• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Peningkatan Kualitas Air Sungai Ciujung Berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides) dengan Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Peningkatan Kualitas Air Sungai Ciujung Berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides) dengan Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis"

Copied!
414
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENINGKATAN KUALITAS AIR SUNGAI CIUJUNG

BERDASARKAN PARAMETER SENYAWA AOX

(

A

DSORBABLE ORGANIC HALIDES

) DENGAN

MODEL WASP (

WATER QUALITY ANALYSIS

SIMULATION PROGRAM

) DAN

MODEL DINAMIS

HENY HINDRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kajian Peningkatan

Kualitas Air Sungai Ciujung Berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable

Organic Halides) dengan Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2013

Heny Hindriani

(3)

Heny Hindriani. 2013. Kajian Peningkatan Kualitas Air Sungai Ciujung

Berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides) dengan

Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis.

Dibimbing oleh ASEP SAPEI, SUPRIHATIN dan MACHFUD.

Sungai Ciujung merupakan sungai terbesar di wilayah Provinsi Banten

yang memiliki luas DAS 1,935 km2 dengan panjang 147 km. Bagian hulu Sungai

Ciujung berada di Kabupaten Lebak dan bagian hilirnya berada di Kabupaten Serang. Sungai Ciujung bagi Kabupaten Serang memegang peranan penting untuk aktivitas domestik, pertanian dan industri. Saat ini Sungai Ciujung telah menjadi isu nasional sebagai sungai yang mengalami pencemaran, penurunan debit, pendangkalan sungai akibat adanya lahan kritis di hulu dan adanya aktivitas industri di hilir sehingga berdampak pada kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat terutama yang berada di wilayah hilir sungai. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sampai saat ini belum menetapkan kelas sungai dan daya tampung beban pencemaran Sungai Ciujung sehingga kualitas air sungai mengacu kepada sungai kelas II sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Namun parameter yang tercantum dalam peraturan tersebut belum memasukan parameter senyawa

organik terklorinasi (AOX, adsorbable organic halides). Senyawa AOX

merupakan polutan spesifik yang memiliki karakteristik beracun, hidrofobik, karsinogen, persisten, dan dapat terbioakumulasi pada tubuh ikan sehingga akan menimbulkan resiko bagi kesehatan manusia. Apabila tidak ada upaya pengendalian maka dikhawatirkan pencemaran akan terus berlangsung sehingga akan berpengaruh pada kelangsungan fungsi sungai.

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengendalian pencemaran Sungai Ciujung yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) Menganalisis kondisi eksisting Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX, (2) Menentukan prioritas strategi pengendalian beban pencemaran Sungai Ciujung dan (3) Merumuskan model pengendalian pencemaran Sungai Ciujung.

Penelitian dilaksanakan dengan cara survei lapangan, pemeriksaan contoh secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Daya tampung beban

pencemaran ditentukan dengan model water quality analisys system program

(WASP). Prioritas strategi pengendalian beban pencemaran dianalisis dengan

metode analytical hierarchy process (AHP). Model pengendalian pencemaran air

Sungai Ciujung dibangun melalui pendekatan sistem menggunakan program

Powersim Studio 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting, parameter BOD, COD, senyawa AOX, nitrit, fenol, Cr, Cu dan Pb melampaui kriteria mutu air kelas II. Berdasarkan hasil analisis indeks pencemaran tanpa memasukkan parameter senyawa AOX yang mengacu pada KepMen 115/2003, Sungai Ciujung berada dalam status tercemar ringan hingga sedang (IP 0.32-7.10). Sedangkan dengan memasukan parameter senyawa AOX diketahui bahwa Sungai Ciujung

berada dalam status tercemar ringan hingga berat (IP 1.80 – 14.04). Beban

pencemaran yang masuk ke Sungai Ciujung berasal dari domestik, peternakan, pertanian dan industri. Meningkatnya beban pencemaran ke Sungai Ciujung berdampak pada penurunan daya tampung beban pencemaran. Berdasarkan hasil pemodelan WASP, menunjukkan bahwa Sungai Ciujung pada kondisi debit

minimum (1.9 m3/detik), tidak memiliki daya tampung beban pencemaran untuk

(4)

dengan AHP menunjukkan bahwa tiga prioritas alternatif yang perlu dilakukan untuk pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung adalah Pengetatan perijinan

pembuangan limbah ke sungai (eigen value 0.309), pemantauan kualitas air

limbah dan air sungai (eigen value 0.228), dan penetapan kelas sungai dan daya

tampung beban pencemaran(eigen value 0.195).

Skenario yang diterapkan untuk pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah, (1) skenario pesimis, yaitu dengan membiarkan dalam kondisi eksisting, (2) skenario moderat, yaitu dengan melakukan pemantauan kualitas air sungai dan air limbah industri secara rutin, menetapkan kelas sungai dan daya tampung beban pencemaran, serta menyusun dan mensosialisasikan peraturan tentang ijin pembuangan limbah, kuota air limbah industri yang boleh dibuang ke sungai dan penerapan pajak limbah, dan (3) skenario optimis, yaitu dengan melakukan pemantauan kualitas air sungai dan air limbah industri secara rutin, menetapkan kelas sungai dan daya tampung beban pencemaran, serta mengimplementasikan seluruh peraturan tentang ijin pembuangan limbah, kuota air limbah industri yang boleh dibuang ke sungai dan penerapan pajak limbah.

Hasil simulasi sub model ekologi menunjukkan bahwa pada skenario pesimis berdampak terhadap peningkatan konsentrasi pencemar dan penurunan daya tampung beban pencemaran terutama pada musim kemarau. Penerapan skenario moderat pada akhir tahun simulasi dibandingkan dengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa penurunan nilai BOD 46.18%, COD 27.60%, senyawa AOX 2.87% dan logam Cr 44.95%. Penerapan skenario optimis pada akhir tahun simulasi menunjukkan penurunan nilai BOD 69.79%, COD 41.70%, senyawa AOX 4.16% dan logam Cr 67.91%.

Simulasi sub model sosial (sub model dampak senyawa AOX terhadap kesehatan) menunjukkan bahwa jika tidak ada upaya pengendalian pencemaran senyawa AOX (skenario pesimis) di Sungai Ciujung maka diprediksi senyawa tersebut dapat terbioakumulasi dalam ikan. Pada akhir tahun simulasi, senyawa tersebut yang diprediksi terdapat dalam tubuh ikan untuk senyawa 2,3,7,8-TCDD

0.6338 g/kg, 2,3,7,8-TCDF 0.5071 g/kg, PCP 0.0326 g/kg dan CH3Cl 5.373x10-4

g/kg. Sehingga senyawa AOX yang masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan tersebut sebesar 0.0313 g/hari untuk 2,3,7,8-TCDD, 0.0250

g/hari untuk 2,3,7,8-TCDF, 0.0016 g/hari untuk PCP dan 2.65x10-5 g/hari untuk

CH3Cl. Kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia tersebut telah melebihi

nilai TDI (tolerable daily intake). Penerapan skenario moderat, menunjukkan

terjadi penurunan kandungan senyawa AOX yang diprediksi terdapat dalam tubuh ikan untuk 2,3,7,8-TCDD 11.11% dan yang dapat masuk ke dalam tubuh

manusia 11.14%,senyawa 2,3,7,8-TCDF dan PCP dalam ikan dan dalam tubuh

manusia 11.12%, dan CH3Cl dalam ikan dan dalam tubuh manusia 11.11%.

Penerapan skenario optimis menunjukkan terjadi penurunan kandungan senyawa AOX yang diprediksi terdapat dalam tubuh ikan untuk 2,3,7,8-TCDD 16.79% dan yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia 16.80%, senyawa 2,3,7,8-TCDF dalam ikan 16.80% dan dalam tubuh manusia 16.80%, senyawa PCP dalam ikan

16.79% dan dalam tubuh manusia 16.79%, dan CH3Cl dalam ikan 16.79% dan

dalam tubuh manusia 16.79%.

(5)

Heny Hindriani. 2013. Study of Ciujung River Water Quality Improvement Based

on AOX Compounds (Adsorbable Organic Halides) with WASP (Water Quality

Analysis Simulation Program) and the Dynamic Model. Supervised by ASEP SAPEI, SUPRIHATIN and MACHFUD.

Ciujung River was the largest river in Banten Province with watershed

area 1,935 km2 and 147 km length. The upstream of Ciujung River was located in

Lebak Regency and the downstream was in Serang Regency. The river plays important role for Serang Regency for domestic, agricultural and industrial activities. At present, Ciujung River has become a national issue as a river that was polluted, decreased in discharge, river siltation due to the critical land in the

upstream and industrial activity in the downstream that influenced the society’s

health and social economy, especially in the downstream region.The river class and total maximum dayli loads (TMDLs) has not been determined by the national and regional government, so that the water river quality of Ciujung River was defined based on the Government Regulation No. 82/2001 concerning the management of water quality and water pollution control. However, adsorbable organic halides (AOX) parameter was not included in the regulation. AOX compound was a specific pollutant that toxic, hydrophobic, carcinogenic, persistent, and could be bio accumulated in fish body so it would pose a risk to human health. If there was no effort in controlling the pollution, it could be sustained and influenced the river function.

The main objective of this research was to develop a model in controlling pollution in Ciujung River with three steps, i.e. (1) analyzing AOX compound in exist condition of Ciujung River, (2) determining the priority of pollution load controlling strategy in Ciujung River, and (3) formulating a model of pollution control in Ciujung River.

The research was done by field survey, sample analysis directly in field and laboratory, questionnaire distribution, and in-depth interview with the expert. Water quality was analyzed with pollution index method; TMDLs was determined with water quality analysis simulation program (WASP). Priority of pollution load controlling strategy was analyzed with analytical hierarchy process (AHP) method. Model of Ciujung River water pollution control was developed with system approach using Powersim Studio 2005.

The result showed that in existing condition, most parameter in several locations did not meet the criteria of class II water quality standard. DO, pH and nitrate content met the standard in all location, whereas BOD, COD, nitrite, phenol and AOX compound did not meet the standard.Status of Ciujung river water quality according to pollution index value without AOX compound, was in

status of light to moderate polluted (IP 0.32 – 7.10). Whereas by considering the

AOX parameter, Ciujung River was in status of light to severe polluted (IP 1.80 –

14.04). Potential pollution load that went into Ciujung River was come from non-point source, i.e. domestic, livestock, and agricultural waste and non-point source, i.e industry. The increase of pollution load potential that went into Ciujung River caused decrease of TMDLs. WASP simulation result showed that in minimum

reliable discharge (1.9 m3/second), Ciujung River did not have TMDLs for class II

river based on BOD (-3,470 kg/day) and AOX compound (-5 kg/day).

(6)

reduce pollutant load by (1) monitoring the water quality, (2) determining class and river TMDLs, and (3) applying policy to tightening disposal and industrial waste quota license and applying tax for industrial waste. According to those, three scenarios was made, (1) pessimist scenario, i.e. by permitting the exist condition, (2) moderate scenario, i.e. by monitoring water river quality and industrial waste water periodically, determining river class and pollution load capacity, and collating and disseminating rules about the license of waste disposal, industrial waste water that was permitted to be thrown into the river and

waste tax application and (3) optimist scenario, i.e. by monitoring water river

quality and industrial waste water periodically, determining river class and TMDLs, and implementing all rules above waste disposal license, industrial waste water quota that was permitted to be thrown into the river and application of waste tax.

The result of ecology sub model simulation showed that pessimist scenario affected the increase of pollutant concentration and decrease of TMDLs. In pessimist scenario, BOD in the end of simulation year was 180.1 mg/L. AOX compound concentration was 0.1394 mg/L. Cr metal concentration was 1.1559 mg/L. The application of moderate scenario, decrease of BOD 46.18%, COD 27.6%, AOX compound concentration 2.87% and Cr concentration 44.95%. The application of optimist scenario compared to pessimist scenario, showed the decrease of BOD 69.79%, COD 41.7%, AOX compound concentration 4.16% and Cr concentration 67.91%.

Social sub model simulation (AOX compound impact sub model to health) showed that when there was no effort to control the AOX compound pollution (pessimist scenario) in Ciujung River then the compound was predicted to be bio accumulated inside fish. In the end of simulation year (2020), the predicted concentration of the compounds contained in fish body for 2,3,7,8-TCDD was

0.6338 g/kg, 2,3,7,8-TCDF was 0.5071 g/kg, PCP was 0.0326 g/kg and CH3Cl

was 5.373x10-4 g/kg. So, AOX compound predicted went into human body which

consumed the fish in dry season was 0.0312 g/day for 2,3,7,8-TCDD, 0.0233 g/

day for 2,3,7,8-TCDF, 0.0016 g/ day for PCP and 2.65x10-5 g/ day for CH3Cl. The

AOX content in human body has exceeded TDI value (tolerable daily intake). The application of moderate scenario, showed that a decrease of AOX compound content was predicted to contain in body fish for 2,3,7,8-TCDD was 11.11% and

11.14% could entering human body,2,3,7,8-TCDF compound in fish was 11.12%

and in human body 11.12%, PCP compound in fish was 11.12% and in human

body 11.12%, and CH3Cl in fish was 11.11% and in human body was 11.11%.

The application of optimist scenario, showed a decrease of AOX compound content was predicted to contain in body fish for 2,3,7,8-TCDD 16.79% and 16.80% could entering human body, 2,3,7,8-TCDF compound in fish 16.80% and in human body 16.80%, PCP compound in fish 16.79% and in human body

16.79%, and CH3Cl in fish 16.79% and in human body 16.79%.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

BERDASARKAN PARAMETER SENYAWA AOX

(ADSORABLE ORGANIX HALIDES)

DENGAN

MODEL WASP (

WATER QUALITY ANALYSIS

SIMULATION PROGRAM

) DAN

MODEL DINAMIS

HENY HINDRIANI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Etty Riyani, MS Prof. Dr. Bambang Pramudya

(10)

Berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides) dengan Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis

Nama : Heny Hindriani

NIM : P062090041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS Ketua

Prof. Dr Ing. Ir. Suprihatin Prof. Dr. Ir. Machfud, MS

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kajian Peningkatan Kualitas Air Sungai Ciujung

Berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides) dengan

Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Prof. Dr Ing. Ir. Suprihatin dan Prof. Dr. Ir. Machfud, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga pada penyusunan disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon dan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang yang telah memberikan izin mengikuti program S3 pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis juga menyampaikan ungkapan terima kasih yang sangat mendalam kepada Ayahanda Ateng Nasihin dan Ibunda Ayi Hojanah yang tanpa lelah selalu berdoa untuk keberhasilan penulis. Juga kepada suami tersayang Aep Saepullah S.Si yang dengan penuh kesabaran, selalu memberikan semangat kepada penulis selama proses pendidikan. Teruntuk kedua putriku tercinta Ghania Putri Nazira Ramadhani dan Risya Shafa Salsabila yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

Kebaruan (Novelty) 5

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Air Sungai 5

Pencemaran Senyawa AOX 7

Indeks Pencemaran, Beban Pencemaran dan Daya Tampung Beban

Pencemaran 8

Indeks Pencemaran 8

Beban Pencemaran 9

Daya Tampung Beban Pencemaran 9

Pemodelan Kualitas Air 10

Dampak Pencemaran pada Lingkungan, Kesehatan dan Sosial 14

Dampak Senyawa AOX 15

Analytical Hierarchy Process 17

Pendekatan Sistem 19

Pemodelan 20

Validitas dan Sensitivitas Model 21

Kerangka Pemikiran 22

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian 25

Teknik Pengumpulan Data 25

Rancangan Penelitian 29

Kualitas Air Sungai Ciujung 29

Status Mutu Air Sungai 30

Beban Pencemaran 31

Daya Tampung dan Beban Pencemaran 32

Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai 33

Dampak Pencemaran Senyawa AOX terhadap Aquatik

dan Manusia 34

Desain Model Pengendalian Pencemaran Air 34

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN`

Kondisi Geografis 37

(13)

Klimatologi 38

Iklim 38

Curah Hujan 40

Debit 40

Tata Guna Lahan 41

Kondisi Sosial Ekonomi 42

Kependudukan 42

Pendidikan 44

Kondisi Ekonomi 45

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Eksisting 46

Kualitas Air Sungai Ciujung 46

Status Mutu Air Sungai Ciujung 60

Beban Pencemaram 69

Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Ciujung 74

Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian 93

Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung 101

Pemodelan Dinamis 108

Analisis Kebutuhan 108

Formulasi Permasalahan 109

Identifikasi Sistem 110

Model Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung 112

Sub Model Sosial 115

Sub Model Ekologi 118

Sub Model Nilai Ekonomi 125

Kondisi Eksisting Model 126

Validasi Model 134

Penerapan Skenario Model 136

Perbandingan Penerapan Antar Skenario 138

Implikasi Kebijakan Model 147

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 149

Saran 150

DAFTAR PUSTAKA 152

(14)

DAFTAR TABEL

2.1 Kriteria risiko 16

2.2 Nilai skala perbandingan dalam AHP 19

3.1Lokasi pengambilan sampel 28

3.2Tujuan penelitian, data, dan sumber data penelitian 29

3.3Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan 30

4.1Keadaan iklim di Wilayah Kabupaten Serang 38

4.2Curah hujan di Kabupaten Serang 40

4.3Luas lahan tambak Kabupaten Serang 42

4.4Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan 43

4.5Komposisi penduduk berdasarkan profesi 43

4.6Jumlah penduduk Kabupaten Serang tahun 2001-2009 44

5.1 Kondisi eksisting perairan Sungai Ciujung 48

5.2 Nilai indeks pencemaran sungai Ciujung tanpa parameter AOX 61

5.3 Nilai indeks pencemaran sungai Ciujung tanpa dan

dengan parameter AOX 65

5.4 Beban pencemaran dari aktivitas domestik 70

5.5 Beban pencemaran dari aktivitas pertanian 71

5.6 Beban pencemaran dari aktivitas peternakan 72

5.7 Beban pencemaran dari aktivitas industri 73

5.8 Debit andalan Sungai Ciujung tahun 1997-2011 74

5.9 Data hidrolika Sungai Ciujung 76

5.10 Daya tampung beban pencemaran BOD pada debit minimum 81

5.11 DTBP BOD pada debit maksimum 83

5.12 DTBP AOX pada debit minimum 86

5.13 DTBP AOX pada debit maksimum 88

5.14 DTBP Cr pada debit minimum 91

5.17 DTBP logam Cr pada debit maksimum 92

5.18 Distribusi responden berdasarkan keluhan kesehatan

kulit setelah menggunakan air Sungai Ciujung 100

5.19 Analisis kebutuhan pada sistem pengendalian air Sungai Ciujung 109

5.20 Emisi berbagai jenis ternak 121

5.21 Hasil simulasi pertumbuhan penduduk 126

5.22 Kandungan senyawa AOX dalam tubuh 129

5.23 Data validasi MPPSC 136

5.24 Penerapan skenario model 138

5.25 Perbandingan konsentrasi parameter pencemar antar skenario

terhadap skenario pesimis 142

5.26 Perbandingan penurunan kandungan senyawa AOX dalam ikan

antar skenario 144

5.27 Perbandingan penurunan kandungan senyawa AOX tubuh manusia

(15)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Jumlah AOX relative stabil dibandingkan Guaicol Bebas 8

2.2 Tahapan penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran 10

2.3 Sistem pemodelan kualitas air finit segmen 11

2.4 Sistem koordinat persamaan neraca massa 12

2.5 Skema segmentasi model 13

2.6 Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,

sumber daya alam dan lingkungan 14

2.7 Kerangka pemikiran 24

3.1 Peta lokasi penelitian 26

3.2 Tahapan penelitian dan metode analisis data 27

3.3 Titik pengambilan sampel air sungai 28

3.4 Tahapan AHP 33

4.1 Peta Kabupaten Serang 39

4.2 Debit rata-rata bulanan Sungai Ciujung Tahun 1997-2011 40

4.3 Penggunaan lahan di Kabupaten Serang 41

4.4 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan 44

5.1 Nilai DO di Sungai Ciujung 47

5.2 Nilai BOD di Sungai Ciujung 50

5.3 Nilai COD di Sungai Ciujung 52

5.4 Konsentrasi nitrat di Sungai Ciujung 53

5.5 Konsentrasi nitrit di Sungai Ciujung 54

5.6 Konsentrasi fenol di Sungai Ciujung 55

5.7 Konsentrasi senyawa AOX di Sungai Ciujung 56

5.8 Konsentrasi kadmium di Sungai Ciujung 57

5.9 Konsentrasi krom di Sungai Ciujung 58

5.10 Konsentrasi tembaga di Sungai Ciujung 59

5.11 Konsentrasi Fe di Sungai Ciujung 59

5.12 Konsentrasi Pb di Sungai Ciujung 60

5.13 Sebaran indeks pencemaran di Sungai Ciujung 62

5.14 Status mutu Sungai Ciujung dibandingkan kriteria mutu air kelas I 63

5.15 Status mutu Sungai Ciujung dibandingkan kriteria mutu air kelas II 64

5.16 Nilai indeks pencemaran Sungai Ciujung dengan memasukkan

parameter AOX dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai 66

5.17 Status mutu Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter AOX

dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas I 67

5.18 Status mutu Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter AOX

dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas II 68

5.19 Peta sebaran beban pencemaran Sungai Ciujung 74

5.20 Debit andalan Sungai Ciujung tahun 1997-2011 75

5.21 Skema Sungai Ciujung dalam bentuk segmen 77

5.22 Grafik kalibrasi debit, BOD, senyawa AOX, dan logam Cr 78

5.23 Konsentrasi BOD hasil simulasi pada debit andalan 79

5.24 Konsentrasi BOD pada debit minimum 80

5.25 BP BOD Sungai Ciujung pada debit minimum 82

(16)

5.27 BP BOD Sungai Ciujung pada debit maksimum 83

5.28 Konsentrasi BOD hasil simulasi pada debit andalan 85

5.29 Konsentrasi AOX pada debit minimum 85

5.30 BP senyawa AOX pada debit minimum 87

5.31 Konsentrasi senyawa AOX pada debit maksimum 87

5.32 BP senyawa AOX pada debit maksimum 89

5.33 Konsentrasi Cr hasil simulasi pada debit andalan 89

5.34 Konsentrasi logam Cr pada debit minimum 90

5.35 BP logam Cr pada debit minimum 91

5.36 Konsentrasi logam Cr pada debit maksimum 92

5.37 BP logam Cr pada debit maksimum 93

5.38 Karakteristik responden 94

5.39 Persepsi masyarakat terhadap pencemaran air Sungai Ciujung 96

5.40 Sikap masyarakat terhadap pencemaran air Sungai Ciujung 97

5.41 Tindakan masyarakat terhadap pencemaran air Sungai Ciujung 99

5.42 Struktur AHP dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung 102

5.43 Kontribusi level faktor terhadap level fokus pengendalian

pencemaran Sungai Ciujung 103

5.44 Kontribusi level aktor terhadap level fokus pengendalian

pencemaran Sungai Ciujung 103

5.45 Kontribusi level tujuan terhadap level fokus pengendalian

pencemaran Sungai Ciujung 104

5.46 Agregat pembobotan dalam struktur AHP pengendalian pencemaran

Sungai Ciujung 104

5.47 Prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran 108

5.48 Causa loop MPPSC 110

5.49 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran

di Sungai Ciujung 111

5.50 Stock flow diagram MPPSC 114

5.51 Diagram sub model sosial kependudukan 115

5.52 Stock flow diagram sub model sosial 116

5.53 Diagram sub model dampak pencemaran senyawa AOX

di Sungai Ciujung 117

5.54 Stock flow diagram sub model sosial-dampak pencemaran

Senyawa AOX 117

5.55 Sub model ekologi 119

5.56 Stock flow sub model ekologi-pemukiman 119

5.57 Stock flow sub model ekologi-peternakan 120

5.58 Stock flow sub model ekologi-industri 121

5.59 Stock flow sub model ekologi-pertanian 122

5.60 Stock flow sub model ekologi 124

5.61 Sub model ekonomi 125

5.62 Stock flow sub model ekonomi 125

5.63 Simulasi pertumbuhan penduduk 126

5.64 Simulasi kandungan PCP dalam tubuh manusia 127

5.65 Simulasi kandungan TCDD dalam tubuh manusia 127

5.66 Simulasi kandungan TCDF dalam tubuh manusia 128

(17)

5.68 Hasil simulasi beban pencemaran parameter BOD, COD, AOX

dan Cr di Sungai Ciujung 129

5.69 Hasil simulasi kualitas air Sungai Ciujung berdasarkan BOD, COD,

AOX dan Cr di Sungai Ciujung 130

5.70 Hasil simulasi daya tampung beban pencemaran air Sungai

Ciujung berdasarkan parameter BOD, COD, AOX dan Cr 131

5.71 Simulasi biaya pengelolaan air limbah 132

5.72 Simulasi kualitas air limbah berdasarkan parameter BOD dan COD

setelah pengolahan 133

5.73 Perbandingan nilai BOD aktual dan simulasi 134

5.74 Perbandingan nilai COD aktual dan simulasi 135

5.75 Perbandingan konsentrasi Cr aktual dan simulasi 135

5.76 Prediksi nilai BOD hasil simulasi skenario tahun 2009 hingga 2020

di Sungai Ciujung 139

5.77 Prediksi nilai COD hasil simulasi skenario tahun 2009 hingga 2020

di Sungai Ciujung 140

5.78 Prediksi nilai AOX hasil simulasi skenario tahun 2009 hingga 2020

di Sungai Ciujung 141

5.79 Prediksi konsentrasi logam Cr hasil simulasi skenario tahun 2009

hingga 2020 di Sungai Ciujung 141

5.80 Prediksi kandungan senyawa AOX dalam ikan hasil simulasi

skenario tahun 2011 hingga 2020 143

5.81 Prediksi kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia hasil

simulasi skenario tahun 2011 hingga 2020 145

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan

dengan kriteria mutu air sungai kelas II 160

2 Emisi dari aktivitas domestic peternakan dan pertanian 168

3 Potensi beban pencemaraan dari pertanian 169

4 Potensin beban pencemaraan dari Peternakan 170

5 Nilai BOD pada berbagai debit andalan (Hasil simulasi WASP) 172

6 Konsentrasi AOX pada berbagai debit andalan (Hasil simulasi WASP) 173

7 Konsentrasi Cr pada berbagai debit andalan (Hasil simulasi WASP) 174

8 Perhitungan daya tamping beban pencemaran BOD pada saat debit

minimum (1.9 m3) (Hasil simulasi WASP) 175

9 Perhitungan daya tamping beban pencemaran BOD pada saat debit

maksimum (29.9 m3) (Hasil simulasi WASP) 176

10 Prediksi risiko senyawa AOX terhadap ikan dan tubuh manusia 177

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah pencemaran sungai yang terjadi saat ini semakin beragam dan menunjukkan gejala kerusakan lingkungan yang cukup serius serta sering menimbulkan konflik di masyarakat. Kelangkaan dan kesulitan mendapatkan air bersih dan layak pakai menjadi permasalahan yang sering muncul pada berbagai tempat setiap tahun (Suwari 2010).

Pencemaran air sungai seringkali disebabkan oleh kelalaian industri dalam pengelolaan limbah ataupun terlepasnya bahan baku proses produksi dalam jumlah yang besar ke badan air seperti yang terjadi di Sungai Ngringo Provinsi Jawa Tengah, Sungai Rokan Hulu di Provinsi Riau, Sungai Citarik di Kabupaten Bandung, Sungai Banger di Kabupaten dan Kota Pekalongan, Kali Brantas di Kabupaten Kediri, dan Sungai Ajkwa di Provinsi Papua. Selain limbah industri, limbah rumah tangga dan pestisida dari kegiatan pertanian ikut berkontribusi dalam peningkatan pencemaran di beberapa sungai. Penurunan kualitas air sungai yang disebabkan oleh buangan limbah cair dari rumah tangga seperti yang terjadi di daerah DKI Jakarta yang dilintasi oleh 13 sungai besar dan beberapa sungai kecil, 83% di antaranya tergolong kategori buruk. Menurut data sensus BPS

(2000), sekitar 246 ribu m3/hari air limbah rumah tangga telah mencemari sungai

dan tanah di Pulau Jawa. Di lain pihak, pencemaran air sungai yang disebabkan oleh pestisida pada tahun 2000 secara nasional (tanpa Maluku dan Irian Jaya) diperkirakan mencapai 19.5 ribu ton, pestisida cair 11 ribu kilo liter, dan pupuk kimia sebesar 2.2 juta ton (KLH 2002). Pencemaran tersebut sangat berdampak pada faktor sosial, ekonomi dan lingkungan yang merugikan masyarakat sekitar (Sutisna 2003).

Salah satu sungai yang saat ini menjadi isu nasional mengalami pencemaran adalah Sungai Ciujung yang merupakan sungai utama di Provinsi Banten. Sungai ini dilalui oleh buangan limbah dari berbagai industri. Industri yang membuang limbahnya ke Sungai Ciujung adalah industri kertas dan industri kimia untuk industri kertas, sedangkan industri yang membuang limbahnya melalui anak Sungai Ciujung (Sungai Cikambuy) adalah industri kimia, makanan, minuman, farmasi, pestisida dan tekstil yang berada di kawasan industri modern Cikande. Hasil pemantauan BPLH Kabupaten Serang (2010), air Sungai Ciujung di kawasan hilir pada bulan September sampai Desember tahun 2008 menunjukkan bahwa nilai rata-rata BOD adalah 3.8 ppm dan COD adalah 25.2 ppm, sedangkan pada bulan September sampai Desember tahun 2010 meningkat menjadi 43.8 ppm untuk BOD dan 118.3 ppm untuk COD. Nilai BOD dan COD tersebut melebihi kriteria mutu air kelas IV yang telah ditetapkan pemerintah sesuai dengan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yakni sebesar 12 ppm untuk BOD dan 100 ppm untuk COD.

(20)

hilir (Nurmala 2010). Dampak nyata adanya pencemaran di Sungai Ciujung bagi kehidupan rakyat yang tinggal di kawasan hilir sungai adalah penyakit kulit, dan kesulitan memperoleh air bersih. Selain itu, pencemaran Sungai Ciujung setelah adanya industri berdampak pada penurunan penghasilan tambak dari ± 2 ton/hektar menjadi kurang dari 1 ton/hektar, dan sektor pertanian dari ± 6-7 ton/hektar menjadi ± 4-5 ton/hektar (Ikhlas 2008).

Upaya pengendalian perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pencemaran di Sungai Ciujung supaya tidak terus berlangsung. Menurut Ginting (1992), usaha pengendalian dan pencegahan pencemaran lingkungan dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti: (1) teknologi pencegahan dan penanggulangan, (2) pendekatan institusional, (3) pendekatan ekonomi, dan (4) pengelolaan lingkungan. Untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan perlu upaya yang dapat mensinergikan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing sektor yang terkait di pusat dan daerah dengan mentaati ketentuan perundangan yang berlaku.

Parameter yang umum ditetapkan untuk menentukan kualitas air sungai adalah parameter fisika, kimia dan mikrobiologi seperti yang tertuang dalam PP Nomor 82 Tahun 2001. Namun peraturan tersebut belum memasukkan parameter

senyawa organik terklorinasi (AOX, Adsorbable Organic Halides). Senyawa

AOX merupakan polutan spesifik yang merupakan kumpulan dari senyawa organik yang mengandung halida dan memiliki karakteristik beracun, hidrofobik, bioakumulatif, karsinogen, dan persisten (US EPA 1997).

Pencemaran senyawa AOX ini berdampak terhadap kesehatan makhluk hidup dan lingkungan, dan secara luas akan menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi (Warlina 2008). Namun sampai saat ini Pemerintah Indonesia belum

menentukan baku mutu untuk senyawa ini baik dalam effluent limbah maupun

dalam badan air. Padahal menurut Johnson (2007), AOX merupakan parameter penting yang menjadi fokus perhatian dalam dekade terakhir. Beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, Brasil, Finlandia, Kanada, Prancis, Selandia Baru, dan Swedia sudah lama menyadari akan bahaya senyawa AOX dan sudah

menerapkan baku mutunya (Hanafi 2003, Master et al 2006 dan Yasmidi 2008).

Sehingga penelitian mengenai pengendalian pencemaran air sungai dengan memasukkan parameter senyawa AOX serta penelitian mengenai dampak senyawa tersebut terhadap ikan dan manusia dapat dijadikan dasar bagi pengambil keputusan untuk membuat suatu kebijakan.

Penanganan permasalahan di Sungai Ciujung ini memerlukan koordinasi

dengan melibatkan seluruh stakeholders dan strategi penanganannya harus

dilakukan berdasarkan konsep perencanaan yang komprehensif dan holistik dengan membuat suatu model pengendalian pencemaran Sungai Ciujung yang efektif.

Perumusan Masalah

(21)

terutama pada musim kemarau dan pendangkalan sungai. Apabila tidak ada usaha-usaha pencegahan dan pengendalian dikhawatirkan pencemaran dan sedimentasi akan terus berlangsung, yang selanjutnya akan berpengaruh pada kelangsungan fungsi sungai. Perubahan yang terjadi pada sumber daya alam tersebut akan berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup penduduk setempat. Penurunan kualitas air sungai juga dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar sungai pada khususnya dan masyarakat Kabupaten Serang pada umumnya.

Pencemaran yang terjadi di Sungai Ciunjung sudah sangat meng-khawatirkan akibat masih terdapatnya lahan kritis di daerah hulu sungai yang berada di Kabupaten Lebak seluas + 11,114 ha dan adanya kegiatan industri di daerah hilir yaitu di Kabupaten Serang, sehingga Sungai Ciujung mengalami degradasi lingkungan yang cukup signifikan baik dilihat dari kuantitas maupun dari kualitasnya. Di mana secara kuantitas debit Sungai Ciujung mengalami

penurunan yang sangat berarti dari kondisi normal sebesar + 50 m3/detik menjadi

hanya + (2 – 3) m3/detik bahkan 0 m3/detik pada musim kemarau, sedangkan

secara kualitas terjadi penurunan yang cukup besar, terutama sejalan dengan penurunan debit sungainya, sehingga Sungai Ciujung sudah tidak mampu mereduksi buangan limbah industri yang menyebabkan terjadi pencemaran dengan kondisi air sungai berwarna hitam dan bau yang cukup menyengat (BPLH 2010).

Selain banyaknya kegiatan industri di kawasan hilir yang tidak taat aturan dan terdapatnya lahan kritis di kawasan hulu Sungai Ciujung, belum tertanganinya pencemaran di Sungai Ciujung ini adalah akibat pengelolaannya saat ini masih dilaksanakan secara parsial oleh dinas/instansi terkait masing-masing kabupaten. Padahal dalam penanganan pencemaran Sungai Ciujung ini harus dilakukan secara terpadu berdasarkan ketentuan UUD No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, di mana pengelolaan Sungai Ciujung merupakan kewenangan pusat, karena Sungai Ciujung merupakan sungai strategi nasional. Namun sampai saat ini baik pemerintah pusat maupun Provinsi Banten belum menetapkan daya tampung beban pencemaran dan kelas air Sungai Ciujung sebagai salah satu upaya pengendalian pencemaran.

Pencemaran yang terjadi di Sungai Ciujung disebabkan oleh senyawa organik yang mudah terurai (Nurmala 2010) dan senyawa organik yang persisten. Salah satu senyawa yang bersifat persisten adalah senyawa AOX yang dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan masyarakat baik

jangka pendek maupun pada jangka panjang (US EPA dalam Yasmidi 2008).

Studi ataupun penelitian-penelitian mengenai pencemaran senyawa AOX khususnya di Indonesia masih belum banyak dilakukan, selain itu masyarakat dan pemerintah juga belum memberi perhatian khusus terhadap pencemaran senyawa ini yang ditunjukkan dengan belum adanya perangkat kebijakan dan aturan-aturan mengenai baku mutu pencemaran senyawa AOX sebagai penjabaran dari Undang-Undang Nomor 19 tahun 2009 tentang pengesahan konvensi Stockholm tentang bahan pencemar organik yang persisten .

(22)

sungai dengan menyesuaikan debit air sungai yang ada. Penelitian ini mengkaji peningkatan kualitas air dengan memasukkan parameter senyawa AOX dan dampak pencemaran senyawa AOX dalam satu bentuk model dinamik. Model dinamik ini akan memperlihatkan keterkaitan antara pencemaran yang terjadi dengan dampak yang ditimbulkan untuk masa sekarang ataupun simulasi masa yang akan datang beserta strategi pengendaliannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana kondisi eksisting perairan Sungai Ciujung berdasarkan parameter

fisika kimia secara umum dan senyawa AOX khususnya.

b. Strategi apa yang menjadi prioritas dalam pengendalian pencemaran air Sungai

Ciujung.

c. Bagaimana membangun model pengendalian beban pencemaran di Sungai

Ciujung.

Tujuan

Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji peningkatan kualitas air Sungai Ciujung dengan model kualitas air dan model dinamik. Secara spesifik penelitian ini bertujuan :

a. Mengetahui kondisi eksisting perairan Sungai Ciujung berdasarkan parameter

fisika kimia secara umum dan dengan memasukan parameter senyawa AOX

b. Mengetahui strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung

c. Mendapatkan rumusan model pengendalian beban pencemaran Sungai

Ciujung dengan berbagai skenario.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak :

a. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam memformulasi kebijakan dalam pengendalian

pencemaran Sungai Ciujung.

b. Bagi masyarakat, sebagai informasi untuk memberi kesadaran dan

pemahaman mengenai bahaya pencemaran sungai terhadap kesehatan sehingga dapat meningkatkan partisipasi dalam pemeliharaan Sungai Ciujung

c. Bagi pelaku Usaha sebagai acuan untuk taat dan ikut berpartisipasi serta

berkontribusi positif dalam menjaga air Sungai Ciujung secara berkelanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi bagian hilir Sungai Ciujung mulai dari Nagara sampai Muara yang mencakup beberapa aspek :

a. Sumber polutan berasal dari :

- Aktivitas domestik

(23)

- Aktivitas pertanian

- Aktivitas industri

b. Data aktual konsentrasi parameter fisika kimia dan senyawa AOX.

c. Karakteristik lingkungan sungai meliputi data: hidrologi, jumlah industri, jenis

industri, jumlah penduduk, kesehatan masyarakat dan aktivitas masyarakat di sekitar Sungai Ciujung

d. Indeks pencemaran, beban pencemaran, dan daya tampung beban pencemaran

Sungai Ciujung

e. Menentukan prioritas strategi pengendalian pencemaran

f. Membuat model pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung dan dampak

senyawa AOX terhadap ikan dan manusia

g. Perumusan skenario dan strategi pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung

Novelty

Keterbaruan penelitian yaitu model pengendalian pencemaran Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX dan dampak pencemaran senyawa tersebut terhadap ikan dan manusia melalui sistem dinamik.

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Air Sungai

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas perairan turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP 2001). Dari rumusan tersebut dapat dikatakan bahwa pencemaran air adalah turunnya kualitas air karena masuknya komponen-komponen pencemar dari kegiatan manusia atau proses alami, sehingga air tersebut tidak memenuhi syarat atau bahkan mengganggu pemanfaatannya.

Saeni (1989) menyatakan, bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) pencemaran kimiawi berupa bahan-bahan organik, mineral, zat-zat beracun dan radioaktif, (2) pencemaran fisik berupa lumpur dan uap panas, dan (3) pencemaran biologis berupa berkembangbiaknya ganggang, tumbuh-tumbuhan pengganggu air, kontaminasi organisme mikro yang berbahaya atau dapat berupa gabungan ketiga pencemaran tersebut. Dewasa ini permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama adalah menurunnya kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti, sampah pemukiman, sedimentasi, industri, pemupukan dan pestisida. Bahan pencemar yang berasal dari pemukiman pada umumnya dalam bentuk limbah (organik dan anorganik) dan sampah.

(24)

dapat mengandung mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa. Komposisi air limbah domestik sangat benvariasi tergantung pada tempat, sumber dan waktu. Limbah organik yang mencemari air sungai, berdasarkan asalnya dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal limbah industri, domestik, pertanian, dan sisa pelet dari kegiatan budidaya ikan. Menurut Haryadi (2003), limbah organik yang masuk ke sungai umumnya berasal dari sisa makanan, ekskresi, deterjen, bahan pembersih, minyak dan lemak, bahan-bahan tersuspensi, sisa insektisida, pestisida dan bahan-bahan sintetik lainnya.

Limbah organik merupakan sisa atau buangan dari berbagai aktivitas manusia seperti rumah tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian dan perikanan yang berupa bahan organik, yang biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Porpraset 1989). Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar perairan, sedang bentuk lainnya berada di badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Limbah organik jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya, maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba aerobik/anaerobik ataupun mikroba fakultatif (Garno 2004).

Berdasarkan pada sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran oleh kegiatan manusia. Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan yang dapat

diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source discharge) dan sumber

menyebar (diffuse source). Sumber titik adalah sumber pencemaran terpusat

seperti yang berasal dari air buangan industri maupun domestik dan saluran drainase. Sedangkan sumber menyebar polutan yang masuk ke perairan seperti

run off atau limpasan dari permukaan tanah pemukiman atau pertanian.

Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan sungai. Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungan yang sehat dan bersih. Limbah domestik yang dapat berupa buangan air rumah tangga, padatan berupa sampah yang dibuang ke sungai, air cucian maupun buangan tinja akan mempengaruhi tingkat kandungan BOD, COD serta

bakteri E. Coli dalam sungai. Sedangkan limbah industri baik yang bersifat

organik dan anorganik juga akan mempengaruhi kualitas air permukaan. Limbah domestik, industri, maupun pertanian akan memberikan pengaruh terhadap keberadaan komponen lingkungan sungai. Apabila pengaruh itu telah mengubah kondisi perairan sehingga tidak dapat digunakan kembali dengan baik, maka perairan tersebut dikatakan tercemar. Semakin padat penduduk suatu lingkungan semakin banyak limbah yang harus dikendalikan (Hendrawan 2005).

Pencemaran air sungai juga dapat disebabkan oleh buangan bahan beracun, baik yang dapat diuraikan secara kimiawi oleh bakteri maupun yang sukar diuraikan serta hara anorganik, yang menyebabkan pertumbuhan alga secara berlebihan. Bahan-bahan beracun yang berasal dari limbah buangan industri mengandung senyawa-senyawa yang bersifat toksik seperti logam berat; Hg, Pb,

dan Cd (Shivastava et al. 2003). Masuknya bahan pencemar tersebut ke badan

perairan dapat menurunkan kualitas air serta mengubah kondisi ekologi perairan. Sutamihardja (1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan

kualitas air dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari

(25)

Kegiatan dalam bidang pertanian, secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan kualitas air sungai menjadi menurun. Hal ini disebabkan residu dari penggunaan pupuk dan pestisida akan mengalir ke badan air sungai. Residu pestisida yang masuk ke perairan, proporsi utama adalah terserap pada partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam substrat organik. Residu tersebut umumnya mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap komponen lipid dan bahan organik yang hidup. Bahan aktif pestisida sukar dihilangkan setelah masuk ke badan perairan, karena memiliki tingkat kestabilan yang cukup tinggi. Bahan aktif tersebut tidak mudah larut dalam air, tetapi larut dalam lemak serta menempel pada partikel-partikel halus. Akibatnya residu pestisida akan terkumpul dan terakumulasi dalam perairan, sehingga perairan menjadi tercemar dan merusak ekosistem di dalamnya (Connel and Miller 1995).

Pencemaran Senyawa AOX

Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada

sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum dalam Nedi

2010). Badan air memiliki fungsi yang beragam, antara lain digunakan untuk kepentingan rumah tangga, industri dan pertanian. Fungsi yang kedua adalah sebagai sumber energi, tempat rekreasi dan lain-lain. Di pihak lain sungai juga digunakan untuk mengangkut limbah domestik, industri dan sebagainya. Kedua fungsi pertama mempunyai fungsi yang berlawanan dengan fungsi ke tiga, karena adanya air limbah yang dibuang ke badan air akan mengakibatkan menurunnya kualitas suatu perairan.

Polutan yang masuk ke air sungai seringkali mengandung senyawa konservatif, salah satu di antaranya adalah polutan senyawa organik terklorinasi (AOX) yang berasal dari industri kertas dan pulp yang setiap tahunnya membuang jutaan gallon air buangannya sehingga menjadi salah satu penyebab dalam pencemaran lingkungan perairan. Senyawa AOX memberi dampak negatif terhadap lingkungan karena sulit terdegradasi oleh bakteri, bahkan beberapa senyawa diduga sebagai penyebab kanker, atau penyebab kerusakan hati, seperti chlorophenol, chloroguaiacol, chlorochatechols, 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo dioksida (dioksin).

AOX merupakan polutan spesifik yang berasal dari effluent bleaching

industri pulp, meskipun secara alami diketahui terdapat sekitar 191 strain jamur

yang dapat memproduksi AOX jika dibiarkan pada media cair tertentu. Produksi AOX Secara alami terutama terjadi dari proses degradasi sampah hutan seperti ranting, dahan atau daun dan secara alami pula AOX dihasilkan . Secara alami ini dapat dinetralisir dengan proses fotokimia (Rosita 2003)

Konsentrasi COD, padatan tersuspensi, warna dan senyawa AOX yang cukup tinggi pada air buangan bersifat toksik dan mutagenik, yang akan sangat berbahaya bagi kehidupan aquatik bila dibuang langsung ke perairan tanpa

mengalami pengolahan terlebih dahulu (Roosmini et al 2007). Studi yang

dilakukan oleh Holmbom dan dikutip oleh Carlberg dalam Yasmidi (2008),

(26)

biodegradasi atau fotokimia, tetapi AOX tetap stabil. Sedangkan bahan organik lain telah mengalami penurunan dengan tajam, seperti terlihat pada Gambar 2.1

perbedaan tersebut disebabkan oleh proses adsorbsi dan degradasi

mikroorganisme terhadap guaiacol sedangkan AOX tahan terhadap

mikro-organisme.

Gambar 2.1 Jumlah AOX dibandingkan guaiacol

(Calberg dalam Yasmidi, 2007)

Indeks Pencemaran, Beban Pencemaran dan Daya Tampung Beban Pencemaran di Sungai

Indeks Pencemaran

Pendugaan pencemaran sungai dapat dilakukan dengan melihat pengaruh polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungannya. Unit penduga adanya pencemar tersebut diklasifikasikan dalam parameter fisika, kimia dan biologi. Dalam menetapkan kualitas air, parameter-parameter tersebut sebaiknya tidak berdiri sendiri tapi dapat ditransformasikan dalam suatu nilai tunggal yang mewakili. Nilai tunggal ini disebut Indeks Kualitas Air. Tujuan perhitungan indeks adalah untuk menyederhanakan informasi sehingga dalam menyajikan kualitas suatu perairan cukup disajikan dalam suatu nilai tunggal, sehingga dapat dibandingkan antara kualitas suatu perairan dari waktu ke waktu.

Suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna

untuk suatu peruntukan dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index)

yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan

Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan

bagi suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan guna beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air bagi suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok

parameter kualitas yang independent dan bermakna. Metode ini dapat langsung

(27)

penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu (Sumitomo

dan Nemerow dalam Nurmala, 2010)

Menurut KepMen LH No. 115 Tahun 2003, Jika Lij menyatakan konsentrasi

parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku peruntukan air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisa cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka

Pij adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari

Ci/Lij.

Beban Pencemaran

Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Analisis beban pencemaran dari berbagai sumber

pencemar baik dari effluent air limbah industri, limbah pemukiman dan limbah

pertanian baik melalui outlet maupun aliran/anak sungai dilakukan melalui

pendekatan Rapid Assesment (WHO 1993).

Daya tampung beban pencemaran (Beban harian total maksimum: TMDL) adalah mekanisme perencanaan dan manajemen untuk mengembalikan kualitas air. Tujuan utama dari TMDL adalah mengembalikan fungsi manfaat yang menguntungkan dari suatu badan air yang terganggu. TMDL didasarkan pada hubungan antara sumber pencemar dan kondisi aliran kualitas air. TMDL

menetapkan beban yang diijinkan untuk badan air dan dengan

demikian menyediakan dasar untuk kontrol berbasis kualitas air (Milliam 1996). Menurut Wiwoho (2005), penurunan beban cemaran setiap sumber pencemar sepanjang sungai dapat dilakukan dengan:

a. Sosialisasi terhadap penduduk sekitar wilayah Sub DAS dengan tujuan untuk

pengurangan beban cemaran, antara lain dengan pembuatan resapan air limbah rumah tangga, penggunaan pestisida yang tidak berlebihan, pelarangan pembuangan sampah ke sungai dan penggunaan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan.

b. Pengawasan yang ketat pada pembuangan limbah cair, pembuatan IPAL

(Instalasi Pengolah Air Limbah) bagi perusahaan yang belum memiliki IPAL dan perbaikan IPAL.

c. Beban cemaran pada TPA diperlukan IPAL untuk pengolahan lecheate yang

akan masuk ke Sungai.

d. Untuk menurunkan beban cemaran pada perumahan, perlu dibuatkan IPAL

komunal.

Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP)

DTBP air adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Pencemaran air dapat terjadi karena adanya unsur/zat lain yang masuk ke dalam air, sehingga kualitas air menjadi turun (KLH 2003). Unsur tersebut dapat berasal dari unsur non konservatif (terdegradasi) dan konservatif (unsur yang tidak terdegradasi).

(28)

beban antara point source dan non point source. Dengan demikian, proses ini

signifikan baik pada point source dan non point source. DTBPA ini dapat

digunakan untuk pemberian ijin lokasi, pengolahan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, serta penetapan air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Hal ini dapat menjadi dasar dalam penentuan strategi pengendalian pencemaran air (PP 2001).

Penetapan daya tampung beban pencemaran dapat dilakukan dengan pemodelan kualitas air. Model kualitas air ini merupakan suatu penyederhanaan dan idealisasi dari suatu mekanisme badan air yang rumit berdasarkan fenomena biologi, kimia, klimatologi, hidrologi, hidrolika dan mekanisme proses transport air sebagai media pembawa dan pelarut yang terjadi secara simultan (Priono 2004, Yusuf 2012). DTBP air pada sumber air ditetapkan berdasarkan debit minimal pada tahun yang bersangkutan atau tahun sebelumnya (KLH 2003).

Gambar 2.2 Tahapan penetapan daya tampung beban pencemaran air

Pemodelan Kualitas Air

Pendekatan model kualitas air terdiri dari berbagai macam, yang penggunaannya tergantung pada tujuan dan kondisi studi yang akan dilakukan.

Jenis model kualitas air di antaranya : distrubuted model, lumped model, linear

model, non linear models, stochasitic model, deterministic model, dinamyc model, steady state model, black box model, conceptual model.

Distributed model merupakan model dengan variabel model berupa fungsi ruang dan waktu yang memperhitungkan distribusi parameter model dalam arah

sumbu ortogonal x, y dan z, sedangkan lumped model hanya menggunakan data

Pengkajian kelas air dan kriteria mutu air

Pemantauan kualitas air

Inventarisasi dan identifikasi sumber

pencemar

Data hidromorfologi sumber air

Penetapan status mutu air atau status

tropik air

Penetapan daya tampung beban

pencemaran Baku mutu air

atau kriteria status tropik air

(29)

tunggal. Linear model adalah model yang berbanding lurus sedangkan non linear

model adalah model yang bersiat kuadratis, polynomial dan lain lain. Stochasitic

model adalah model yang menggunakan probabilistik dari parameter sedangkan deterministic model menggunakan nilai rata-rata parameter. Dinamyc model

adalah model yang outputnya terikat waktu sedangkan steady state bersifat

independent terhadap waktu. Black box model adalah model yang dalam

persamaannya tidak menggambarkan fenomena alam sedangkan conceptual model

menggambarkan alam/fisik dalam persamaannya (Priono 2004).

Pemodelan kualitas air dimulai dengan mencari model yang cocok untuk diaplikasikan pada suatu sumber air yang dihadapi. Model tersebut sebaiknya sederhana dengan input yang diperlukan tidak banyak, namun hasil yang diperoleh cukup akurat. Model kualitas air yang dikenal di antaranya QUAL2E,

QUAL-2K, WASP dan MODQUAL yang semuanya menggunakan prinsip finite

different. Penggunaan prinsip finite element pada model-model kualitas air hanya

dilakukan pada air tanah sehubungan sistem boundary element yang rumit. Model

kualitas air umumnya mensimulasi massa zat dalam suatu ruang dan waktu. Persamaan dalam model kualitas air yaitu unsur-unsur adveksi, dispersi dan reaksi kinetik. Pemodelan kualitas air di sungai pada umumnya adalah model Eularian karena kecepatan unsur adveksi lebih dominan daripada dispersinya. Sedangkan untuk waduk atau danau banyak menggunakan model Lagrangian karena unsur adveksi maupun dispersinya cukup dominan terutama untuk waduk dengan skala besar dan dalam (Yusuf 2012).

Persamaan Eularian orde-1 seperti pada rumus (1) dan ilustrasi model

kualitas air dengan finite segment seperti Gambar 2.3. di bawah ini.

Gambar 2. 3 Sistem pemodelan kualitas air finite segment

Model numerik kualitas air dengan persamaan Eularian orde-1 adalah :

(1)

Dimana U : kecepatan aliran sungai (m/s), E : koefisien dispersi (m2/hari)

dan Rc : proses kinetik dari berbagai parameter kualitas air.

(30)

pada kolam, sungai, danau, waduk, muara, dan perairan pesisir berdasarkan pada prinsip utama konservasi massa. Prinsip ini mensyaratkan bahwa massa dari masing-masing bagian kualitas air yang diteliti harus diperhitungkan dalam satu bagian (Ambrose 2005). Model WASP mengkaji setiap bagian kualitas air berdasarkan input spasial dan temporal dari titik awal hingga ke titik akhir perpindahan, berdasarkan prinsip konservasi massa dalam ruang dan waktu (Ambrose 2009).

Model WASP ini telah diaplikasikan untuk berbagai kajian, seperti untuk mengevaluasi pengaruh BOD, nutrient, alga dan kebutuhan oksigen lainnya terhadap proses DO; mengevaluasi nitrogen terlarut di muara sungai Altamaha, dan untuk menentukan beban pencemaran merkuri di Sungai Canoochee, Georgia (USEPA 2004; USEPA 2008 dan Kaufman 2011). Florida Department of Environmental Protection (FDEP) juga telah menggunakan model WASP sebagai mekanisme untuk mengembangkan strategi reduksi beban emisi yang diperlukan

yang diimplementasikan dalam Basin Management Action Plan (FDEP 2003).

Dalam melakukan perhitungan keseimbangan massa dengan pemodelan WASP, input data yang dibutuhkan memiliki karakteristik penting, yaitu simulasi

dan pengendalian output, segmentasi model, perpindahan secara adveksi dan

dispersi, konsentrasi batas, sumber beban point dan non point, parameter kinetika,

konstanta, dan fungsi waktu serta konsentrasi awal. Data input ini bersama-sama dengan persamaan umum neraca massa model WASP dan persamaan kinetika kimia spesifik, didefinisikan secara unik menjadi sekumpulan persamaan khusus kualitas air. Hal ini terintegrasi secara numerik dalam model WASP sebagai proses simulasi terhadap waktu.

Persamaan keseimbangan massa untuk zat yang terlarut dalam badan air harus memperhitungkan semua materi yang masuk dan ke luar melalui pembebanan langsung dan menyebar; perpindahan secara adveksi dan dispersi, dan transformasi fisik, kimia, dan biologis. Penggunaan sistem koordinat seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan umum keseimbangan massa, di mana koordinat x dan y berada di bidang horisontal, dan koordinat z adalah dalam bidang vertikal (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Sistem koordinat persamaan neraca massa

Persamaan umum keseimbangan massa pada sekitar volume cairan yang terbatas ditunjukkan pada persamaan berikut.

( )

(31)

Di mana: C = konsentrasi bagian kualitas air (mg/L atau g/m3), T = waktu

(hari), UxUyUz = kecepatan adveksi longitudinal, lateral, dan vertikal (m/hari), S

= laju beban langsung dan menyebar (g/m3-hari), SB = laju batas pembebanan

(termasuk hulu, hilir, bentik, dan atmosfer) (g/m3-hari), SK = laju transformasi

kinetik total, tanda positif adalah sumber, negatif adalah sink (g/m3-hari)

Dengan memperluas volume kontrol dari fluida yang sangat kecil dan terbatas menjadi segmen yang lebih besar yang saling berhubungan dan dengan menentukan parameter transportasi, pembebanan, dan transformasi yang tepat,

model WASP mengimplementasikan suatu bentuk finite difference seperti pada

persamaan sebelumnya. Penurunan dari bentuk finite difference terhadap

persamaan keseimbangan massa akan dilakukan untuk jangkauan satu-dimensi, dengan asumsi kondisi homogen pada bidang vertikal dan lateral, kemudian dilakukan integrasi atas koordinat y dan z untuk memperoleh Persamaan berikut:

(3)

Di mana A = Luas penampang melintang (m2). Persamaan ini mewakili

tiga klasifikasi utama proses kualitas air antara lain: (1) transportasi, (2) pembebanan, dan (3) transformasi.

Gambar 2.5 Skema segmentasi model

Jaringan model adalah sekumpulan dari volume kontrol yang diperluas, atau kumpulan segmen, yang secara bersama-sama mewakili konfigurasi fisik dari badan air. Gambar 2.5 menggambarkan suatu jaringan yang dapat membagi badan air secara lateral dan vertikal serta longitudinal. Setelah dilakukan pengaturan jaringan, studi model akan diproses melalui empat langkah umum dalam beberapa cara yaitu: hidrodinamika, transport massa, transformasi kualitas air, dan toksikologi lingkungan.

Model kualitas air dapat melakukan tiga tugas dasar yaitu (1) menggambarkan kondisi kualitas air saat ini, (2) mempersiapkan prediksi umum, dan (3) mempersiapkan prediksi yang spesifik (Ambrose 2009).

x

z y

1 3

4 2

3 4 2

(32)

Dampak Pencemaran pada Lingkungan, Kesehatan dan Sosial

Sejak tumbuhnya industri-industri hulu maupun hilir, permasalahan lingkungan menjadi isu penting yang berkembang di Indonesia. Industri pulp dan kertas yang setiap tahunnya membuang jutaan gallon air buangannya juga berperan dalam pencemaran lingkungan perairan. Konsentrasi COD, padatan tersuspensi, warna dan senyawa organik terklorinasi yang cukup tinggi pada air buangan bersifat toksik dan mutagenik yang akan sangat berbahaya bagi kehidupan aquatik bila dibuang langsung ke perairan tanpa mengalami

pengolahan terlebih dahulu (Roosmini et al. 2007).

Pencemaran berdampak pada sosial atau masyarakat, misalnya terhadap

pendapatan (income). Gambar 2.6 menunjukkan hubungan antara kerusakan

lingkungan akibat pencemaran dengan pendapatan digambarkan dengan kurva

kuznet lingkungan yang dikenal dengan kurva inverted U.

Kerusakan lingkungan akan meningkat dengan meningkatnya pendapatan perkapita, namun setelah mencapai titik tertentu kerusakan lingkungan akan menurun meskipun pendapatan naik. Pencapaian titik tertentu tersebut, yaitu ketika kebutuhan dasar meningkat. Hal ini menyebabkan kemauan untuk mengurangi pencemaran menjadi tinggi, sehingga kerusakan lingkungan mulai berkurang.

Pencemaran lingkungan juga akan berkaitan dengan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan sumber daya alam seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6, di mana jumlah penduduk perlu didukung oleh penyediaan barang dan jasa yang lebih besar, di mana peningkatan barang dan jasa akan meningkatkan produksi. Jika peningkatan produksi tidak terkendali maka akan meningkatkan pencemaran, sehingga pencemaran merupakan fenomena yang

selalu ada sebagai akibat dari kegiatan ekonomi (Suparmoko dalam Warlina

2008).

Gambar 2.6 Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,

sumber daya alam dan lingkungan. Barang dan Jasa

Pertumbuhan Ekonomi Penduduk

Pencemaran

(33)

Menurut Warlina (2008), pendapatan akan mempengaruhi kualitas lingkungan secara langsung atupun tidak langsung. Makin tinggi pendapatan

maka kebutuhan (demand) akan meningkat, sedangkan proses teknologi ataupun

peraturan mengenai pencemaran dapat mengurangi pencemaran. Secara langsung,

pencemaran dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja (human capital) seperti

berkurangnya produktivitas tenaga kerja akibat berkurangnya hari kerja karena

masalah kesehatan, serta mengurangi produktivitas dari capital (man-made

capital) itu sendiri, seperti adanya pencemaran yang mengakibatkan peralatan produksi menjadi mudah rusak sehingga mengurangi produksi.

Dampak Senyawa AOX

Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan. Analisis risiko adalah suatu metode untuk menilai dan melakukan prediksi apa

yang akan terjadi akibat adanya pemaparan (expossure) atau pencemaran

(pollution) terhadap zat berbahaya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut EPA, analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang mempunyai efek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan

(www.epa.gov/iris/: Integrated Risk Information System).

Dipihak lain, Richardson dalam Herawati (2007), menyatakan bahwa

analisis risiko adalah proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah dengan keragaman kemungkinan yang ada dan ketidakmungkinan yang akan terjadi. Dalam analisa risiko pertama kali masalah harus didefinisikan dan risiko diperkirakan, kemudian risiko dievaluasi dan dipertimbangkan juga faktor-faktor yang mungkin bisa mempengaruhi sehingga bisa diputuskan tindakan mana yang bisa diambil. Proses perkiraan risiko, evaluasi risiko, pengambilan keputusan, dan penerapannya disebut analisis risiko.

Hal awal yang dilakukan dalam expossure assesment adalah identifikasi

ekosistem potensial yang terpapar, Identifikasi jalur penyebaran potensial,

perkiraan konsentrasi dan perkiraan dosis intake.

Perkiraan daya racun atau toxicity assesment adalah tahapan dalam analisis

risiko. Pada tahap ini dijelaskan tentang tingkat toksisitas dari suatu zat kimia. Hasilnya berupa konstanta matematis yang akan dimasukkan ke dalam persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya risiko. Dalam membuat perhitungan konstanta matematis untuk menghitung risiko harus dipertimbangkan dan dianalisis adanya ketidakpastian akan angka-angka yang dihasilkan dan menjelaskan bagaimana ketidakpastian ini dapat mempengaruhi perhitungan risiko.

Karakterisasi risiko atau risk characterization adalah tahapan terakhir dari

analisis risiko. Risiko dapat diterima jika tingkat bahaya atau hazard indeksnya

Gambar

Gambar  2.7  Kerangka pemikiran
Gambar 3.2  Tahapan penelitian dan metode analisis data
Tabel 3.1  Lokasi pengambilan sampel
Tabel 3.2  Tujuan penelitian, data, dan sumber data penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anti amuba adalah obat  –  obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme bersel tunggal (protozoa) yaitu Entamoeba histolytica yang dikenal

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, masalah yang dapat diidentifikasikan adalah Bagaimana pengaruh lama pengeringan dan konsentrasi tapioka

Metode resampling yang digunakan adalah bootstrap aggregating (bagging) yang merupakan pengambilan sampel dengan pengembalian untuk data set yang terdiri dari

Obyek penelitian adalah data yang diperoleh dari IFRS Condong Catur Yogyakarta yaitu data jumlah penggunaan obat selama periode Juli 2012 – Juni 2013 yang

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan sejauh mana pengaruh pemahaman tentang panggilan pelayanan terhadap prestasi belajar mahasiswa Sekolah Tinggi

Pesantren Tahfidz Darussofa Desa Ciburayut Bogor bergerak di bidang pendidikan khususnya melatih santri dan calon hafidz dan sesuai dengan perkembangan jaman, para santri

Tabel-tabel yang digunakan dalam perancangan basis data (database) Sistem Pakar Diagnosa Kerusakan Printer Canon dapat dilihat pada tabel 2... Form Analisa kerusakan Hasil