• Tidak ada hasil yang ditemukan

Convergence Human Development Index in Banten Provence.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Convergence Human Development Index in Banten Provence."

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

KONVERGENSI INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

PILAR HENDRANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konvergensi Indeks

Pembangunan Manusia di Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari

Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan

Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Pilar Hendrani

(3)

ABSTRACT

PILAR HENDRANI. Convergence Human Development Index in Banten

Provence. Under Supervision ARIEF DARYANTO and D.S PRIYARSONO.

Neoclassical economists stated that the level poorer regions would tend to grow

faster than the richer regions. This is because of the diminishing marginal returns to

capital in the richer regions, as the level of capital per labor is relatively high in these

regions. Which in turn will catch up convergence income (wealth). So it will happen by

itself without the need for government policy. Some economists opposed this theory,

such conditions never happen without any support of government policy. In fact income

convergence that never actually happened, it was economies leads to divergence. Based

on the theory, in this study would like to know whether the Human Development Index

in Banten Provence leading to convergence or divergence during the period 1994-2009.

In which the object of research include (Lebak, Pandeglang, Serang and Tangerang)

Regency, (Tangerang and Cilegon) Municipal. Using panel data regression model in

data analysis techniques are expected to capture the issues can not captured and

explained by analysis time series and cross section. Use of the Human Development

Index as the object of research because as one indicator of achievement of government's

performance in human resource development framework that was introduced by UNDP

in 1990. Based on these results can be concluded there was a tendency in Banten

Human Development Index has led to a marked convergence with the sigma

convergence and beta convergence is negative.

(4)

RINGKASAN

PILAR HENDRANI. Konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi

Banten. Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO dan D.S PRIYARSONO.

Kualitas hidup manusia sejak beberapa dekade terakhir menjadi perhatian semua

negara di dunia. Bila sebelumnya pertumbuhan pendapatan menjadi indikator untuk

menilai kemakmuran penduduk suatu daerah atau negara. Sejak 1990 UNDP

memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator yang dianggap dapat

menggambarkan mengenai kualitas hidup manusia. IPM merupakan indeks komposit

yang terdiri atas tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan tingkat daya beli masyarakat.

Cara perhitungan ini diharapkan mampu menjawab hasil kebijakan pembangunan yang

dilaksanakan dan bagaimana implikasinya terhadap masyarakat. Apakah kesejahteraan

masyarakat juga secara keseluruhan membaik, apabila pendapatan yang meningkat

cukup tinggi. Atas dasar tersebut, IPM kemudian dijadikan oleh pemerintah banyak

negara sebagai alat untuk mengukur keberhasilan dalam menjalankan kebijakan

pembangunan.

Keadaaan ini tentunya sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah mempunyai

peran yang sangat penting dalam menentukan kebijakan pembangunannya yang

outputnya adalah terciptanya pembangunan yang berkualitas. Artinya, pada saat

bersamaan pula beberapa faktor yang cenderung diabaikan dalam perumusan kebijakan

ekonomi yang berfokus hanya pada peningkatan pendapatan sudah mulai bergeser.

Fakta menunjukkan bahwa negara yang maju dengan institusi pemerintah yang baik dan

transparan dikaitkan dengan pertumbuhan pendapatan, kesehatan nasional dan

pencapaian prestasi sosial yang lebih tinggi. Pendapatan, investasi dan pertumbuhan

yang lebih tinggi maupun angka harapan hidup yang lebih panjang dapat ditemukan di

negara-negara dengan institusi pemerintah yang bersih dan baik dalam menjalankan

sistem kebijakan pemerintahan. Singkatnya, pemerintah mempunyai peran penting yang

tidak bisa diabaikan kedudukannya dalam suatu negara.

(5)

sama. Ekstrimnya, disparitas ekonomi yang terjadi di dunia sekarang tidak perlu

dirisaukan karena pada akhirnya hilang dengan sendirinya.

Pritchett (1996) menyatakan konvergensi belum pernah, tidak pernah dan tidak

akan pernah terjadi selama pemerintah negara berkembang tidak serius dalam

menjalankan kebijakan ekonominya. Lebih ekstrim lagi, negara industri sebenarnya

membentengi dirinya, tentunya dengan kebijakan terselubung agar konvergensi di

negara berkembang tidak akan terjadi. Pertumbuhan ekonomi dunia sebenarnya

mengarah pada divergensi bukan konvergensi (Pritchett, 1997) serta bersifat masif

antara negara maju dan miskin. Pemerintah atau negara manapun perlu intervensi untuk

meningkatkan pertumbuhan pendapatan di wilayah miskin atau terbelakang (Bergstorm,

1998). Ditambahkan oleh Quah (1996) terdapat polarisasi distribusi pendapatan antar

tingkat perekonomian di dunia. Pendapat tersebut bertentangan dengan apa yang

diyakini oleh kaum Neoklasik bahwa keadaan itu akan berjalan secara otomatis dan

alami.

Seperti diketahui konvergensi bisa terjadi melalui beberapa cara, seperti

redistribusi pendapatan dari daerah kaya ke daerah miskin, adanya aliran tenaga kerja

yang rasionya rendah ke daerah yang rasionya tinggi, mobilitas modal antar wilayah dan

difusi teknologi dari wilayah yang sudah maju ke wilayah terbelakang. Kaum Neoklasik

juga memasukkan asumsi setiap negara mempunyai teknologi dan preferensi yang

sama, tidak ada kendala institusi yang mempengaruhi keluar masuknya modal dan

tenaga kerja memperkirakan setiap daerah dalam jangka panjang

(steady-state)

akan

mempunyai pendapatan per kapita yang sama, artinya pemerintah tidak intervensi dalam

kebijakan ekonomi. De la Fuente (2000) menyebutkan bahwa wilayah yang relatif

terbelakang memiliki potensi untuk tumbuh pesat namun derajat realisasinya tergantung

pada kapibilitas sosial untuk mengadopsi teknologi dan lingkungan ekonomi makro

yang kondusif bagi investasi dan perubahan struktural.

Kenyataannya tidak demikian, pemerintah harus berperan dalam menentukan dan

merumuskan kebijakan yang tepat, agar pembangunan dapat berjalan sesuai rencana

(Cashin dan Sahay, 1996). Lebih lanjut Pritchett mengatakan pemahaman konsep

konvergensi memberikan impresi yang keliru. Menurutnya ekonomi bukanlah proses

otomatis namun membutuhkan suatu proses perencanaan, pengembangan evaluasi dan

sebagainya. Pertumbuhan ekonomi yang cepat, bukan berangkat dari keadaan miskin

akan tetapi merupakan hasil serangkaian kebijakan yang tepat dan terencana yang

diciptakan untuk memfasilitasi pertumbuhan yang cepat dan stabil dengan

mempertimbangkan konsep keseimbangan.

(6)

masyarakat serta distribusi pendapatan yang kurang merata. Terbentuknya Provinsi

Banten diharapkan meningkatkan kualitas pembangunan yang selama ini terabaikan.

Pembagian periode waktu penelitian dimaksudkan melihat perbedaan kualitas

pembangunan melalui indikator IPM antara sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi

Banten. Selain itu, penelitian ini ingin mengetahui apakah konvergensi IPM di Provinsi

Banten lebih cepat dibandingkan dengan periode pemerintahan sebelum pemekaran.

Analisa dalam penelitian ini menggunakan panel data yang menggunakan objek

penelitian selama kurun waktu 1994-2009, yakni dimulai dari periode sebelum

berdirinya Banten (1994-2000) sampai terbentuknya Banten 2001-2009 sejak

dikeluarkannya UU No. 23 tahun 2000 tentang Pembentukkan Provinsi Banten.

Berbagai program kerja yang digariskan oleh Pemerintah Pusat dilaksanakan baik

Pemerintah Provinsi Banten maupun Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di

Banten. Mulai dari pembangunan infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik.

Ditambahkan disini dengan digulirkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang mengharuskan setiap daerah dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerahnya untuk dialokasikan sebesar 20% untuk bidang pendidikan,

sebagai bagian rencana Program Belajar 9 tahun. Begitu pula dibidang kesehatan,

pemerintah daerah juga wajib mengalokasikan anggaran untuk pelayanan kesehatan

terutama masyarakat miskin, dengan harapan tingkat harapan hidup masyarakat di

Banten semakin baik. Peran pemerintah daerah dalam penelitian ini tidak dimunculkan

dalam variabel kebijakan secara langsung tapi dicerminkan dari pertumbuhan IPM itu

sendiri. Keterbatasan data menjadi suatu kendala dalam melakukan analisa estimasi

model persamaan peran pemerintah daerah.

Hasil penelitian dengan model persamaan yang merupakan modifikasi Gama

(2008) menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di Banten sudah berjalan dengan

baik, meskipun oleh sebagian kalangan masih dianggap kurang berhasil. Hal ini

dibuktikan dengan ni

lai β konvergennya negatif yang diartikan bahwa tingkat

kemakmuran sudah bergerak saling mendekat (

catch up

) meskipun relatif lambat.

Sedangkan nilai α konvergennya juga negatif

–trendnya semakin menurun- meskipun

kurang signifikan namun hal ini bisa diartikan kualitas sumber daya manusia pada

kabupaten dan kota di Banten semakin merata.

(7)

cepat dibanding di wilayah selatan. Tentunya ini mengakibatkan masuknya arus

urbanisasi menuju wilayah yang lebih menarik secara ekonomis dan begitu pula

investor melihat kondisi ini menarik untuk investasi karena adanya pasar yang

menjanjikan. (2) Terbatasnya pembangunan akses infrastruktur di wilayah selatan turut

memberikan kontribusi negatif terhadap lambatnya pembangunan ekonomi, dimana

pada akhirnya berdampak pada lambatnya pertumbuhan IPM. Oleh karena itu, perlu

kordinasi yang intensif untuk menetapkan

interdependency policy

antara Pemerintah

Banten dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dan Pandeglang dalam

mengembangkan infrastruktur guna mempercepat akselarasi dan membuka akses daerah

terisolasi di wilayah selatan. Tentunya adanya kebijakan ini akan mendorong laju

pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. (3) Kebijakan yang berkelanjutan dan

terintegritas dapat mempercepat konvergensi IPM di wilayah Banten tanpa terkecuali

yang bisa dijabarkan secara sederhana melalui Tipologi Klassen. Bagi Banten,

optimisme tujuan itu bisa tercapai melihat letak geografis dan didukung oleh pasar yang

terus berkembang serta SDM yang cukup berkualitas.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu

masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dari memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam

(9)

KONVERGENSI INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

PILAR HENDRANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Tesis

: Konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten

Nama

: Pilar Hendrani

NRP

: H 151 070 081

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec

Ketua

Anggota

Dr. Ir. D.S Priyarsono, MS

Diketahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si

Tanggal Ujian : 30 Januari 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala

Rahmat dan KaruniaNya serta salam dan shalawat kepada junjungan kita, Nabi Besar

Muhammad Rasulullah sehingga tesis dengan judul Konvergensi Indeks Pembangunan

di Provinsi Banten dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan jenjang pendidikan Pascasarjana dan memperoleh gelar Magister Sains

dari Program Studi Ilmu Ekonomi pada Intitut Pertanian Bogor.

Pada bagian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr.

Ir. D.S Priyarsono, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam menyusun proposal ini. Ucapan terima kasih dan

penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryantoro, M.Si selaku

Ketua Program Studi dan Ibu Dr. Ir. Lukytawati Anggraeni, M.Si selaku Sekretaris

Program Studi.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Walikota Tangerang

Selatan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dalam melanjutkan

pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga disampaikan dan

penghargaan kepada semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan di kelas

Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan

dukungan rekan-rekan kuliah telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

Akhir kata, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis

ini maka hanya penulis yang bertanggung jawab. Kiranya semoga Allah SWT yang

Maha Kuasa dan Maha Pemurah yang akan memberikan balasan kepada pihak-pihak

yang telah banyak membantu penulis.

Bogor, Januari 2012

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Februari 1974 dari pasangan

Mukhlis dan Hj. Kapsah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDL SPG Negeri 2 Jakarta, kemudian

melanjutkan pada jenjang pendidikan menengah dan atas di SMP Negeri 3 Jakarta

dan SMA Negeri 8 Jakarta yang lulus pada tahun 1992. Tahun berikutnya penulis

melanjutkan pendidikan tinggi di Unversitas Negeri Brawijaya Malang dengan

mengambil jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang lulus pada tahun

1998. Pada tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu

Ekonomi pada fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1 PENDAHULUAN ...

1

1.1. Latar Belakang ...

1

1.2. Perumusan Masalah ...

4

1.3. Tujuan Penelitian ...

5

1.4. Kegunaan Penelitian ...

5

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...

6

2.1.

Tinjauan Teori ...

6

2.1.1. Konsep Konvergensi ...

6

2.1.2. Investasi Sumber Daya Manusia ...

8

2.1.3. Indeks Pembangunan Manusia ...

9

2.1.4. Konvergensi Dalam Teori Pertumbuhan ... 13

2.1.5 Peran Pemerintah terhadap Pembangunan ... 16

2.1.6 Tipologi Klassen ... 19

2.2.

Bukt i Empiris ... 20

2.3.

Hipotesis Penelitian ... 22

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 23

3.2. Metode Analisa ... 23

3.2.1. Deskriptif ... 24

3.2.2. Statistik ... 24

3.2.3. Model Persamaan ... 24

3.2.4. Evaluasi Model ... 29

3.2.5. Uji Statistik ... 30

4 GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

DI BANTEN

... 32

4.1. Pendidikan di Banten ... 32

4.2. Kesehatan di Banten ... 32

4.3. Indeks Pembangunan Manusia ... 33

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1 Analisa Konvergensi IPM di Provinsi Banten ... 38

(15)

5.1.2. Beta Konvergen ... 40

5.1.3. Faktor yang mempengaruhi IPM di Banten ... 43

5.2. Pembahasan ... 45

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Implikasi Kebijakan ... 49

6.3. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(16)

DAFTAR TABEL

No

Halaman

2.1 Bukti Empiris Tentang Konvergensi IPM ... 21

3.1 Model Persamaan untuk Analisis Konvergensi IPM ... 23

4.1 Indikator Pendidikan di Banten ... 31

4.2 Indeks Pembangunan Manusia di Banten ... 33

4.3 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa ... 34

5.1 Ha

sil estimasi σ konvergen diukur berdasarkan SD

... 38

5.2

Hasil estimasi σ konvergen diukur berdasarkan CV

... 39

5.3

Hasil Estimasi β Konvergen Absolut

... 40

5.4

Hasil Estimasi β Konvergen Absolut Sebelum

dan Sesudah Berdirinya Banten ... 41

5.5

Hasil Estimasi β Konvergen Kondisiona

l ... 42

5.6 Hasil estimasi faktor yang mempengaruhi IPM di Banten ... 43

(17)

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman

1.1

Pertumbuhan IPM di Banten ...

3

2.1 Komponen Indeks Pembangunan Manusia ... 12

2.2 Tipologi Klassen ... 19

2.3 Skema Kerangka Berpikir ... 22

5.1 Standar Deviasi IPM ... 38

5.2 Koefisien Variasi IPM ... 38

5.3 Struktur Perencanaan Pembangunan Daerah dengan

Pendekatan Tipologi Klassen ... 45

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

Lampiran 1 Model Sigma Konvergen ...

52

Lampiran 2 Model Beta Konvergen Absolut ...

53

Lampiran 3 Model Beta Konvergen Kondisional ...

61

Lampiran 4 Faktor yang mempengaruhi IPM di Banten ...

68

Lampiran 5 Share sektor jasa terhadap PDRB ... 71

Lampiran 6 IPM Kabupaten dan Kota di Banten ... 72

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Tema konvergensi mendapat perhatian khusus dalam sejumlah literatur

ekonomi baik dari sisi kebijakan maupun prospek ekonomi, terutama di banyak

negara berkembang (Pritchett, 1996). Bahkan persoalan ini sudah masuk dalam

sejumlah literatur makro dan berkembang menjadi bahasa utama (Rey dan

Montouri, 1998). Berdasarkan penelitian mengenai konvergensi yang ada di

banyak negara (Cashin dan Sahay, 1996); Bergstorm, 1984; Button dan Pantecost,

1994) dinyatakan pendapatan daerah miskin akan tumbuh lebih cepat menyamai

pendapatan daerah kaya. Daerah yang rasio modal dan kapitalnya rendah pada

menerima aliran masuk dari daerah yang rasio dan kapitalnya tinggi sehingga

konvergensi terjadi dengan sendirinya. Pendukung teori ini adalah Neoklasik yang

dilontarkan oleh Robert M Solow dalam artikel yang berjudul

“A Contribution to

The Theory of Economic Growth”

dan Trevor W Swan

dalam artikel

“Economic

Growth and Capital Accumulation”

(1956), yang dikenal kemudian sebagai

Model Pertumbuhan Neoklasik Solow-Swan, yang menggunakan fungsi produksi

Cobb-Douglas. Kelompok aliran ini meyakini bahwa setiap daerah atau negara

pada akhirnya akan berada pada tingkat yang sama. Ekstrimnya, disparitas

ekonomi yang terjadi di dunia sekarang tidak perlu dirisaukan karena pada

akhirnya dengan hilang dengan sendirinya.

Pritchett (1996) menyatakan konvergensi belum pernah, tidak pernah dan

tidak akan pernah terjadi selama pemerintah negara berkembang tidak serius

dalam menjalankan kebijakan ekonominya. Negara industri sebenarnya

membentengi dirinya, tentunya dengan kebijakan terselubung agar konvergensi di

negara berkembang tidak akan terjadi. Pertumbuhan ekonomi dunia sebenarnya

mengarah pada divergensi bukan konvergensi (Pritchett, 1997) serta bersifat masif

antara negara maju dan miskin. Pemerintah atau negara manapun perlu intervensi

untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan di wilayah miskin atau terbelakang

(20)

pendapatan antar tingkat perekonomian di dunia. Pendapat tersebut bertentangan

dengan apa yang diyakini oleh kaum Neoklasik bahwa keadaan itu akan berjalan

secara otomatis dan alami.

Menurut pertumbuhan ekonomi neoklasik, konvergensi bisa terjadi melalui

beberapa cara, seperti redistribusi pendapatan dari daerah kaya ke daerah miskin,

adanya aliran tenaga kerja yang rasionya rendah ke daerah yang rasionya tinggi,

mobilitas modal antar wilayah dan difusi teknologi dari wilayah yang sudah maju

ke wilayah terbelakang. Kaum Neoklasik juga memasukkan asumsi setiap negara

mempunyai teknologi dan preferensi yang sama, tidak ada kendala institusi yang

mempengaruhi keluar masuknya modal dan tenaga kerja memperkirakan setiap

daerah dalam jangka panjang

(steady-state)

akan mempunyai pendapatan per

kapita yang sama, artinya pemerintah tidak intervensi dalam kebijakan ekonomi.

De la Fuente (2000) menyebutkan bahwa wilayah yang relatif terbelakang

memiliki potensi untuk tumbuh pesat namun derajat realisasinya tergantung pada

kapibilitas sosial untuk mengadopsi teknologi dan lingkungan ekonomi makro

yang kondusif bagi investasi dan perubahan struktural.

Kenyataannya tidak demikian, pemerintah harus berperan dalam

menentukan dan merumuskan kebijakan yang tepat, agar pembangunan dapat

berjalan sesuai rencana (Cashin dan Sahay, 1996). Lebih lanjut Pritchett

mengatakan pemahaman konsep konvergensi memberikan impresi yang keliru,

menurutnya ekonomi bukanlah proses otomatis namun membutuhkan suatu

proses perencanaan, pengembangan evaluasi dan sebagainya. Pertumbuhan

ekonomi yang cepat, bukan dari keadaan miskin akan tetapi merupakan hasil

serangkaian kebijakan yang tepat dan terencana yang diciptakan untuk

memfasilitasi pertumbuhan yang cepat dan stabil, dengan mempertimbangkan

konsep keseimbangan.

Pernyataan ini didukung oleh Rosentein-Rodan dalam artikelnya

“Problem

of Industrialisation of Eastern and South-Eastern Europe”

. Teori yang kemudian

dikenal dengan

“Big Push Model”

, menekankan perlunya rencana dan program

aksi dengan investasi skala besar untuk mempercepat industrialisasi di negara

(21)

terbelakang dan masih mengandalkan surplus tenaga kerja yang terutama bekerja

di sektor pertanian.

Big Push

, dorongan yang besar, harus dilakukan untuk

mengatasi ketertinggalan dibanding daerah lain dengan memanfaatkan dampak

jaringan kerja antar daerah melalui

economies scale and scope

dan keluar dari

keseimbangan yang rendah (Kuncoro, 2009). Perencanaan yang didasari strategi

yang baik dan berkesinambungan akan memberikan kesejahteraan yang terus

meningkat yang disertai disparitas pendapatan semakin rendah. Bila pendapat itu

diterapkan dalam lingkup daerah atau negara, artinya jauh lebih penting

diperhatikan adalah bagaimana menyusun kebijakan pembangunan

berkesinambungan yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

Sumber : BPS Banten 2011

Gambar 1. Pertumbuhan IPM di Banten

Lebih lanjut dalam sejumlah literatur terdahulu, indikator pendapatan yang

diukur dari PDRB per kapita banyak digunakan untuk menghitung konvergensi di

suatu daerah. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perekonomian

sudah mengarah kepada konvergensi pendapatan, akan tetapi tidak dapat

menjawab mengenai kualitas hidup masyarakat yang dijadikan objek penelitian.

UNDP sejak tahun 1990 mengeluarkan Indeks Pembangunan Manusia, yang

(22)

dan kualitas pendidikan. Indeks ini diaplikasikan untuk menilai keberhasilan

pembangunan suatu negara karena dianggap lebih mewakili aspek pencapaian

kinerja pemerintah. Berangkat dari pernyataan ini, maka dalam penelitian ini akan

menggunakan IPM sebagai variabel untuk menghitung konvergensi di daerah,

dimana dalam hal ini sesuai judul penelitian adalah

Konvergensi IPM di Provinsi

Banten

.

Alasan pemilihan judul penelitian ini, IPM dapat menggambarkan mengenai

kualitas hidup masyarakat di Banten seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1.

Kesejahteraan masyarakat yang terdiri atas kualitas pendidikan, kualitas kesehatan

dan tingkat daya beli masyarakat di Banten sudah tergambarkan dalam nilai IPM

itu sendiri. Penelitian ini juga bermaksud untuk menjelaskan konvergensi IPM di

Banten berarti pemerataan kualitas hidup dan kesejahtaraan masyarakatnya

semakin meningkat.

1.2

Perumusan Masalah

Pemerintahan di banyak negara manapun di dunia, terlepas dari sistem

bentuk pemerintahan yang dipilih, berharap pembangunan yang mampu

mensejahterakan penduduknya. Hanya saja, kerap kali kebijakan kadang tidak

mengenai sasaran. Ketentuan tentang Otonomi Daerah dan ketentuan tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, bertujuan

pemerataan kesejahteraan dalam konteks Model Neoklasik yakni konvergensi

pendapatan yang diimbangi dengan laju pertumbuhan tinggi (asumsi, adanya

stabilitas sosial politik dalam pembangunan). Sehubungan latar belakang diatas

dan kebijakan desentralisasi terutama sejak berdirinya Banten lepas dari Provinsi

Jawa Barat 8 Oktober 2000, penelitian akan menganalisis pertumbuhan Indeks

Pertumbuhan Manusia (IPM) sebelum dan setelah terbentuknya Provinsi Banten.

Secara sederhana akan dirumuskan sebagai berikut :

1.

Apakah terjadi konvergensi IPM di Provinsi Banten selama periode

1994-2009.

2.

Faktor apa yang mempengaruhi Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia di

(23)

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini ingin mengetahui apakah

Kabupaten dan Kota Provinsi Banten, baik semasa bergabung dengan Jawa Barat

dan setelah pembentukan Provinsi Banten. Sejumlah tujuan penelitian ini

diharapkan mampu menjawab pertanyaan diatas adalah sebagai berikut :

1.

Menganalisis laju konvergensi IPM di Provinsi Banten selama periode

penelitian, sehingga dapat diketahui kualitas kemajuan kesejahteraan di

Banten.

2.

Melakukan estimasi faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan IPM,

sehingga mengetahui kontribusinya terhadap IPM di Provinsi Banten selama

periode 1994-2009.

1.4

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam konteks konvergensi

di Provinsi Banten, khususnya berkaitan dengan IPM (Pendapatan, Kesehatan dan

Pendidikan). Terkait dengan pendapatan Button dan Pantecost (1995), indikasi

temuan yang bisa menandai konvergensi maka akan memudahkan bagi pembuat

kebijakan untuk mengkaji efektifitas portofolio kebijakan yang sudah

dilaksanakan dan mendesain strategi yang lebih baik dimasa depan dalam

menetapkan kebijakan pemerataan pembangunan yang berkualitas di Provinsi

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori

Sejumlah penelitian yang dilakukan dibanyak negara lebih memperdalam

pada apakah ketimpangan pendapatan antar negara atau wilayah di suatu negara,

cenderung divergensi atau konvergensi, apabila mengacu pada model

pertumbuhan Neoklasik, Barro (1991), Barro dan Sala-i-Martin (1995), Dewhurts

(1998), Garcia dan Sulistianingsih (1998) serta Heng dan Siang (1999). Penelitian

berikut ini akan menerapkan model pertumbuhan neoklasik untuk mengukur

Indeks Pembangunan Manusia

di Provinsi Banten. Model tersebut

mengasumsikan adanya kesetaraan dalam bidang pendapatan, teknologi, tingkat

pertumbuhan penduduk, kepemilikan sumber daya, preferensi besaran konsumsi

dan tabungan di semua daerah atau wilayah, maka nantinya menuju konvergensi

pendapatan per kapita dalam jangka panjang. Konvergensi β

(beta convergence)

untuk menghitung kecepatan daerah yang awalnya miskin dengan standar hidup

relatif rendah dan rasio modal per tenaga kerja rendah akan tumnuh lebih cepat

selama masa percapaian akan mengejar daerah yang kaya, kedua kelompok ini

nantinya akan menuju tingkat pendapatan yang sama. Sedangkan standar deviasi

(σ konvergensi) selanjutnya disebut

sigma convergence

untuk sebaran wilayah

pendapatan per kapita.

2.1.1 Konsep Konvergensi

Kedua konsep konvergensi diatas adalah yang biasanya digunakan dalam

literatur konvergensi, De La Fuente (2000), Garcia dan Sulistianingsih (1998),

Lall dan Yilmaz (2000). Adapun Rey dan Montouri (1998) menyebutkan konsep

konvergensi dari perspektif lain, yakni

stochastic convergence

, yang biasanya

ditemukan dalam penelitian time series. Dua sebelumnya akan ditemui dalam

penelitian

cross section

.

Sigma convergence

digunakan alat ukur standar deviasi

penyebaran pendapatan per kapita kabupaten kota di Provinsi Banten, Barro dan

(25)

(aggregate convergence)

atau konvergensi bruto

(gross convergence)

. Cara

menghitungnya dengan logaritma standar deviasi per tahun, berikut adalah

rumusan yang biasa dipakai untuk mengukur standar deviasinya :

...……….

(1)

dimana SD adalah standar deviasi untuk periode t, ln

t

dan lny

it

menunjukkan

logaritma rata-rata per kapita kabupaten kota Provinsi Banten periode t dan

logaritma PDRB kabupaten kota i pada periode t, dimana n adalah jumlah

kabupaten kota yang dioservasi. Hasilnya nanti apabila SD

t-1

lebih kecil dari SD

t

Dengan menghitung σ convergence setiap periode waktu maka akan

diketahui apakah sebuah perekonomian mengarah pada divergensi pada sebelum

pemisahan atau konvergensi setelah pemisahan dari Jawa Barat. Tingkat

pertumbuhan dikatakan konvergensi pasca berdirinya Banten bila nilai

σ

convergence

semakin menurun. Sementara

β convergence

digunakan untuk

mengetahui pengaruh faktor yang diperkirakan menentukan tingkat konvergensi.

Beta konvergensi ini punya dua aspek, yakni

absolute convergence

atau

unconditional convergence

yang digunakan mengukur kecepatan pertumbuhan

pendapatan per kapita daerah miskin yang akan menyamai pendapatan per kapita

daerah kaya. Kerangka pemikiran Neoklasik memprediksi koefisien variabel

penjelas bertanda negatif dan signifikan, menunjukkan daerah miskin memang

tumbuh lebih cepat dari daerah kaya. Adapun formula yang digunakan untuk

mengukur

absolute convergence

(Barro dan Sala-i-Martin, 1995) adalah sebagai

berikut :

dikatakan

σ convergence

ada begitu sebaliknya.

……….

(2)

dimana ln adalah natural logaritma, y

it

PDRB per kapita kabupaten-kota i pada

(26)

antara PDRB awal dan tingkat pertumbuhan PDRB maka dikatakan

β

convergence

terjadi. Bergstorm (1998) lebih lanjut berpendapat seberapa besar

dampak kebijakan pemerintah maka tercermin dalam

β convergence

. Kecepatan

β

convergence

akan semakin tinggi, kalau pemerintah memfokuskan kebijakan

pembangunannya pada peningkatan akumulasi modal di daerah miskin,

pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui

pendidikan dan adanya proses transfer teknologi dengan baik pada industri

setempat, dan mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk (Haryanto, 2001).

Sedangkan

stochastic convergence

mensyaratkan ramalan jangka panjang

dari perbedaan tingkat pendapatan antara dua perekonomian menuju titik nol (Rey

dan Montouri, 1998). Definisi bisa dilanggar, bila ada shock dalam sebuah

perekonomian dengan jangka waktu tak terbatas. Kondisi dimana adalah sejumlah

shock maka pendapatan mengandung akar unit dan sebab ketentuan stasionaritas

maka konsep ini disebut konvergensi stokastik.

2.1.2 Investasi Sumber Daya Manusia

Sejak zaman Adam Smith, pendidikan telah dikaitkan dengan kemajuan

ekonomi dan sosial yang adil. Namun pada saat ini terdapat literatur yang kecil

namun terus berkembang mengenai ketidakmerataan distribusi pendidikan (Lam

dan Levinson, 1991; Londono, 1990; Maas dan Criel, 1982; Ram,1990). Ketika

data mulai tersedia untuk menghitung distribusi pendidikan, maka disparitasnya

semakin jelas. Penggunaan standar deviasi pencapaian prestasi dalam menempuh

pendidikan disekolah, Birdsall dan Londono (1997) meneliti dampak distribusi

pendidikan yang sangat tidak berkesimanbungan mempunyai dampak negatif

terhadapa pendapatan per kapita di banyak negara, kebijakan ekonomi yang

menindas kekuatan pasar cenderung mengurangi dampak pendidikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Pendapat senada dilontarkan Ravallion dan Datt (1999)

bahwa asosiasi pertumbuhan memberikan kontribusi yang lebih sedikit terhadap

pengurangan kemiskinan di negara yang tingkat iliterasi, produktivitas pertanian

dan standar hidupnya rendah di pedesaan dibanding wilayah perkotaan. Hal ini

(27)

pertumbuhan yang mengurangi kemiskinan. Pentingnya pembangunan sumber

daya manusia-pendidikan dan kesehatan tampaknya dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Garcia dan Sulistianingsih (1998) mampu mengurangi

ketidaksinambungan regional. Pasalnya, investasi dalam sumber daya manusia

akan memperbaiki standar hidup di pedesaan dan perkotaan yang selanjutnya

dapat meningkatkan produktivitas.

2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia

Kualitas pembangunan manusia didefinisikan oleh UNDP sebagai suatu

proses untuk memperluas pilihan bagi penduduk (

a process of enlarging people’s

choices

). Bahwa Pembangunan Manusia dijelaskan penduduk menjadi pusat

perhatian, dimana penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (

the ultimated end

)

sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (

principal means

)

untuk mencapai tujuan itu. Guna mencapai hal tersebut harus didukung oleh

empat pilar yakni :

1.

Produktivitas, penduduk harus diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas

dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan. Pembangunan

ekonomi menjadi himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

2.

Pemerataan, penduduk harus memiliki kesempatan yang sama mendapatkan

akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang

memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus,

sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan

berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas

hidup.

3.

Kesinambungan, akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus

dipastikan dapat dinikmati untuk generasi selanjutnya. Semua sumber daya

fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.

4.

Pemberdayaan, penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan

proses yang akan menentukan kehidupan mereka, serta berpartisipasi dan

(28)

Laporan tahun 1995 mencantumkan paradigma pembangunan manusia yang

mencakup empat komponen, yaitu: produktivitas, persamaan, kesinambungan,

dan pemberdayaan. Paradigma baru ini mengoreksi prinsip dan pendekatan

pembangunan yang berorientasi pada hal-hal berikut :

1.

Teori pertumbuhan ekonomi menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai

tujuan akhir pembangunan. Pembangunan manusia menekankan bahwa

walaupun pertumbuhan ekonomi sangat perlu bagi pembangunan manusia,

namun pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan suatu faktor atau cara

(

means

), bukan suatu tujuan (

ends

) pembangunan. Sejumlah fakta yang

termuat dalam laporan UNDP menunjukkan tidak adanya hubungan yang

otomatik antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kemajuan dalam

pembangunan manusia.

2.

Teori-teori formasi modal manusia (

human capital formation

) dan

pembangunan sumberdaya manusia (

human resources development

)

memandang manusia sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan dan

kekayaan ketimbang menekankan aspek pemberdayaan manusia sebagai

tujuan akhir pembangunan. Teori-teori ini memandang manusia sebagai input

atau faktor produksi yang digunakan untuk meningkatkan produksi. Dengan

demikian, manusia yang tidak atau kurang mampu berproduksi dipandang

sebagai beban. Dalam prinsip pembangunan manusia, tidak dikenal segmen

penduduk yang dianggap sebagai beban dalam pembangunan. Pembangunan

harus dapat menawarkan pilihan-pilihan bagi berbagai segmen penduduk

menurut potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kemerdekaan dan

martabat manusia.

3.

Pendekatan kebutuhan kesejahteraan manusia (

the human welfare need

approach

) melihat manusia semata-mata sebagai penerima dalam proses

pembangunan, sedangkan konsep pembangunan manusia menekankan

perlunya memperluas pilihan agar manusia selain dapat menikmati hasil-hasil

pembangunan juga mampu berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aspek

(29)

4.

Pendekatan kebutuhan dasar (

the basic need approach)

memusatkan

perhatian pada barang dan jasa yang justru bisa memperluas kesenjangan

kebutuhan antar kelompok penduduk. Pendekatan ini lebih memperhatikan

aspek penyediaan barang dan jasa ketimbang implikasinya terhadap perluasan

pilihan bagi berbagai kelompok penduduk itu.

Konsep pembangunan manusia juga menekankan perlunya kebijakan dan

program yang bersifat segmentatif. Semakin banyak kebijakan-kebijakan khusus

pada segmen-segmen penduduk, semakin berhasilguna kebijakan tersebut.

Misalnya, pengelompokan sasaran pembangunan manusia dapat dilakukan

menurut komposisi umur, jenis kelamin, wilayah, perbedaan pedesaan-perkotaan,

maupun menurut kelompok sosial. Dalam hal ini, Pemerintah dituntut memainkan

peranan yang menentukan dalam mengarahkan proses pembangunan dan jika

perlu melakukan intervensi untuk memastikan bahwa kepentingan pembangunan

manusia terpenuhi. Ukuran peranan Pemerintah dalam hal ini bersifat relatif.

Persoalan adalah fungsi apa yang dimainkan oleh pihak pemerintah dan

bagaimana fungsi itu dilaksanakan, bukan bagaimana besarnya peran pemerintah.

Hal penting lainnya, Pemerintah perlu bermitra dengan pihak swasta, lembaga

swadaya dan organisasi masyarakat, dan lebih-lebih dengan institusi lokal di lini

bawah.

Akhirnya, partisipasi merupakan komponen esensial bagi strategi

pembangunan manusia mengingat ia dapat mengurangi biaya pelayanan publik

serta proyek-proyek investasi dengan mengalihkan pengelolaan dari pemerintah

pusat dan daerah ke institusi lokal di lini bawah (

grass root

). Sebagai contoh,

pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat, kursus-kursus kebidanan, pos-pos

pelayanan dan distribusi makanan dapat diurus oleh kelompok-kelompok lokal

ketimbang tenaga-tenaga khusus berbiaya tinggi yang seringkali berasal dari luar

wilayah itu. Dalam hal ini partisipasi dapat berfungsi ganda, yakni sebagai tujuan

akhir dan sekaligus cara pembangunan manusia.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator untuk yang

digunakan untuk menggambarkan sejauh mana suatu wilayah telah menggunakan

(30)

wilayah tersebut. Oleh karena itu, mutu pembangunan manusia diukur dengan

menggunakan tiga buah variabel, yakni kemampuan hidup secara fisik yang

mencerminkan keberhasilan dalam kesehatan. Kedua, kemampuan memahami,

menguasai dan memanfaatkan alami lingkungan yang merefleksikan keberhasilan

pengembangan pendidikan. Ketiga, besarnya barang dan jasa yang memberikan

keberhasilan mencipta (BPS, 2008). Adapun penghitungan IPM adalah sebagai

berikut :

IPM =

(Indeks X

1

+ Indeks X

2

+ Indeks X

3

Dimana

)

Indeks X

1

Indeks X

= Indeks Angka Harapan Hidup

2

Indeks X

= Indeks Pendidikan, yakni

(indeks Melek huruf) +

(indeks rata-rata sekolah)

[image:30.595.104.511.143.795.2]

3

= Indeks Konsumsi per kapita yang disesuaikan)

Gambar 2.1 Komponen Indeks Pembangunan Manusia

Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara

atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan

hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali),

dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang

(31)

jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

IPM mencakup tiga komponen yang merupakan bentuk penyederhanaan

dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Pesan

dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat

mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya

(tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan

lingkungan, kemerataan antar generasi.

IPM merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran

perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli yang dalam kasus

Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak

pertengahan tahun 1997. Tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan

manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara

pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.

Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan

menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya

peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan

beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang

dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.

2.1.4

Konvergensi dalam Teori Pertumbuhan

Teori pertumbuhan lokal memprediksi adanya ambiguitas dalam masalah

pendapatan per kapita dan periode berikutnya. De la Fuente (2000) mempertegas

lagi, teori ekonomi tidak dapat menggambarkan apakah perekonomian suatu

daerah atau wilayah mengalami konvergensi secara pasti. Hal ini terjadi, sebab

banyak faktor penduga yang mempunyai pengaruh disetiap daerah itu berbeda

atau berderajat tidak sama. Teori ekonomi hanya sebatas mengidentifikasi faktor

atau mekanisme yang sangat menentukan besaran arah dan nilai (konvergensi dan

divergensi).

Perbedaan ini dikarenakan tiga mekanisme (De La Fuente, 2000), seperti

yang ada pada model produksi Cobb-Douglas yakni

decreasing return to scale

,

(32)

rendah, disisi lain insentif untuk menabung dan kontribusi investasi pertumbuhan

investasi akan turun. Hal ini bila dibiarkan dalam jangka panjang akan cenderung

melambankan pertumbuhan ekonominya, seperti yang dialami sejumlah negara

industri, dimana salah satu solusinya adalah relokasi industri. Kedua, kemajuan

teknologi bisa mempunyai pengaruh yang bertolak belakang, disisi lain teknologi

apabila perbedaan intensitas daerah dalam mengadopsi teknologi baru maka

pertumbuhan ekonomi jangka panjangnya akan berbeda, teknologi bisa menjadi

penyebab divergensi sebaliknya mengacu pada asumsi neoklasik yang

mengatakan preferensi teknologi setiap daerah atau negara sama maka faktor

teknologi bisa menjadi pendorong konvergensi. Ketiga, perubahan struktural atau

relokasi faktor produksi antar sektor (Caselli dan Coleman, 1999), biasanya setiap

daerah atau negara dapat dikatakan kelompok negara maju atau miskin, bisa

dilihat sektor mana yang paling banyak penduduknya terkonsentrasi, pertanian

atau industri. Semakin besar dominasi atau tingkat ketergantungan terhadap sektor

pertanian maka daerah atau negara tersebut cenderung miskin dan sebaliknya, bila

negara ekonominya peran sektor industri besar maka negara tersebut cenderung

lebih maju.

Namun dalam perkembangannya, pendapat optimis dipaparkan oleh kaum

neoklasik akan terjadinya konvergensi pendapatan, mendorong langkah untuk

mencari alternatif penjelas lainnya dalam rangka membangun teori pertumbuhan

yang baru. Sejumlah pencetus pertumbuhan endogen membuat pernyataan adanya

kemungkinan

non decreasing return to scale

terhadap modal, serta memasukkan

unsur teknologi sebagai faktor endogen dan bisa terjadi tingkatan variasi antara

daerah sekaligus merefeleksikan perbedaan struktural. Berkaitan dengan

pendapatan tersebut, teori ini tidak menutup kemungkinan adanya disparitas

pendapatan semakin meningkat (Pritchett, 1997) tidak seperti diperkirakan oleh

kaum neoklasik. Bahkan Grier dan Grier (2007) menambahkan kendati model

neoklasik bisa menjelaskan divergensi pendapatan, bisa saja terjadi selama

variabel yang menentukan dalam steady state juga mengalami hal serupa. Justru

divergensi pendapatan di suatu negara bisa terjadi walaupun didukung oleh

(33)

Kaum Neoklasik, kecuali jika asumsi adanya variasi sistematis kemajuan

teknologi antar negara tidak sama, yang tercermin dari alokasi anggaran untuk

penelitian dan pengembangan, pembangunan sektor keuangan serta keterlibatan

lembaga yang mengawasi divergensi perekonomian daerah atau negara. Konsep

awalnya berdasarkan Model Pertumbuhan Neoklasik, yang bertujuan melihat

apakah konvergensi IPM terjadi atau divergensi, serta seberapa cepat konvergensi

IPM di Provinsi Banten, tentunya dengan menggunakan variabel yang sudah

ditetapkan sebelumnya, yakni tingkat pertumbuhan PDRB Kabupaten dan Kota,

tingkat kepadatan penduduk per km

2

Model yang digunakan merupakan diadaptasi dari aplikasi oleh Lall dan

Yilmaz (2000) untuk kasus antar negara bagian di Amerika Serikat. Variabel

penjelasnya dalam model konvergensi Rapport (1999) hampir serupa hanya

disagregasi komponen lokal di Amerika Serikat lebih terperinci. Sedangkan

model persamaan yang dikembangkan oleh Haryanto (2001) adalah

, share sektor jasa terhadap PDRB.

LY

o_t

= α

o

+ α

1

LY

o

Yang digunakan untuk mencari

unconditional atau absolute

β convergence

(konvergensi absolut), yakni

... (3)

LY

o

_

t

= tingkat pertumbuhan per kapita atau

y

it

y

= PDRB per kapita pada tahun t

io

LY

= PDRB per kapita awal

o

= log Y

α

o io

α

= intersept persamaan

1

= koefisien estimasi LY

o

atau

β

=

kecepatan konvergensi

Selanjutnya modelnya dikembangkan oleh Haryanto (2001) berdasarkan

data yang dipilih variabel penjelas adalah bentuk administrasi (kabupaten atau

kota) perlu dibedakan karena wilayah perkotaan dari segi pendapatan, tingkat

pendidikan jumlah tenaga kerja terampil dan dukungan infrastruktur yang relatif

lebih baik ketimbang kabupaten, sebaliknya tingkat pertumbuhan dan jumlah buta

(34)

diubah karena hasil kurang baik diganti dengan tingkat kepadatan penduduk per

km

2

Pertumbuhan PDRB Per Kapita turut dijadikan faktor berpengaruh karena

pastinya mempunyai kontribusi yang cukup penting dalam pertumbuhan IPM itu

sendiri. Begitu pula dominasi sektor penggerak perekonomian juga turut

menentukan, seperti yang ditemukan oleh Cashin dan Sahay (1996) wilayah yang

perekonomiannya didominasi oleh sektor industri dan jasa biasanya lebih cepat

pembangunannya dari wilayah yang secara tradisional sektor pertanian sebagai

lapangan pekerjaan masyarakat di wilayah tertentu. Berikut adalah model

modifikasi dari Gama (2008) dan Noorbakhsh (2004)

. Hal ini cukup beralasan karena kebetulan Kabupaten Tangerang mempunyai

karakteristik yang hampir mirip dengan perkotaan dan kondisi perekonomiannya

berbeda dengan definisi kabupaten.

LnIPM

it

= β

0

+

β

1

LnKAP

it

+

β

2

LnPOPS

it

+

β

3

JASA

it

+

it

dimana :

... (4)

LnIPM

it

LnKAP

= Laju pertumbuhan IPM daerah i dan tahun t

it

LnPOPS

= Pertumbuhan PDRB per kapita daerah i dan tahun t

it

= Kepadatan penduduk per km

JASA

2 it

= Share sektor jasa terhadap PDRB

it

IPM sendiri dianggap dapat merepresentasikan ketiga variabel diatas, sejak

diluncurkan oleh UNDP tahun 1990 antara lain yang dilakukan oleh Konya dan

Guisan (2008) dalam hasil penelitiannya untuk melihat konvergensi IPM sejumlah

negara di Eropa sebelum dan sesudah bergabung dalam Uni Eropa. Atas dasar

tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang nyata mengenai

konvergensi IPM di Banten. Caranya dengan membagi periode penelitian sebelum

dan sesudah berdirinya Provinsi Banten.

= error term

2.1.5 Peran Pemerintah terhadap Pembangunan

Bila mengikuti asumsi model pertumbuhan neoklasik Solow-Swan, maka

peran pemerintah diabaikan karena konvergensi akan terjadi dengan sendirinya.

(35)

di dunia. Fakta di dunia bahwa sebuah negara didukung institusi pemerintah yang

baik dan transparan, maka dikatakan dengan pertumbuhan pendapatan, kesehatan

nasional dan pencapaian prestasi sosial yang lebih tinggi. Capaian tersebut

ditambah angka harapan hidup yang tinggi, dapat ditemui di negara dengan

institusi pemerintah yang efektif, jujur dan meritokratis dengan regulasi yang jelas

dan terpadu, juga dimana aturan hukum ditegakkan dengan adil, kebijakan dan

kerangka kerja legal yang tidak dimanfaatkan kepentingan kelompok tertentu.

Muaranya pemerintah harus mengarahkan sistem pemerintahan yang

Good

Governance and Clean Goverment

, setelah kedua hal tersebut dijalankan baru

pemerintah bicara menganai target pembangunan.

Pritchett (1997) menegaskan tanpa peran aktif dan serius dari pemerintah,

lupakan konvergensi. Sejumlah penelitian menemukan adanya peran pemerintah

dalam menciptakan konvergensi pendapatan di negaranya. Salah satunya Cashin

dan Sahay (1996) menemukan bukti bahwa peran pemerintah pusat India dalam

mendistribusikan kembali pendapatan dari daerah kaya ke miskin dapat

mendorong terjadinya konvergensi pendapatan, kendati dalam level yang kurang

meyakinkan. Berbeda halnya yang dialami di banyak negara industri, sebut saja

Australia, Jepang, Inggris, Jerman dan Amerika Serikat, karena tingkat

pendidikan dan teknologi antar wilayah di negara tersebut sudah merata dan baik,

sehingga peran pemerintah menjadi optimal.

Kunci keberhasilan konvergensi pendapatan suatu daerah dan negara, lebih

banyak dari kemampuan pemerintah dalam implementasikan kebijakan

membangun perekonomiannya, tentunya harus diimbangi transparansi dan

akuntabilitas ketentuan negara. Contohnya, Korea Selatan dan Taiwan mengubah

perekonomiannya dalam beberapa dekade dari negara berkembang menjadi

negara maju. Hal itu dikarenakan kebijakan pemerintah menempatkan bidang

pendidikan sebagai prioritas utama, pembangunan sumber daya manusia termasuk

dalam investasi (

heavy investment education

), yang baru bisa dinikmati hasilnya

pada dekade terakhir (Rodrik, 1994). Kebijakan serupa diikuti sejumlah negara

seperti Malaysia dan Singapura. Artinya, prioritas pembangunan mereka bukan

(36)

menempatkan pada pembangunan SDM yang berkualitas. Kebijakan ini

dijalankan secara konsisten yang didukung oleh stabilitas sosial politik yang kuat,

begitu juga penegakkan hukumnya, agar arah dan tujuan kebijakan pembangunan

tidak terdistorsi, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebab pendapatan,

investasi dan pertumbuhan tinggi maupaun angka harapan hidup yang lebih

panjang, dapat berjalan di negara dengan institusi pemerintah yang efektif (World

Bank, 2000), sebaliknya di negara yang institusi yang tercemar oleh korupsi

membawa dampak kualitas pembangunan ekonomi itu sendiri.

Berdasarkan Internasional Transparency, nampak jelas negara yang

pendapatan per kapitanya rendah cenderung menduduki peringkat atas dalam

indeks korupsi, contohnya Indonesia, Nigeria, Bangladesh, Irak, Haiti sedangkan

Singapura, Finlandia, Norwegia adalah negara yang masuk dalam katagori bersih

dan mempunyai tingkat pendapatan per kapita yang cukup tinggi (kelompok

negara maju). Memperbaiki kualitas laporan nasional dengan melibatkan modal

manusia dan alam pada harga bayangan (kendati terdapat berbagai kompleksitas

dalam penghitungannya) merupakan salah satu cara untuk mendapatkan

divergensi antara pertumbuhan dan perbaikan kesejahteraan. Bahkan kemajuan

yang terbatas dalam menilai aset ini belum dimasukkan ke dalam laporan nasional

dan masih ada permasalahan konseptual yang serius mengenai penggabungan

tersebut. Karena beberapa alasan inilah, maka sebuah pendekatan yang lebih

praktis dan moderat adalah mengidentifikasi pola pertumbuhan dan kebijakan

yang terukur yang cenderung mempromosikan kesejahteraan yang lebih besar.

Berangkat dari persoalan yang diatas maka pola pertumbuhan yang

dilaksanakan negara di dunia, terbagi atas tiga pola alternatif. Pertama,

pertumbuhan yang tidak berkesinambungan, dimana ekonomi tumbuh dengan fase

pertumbuhan yang pesat, namun mengalami penurunan yang mengarah kepada

stagnasi atau nyaris stagnan. Kedua, pertumbuhan yang terdistorsi diambil dengan

resiko kerusakan sumber daya alam, misalnya dengan menghargai terlalu rendah,

kurangnya investasi modal manusia, misalnya kurangnya perlindungan yang

memadai terhadap tenaga kerja anak dan subsidi untuk modal fisik, seperti

(37)

untuk menghadiahi investasi tertentu dan menyediakan subsidi kredit investasi.

Ketiga, pertumbuhan berkesinambungan melalui akumulasi aset yang terdistorsi

atau seimbang, adanya dukungan publik terhadap pengembangan pendidikan

primer dan sekunder, perbaikan kesehatan publik, perlindungan modal alam. Ini

mencegah penurunan dalam pengembalian untuk aset privat (khusus modal fisik)

dan menyediakan tingkat modal manusia yang minimum dan semakin besar yang

diperlukan untuk memfasilitasi inovasi teknologi dan pertumbuhan produktivitas

faktor total (TFP). Definisi pertumbuhan itu sendiri adalah adanya kenaikan

kapasitas produksi riel suatu wilayah yang disertai kemampuannya dalam

menjaga kenaikan tersebut. Kemudian konsep ini diadopsi dalam teori dan model

pertumbuhan regional (Capello, 2007).

2.1.6 Tipologi Klassen

Alat analisis ini

dapat membantu pengambil keputusan di daerah untuk

menetapkan prioritas anggaran daerahnya, terutama yang berkaitan dengan sisi

pengeluaran. Tipologi Klassen digunakan untuk mengidentifikasi persoalan

secara cepat berdasarkan data sebelumnya yang tersedia, terutama berkaitan

dengan perencanaan kebijakan. Analisis ini pada dasarnya membagi daerah

berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan

pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik

pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu: daerah cepat-maju

dan cepat-tumbuh

(high growth and high income)

, daerah maju tapi tertekan

(high income but low growth),

daerah berkembang cepat

(high growth but

income)

, dan daerah relatif tertinggal

(low growth and low income).

Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten dan kota dalam

penelitian kali ini adalah sebagai berikut. Pertama, daerah maju dan

cepat-tumbuh adalah daerah yang memiliki tingkat percepat-tumbuhan ekonomi menurut jenis

lapangan usaha dan besarnya kontribusinya terhadap pembentukan PDRB lebih

tinggi dibanding rata-rata Provinsi Banten. Kedua, daerah maju tapi tertekan

adalah daerah yang memiliki kontribusi ekonomi menurut jenis lapangan usaha

(38)

menurut jenis lapangan usaha lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Banten.

Ketiga, daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki pertumbuhan

ekonomi menurut jenis lapangan usaha yang tinggi tetapi kontribusi jenis

lapangan usaha tersebut terhadap PDRB lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi

Banten. Keempat, daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi menurut jenis lapangan usaha dan besarnya kontribusinya

terhadap pembentukan PDRB lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Banten

lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Banten. Dikatakan tinggi apabila

indikator di suatu kabupaten dan kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Banten dan digolongkan rendah apabila indikator

di suatu kabupaten dan kota lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Sumber data yang digunakan dalam

Analisa Tipologi Klassen dalam penelitian ini adalah kontribusi jenis lapangan

usaha dalam pembentukan PDRB daerah serta laju pertumbuhannya dibandingkan

[image:38.595.98.506.95.817.2]

rata-rata Banten selama periode 1994-2009.

Gambar 2.2 Tipologi Klassen

2.2 Bukti Empiris

Berbagai persoalan berkaitan dengan kebijakan pemerintahan suatu negara

dalam memacu pertumbuhan ekonomi atau meningkatkan pendapatannya.

(39)

mempengaruhi pertumbuhan pendapatan daerah, sehingga mampu mempercepat

konvergensi pendapatan. Sejumlah penelitian menemukan hasil konvergensi

pendapatan yang bervariasi, Cashin dan Sahay (1996), Garcia dan Soelistianingsih

(1999), Rappaport (1999), Haryanto (2001) misalnya, terdapat konvergensi

pendapatan dalam penelitiannya. Kendati demikian, kedua penelitian tersebut

menunjukkan konvergensi pendapatan tidak benar-benar mempunyai pengaruh

yang signifikan, hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang kurang memadai

dan tidak didukung oleh kualitas sumber daya manusia. Padahal, kualitas sumber

daya manusia yang tinggi dan merata merupakan syarat yang harus terpenuhi

seperti asumsi model pertumbuhan neonklasik, mengenai tingkat preferensi

teknologi yang sama (kualitas pendidikan). Kecepatan konvergensi pendapatan

lebih cepat di kelompok negara maju karena alasan diatas, namun adapula

penelitian yang tidak menemukan pengaruh positif dari kebijakan anggaran (Lall

dan Yilmaz, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan di sejumlah

negara seperti yang tercantum dalam tabel 2.1, diketahui terdapat kecenderungan

IPM mengarah konvergen. Meskipun hanya sebagian yang menunjukkan bukti

signifikan misalnya penelitian oleh Konya dan Guisan (2008) dan Foulkes (2010).

Ini membuktikan bahwa wilayah atau kawasan yang menjadi objek penelitian

mempunyai tingkat preferensi yang sama, peran pemerintah yang kuat dalam

meningkatkan kualitas SDM. Sementara faktor urbanisasi dianggap penting dalam

mendorong terjadinya konvergensi IPM di daerah tertentu (Foulkes, 2010)

Tabel 2.1 Bukti Empiris tentang Konvergensi IPM

No Peneliti Tujuan

Penelitian Sumber Data Wilayah Studi Hasil Penelitian

1 Noorbakhsh (2004)

σ dan β

konvergensi IPM

Sampling IPM Negara Asia, Afrika dan Amerika Latin periode 1975-2001

Sejumlah

negara Asia, Afrika dan Amerika Latin

Bukti lemah yang menyatakan konvergensi IPM pada negara tersebut 2

Hiranmoy dan K Bhattacarjee (2009)

β Konvergen

Absolut IPM

IPM Negara Bagian India periode 1981-2001

Negara Bagian India

Konvergensi IPM tidak terbukti secara signifikan 3 Konya dan

Guisan (2008)

σ dan β

konvergensi IPM

IPM negara Uni Eropa periode 1975-2004

Negara Uni Eropa

Konvergensi IPM terbukti signifikan

4 David Foulkes (2010)

β konvergensi

kondisional IPM

Urbanisasi, Investasi Modal Langsung dan Kelembagaan periode 1970-2001

111 negara di dunia

Urbanisasi berpengaruh

signifikan β konvergen

(40)

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat di katakan kualitas SDM di

Provinsi Banten berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, karena SDM merupakan

salah satu input dalam proses produksi, yang selanjutnya akan mempengaruhi

pembangunan ekonomi. Oleh karena itu perlu perhatian yang serius terhadap

pembangunan SDM. Untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satu indikatornya

adalah IPM. Meningkatnya IPM akan berdampak pada pencapaian pembangunan.

Strategi untuk meningkatkan IPM secara efektif adalah dengan mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian IPM, sehingga bisa dijadikan faktor-faktor penting

dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian

[image:40.595.107.512.92.686.2]

adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Skema Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka terdapat dua hipotesis,

pertama

terjadi konvergensi IPM di Banten. Kedua, PDRB per kapita, kepadatan

penduduk dan share sektor jasa pada PDRB mempunyai pengaruh

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

terdiri atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sektor perekonomian yang

dominan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah kabupaten dan kota di Banten.

Data yang diambil untuk sebagai bahan analisa adalah periode tahun 1994-2009.

Sementara sumber data tersebut berasal dari BPS Jawa Barat (saat Banten masih

bagian Provinsi Jawa Barat) dan BPS Banten sendiri. Berikut adalah data awal

IPM Kabupaten dan Kota di Banten semasa masih menjadi bagian dari Jawa

Barat.

3.2 Metode Analisa

Tentunya dalam menganalisa data menggunakan model yang sudah ada

sebelumnya, yang kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan yang ingin dicapai

dari suatu penelitian. Adapun model persamaan yang akan digunakan untuk

menganalisis konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten

(tabel 3.1).

Tabel 3.1 Model Persamaan untuk Analisis Konvergensi IPM

Sebelum digunakan dalam menganalisis data maka model persamaan diatas

sebelumnya sudah dilakukan berbagai uji sehingga model tersebut layak

digunakan. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah panel data dengan

(42)

(PCSEs) dilakukan untuk menghilangkan masalah Autokorelasi dan

Heteroskedastis.

3.2.1 Deskriptif

Dalam metode ini maka hasil penelitian bisa disampaikan dalam bentuk

tabel, gambar atau grafik sehingga memudahkan untuk membacanya dan

menganalisa secara singkat. Pembagian periode penelitian menjadi dua, bertujuan

untuk melihat pengaruh pembangunan ekonomi sebelum dan sesudah Provinsi

Banten berdiri. IPM selama kurun waktu penelitian perolehan data bersumber dari

BPS Provinsi serta Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten dan Jawa Barat berupa

data sekunder.

3.2.2 Statistik

Adalah menjadi keharusan dalam sebuah penelitan, apakah hasilnya bisa

diintepretasikan dengan benar perlu melalui uji statistik. Tujuannya agar angka

yang muncul dapat menceritakan dari rumusan masalah yang diajukan, yang

secara sederhana dihitung melalui uji asumsi klasik.

3.2.3 Model Persamaan

Model yang dibangun ini akan memilih menggunakan pendekatan cross

atau panel data karena dapat di estimasi dengan baik (de la Faunte, 2000).

Pendekatan ini mulai digunakan baru beberapa tahun terakhir, sementara

sebelumnya lebih banyak menggunakan OLS dalam mengestimasi konvergensi

pendapatan (Garcia dan Soelistianingsih, 1998). Perkembangan panel data ini

berkaitan dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya. Hsiao (1995)

menyebutkan beberapa keunggulan panel data bagi penelitian bidang ekonomi

ketimbang dua pendekatan sebelumnya adalah panel data biasanya menyediakan

jumlah obeservasi yang lebih banyak sehingga meningkatkan efisiensi estimasi

ekonometrika.

Kedua

, pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menganalisa

pertanyaan ekonomi yang penting yang tidak bisa dijelaskan dengan

data cross

(43)

Juanda (2007) memaparkan keuntungan menggunakan panel data dalam

model regresi dibanding dua pendekatan sebelumnya adalah data panel akan

memberikan informasi yang lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar

variabel, derajat bebas lebih besar dan efisien.

Kedua

, panel data lebih

memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibanding studi berulang dari

cross section.

Ketiga

, membantu menganalisa perilaku yang lebih kompleks

seperti fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.

Keempat

, mampu

meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan

karena unit data lebih banyak. Gabungan dari keduanya sudah terangkum dalam

panel data, sehingga memungkinkan perumusan struktur dinamis yang

komprehentif (Lall dan Yilmaz, 2000).

Kendati memiliki sejumlah keunggulan, penggunaan pendekatan panel data

bukan tanpa kritik. Shioji (1998) mengatakan pendekatan tersebut bisa

menimbulkan bias karena memungkinkan menggunakan periode yang relatif

singkat dan jumlah yang diobservasi terlalu sedikit. Solusinya adalah periode

wakt

Gambar

Gambar 2.1 Komponen Indeks Pembangunan Manusia
Gambar 2.2 Tipologi Klassen
Gambar 2.3 Skema Kerangka Berpikir
Tabel 4.3 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti telah dibahas sebel$mnya% asli empat perspektif tidak menak$p sem$a pemangk$ kepentingan harapan. :am$n% generasi bar$ dari BS masih k$rang peng$k$ran l$as di daerah

Analisis yang dilakukan uji perbedaan dua rata-rata gain dengan menggunakan uji-t, menggunakan Compare Mean Independent Samples Test, Berdasarkan hasil analisis data dan temuan

Saat ini kerap terjadi pelanggaran privasi di media sosial berbasis ojek online, timbulnya pelanggaran privasi pada ojek online ini karena aplikasi

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak

BAB pertama buku ini membahas realita yang diperoleh dari hasil studi lapangan mengenai pelaksanaan dan kendala yang dihadapi oleh beberapa pemerintah daerah dalam penerapan

Berdasarkan jenis kelamin, petani perempuan memiliki relasi yang lebih banyak dibandingkan dengan petani laki-laki dikarenakan perempuan yang memiliki peran lebih

Total Assets Turnover (TATO) terhadap Earning Per Share (EPS) Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) (Studi di PT. Kalbe