudara, pasangan Theodore Ayib Budiawan dan

Mayawati Chandra.

Pendidikan taman kanak-kanak hingga sekolah dasar diselesaikan di

Bekasi, pada tahun 1992 penulis mengambil pendidikan taman kanak-kanak di

TK Ananda Bekasi dan pada tahun 1995 mengambil pendidikan sekolah dasar di

SD Strada Budi Luhur II. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan di Jakarta, pada tahun 2001 penulis

mengambil pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Tarakanita 5

Jakarta dan lulus tahun 2004, kemudian dilanjutkan ke SMAN 82 Jakarta dan

lulus tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Sekretaris UKM

KEMAKI periode 2008-2009 dan anggota dari Himpunan Minat Profesi Hewan

(10)

DAFTAR ISI

Parameter Kesehatan Kucing... 5

Struktur dan fungsi spermatozoa... 6

Koleksi semen kucing... 7

Pengolahan semen... 9

MATERI DAN METODE... 12

Waktu dan tempat penelitian... 12

Materi penelitian... 12

Metode penelitian... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

Karakteristik semen segar kucing domestik... 15

Daya tahan hidup spermatozoa kucing domestik dalam berbagai bahan pengencer pada suhu 5 °C... 17

Penurunan persentase motilitas kucing domestik dalam berbagai bahan pengencer pada suhu 5 °C... 20

SIMPULANDAN SARAN………... 23

Simpulan... 23

Saran... 23

DAFTAR PUSTAKA... 24

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi buffer yang digunakan untuk membuat bahan pengencer... 13

2. Komposisi bahan pengencer semen... 13

3. Karakteristik semen segar kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator... 16

4. Motilitas spermatozoa kucing domestik pada penyimpanan suhu 5 °C... 18

5. Gerakan individu spermatozoa kucing domestik pada penyimpanan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kucing domestik... 5

2. Morfologi spermatozoa normal... 6

(13)

Latar Belakang

Sekitar awal tahun 1900 terdapat 230 spesies kucing namun saat ini hanya

terdapat kurang dari 30 spesies (Edwards 2005). Penurunan jumlah spesies

kucing diakibatkan oleh perburuan yang dilakukan oleh manusia sehingga

banyak spesies yang mengalami kepunahan. Kucing memilki tiga genus yaitu

Phantera, Felis dan Acinonyx. Menurut Edwards (2005), ketiga genus ini memiliki

hubungan erat, namun yang dapat dipastikan adalah kucing domestik yang saat

ini banyak terdapat di lingkungan sekitar kita berasal dari genus Felis.

Perkembangbiakkan kucing dari genus Phantera dan Acinonyx tergolong

sulit. Keadaan ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan jumlah kelahiran

dan kematian kucing dari genus Phantera dan Acinonyx. Karena itu, penelitian

mengenai aspek reproduksi pada kucing tersebut perlu dikembangkan.

Permasalahannya adalah sulit dilakukan penelitian pada kucing yang hampir

punah, selain karena jumlahnya yang terbatas juga sulit untuk memberi

perlakuan pada kucing di alam liar atau penangkaran. Karena alasan tersebut,

kucing domestik digunakan sebagai hewan model untuk melakukan penelitian

mengenai aspek reproduksi pada kucing non domestik (Ganán et al. 2009).

Salah satu teknik reproduksi yang perlu dikembangkan adalah teknik

Inseminasi Buatan (IB). Ketika perkawinan secara alamiah sulit dilakukan atau

ketika hewan jantan dan betina berada pada lokasi yang terpisah, teknik IB perlu

dilakukan. Teknik ini akan membantu dalam konservasi kucing-kucing non

domestik yang berada di ambang kepunahan.

Keberhasilan teknik IB tidak hanya bergantung pada kualitas dan kuantitas

semen yang diejakulasikan oleh seekor jantan tetapi juga bergantung pada

kemampuan dalam mempertahankan kualitasnya secara in vitro. Salah satu

faktor yang akan mempengaruhi kualitas semen in vitro adalah bahan pengencer

yang ditambahkan pada semen saat preservasi (Wicaksono & Arifiantini 2009).

Bahan pengencer yang baik harus dapat menyediakan nutrisi bagi spermatozoa

selama penyimpanan, melindungi spermatozoa dari cold shock, bersifat buffer

untuk mencegah perubahan pH, mempertahankan tekanan osmotik dengan cara

menyediakan lingkungan yang isotonik, mengandung antibiotik untuk mencegah

timbulnya bakteri, dan menyediakan lingkungan yang baik untuk berlangsungnya

(14)

Karbohidrat merupakan komponen penting yang harus ada di dalam bahan

pengencer. Sumber karbohidrat yang umum digunakan untuk semen cair kucing

diantaranya adalah glukosa (Axnér et al. 2004), fruktosa (Baran et al. 2004;

ganán et al. 2009) dan laktosa (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Penelitian

mengenai preservasi semen kucing telah banyak dilaporkan. Bahan pengencer

yang digunakan diantaranya adalah buffer Tris dengan fruktosa (Baran et al.

2004; Ganán et al. 2009), Tris dengan glukosa (Axnér et al. 2004) dan Tris

dengan laktosa (Axnér & Linde-Forsberg 2002).

Trehalosa merupakan karbohidrat golongan disakarida bersifat membran

stabilisator (Isnaini et al. 2005) yang memiliki kemampuan lebih untuk melindungi

spermatozoa dalam proses pembekuan sehingga kualitas spermatozoa dapat

bertahan lebih lama (Yildiz et al. 2000). Selain itu, karbohidrat ini juga berfungsi

sebagai krioprotektan ekstraseluler (Arifiantini et al. 2009) dengan cara

memperbaiki fluiditas membran plasma spermatozoa (Aboagla & Terada 2003).

Mengingat fungsi trehalosa sebagai membran stabilisator dan saat preservasi

pada suhu 5 °C spermatozoa akan mengalami cold shock, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai penggunaan trehalosa pada bahan pengencer Tris kuning

telur dalam upaya penyediaan semen cair untuk inseminasi pada kucing.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji penambahan fruktosa dan/atau trehalosa

ke dalam bahan pengencer Tris kuning telur dalam mempertahankan motilitas

spermatozoa kucing domestik pada suhu 5 °C.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengencer

yang baik untuk melakukan preservasi semen kucing domestik dengan harapan

(15)

Hipotesis

Bahan pengencer Tris kuning telur yang disuplementasi kombinasi fruktosa

dengan trehalosa merupakan bahan pengencer terbaik dibandingkan dengan

bahan pengencer Tris kuning telur yang disuplementasi fruktosa atau trehalosa

dalam mempertahankan persentase motilitas spermatozoa kucing domestik pada

(16)

Klasifikasi Kucing

Kucing termasuk ke dalam Famili Felidae dan terdiri dari tiga genus yaitu

Phantera, Felis dan Acinonyx. Pembagian genus ini bukan berdasarkan

perbedaan ukuran tubuh namun berdasarkan perbedaan anatomi tubuh mereka.

Kucing yang termasuk ke dalam genus Phantera merupakan kucing yang dapat

mengaum diantaranya singa dan harimau. Genus Felis merupakan genus dari

kucing domestik. Kucing yang termasuk ke dalam genus Phantera dan Felis

dapat menarik atau menyimpan kukunya saat tidak digunakan namun hal ini tidak

dapat dilakukan oleh kucing dari genus Acinonyx (Edwards 2005).

Kucing dari Genus Acinonyx merupakan kucing yang tidak dapat

menyimpan kukunya walaupun tidak sedang digunakan (Edwards 2005). Contoh

kucing dari genus Acinonyx adalah cheetah sehingga kucing ini tidak

meninggalkan jejak kuku di atas tanah. Semua kucing memiliki empat jari pada

kaki belakang dan lima jari pada kaki depan dengan ibu jari yang kecil. Pada

umumnya, kaki depan berukuran lebih besar daripada kaki belakang (Ario 2010 ).

Genus Felis memiliki beberapa spesies diantaranya Felis manul, Felis

sylvestris libyca (African wild cat) dan Felis sylvestris sylvestris (European wild

cat). Felis manul merupakan kucing berambut panjang sedangkan Felissylvestris

libyca dan Felis sylvestris sylvestris merupakan kucing berambut pendek. Felis

sylvestris libyca merupakan nenek moyang kucing domestik yang kemudian di

Indonesia disebut kucing lokal (Edwards 2005).

Kucing yang bukan berasal dari Felissylvestris libyca dapat disebut kucing

non domestik. Semua kucing yang ada di dunia memiliki bentuk tubuh yang mirip

dengan kucing domestik. Mereka juga memiliki jumlah gigi yang sama yaitu

28-30 gigi. Ciri-ciri yang membedakan kucing ini yaitu ukuran tubuh, panjang ekor,

pola warna, dan penyebarannya. Kucing non domestik memiliki ukuran tubuh

yang bervariasi. Ukurannya mulai dari seukuran kucing domestik hingga besar

seperti harimau dan macan tutul. Panjang ekor pun bervariasi, mulai dari ekor

sangat pendek sampai yang panjang ekornya melebihi panjang tubuh kucing itu

sendiri (Ario 2010).

Secara umum, jenis kucing yang termasuk ke dalam genus Felis dapat

dikelompokkan berdasarkan rambutnya, yaitu: short hair, medium hair dan long

(17)

dalam kelompok kucing short hair. Hal ini didukung dengan pernyataan Edwards

(2005) bahwa nenek moyang kucing domestik yaitu Felis sylvestris libyca yang

merupakan kucing berambut pendek. Kucing domestik dapat dilihat pada

Gambar 1.

Kucing telah mengalami domestikasi yang begitu sempurna dan mampu

berhubungan erat dengan manusia. Contoh kucing yang telah didomestikasi

yaitu Felis catus. Klasifikasi kucing ini menurut LaBruna (2001) yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Carnivora

Famili : Felidae

Genus : Felis

Spesies : Felis catus

Gambar 1 Kucing domestik.

Parameter Kesehatan Kucing

Pemeriksaan kucing secara umum dilakukan dengan cara inspeksi dan

adspeksi yaitu memeriksa dengan cara melihat, membau dan mendengarkan

tanpa alat bantu. Parameter yang diperiksa diantaranya frekuensi nadi, frekuensi

napas, suhu tubuh, warna dan kelembaban membran mukosa, ukuran dan

(18)

Frekuensi nadi atau frekuensi denyut jantung kucing normal yaitu 120 kali

per menit dengan denyut jantung yang bersuara “lub dub” (Foss 2008). Kucing

nomal memiliki frekuensi napas 25-30 kali per menit (Eldredge 2008) dan

memiliki suhu tubuh 37.6-39.4 °C. Membran mukosa kucing normal berwarna

merah muda. Limfonodus yang terdapat pada kucing normal memiliki konsistensi

kenyal dan dapat digerak-gerakkan ketika dipalpasi (Boddie 1962).

Struktur dan Fungsi Spermatozoa

Spermatozoa dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, midpiece dan ekor.

Morfologi spermatozoa dapat dilihat pada Gambar 2. Ujung kepala spermatozoa

merupakan bagian yang disebut akrosom. Di sana terdapat dua enzim yang

paling berperan pada proses reaksi akrosom yaitu hyaluronidase dan acrosin.

Enzim hyaluronidase akan mencerna asam hialuronat yang terdapat di antara

cumulus oophorus sehingga spermatozoa dapat menembus cumulus oophorus

dan kemudian berikatan dengan zonapellucida. Enzim acrosin merupakan enzim

yang melisiskan zona pellucida sehingga spermatozoa dapat masuk ke dalam

sitoplasma ovum(Noakes 2001).

Spermatozoa melakukan metabolisme terhadap molekul-molekul

sederhana terutama senyawa gula dan turunannya, misalnya: fruktosa, glukosa

dan piruvat mannosa. Metabolisme ini dilakukan untuk menyediakan energi yang

digunakan untuk bergerak (Noakes 2001).

(19)

Perpindahan spermatozoa dari suatu tempat ke tempat lain dikarenakan

adanya gelombang yang dihasilkan dari gerakan leher dan ekor dari

spermatozoa tersebut (Noakes 2001). Motilitas dari spermatozoa memiliki peran

kecil untuk bisa melalui cervix dan uterus. Kontraksi dari saluran reproduksi

betina itu sendiri yang memiliki peran penting bagi spermatozoa untuk masuk ke

dalam cervix dan uterus (Hunter 1980). Motilitas spermatozoa tidak diperlukan

dalam perjalanannya melalui oviduct. Motilitas spermatozoa akan sangat

berperan penting untuk melakukan penetrasi ke dalam cumulus oophorus dan

zona pellucida (Noakes 2001).

Koleksi Semen Kucing

Koleksi semen bertujuan memperoleh hasil ejakulasi dengan konsentrasi

dan motilitas spermatozoa yang memadai. Koleksi semen harus memiliki tingkat

stres yang minimal pada hewan yang dikoleksi semennya (Zambelli et al. 2007).

Metode yang umum dilakukan di lapangan untuk mengoleksi semen yaitu

dengan menggunakan vagina buatan dan elektroejakulator. Penggunaan vagina

buatan dapat menghasilkan semen yang berkualitas baik pada suatu peternakan,

namun koleksi semen dengan vagina buatan sulit dilakukan pada kucing terkait

dengan temperamen hewan tersebut.

Koleksi Semen Kucing Menggunakan Vagina Buatan

Penggunaan vagina buatan untuk koleksi semen memiliki beberapa

keuntungan diantaranya biaya untuk membuat vagina buatan tidak mahal, tidak

menggunakan pengendalian kimia dan hanya sedikit melakukan pengendalian

fisik. Koleksi semen kucing dengan vagina buatan membutuhkan pejantan yang

terlatih serta menggunakan teaser queen (betina estrus atau betina steril yang

diberi esterogen). Tiga dari lima pejantan yang dipilih secara acak dan dirawat

dengan baik selama 2 minggu berhasil dikoleksi semennya dengan vagina

buatan (Zambelli & Cunto 2006).

Vagina buatan dibuat dari bulb karet pipet 2 mL dan tabung eppendorf.

Kedua peralatan ini kemudian dimasukkan ke dalam botol polyethylene yang diisi

air hangat sampai temperatur vagina buatan mencapai 52 °C. Temperatur ini

disesuaikan dengan suhu vagina kucing yang sebenarnya.

Setelah vagina buatan telah siap, pengoleksi semen memasukkan penis

(20)

pejantan menaiki betina saat kawin. Koleksi semen akan selesai dalam waktu 1-4

menit. Koleksi semen yang dilakukan tiga kali dalam seminggu akan

menghasilkan semen dengan volume konstan (Zambelli & Cunto 2006).

Koleksi Semen Kucing Menggunakan Elektroejakulator

Koleksi semen kucing dengan menggunakan elektroejakulator tidak

membutuhkan teaser queen atau pelatihan pejantan terlebih dahulu. Metode ini

dapat dilakukan pada semua pejantan yang belum dikastrasi serta layak untuk

dianestesi.

Jumlah stimulasi yang diberikan saat melakukan elektroejakulasi dapat

mempengaruhi konsentrasi spermatozoa maupun volume semen yang

diejakulasi, sedangkan voltase yang digunakan untuk melakukan elektroejakulasi

hanya mempengaruhi konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa yang

diperoleh dengan voltase 4 atau 8 volt lebih banyak jika dibandingkan dengan

konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dengan voltase 1 atau 2 volt. Plasma

semen akan dikeluarkan pada saat stimulasi sebesar 0 atau 1 volt sedangkan

spermatozoa dikeluarkan pada stimulasi di atas 2 volt.

Persentase motilitas spermatozoa tidak dipengaruhi oleh voltase stimulasi,

pengulangan koleksi semen atau metode yang digunakan dalam koleksi semen.

Semen yang dikoleksi dengan menggunakan elektroejakulator memiliki pH yang

lebih tinggi daripada pH semen yang dikoleksi dengan menggunakan vagina

buatan (Zambelli & Cunto2006).

Koleksi semen dengan menggunakan elektroejakulator dilakukan dengan

terlebih dahulu melakukan anestesi terhadap kucing yang akan dikoleksi

semennya. Kucing yang telah dianestesi dibaringkan dengan posisi lateral

recumbency. Rektal probe dengan tebal 1 cm, panjang 12 cm dan memiliki 3

elektroda dimasukkan ke dalam rektum sejauh kurang lebih 9 cm. Tabung

eppendorf hangat diposisikan di dekat penis sebelum stimulasi mulai diberikan

(Baran et al. 2004).

Menurut Howard et al. (1990), koleksi semen dengan menggunakan

elektroejakulator dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama dilakukan dengan

memberikan tegangan 2 volt, 3 volt dan 4 volt. Tahap kedua dilakukan dengan

memberikan tegangan 3 volt, 4 volt dan 5 volt. Tahap ketiga dilakukan dengan

memberikan tegangan 4 volt dan 5 volt. Masing-masing perlakuan terdiri dari 10

(21)

Pengulangan dalam mengoleksi semen kucing dengan menggunakan

elektroejakoulator dilakukan dengan jarak waktu minimal 4 hari dengan tujuan

menghilangkan efek anestesi pada hewan coba (Zambelli et al. 2007).

Sediaan Anestesi

Kombinasi ketamin dan diazepam dapat digunakan untuk anestesi kucing

sebelum koleksi semen menggunakan elektroejakulator. Ketamin merupakan

larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Senyawa

ini memilki sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja yang singkat.

Sifat analgesik yang dimiliki sangat kuat untuk sistem somatik namun lemah

untuk sistem visceral. Sifat anestetiknya akan bekerja lebih baik jika

dikombinasikan dengan diazepam.

Ketamin menyebabkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung

mengalami peningkatan sampai 20%. Refleks faring dan laring juga mengalami

peningkatan walaupun hanya sedikit. Senyawa ini tidak menyebabkan terjadinya

relaksasi otot lurik bahkan terkadang sedikit meningkatkan tonus otot (Ganiswara

1995). Dosis penggunaan ketamin pada kucing jika diaplikasikan melalui

intravena yaitu 2-4 mg/kg berat badan (Plumb 2005).

Diazepam merupakan senyawa yang dapat menyebabkan turunnya

kesadaran namun tidak memiliki efek analgesik. Senyawa ini juga tidak

menimbulkan potensiasi terhadap efek dari penghambat neuromuskular serta

efek analgesik obat lain.

Pemberian diazepam secara intra vena untuk mendapatkan efek sedasi

tidak menyebabkan penurunan tekanan arteri dan curah jantung namun dapat

menyebabkan terjadinya takikardi dan depresi napas ringan. Biasanya, diazepam

digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang

disebabkan oleh ketamin (Ganiswara 1995). Dosis sediaan ini jika diaplikasikan

pada kucing yaitu 0.05-0.4 mg/kg berat badan (Plumb 2005).

Pengolahan Semen

Semen segar hasil ejakulasi biasanya diolah dengan tujuan memiliki daya

simpan yang lebih lama dengan kualitas yang dipertahankan. Biasanya semen

segar diolah menjadi semen cair dan semen beku bergantung dengan daya

simpan yang diinginkan. Semen yang telah diolah umumnya digunakan untuk

(22)

Pembuatan Semen Cair

Pengenceran semen adalah penambahan bahan pada spermatozoa yang

dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa lebih lama daripada ketahanan

aslinya (Junaidi 2006). Bahan pengencer yang baik harus dapat menyediakan

nutrisi bagi spermatozoa sebagai sumber energi, melindungi spermatozoa dari

cold shock saat dilakukan preservasi pada suhu rendah, bersifat buffer untuk

mencegah perubahan pH terkait dengan sifat spermatozoa yang tidak tahan

asam, mempertahankan tekanan osmotik dengan menyediakan lingungan yang

isotonik bagi spermatozoa, serta mengandung antibiotik untuk mematikan bakteri

yang terbawa saat koleksi semen dan mencegah timbulnya bakteri selama

preservasi (Kostaman & Sutama2006).

Karbohidrat merupakan komponen penting yang harus ada di dalam bahan

pengencer, karena karbohidrat merupakan senyawa yang akan dimetabolisme

oleh spermatozoa untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk melakukan

aktivitas. Bahan pengencer yang umum digunakan dalam membuat semen cair

kucing domestik diantaranya adalah buffer Tris dengan fruktosa (Baran et al.

2004, Ganan et al. 2009), Tris dengan glukosa (Axnér et al. 2004) dan Tris

dengan laktosa (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Pada bahan pengencer ini, yang

berperan sebagai sumber energi yaitu fruktosa, glukosa dan laktosa.

Pembuatan Semen Beku

Pengolahan semen cair menjadi semen beku yang berkualitas

membutuhkan bahan pengencer semen yang mampu mempertahankan kualitas

spermatozoa selama proses pendinginan, pembekuan maupun pada saat

thawing (Aboagla & Terada 2004). Salah satu komponen penting yang harus

ditambahkan pada pengencer untuk membuat semen beku adalah krioprotektan.

Gliserol merupakan krioprotektan yang umum digunakan untuk membuat semen

beku (Arifiantini et al. 2007). Senyawa ini akan melindungi spermatozoa pada

saat pembekuan dari kristal es tajam yang dapat merusak membran

spermatozoa (Park & Graham 1992).

Pengolahan semen segar kucing menjadi semen beku telah dilakukan oleh

beberapa peneliti diantaranya Baran et al. (2004) yang telah membuat semen

(23)

dan Axnér dan Linde-Forsberg (2002) yang menambahkan gliserol pada bahan

pengencer Tris glukosa.

Sebagai antibakteri pada semen cair dan semen beku digunakan antibiotik.

Antibiotik yang sering ditambahkan ke dalam pengencer yaitu penisilin dan

streptomisin, baik digunakan secara bersamaan maupun terpisah (Laing 1979).

Penisilin merupakan antibiotik golongan betalaktam yang bekerja pada bakteri

gram positif, sedangkan streptomisin merupakan antibiotoik golongan

aminoglikosida yang bekerja pada bakteri gram negatif (Ganiswara 1995).

Menurut Martin (1989), kombinasi dari penisilin dan streptomisin dapat bekerja

(24)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei 2011 di

laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Bagian Reproduksi dan

Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Materi Penelitian

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tiga ekor kucing domestik (Felis

catus) jantan yang telah dewasa kelamin, dengan bobot badan antara 3 sampai

dengan 4 kg dan dinyatakan sehat dengan pengujian fisik dan darah (hematologi

rutin) di laboratorium. Kucing tersebut diberi pakan kering (My Dear Cat®) dua

kali sehari masing-masing sebanyak 50 g, diberi tambahan Vitamin E dan kuning

telur yang dicampur dengan madu secara rutin satu kali sehari untuk menjaga

kesehatannya. Ketiga kucing ini dipelihara di dalam kandang secara individual di

Rumah Sakit Hewan (RSH), Institut Pertanian Bogor.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu tabung erlenmeyer,

tabung eppendorf, elektroejakulator yang diproduksi oleh Fujihira Industry, pipet,

pipet mikro, kontainer, pH meter (pH-indikatorpapier berskala 6.4-8.0), object

glass dan cover glass, mikroskop cahaya listrik (Olympus CH 20), kamar hitung

Neubauer, kertas tissue, dan spuit

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan

pengencer semen yaitu Tris fruktosa kuning telur, Tris trehalosa kuning telur dan

Tris fruktosa trehalosa kuning telur; ketamin HCL 100 mg/cc; diazepam 5 mg/cc;

gel; NaCl fisiologis; formolsalin; pewarna eosin-nigrosin; aquadest; dan

alumunium foil. Komposisi buffer dan bahan pengencer semen yang merupakan

(25)

Tabel 1 Komposisi buffer yang digunakan untuk membuat bahan pengencer

TF: Tris-Fruktosa, TT: Tris-Trehalosa, TFT: Tris-Fruktosa-Trehalosa.

Tabel 2 Komposisi bahan pengencer semen

Komposisi Pengencer TFTKT: Tris-Fruktosa-Trehalosa kuning telur.

Metode Penelitian

Koleksi Semen

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah terhadap kucing yang akan

dikoleksi semennya dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan koleksi. Hal ini

dilakukan agar dapat dinyatakan bahwa kucing yang akan dikoleksi semennya

adalah kucing sehat dan layak untuk dianestesi. Kucing dipuasakan selama 12

jam sebelum dilakukan anestesi. Anestesi dilakukan menggunakan kombinasi

diazepam dengan dosis 0.25 mg/kg berat badan dan ketamin HCL dengan dosis

10 mg/kg berat badan.

Koleksi semen menggunakan elektroejakulator dilakukan dengan

memberikan tegangan 1 volt sebanyak sepuluh kali stimuli kemudian dilanjutkan

dengan 2 volt sebanyak sepuluh kali stimuli dan yang terakhir 3 volt sebanyak

sepuluh kali stimuli (modifikasi Howard et al. 1990).

Semen yang diperoleh dievaluasi secara makroskopis meliputi volume,

(26)

mikroskopis meliputi gerakan individu (scoring 0-5), persentase motilitas

(0-100%), konsentrasi spermatozoa dengan Neubauer chamber (106/mL),

persentase spermatozoa hidup dan morfologi spermatozoa (normalitas dan

abnormalitas) menggunakan pewarnaan eosin-nigrosin (Barth & Oko 1989).

Pengenceran Semen

Semen dengan persentase motilitas spermatozoa > 70% digunakan dalam

penelitian ini. Semen segar dibagi menjadi tiga bagian dan diencerkan

masing-masing dengan salah satu bahan pengencer yaitu: Tris fruktosa kuning telur

(TFKT), Tris trehalosa kuning telur (TTKT) atau Tris fruktosa trehalosa kuning

telur (TFTKT) dengan dosis pengenceran 33 x 106/mL sampai dengan 35 x

106/mL. Semen yang sudah diencerkan disimpan pada suhu 5 °C untuk

dievaluasi lebih lanjut.

Pengamatan Semen Cair

Pengamatan semen cair dilakukan setiap 12 jam sampai jam ke 60

penyimpanan dengan menggunakan mikroskop (Olympus CH 20) dengan

pembesaran 400 X, terhadap persentase motilitas spermatozoa dan nilai

gerakan individu spermatozoa (SNI 01-4869.1-2005) dari lima lapang pandang

yang berbeda. Persentase motilitas adalah jumlah spermatozoa yang bergerak

maju ke depan dibandingkan dengan semua spermatozoa yang teramati dalam

satu lapang pandang. Pengamatan persentase motilitas tersebut dilakukan

dengan memberikan nilai 0 sampai dengan 100%.

Gerakan individu (scoring individu) merupakan kecepatan spermatozoa

bergerak maju ke depan yang dinilai secara individual pada suatu lapang

pandang. Penilaiannya dilakukan dengan memberikan nilai 0 (tidak bergerak)

sampai dengan 5 (bergerak sangat cepat).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) menggunakan tiga ekor kucing dengan tiga kali ulangan. Data yang

didapatkan diolah menggunakan uji Anova dan jika terdapat perbedaan

(27)

Karakteristik Semen Segar Kucing Domestik

Koleksi semen kucing pada penelitian ini dilakukan menggunakan

elektroejakulator. Teknik ini dipilih karena koleksi semen kucing menggunakan

teknik vagina buatan memerlukan waktu lama untuk melatih kucing jantan,

sedangkan menggunakan elektroejakulator tidak memerlukan latihan terlebih

dahulu (Thuwanut 2010).

Karakteristik semen segar berbeda-beda bergantung pada jenis hewan,

teknik koleksi dan sediaan obat yang digunakan untuk menganestesi kucing

yang akan dikoleksi semennya. Beberapa sediaan anestesi yang pernah

digunakan adalah kombinasi ketamin HCL dengan xilazin (Baran et al. 2009) dan

kombinasi ketamin HCL dengan medetomidin (Zambelli & Cunto 2006; Axnér &

Linde-Forsberg 2002; Zambelli et al. 2007). Medetomidin merupakan sediaan

yang paling banyak digunakan untuk anestesi kucing dalam melakukan koleksi

semen menggunakan elektroejakulator, tetapi obat ini sulit didapatkan di

Indonesia. Dokter hewan di Indonesia biasa menggunakan kombinasi ketamin

HCL dan diazepam untuk melakukan anestesi pada kucing dan memberikan

hasil yang baik.

Semen kucing yang diperoleh pada penelitian ini berwarna putih keruh

dengan konsistensi encer sampai sedang. Menurut Malandain (2005), warna

putih yang ditunjukkan semen kucing merefleksikan konsentrasi spermatozoa

yang terkandung didalamnya. Hematospermia dapat muncul pada semen kucing

jika teknik koleksi dilakukan menggunakan kateter. Warna semen yang tampak

kekuningan menunjukkan adanya kontaminasi urin pada semen tersebut. Semen

kucing mempunyai konsistensi yang encer sampai sedang, hal ini berhubungan

dengan konsentrasi spermatozoanya yang rendah (Tabel 3).

Volume semen kucing hasil penelitian ini sangat beragam dengan nilai

rataan sebesar 42.78 ± 11.82 µL. Nilai ini termasuk normal menurut Axnér dan

Linde-Forsberg (2002) yang melaporkan bahwa volume semen kucing yang

dikoleksi menggunakan elektroejakulator berkisar antara 19 sampai dengan 740

µL. Derajat keasaman (pH) semen kucing yang diperoleh pada penelitian ini

adalah 7.04 ± 0.39. Nilai pH ini termasuk normal menurut (Thuwanut 2010), yang

(28)

Persentase motilitas spermatozoa yang diperoleh dari penelitian ini

sebesar 70.00 ± 6.61%. Hasil tersebut normal, karena motilitas spermatozoa

kucing yang dikoleksi dengan menggunakan elektroejakulator berkisar antara

70.40 ± 2.60% (Platz et al. 1978) dan 87.87 ± 6.88% (Baran et al. 2004).

Gerakan individu spermatozoa merupakan gambaran kecepatan sel

bergerak secara individu yang dinilai berdasarkan scoring 0-5. Penilaian

kecepatan spermatozoa bergerak progresif ini termasuk salah satu indikator

kualitas spermatozoa berdasarkan standar ISO/IEC 17025-2005 dan juga

terdapat dalam SNI produksi semen beku nomor 01-4869.1-2005. Gerakan

individu spermatozoa dari semen segar kucing hasil penelitian ini termasuk cepat

yaitu 4.13 ± 0.33. Nilai ini hampir sama dengan gerakan individu spermatozoa

kucing (4.20 4± 0.30)yang dilaporkan oleh Howard et al. (1990), tetapi sedikit

lebih lambat* jika dibandingkan dengan gerakan individu spermatozoa kucing di

Swedia yaitu 4.50 ± 0.70 (Axnér et al. 2004).

Tabel 3 Karakteristik semen segar kucing domestik yang dikoleksi menggunakan

Llllelektroejakulator

Parameter Nilai Rataan

Makroskopis:

Morfologi spermatozoa dari hasil penelitian ini memiliki normalitas 88.00 ±

4.89%. Nilai tersebut termasuk baik karena menurut Zambelli dan Cunto (2006)

spermatozoa kucing normal harus memiliki normalitas spermatozoa di atas 70%

sedangkan spermatozoa hidup pada penelitian ini sebesar 88.39 ± 5.80%.

Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah sel spermatozoa per mL. Pada

(29)

sampai dengan 851.25 x 106/mL, dengan rataan 503.75 ± 624.04 x 106/mL.

Keragaman konsentrasi spermatozoa juga dilaporkan terjadi pada kucing-kucing

domestik di Swedia yaitu antara 96 sampai dengan 5101 x 106/mL namun teknik

koleksinya menggunakan vagina buatan (Thuwanut 2010). Berdasarkan hasil

evaluasi semen segar yang didapat, kualitas semen tersebut termasuk normal

dan dapat diproses lebih lanjut menjadi semen cair.

Daya Tahan Hidup Spermatozoa Kucing Domestik dalam Berbagai Bahan Pengencer pada Suhu 5 °C

Daya tahan hidup spermatozoa ditunjukkan dengan nilai motilitas

spermatozoa yang masih bergerak dalam waktu tertentu yang dapat dinilai dari

perbandingan jumlah spermatozoa yang bergerak progresif yang disebut dengan

motilitas dan juga kecepatan spermatozoa secara individu bergerak maju ke

depan (scoring individu). Pada penelitian ini penilaian terhadap motilitas

spermatozoa dilakukan secara subjektif kuantitatif dari lima lapang pandang

dengan cara membandingkan jumlah spermatozoa yang bergerak progresif

dengan semua spermatozoa yang teramati dalam satu lapang pandang dan

dinyatakan dalam persen (0-100%). Kecepatan progresif spermatozoa yang

disebut dengan gerakan individu spermatozoa dinilai dengan memberikan nilai 0

sampai dengan 5 (Zambelli & Cunto 2006).

Hasil pengamatan sampai dengan jam ke 60 penyimpanan, secara

deskriptif menunjukkan motilitas spermatozoa kucing yang diencerkan

menggunakan TFTKT adalah 29.63 ± 18.76%. Nilai ini lebih tinggi daripada nilai

motilitas spermatozoa yang diencerkan menggunakan TFKT dan TTKT pada jam

yang sama yaitu hanya 21.67 ± 12.47% dan 18.15 ± 13.24%.

Pengujian secara statistik menunjukkan tidak ada perbedaan (p>0.05)

dalam mempertahankan motilitas spermatozoa kucing antara ketiga pengencer

yang digunakan untuk setiap waktu pengamatan ataupun sampai dengan jam ke

60 penyimpanan (Tabel 4). Tidak berbedanya hasil penelitian ini secara statistik,

kemungkinan karena sangat bervariasinya kemampuan spermatozoa dari setiap

individu kucing dalam mempertahankan kualitas semen, selain itu jumlah kucing

dan ulangan yang digunakan terlalu sedikit.

Sampai dengan jam ke 24, hasil penelitian ini sama dengan yang

dilaporkan oleh Filliers et al. (2008), dimana pada penelitiannya persentase

(30)

sitrat adalah 49.60 ± 15.90%. Pada penelitian ini persentase motilitas pada jam

ke 24 adalah antara 46.48 ± 16.04% (TTKT) sampai dengan 50.56 ± 18.87%

(TFTKT), tetapi pada penyimpanan selanjutnya ternyata penurunan kualitas

semen cair pada penelitian ini sangat cepat, sedangkan penelitian Filliers et al.

(2008) kualitasnya bertahan lebih lama karena sampai dengan hari ke 10 (240

jam) masih ada 19.30 ± 9.30% spermatozoa yang masih bergerak progresif. Nilai

ini sangat akurat mengingat penilaian dilakukan menggunakan Computer

Assisted Semen Analyzer (CASA).

Hasil penelitian ini juga termasuk rendah, karena Siemieniuch dan Dubiel

(2007) melaporkan pada hari ke 3 (72 jam) penyimpanan, persentase motilitas

spermatozoa kucing masih 52.50 ± 13.80%. Perbedaan kualitas tersebut

kemungkinan karena sumber semen, teknik koleksi dan bahan pengencer yang

digunakan berbeda. Pada penelitian ini, semen dikoleksi menggunakan

elektroejakulator sedangkan Siemieniuch dan Dubiel (2007) menggunakan

spermatozoa dari epididimis yang dipreservasi menggunakan bahan pengencer

Tris glukosa kuning telur. Baran et al. (2009), melaporkan nilai motilitas yang

sangat tinggi yaitu 75.50 ± 5.82% pada jam ke 24, dengan teknik koleksi yang

sama yaitu menggunakan elektroejakulator, tetapi menggunakan kombinasi

pengencer Tris glukosa kuning telur susu skim dan taurin. Pemberian taurin

tampaknya mampu mempertahankan kualitas semen kucing lebih baik, terbukti

dari laporan peneliti tersebut jika tanpa taurin dengan pengencer yang sama,

pada jam ke 24 hanya menunjukkan nilai motilitas sebesar 66.25 ± 12.86%.

Tabel 4 Motilitas spermatozoa kucing domestik pada penyimpanan suhu 5 °C

Pengamatan

(31)

Secara deskriptif pengencer yang mengandung fuktosa dan trehalosa

menunjukkan motilitas yang paling tinggi setelah 60 jam penyimpanan. Hal ini

dapat dipahami karena pada pengencer tersebut mengandung dua macam

karbohidrat yaitu fruktosa dan trehalosa, dimana fruktosa merupakan sumber

energi untuk spermatozoa sedangkan trehalosa melindungi membran plasma

dari cold shock. Hal ini juga didukung dengan tekanan osmotik dari pengencer

TFTKT sebesar 217 mOsm/kg yang mendekati tekanan osmotik spermatozoa

kucing. Menurut Luvoni (2006), tekanan osmotik pada semen segar kucing yaitu

antara 290 sampai 320 mOsm/kg. Pengencer TFKT dan TTKT menunjukkan

tekanan osmotik yang lebih rendah yaitu 187 dan 167 mOsm/kg. Tekanan

osmotik ini sangat penting dalam mempertahankan keutuhan membran, karena

itu spermatozoa memerlukan lingkungan yang bersifat isotonik. Spermatozoa

akan mengalami kebengkakan (swelling) jika dipaparkan pada larutan hipotonik,

akibat masuknya cairan dari bagian luar sel ke bagian dalam dan sebaliknya

akan mengalami penyusutan apabila berada pada lingkungan hipertonik (Luvoni

2006). Lingkungan isotonik untuk spermatozoa kucing yaitu memiliki tekanan

osmotik 290 sampai 320 mOsm/kg. Lingkungan dengan tekanan osmotik di

bawah 290 mOsm/kg menunjukkan lingkungan yag bersifat hipotonik sedangkan

lingkungan dengan tekanan osmotik di atas 320 mOsm/kg menunjukkan

lingkungan yang bersifat hipertonik bagi spermatozoa kucing.

Pada penelitian ini, pengencer TTKT memiliki nilai persentase motilitas

paling rendah karena didalamnya hanya mengandung trehalosa, akibatnya

spermatozoa menjadi kekurangan energi. Meskipun di dalam kuning telur juga

terdapat karbohidrat, namun pada penelitian ini tidak cukup menjadi sumber

energi bagi spermatozoa.

Gerakan individu spermatozoa pada SNI 01-4869.1-2005, dinyatakan

dengan nilai 0-4 sedangkan pada penelitian ini menggunakan nilai 0-5 (Howard

et al. 1990; Axnér et al. 2004; Zambelli & Cunto 2006 ). Gerakan individu

spermatozoa pada penelitian ini menunjukkan nilai yang sama secara deskriptif

ataupun secara statistik. Gerakan individu menurun sejalan dengan waktu

penyimpanan (p<0.05). Pada penyimpanan jam ke 0, nilai kecepatan

spermatozoa bergerak adalah 4.13 menurun menjadi antara 3.40 (TFTKT)

sampai dengan 3.83 (TFKT) pada jam ke 12. Penurunan selanjutnya juga terlihat

pada jam ke 24 penyimpanan dengan nilai 2.89 (TFKT) sampai dengan 3.21

(32)

menurun dari 4.13 ± 0.33 pada jam ke 0 menjadi hanya 2.06 ± 0.42 (TFKT), 1.78

± 0.80(TTKT) dan 2.22 ± 0.94(TFTKT) (Tabel 5).

Penurunan kecepatan spermatozoa bergerak pada semen yang telah

dipreservasi terjadi karena penambahan bahan pengencer yang didalamnya

mengandung kuning telur. Menurut Nalley dan Arifiantini (2010), kuning telur

mengandung lesitin (phosphatidyl choline) yang melindungi spermatozoa dari

pengaruh cold shock dengan cara melapisi membran spermatozoa (membrane

coating), hal ini mengakibatkan spermatozoa bergerak lebih lambat.

Tabel 5 Gerakan individu spermatozoa kucing domestik pada penyimpanan suhu 5 °C

Huruf kapital berbeda (A, B, C, D, E) yang mengikuti angka pada lajur sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05), huruf kecil sama (a, b, c, d, e) yang mengikuti angka pada kolom sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (p>0.05).

Penurunan Persentase Motilitas Spermatozoa Kucing Domestik dalam Berbagai Bahan Pengencer pada Suhu 5 °C

Selama 60 jam penyimpanan, motilitas spermatozoa kucing menurun

secara nyata (p<0.05). Penurunan persentase motilitas spermatozoa kucing di

dalam berbagai bahan pengencer sangat bervariasi (Tabel 4). Penurunan

persentase motilitas spermatozoa tertinggi terjadi pada 12 jam penyimpanan,

yaitu antara 11.85% (TFKT) sampai dengan 13.33% (TFTKT). Penurunan

motilitas selanjutnya berkisar antara 4.82% (TFTKT) sampai dengan 11.96%

(TTKT).

Secara deskriptif, penurunan persentase motilitas spermatozoa kucing

yang terjadi pada pengencer TFKT pada jam ke 12 sampai dengan jam ke 60

yaitu 11.85%, 8.71%, 10.18%, 8.70%, dan 8.89%. Persentase motilitas

spermatozoa kucing pada pengencer TTKT mengalami penurunan dari jam ke 12

sampai jam ke 60 yaitu 12.41%, 11.11%, 11.48%, 4.89%, dan 11.96%

(33)

sampai dengan jam ke 60 pada pengencer TFTKT yaitu 13.33%, 6.11%, 9.63%,

4.82%,dan 6.48% (Gambar 2).

Spermatozoa menggunakan energi yang didapatkan dari proses

metabolisme untuk bertahan hidup dan melakukan aktifitasnya selama

penyimpanan (Nazlie 2004). Selama proses penyimpanan, akan terjadi

penurunan persentase motilitas dari spermatozoa yang diakibatkan oleh

akumulasi sisa dari metabolisme spermatozoa itu sendiri. Bersamaan dengan

lamanya waktu penyimpanan, kebutuhan energi yang tersedia pada bahan

pengencer akan semakin berkurang sedangkan asam laktat sebagai sisa

metabolisme akan semakin bertambah. Asam laktat merupakan sisa

metabolisme dari spermatozoa. Senyawa ini juga menurunkan pH, rendahnya pH

pengencer dapat menjadi toksik bagi spermatozoa dan dapat merusak enzim

metabolisme spermatozoa tersebut (Eriani et al. 2008).

11.85

Gambar 3 Penurunan motilitas spermatozoa kucing domestik pada

... penyimpanansuhu 5 °C.

Selain diakibatkan oleh akumulasi sisa metabolisme, selama preservasi

akan terjadi peroksidasi lipid berupa reactive oxygen species (ROS) yang juga

merupakan penyebab turunnya motilitas spermatozoa (Soeradi 2004). Menurut

Fraser (2004), ROS dapat meningkatkan kerusakan DNA, akibat kerusakan DNA

yang tinggi menyebabkan turunnya motilitas dan fertilitas dari spermatozoa

(Eriani et al. 2008).

Penurunan motilitas spermatozoa selama penyimpanan terjadi akibat

banyaknya jumlah spermatozoa yang mati, spermatozoa yang mati

mengeluarkan suatu substansi yang toksik bagi spermatozoa yang masih hidup.

(34)

terkandung di dalam bahan pengencer yang telah mengalami oksidasi akibat

proses penyimpanan. Toksik yang terbentuk dapat merusak keutuhan membran

plasma spermatozoa. Spermatozoa yang telah mengalami kerusakan membran

plasma akan terganggu kemampuan metabolismenya sehingga motilitas

spermatozoa tersebut mengalami penurunan dan akhirnya mengalami kematian

(Yulnawati & Setiadi 2005).

Berdasarkan hasil penelitian ini, semen cair kucing dalam tiga macam

bahan pengencer (Tabel 2) dapat digunakan untuk tujuan inseminasi sampai

dengan jam ke 36 penyimpanan pada TFTKT dan jam ke 24 penyimpanan pada

TFKT dan TTKT. Hal ini didasari oleh ketentuan SNI 01-4869.1-2005 yang

menyatakan bahwa spermatozoa yang boleh digunakan untuk keperluan

inseminasi yaitu spermatozoa dengan nilai motilitas minimal 40%. Spermatozoa

yang memiliki nilai motilitas di bawah 40% masih dapat digunakan untuk

inseminasi dengan cara menggandakan volume IB. Selain itu, spermatozoa

dengan motilitas di bawah 40% dapat digunakan untuk In Vitro Fertilization (IVF)

(35)

Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara deskriptif,

pengencer TFTKT merupakan pengencer yang paling baik dalam

mempertahankan motilitas spermatozoa kucing domestik, sedangkan secara

statistik tidak terdapat perbedaan antara ketiga bahan pengencer dalam

mempertahankan motilitas spermatozoa kucing domestik pada suhu 5 °C.

Saran

Semen cair kucing domestik yang diencerkan menggunakan TFTKT dan

dipreservasi pada suhu 5 °C dapat digunakan untuk inseminasi sampai jam ke

36 penyimpanan. Penelitian lanjutan mengenai penggunaan TFTKT sebagai

(36)

Aboagla EME, Terada T. 2003. Trehalose-enhanced fluidity of the goat sperm

membrane and its protection during freezing. Biol Reprod 69:1245-1250.

Aboagla EME, Terada T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of

cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology

62:1160-1172.

Arifiantini RI, Supriatna I, Aminah. 2007. Kualitas semen beku kuda dalam pengencer susu skim dan dimitropoulos dengan dimetilformamida sebagai

krioprotektan. Media Peternakan 30:100-105.

Arifiantini RI, Puwantara B, Yusuf TL, Sajuthi D. 2009. Peranan fruktosa,

rafinosa, dan trehalosa pada kriopreservasi semen kuda. Media

Peternakan 32:171-178.

Ario A. 2010. Panduan Lapang Kucing-Kucing Liar Indonesia. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Axnér E, Linde-Forsberg C. 2002. Semen collection and assessment and artificial insemination in the cat. Uppsala: Department of Obstetrics and Gynecology, Swedish University of Agricultural Sciences.

Axnér E, Hermansson U, Linde-Forsberg C. 2004. The effect of equex STM paste and sperm morphology on post thaw survival of cat epididymal

spermatozoa. Anim Reprod Sci. 84:179-191.

Baran A, Bacinoğlu S, Evecen M, Şahin BE, Alkan S, Demir K, Kemal AK, İleri

İK. 2004. Freezing of cat semen in straw with different glycerol levels

containing tris extender. Turk J Vet Anim Sci 28:545-552.

Baran A, Demir K, Sahin BE, Evecen M, Bacinoglu S, Alkan S, Ileri IK. 2009. Short-term chilled storage of cat semen extended with and without taurine

containing milk extenders. J Anim Vet Adv 8:1367-1371.

Barth AD, Oko RJ. 1989. Abnormal Morphology of Bovine Spermatozoa. Iowa:

Iowa State University Press.

Boddie GF. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B.

Lippincott Company.

Edwards A. 2005. Cat Breeds & Cat Care.London: Hermes House.

Eriani K, Boediono A, Djuwita I, Sumarsono SH, Al-azhar. 2008. Development of

domestic cat embryo produced by preserved sperms. J Biosciences

15:155-160.

Eldredge DM, Carlson DG, Carlson LD, Giffin JM. 2008. Cat Ownwer’s Home

Veterinary Handbook. Ed ke-3. Hoboken: Howell Book House.

Filliers M, Rijsselaere T, Bossaert P, De Causmaecker V, Dewulf J, Pope CE, Van Soom A. 2008. Computer-assisted sperm analysis of fresh epididymal cat spermatozoa and the impact of cool storage (4 °C) on sperm quality.

Theriogenology 70:1550-1559.

Foss MA, Stewart N, Swift J. 2008. Cat Anatomy and Physiology. Washington:

(37)

Fraser L. 2004. Structural damage to nuclear DNA in mammalian spermatozoa:

its evaluation techniques and relationship with male infertility. Polish J Vet

Sci 7:311-321.

Ganán N, Gomendio M, Roldan ERS. 2009. Effects of storage of domestic cat (Felis catus) epididymides at 5 °C on sperm quality and cryopreservation.

Theriogenology 72:1268-1277.

Ganiswara SG. 1995. Famakologi dan Terapi.Ed ke-4. Jakarta: Gaya Baru.

Howard JG, Brown JL, Bush M, Wildt DE. 1990. Teratospermic and normospermic domestic cats: ejaculate traits, pituitary-gonadal hormones, and improvement of spermatozoa motility and morphology after swim-up

processing. J Androl 11:204-215.

Hunter RFH. 1980. Physiology and Technology of Reproduction in Female

Domestic Animals. London: Academic Press.

Isnaini N, Suyadi S, Luqman H, Susilawati T. 2005. Trehalose reduces sperm membrane damage during cold strorage of boer goat semen. http://alumni-network.de/conference/viewabstract.php?id=174&cf=37 [23 Maret 2011].

Junaidi A. 2006. Reproduksi dan Obstetri pada Anjing.Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Kostaman T, Sutama IK. 2006. Studi motilitas dan daya hidup spermatozoa

kambing boer pada pengencer tris-sitrat-fruktosa. J Sain Vet 24:58-63.

LaBruna D. 2001. Introduce spesies summary project domestic cat (Felis catus).

http://www.columbia.edu/itc/cerc/danoffburg/invasion_bio/inv_spp_summ/F elis_catus.html. [7 Juli 2011].

Laing JA. 1979. Fertility and Infertility in Domestic Animal.Ed ke-3. London: The

English Language Book Society and Bailliere Tindall.

Luvoni GC. 2006. Gamete cryopreservation in the domestic cat. Theriogenology

66:101-111.

Malandain E. 2005. Artificial insemination in cat. In: Reproduction in Companion,

Exotic and Laboratory Animal. Proceeding; Nantes, 12-17 September 2005. Nantes: Royal Canin, Aimargues, France. hlm 25.1-25.6.

Martin RJ. 1989. Small Animal Therapeutics. London: Wiley-Blackwell.

Nalley WMM, Arifiantini RI. 2010. Penggunaan berbagai jenis kuning telur ayam dalam pengencer tris terhadap kualitas semen cair domba lokal. Di dalam:

Peranan Teknologi Reproduksi dalam Rangka Swasembada Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional; Bogor, 6-7 Oktober 2010. Bogor: Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. hlm 50-52.

Nazlie CS. 2004. Kajian kualitas spermatozoa kucing asal epididymis dan duktus deferens setelah proses preservasi pada suhu 4 °C [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Noakes DE, Parkinson TJ, England GCW, editor. 2001. Arthur's Veterinary Rep-

roduction and Obstetrics. Ed. ke-8. Philadelphia: Elsivier Limited.

Park JE, Graham JK. 1992. Effect of cryopreservation procedur on sperm

(38)

Platz CC, Wildt DE, Seager SWJ. 1978. Pregnancy in the domestic cat after

artificial insemination with previously frozen spermatozoa. J Reprod Fert

52:279-282.

Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook.Ed ke-5. Ames: PharmaVet.

Siemieniuch M, Dubiel A. 2007. Preservation of tom cat (Felis catus) semen in

variable temperatures. Anim Reprod Sci 99:135-144.

Soeradi O. 2004. Radikal bebas pada pria infertil. Di dalam: Paradigma Terkini

Genetika dan Reproduksi. Jakarta: Departemen Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, UI. hlm 95-101.

Steel RGD, JH Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. B Sumantri,

penerjemah. Jakarta: Gramedia.

Suwed MA, Budiana NS. 2009. Membiakkan Kucing Ras. Depok: Penebar

Swadaya.

Thuwanut P. 2010. Role of oxidative stress and antioxidants in domestic and non-domestic cat spermatozoa: with special reference to cryopreservation [thesis]. Uppsala: Doctoral Thesis, Swedish University of Agricultural Sciences.

Wicaksono A, Arifiantini RI. 2009. Uji banding empat bahan pengencer untuk

preservasi semen anjing retriver. Jurnal Ilmu Ternak Dan Veteriner

14:50-57.

Yildiz C, Kaya A, Aksoy M, Tekeli T. 2000. Influence of sugar supplementation of the extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog

spermatozoa during freezing. Theriogenology 54:579-585.

Yulnawati, Setiadi MA. 2005. Motilitas dan keutuhan membrane plasma spermatozoa epididimis kucing selama penyimpanan pada suhu 4 °C.

Media Kedokteran Hewan 21:100-104.

Zambelli D, Cunto M. 2006. Semen collection in cats: techniques and analysis.

Theriogenology 66:159-165.

Zambelli D, Cunto M, Prati F, Merlo B. 2007. Effects of ketamine or medetomidine administration on quality of electroejaculated sperm and on

(39)
(40)
(41)

Yolk Extender Supplemented with Several Carbohydrate at 5 °C. Supervised by R. IIS ARIFIANTINI and BUDHY JASA WIDYANANTA.

The quality of chilled semen depends on the diluents composition; including the energy source for the survival of sperm. Glucose, fructose and lactose are the most widely used energy source for mammalian semen preservation. This study aims to evaluate the effect of fructose and/or trehalose suplementation in Tris Egg Yolk Extender to maintain the motility of domestic cat’s sperm at 5 °C. Semen was collected from three sexually mature cats by electro-ejaculator (three repetition n = 9). Immediately after collection, semen was evaluated macroscopically and microscopically. The semen showed > 70% sperm motility divided into three tubes and each of them diluted with Tris fructose egg yolk (TFEY), Tris trehalose egg yolk (TTEY) or Tris fructose trehalose egg yolk (TFTEY). Semen was stored at 5 °C and observed for percentage of sperm motility and individual progressive movements (scoring) every 12 hours until 60 hours of storage. Descriptively the results showed that TFTEY was the best diluents in maintained the motility of cat’s sperm (29.63 ± 18.76%) after 60 hours storage, but no significantly difference (P>0.05) was found between three diluents in maintained the sperm motility at 5 °C statistically. For individual progressive movements descriptive as well as statistically indicated no significant between three diluents which were 2.06 ± 0.42, 2.06 ± 0.42 and 2.22 ± 0.94 in TFEY, TTEY and TFTEY respectively.

(42)

dalam Pengencer Tris Kuning Telur yang Disuplementasi Beberapa Karbohidrat pada Suhu 5 °C. Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan BUDHY JASA WIDYANANTA.

Kualitas semen cair bergantung dengan komposisi bahan pengencer yang digunakan, diantaranya adalah harus mengandung sumber energi untuk kelangsungan hidup spermatozoa. Sumber energi yang biasa digunakan untuk preservasi semen mamalia yaitu glukosa, fruktosa dan laktosa. Penelitian ini bertujuan menguji penambahan fruktosa dan/atau trehalosa ke dalam bahan pengencer Tris kuning telur dalam mempertahankan motilitas spermatozoa kucing domestik pada suhu 5 °C. Semen dikoleksi menggunakan elektroejakulator dari tiga ekor kucing domestik dewasa kelamin dengan tiga kali pengulangan (n=9). Semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Semen dengan persentase motilitas spermatozoa > 70% dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing diencerkan dengan Tris fruktosa kuning telur (TFKT), Tris trehalosa kuning telur (TTKT) atau Tris fruktosa trehalosa kuning telur (TFTKT). Semen cair ini kemudian disimpan pada suhu 5 °C dan diamati motilitas serta gerakan individunya setiap 12 jam. Pengamatan dilakukan selama 60 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara deskriptif, pengencer TFTKT merupakan pengencer yang paling baik dalam mempertahankan motilitas spermatozoa (29.63 ± 18.76%) setelah 60 jam penyimpanan, sedangkan secara statistik tidak terdapat perbedaan antara ketiga bahan pengencer dalam mempertahankan motilitas spermatozoa pada suhu 5 °C. Selain itu, gerakan individu kucing domestik pada masing-masing pengencer setelah 60 jam penyimpanan juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, baik secara deskriptif ataupun secara statistik. Nilai gerakan individu spermatozoa pada penelitian ini setelah 60 jam penyimpanan secara berturut-turut yaitu 2.06 ± 0.42, 2.06 ± 0.42 dan 2.22 ± 0.94.

(43)

Latar Belakang

Sekitar awal tahun 1900 terdapat 230 spesies kucing namun saat ini hanya

terdapat kurang dari 30 spesies (Edwards 2005). Penurunan jumlah spesies

kucing diakibatkan oleh perburuan yang dilakukan oleh manusia sehingga

banyak spesies yang mengalami kepunahan. Kucing memilki tiga genus yaitu

Phantera, Felis dan Acinonyx. Menurut Edwards (2005), ketiga genus ini memiliki

hubungan erat, namun yang dapat dipastikan adalah kucing domestik yang saat

ini banyak terdapat di lingkungan sekitar kita berasal dari genus Felis.

Perkembangbiakkan kucing dari genus Phantera dan Acinonyx tergolong

sulit. Keadaan ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan jumlah kelahiran

dan kematian kucing dari genus Phantera dan Acinonyx. Karena itu, penelitian

mengenai aspek reproduksi pada kucing tersebut perlu dikembangkan.

Permasalahannya adalah sulit dilakukan penelitian pada kucing yang hampir

punah, selain karena jumlahnya yang terbatas juga sulit untuk memberi

perlakuan pada kucing di alam liar atau penangkaran. Karena alasan tersebut,

kucing domestik digunakan sebagai hewan model untuk melakukan penelitian

mengenai aspek reproduksi pada kucing non domestik (Ganán et al. 2009).

Salah satu teknik reproduksi yang perlu dikembangkan adalah teknik

Inseminasi Buatan (IB). Ketika perkawinan secara alamiah sulit dilakukan atau

ketika hewan jantan dan betina berada pada lokasi yang terpisah, teknik IB perlu

dilakukan. Teknik ini akan membantu dalam konservasi kucing-kucing non

domestik yang berada di ambang kepunahan.

Keberhasilan teknik IB tidak hanya bergantung pada kualitas dan kuantitas

semen yang diejakulasikan oleh seekor jantan tetapi juga bergantung pada

kemampuan dalam mempertahankan kualitasnya secara in vitro. Salah satu

faktor yang akan mempengaruhi kualitas semen in vitro adalah bahan pengencer

yang ditambahkan pada semen saat preservasi (Wicaksono & Arifiantini 2009).

Bahan pengencer yang baik harus dapat menyediakan nutrisi bagi spermatozoa

selama penyimpanan, melindungi spermatozoa dari cold shock, bersifat buffer

untuk mencegah perubahan pH, mempertahankan tekanan osmotik dengan cara

menyediakan lingkungan yang isotonik, mengandung antibiotik untuk mencegah

timbulnya bakteri, dan menyediakan lingkungan yang baik untuk berlangsungnya

(44)

Karbohidrat merupakan komponen penting yang harus ada di dalam bahan

pengencer. Sumber karbohidrat yang umum digunakan untuk semen cair kucing

diantaranya adalah glukosa (Axnér et al. 2004), fruktosa (Baran et al. 2004;

ganán et al. 2009) dan laktosa (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Penelitian

mengenai preservasi semen kucing telah banyak dilaporkan. Bahan pengencer

yang digunakan diantaranya adalah buffer Tris dengan fruktosa (Baran et al.

2004; Ganán et al. 2009), Tris dengan glukosa (Axnér et al. 2004) dan Tris

dengan laktosa (Axnér & Linde-Forsberg 2002).

Trehalosa merupakan karbohidrat golongan disakarida bersifat membran

stabilisator (Isnaini et al. 2005) yang memiliki kemampuan lebih untuk melindungi

spermatozoa dalam proses pembekuan sehingga kualitas spermatozoa dapat

bertahan lebih lama (Yildiz et al. 2000). Selain itu, karbohidrat ini juga berfungsi

sebagai krioprotektan ekstraseluler (Arifiantini et al. 2009) dengan cara

memperbaiki fluiditas membran plasma spermatozoa (Aboagla & Terada 2003).

Mengingat fungsi trehalosa sebagai membran stabilisator dan saat preservasi

pada suhu 5 °C spermatozoa akan mengalami cold shock, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai penggunaan trehalosa pada bahan pengencer Tris kuning

telur dalam upaya penyediaan semen cair untuk inseminasi pada kucing.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji penambahan fruktosa dan/atau trehalosa

ke dalam bahan pengencer Tris kuning telur dalam mempertahankan motilitas

spermatozoa kucing domestik pada suhu 5 °C.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengencer

yang baik untuk melakukan preservasi semen kucing domestik dengan harapan

(45)

Hipotesis

Bahan pengencer Tris kuning telur yang disuplementasi kombinasi fruktosa

dengan trehalosa merupakan bahan pengencer terbaik dibandingkan dengan

bahan pengencer Tris kuning telur yang disuplementasi fruktosa atau trehalosa

dalam mempertahankan persentase motilitas spermatozoa kucing domestik pada

(46)

Klasifikasi Kucing

Kucing termasuk ke dalam Famili Felidae dan terdiri dari tiga genus yaitu

Phantera, Felis dan Acinonyx. Pembagian genus ini bukan berdasarkan

perbedaan ukuran tubuh namun berdasarkan perbedaan anatomi tubuh mereka.

Kucing yang termasuk ke dalam genus Phantera merupakan kucing yang dapat

mengaum diantaranya singa dan harimau. Genus Felis merupakan genus dari

kucing domestik. Kucing yang termasuk ke dalam genus Phantera dan Felis

dapat menarik atau menyimpan kukunya saat tidak digunakan namun hal ini tidak

dapat dilakukan oleh kucing dari genus Acinonyx (Edwards 2005).

Kucing dari Genus Acinonyx merupakan kucing yang tidak dapat

menyimpan kukunya walaupun tidak sedang digunakan (Edwards 2005). Contoh

kucing dari genus Acinonyx adalah cheetah sehingga kucing ini tidak

meninggalkan jejak kuku di atas tanah. Semua kucing memiliki empat jari pada

kaki belakang dan lima jari pada kaki depan dengan ibu jari yang kecil. Pada

umumnya, kaki depan berukuran lebih besar daripada kaki belakang (Ario 2010 ).

Genus Felis memiliki beberapa spesies diantaranya Felis manul, Felis

sylvestris libyca (African wild cat) dan Felis sylvestris sylvestris (European wild

cat). Felis manul merupakan kucing berambut panjang sedangkan Felissylvestris

libyca dan Felis sylvestris sylvestris merupakan kucing berambut pendek. Felis

sylvestris libyca merupakan nenek moyang kucing domestik yang kemudian di

Indonesia disebut kucing lokal (Edwards 2005).

Kucing yang bukan berasal dari Felissylvestris libyca dapat disebut kucing

non domestik. Semua kucing yang ada di dunia memiliki bentuk tubuh yang mirip

dengan kucing domestik. Mereka juga memiliki jumlah gigi yang sama yaitu

28-30 gigi. Ciri-ciri yang membedakan kucing ini yaitu ukuran tubuh, panjang ekor,

pola warna, dan penyebarannya. Kucing non domestik memiliki ukuran tubuh

yang bervariasi. Ukurannya mulai dari seukuran kucing domestik hingga besar

seperti harimau dan macan tutul. Panjang ekor pun bervariasi, mulai dari ekor

sangat pendek sampai yang panjang ekornya melebihi panjang tubuh kucing itu

sendiri (Ario 2010).

Secara umum, jenis kucing yang termasuk ke dalam genus Felis dapat

dikelompokkan berdasarkan rambutnya, yaitu: short hair, medium hair dan long

(47)

dalam kelompok kucing short hair. Hal ini didukung dengan pernyataan Edwards

(2005) bahwa nenek moyang kucing domestik yaitu Felis sylvestris libyca yang

merupakan kucing berambut pendek. Kucing domestik dapat dilihat pada

Gambar 1.

Kucing telah mengalami domestikasi yang begitu sempurna dan mampu

berhubungan erat dengan manusia. Contoh kucing yang telah didomestikasi

yaitu Felis catus. Klasifikasi kucing ini menurut LaBruna (2001) yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Carnivora

Famili : Felidae

Genus : Felis

Spesies : Felis catus

Gambar 1 Kucing domestik.

Parameter Kesehatan Kucing

Pemeriksaan kucing secara umum dilakukan dengan cara inspeksi dan

adspeksi yaitu memeriksa dengan cara melihat, membau dan mendengarkan

tanpa alat bantu. Parameter yang diperiksa diantaranya frekuensi nadi, frekuensi

napas, suhu tubuh, warna dan kelembaban membran mukosa, ukuran dan

Gambar

Gambar 1. Kucing telah mengalami domestikasi yang begitu sempurna dan mampu
Gambar 2  Morfologi spermatozoa normal (Noakes 2001).
Tabel 1  Komposisi buffer yang digunakan untuk membuat bahan pengencer
Tabel 3  Karakteristik semen segar kucing domestik yang dikoleksi menggunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melimpahnya paku-pakuan epifit dari jenis Lycopodium sp dan Selliguea lima (v.A.v.R) Holt pada tajuk pohon bahkan dijumpai sampai menutupi cabang- cabang yang

Dina Indriana (2011:65) menjelaskan bahwa media gambar mampu memberikan detail dalam bentuk gambar apa adanya, sehingga anak didik mampu untuk mengingatnya dengan

Penelitian ini bertujuan untuk: menganalisis (1) karakteristik laboratorium virtual kimia terintegrasi dalam pembelajaran hibrid pada materi termokimia untuk siswa kelas XI SMA;

Jadi peneliti dapat menyimpulkan penyebab terjadinya pergaulan bebas remaja muslim di desa Sena ini adalah diakibatkan mayoritas pendidikan orang tua di desa Sena memang

Motilitas spermatozoa ayam kampung dalam pengencer NaCl fisiologis dengan penambahan 20% kuning telur setelah penyimpanan pada suhu 25-29 °C lebih tinggi

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, penambahan madu pada pengencer fosfat kuning telur mampu mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa kalkun yang

Sistem pengaturan motor DC yang sering digunakan pada sistem kontrol seperti pada gambar 2.2 yaitu dengan H-Bridge yang pada pada dasarnya adalah 4 buah transistor yang