• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secondary endospermic embryos induction of gedong gincu mango clone 289

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Secondary endospermic embryos induction of gedong gincu mango clone 289"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER

MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM. Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289. Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI dan WINARSO DRAJAD WIDODO.

Pemuliaan tanaman mangga (Mangifera indica L.) secara konvensional terkendala oleh fase juvenil tanaman yang panjang, jumlah benih yang diperoleh sedikit dan penyerbukan silang yang tinggi, sehingga seleksi progeni memerlukan waktu yang lama. Bioteknologi merupakan solusi dalam pengembangan buah mangga untuk menghasilkan klon unggul melalui teknik kultur in vitro sel endosperma. Klon mangga yang dipilih dalam penelitian ini memiliki kriteria sifat agronomi dan kualitas buah yang terbaik yaitu klon 289 dari kultivar Gedong Gincu seperti yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan tanaman mangga melalui perbanyakan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 untuk menghasilkan tanaman triploid dengan ukuran biji yang lebih kecil. Embriogenesis mangga dapat digunakan untuk perbanyakan embrio dengan tujuan produksi massal dan manipulasi genetik dari tanaman ini.

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap percobaan: 1) induksi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289, 2) keragaman morfologi dan analisis histologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dan 3) pertumbuhan dan toleransi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 terhadap antibiotik kanamisin.

Pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu klon 289 memerlukan media spesifik untuk setiap tahapan prosesnya. Tahap induksi dan proliferasi memerlukan poly vinyl pyrrolidone (PVP) 1 g/l pada media. Pemeliharaan EES hasil proliferasi pada media dengan arang aktif 2 g/l. Pertumbuhan EES menjadi plantlet memerlukan tahap maturasi dan perkecambahan. Inokulum tahap maturasi berasal dari media pemeliharaan yang ditanam pada media maturasi dengan benzyl amino purine 0.4 mg/l. Keragaman morfologi EES mangga pada tahap maturasi yaitu embrio normal dan abnormal. Embrio fase kotiledonari abnormal berbentuk embrio dengan satu kotiledon, dua embrio fase kotiledonari yang menjadi satu (fused embryos), embrio dengan kotiledon tidak membuka sempurna, dan embrio dengan kotiledon lebih dari dua. Embrio memiliki ukuran yang beragam dengan panjang rata-rata 2.58 cm pada 8 minggu setelah dikulturkan dengan jumlah pembentukan embrio normal 3.09. Warna embrio selama periode maturasi adalah embrio hijau sebesar 31%, embrio putih kehijauan 67%, dan embrio yang berwarna putih sebesar 2%.

Perkecambahan embrio terjadi pada media dengan gibberelic acid 3 (GA3) 1.5 mg/l.

Seleksi letal dosis antibiotik kanamisin untuk seleksi transforman embrio endospermik mangga Gedong Gincu dengan menggunakan antibiotik menghasilkan pertumbuhan embrio pada media dengan penambahan kanamisin 100 mg/l dengan persentase embrio hidup yang paling rendah yaitu hanya 4.44% dan sisanya sebanyak 95.56% mengalami gejala kematian dengan adanya perubahan warna embrio dari krem menjadi hitam.

(6)

SUMMARY

IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM. Secondary Endospermic Embryos Induction of Gedong Gincu Mango Clone 289. Supervised by NI MADE ARMINI WIENDI dan WINARSO DRAJAD WIDODO.

Mango (Mangifera indica L.) conventional breeding has constrain because of llong juvenile phase, small number of seeds obtained and high cross pollination. Mango is considered to be a difficult plant species to handle in breeding programe. Biotechnology is one of solution technique for the development of mango fruits to produce superior clone through in vitro cloning culture of endosperm. The mango clone used in this research had agronomy properties and best fruit quality, namely clone 289 from variety of Gedong Gincu as designated by Ministry of Agriculture Republic of Indonesia. This research was aimed to develop mango triploid plant with smaller seed size through cell propagation of secondary endospermic embryos of Gedong Gincu mango clone 289 to produce seedlings.

The experiment composed of three steps: 1) induction of secondary endospermic embryos of Gedong Gincu mango clone 289, 2) morphological variance and histological analysis of secondary endospermic embryos of Gedong Gincu mango clone 289 and 3) kanamycin antibiotic selection of endospermic embryos of Gedong Gincu mango clone 289.

Optimal proliferation media for formation of secondary endospermic embryos, that was media with addition of poly vinyl pyrrolidone (PVP) 1 g/l. Maturation occured on media with addition of benzyl amino purine 0.4 mg/l with inoculum from proliferation media with addition of activated charcoal 2 g/l gave the best embryos formation of cotyledonary phase. Embryo germination occured on medium with addition of 1.5 mg/l gibberelic acid 3. Secondary endospermic embryos which was cultured on solid media composing of various sizes and colors of embryos during a period of culture. The size of the embryo reach 2.58 with normal embryos development 3.09 during a culture time. Color composition change over the period of culture, the embryo percentages were 31% green, greenish white embryo 67%, and white 2%.

Medium with 100 mg/l of kanamycin only 4.44 % inoculum can grew and the rest of embryos become browning. Kanamycin concentration at 100 mg/l will be used for further selection of secondary endospermic embryos Gedong Gincu mango transformant.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER

MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289

Nama : Irni Furnawanthi Hindaningrum NIM : A253100231

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS Ketua

Ir Winarso Drajad Widodo, MS, Ph.D Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Tri Koesoemaningtyas, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan November 2011 – Mei 2013 adalah Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289.

Terima kasih penulis haturkan kepada Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS. atas sarana penelitian dan bimbingannya, Ir Winarso Drajad Widodo, MS, Ph.D. atas motivasi dan bimbingannya. Dr Ir Agus Purwito, MscAgr. sebagai penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MSc. sebagai perwakilan Program Studi pada saat sidang. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT atas ijin dan beasiswa yang diberikan. Kepala Pusdiklat BPPT, pak Bony dan mbak Maya atas

dukungan kepada karyasiswa. Dr Teuku Tajuddin, Syofi MAgrSc., Prof Dr Sobir, Prof Wahyu Qomara dan Dr Koesnandar atas rekomendasi yang

diberikan untuk melanjutkan sekolah. Dr Yenni Bakhtiar MAgSc., Prof Nadirman, Drs Minaldi, Ahmad Riyadi, MSi., Dr Wahyu, Juwartina Ida

Royani, MSi., Hayat dan rekan-rekan P3T BPB terima kasih atas doa dan dukungannya. Kepada Dr Ir Tri Koesoemaningtyas, MSc., pak Joko, pak Yudi, teh Juju, bu Nur, bu Mimin, mbak Neng, pak Tri Joko, pak Wasil, pak Udin, Indah, Fia, Eka, Dwi, Asep, mbak M, Firman dan mbak Yusra penulis sangat menghargai bantuannya selama pelaksanaan penelitian. Seluruh dosen dan staf Departemen AGH-IPB. Teman seperjuangan mbak Linda, Karyanti, Nurlaila, Martha, Diah dan rekan-rekan di program studi PBT terimakasih atas kerjasama dan dukungannya. Ungkapan terima kasih kepada Bapak dan Mamah, Bapak dan Ibu, kang Edi Wahjono, anak-anakku Virdi, Virda, Valeria dan Vera dan seluruh keluarga atas doa, kesabaran, dukungan dan kasih sayangnya selama menjalani masa perkuliahan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

DAFTAR SINGKATAN xvii

GLOSARIUM xix

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

2. INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

Abstract 6

Pendahuluan 6

Bahan dan Metode 7

Hasil dan Pembahasan 10

Simpulan 23

3. KERAGAMAN MORFOLOGI DAN ANALISIS HISTOLOGI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

Abstract 24

Pendahuluan 24

Bahan dan Metode 25

Hasil dan Pembahasan 27

Simpulan 33

4. PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER MANGGA GEDONG GINCU KLON 289 TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN

Abstract 34

Pendahuluan 34

Bahan dan Metode 36

Hasil dan Pembahasan 37

(15)

DAFTAR ISI (lanjutan)

5. PEMBAHASAN UMUM 40

6. SIMPULAN 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 48

(16)

DAFTAR TABEL

2.1 Kombinasi perlakuan maturasi embrio endospermik sekunder

mangga Gedong Gincu 10

2.2 Perkembangan embrio endospermik primer mangga Gedong

Gincu klon 289 pada media induksi embrio 12

2.3 Perkembangan akar embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu klon 289 pada media induksi embrio

13 2.4 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong

Gincu klon 289 pada media proliferasi dengan absorban senyawa fenolik umur 4 MSK

14 2.5 Pertambahan bobot dan frekuensi proliferasi embrio endospermik

primer mangga Gedong Gincu klon 289 umur 4 MSK

15 2.6 Fase pembentukan embrio endospermik sekunder mangga

Gedong Gincu klon 289 pada media dengan penambahan senyawa absorban fenolik

15 2.7 Hasil analisis embrio fase kotiledonari total embrio endospermik

sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

16 2.8 Hasil analisis embrio fase kotiledonari normal embrio

endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

16 2.9 Jumlah embrio fase kotiledonari total dan embrio normal pada

tahap maturasi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

17 2.10 Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon

289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 4 MSK

18 2.11 Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon

289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 6 MSK

18 2.12 Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon

289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 8 MSK

19 2.13 Jumlah embrio fase kotiledonari normal mangga Gedong Gincu

klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 6 MSK

19 2.14 Jumlah embrio fase kotiledonari normal mangga Gedong Gincu

klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 8 MSK

20 2.15 Jumlah embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu

klon 289 fase kotiledonari yang berkecambah pada media

perlakuan GA3 21

3.1 Warna embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 pada media maturasi umur 8 MSK

(17)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

3.2 Panjang dan jumlah embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dalam satu periode kultur

29 4.1 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong

Gincu klon 289 pada media proliferasi

37 4.2 Embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

berwarna krem pada media dengan penambahan kanamisin

38 4.2 Embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

berwarna hitam pada media dengan penambahan kanamisin

39

DAFTAR GAMBAR

1.1 Karakteristik buah dan biji mangga Gedong Gincu: (a) Buah mangga Gedong Gincu, (b) biji buah mangga, (c) biji mangga

Gedong Gincu yang poliembrioni 1

1.2 Organ reproduksi mangga Gedong Gincu 2

1.3 Skema alur penelitian embryogenesis endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

5

2.1 Inokulum mangga Gedong Gincu: 8

2.2 Eksplan mangga Gedong Gincu 8

2.3 Fase perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

11

2.4 Induksi embrio sekunder dari embrio endospermik primer mangga

Gedong Gincu klon 289 pada 8 MSK 11

2.5 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 pada media perlakuan jenis absorban senyawa fenolik umur 4 MSK

13 2.6 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong

Gincu Klon 289 pada tahap maturasi

20

2.7 Perkecambahan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu

21 2.8 Protokol embriogenesis sel endosperma mangga Gedong Gincu

klon 289 22

3.1 Inokulum yang digunakan pada tahap seleksi letal dosis antibiotik kanamisin

25 3.2 Keragaman morfologi embrio endospermik sekunder mangga

Gedong Gincu Klon 289 fase kotiledonari 28

3.3 Keragaman morfologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 fase kotiledonari dengan pola pertumbuhan normal

29

3.4 Morfologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu Klon 289 fase kotiledonari

(18)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

3.5 Perkembangan inokulum embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu klon 289 pada media proliferasi

30

3.6 Perkembangan kalus embriogenik embrio endospermik sekunder manga Gedong Gincu pada media proliferasi 31 3.7 Histologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu

Klon 289 31

3.8 Histologi embrio endospermik sekunder fase globular mangga

Gedong Gincu Klon 289 32

3.9 Perkembangan lintasan pembentukan embrio secara uniseluler dan multiselluler dari embriogenesis tidak langsung Coffea

arabica 32

3.10 Histologi perkembangan inokulum embrio endospermik sekunder

(EES) mangga Gedong Gincu klon 289 33

4.1 Inokulum embrio endospermik sekunder (EES) fase proembrio 36 4.2 Perkembangan warna embrio endospermik sekunder mangga

Gedong Gincu klon 289 pada media dengan penambahan

antibiotik kanamicin setelah 4 MSK 38

4.3 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 pada media dengan penambahan kanamisin 39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media M3 per liter 48

2 Komposisi media proliferasi per liter 49

(19)

DAFTAR SINGKATAN

AA : Arang Aktif

BAP : 6-Benzyl amino purine

EEP : Embrio Endospermik Primer

EES : Embrio Endospermik Sekunder

EG : Embrio Fase Globular

EH : Embrio Fase Hati (heart)

EK : Embrio Fase Kotiledonari

ES : Embrio Somatik

ET : Embrio Fase Torpedo

GA3 : Gibberelic Acid

MP : Media Proliferasi

MS : Murashige dan Skoog

MSK : Minggu Setelah Dikulturkan

NAA : Naphtalene Acetic Acid

npt II : Neomycin phospho transferase II

PE : Proembryo

PVP : Poly Vinyl Pirolidone

(20)

GLOSARIUM

Clumps : Kumpulan sel atau proembrio pada tahap embriogenesis

Eksplan : Bagian tanaman berupa sel, jaringan atau organ yang paling cocok untuk perlakuan kultur jaringan

Embrio endospermik : Embrio yang berkembang dari sel endosperma Embrio fase globular : Fase embrio berbentuk spherical pada proses

embriogenesis

Embrio fase hati : Fase embrio berbentuk hati (heart) pada proses embriogenesis

Embrio fase kotiledonari

: Struktur embrio seperti kotiledon pada proses embriogenesis

Embrio fase

kotiledonari normal

: Embrio dengan dua kotiledon dan memiliki struktur bipolar yaitu adanya calon tunas dan akar

Embrio fase torpedo : Fase embrio berbentuk torpedo pada proses embriogenesis

Embrio somatik : Embrio yang berkembang dari sel somatik atau bukan berasal dari hasil fertilisasi

Embrio zigotik : Embrio hasil fertilisasi antara gamet jantan dengan gamet betina

Embriogenesis : Proses pembentukan embrio dari sel

Endosperma : Jaringan yang terdapat pada biji, hasil penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan, berbeda dengan embrio zigotik dalam jumlah kromosomnya dan berfungsi sebagai penyedia metabolit bagi pertumbuhan embrio, yang terbentuk di dalam kantong embrio pada tumbuhan berbiji

Haustorium : Struktur pada embrio yang berfungsi melakukan penetrasi untuk mengambil makanan pada jaringan endosperma

(21)

GLOSARIUM (Lanjutan)

Kalus embriogenik : Kumpulan sel hasil induksi dari sel, jaringan atau organ pada kultur jaringan yang mempunyai kemampuan untuk membentuk embrio

Kecambah abnormal : Bentuk-bentuk penyimpangan embrio seperti kecambah dengan tunas majemuk, kecambah dengan tunas dan akar dari embrio yang berbeda Kotiledon : Keping biji yang strukturnya sangat sederhana

jika dibandingkan dengan daun yang terbentuk kemudian, biasanya kekurangan klorofil, memegang peranan penting dalam perkembangan biji menjadi kecambah

Plantlet : Tanaman lengkap yang dipelihara dalam botol hasil perbanyakan secara kultur jaringan

Plumula : Perkembangan embrio pada saat perkecambahan dengan arah tegak lurus keatas (phototropism) yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun Radikula : Perkembangan embrio pada saat perkecambahan

dengan arah tegak lurus ke bawah (geotropism) yang selanjutnya akan menjadi akar

(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu tanaman budidaya tertua di dunia (Wahdan et al. 2011), yang mendapat julukan King of Fruits (Mukherjee & Litz 2009). Tanaman ini berasal dari daerah Semenanjung Malaysia, kepulauan Indonesia, Thailand, Indo Cina dan Filipina (Mukherjee & Litz 2009; Bompard & Schnell 2009) dan dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika (Rajwana et al. 2011). Indonesia salah satu produsen buah mangga dunia dengan kultivar unggulannya adalah kultivar Gedong Gincu, yang dapat diterima dengan baik di pasar internasional, walaupun harganya relatif lebih mahal dibandingkan kultivar mangga lainnya (Setyajit et al. 2005).

Mangga Gedong Gincu merupakan komoditas unggulan daerah yang memiliki nilai kompetitif dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian RI pada tahun 1995 dengan Surat Keputusan (SK) No. 28/Kpts/TP.240/1/95. Mangga Gedong Gincu adalah kultivar asli Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang dan Kuningan (Anugerah 2009). Intensitas perkembangan pertanaman mangga Gedong Gincu diarahkan tidak hanya sebagai maskot Majalengka tetapi menjadi salah satu komoditas andalan ekspor (Saptana et al. 2005).

Mangga Gedong Gincu memiliki keunikan aroma dan warna yang menarik sehingga disukai oleh konsumen. Pada kulit buahnya terdapat warna kuning kemerahan seperti warna gincu (Gambar 1.1a). Keunggulan lainnya adalah kandungan β-karoten mangga Gedong lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar

lainnya, dalam 100 gram daging buah mangga Gedong segar terkandung β-karoten sebesar 215 μg, kadar ini 2.5 kali kadar β-karoten mangga Golek

(90.5 μg), 16 kali mangga Cengkir (13.5 μg), dan 17 kali mangga Arumanis (12.5 μg) (Fitmawati et al. 2009).

Gambar 1.1 Karakteristik buah dan biji mangga Gedong Gincu: (a) buah mangga Gedong Gincu, (b) biji buah mangga, (c) biji mangga Gedong Gincu yang poliembrioni

Pengembangan mangga Gedong Gincu sebagai komoditas unggulan terkendala oleh (1) besarnya ukuran biji yang dapat mencapai seperempat ukuran buahnya (Gambar 1.1b), sehingga mengurangi ketebalan daging buah, (2) adanya serangan penyakit antraknosa (busuk buah) yang disebabkan oleh cendawan

b

(23)

2

Colletotrichum gloeosporioides Penz. sehingga buah menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan merupakan kendala dalam kegiatan pengiriman buah keluar sentra produksi.

Pengembangan tanaman mangga di Indonesia bertujuan untuk memperoleh klon unggul yang memiliki daya saing tinggi. Kegiatan perakitan klon unggulan dilakukan untuk perbaikan kualitas pada buah, menghasilkan buah dengan kulit berwarna merah. Perakitan tanaman triploid untuk menghasilkan tanaman mangga dengan biji yang berukuran kecil (seedless) atau tanpa biji dan lebih tahan terhadap penyakit.

Pemuliaan mangga bertujuan membentuk kultivar dengan kriteria dapat berbuah setiap tahun, memiliki ukuran pohon yang tidak terlalu tinggi, dengan besar buah ukuran sedang (250–300 g), tahan terhadap berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri, memiliki aroma yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang lama (Krishna & Singh 2007).

Pembentukan tanaman mangga dengan kriteria tersebut akan sulit dilakukan melalui cara pemuliaan konvensional, karena mangga merupakan tanaman buah berkayu yang memiliki fase juvenil yang panjang, self incompatibility, sedikitnya jumlah benih yang diperoleh, penyerbukan silang yang tinggi, poliembrioni, poliploidi dan heterozigositas, sifat panikula dan bunga yang kompleks, tingkat kesuksesan penyerbukan buatan yang rendah, penurunan kualitas buah yang berlebihan dan kurangnya ketersediaan gen-gen ketahanan terhadap sebagian besar patogen dan serangga dari plasma nutfah M. indica L. yang ada (Krishna & Singh 2007; Iyer & Degani 2009).

Keberhasilan persilangan mangga secara konvensional masih sedikit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ihsan dan Sukarmin 2008 dari 700 bunga (Gambar 1.2a) yang disilangkan hanya menghasilkan 56 buah mangga (7.9%), hal ini disebabkan oleh banyaknya buah hasil silangan yang tidak dapat dipanen karena calon buah gugur dua minggu setelah penyerbukan (Gambar 1.2b). Menurut Krishna dan Singh 2007, program pemuliaan yang paling efektif untuk mengembangkan kultivar mangga dengan kriteria tersebut adalah pemuliaan non konvensional dengan penerapan bioteknologi.

Gambar 1.2 Organ reproduksi mangga Gedong Gincu: (a) bunga; (b) buah hasil penyerbukan alami

Perakitan kultivar mangga secara bioteknologi untuk memperoleh tanaman dengan biji yang lebih kecil dapat dilakukan dengan memanfaatkan metode embriogenesis dari eksplan sel endosperma, karena embrio yang berasal dari endosperma bersifat triploid dan berbeda dengan embrio zigotik dalam jumlah

(24)

3 kromosomnya (Sukamto 2010). Penelitian terhadap induksi embriogenesis dari endosperma masih terbatas, keberhasilan pembentukan embrio endospermik dari tanaman mangga memungkinkan untuk melakukan perbanyakan klonal tanaman triploid dan perbaikan kualitas tanaman seperti peningkatan ketahanan terhadap patogen dengan rekayasa genetika.

Proses embriogenesis dapat berasal dari eksplan berupa embrio zigotik, polen, sel somatik dan endosperma. Embriogenesis endosperma memiliki keunggulan dapat menghasilkan tanaman triploid, karena endosperma adalah jaringan triploid, terdapat pada biji yang merupakan hasil penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan (Sukamto 2010). Ekspresi gen dan akumulasi protein yang disimpan embrio zigotik sama dengan embrio somatik. karena alasan tersebut embriogenesis juga berguna sebagai model sistem untuk mengetahui mekanisme embriogenesis tanaman (Umehara & Kamada 2005).

Embriogenesis tanaman mangga telah berhasil dilakukan dengan asal eksplan berbeda (Gambar 1.3) yaitu berasal dari embrio zigotik (Xiao et al. 2004), nuselus (Ermayanti dan Deritha 2009) atau endosperma (Hanayanti 2011), sehingga memungkinkan untuk dilakukan perbaikan tanaman untuk meningkatkan ketahanan terhadap patogen dengan rekayasa genetika, karena faktor regenerasi

tanaman yang ditransformasi merupakan faktor sangat penting. Menurut Pardal et al. (2004), embriogenesis merupakan jalur regenerasi tanaman yang

banyak digunakan dalam rekayasa genetika karena tanaman dapat berasal dari satu sel.

Rekayasa genetika dengan insersi gen spesifik ke dalam genom tanaman (transformasi) memerlukan tahapan untuk menyeleksi putatif transforman yang dihasilkan. Metoda seleksi yang tepat sangat diperlukan untuk menyeleksi sel-sel transforman. Salah satu seleksi yang dapat digunakan adalah seleksi dengan senyawa antibiotik seperti kanamisin, higromisin dan ripamficin. Seleksi putatif transforman dengan cara menumbuhkan eksplan hasil transformasi pada medium seleksi yang mengandung antibiotik. Pemilihan jenis antibiotik yang digunakan dalam media seleksi disesuaikan dengan gen seleksi yang ada dalam vektor. Kegiatan seleksi ini merupakan tahap sangat penting dalam sistem transformasi untuk membedakan tanaman transgenik dan non transgenik.

Marka penyeleksi (selectable marker) sangat penting dalam kegiatan transformasi tanaman, gen ini berguna untuk menyeleksi dan atau membedakan sel, jaringan, organ atau tanaman transforman. Berbagai gen penyeleksi telah dikenal sejak ditemukannya teknik transfer gen atau rekayasa genetika. Metode yang paling umum digunakan hingga saat ini adalah seleksi dengan gen yang tahan terhadap antibiotik. Untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang tepat dalam menyeleksi tanaman mangga transgenik, dilakukan uji letal dosis antibiotik terhadap pertumbuhan embrio endospermik mangga Gedong Gincu.

(25)

4

Perumusan Masalah

Perakitan klon mangga unggul terkendala oleh fase juvenil yang panjang, benih yang dihasilkan sedikit, buah dengan biji yang besar dan adanya serangan patogen pada tanaman dan buah setelah dipanen. Produksi bibit unggul tanaman mangga tanpa biji atau berbiji kecil (seedless) dilakukan melalui pemuliaan secara bioteknologi dengan teknik embriogenesis sel-sel endosperma. Pembentukan embrio endospermik klonal secara massal dengan frekuensi embrio berkembang membentuk plantlet yang tinggi dan keragaman morfologi yang rendah sangat diperlukan. Embrio yang dihasilkan dapat digunakan untuk kegiatan perbaikan mutu tanaman mangga guna peningkatan kualitas bibit dengan teknik rekayasa genetika. Teknik ini memerlukan metode untuk menyeleksi putatif transforman yang dihasilkan. Seleksi ketahanan embrio terhadap agen seleksi seperti antibiotik perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan proses rekayasa tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk perakitan tanaman mangga melalui perbanyakan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 untuk menghasilkan tanaman triploid. Adapun tujuan secara khusus adalah untuk: 1) Menginduksi embrio endospemik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289, 2) mengevaluasi keragaman morfologi dan analisis histologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dan 3) menyeleksi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dengan antibiotik kanamisin.

Hipotesis

1. Terdapat media yang tepat untuk induksi, proliferasi, maturasi dan perkecambahan embrio endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu klon 289

2. Terdapat konsentrasi kanamisin yang optimal sebagai seleksi lethal terhadap embrio transforman mangga Gedong Gincu klon 289

Manfaat Penelitian

(26)

5 memperoleh letal dosis antibitiotik kanamisin untuk menyeleksi embrio endopsermik sekunder mangga Gedong Gincu transforman dan non transforman.

Ruang Lingkup Penelitian

Embriogenesis sel endosperma mangga Gedong Gincu klon 289 dilakukan dengan alur untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Skema alur penelitian embriogenesis endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

1. Kultur embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu

2. Data keragaman morfologi dan analisis histologi embrio endospermik mangga Gedong Gincu

3. Konsentrasi antibiotik untuk seleksi transforman embrio endospermik mangga Gedong Gincu

4. Protokol embriogenesis mangga Gedong Gincu Induksi embrio sekunder mangga Gedong Gincu

klon 289

(27)

6

2

INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER

MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

Abstract

The improvement of Mangifera indica L. by conventional breeding approaches has been confounded by the long generation cycle, low fruit set, high fruit drop, single seed per fruit and high degree of cross pollination. Biotechnology can complement conventional breeding and expedite the mango improvement programs. One of the technique we can used in mango crop improvement by biotechnological methods is in vitro culture of endosperm, this technique is an alternative method to produce triploid plants directly. This study aims to obtain protocol mango endospermic embryos. From the experimental results obtained plantlet regeneration protocol was developed for M.indica L. Gedong Gincu through secondary endospermic embryogenesis. Primary endospermic embryos (Mature cotyledons and proembryo) were cultured in induction medium to produce secondary endospermic embryos. The best proliferation medium for multiplication of secondary endospermic embryos was the addition of 1 g/l poly vinyl pyrrolidone, addition of 0.4 mg/l benzyl amino purine on medium gived the best result for maturation of inoculum derived from the proliferation medium supplemented 2 g/l of activated charcoal. Best germination media was with the addition of 1.5 mg/l gibberelic acid. The system of secondary endospermic embriogenesis in mango described here represents a permanent source of embryogenic material than may be used for mass propagation and genetic manipulation of this crop.

Keywords: endosperm cells, endospermic embryos, phenolic absorbant, triploid plant,

Pendahuluan

(28)

7 Salah satu tahapan penting dalam rekayasa genetika tanaman adalah ditemukannya metode regenerasi secara in vitro dari sel-sel yang tertransformasi menjadi tanaman. Regenerasi tanaman mangga dengan kultur in vitro dapat dilakukan melalui proses organogenesis dan proses embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik memiliki potensi yang sangat besar untuk perbanyakan klonal tanaman secara massal, transformasi gen dan produksi benih sintetik.

Induksi embriogenesis pada mangga dapat dilakukan dari ekpslan yang berbeda yaitu embrio zigotik (Xiao et al. 2004), nuselus (Ermayanti & Deritha 2009) atau endosperma (Hanayanti 2011). Keunggulan kultur endosperma dapat menghasilkan tanaman triploid yang memiliki buah tidak berbiji atau berbiji tapi steril. Endosperma adalah jaringan triploid yang terdapat pada biji, hasil dari penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan, yang berbeda dengan embrio dalam jumlah kromosomnya (Sukamto 2010). Pengembangan tanaman mangga melalui kultur endosperm diharapkan dapat menghasilkan tanaman triploid (2n=3x) yang memiliki buah dengan ukuran biji yang lebih kecil atau tidak berbiji. Keberhasilan kultur endosperma dipengaruhi oleh umur endosperma, formulasi media, perkecambahan dan umur kultur (Sukamto 2010).

Embriogenesis sel pada tanaman mangga secara berkelanjutan melalui induksi embrio endospermik sekunder (EES) dilakukan dengan teknik in vitro dari kalus embriogenik yang berasal dari embrio endospermik primer (EEP). Induksi dan proliferasi EES dari EEP dengan frekuensi yang tinggi dan dapat beregeneresi ke fase selanjutnya perlu dilakukan. Keberhasilan pengembangan teknik in vitro untuk menginduksi pembentukan EES akan mendukung usaha perbanyakan klonal tanaman yang dihasilkan (Kim et al. 2012).

Keberhasilan regenerasi embrio mangga menjadi plantlet masih terkendala oleh adanya pengeluaran senyawa fenolik yang berlebihan, nekrosis pada inokulum, kurangnya embrio yang bipolar dan germinasi yang terlalu cepat. Frekuensi keberhasilan masih relatif rendah untuk mendukung penggunaan teknik in vitro dengan tujuan produksi bibit secara komersial dan mendapatkan varian somaklonal dengan sifat unggul tertentu. Evaluasi teknik in vitro yang dapat meregenerasikan plantlet dengan frekuensi keberhasilan yang lebih tinggi perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan mempelajari tahapan perkembangan embrio endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu klon 289, daya proliferasi EES, maturasi EES dan frekuensi perkecambahan dalam pembentukan plantlet dari embrio endospermik sekunder. Dari penelitian ini diharapkan memperoleh protokol embriogenesis mangga Gedong Gincu klon 289.

Bahan dan Metode Bahan Penelitian

(29)

8

Gambar 2.1. Inokulum embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu: (a) Proembrio; (b) embrio fase kotiledonari; (c) kromosom mangga Gedong Gincu. Sumber foto a dan c Hanayanti (2011)

Inokulum yang digunakan hasil induksi kalus embriogenik dari buah mangga Gedong Gincu klon 289 (Gambar 2.2) sebagai sumber eksplan yang

diambil dari kebun plasma nutfah Cukurgondang Pasuruan, Jawa Timur umur 3 minggu setelah anthesis (Hanayanti 2011).

Gambar 2.2. Eksplan mangga Gedong Gincu: (a) Buah mangga dengan berbagai ukuran umur 3 minggu setelah anthesis; (b) potongan melintang buah mangga; (c) biji buah mangga; (d) bagian dalam biji buah mangga; B= biji; Z= embrio zigotik

Bahan kimia yang digunakan yaitu unsur hara makro media dasar B5; unsur hara mikro, vitamin dan Myo-inositol media dasar Murashige dan Skoog, benzyl amino purine (BAP), naphtalene acetic acid (NAA), gibberelic acid 3 (GA3), poly vinyl pyrrolidone (PVP), arang aktif (AA), asam amino glutamin, air kelapa, sukrosa, agar, alkohol 96% dan 70% (v/v).

Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi: peralatan gelas, peralatan diseksi, bunsen, hand sprayer, laminar air flow cabinet, autoclave, oven pengering, timbangan analitik, pH meter, kamera, rak kultur dan lampu.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan November 2011 sampai dengan Desember 2013.

B Z

a b c d

(30)

9

Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289 Inokulum yang digunakan untuk induksi pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) adalah dua tipe embrio endospermik primer (EEP) pada fase proembryo dan fase kotiledonari yang dikulturkan dalam media dasar (M3) dengan komposisi hara makro B5, hara mikro dan vitamin MS, myo inositol, sukrosa 30 g/l, agar 5 g/l, PVP 1 g/l, NAA 1 mg/l, GA3 0.5 mg/l dan BAP 0.2 mg/l. Percobaan dilakukan dengan lima ulangan, setiap ulangan terdiri dari 6

inokulum, setiap botol berisi tiga inokulum EEP sehingga terdapat 60 satuan pengamatan. Kultur EEP diinkubasi di ruang thermostatik gelap dengan

suhu 21-22 oC selama 4 minggu hingga terbentuk EES. Peubah yang diamati meliputi perkembangan inokulum EEP, persentase EEP yang membentuk EES, Fase EES yang terbentuk, jumlah EES dan akar yang terbentuk pada 4 minggu setelah dikulturkan (MSK).

Pengaruh Jenis Absorban Fenolik terhadap Daya Proliferasi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289

Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap satu faktor yaitu penambahan senyawa absorban fenolik Poly Vinyl Pyrrolidone (PVP) dan arang aktif (AA) pada media M3 (komposisi pada lampiran 1). Perlakuan yang digunakan terdiri dari tujuh jenis media perlakuan dengan komposisi media dasar M3 tanpa penambahan senyawa fenolik (MP1), tiga taraf penambahan PVP yaitu 0.5 g/l (MP2), 1 g/l (MP3) dan 2 g/l (MP4), tiga taraf penambahan AA yaitu 0.5 g/l (MP5), 1 g/l (MP6) dan 2 g/l (MP7). Kultur diinkubasi di ruang thermostatik gelap pada suhu 22±3 0C selama 4 MSK. Inokulum yang digunakan berupa proembryo yang dihasilkan pada tahap induksi embrio endospermik sekunder. Percobaan dilakukan dengan lima ulangan, setiap ulangan terdiri dari 15 clumps berukuran 4-5 mg/clumps, setiap botol ditanam 5 clumps embrio sehingga terdapat 525 satuan pengamatan. Peubah yang diamati meliputi persentase pembentukan EES, warna dan struktur kalus, bobot kalus, frekuensi proliferasi dan jumlah embrio yang terbentuk pada berbagai fase.

(31)

10

Tabel 2.1. Kombinasi perlakuan maturasi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu

Keterangan : MP=Media Proliferasi; MT=Media Maturasi; BAP= 6-Benzyl Amino Purine

Perkecambahan Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289

Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap satu faktor yaitu jenis media perkecambahan dengan penambahan Gibberelic Acid 3 (GA3). Komposisi media dasar adalah hara makro B5, hara mikro dan vitamin MS, Myo inositol, sukrosa 30 g/l, agar 5 g/l, AA 1 g/l, air kelapa 20% (v/v), glutamin 400 mg/l dan GA3 yang ditambahkan yaitu 0; 0.5; 1; 1.5 dan 2 mg/l. Inokulum yang digunakan pada tahap ini adalah embrio fase kotiledonari yang dihasilkan dari percobaan maturasi. Percobaan yang dilakukan terdiri dari 5 jenis media perkecambahan dengan lima ulangan, setiap botol ditanam tiga embrio fase kotiledonari sehingga terdapat 75 satuan pengamatan. Inkubasi kultur pada ruang thermostatik terang dengan penyinaran 16 jam perhari pada suhu 28±3 0C selama 8 MSK. Pengamatan dilakukan pada setiap 2 minggu sampai 8 MSK terhadap pola pertumbuhan embrio fase kotiledonari, jumlah embrio fase kotiledonari yang tumbuh, jumlah embrio fase kotiledonari yang berkecambah dan persentase perkecambahan. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan Program SAS versi 6.12 sesuai dengan rancangannya. Jika ada pengaruh nyata dari perlakuan analisis diteruskan untuk mencari perbedaan diantara perlakuan dengan uji DMRT 1% dan 5%.

Hasil dan Pembahasan

Pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan laju perbanyakan embriogenesis endosperma mangga. Embrio yang dihasilkan dapat digunakan untuk kegiatan perbanyakan bibit secara klonal dan untuk keperluan transformasi genetik. Perbanyakan tanaman melalui embriogenesis menurut George dan Sherington (1993) secara umum melalui empat fase yaitu (1) induksi embrio, (2) proliferasi embrio, (3) pematangan embrio dan (4) perkecambahan embrio.

(32)

11 Menurut Arnold et al. (2002) pola perkembangan lebih lanjut pada embriogenesis mengacu pada pola perkembangan embrio zigotik untuk spesies dikotil yaitu tahap globular, hati, torpedo dan kotiledon.

Gambar 2.3 Fase perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289: (a) proembryo; (b) embrio fase globular; (c) embrio fase hati; (d) embrio fase torpedo; (e) embrio fase kotiledonari

Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289 Pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) dari inokulum EEP berupa Proembryo (PE) dan embrio fase kotiledonari (EK) terjadi pada 4 MSK dalam media induksi dengan pola pertumbuhan EES yang berbeda. Inokulum EEP berupa embrio fase kotiledonari yang dikulturkan dalam media induksi (Gambar 2.4a) berkembang membentuk EES berwarna kuning kehijauan langsung dari inokulum, tanpa pembentukan kalus embriogenik. Embrio endospermik sekunder tumbuh dari pinggir kotiledonari dan bagian kotiledonari yang terpotong (Gambar 2.4b). Inokulum EEP lainnya hanya tumbuh radikula tanpa pembentukan EES (Gambar 2.4c).

Gambar 2.4 Induksi embrio endospermik sekunder (EES) dari embrio endospermik primer (EEP) mangga Gedong Gincu klon 289 pada 8 MSK: (a) inokulum EEP fase kotiledonari; (b) pembentukan EES langsung pada hipokotil; (c) inokulum EEP yang berakar; (d) inokulum EEP fase Proembrio, (e) pembentukan EES dibagian atas EEP, (f) EES struktur kompak, (g) embrio fase torpedo pada EES, (h) EEP yang tidak beregenerasi

a b c d

e f g h

(33)

12

Embrio endospermik sekunder dari inokulum proembrio (Gambar 2.4d) tumbuh sel embriogenik diatas EEP (Gambar 2.4e) dengan struktur kompak, keras dan memiliki warna putih kekuningan (Gambar 2.4f), ada yang membentuk EES fase torpedo (Gambar 2.4g) dan ada EEP yang tidak berkembang membentuk putih krem (Hanayanti 2011). Pada penelitian ini struktur kalus EES yang remah adalah kalus yang tidak embriogenik dan tidak beregenerasi ke tahap embrio selanjutnya. Induksi kalus embriogenik yang tinggi dapat dicapai dengan melakukan sub kultur yang kontinu pada media baru setiap 2 minggu (Kumar & Kumari 2010).

Tabel 2.2 Perkembangan embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu klon 289 pada media induksi embrio

Inokulum

Fase EES yang terbentuk per EEP

PE EG EH ET EK

PE 30 29 9.07 ± 0.7 0 0 0.33 ± 0.35 0

EK 30 11 0 0 0 0.97 ± 0.7 2.4 ± 0.82

Keterangan: EEP=Embrio Endospermik Primer; EES=Embrio Endospermik Sekunder; PE=Proembryo, EG=Embrio Fase Globular;

ET=Embrio Fase Torpedo; EH=Embrio Fase Hati dan EK= Embrio Fase Kotiledonari

(34)

13 Tabel 2.3 Perkembangan akar embrio endospermik primer mangga Gedong

Gincu klon 289 pada media induksi embrio

Inokulum EEP

Σ

EEP

Σ EEP yang

membentuk EES

Akar yang terbentuk

Akar Jumlah rata-Rata Panjang rata-rata

PE 30 29 Tidak 0 0

EK 30 11 Ya 0.50 ± 0.32 0.97 ± 0.50

Keterangan: EEP= Embrio Endospermik Primer; EES=Embrio Endospermik Sekunder; PE=Proembryo, EG=Embrio Fase Globular; ET=Embrio Fase Torpedo; EH=Embrio Fase Hati dan EK=Embrio Fase Kotiledonari

Pengaruh Jenis Absorban Fenolik terhadap Daya Proliferasi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289

Penambahan absorban pada media proliferasi EES bertujuan untuk menyerap senyawa fenolik yang dihasilkan oleh inokulum yang ditanam, yang dapat menghambat proliferasi embrio. Absorban PVP dan AA memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon embrio mangga Gedong Gincu pada persentase pembentukan EES. Respon terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan absorban fenolik, dimana pada 4 MSK warna kalus berubah menjadi hitam dengan struktur remah. Toksisitas senyawa fenolik kemungkinan disebabkan oleh ikatan reversibel antara hidrogen dan protein, oksidasi fenolik yang berubah menjadi quinon dan senyawa lain (polimernya) menyebabkan pencoklatan medium dan kematian eksplan (Hutami 2008).

Gambar 2.5 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 pada media perlakuan jenis absorban senyawa fenolik umur 4 MSK: (a) embrio yang ditumbuhkan pada media tanpa absorban; (b) PVP 0.5g/l; (c) PVP 1g/l; (d) PVP 2 g/l; (e) AA 0.5 g/l; (f) AA 1 g/l; (g) AA 2g/l. PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=Arang Aktif

a b c d

(35)

14

Embrio endospermik sekunder (EES) dengan struktur kompak dan berwarna putih adalah embrio yang memiliki sifat embriogenik sehingga dapat beregenerasi menjadi fase embrio selanjutnya (Gambar 2.5c dan 2.5g). Proses proliferasi satu atau sekelompok kecil sel di permukaan embrio akan membentuk embrio sekunder (Pardal 2004). Penambahan PVP 1 g/l pada media proliferasi menghasilkan struktur kalus kompak terbanyak yaitu sebesar 73.33% dengan embrio yang berwarna putih. Peningkatan konsentrasi PVP meningkatkan persentase struktur EES dan warna EES tetapi tidak demikian dengan penambahan arang aktif (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 pada media proliferasi dengan absorban senyawa fenolik EEP=Embrio Endospermik Primer; EES=Embrio Endospermik Sekunder; H=Hitam, PH=Putih kehitaman, P=Putih; R=Remah, KR= Kompak Remah, K=Kompak

Warna embrio berhubungan dengan perkembangan embrio somatik, pada tanaman karet embrio warna putih yang akan beregenerasi menjadi plantlet (Vesseire etal. 1994). Berdasar hasil pengamatan Riyadi dan Tirtoboma (2004) terhadap warna embrio kopi arabika tampak bahwa tingkat perkembangan embrio somatik erat kaitannya dengan warna embrio. Embrio globular umumnya berwarna putih kekuningan, sedangkan embrio early heart berwarna kekuningan, dan embrio middle heart berwarna putih.

Tingginya eksudasi senyawa fenolik pada embriogenesis mangga terjadi selama proses perkembangan tanaman, menurut Krishna dan Singh (2007) senyawa ini mengaktifkan sistem enzim oksidasi dan menyebabkan perubahan warna pada media tanam dan menyebabkan respon pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Penambahan absorban fenolik dapat meningkatkan pembentukan EES, bobot EES dan frekuensi proliferasi (Tabel 2.5).

(36)

15 kultur. Penambahan jumlah embrio ini menunjukkan adanya pembentukan embrio somatik baru yang dinamakan embrio somatik sekunder (Riyadi et al. 2005). Tabel 2.5 Pertambahan bobot dan frekuensi proliferasi embrio endospermik

primer mangga Gedong Gincu klon 289 umur 4 MSK

Jenis media Rata-rata bobot kalus (mg) Pertambahan bobot (%)

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda DMRT pada α=5%. PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=arang aktif

Jenis absorban (PVP dan AA) menghasilkan bobot embrio yang tidak berbeda, namun penambahan AA (1 dan 2 g/l) meningkatkan jumlah embrio fase kotiledonari yang terbentuk (Tabel 2.6). Arang aktif digunakan untuk meningkatkan hasil dan kualitas pada tahap maturasi embrio, senyawa ini berperan menyerap senyawa inhibitor (Asam absisat dan senyawa fenolik) dari media.

Tabel 2.6 Fase pembentukan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 pada media dengan penambahan senyawa absorban fenolik

Jenis media (Perlakuan absorban)

Jumlah rata-rata fase embrio yang terbentuk pada 4 MSK

(37)

16

Maturasi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289 Maturasi embrio endospermik sekunder memiliki dua pola pertumbuhan maturasi embrio yaitu menjadi embrio fase kotiledonari normal dan abnormal. Embrio normal memiliki pertumbuhan terbentuknya kotiledon secara sempurna yaitu memiliki 2 buah kotiledon. Analisis varian pada parameter jumlah embrio fase kotiledonari total (embrio normal dan abnormal) menunjukkan interaksi media asal dan penambahan BAP pada 2, 6 dan 8 MSK tidak berbeda nyata sedangkan pada 4 MSK berbeda sangat nyata (Tabel 2.7).

Tabel 2.7 Hasil analisis embrio fase kotiledonari total embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

Faktor 2 MSK 4 MSK 6 MSK 8 MSK

BAP tn tn tn tn

Media asal tn ** * **

Media x BAP tn ** * *

KK(%) 3.96 15.42 19.47 14.57

Keterangan : ** = menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata menurut uji Anova (uji F) pada taraf 1%

* = menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata menurut uji Anova (uji F) pada taraf 5%

tn = menunjukkan tidak adanya pengaruh menurut uji Anova (uji F) pada taraf 1%

KK = Koefisien keragaman

Analisis varian untuk parameter jumlah embrio fase kotiledonari normal menunjukkan bahwa interaksi kedua faktor pada 2 dan 4 MSK tidak berbeda nyata, pada 6 MSK berbeda sangat nyata dan pada 8 MSK berbeda nyata (Tabel 2.8).

Tabel 2.8 Hasil analisis embrio fase kotiledonari normal dari embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

Faktor 2 MSK 4 MSK 6 MSK 8 MSK

BAP ** ** ** **

Media asal ** ** ** **

Media x BAP tn tn ** *

KK (%) 9.09 11.13 8.26 11.08

Keterangan : ** = menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata menurut uji Anova (uji F) pada taraf 1%

* = menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata menurut uji Anova (uji F) pada taraf 5%

tn = menunjukkan tidak adanya pengaruh menurut uji Anova (uji F) pada taraf 1%

(38)

17

Interaksi dan faktor tunggal pada jumlah embrio total umur 2 MSK tidak berbeda nyata, sedangkan pada jumlah embrio normal umur 2 dan 4 MSK interaksi antara media asal dengan penambahan BAP tidak nyata namun pengaruh tunggal asal media berbeda nyata pada jumlah embrio dan persentase warna embrio fase kotiledonari. Embrio endospermik sekunder (EES) dari media asal dengan penambahan arang aktif yang berupa clumps memberikan jumlah pembentukan embrio fase kotiledonari terbanyak dengan warna embrio hijau dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 2.9).

Waktu pembentukan embrio fase kotiledonari terbagi menjadi 4 kategori yaitu sangat cepat (2-4 MSK); lambat (4-6 MSK); sangat lambat (6-8 MSK) dan tidak ada perkembangan (embrio menjadi hitam). Penambahan BAP dan media asal inokulum berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penambahan BAP dan asal media MP1 (Tabel 2.9). Penambahan arang aktif pada proses maturasi embrio dapat meningkatkan perkecambahan embrio (Dragosavac et al. 2010) dan meningkatkan perkembangan embrio somatik menjadi plantlet (Kim et al. 2012). Tabel 2.9 Jumlah embrio fase kotiledonari total dan embrio normal pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda DMRT pada

(39)

18

Tabel 2.10 Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 4 MSK

Media Asal Konsentrasi BAP (mg/l) Rataan

Media

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda DMRT pada

α=5% (data yang dianalisis ditransformasi dengan Ѵ(Xi+0.5));

PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=arang aktif

Pada umur 6 MSK, media asal inokulum dan interaksi media asal dan konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah embrio fase kotiledonari total yang dihasilkan, tetapi faktor tunggal BAP tidak berpengaruh (Tabel 2.11). Jumlah embrio tertinggi pada media maturasi dengan asal inokulum dari media proliferasi dengan penambahan arang aktif 0.5 gr/l (Tabel 2.11).

Tabel 2.11 Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 6 MSK Media Asal Konsentrasi BAP (mg/l) Rataan Media

0 0.2 0.4 pada α=5% (data yang dianalisis ditransformasi dengan Ѵ(Xi+0.5)); PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=arang aktif

(40)

19

Tabel 2.12 Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 8 MSK Media Asal Konsentrasi BAP (mg/l)

Rataan pada α=5% (data yang dianalisis ditransformasi dengan Ѵ(Xi+0.5)); PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=arang aktif

Peranan sitokinin penting dalam media kultur endosperma, yaitu untuk maturasi embrio endospermik dan menghasilkan embrio fase kotiledonari normal (Tabel 2.13). Regenerasi tunas dari endosperma Actinidia deliciosa cv Hayward hanya terjadi dengan penambahan Thidiazuron 0.5 mg/l (Goralski et al. 2005). Pada penelitian mangga Gedong Gincu ini penambahan BAP 0.2 mg/l (MT20) dan 0.4 mg/l (MT21) berbeda nyata terhadap maturasi proembryo, menghasilkan embrio fase kotiledonari normal yang berwarna hijau (Tabel 2.14).

Tabel 2.13 Jumlah embrio fase kotiledonari normal mangga Gedong Gincu klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 6 MSK

Media Asal Konsentrasi BAP (mg/l) Rataan

Media

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda DMRT pada α=5% (data yang dianalisis ditransformasi dengan Ѵ(Xi+0.5)); PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=arang aktif

(41)

20

memerlukan tahap maturasi, pada tahap tersebut embrio akan mengalami berbagai perubahan morfologi dan biokimia. Menurut Hussein etal. (2006) maturasi yang tidak lengkap merupakan faktor penentu rendahnya tingkat konversi embrio menjadi tanaman

Gambar 2.6 Perkembangan embrio endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu Klon 289 pada tahap maturasi: (a dan b) Inokulum EES yang dikulturkan ke media maturasi; (c dan d) maturasi EES setelah 4 MSK

Tabel 2.14 Jumlah embrio fase kotiledonari normal mangga Gedong Gincu klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur 8 MSK

Media Asal Konsentrasi BAP (mg/l) Rataan

Media

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda DMRT pada α=5% (data yang dianalisis ditransformasi dengan Ѵ(Xi+0.5)); PVP=poly vinyl pyrrolidone; AA=arang aktif

Perkecambahan Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289

Embrio endospermik sekunder fase kotiledonari hasil tahap maturasi merupakan inokulum pada perlakuan perkecambahan. Embrio mangga Gedong Gincu fase kotiledonari yang ditanam pada media perkecambahan memiliki tiga pola pertumbuhan (Gambar 2.7) yaitu kotiledonari tidak menghasilkan tunas dan akar (TdAd), tidak membentuk tunas tetapi membentuk akar (TdAy) dan membentuk tunas dan akar (TyAy). Menurut Kumar dan Kumari 2010, pola pertumbuhan kotiledonari seperti ini terjadi juga pada tahap germinasi tanaman Kembang pulu (Carthamus tinctorius L.). Embrio yang berkecambah normal dengan pola mampu membentuk tunas dan akar yang dapat berkembang menjadi plantlet (Avivi et al. 2010). Perkecambahan embrio yang sempurna ditandai dengan pola pertumbuhan embrio dengan adanya pembentukan akar dan munculnya tunas (Gmietter & Moore 1986).

(42)

21

Gambar 2.7 Perkecambahan embrio somatik sekunder mangga Gedong Gincu:

(a) inokulum EES yang dikultur ke media perkecambahan; (b dan c) inkubasi inokulum selama 8 mst; (d) pembentukan tunas

dan akar pada embrio somatik sekunder

Embrio mangga Gedong Gincu fase kotiledonari yang mempunyai pola pertumbuhan TyAy dapat berkecambah pada 8 MSK (Gambar 2.7c dan 2.7d). Menurut Widoretno et al. (2003), ES kedelai yang telah matang ditandai dengan terbentuknya struktur embrio lengkap dengan kotiledon dan radikula, setelah dikecambahkan selama satu minggu pada media perkecambahan ES kedelai yang telah masak mengalami pemanjangan hipokotil dan mulai membentuk akar dan daun primer.

Tabel 2.15 Jumlah embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 fase kotiledonari yang berkecambah pada media perlakuan GA3 Media

Jumlah embrio yang berkecambah pasca tahap maturasi pada penelitian ini masih relatif rendah. Evaluasi yang dilakukan terhadap induksi perkecambahan, penambahan GA3 1.5 mg/l dapat mengecambahkan EES yang dikulturkan dengan presentase 20% (Tabel 2.15). Penambahan GA3 dengan konsentrasi 1.5 mg/l memberikan pengaruh yang nyata terhadap fase-fase perkecambahan embrio somatik (Husni 2010). Peningkatan konsentrasi GA3 pada penelitian ini

menurunkan hasil perkecambahan, hal ini terjadi juga pada percobaan Ake et al. (2007) yang mendapatkan penurunan efisiensi perkecambahan 40%

pada konsentrasi 46 μM GA3 bila dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Peningkatan konsentrasi GA3 tidak terlalu efisien dalam perkecambahan embrio somatik karena terjadinya pembelahan sel yang terjadi terus menerus sehingga menurunkan efisiensi perkecambahan.

Rendahnya konversi embrio dapat disebabkan oleh belum optimalnya perlakuan pra perkecambahan. Tahapan pra perkecambahan yang dapat dilakukan

b

(43)

22

adalah penambahan arang aktif untuk mengabsorpsi senyawa yang dapat menghambat perkecambahan, menanam dalam media dengan penambahan auksin dan sitokinin, kemudian dipindah ke media yang bebas hormon untuk memperoleh tanaman. Perlakuan desikasi embrio somatik juga dapat dilakukan pada perlakuan perkecambahan, dengan menanam embrio pada media dengan osmotikum tinggi yaitu dengan penambahan arang aktif 0,5% dan sukrosa 10%. Menurut Walker dan Parrot (2001) penambahan polietilen glikol 5% atau sorbitol 1,5% akan meningkatkan perkecambahan dan konversi embrio somatik.

Protokol Embriogenesis Sel Endosperma Mangga Gedong Gincu Klon 289 melalui Pembentukan Embrio Sekunder

Prosedur embriogenesis mangga Gedong Gincu klon 289 dari eksplan berupa endosperma secara keseluruhan memerlukan waktu 8-12 bulan. Namun pelaksanaannya masih terkendala oleh frekuensi produksi plantlet yang masih rendah karena terbentuknya embrio yang abnormal, maturasi yang tidak sempurna, perkecambahan yang rendah dan rasio pembentukan plantlet dari kecambah yang rendah. Protokol embriogenesis sel endosperma mangga Gedong Gincu klon 289 yang dihasilkan dari penelitian ini dan penelitian sebelumnya oleh Hanayanti (2010) tersaji pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Protokol embriogenesis sel endosperma mangga Gedong Gincu klon 289

2 minggu

4 minggu

4 minggu Eksplan

(endosperma dari buah umur 3 minggu setelah anthesis)

Induksi EEP (media M3)

Pemeliharaan EEP (M3)

Pemeliharaan EES (media MP7)

Embrio fase Kotiledonari Proembryo

(44)

23 Tahapan embriogenesis endosperma mangga Gedong Gincu terbagi menjadi dua tahap yaitu induksi embrio endospermik primer (EEP) dari eksplan berupa endosperm dari buah yang berumur 3 minggu setelah anthesis dan tahap induksi embrio endospermik sekunder (EES) yang memerlukan tahapan proliferasi embrio, maturasi, perkecambahan dan regenerasi plantlet. Proliferasi dengan menggunakan media dengan penambahan senyawa absorban fenolik PVP sebanyak 1 g/l (MP3) dengan inokulum berupa proembrio. Proliferasi inokulum berupa embrio fase kotiledonari menggunakan media dengan penambahan arang aktif 2 g/l (MP7), kultur diinkubasi sampai warna embrio menjadi hijau. Proembrio yang dihasilkan dipindahkan ke media maturasi (MT-20) untuk pendewasaan embrio. Embrio fase kotiledonari yang berwarna hijau dapat dikecambahkan pada media dengan penambahan GA3 1.5 mg/l (G-1.50).

SIMPULAN

Perbanyakan klonal dari endosperma Mangifera indica L. kultivar Gedong Gincu Klon 289 memerlukan tahapan induksi embrio, proliferasi, maturasi, perkecambahan dan perkembangan menjadi plantlet. Proliferasi èmbrio endospermik sekunder memerlukan senyawa absorban senyawa fenolik yang dapat menghambat proliferasi dan merubah warna inokulum menjadi hitam, penambahan senyawa absorban memberikan respon yang berbeda. Penambahan poly vinyl pyrrolidone 1 g/l pada tahap proliferasi yang dapat menghasilkan struktur kalus kompak terbanyak yaitu sebesar 73.3% dengan embrio yang berwarna putih. Penambahan arang aktif 2 g/l memberikan respon warna kalus terbaik yaitu hijau dan jumlah pembentukan embrio fase kotiledonari yang paling tinggi. Kalus dengan struktur kompak dan berwarna hijau merupakan embrio yang dapat berkembang ke fase selanjutnya. Media dengan penambahan arang aktif baik digunakan untuk media pemeliharaan embrio endospermik sekunder sebelum dilakukan tahap maturasi eksplan.

(45)

24

3

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN ANALISIS

HISTOLOGI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER

MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

Abstract

Secondary embryos obtained from primary embryos proliferation of endosperm cell of Gedong Gincu mango clone 289 were morfology variation and histologically analyzed in order to determine possible ontogenetic routes followed by these embryos. In vitro culture of Mangifera indica L. on an agar-solidified medium consists of somatic embryos of different sizes, colors, and developmental stages. The proembryo stage, globular, heart shaped, torpedo and cotyledonary embryo stages were found, closely resembling the ontogeny of zygotic embryos. Globular endospermic embryos were cultured on a maturation solid medium to observe their morphological variations and histologically analyzed of embryo size, color, and developmental stage over one passage of eight weeks culture. At the end of culture passage, fresh weight of embryo increased by 3-9 folds. The embryo numbers increased indicating the formation of secondary embryos. The average size of Mangifera indica L. endospermic embryos did not change significantly over the culture period; At the initial of culture on medium with addition of 2 g/l activated charcoal, 31% of the embryos were greenish, 67 % were white greenish, and 2% were white.

Keywords : embryo development, endospermic cotyledonary, Mangifera indica L., ontogenetic routes,

Pendahuluan

Embriogenesis endospermik mangga diawali dengan pembentukan kalus embriogenik, kemudian berkembang membentuk embrio fase globular. Perkembangan embrio endospermik pada tanaman mangga menyerupai fase perkembangan embrio zigotik yang meliputi fase globular, bentuk hati, torpedo dan kotiledon pada tanaman dikotil. Embriogenesis somatik merupakan salah satu aplikasi penting dalam propagasi tanaman secara vegetatif dalam skala besar (Arnold et al. 2002).

Embrio tumbuhan juga mengalami perubahan-perubahan yang khas selama perkembangannya. Perubahan-perubahan yang menandai selama embriogenesis antara lain perubahan pada struktur anatomi, morfologi dan pola perkembangan embrio. Regenerasi embrio somatik berkembang melalui beberapa tahapan yang dibedakan berdasarkan morfologi dan perkembangan organ menghasilkan anakan yang terbentuk pada kondisi media yang berbeda.

(46)

25 digunakan untuk kegiatan perbanyakan tanaman dan jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya.

Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari tanaman untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman. Pemeriksanan histologi dilakukan dengan mengamati gambaran mikroskopis dari preparat sampel. Metode pembuatan preparat terlebih dahulu dilakukan sebelum mempelajari histologi tanaman. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding).

Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi keragaman morfologi dan analisis histologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289.

Bahan dan Metode Bahan Penelitian

Inokulum berupa embrio endospermik sekunder (EES) fase proembrio (Gambar 3.1)

Gambar 3.1 Inokulum yang digunakan pada saat seleksi letal dosis antibiotik kanamisin: (a) embrio fase kotiledonari yang ditanam pada media maturasi untuk pengamatan keragaman morfologi; untuk pembuatan preparat metode parafin (b) kalus embriogenik; (c) proembrio; (d) embrio fase kotiledonari (e) embrio yang berkecambah

Bahan kimia yang digunakan pada percobaan ini yaitu unsur hara makro media dasar B5; unsur hara mikro, vitamin dan Myo-inositol media dasar Murashige dan Skoog, benzyl amino purine (BAP), gibberelic acid (GA3), arang aktif (AA), asam amino glutamin, air kelapa, sukrosa, agar, alkohol 96% dan 70% (v/v), formaldehyde acetic acid/FAA, xylol, parafin, haupt adhesive, entellan atau Canada Balsem, fast green.

Peralatan Penelitian

(47)

26

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Biologi, LIPI. Penelitian berlangsung dari bulan Desember 2012 sampai dengan Mei 2013.

Keragaman Morfologi Embrio Endospermik Sekunder Fase Kotiledonari Mangga Gedong Gincu Klon 289

Embrio endospermik fase kotiledonari (berwarna putih) hasil maturasi disub kultur ke media maturasi untuk pematangan embrio. Medium maturasi yang digunakan dengan komposisi hara makro B5, hara mikro dan vitamin MS, myo

inositol, sukrosa 30 g/l, agar 5 g/l, AA 1 g/l, GA3 0.5 mg/l dan BAP 0.2 mg/l. Keasaman (pH) media 5.7 sebelum diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm

selama 20 menit. Perlakuan diulang 3 kali, setiap ulangan terdiri dari 10 embrio. Kultur diinkubasi pada suhu 25 °C selama 8 MSK dengan periode pencahayaan 16 jam perhari. Pengamatan pertumbuhan embrio dengan mengukur panjang embrio setiap 2 minggu selama 8 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah embrio fase kotiledonari, embrio fase kotiledonari normal, dan warna embrio endospermik.

Analisis Histologi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289

Analisis dilakukan dengan metode parafin melalui tahapan sebagai berikut:

1. Fiksasi untuk mematikan jaringan tumbuhan sekaligus mempertahankan agar sel-sel tumbuhan tetap seperti saat jaringan itu masih hidup. Organ tumbuhan yang akan diamati dipotong dan dimasukkan ke dalam larutan fixative (Formaldehyde Acetic Acid/FAA) dan diletakkan dalam vacuum, selama minimal 24 jam.

2. Dehidrasi untuk penghilangan air yang ada di dalam jaringan tumbuhan, dilanjutkan dengan penghilangan alkohol. Tahap pekerjaan merendam sampel berurutan dalam larutan ethanol 70%, larutan ethanol 95%, larutan ethanol absolute, larutan ethanol : xylol (3:10) v/v, larutan ethanol : xylol (1:1) v/v, larutan ethanol : xylol (1:3) v/v, xylol I, xylol II. Tahap perendaman dilakukan dalam vaccuum. Masing-masing tahap dehidrasi dilakukan selama minimal 3 jam (bergantung pada jenis jaringanyang akan dianalisis).

3. Infiltrasi untuk memasukkan parafin secara perlahan kedalam jaringan tumbuhan. Pada tahap ini, material diberi serbuk parafin secara perlahan-lahan sampai jenuh. Material dimasukkan dalam inkubator dengan suhu ± 60 0C untuk tahap infiltrasi selanjutnya yaitu dengan tahapan

 membuang larutan xylol:parafin ¼ bagian dan menggantikan dengan parafin ¼ bagian

 membuan larutan xylol:parafin ½ bagian dan menggantikan dengan parafin ½ bagian

Gambar

Gambar 1.1   Karakteristik buah dan biji mangga Gedong Gincu: (a) buah mangga
Gambar 1.2  Organ reproduksi mangga Gedong Gincu: (a) bunga; (b) buah hasil
Gambar 1.3  Skema alur penelitian embriogenesis endospermik sekunder mangga
Gambar 2.1. Inokulum embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu: (a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini untuk menghitung tinggi atau rendahnya angka kemandirian keuangan daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jambi tahun 2009-2013 digunakan analisis

oleh semua pemeran dunia pendidikan. Untuk mencapai tujuan ini banyak faktor yang mempengaruhi yang terdapat selama pelaksanaan proses pembelajaran, di antaranya adalah

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil sidik ragam regresi ternyata bahwa kerapatan vegetasi atas berpengaruh nyata secara negatif terhadap degradasi tanah pada

Sampel diambil dari lima Puskesmas di Kabupaten Banyumas dan uji stabilitas fisik yang dilakukan yaitu uji organoleptis, uji homogenitas, uji keseragaman bobot, uji randemen,

Objek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah aktivitas yang dilakukan oleh guru, aktivitas siswa pada saat proses kegiatan pembelajaran, serta hasil dan

Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan oleh peneliti maka kelas X IIS 2 menjadi pilihan peneliti untuk melakukan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas

Jika tujuan komiter tersebut adalah memberikan petunjuk, pengarahan dan pengendalian yang berkesinambungan, dalam rangka penggunaan sumber daya komputer perusahaan maka komite

Getah pohon pisang yang merupakan obat tradisional yang dapat menyembuhkan luka luar yang sudah di kemas dalam bentuk obat tetes, sehingga mempermudah masyarakat