• Tidak ada hasil yang ditemukan

The use of sorghum flour in making high of dietary fiber snack bar and source of iron for adolescent girls

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The use of sorghum flour in making high of dietary fiber snack bar and source of iron for adolescent girls"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Ummi Rufaizah

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Bar and Source of Iron for Adolescent Girls. Under direction EVY DAMAYANTHI and SRI ANNA MARLIYATI.

One of the habits of adolescents are consuming snacks high in fat and low in fiber. Adolescent girls snacking more often than men. In addition to the problem of unhealthy eating habits among adolescents, there is also the problem of anemia in adolescent. Sorghum is a cereal that has a high dietary fibers and source of iron, so the sorghum flour can be used for the production of high-fibre snacks bar and source of iron for adolescent girls. The experimental design used in this research was completely randomized design (CRD factorial). Factor in this research was formulas of snack bars. Four formula resulting from the preliminary study as follows: formula 1, formula 2, formula 3, and formula 4. Formula 4 was the best base on results of hedonic test. Based on the analysis of the contribution of nutrients, snack bar selected (formula 4) contributed fiber 13,92 g (55.68% of nutrition label reference) and iron 4.12 mg (15.84% of nutrition label reference), so selected snack bar can be claimed as a high of dietary fiber and sources of iron.

(3)

pada Pembuatan Snack bar Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat Besi Untuk Remaja Puteri. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan SRI ANNA MARLIYATI.

Salah satu kebiasaan para remaja adalah mengkonsumsi jajanan yang tinggi lemak dan rendah serat. Selain masalah pola makan yang tidak sehat pada remaja, terdapat juga masalah anemia pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Dewasa ini telah banyak snack yang dijual dipasar yang terbuat dari tepung terigu, tetapi snack tersebut miskin akan serat dan mineral. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif pengembangan produk yang berasal dari bahan pangan yang tinggi serat dan mineral (Fe), yaitu dengan memanfaatan tepung sorghum yang tinggi akan serat dan Fe sebagai bahan dalam pembuatan snack bar. Sorghum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan. Sorghum memiliki serat pangan yang tinggi dan sumber zat besi. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik memanfaatkan tepung sorghum untuk pembuatan produk snack bar yang tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja putri.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tepung sorghum untuk pembuatan snack bar tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja puteri. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah: 1. mempelajari sifat fisik, sifat fungsional, dan sifat kimia tepung sorghum; 2. menentukan proses pembuatan

snack bar sorghum sehingga menghasilkan produk terbaik; 3. mempelajari sifat kimia dan organoleptik dari semua formula produk snack bar dan 4. menilai kontribusi zat gizi snack bar produk terpilih terhadap kebutuhan serat dan zat besi.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error pembuatan snack bar, pengujian sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimia tepung sorghum. Empat formula yang didapatkan yaitu formula 1, formula 2, formula 3, dan formula 4. Pada penelitian lanjutan dilakukan analisis sifat kimia dan organoleptik pada keempat formula yang sudah didapatkan dari penelitian pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan data rata-rata hasil analisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimia tepung sorghum ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. Pada penelitian lanjutan data rata-rata hasil analisis sifat kimia, uji hedonik dan uji mutu hedonik

snack bar dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA).

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu formula snack bar

dengan taraf sebanyak empat yaitu formula 1, formula 2, formula 3, dan formula 4. Keempat formula tersebut terdiri dari bahan adonan yang sama, namun dengan variasi buah yang berbeda jumlahnya. Pada analisis sifat kimia dilakukan dua kali ulangan, setiap ulangan dilakukan pengujian duplo.

(4)

1987). Protein tepung sorghum adalah 11.41% nilai protein tepung sorghum lebih tinggi dibandingkan protein tepung terigu menurut USDA yaitu 10.31%. Karbohidrat pada tepung sorghum adalah 86.47% nilai ini lebih tinggi, jika dibandingkan kandungan karbohidrat tepung sorghum menurut USDA yaitu 76.6%. Serat pangan pada tepung sorghum sebanyak 20.66% yang terdiri dari serat makanan tidak larut air sebanyak 15.13% dan serat makanan larut air sebanyak 5.54%. Kadar zat besi dalam tepung sorghum sebanyak 11.68%.

Hasil analisis sifat kimia snack bar, menunjukkan kadar air berkisar 11.29% (b/k) sampai 15.85% (b/k). Kadar abu berkisar 1.47% (b/k) sampai 2.17% (b/k). Kadar protein pada formula snack bar berkisar 7.03% (b/k) sampai 14.10% (b/k). Kadar lemak pada keempat formula snack bar berkisar 3.77% (b/k) sampai 14.63% (b/k). Kadar karbohidrat berkisar 70.92% (b/k) sampai 91.10% (b/k). Kadar serat pangan tidak larut air berkisar 8.12% (b/k) sampai 11.54% (b/k). Kadar serat pangan larut air berkisar 1.57% sampai 4.09%. Kadar serat pangan total berkisar 10.42% sampai 13.92%, sedangkan kadar zat besi pada produk snack bar berkisar 3.71% sampai 4.87%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar

berpengaruh nyata (p<0.05) pada semua hasil analisis kimia produk snack bar. Nilai bioavailabilitas zat besi pada formula 4 sebesar 8.61% dan tepung sorghum sebesar 2.15%.

Hasil analisis sifat organoleptik pada uji hedonik menunjukkan nilai tingkat kesukaan terhadap warna keempat snack bar dinilai biasa sampai agak suka, kesukaan terhadap tekstur berada antara biasa sampai agak suka, nilai tingkat kesukaan terhadap aroma snack bar berkisar antarabiasa sampai suka. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa berkisar agak suka sampai suka, rata-rata-rata-rata kesukaan secara keseluruhan adalah agak suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan warna dan aroma snack bar. Formula snack bar tidak berpengaruh (p>0.05) pada tekstur, rasa dan keseluruhan snack bar. Produk terpilih adalah produk yang disukai berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa sehingga menghasilkan nilai secara keseluruhan yaitu formula 4.

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan nilai mutu warna berkisar antara 4.10 sampai 5.64 (coklat muda sampai kuing kecoklatan). Nilai mutu tekstur berkisar 4.46 sampai 6.07 (agak keras sampai agak padat empuk), nilai mutu aroma 5.40 sampai 5.78 (netral sampai agak harum), sedangkan nilai mutu rasa berkisar 6.31 sampai 6.94 (agak manis sampai manis). Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, snack bar terpilih (formula 4) memberi kontribusi serat dan zat besi sebesar 13.92 g (55.68% dari ALG) dan 4.12 mg (15.84% dari ALG), sehingga produk snack bar

formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang tinggi serat pangan dan

sumber zat besi. Harga snack bar sorghum sebesar Rp 1.347,00 per takaran saji (28g) lebih

(5)

Ummi Rufaizah

Skripsi

Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPAREMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat Besi Untuk Remaja Puteri

Nama : Ummi Rufaizah

NRP : I14086002

Disetujui:

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi NIP. 19621204 198903 2 002 NIP: 19600205 198903 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

Ramlan Pohan dan Ibu Emmi Herawati Siregar. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD) Pabean I Sidoarjo, Jawa Timur (1993-1999), kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Assalaam Islamic Modern Boarding School, Surakarta, Jawa Tengah (1999-2002). Sejak tahun 2002, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 8 Semarang, Jawa Tengah sampai tahun 2005.

Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Diploma IPB, pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan (SJMP) sampai tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa program Diploma, penulis aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA), yaitu Himpunan Mahasiswa Tapanuli Selatan di Bogor (IMATAPSEL). Penulis juga pernah melakukan PKL (Praktek Kerja Lapang) di CV. King Food, Bekasi. Pada saat PKL penulis membuat tugas akhir mengenai “Pengembangan Produk Untuk Mengurangi Biaya Produksi di CV. King Food” dan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Ekstensi Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa Ekstensi, penulis aktif di Organisasi seperti anggota FOSMA (Forum Silaturahmi Mahasiswa) ESQ IPB, sebagai pengurus divisi PPSDM FOSMA ESQ Bogor. Penulis juga aktif dalam kegiatan training basic

Mahasiswa ESQ IPB, MABA IPB, In House Training (IHT) mahasiswa IPB, IHT Bareskrim Kinasih, IHT basic Teens SMAN 1 Bogor, sebagai ATS (Asisten Training Support). Penulis juga aktif sebagai panitiaan dalam kegiatan seminar CERMINAN (Cermat Memilih Produk Perikanan), Tujuh Keajaiban Rezeki dengan Otak Kanan, Seminar Percepatan Rezeki dalam 44 Hari, Majelis Konseling Akbar Darul Quran, dan seminar lain yang diadakan ESQ BOGOR.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat Nya sehingga skripsi dengan judul “Pemanfaatan Tepung Sorghum (Sorghum bicolor L moench) pada Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat dan Zat Besi Untuk Remaja Puteri “dapat diselesaikan. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah M.Si, selaku pembimbing akademik dan dosen penguji yang senantiasa memberikan nasihat serta pengalaman hidup kepada penulis. 3. Bapak Mashudi atas segala bantuan dan motivasinya selama proses penelitian ini

berlangsung.

4. Keluarga besar Departemen Gizi masyarakat : para dosen, laboran dan staf atas segala bantuannya.

5. Kedua orang tua dan keluarga atas atas kasih sayang, perhatian, dukungan materiil maupun motivasinya.

Mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses penelitian berlangsung. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda, Amin. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Gizi Masyarakat.

Bogor, Juli 2011

(9)

Halaman

Bioavailabilitas zat besi ... 13

Remaja Puteri ... 16

Pengolahan dan Analisis Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Sifat Fungsional Tepung Sorghum ... 28

Daya Serap Air ... 28

Daya Serap Minyak ... 29

Sifat Kimia Tepung Sorghum ... 29

(10)

Penetapan Formula Snack bar dengan Berbagai Proporsi Tepung

Terigu dan Tepung Sorghum (Tahap I) ... 32

Penetapan Formula Adonan, Jenis dan Jumlah Isi (Tahap II) ... 34

Snack Bar ... 36

Sifat Kimia Snack Bar ... 36

Kadar Air ... 36

Kadar Abu ... 37

Kadar Protein ... 38

Kadar Lemak ... 38

Kadar Karbohidrat ... 39

Serat Pangan ... 39

Kadar Fe ... 41

Sifat Organoleptik Snack Bar ... 42

Warna ... 42

Tekstur ... 44

Aroma ... 45

Rasa ... 47

Keseluruhan ... 48

Sifat Bioavailabilitas Zat Besi ... 49

Kontribusi Zat Gizi Snack Bar Formula Terpilih Terhadap Acuan Label Gizi Kelompok Konsumen Umum ... 50

Analisis Biaya Pembuatan Snack Bar ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(11)

Nomor Halaman

1. Kandungan gizi tepung sorghum dan jenis serealia lain ... 6

2. Skala penilaian uji mutu hedonik ... 21

3. Sifat fisik tepung sorghum dan pembandingnya ... 27

4. Sifat fungsional tepung sorghum dan pembandingnya ... 28

5. Sifat kimia tepung sorghum pembandingnya ... 29

6. Formula snack bar sorghum tahap I ... 32

7. Formula adonan snack bar sorghum dan kandungan gizinya ... 35

8. Formula snack bar sorghum yang digunakan dalam penelitian lanjutan ... 36

9. Kandungan kimia gizi per 100 g formula snack bar dan produk komersil ... 37

10. Data rata-rata uji hedonik snack bar... 42

(12)

Nomor Halaman

1. Tanaman shorgum (Soeranto 2010) ... 4

2. Penampang membujur biji sorghum (Hubeis 1984) ... 5

3. Snack bar (Novita 2010) ... 9

4. Tahap pembuatan snack bar (modifikasi Workman 2006) ... 20

5. Prosedur Analisis Bioavailabilitas zat besi ... 22

6. Skema penelitian ... 25

7. Tepung shorgum... 27

8. Hasil organoleptik panelis terbatas ... 33

9. Produk snack bar yang dihasilkan ... 34

10. Data rata-rata skor mutu hedonik warna ... 44

11. Data rata-rata skor mutu hedonik tekstur ... 45

12. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma ... 46

13. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa ... 48

14. Data rata-rata skor hedonik keseluruhan ... 49

(13)

Nomor Halaman

1. Prosedur analisis sifat fisik ... 61

2. Prosedur analisis sifat fungsional ... 62

3. Prosedur analisis kimia ... 63

4. Lembar uji organoleptik snack bar sorghum ... 69

5. Gambar bahan dan analisis snack bar ... 72

6. Hasil analisis fisik dan fungsional tepung sorghum ... 73

7. Hasil Analisis Kimiasnack bar sorghum ... 74

8. Uji sidik ragam analisis kimia snack bar sorghum ... 77

9. Sidik ragam hedonik dan mutu hedonik snack bar sorghum ... 78

(14)

Salah satu kebiasaan para remaja adalah mengkonsumsi jajanan yang tinggi lemak dan rendah serat. Menurut Barasi (2007), banyak remaja putri merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya, sehingga berusaha memperbaikinya dalam berdiet setiap saat, 30% remaja putri berdiet secara aktif.

Selain masalah pola makan yang tidak sehat pada remaja, terdapat juga masalah anemia pada remaja. Menurut Riskesdas (2007), prevalensi anemia pada remaja indonesia dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6,9%. Jenis anemia pada wanita umumnya anemia mikrositik-hipokromik, yaitu anemia karena kekurangan zat besi. Pada wanita dewasa prevalensi anemia mikrositik-hipokromik

sebesar 59,9%.

Fungsi dari konsumsi zat besi menurut Barasi (2007), untuk transpor oksigen dalam molekul hemoglobin, untuk menyediakan oksigen bagi otot, dan bekerja dalam sistem imun tubuh. Zat besi dalam pangan terdiri dari besi heme dan besi non heme. Besi heme berasal dari pangan hewani sedangkan zat besi non heme berasal dari makanan nabati diantaranya serealia dan kacang-kacangan.

Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari (12-14 asupan kalori), dengan kontribusi makanan ringan sekitar 25% setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas (Savige et al

2007). Kebiasaan ngemil yang baik pada remaja agar tidak menyebabkan kelebihan berat badan, adalah dengan memilih jenis camilan yang bergizi dan mengandung serat yang tinggi.

(15)

sedikit jumlahnya dalam sehari. Rekomendasi konsumsi serat : 10-13 g/1000 kkal, sehingga untuk konsumsi sekitar 2100 kkal dibutuhkan serat sebesar 25 g serat per orang per hari (Hartoyo 2008).

Sorghum (Sorghum bicolor L moench) merupakan bahan pangan alternatif yang menempati urutan keempat setelah beras, jagung dan gandum bagi penduduk di benua Asia dan Afrika, dan menempati urutan serealia kelima terpenting sebagai bahan pangan manusia yang dikonsumsi oleh lebih dari 500 juta orang di lebih dari 30 negara. Peranan sorghum sebagai pangan alternatif pada saat ini belum tergali sepenuhnya dan masih terbatas pada peranannya sebagai alternatif sumber karbohidrat lokal (Susilowati 2010).

Sorghum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Tanaman sorghum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Indramayu dan daerah-daerah di Indonesia bagian timur sorghum ditanam selama 100-110 hari. Sorghum di Indonesia memiliki produktivitas tinggi dengan rata-rata 5-7 ton/panen/ha, lebih tinggi dari pada padi, gandum, dan jagung. Bahkan, produktivitasnya bisa mencapai 11 ton per ha (Soeranto 2010).

Snack bar merupakan salah satu makanan ringan berbentuk balok atau batang dan umumnya dikonsumsi sebagai camilan atau kudapan. Menurut Budiman (2009) snack berupa energi bar sudah banyak dijual di pasar swalayan merupakan jenis snack sehat yang banyak mengandung energi, protein dan serat. Klaim tinggi serat, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat 5 gram per 100 gram (padat) atau 100 ml cairan (Hariyadi 2005). Klaim high vitamin dan mineral adalah sebanyak 15% dari NRV per 100 g dapat diklaim sebagai source

vitamin (Blanchfield 2000).

(16)

formula yang dihasilkan, dengan variasi buah dan jumlah adonan yang berbeda, kemudian dipilih formula yang paling banyak disukai oleh panelis.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tepung sorghum pada pembuatan snack bar tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja puteri.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari sifat fisik (densitas kamba, nilai pH dan derajat putih), sifat fungsional (daya serap air, dan daya serap minyak), dan sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat, kadar Fe dan bioavailabilitas Fe) dari tepung sorghum (Sorghum bicolor L moench).

2. Menentukan prosedur dan formula pembuatan snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) yang menghasilkan produk terbaik.

3. Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat, kadar Fe) dari formula produk snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) dan bioavailabilitas Fe pada formula snack bar terpilih.

4. Mengetahui sifat organoleptik produk snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) yang dihasilkan.

5. Menilai kontribusi zat gizi snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench)

produk terpilih terhadap kebutuhan serat dan zat besi.

Kegunaan

(17)

Sorghum manis (Sorghum bicolor L. moench) mempunyai bentuk biji yang lebih kecil dari jenis sorghum biji, yaitu sekamnya panjang dan dengan warna biji yang putih dan coklat. Sorghum ini telah dimanfaatkan sebagai makanan ternak, sirup, gula, pengental, dan alkohol. Sorghum sebagai bahan pangan telah dimanfaatkan untuk makanan pokok (beras sorghum) di daerah tertentu (Pulau Jawa), campuran pembuatan makanan selingan (kue, biskuit dan roti) dan makanan lainnya seperti tape. Sorghum sebagai produk pangan telah diolah lebih lanjut dengan cara giling kering menjadi beras sorghum dan tepung, dengan giling basah mendapatkan pati, dan dekstrose (Hubeis 1984).

Sorghum (Sorghum bicolor L. moench) termasuk ke dalam famili gramineae

dan sub famili panicoideae berasal dari Afrika. Tanaman ini mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1925. Sorghum dikenal di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, seperti cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di Jawa Barat dan batara tojeng di Sulawesi Selatan. Sorghum mulai berkembang baik sejak tahun 1973, terutama di Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan, dan Bojonegoro (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Tanaman sorghum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman sorghum (Soeranto 2010)

(18)

feterita. Biji sorghum yang berwarna putih atau lebih terang akan menghasilkan tepung sorghum yang berwarna lebih putih, dan tepung ini cocok digunakan untuk berbagai jenis makanan. Biji sorghum yang berwarna lebih gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna lebih gelap dengan rasa yang pahit. Tepung jenis ini tidak cocok untuk bahan pangan, akan tetapi lebih cocok untuk bahan dasar pembuatan minuman (Mudjisihono 1990).

Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg-50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorghum dibagi atas : sorghum biji kecil (8-10 mg), sorghum biji sedang ( 12-24 mg), dan sorghum biji besar (25-35 mg). Warna biji ini merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya (Laimeheriwa 1990). Gambar penampang membujur biji sorghum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penampang membujur biji sorghum (Hubeis 1984)

Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), hasil analisis kimia biji utuh sorghum memiliki kandungan pati sebesar 73,8 %, protein 12,3 %, lemak 3,6 %, abu 1,65 %, dan serat pangan sebanyak 2,2 %. Sorghum memiliki sifat fisik dengan panjang 3-15 mm, lebar 2,5-4,5 mm, dan berat 23 mg/biji (Muchtadi dan Sugiono

Keterangan: P =Perikar TE=Testa AL=Aleuron E =Endosperma

(19)

1989). Menurut Suarni (2004), biji sorghum dapat diolah menjadi tepung dan bermanfaat sebagai bahan substitusi terigu. Menurut Leder (2004), sorghum merupakan sumber serat pangan yang baik, terutama serat pangan tidak larut sebanyak 86,2%.

Sorghum juga mengandung senyawa anti nutrisi, terutama tanin yang menyebabkan rasa sepat sehingga tidak sukai konsumen (Suarni 2004). Kulit biji sorghum yang berwarna coklat dapat diartikan sebagai sorghum berkadar tanin tinggi. Tanin dalam biji sorghum dapat bertindak sebagai zat anti nutrisi serta dapat menimbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan. Oleh karena itu selama pengolahan bijinya, senyawa tanin ini perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Mudjisihono 1990).

Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), adanya tanin dalam biji sorghum telah lama diketahui dapat mempengaruhi fungsi asam-asam amino dan kegunaan dari protein. Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol. Dalam biji sorghum senyawa ini terletak dalam lapisan kulit biji, terutama dalam lapisan perikarp dan lapisan testa. Kadar tanin dalam biji sorghum berkisar antara 0,4-3,6 persen yang sebagian besar terdapat dalam lapisan testa.

Sorghum merupakan jenis serealia yang bebas gluten sehingga baik untuk penderita penyakit celiac (suatu penyakit yang harus mengkonsumsi makanan bebas gluten). Sorghum juga merupakan sumber potensial penting dari nutraceuticals fenolat dan antioksidan sebagai penurun kolesterol (Taylor et al 2006). Kandungan gizi sorghum dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kandungan gizi tepung sorghum dan jenis serealia lain Bahan

(20)

Beberapa pemanfaatan tepung sorghum dalam olahan pangan dengan substitusi tepung terigu diantaranya untuk cookies 50-75%, cake 30-50%, roti 20-25%, mie 15-20% (Suarni 2004), dan pembuatan wafel 30% tepung sorghum disubstitusi dengan 70% tepung terigu dihasilkan seperti wafel 100% terigu (Dewi 2000). Sorghum jenis ketan biasanya dimanfaatkan menjadi makanan tradisional seperti tape, jadah, wajik, lemper, dan rengginang (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

Teknologi pengolahan sorghum cukup sederhana, murah, dan mudah dilakukan baik oleh industri skala rumah tangga maupun industri kecil. Untuk meningkatkan kegunaan sorghum sebagai sumber pangan, perlu diketahui batas maksimal penambahan tepung sorghum ke dalam adonan, sehingga masih dapat menghasilkan produk olahan dengan kualitas baik. Pada produk yang dihasilkan dari substitusi tepung sorghum dan terigu dihasilkan warna olahan yang tidak sukai oleh konsumen (Suarni 2004).

Pati dalam biji sorghum sekitar 83% terdapat dalam endosperm, 13,4% dalam lembaga dan 34,6% dalam kulit biji. Sorghum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu jenis ketan dan jenis beras. Kadar amilosa jenis beras rata-rata 25%, sedangkan untuk jenis ketan sekitar 2% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan pati sorghum berbanding terbalik dengan kandungan proteinnya, artinya jika kandungan proteinnya tinggi maka kandungan patinya rendah. Pati sorghum mengandung sekitar 20-30% amilosa dan 70-80% amilopektin (Muchtadi et al 1988).

Kadar amilosa tepung sorghum lebih rendah dibandingkan terigu, sehingga makin tinggi tingkat substitusi makin rendah kandungan amilosa tepung campuran. Konsistensi gel tepung sorghum lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Oleh karena itu, makin tinggi penambahan tepung sorghum, konsistensi gel adonan semakin rendah atau adonan mengeras (Suarni 2004).

(21)

Lemak dalam biji sorghum rata-rata 3,6%, pada sekam 4,9%, endosperm 0,63% dan lembaga 18,9% dari berat biji. Distribusi asam-asam lemak dalam biji sorghum meliputi asam lemak utama seperti palmitat 11-13%, asam oleat 30-45%, dan asam linoleat 33-49%. Lemak dalam biji sorghum sangat berguna bagi hewan dan manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan ketengikan dalam produk bahan makanan (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

Snack bar

Selain dari makanan pokok, ketersediaan zat-zat gizi juga bisa berasal dari makanan kudapan, selingan, atau camilan (snack). Camilan biasanya dikonsumsi di antara dua waktu makanan utama, yaitu antara makan pagi dan makan siang atau antara makan siang dan makan malam. Snack bisa berupa makanan tradisional buatan sendiri atau makanan modern hasil kreasi industri pangan. Snack tradisional misalnya pisang goreng, lemper, risoles, dan getuk. Namun dewasa ini semakin banyak orang yang menjatuhkan pilihan pada snack produksi industri pangan yang tersedia secara luas di pasar (Astawan 2010).

Snack yang sehat tidak hanya kaya akan energi, tapi sebaiknya juga mengandung protein, aneka vitamin, aneka mineral, serat pangan, dan komponen bioaktif pendongkrak kesehatan. Selain itu, hindari membeli snack yang mengandung bahan tambahan pangan (food additives), seperti pemanis, pewarna, dan pengawet yang tidak sesuai aturan (Astawan 2010).

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan bagian yang tidak ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja (Muchtadi et al 1988).

Menurut Matz (1977) produk makanan ringan dibagi ke dalam beberapa kategori, diantaranya snack berbasis popcorn, keripik yang dibuat dari adonan,

snack yang mengembang, snack gurih panggang, snack manis panggang, snack

berbasisi kacang-kacangan, keripik kentang, snack berbasis daging-dagingan, snack

berbasis buah-buahan dan snack jenis lainnya.

(22)

atau buah-buahan kering dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Makanan jenis ini sebaiknya dari buah-buahan yang sudah dipanggang. Pada umumnya memiliki ukuran yang kecil, karena kandungan kalorinya kurang dari 600kJ, lemaknya kurang dari 5 gram, dan gulanya kurang dari 9 gram (Achmad 2010).

Meski dulunya dikenal sebagai makanan para atlet snack bar ini lebih dikenal dengan nama energi bar dan kini banyak disantap oleh orang biasa. Beragam jenis energi bar dijual di pasar telah diperkaya oleh vitamin dan mineral, sehingga tidak mengherankan, banyak orang memanfaatkannya sebagai makanan diet, bahkan pengganti makan siang dan makan malam. Selain kaya gizi, variasi cita rasa, energi

bar yang manis legit juga sukses menjadikan jenis makanan ini diminati sebagai kudapan di sela-sela waktu makan. Cukup makan satu batang, perut sudah kenyang dan kebutuhan gizi sepanjang hari terpenuhi (Novita 2010).

Energi bar diciptakan awal tahun 1980-an oleh Brian Maxwel, seorang pelari maraton olimpiade, dan istrinya Jennifer, seorang ahli nutrisi. Setelah melakukan sejumlah percobaan dengan menggunakan bahan-bahan alami, keduanya berhasil menciptakan makanan sederhana yang kaya gizi dan mampu menyediakan energi tinggi sehingga dapat meningkatkan performa di lapangan. Singkat kata, makanan yang diberi nama power bar ini populer di kalangan atlet, terutama mereka yang hendak bertanding. Power Bar yang diciptakan Maxwel adalah solusi yang mereka cari. Sejak itu, berbagai produsen makanan berlomba-lomba menciptakan energi bar

dalam berbagai varian rasa dan kandungan nutrisi (Novita 2010).

Komposisi sepotong energi bar terdiri dari bahan dasar gandum, beras, madu, serta buah-buahan kering yang merupakan jenis karbohidrat kompleks, sehingga mampu menghasilkan kalori cukup besar dan tahan lama (Novita 2010).

Snack bar dapat dilihat pada Gambar 3.

(23)

Umumnya, energi bar terdiri dari 70% karbohidrat, 20% protein, dan 10% atau kurang kandungan lemak. Dalam perkembangannya, energi bar kini diperkaya (difortifikasi) berbagai jenis vitamin dan mineral. Jenis mineral yang ditambahkan umumnya kalsium, magnesium, atau zat besi. Dengan tujuan menambah cita rasa, energi bar dibubuhi gula ataupun pemanis buatan, serta bahan pengaya rasa, seperti cokelat dan kayu manis. Supaya tidak membosankan, energi bar kini tampil dalam aneka cita rasa. Misalnya, rasa pisang almond, cokelat mint, pai apel, mentega kacang, dan buah beri (Novita 2010).

Energi bar dikonsumsi untuk memperoleh asupan energi sebagai bahan bakar untuk beraktivitas. Jadi, kandungan karbohidrat atau lemak di dalamnya mesti cukup tinggi. Karena itu, semestinya di dalam kemasan energi bar tertera kandungan karbohidrat 50%-60%, protein 10%-15%, dan kandungan serat pangan 25%-30%. Komposisi tersebut didasari oleh konsep gizi seimbang. Saat ini banyak orang salah kaprah mengartikan segala bentuk makanan sehat dalam kemasan sebagai energi bar. Padahal, berdasarkan komposisi zat gizi di dalamnya, makanan sehat itu ada yang disebut sebagai energi bar, protein bar, atau diet bar (Novita 2010).

Diet bar kandungan gizi yang paling tinggi di dalamnya adalah serat pangan. Itu sebabnya, diet bar tidak cocok dikonsumsi untuk tujuan menambah tenaga. Sebaiknya memilih makanan sehat sebagai kudapan, yaitu diet bar yang kaya serat pangan. Energi bar boleh dikonsumsi sebagai pengganti makan siang atau makan malam, asalkan jumlah kalorinya tepat. Rata-rata, seseorang membutuhkan 300-600 kalori untuk makan siang, sesuai dengan berat badan dan jenis aktivitasnya. Jika sepotong energi bar mengandung 200 kalori, maka butuh dua potong supaya bisa memenuhi jumlah kalori yang diperlukan (Novita 2010).

Serat Pangan

(24)

yang tidak larut (Hartoyo 2008). Serat yang larut air bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol, penurunan penyerapan glukosa, mengurangi penyakit jantung dan diabetes. Serat tidak larut berfungsi menjaga keseimbangan flora usus, mencegah konstipasi dan kanker usus besar (Jahari dan Sumarno 2002)

Rekomendasi konsumsi serat pangan : 10-13 g/1000 kkal, sehingga untuk konsumsi sekitar 2100 kkal dibutuhkan serat pangan sebesar 25 g serat per orang per hari. Serat pangan ini dapat diperoleh dari sayuran, buah-buahan, serealia, biji-bijian, aditif pangan dan suplemen pangan (Hartoyo 2008). Menurut Koeswara (2010) jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20– 35 g/hari atau 10–15 g/1000 kkal. Kebutuhan serat pangan pada masyarakat Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak 19-30 gr/kap/hari.

Efek fisiologis dari serat pangan diantaranya : meningkatkan sifat kamba dari feses, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek, menurunkan kolesterol, trigliserida dan glukosa darah. Potensial efek serat pangan dalam pencegahan penyakit diantaranya : penyakit jantung koroner, resiko kanker, osteoporosis, diabetes melitus, divertikulosis, dan mencegah konstipasi (Hartoyo 2008).

Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan total (TDF atau Total Dietary Fiber) terdiri atas komponen serat pangan larut air (Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut air (Insoluble Dietary Fiber atau IDF). SDF adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air : etanol dengan perbandingan 1:4. IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural. Serat pangan yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan. Serat pangan yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pectin (Koeswara 2010).

(25)

prekursor dapat dirubah menjadi senyawa-senyawa karsinogen oleh enzim pencernaan dan aktivitas flora usus. Kontak senyawa karsinogen dengan sel usus, dapat merubah sel-sel usus menjadi sel-sel kanker (Koeswara 2010).

Bila orang mengkonsumsi sedikit makanan yang berserat, maka feses yang terbentuk dalam usus besarnya kecil-kecil dan teksturnya keras. Bentuk feses semacam ini, menyebabkan konsentrasi zat karsinogenik yang mungkin ada di dalamnya pekat (konsentrasi tinggi), sedangkan bentuk feses yang kecil dengan tekstur yang keras menyebabkan transit makanan (waktu yang dibutuhkan sejak di makan sampai di buang menjadi feses) menjadi lama. Akibatnya di dinding usus besar yang dapat menyebabkan terbentuknya sel-sel kanker (Koeswara 2010).

Serat pangan mempunyai daya serap air yang tinggi. Adanya serat makanan dalam feses menyebabkan feses dapat menyerap air yang banyak sehingga volumenya menjadi besar dan teksturnya menjadi lunak. Volume feses yang besar dengan tekstur lunak dapat mengencerkan senyawa karsinogen yang terkandung di dalamnya, sehingga konsentrasinya jauh lebih rendah. Dengan demikian akan terjadi kontak antara zat karsinogenik dengan konsentrasi yang rendah dengan usus besar, dan kontak ini pun terjadi dalam waktu yang lebih singkat, sehingga tidak memungkinkan terbentuknya sel-sel kanker (Koeswara 2010).

Klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat makanan 5 gram per 100 gram (padat) atau 100 ml (cairan) dan memenuhi persyaratan sebagai produk pangan low fat, atau kandungan lemaknya dinyatakan berdampingan dengan klaim kaya serat pangan. Istilah good source of fiber menyatakan bahwa produk tersebut paling tidak mengandung mengandung serat pangan 2,5-4,9 gram per penyajian. Jika kita melihat istilah more atau added fiber, maka paling tidak produk tersebut mengandung mengandung serat pangan 2,5 gram per penyajian (Hariyadi 2005).

(26)

terbesar serat pangan yaitu sekitar sepertiga (36,2%) dari konsumsi serat, sedangkan dari bahan pangan lainnya menyumbang antara 10%-17% atau sekitar separuh dari sumbangan yang diberikan oleh serealia (Jahari dan Sumarno 2002).

Bioavailabilitas Zat Besi

Bioavailabilitas zat besi didefinisikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah. Bioavailabilitas zat besi sangat terkait dengan proses absorpsi zat besi dalam usus halus sehingga istilah

bioavailibilitas zat besi dapat disamakan dengan absorpsi dalam usus (Latunde dan Neale 1986). Metode dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Metode in vitro dilakukan berdasarkan sistim pencernaan secara enzimatis (Palupi et al 2010). Metode in vitro untuk menentukan ketersediaan zat besi merupakan metode yang sederhana, cepat dan tidak memerlukan biaya mahal. Metode tersebut dilakukan dengan mencontoh proses pencernaan yang terjadi dalam gastrointestinal menggunakan enzim yang tersedia secara komersial (Muchtadi et al 1992). Pengukuran bioavailabilitas zat besi secara in vitro dapat dinilai sebagai zat besi yang terionisasi terlarut dan terdialisis. Pengukuran secara in vitro ini merupakan simulasi dari kondisi fisiologis pencernaan dengan menggunakan enzim pepsin dan pankreatin, dengan prinsip dialisis yaitu dengan pemisahan molekul terlarut berdasarkan berat molekulnya secara difusi (Latunde dan Neale 1986).

Kecukupan zat besi remaja putri dengan kisaran usia 10-19 tahun, menurut Angka Kecukupan Gizi orang Indonesia (AKG 2005) adalah 26 mg. Zat besi dalam tubuh merupakan bagian dari hemoglobin yang berfungsi sebagai pembawa oksigen dalam darah. Untuk memelihara keseimbangan hemoglobin dalam darah terdapat feritin dan hemosiderin sebagai tempat penyimpanan zat besi. Apabila konsumsi zat besi dari bahan pangan tidak cukup, maka zat besi dari feritin dan hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan hemoglobin dalam keadaan normal. Feritin dan hemosiderin banyak ditemukan dalam organ hati, limfa dan sumsum tulang belakang (Palupi et al 2010).

(27)

heme menyumbang kebutuhan zat besi tubuh dalam jumlah yang relatif lebih banyak.

Sehubungan dengan ketersediaan zat besi secara biologis, terdapat beberapa faktor pendorong dan penghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh (Palupi et al 2010). Menurut Latunde dan Neale (1986), faktor yang mempengaruhi ketersediaan biologis zat besi dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu faktor endogen (kondisi tubuh) dan faktor eksogen (zat makanan). Faktor endogen yaitu : kebutuhan tubuh, dan sekresi saluran cerna. Faktor eksogen meliputi berbagai komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu : kandungan zat besi bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor pendorong dan faktor penghambat absorpsi besi yang berasal dari bahan makanan.

Faktor-faktor pendorong penyerapan zat besi adalah asam askorbat dan suatu senyawa yang belum teridentifikasi namun terdapat di dalam daging, ikan dan unggas. Selain itu asam-asam organik juga dapat meningkatkan penyerapan zat besi, diantaranya adalah: asam malat, sitrat, suksinat, laktat dan tartarat. Sebagai bahan pereduksi, asam askorbat akan melindungi zat besi dari pembentukan feri-hidroksida yang bersifat tidak larut. Selain itu juga dapat membentuk kelat Fe-askorbat yang bersifat tetap larut meskipun terjadi peningkatan pH dalam sistem pencernaan usus halus (Palupi et al 2010).

(28)

Senyawa-senyawa yang termasuk sebagai inhibitor penyerapan zat besi antara lain tanin, fitat, polifenol, oksalat dan serat pangan (Palupi et al 2010) (Latunde dan Neale 1986). Tanin yang banyak terdapat di dalam teh merupakan inhibitor potensial karena dapat mengikat zat besi secara kuat membentuk Fe-tanat yang bersifat tidak larut. Fitat pada kulit serealia diketahui dapat menghambat penyerapan zat besi. Penghilangan fitat dalam bahan pangan dapat meningkatkan penyerapan zat besi hingga 3 kali. (Palupi et al 2010).

Selain itu, serat pangan juga dapat menghalangi penyerapan zat besi dengan beberapa mineral lainnya. Menurut Yuanita (2008) bahwa diet tinggi serat pangan memberi efek fisilogis yang positif, namun juga menyebabkan ketidaktersediaan mineral Fe terutama disebabkan karena kemampuan serat pangan mengikat Fe. Afinitas pengikatan Fe dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain komponen bahan pangan, proses pengolahan dan pH medium.

Pengikatan mineral oleh serat pangan dapat terjadi melalui beberapa pola interaksi yaitu adsorpsi permukaan, pertukaran kation dan pembentukan senyawa kompleks. Meskipun demikian, efek serat pangan terhadap penyerapan zat besi masih relatif kecil dibandingkan tanin dan fitat (Palupi et al 2010).

Selain senyawa lain yang terdapat dalam bahan pangan, cara pengolahan bahan pangan juga dapat mempengaruhi penyerapan zat besi. Pengolahan bahan pangan seringkali menyebabkan terjadinya perubahan bentuk kimia zat besi atau mineral lain yang akan mempengaruhi ketersediaannya. Selain pengolahan, selama penyimpanan bahan pangan juga dapat terjadi berbagai perubahan bentuk senyawa kimia (Palupi et al 2010).

Ketersediaan zat besi FeSO4 yang disimpan dalam jangka waktu lama akan menjadi menurun. Ketersediaan zat besi juga dipengaruhi oleh mineral-mineral lain yang terdapat bersama-sama dalam bahan pangan. Mineral-mineral tersebut saling berkompetisi dalam melintasi dinding usus. Interaksi antara mineral yang satu dengan lainnya akan mempengaruhi penyerapan ion-ion mineral dalam saluran pencernaan. Interaksi yang terjadi dapat bersifat sinergis, saling memperlancar penyerapan, atau antagonis, memperlambat atau menghambat penyerapan salah satu mineral oleh mineral yang lain (Palupi et al 2010).

(29)

dengan tripsin sendiri atau bersama dengan kimotripsin dalam bufer dengan pH yang sesuai. Analisis yang dapat dilakukan sangat bervariasi tergantung dari metode analisis kimia yang tersedia, tetapi secara singkat pertama-tama dilakukan pengabuan lalu pengenceran dan diukur dengan spektrofotmeter pada panjang gelombang yang sesuai (Palupi et al 2010).

Analisis ketersediaan zat besi secara in vitro didasarkan atas prinsip bahwa zat besi yang telah dicerna dalam sistem pencernaan oleh enzim-enzim pencernaan akan diserap melintasi dinding usus yang disimulasikan dengan kantong dialisis berukuran 6000-8000 MWCO (moleculer weight cut of) yang menyerupai usus. Zat besi yang dapat melintasi dinding usus (kantong dialisis) direaksikan dengan senyawa pewarna dan intesitas warna yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 533 nm (Palupi et al 2010).

Remaja Puteri

Menurut Stang (2008) istilah remaja (adolescence) adalah salah satu periode yang paling menarik namun menantang dalam pembangunan manusia. Umumnya dianggap sebagai periode kehidupan yang terjadi antara 12 dan 21 tahun. Monks, Knoers dan Haditono (2001) dalam Mar’at (2009) membedakan masa remaja atas empat bagian yaitu :

(1). Masa pra-remaja atau pra-pubertas (usia 10-12 tahun) (2). Masa remaja awal atau pubertas (usia 12-15 tahun) (3). Masa remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan (4). Masa remaja akhir (usia 18-21 tahun).

Masa remaja adalah masa pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi baik secara fisik, yang ditandai dengan berkembangnya jaringan-jaringan dan organ tubuh yang membuatnya lebih berisi maupun secara kejiwaan, yaitu kelabilan emosi karena merupakan masa transisi dari jiwa kanak-kanak menuju dewasa (Garwati dan Wijayati 2010).

(30)

rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung diikuti. Determinan utama bagi remaja adalah berasal dari teman sebaya. Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu salah satunya adalah keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Melalui berbagai macam media massa, remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja (Khumaidi 1989).

Berkaitan dengan perkembangan fisik, remaja adalah masa ketika seseorang mulai memperhatikan keadaan tubuhnya dan sering gelisah jika mendapati tubuh mereka ternyata tidak ideal. Banyak cara dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan bentuk tubuh yang menurut mereka lebih bagus dan menarik. Menurut Garwati dan Wijayati (2010) berawal dari pemikiran inilah, kemudian banyak remaja akhirnya terjebak pada pola makan yang tidak sehat. Mereka mengurangi porsi makan, bahkan memangkas jadwal makan. Makan pun menjadi dua kali atau bahkan hanya satu kali sehari.

WHO (2005) mengemukakan bahwa kerangka konseptual dan faktor penyebab masalah gizi pada remaja adalah kurang konsumsi pangan, faktor gaya hidup, penyakit infeksi dan masalah kesehatan lainnya. Kurang konsumsi pangan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor psikologi adalah pola makan, kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial ekonomi seperti akses terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang konsumsi pangan menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta berbagai penyakit kronik yang menyertainya.

Kebiasaan makanan yang terlihat lebih sering di kalangan remaja termasuk konsumsi yang tidak teratur makan, ngemil, makan di luar rumah, dan diet (Stang 2008). Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari (12-14 asupan kalori), dengan kontribusi makanan ringan sekitar 25% setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas (Savige et al

(31)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Penilaian Organoleptik, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan November 2010 sampai Februari 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar, serta bahan-bahan untuk analisis sifat fisik, sifat fungsional dan analisis kimia. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan

snack bar adalah sorghum varietas Numbu ICRISAT (India) yang diperoleh dari perusahaan PT. Bakti Usaha Menanam Nusantara Hijau Lestari (Jl. H. Juanda no. 107 Bandung, Jawa Barat, no telpon 022 2503793) dan digiling menggunakan mesin penggilingan padi di daerah Banjaran, Bandung. Bahan-bahan lainnya dalam pembuatan snack bar adalah selai nanas, garam, air, gula, telur, minyak goreng, kismis, buah cherry, kacang tanah dan manisan mangga. Bahan-bahan untuk pembuatan produk dibeli di pasar Anyar.

Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia adalah HCl, H2SO4, NaOH, indikator metal merah biru, pelarut heksana, serta bahan kima laninnya. Bahan-bahan kimia tersebut diperoleh dari Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(32)

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan formula snack bar, selain itu juga untuk menggali informasi tentang sifat fisik, sifat fungsional, dan sifat kimia tepung sorghum. Untuk mendapatkan formula snack bar mula-mula dilakukan

trial and error formulasi snack bar yang berbahan dasar tepung sorghum. Trial and error pembuatan snack bar ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, dilakukan dengan mensubstitusi tepung sorghum pada tepung terigu, serta diberi penambahan isi kacang koro. Lima formula pun didapat, namun berdasarkan uji organoleptik terbatas pada panelis, kelima formula kurang disukai, maka dilakukan perubahan formula.

Pada pembuatan snack bar sorghum tahap ke II, dilakukan perbaikan dengan menggunakan bahan baku 100% tepung sorghum serta menambahkan beberapa bahan lain seperti selai nanas, dan isi buah, sehingga didapatkan dua perlakuan formula yang berbeda yaitu penambahan isi buah cherry dan manisan mangga. Penentuan taraf penambahan isi buah cherry dan manisan mangga yang tepat didasarkan pada hasil uji organoleptik secara terbatas. Snack bar yang dihasilkan disukai secara keseluruhan oleh panelis. Pembuatan snack bar dilakukan berdasarkan Workman (2006) yang terdiri dari dua tahap yaitu: pencampuran dan pemanggangan, tahap pembuatan snack bar dapat dilihat pada Gambar 4.

Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat putih (dua kali ulangan) dan pH (tiga kali ulangan). Prosedur analisis sifat fisik yang mengacu pada Muchtadi dan Sugiono (1989) dapat dilihat pada Lampiran 1. Sifat fungsional yang dianalisis terdiri dari daya serap air, dan daya serap minyak dengan dua kali ulangan. Prosedur analisis sifat fungsional yang mengacu pada Fardiaz et al

(33)

menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno 2008), penetapan serat pangan dengan metode multi Enzimatis (Asp et al 1983), dan penetapan bioavailabilitas zat besi secara in vitro (Roig et al 1999). Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tahap Pencampuran

Bahan kering (tepung sorghum, gula, dan garam) dicampur dengan bahan basah (telur, selai nanas, minyak goreng, dan air) setelah kalis, ditambahkan isi (kismis dan cherry) atau, isi (kismis, manisan mangga dan kacang tanah), diaduk dan

dimasukkan ke dalam loyang

Tahap Pemanggangan

Adonan dipanggang selama 40 menit dengan suhu 160oC

Dikeluarkan dari oven dan didinginkan

Snack Bar

Gambar 4. Tahap pembuatan snack bar (modifikasi Workman 2006)

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari pengaruh formula snack bar

yang menggunakan tepung sorghum terhadap sifat kimia dan organoleptik snack bar. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, dan kadar zat besi. Analisis kimia pada produk dilakukan dengan dua ulangan, setiap ulangan dilakukan pengujian duplo, sedangkan analisis bioavailability zat besi dilakukan dua kali ulangan, hanya untuk formula terpilih saja.

Penetapan kadar air dengan metode oven dan kadar abu (Apriyantono et al

1989), penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Mikro Kjeldahl

(34)

(Muchtadi et al 1990), dan penetapan bioavailability zat besi secara in vitro (Roig et al 1999). Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3.

Formula snack bar juga diuji sifat organoleptiknya menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik (Soekarto 1985). Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis agak terlatih. Parameter yang diuji pada uji hedonik adalah rasa, aroma, warna, dan tekstur produk. Skala hedonik terdiri atas sembilan skala penilaian, yaitu 1 (amat sangat tidak suka), 2 (sangat tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (tidak suka), 5 (biasa), 6 (agak suka), 7 (suka), 8 (sangat suka), dan 9 (amat sangat suka).

Parameter uji mutu hedonik adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa produk

snack bar, dengan sembilan skala penilaian. Skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Skala penilaian uji mutu hedonik

Nilai Skala Penilaian

Warna Tekstur Aroma Rasa

1 Coklat kehitaman Sangat padat

sangat keras Amat sangat apek Pahit

2 Coklat tua Padat sangat

keras Sangat apek Pahit asam

3 Coklat Padat keras Apek Pahit manis

4 Coklat muda Padat agak keras Agak apek Agak pahit 5 Coklat kekuningan Padat Netral Hambar

6 Kuning kecoklatan Padat agak

empuk Agak harum Agak manis

7 Kuning emas Empuk Harum Manis

8 Kuning keputihan Empuk renyah Sangat harum Manis asam

9 Putih gading Renyah Amat sangat

harum Asam manis

(35)

Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe Timbang Sampel ≈ 2 g

Protein dalam gelas piala yang diketahui beratnya

Atur pH menjadi 2.0 dg HCl 4 N

Haluskan dengan Blender

(2 / protein sampel) x 100 = x gr sampel ≈ 2 gram

protein

Timbang gelas piala bersama sampel (A)

+ Akuades bebas Ion sampai 100 gram atau bila terlalu

kental penambahan air sampai di dapat kekentalan

yang bisa diaduk

Timbang ± 20 g (T1) untuk analisis bioavailability

+ Suspensi Pepsin 1 ml

Inkubasi 370C 120 mnt

Masukkan Freezer

Timbang ± 20 g (T2) untuk menghitung total

asam tertitrasi

+ Suspensi Pepsin 1 ml

Inkubasi 370C 120 mnt

Masukkan Freezer

(36)

Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Lanjutan) dilarutkan menjadi 1000 ml dg akuades simpan

diudara terbuka selama 2 hari. kemudian dikalibrasi

Kalibrasi : timbang ± 0.01 g asam Oksalat + akuades + 3 tts PP aduk sampai larut kmd tittrasi

dg larutan KOH 0.2 N sampai merah jambu. N KOH =

Timbang NaHCO3 setara x gr KOH dan diencerkan sampai 100 ml lalu ikat salah satu ujungnya

(37)

Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Lanjutan)

1. Total Fe dalam Dialisat

(38)

Penelitian Pendahuluan

Uji Kimia (Kadar air, Kadar abu, Kadar, protein, Kadar lemak, Kadar KH, Kadar serat pangan, Kadar Fe)

(39)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu formula snack bar

dengan taraf sebanyak empat yaitu formula 1, formula 2, formula 3 dan formula 4. Keempat formula tersebut terdiri dari adonan yang dengan jenis bahan yang sama, dengan isi dan jumlah bahan yang berbeda. Keempat formula tersebut diperoleh berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, formula secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Peubah respon dari penelitian ini adalah : sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, karbohidrat, serat pangan, zat besi dan bioavailability zat besi) dan organoleptik produk snack bar. Pada analisis sifat kimia dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Model linier rancangan tersebut adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij Keterangan:

Yij = Peubah respon snack bar karena pengaruh formula snack bar perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum

τi = Pengaruh formula snack bar pada taraf ke-i terhadap peubah respon i = Taraf (i= formula 1, formula 2, formula 3, formula 4)

j = Ulangan (j = 1, 2)

εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i peubah respon pada ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

(40)

Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimianya.

Sifat Fisik Tepung Sorghum

Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat putih dan pH. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3, sedangkan tampilan tepung sorghum disajikan pada Gambar 7.

Tabel 3. Sifat fisik tepung sorghum dan pembandingnya

Sifat fisik Jenis tepung Sorghum Terigu Densitas kamba 0.79 g/ml 0.74 g/ml * Derajat putih 50.33 % 70 % **

pH 6.14 5.63 **

* Muchtadi dan Sugiono (1989) ** Marahastuti (1993)

Gambar 7. Tepung sorghum

Densitas Kamba. Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Berdasarkan hasil pengukuran, tepung sorghum mempunyai nilai densitas kamba sebesar 0.79 g/ml. Tabel 3 menunjukkan nilai densitas kamba tepung sorghum tidak jauh berbeda dengan densitas kamba tepung terigu. Nilai densitas kamba dari berbagai pangan berbentuk bubuk umumnya antara 0.3-0.8 g/ml (Wirakartakusumah et al 1992).

(41)

berbentuk bubuk tergantung dari pengaruh faktor-faktor yang saling berhubungan seperti intensitas gaya tarik menarik antar partikel dan ukuran partikel.

Derajat Putih. Derajat putih suatu bahan merupakan daya memantulkan cahaya dari bahan tersebut terhadap cahaya yang mengenai permukaan (BPPIS 1989). Hasil pengukuran derajat putih pada tepung sorghum adalah 55.37 %. Secara visual, nilai tersebut ditunjukkan oleh warna tepung yang coklat muda. Nilai derajat putih tepung sorghum jauh lebih kecil dari pada derajat putih tepung terigu. Nilai derajat putih tepung terigu 70% ditunjukkan oleh warna tepung terigu yang putih. Nilai derajat putih pada tepung sorghum berkaitan dengan lapisan zat warna yang terdapat pada sorghum yang disebut dengan testa. Warna testa ini berwarna coklat (Wall dan Ross 1970), sehingga mempengaruhi warna tepung sorghum menjadi berwarna coklat muda.

Nilai pH. Berdasarkan hasil analisis, tepung sorghum memiliki nilai pH sebesar 6.14, lebih tinggi dibandingkan pH tepung terigu (5.63). Nilai pH pada bahan pangan berkisar antara 3 sampai 8. Nilai pH dapat mengindikasi ada tidaknya aktifitas mikroorganisme maupun enzim pada bahan pangan. Nilai pH yang asam menunjukkan adanya aktifitas mikroorganisme maupun enzim pada bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Data hasil analisis sifat fisik tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 6.

Sifat Fungsional Tepung Sorghum

Analisis sifat fungsional tepung sorghum yang dilakukan meliputi daya serap air dan daya serap minyak. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fungsional tepung sorghum dan pembandingnya

Sifat fungsional Jenis Tepung

Sorghum (%) Terigu (%)**

Daya serap air 1.51 2.50

Daya serap minyak 0.98 1.50

** Marahastuti (1993)

(42)

air sebanyak 0.0151 g. Daya serap air tepung sorghum lebih kecil dibandingkan tepung terigu. Daya serap air ini berkaitan dengan komposisi amilosa dan amilopektin pati dari tepung sorghum. Kadar amilosa sorghum sekitar 23-28 %, sisanya adalah amilopektin. Rendahnya kadar amilosa tepung sorghum, menyebabkan nilai pengembangan volume akan semakin rendah. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar, begitu pula sebaliknya (Yuli 2009).

Daya serap air juga berhubungan degan kandungan protein bahan pangan. Daya serap air yang tinggi penting peranannya untuk pembuatan produk olahan yang membutuhkan pengembangan adonan. Menurut Fardiaz, Andarwulan, Wijaya dan Puspitasari (1992), hal ini berkaitan dengan kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan sejumlah air sampai batas maksimal tanpa pencampuran bahan tambahan guna pengembangan adonan. Sehingga tepung sorghum cocok dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan produk yang tidak membutuhkan pengembangan.

Daya Serap Minyak. Hasil analisis menunjukkan daya serap minyak pada tepung sorghum adalah 0.98%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap minyak sebanyak 0.0098 g. Nilai ini lebih rendah dari pada nilai daya serap minyak pada tepung terigu. Daya serap minyak yang rendah pada tepung sorghum menunjukkan sulitnya minyak diserap oleh tepung sorghum, sehingga diperlukan waktu yang lama untuk proses penggorengan. Nilai daya serap minyak yang tinggi menunjukkan bahwa bahan tersebut lebih mudah dicampur dengan minyak (Purwani et al, 1996). Data hasil sifat fungsional tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 5.

Sifat Kimia Tepung Sorghum

Sifat kimia tepung sorghum meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar zat besi, kadar serat pangan (total serat pangan, serat pangan larut

dan serat pangan tidak larut) dan bioavailabilitas zat besi. Hasil analisis sifat kimia tepung sorghum dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat kimia tepung sorghum dan pembandingnya Kandungan Zat gizi Tepung Sorghum

(b/k) (%)

Tepung terigu (b/k) %*

Kadar air 10.07 11.9

(43)

Kandungan Zat gizi Tepung Sorghum (b/k) (%)

Tepung terigu (b/k) %*

Kadar protein 11.41 10.3

Kadar lemak 1.41 1

Kadar karbohidrat 86.47 76.3

Kadar serat pangan larut 5.54 -

Kadar serat pangan tidak larut 15.13 - Kadar serat pangan total 20.66 2.7

Kadar zat Fe 11.68 4.6

*USDA (2009)

Kadar Air. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa pangan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air pada tepung sorghum adalah 11.20%, kadar air tepung sorghum lebih rendah dibandingkan kadar air tepung terigu.

Kadar Abu. Abu merupakan residu dari proses pembakaran bahan-bahan organik, umumnya merupakan pertikel halus dan berwarna putih (Winarno 2008). Kadar abu pada tepung sorghum adalah 1.98%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung terigu sebesar 0.5 %. Kadar abu yang lebih tinggi pada sorghum dapat menggambarkan kandungan mineral sorghum lebih tinggi dari pada kandungan mineral tepung terigu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Kadar abu tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada tepung terigu dapat menggambarkan kandungan mineral tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada kandungan mineral tepung terigu.

(44)

produk bahan pangan (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan lemak pada tepung sorghum juga relatif sama dengan kadar lemak pada tepung terigu.

Kadar Protein. Protein dalam biji sorghum dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu protein yang berada dalam lembaga dan protein yang tersimpan dalam endosperm. Senyawa protein pada sorghum banyak terdapat pada lapisan atas endosperm atau di bawah kulit biji. Kandungan asam-asam amino tertentu seperti lisin, triptofan dan treonin dalam protein sorghum rendah (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan protein tepung sorghum adalah 11.41% nilai protein tepung sorghum lebih tinggi dibandingkan protein tepung terigu menurut USDA (2009) yaitu sebanyak 10.31%. Protein berkaitan dengan proses pengembangan roti (Winarno 2007), protein sekitar 10% pada tepung terigu hanya dapat digunakan untuk produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Tepung terigu dan tepung sorghum yang memiliki kadar protein sekitar 10%, dapat digunakan pada produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya.

Kadar Karbohidrat. Karbohidrat dalam serealia merupakan bagian terbesar yang merupakan sumber energi bagi tubuh kita. Kandungan karbohidrat pada tepung sorghum lebih tinggi, jika dibandingkan kandungan karbohidrat tepung terigu menurut USDA (2009), yaitu 76.3%. Karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung dan bahan pangan lainnya (Irawan 2006).

Serat Pangan. Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural (Koeswara 2010). Kandungan serat pangan total pada tepung sorghum sebanyak 20.66% yang terdiri dari serat pangan tidak larut air sebanyak 15.13% dan serat pangan larut air sebanyak 5.54%. Kadar serat pangan tepung sorghum jauh lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Tingginya serat pangan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan snack bar dengan klaim tinggi serat pangan. Klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5 g per 100 g (padat) (Hariyadi 2005).

(45)

(Fe III) (Arifin 2008). Kadar zat besi dalam tepung sorghum sebanyak 11.68%. Kadar Fe tepung sorghum lebih tinggi dari kadar Fe tepung terigu. Kadar mineral pada bahan pangan berkaitan dengan kadar abu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Tinggi rendahnya kandungan mineral pada sorghum dapat juga dipengaruhi curah hujan, kondisi tanah dan pupuk (Deman 1997).

Penetapan Formula Snack bar sorghum sehingga diharapkan menghasilkan produk yang disukai oleh konsumen. Penggunaan tepung sorghum pada produk snack bar, berdasarkan perbandingan antara tepung sorghum dan tepung terigu yang memiliki sifat kimia yang hampir sama. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang memiliki kadar protein yang rendah, yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Proporsi (%) penggunaan tepung sorghum dan tepung terigu adalah 0:100; 25:75; 50:50; 75:25; dan 100:0 dari basis total tepung yang digunakan. Oleh karena itu, diperoleh lima formula yang dibuat menjadi lima produk snack bar. Formula snack bar sorghum dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Formula snack bar sorghum tahap I Proporsi

(46)

merata dan tidak lengket. Selanjutnya ditambahkan isi dari snack bar seperti kacang koro, cherrydan kismis.

Kacang koro yang digunakan adalah jenis koro (Canavadia gladiata), kacang koro ini direbus pada suhu 100oC, dicuci sebanyak lima kali agar asam sianidanya hilang, kemudian dipotong-potong. Kacang koro yang sudah dipotong, kemudian dicampurkan pada adonan snack bar. Kacang koro yang direbus kemungkinan mempengaruhi penerimaan tekstur formula karena kacang menjadi sedikit hancur.

Penambahan isi tersebut dilakukan pada akhir pencampuran agar isi yang ditambahkan tidak hancur. Adonan dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi mentega dan tepung terigu. Adonan yang telah siap tersebut dipanggang dengan oven pada suhu 160oC selama 40 menit. Setelah matang, snack bar didinginkan selama 30 menit.

Kelima formula memiliki karakteristik yang masih jauh dari karakteristik snack bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena penambahan mentega yang cukup banyak. Mentega yang ditambahkan pada formula snack bar membuat tekstur snack bar lebih beremah, dan belum sesuai seperti tekstur snack bar yang agak lengket. Selain itu terdapat after taste yang kurang disukai pada kelima formula. Rasa manis yang dimiliki oleh kelima formula ini sudah cukup disukai, sehingga untuk ukuran gula pasir sudah tepat. Hasil pengamatan uji organoleptik secara terbatas dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil isi organoleptik secara terbatas

Formula 5 yang tidak ditambahkan tepung terigu lebih disukai dari keempat formula yang lain. Kekurangan dari kelima formula ini adalah masih terjadinya keretakan tekstur pada permukaan produk yang tentunya akan mengurangi nilai

Keterangan :

Gambar

Gambar 1. Tanaman sorghum (Soeranto 2010)
Gambar penampang membujur biji sorghum dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1. Kandungan gizi tepung sorghum dan jenis serealia lain
Gambar 3. Snack bar (Novita 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil regresi menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh terhadap PAD di kabupaten/kota se-Provinsi DIY, karena penduduk yang besar dalam

Laporan Keuangan Publikasi ini disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.6/POJK.03/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank, dan

Faktor lain yang mempengaruhi beban kerja mental seseorang dalam menangani suatu pekerjaan antara lain jenis pekerjaan, situasi kerja, waktu respon, waktu penyelesaian yang

Oleh karena itu, snack bar dapat digunakan sebagai upaya meningkatkan penganekaragaman pangan melalui bahan pangan lokal yang mengandung serat lebih tinggi serta dapat

Oleh karena itu, diharapkan pembuatan snack bar dari tepung suweg danitepung kacangimerah ini dapat menghasilkan pangan fungsional yang tinggi akan serat pangan dan

The influence of body image and gender in adolescent obesity Dietary intake changes in adolescent girl after iron deficiency anemia diagnosisA. Comparison of BCYE and BMPA media

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi (X 1 ) dengan kemampuan menulis narasi

Karakter kuantitatif yang diamati berdasarkan UPOV dan Paduan Descriptor Draft National Guidelines for the Conduct of Tests for Distinctness, Uniformity and