• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA

MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP

PENYALURAN KREDIT PERTANIAN

(Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)

MAYDA TYASTIKA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ABSTRAK

MAYDA TYASTIKA. Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia). Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.

Bank Pembangunan Daerah (BPD) didirikan salah satunya untuk menopang pembangunan pertanian melalui penyaluran kreditnya. Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian BPD serta perkembangannya untuk periode 2005 sampai 2011. Pengaruh variabel-variabel tersebut dianalisis secara diskriptif dan kuantitatif, dengan metode VAR/VECM. Proporsi penyaluran kredit pertanian BPD terhadap total kreditnya untuk periode 2005 sampai 2011 sangat kecil dengan rata-rata sebesar 3,33 persen. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan negatif pada jangka pendek dipengaruhi oleh variabel LDR, CAR dan DPK. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan positif pada jangka panjang dipengaruhi oleh variabel suku bunga kredit investasi dan ROA, serta negatif oleh variabel LDR, DPK suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga SBI. Guncangan DPK, LDR, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja akan meningkatkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. Guncangan CAR, NPL, ROA, inflasi dan suku bunga SBI akan menurunkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. CAR, LDR, DPK dan ROA akan memberikan pengaruh perubahan bagi penyaluran kredit pertanian BPD di masa depan.

Kata kunci: kredit pertanian, BPD, kinerja mikroekonomi, makroekonomi, VECM

ABSTRACT

MAYDA TYASTIKA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study of Regional Development Banks in Indonesia). Supervised by TANTI NOVIANTI.

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA

MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP

PENYALURAN KREDIT PERTANIAN

(Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)

MAYDA TYASTIKA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan

Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia).

Nama : Mayda Tyastika NIM : H14090082

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si selaku pembimbing,, Dr. Sri Mulatsih dan Dr. Wiwiek Rindayati selaku penguji skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Ibunda tercinta Siti Kusumawati, Papa Primantya E.A, Keluarga Besar Budi Kuncahyo, Keluarga Besar Setiabudi dan Keluarga Besar Sulawesi, Keluarga Besar Ilmu Ekonomi (Dosen beserta staff), Sahabat seperjuangan (Alfi, Syifa, Desy, Aryanti, Anindita), Teman-teman Ilmu Ekonomi 46, Kakak Kelas Ilmu Ekonomi, Tommy Indaryanto, Boogie Hendra Gunawan, terakhir Indra Marosa.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(7)
(8)

MAYDA TYASTIKA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study of Regional Development Banks in Indonesia). Supervised by TANTI NOVIANTI.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Bank Umum Mishkin 6

Bank menurut UU no.10 Tahun 1998 7

Bank Pembangunan Daerah menurut UU no.13 Tahun 1962 7

Kredit 7

Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaannya 9

Perilaku Penawaran Kredit Perbankan 9

Pandangan Keynessian 12

Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit 12

Penelitian Terdahulu 15

Kerangka Pemikiran 17

Hipotesis 18

METODE 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19

Definisi Operasional 19

Metode Analisis 19

Vector Autoregression (VAR) 20

Granger Causality 21

Vector Error Correction Model (VECM) 21

Uji Stasioneritas Data 21

Pemilihan Lag Optimum 22

Uji Stabilitas VAR 22

Uji Kointegrasi 22

Impulse Respons Function (IRF) 23

Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) 23

(10)

GAMBARAN UMUM 24

Peran Pertanian di Indonesia 24

Pembangunan Pertanian di Indonesia 25

Permasalahan Pertanian di Indonesia 25

Perkembangan Kredit Pertanian 26

BPD Penyalur KUR, KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS 27

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Hasil Uji Unit Root Test 30

Hasil Uji Lag Optimum 31

Hasil Uji Stabilitas VAR 31

Hasil Uji Kointegrasi 31

Hasil Uji Granger Causality 32

Hubungan Variabel Kinerja Mikroekonomi BPD dan Makroekonomi

Indonesia terhadap Penyaluran Kredit Pertanian oleh BPD 32

Hasil Impuls Respons Function 35

Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) 38

Penjelasan Keseluruhan 39

SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 46

(11)

DAFTAR TABEL

1 Penelitian Terdahulu 15

2 Skim Kredit Program KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD 28

3 Hasil Uji Stasioneritas 30

4 Hasil Uji Lag Optimum 31

5 Hasil Uji Kointegrasi 31

6 Hasil Uji Granger Causality 32

7 Hasil Estimasi VECM 33

DAFTAR GAMBAR

1 Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit 2 2 Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank

Penyalur KUR di Indonesia 3

3 Penyaluran Kredit BPD menurut Sektor Ekonomi 4

4 Permintaan Uang 12

5 Kerangka Pemikiran 18

6 Penyaluran Kredit Pertanian BPD Tahun 2005 sampai 2011 29 7 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan Suku Bunga Kredit

Investasi dan Suku Bunga Kredit Modal Kerja 36

8 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan DPK dan Suku NPL 36 9 Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan LDR dan inflasi 37 10 Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan CAR dan ROA 37 11 Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan Suku Bunga SBI 38

12 Variance Decomposition Kredit Pertanian 39

13 Komposisi Giro, Deposito dan Tabungan pada BPD 40

14 Tren SBI BPD, Total Kredit, Kredit Pertanian dan DPK 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji Stasioneritas 46

2 Uji Granger Causality 53

3 Uji Kointegrasi 54

4 Uji Lag Optimum 54

5 Uji Stabilitas VAR 55

6 Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek 56

7 Impuls Respon 60

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fungsi utama perbankan di Indonesia sebagai lembaga intermediasi adalah menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat dapat berupa tabungan, deposito dan giro, yang selanjutnya akan disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit ditekankan untuk menggerakkan sektor riil. Kegiatan perbankan tersebut bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, sehingga kesejahteraan umum tercapai (Bank Indonesia, 2012). Pembangunan ekonomi di Indonesia sangat bergantung kepada perkembangan dan kontribusi sektor perbankan. Sektor perbankan yang memiliki modal lebih besar dibanding lembaga keuangan lain, kinerja dan perputaran uangnya cepat, relatif dipilih masyarakat untuk mengatasi kesulitan modal. Sektor perbankan yang mengalami keterpurukan akan diikuti pula oleh terpuruknya perekonomian nasional. Ketika perbankan berada dalam kondisi tersebut, itulah indikasi dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Pratama, 2010).

Bank termasuk lembaga yang menyediakan modal bagi petani. Bank sebagai lembaga intermediasi, diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian di Indonesia. Peran bank untuk mendorong peningkatan produktivitas sektor pertanian adalah melalui penyaluran kreditnya.

Kredit pertanian akan meningkatkan produktivitas pertanian didukung dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitan oleh Khandker dan Faruqee (2003) menyatakan bahwa kredit pertanian memberikan dampak signifikan tidak hanya terhadap produksi pertanian, tetapi juga terhadap konsumsi dan kesejahteraan petani. Penelitian oleh Nuryartono, Zeller dan Schwarze dalam Ritonga et al (2008) menyatakan bahwa tambahan pinjaman bagi petani yang digunakan untuk aktivitas pertanian dapat meningkatkan produksi hasil padi di Sulawesi Tengah.

Bank memiliki keunggulan dalam menyalurkan kredit dibandingkan dengan lembaga keuangan lain. Lembaga keuangan bukan bank seperti koperasi, pada umumnya tidak memiliki modal sebesar bank, sehingga volume kredit yang disalurkan tidak lebih besar daripada bank. Hal lain yang menjadi keunggulan perbankan adalah kemampuannya mengantisipasi risiko gagal bayar oleh nasabah melalui data riwayat peminjam dan pembinaan penggunaan kredit (Wicaksono, 2007).

(13)

Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962, bertujuan untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah. Usaha-usaha-usaha tersebut meliputi pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan, rehabilitasi dan modal kerja yang dapat menunjang laju ekonomi daerah baik oleh pemerintah maupun swasta. Menurut Sunarsip (2008), BPD diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian dan kegiatan ekonomi lain dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Kinerja BPD mengalami pertumbuhan dalam tujuh tahun terakhir. Pertumbuhan kinerja tersebut ditunjukkan pada Gambar 1, dimana dana pihak ketiga (DPK), total aktiva produktif dan penyaluran kredit bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Menurut Sunarsip (2008), indikasi kinerja BPD yang semakin baik adalah dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menempatkan dananya di BPD. Adapun komposisi DPK BPD terdiri dari giro, simpanan masyarakat dan sebagian besar lainnya adalah dana milik pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda).

Gambar 1 Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit. Sumber: Bank Indonesia, 2011.

Gambar 1 selain menjelaskan tentang peningkatan kinerja BPD dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, sebenarnya menunjukkan kendala. Total aktiva produktif yang lebih besar daripada penyaluran kredit,menunjukkan adanya dana mengendap yang belum disalurkan BPD dalam menjalankan kegiatan usahanya.

BPD mempunyai karakteristik yang berbeda dari bank umum lain, yaitu DPK BPD didominasi oleh dana Pemda. Hal tersebut juga masih dipertanyakan dampaknya, apakah dengan link yang tercipta dengan Pemda akan memengaruhi kebijakan BPD. Kebijakan BPD yang dimaksud adalah BPD akan lebih banyak menyalurkan kreditnya untuk keperluan pembangunan daerah, sehingga perekonomian daerah mengalami pertumbuhan.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 DPK 85,283 129,141 134,287 143,262 152,251 183,624 235,625 Total Aktiva Produktif 85,078 131,845 140,981 166,823 181,225 209,002 253,121 Jumlah Kredit 44,931 55,955 71,881 96,385 120,754 143,797 175,702

0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000

M

il

ia

r

R

upi

ah

(14)

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian (2012), BPD merupakan salah satu bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang termasuk di dalamnya adalah KKP-E. BPD bersama ketujuh bank lain yaitu BRI (KUR dan Ritel), BNI, BNI Syariah, BTN, Mandiri, Syariah Mandiri dan Bukopin tercatat sebagai bank-bank yang fokus terhadap pertumbuhan sektor riil melalui penyaluran KUR. Perkembangan penyaluran KUR sampai pertengahan tahun 2012 menunjukkan BPD yang telah menyalurkan KUR sebanyak 26 bank. Bank-bank tersebut adalah Bank Nagari, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Maluku, Papua, Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel Babel, Bengkulu, Lampung, Bali, NTT, Kaltim, Sulteng, Sultra dan Sulselbar.

Gambar 2 menunjukkan bahwa penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi salah satunya disalurkan ke sektor pertanian. Penulis memfokuskan topik penelitian terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian karena sektor tersebut memiliki peran penting dalam perekonomian. Menurut Departemen Tenaga Kerja (2008), peran penting sektor ini adalah mampu menyerap tenaga kerja sebesar 44 persen. Peran lain dari sektor pertanian adalah dalam menjaga ketersediaan pangan di Indonesia (Kementrian Pertanian, 2012).

Gambar 2 Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur KUR di Indonesia.

Sumber: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2012.

Sektor pertanian menempati posisi kedua dalam penyaluran KUR setelah sektor perdagangan, restoran dan hotel. KUR yang diberikan pada sektor pertanian tidak lebih dari sepertiga dari KUR yang diberikan kepada sektor yang menempati posisi pertama. Peran sektor pertanian yang begitu penting tidak didukung dengan pemberian pembiayaan yang memadai. Menurut Supriatna (2009), rendahnya minat penyaluran kredit ke sektor pertanian merupakan salah satu indikasi tidak menariknya sektor ini dari profil risiko-imbal hasil.

11,080,769 189,987

661,632 1,514,979

2,074,928 35,124

1,360,614 47,588,093

57,371

13,822,862

(15)

Kondisi tidak memadainya penyaluran kredit untuk sektor pertanian karena risiko ketidakpastian, menuntut campur tangan pemerintah. Peningkatan peran sektor pertanian tidak bisa terlepas dari kebutuhan dana yang cukup besar. Dana yang diberikan dapat berupa pembiayaan atau kredit yang salah satu sumbernya dari perbankan (Wicaksono, 2007).

Keterbatasan pemerintah dalam anggaran setidaknya dapat ditransformasi dalam bentuk regulasi yang berpihak pada sektor pertanian. BPD yang fokus dalam usaha pembangunan daerah, berdasar UU nomor 13 tahun 1962, memiliki karakteristik paling sesuai sebagai tonggak pembiayaan sektor pertanian. Menurut Hutagaol et al (2009), sebuah perusahaan akan dapat meningkatkan outputnya melalui investasi dari dana kredit. Artinya, sumber pembiayaan dunia usaha termasuk pertanian tergantung pada kredit perbankan.

Kebutuhan pembiayaan pertanian khususnya pangan terdapat pada tahap pra panen (pembibitan dan penanaman), masa panen dan pasca panen. Peningkatan produksi pangan menjadi suatu kebijakan yang harus ditempuh agar ketersediaan produk pertanian tercukupi. Petani yang pada dasarnya tidak mempunyai likuiditas dan dianggap tidak bankable, selayaknya terus digiring untuk berupaya dalam peningkatan produksi pangan melalui pemberian dukungan kredit (Ritonga et al, 2008). Pemberian dukungan kredit dipandang sebagai suatu insentif agar petani lebih produktif dalam menjalankan kegiatan pertanian.

Peran BPD dalam mengembangkan sektor pertanian melalui penyaluran kreditnya dapat dilihat dari Gambar 3. Kredit pertanian yang disalurkan BPD mencakup aspek pertanian itu sendiri, perburuan dan sarana pertanian. Cakupan aspek tersebut sebenarnya sudah meliputi kebutuhan pembiayaan pada pertanian. Proporsi kredit pertanian diketahui jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan proporsi kredit lain-lain, perdagangan, restoran dan hotel serta konstruksi.

Gambar 3 Penyaluran Kredit BPD menurut Sektor Ekonomi Sumber: Bank Indonesia, 2011.

3% 1% 2%

1%

6%

12%

2% 2%

3% 68%

Pertanian, perburuan,sarana pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Listrik,gas,air

Konstruksi

Perdagangan,restoran,hotel

Pengangkutan,pergudangan,komunikasi

Jasa dunia usaha

Jasa sosial/masyarakat

(16)

BPD yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan berperan dalam memajukan perekonomian daerah, memiliki peluang untuk mengembangkan sektor pertanian. Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar daratannya adalah lahan pertanian dapat dipandang sebagai suatu potensi. Asumsinya bahwa BPD yang hadir di daerah mengenal betul kondisi setempat, sehingga perhitungan risiko-imbal hasil cukup akurat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian. Menurut Kasmir (2008) variabel kinerja mikroekonomi BPD ditinjau dari rasio likuiditas (LDR), solvabilitas (CAR), profitabilitas (ROA), NPL pertanian dan DPK. Variabel makroekonomi Indonesia ditinjau dari variabel inflasi, tingkat suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja (Budiarti, 2012).

Pendekatan dari sisi kinerja digunakan dalam penelitan ini karena kinerja merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dananya. Kinerja yang semakin baik seharusnya memengaruhi penyaluran kredit yang semakin besar pula.

Perumusan Masalah

Penyaluran kredit untuk pengembangan sektor pertanian menjadi penting karena peran strategisnya dalam menyerap tenaga kerja dan menyediakan pangan. Data Bank Indonesia menunjukkan penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD sangat kecil. Proporsi kredit untuk sektor pertanian yang hanya 3 persen, belum menunjukkan arah BPD sebagai agen pembangun pertanian, walaupun sebenarnya BPD diarahkan salah satunya untuk mengembangkan sektor tersebut. Rumusan masalah dari pemaparan di atas adalah:

1. Bagaimana perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011?

2. Bagaimana pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD (DPK, CAR, LDR, ROA dan NPL) terhadap penyaluran kredit pertanian BPD?

3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi Indonesia (suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja dan inflasi) terhadap penyaluran kredit pertanian BPD?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011.

2. Menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

(17)

Manfaat Penelitian

Penelitan ini diharapkan bermanfaat untuk pihak-pihak terkait diantaranya BPD, Pemda, akademisi maupun Bank Indonesia. Manfaat tersebut antara lain: 1. Bagi BPD merupakan suatu informasi mengenai pengaruh variabel kinerja

mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian BPD itu sendiri, sekaligus bahan pertimbangan dalam hal yang berkaitan dengan kebijakan penyaluran kredit pertanian.

2. Bagi Pemda sebagai pemegang saham dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penyaluran kredit oleh BPD.

3. Bagi Bank Indonesia dan pemerintah untuk menjadi bahan pertimbangan pengambilan kebijakan terkait keberadaan dan peran BPD di Indonesia yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari bank pada umumnya.

4. Bagi akademisi dapat dijadikan bahan penelitian berikutnya khususnya dalam permasalahan penyaluran kredit untuk sektor pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui situs resmi Bank Indonesia. Penelitian ini menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011. Penelitan ini juga menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian oleh BPD.

Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya adalah data BPD yang digunakan merupakan data BPD akumulatif dari BPD di seluruh Indonesia. Hal tersebut belum menunjukkan karakteristik BPD secara individual, sehingga hasil dan kesimpulan yang didapat merupakan generalisasi BPD secara umum.

TINJAUAN PUSTAKA

Bank Umum Mishkin

(18)

Bank menurut UU no.10 Tahun 1998

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 menjelaskan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan UU Nomor 13 Tahun 1962 BAB II tentang Maksud dan Usaha BPD

BPD adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda). BPD didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Pasal 4: “Bank didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana.” Penjelasan lebih lanjut dari pasal tersebut adalah BPD akan memberikan pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan dan pembaruan proyek-proyek pembangunan di daerah yang bersangkutan. Keperluan tersebut mencakup pada program yang diselenggarakan oleh Pemda dan perusahaan-perusahaan campuran antara Pemda dan swasta.

BPD memiliki relasi yang tidak dapat dipisahkan dengan perekonomian daerah dimana BPD tersebut berdiri. Selain menjalankan kegiatan umum, BPD juga berfungsi sebagai kasir Pemda seperti dana realisasi APBD. BPD memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok bank lainnya (BUMN, swasta, asing dan campuran) yakni sebagian DPK merupakan dana milik pemerintah khususnya Pemda. Pendirian BPD adalah untuk mendorong pembangunan di daerah. BPD diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, dan kegiatan ekonomi lain dalam rangka pembangunan daerah (Sunarsip 2008).

BPD yang merupakan bagian dari sistem keuangan dituntut untuk menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal dan beroperasi secara efisien untuk mendukung penguatan stabilitas sistem keuangan. Sebagai bank yang dimiliki oleh Pemda, BPD bisa berperan lebih besar dalam menggerakkan pembangunan ekonomi daerah melalui penyaluran kreditnya (Endri, 2009).

Kredit

(19)

Kredit disebut ”credere” yang artinya percaya. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan diantara pemberi dan penerima kredit. “Kredit adalah pemberian prestasi (uang dan barang) dengan balas prestasi yang akan terjadi pada waktu mendatang.” Kredit bersifat kooperatif. Kreditor dan debitor sama-sama mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko dari adanya kredit tersebut (Simorangkir, 2004).

Perilaku dalam pemberian kredit berdasarkan sosial ekonomi adalah kriteria penilaian kredit dipusatkan kepada faktor-faktor yang tidak hanya penerima kredit sebagai pihak yang menikmati hasil kredit namun juga masyarakat sekitarnya. Bank dalam memberikan kredit melihat pula dari aspek kebutuhan masyarakat, sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Bank tidak hanya berorientasi mencari keuntungan saja dalam menyalurkan kreditnya (Simorangkir, 2004).

Tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan melainkan disesuaikan dengan tujuan negara. Tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila adalah dasar tujuannya. Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank khususnya bank pemerintah lebih mengacu kepada tugasnya sebagai agent of development. Tugas-tugas tersebut diantaranya:

1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat.

3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.

Sinungan (2000) menjelaskan bahwa pemberian kredit adalah minimal akan memberikan manfaat pada:

1. Bagi bank, kredit diharapkan dapat menjadi sumber utama pendapatan bank yang berguna bagi kelangsungan hidup bank tersebut.

2. Bagi debitur, pemberian kredit oleh bank dapat digunakan untuk memperlancar usaha dan selanjutnya meningkatkan gairah usaha sehingga terjadi kontinuitas perusahaan.

3. Bagi Masyarakat (Negara), pemberian kredit oleh bank akan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan masyarakat.

Peran kredit dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Kebutuhan tambahan modal dapat terpenuhi bagi masyarakat dengan adanya kredit. Terdapat tiga komponen penting dalam pembangunan ekonomi yaitu pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi yang dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan produksi (output). Adapun peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi baru. Modal dibutuhkan untuk penerapan teknologi baru. Modal dapat bersumber dari modal sendiri atau dari pinjaman (kredit). Kebutuhan akan kredit yang tepat waktu akan sangat diperlukan melihat modal sendiri pada umumnya kurang mencukupi (Hutagaol, 2009).

(20)

1. Kepercayaan. Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara internal maupun eksternal. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

2. Kesepakatan. Yaitu adanya kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.

3. Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, menengah atau panjang. 4. Risiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagih atau macetnya pemberian kredit. Kredit yang berjangka waktu lama risikonya semakin besar, demikian pula sebaliknya. Risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun yang tidak disengaja menjadi tanggungan bank.

5. Balas Jasa. Yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa, yang dikenal dengan istilah bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaannya

Sektor pertanian dan pedesaan memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk, penyumbang PDRB, berkontribusi terhadap ekspor (devisa) dan penyedia pangan serta gizi. Pembangunan pertanian mengalami permasalahan kompleks salah satunya ketersediaan sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat. Kredit merupakan bagian dari usaha tani. Lembaga kredit produksi merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian. Artinya, untuk meningkatkan produksi, petani perlu memiliki modal lebih banyak untuk membeli bibit unggul, obat-obatan, pupuk, dan alat pertanian (Supriatna, 2009).

Perilaku Penawaran Kredit Perbankan

Retnadi (2006), menjelakan bahwa kemampuan bank menyalurkan kredit dapat ditinjau dari sisi internal (penghimpunan dana masyarakat dan tingkat suku bunga SBI) dan dari sisi eksternal (kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain-lain). Menurut Kasmir (2008) perbankan menggunakan prinsip 5C dalam menyalurkan kreditnya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah:

(21)

2. Capital (Modal). Penilaian terhadap capital yang dimaksudkan adalah penilaian terhadap jumlah dana atau modal yang dimiliki calon peminjam sehingga akan dapat diketahui bagaimana kondisi keuangannya;

3. Capacity (Kapasitas). Penilaian yang diberikan kepada calon peminjam mengenai kemampuan dalam melunasi kewajibannya, dapat dilihat dari kegiatan usaha yang akan diberikan tambahan kredit dari bank. Pihak bank akan dapat mengukur sampai sejauh mana calon peminjam mampu mengembangkan usahanya dari tambahan modal yang akan diberikan pihak bank nantinya dan juga untuk mengetahui kemampuan penerima pinjaman dalam membayar kembali kewajibannya sebagai peminjam;

4. Collateral (Jaminan). Collateral merupakan jaminan yang diserahkan oleh peminjam sebagai jaminan atas kreditnya. Jaminan penerima kredit juga dinilai agar pihak pemberi kredit merasa aman, dimana apabila sewaktu-waktu kredit yang dipinjam tidak dikembalikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pihak pemberi kredit dapat menggunakan jaminan peminjam untuk digadaikan;

5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi). Condition berarti kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi usaha tersebut baik yang akan mendukung usaha atau juga kondisi-kondisi tersebut dapat berupa kondisi ekonomi, politik, bahkan kondisi internal rumah tangga yang akan mempengaruhi prospek usaha tersebut ke depannya.

Menurut Sinungan (2000), pada umumnya dalam penentuan kebijakan perkreditan beberapa faktor penting harus diperhatikan, yaitu :

1. Keadaan keuangan bank saat ini. Manajemen melihatnya dari kekuatan keuangan bank, antara lain jumlah deposito, tabungan, giro, dan jumlah kredit;

2. Pengalaman bank dalam beberapa tahun, terutama yang berhubungan dengan dana dan perkreditan. Diperhatikan bagaimana fluktuasinya, terutama mengenai jumlah dan lama pengendapan, kelancaran kredit yang diberikan dan sebagainya;

3. Keadaan perekonomian, harus dipelajari dengan seksama dan dihubungkan dengan pengalaman serta kestabilan bank-bank dimasa-masa yang lalu serta perkiraan keadaan yang akan datang;

4. Kemampuan dan pengalaman organisasi perkreditan bank. Apakah dalam pengelolaan kredit bank tetap survive dan bahkan meningkat terus atau tidak. Apakah organisasi kredit efektif dan dalam pelaksanaannya terdapat efisiensi dan melihat pula SDM kredit qualified dan mempunyai skill yang baik atau tidak;

5. Bagaimana hubungan yang dijalin dengan bank-bank lain yang sejenis.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue (1973) dalam Insukindro (1995) dalam Meydianawathi (2006) merumuskan model penawaran kredit oleh sistem perbankan sebagai berikut:

(22)

Keterangan:

SK = jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank

S = kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan mengenai nisbah cadangan wajib

ic = tingkat suku bunga kredit bank ib = biaya oportunitas meminjamkan uang BD = biaya deposito bank

Warjiyo (2004) memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2) digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Selain dana yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam suatu bentuk hubungan fungsi sebagai berikut:

KS = f (DPK, prospek usaha debitor, kondisi perbankan itu sendiri) = f (DPK, prospek usahadebitor,CAR, NPL, LDR)

Selain faktor-faktor tersebut, faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam Return on Assets (ROA) juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada debitor (Meydianawathi, 2006).

Menurut Wicaksono (2007), fungsi penawaran kredit dirumuskan dengan model sebagai berikut:

L = f (GDP, NPL, SBI) Keterangan:

L = Loan atau penawaran kredit GDP = Gross Domestic Product SBI = Suku bunga SBI

Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap bank. Kinerja merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dananya. Dalam menilai kinerja bank, rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas rentabilitas (Kasmir, 2008).

Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas perusahaan perbankan salah satunya dapat dihitung dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR).

Rasio solvabilitas bank merupakan ukuran kemampuan bank dalam mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Rasio ini juga merupakan alat ukur untuk mengukur kekayaan bank untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemen bank tersebut. Rasio ini salah satunya dapat dikur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR).

(23)

Pandangan Keynessian

Kelompok Keynesian berpendapat bahwa uang memegaruhi kegiatan ekonomi riil di samping pengaruhnya terhadap inflasi. Implikasinya bahwa kebijakan moneter dapat digunakan sebagai salah satu instrumen yang memengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Kebijakan moneter dilonggarkan apabila kegiatan ekonomi riil dirasakan lesu, begitu sebaliknya (Warjiyo, 2004).

Keynessian memandang bahwa uang dapat lebih bermanfaat jika digunakan untuk kegiatan spekulasi. Hal tersebut didorong karena anggapan bahwa orang lebih senang memegang dana likuid karena dapat digunakan segera untuk kegiatan rutin maupun mendadak. Kegiatan spekulatif bertujuan untuk memproduktifkan uang yang dimiliki. Dorongan spekulasi timbul karena uang dapat ditukar dengan surat berharga yang akan memberikan penghasilan lebih besar di masa yang akan datang. Spekulan berani membayar harga penggunaan dana likuid sepanjang harga tersebut lebih kecil daripada expected income di masa yang akan datang. Harga yang dimaksud adalah tingkat bunga yang ditawarkan, sehingga tingkat bunga akan menentukan permintaan dana likuid di masyarakat (Judisseno, 2002).

Suku bunga

Jumlah uang Gambar 4 Permintaan Uang

Sumber: Judisseno (2002)

Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit

Berdasarkan tinjauan pandangan Keynessian dan perilaku penawaran kredit, maka penelitian ini menggunakan beberapa variabel bebas seperti DPK, CAR, LDR, NPL pertanian dan ROA sebagai indikator kinerja mikroekonomi BPD. Sedangkan untuk indikator kondisi makroekonomi Indonesia menggunakan variabel suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, suku bunga SBI dan inflasi. Variabel-variabel tersebut diuraikan dalam penjelasan berikut.

(24)

(Dendawijaya, 2005). Dalam UU Perbankan No. 10, Tahun1998 dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit) dan simpanan deposito (time deposit).

Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal juga dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir, 2008). Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan (Dendawijaya, 2005). DPK diharapkan berkorelasi positif dengan penawaran kredit.

Permodalan merupakan hal pokok bagi sebuah bank. Selain sebagai penyangga kegiatan operasional, modal juga sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Modal terkait juga dengan aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang diterima nasabah. Dengan terjaganya modal, bank mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Hal tersebut penting karena bank dapat menghimpun dana untuk keperluan operasional selanjutnya (Sinungan, 2000).

Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank. Semakin tinggi likuiditas bank, maka tingkat penyaluran kreditnya akan semakin tinggi pula. CAR dirumuskan sebagai berikut (Dendawijaya, 2005):

CAR = Modal Bank x100% Aktiva Tertimbang menurut Risiko

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. NPL mempunyai hubungan negatif dengan penyaluran kredit (Meydianawathi, 2006).

Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit (Latumerissa, 2010). Non Performing Loan (NPL) yang dianggap bermasalah dapat mengganggu kegiatan operasional. NPL merupakan rasio kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan). Rasio NPL dirumuskan sebagai berikut :

(25)

Return on asset (ROA) adalah tingkat laba yang diperoleh oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba keseluruhan. Semakin besar nilai ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Alasan dari pencapaian laba perbankan tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam memenuhi kewajiban terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan dan meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya. Laba yang tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan meminjamkan dengan lebih luas (Simorangkir, 2004). ROA dirumuskan sebagai berikut:

ROA

=

Laba sebelum Pajak x 100%

Total Aset

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek solvabilitas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman nasabahnya. Semakin besar penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan deposit atau simpanan masyarakat maka risiko yang ditanggung bank semakin besar atau relatif tidak likuid (Latumerissa, 2010). Sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Tujuan perhitungan LDR untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan usahanya. LDR adalah indikator kerawanan suatu bank. LDR dirumuskan sebagai berikut:

LDR

=

Kredit Tersalur x 100%

Jumlah DPK

Kebijaksanaan pengenaan suku bunga yang nilai riilnya tercermin dalam tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), diberikan oleh Bank Indonesia sebagai pedoman untuk Bank-bank Umum Pemerintah dan landasan bagi Bank-bank Swasta (termasuk Bank Swasta Nasional Devisa). Penetapan tingkat suku bunga ini disebut sebagai tingkat suku bunga dasar atau tingkat suku bunga acuan (Sinungan, 2000).

(26)

Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produk tersebut. Kondisi seperti ini juga disebut sebagai kondisi ekonomi over heated. Kondisi seperti ini akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya (Budiarti, 2012).

Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian, khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi yang tinggi menyebabkan pemerintah (BI) mengeluarkan regulasi untuk menaikkan suku bunga simpanan bank-bank di Indonesia. Hal tersebut dilakukan agar inflasi dapat terkendali. Akibatnya, bank-bank terpaksa menaikkan suku bunga kredit supaya tidak mengalami negative spread. Negative spread adalah kondisi dimana suku bunga simpanan lebih tinggi daripada suku bunga kredit. Bank-bank akan kesulitan menjalankan aktivitasnya apabila hal ini terjadi.

Suku bunga kredit investasi adalah tingkat pengembalian dari kredit berjangka menengah atau panjang (lebih dari satu tahun) yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan, ataupun pendirian proyek baru. Misalnya pembelian mesin, bangunan, tanah, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang modal yang dibiayai.

Suku bunga kredit modal kerja adalah tingkat pengembalian dari kredit yang diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal misalnya pembelian barang dagangan. Kredit modal kerja diberikan dalam bentuk rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

Penelitian Terdahulu

Tabel 1 Penelitian Terdahulu

Judul/Penulis Latar Belakang Metode Hasil

Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia/ Meydianawathi (2006)

UMKM salah satu penggerak ekonomi di Indonesia. Penelitian mengkaji pengaruh beberapa variabel terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum untuk UMKM

ordinary least square

DPK, CAR dan ROA secara parsial berpengaruh positif dan signifikan dan secara serempak oleh DPK,CAR, ROA dan NPLs berpengaruh

(27)

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia/ Wicaksono (2007)

BRI adalah bank yang fokus terhadap sektor pertanian. Penelitan mengkaji keragaan volume kredit pertanian di BRI 2002-2006 dan pengaruh GDP pertanian, suku bunga SBI dan NPL terhadap penyaluran kredit pertanian BRI.

Regresi linear berganda.

Penyaluran kredit

pertanian oleh BRI antara tahun 2002-2006 secara marjinal selalu mengalami peningkatan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah GDP sektor pertanian dan NPL. NPL adalah faktor yang paling berpengaruh

Peranan Bank Mendukung Kredit Pangan dan Energi di Sumatra Utara/ Ritonga, Pratomo, Lubis, Hidayat (2008) Kebutuhan pembiayaan pangan terdapat pada tahap pra, masa dan pasca panen. Kredit pertanian sebagai insentif dalam peningkatan produksi pertanian. Analisis diskriptif. Campur tangan pemerintah diperlukan dalam pembuatan sertifikasi tanah agar petani tidak kesulitan mendapatkan kredit perbankan. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis (BRI Cigombong-Bogor)/oleh Hutagaol (2009) Kendala modal merupakan salah satu penghambat utama pengusaha mengembangkan usahanya. Salah satu lembaga yang dapat membantu

pengusaha agribisnis adalah bank. BRI fokus terhadap penyaluran KUR. Metode purposive sampling dengan analisis regresi linear berganda

Lama usaha berjalan, pendapatan bersih rumah tangga per tahun, tingkat pendidikan nasabah, nilai agunan, jarak usaha dengan BRI tidak berpengaruh nyata terhadap pencairan kredit

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Bank Umum di Indonesia Periode 2005-2009)/ Pratama (2010.) Belum optimalnya penyaluran kredit perbankan karena LDR masih di bawah harapan Bank Indonesia. Dilakukan pengujian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit perbankan. Regresi linear berganda.

(28)

Pengaruh CAR, NPL dan ROA terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja/ Triasdini (2010). Data menunjukkan kredit modal kerja tersalur paling besar dibanding konsumsi dan investasi. Menganalisis faktor internal yang memengaruhi bank menyalurkan kredit modal kerja. Regresi berganda dengan tingkat signifikan 5%.

CAR, NPL dan ROA berpengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial CAR dan ROA berpengaruh positif signifikan. Sedangkan NPL berpengaruh negatif signifikan. Analisis Faktor-Faktor yang memengaruhi Pembiayaan untuk Sektor Pertanian oleh Perbankan Syariah di Indonesia/ Aprianti (2011) Meningkatnya aset bank syariah dan bagaimana kontribusinya kepada sektor pertanian yang memiliki peran strategis. VAR/ VECM Equivalent Rate

Pembiayaan, inflasi, suku bunga kredit dan NPF signifikan negatif. suku bunga SBI, equivalent rate DPK dan Jumlah DPK signifikan positif terhadap pembiayaan pertanian oleh perbankan syariah di Indonesia

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah BPD dijadikan objek penelitian dan secara spesifik ditujukan untuk kredit pertanian. Metode yang digunakan adalah VAR/VECM, sehingga dapat melihat besar pengaruh suatu variabel dalam memengaruhi variabel lain.

Kerangka Pemikiran

Penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD dipengaruhi oleh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia. Pengaruh dari variabel tersebut dianalisis dengan metode VAR/VECM. Variabel yang memiliki dampak terhadap penyaluran kredit pertanian dapat dijadikan acuan untuk mengambil kebijakan khususnya dalam kasus BPD.

(29)

Pengaruh guncangan dari variabel-variabel makroekonomi Indonesia dan kinerja mikroekonomi BPD dilakukan untuk melihat respon dari penyaluran kredit pertanian. Besaran kontribusi dari variabel-variabel dalam memengaruhi penyaluran kredit pertanian, diketahui melalui uji variance decomposition. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut digunakan untuk merumuskan langkah yang bisa dilakukan untuk mendorong penyaluran kredit pertanian di masa depan.

Gambar 5 Kerangka Pemikiran

Hipotesis

Berdasarkan hubungan antara tujuan penelitian serta kerangka pemikiran teoritis terhadap rumusan masalah penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. DPK berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

2. CAR berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

3. LDR berpengaruh positif terhadap penyaluran untuk sektor pertanian oleh BPD.

4. NPL pertanian berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

5. ROA petani berpengaruh positif terhadap penyaluran untuk sektor pertanian oleh BPD

6. Suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

7. Inflasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

8. Suku bunga kredit investasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

9. Suku bunga kredit modal kerja berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

1. Jumlah DPK 2. CAR

3. LDR

4. NPL sektor pertanian 5. ROA

1. Suku Bunga SBI 2. Inflasi

3. Suku Bunga Kredit Investasi

4. Suku Bunga Kredit Modal Kerja

Penyaluran Kredit Pertanian oleh BPD Kinerja

Mikroekonomi BPD

(30)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data tersebut meliputi Data-data jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ration (LDR), Non Performing Loan (NPL) pertanian, Return on Asset (ROA), inflasi, suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif. Data time series yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia, merupakan data bulanan Statistik Perbankan Indonesia dan data bulanan Statistik Ekonomi Moneter Indonesia periode 2005 sampai 2011.

Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kredit Pertanian merupakan jumlah kredit BPD tersalur untuk pertanian. 2. DPK merupakan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPD. 3. CAR merupakan kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan

nasabah pada saat ditarik.

4. NPL merupakan jumlah pembiayaan yang mengalami masalah dari BPD. NPL di dalam penelitian ini dikhususkan pada NPL pertanian.

5. LDR merupakan kemampuan bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. 6. ROA merupakan tingkat laba yang diperoleh bank.

7. Suku bunga SBI merupakan tingkat pengembalian dari Sertifikat Bank Indonesia.

8. Inflasi merupakan tingkat laju inflasi selama kurun waktu tertentu.

9. Suku bunga kredit investasi merupakan tingkat pengembalian dari kegiatan investasi.

10.Suku bunga kredit modal kerja merupakan tingkat pengembalian dari kegiatan operasional.

Metode Analisis

(31)

Vector Autoregression (VAR)

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif ekonometrika model VAR. VAR biasanya digunakan untuk memproyeksikan sistem variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Model VAR dibangun dengan pendekatan yang meminimalkan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena dengan baik. Model VAR merupakan model non-struktural. Analisis VAR mempertimbangkan beberapa variabel secara bersamaan dalam suatu model. Perbedaannya dengan model simultan biasa adalah dalam analisis VAR masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau juga dipengeruhi oleh nilai masa lampau semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati (Juanda, 2012).

Keunggulan model VAR yaitu metodenya sederhana, tidak perlu khawatir untuk membedakan variabel endogen dan eksogennya. Hasil perkiraan yang diperoleh dengan metode VAR dalam banyak kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan model persamaan simultan yang kompleks karena dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel dalam persamaan. Analisis VAR juga berguna untuk memahami hubungan timbal balik antar variabel ekonomi di dalam pembentukan ekonomi berstruktur. Metode VAR juga terbebas dari gejala spurious variable karena bekerja dalam data di model ekonometrika konvensional (Gujarati, 2006).

Spesifikasi model VAR kriteria Sim dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan sesuai pemilihan variabel yang relevan dan sesuai dengan pemilihan lag yang digunakan dalam model. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai, penelitian ini memanfaatkan informasi Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC).

Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan model simultan yaitu: 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan agregasi dari

model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang (Omitted interrelation).

2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural.

Enders memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama sebagai berikut:

y

t

= b

10

– b

12

z

t

+

γ

11

z

t-1

+

γ

12

z

t-1

+

ε

yt (1)

z

t

= b

20

– b

212

y

t

+

γ

21

y

t-1

+

γ

22

y

t-1

+

ε

zt (2)

Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa

y

t dan

z

t saling memengaruhi

satu sama lain. Misalnya,

– b

21 merupakan efek serentak dari perubahan

z

t
(32)

Metode Granger Causality

Kausalitas granger ditujukan untuk mengkur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat X Y ( X menyebabkan Y), Y X (Y menyebabkan X), atau X Y (X menyebabkan Y dan Y menyebabkan X. Uji kausalitas granger dipercaya jauh lebih bermakna dari uji biasa. Dengan uji kausalitas granger dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut: 1. Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X atau hubungan X dan Y

timbal balik.

2. Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X.

3. Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut waktu yang memiliki kovarians linear yang stastioner.

Secara matematis, persamaan kausalitas Granger ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt = a0 + a1Yt-1 +

...

+a1Yt-1 + β1Xt-1 +...+ β1Xt-1 (3)

Xt = a0 + a1Xt-1 +

...

+a1Xt-1 + β1Yt-1 +...+ β1Yt-1 (4)

Analisis Vector Error Correlation Model (VECM)

Menurut Enders (2004), kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linier antara variabel yang non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama. Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan.

Data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada first difference atau I (1). Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka, maka digunakan VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas I(1). Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut:

yt = b10 + b11 yt-1 + b12 zt-1 – λ (yt-1 – a10 – a11yt-2 –a12zt-1) + εyt (5)

zt = b20 + b21 yt-1 + b22 zt-1 – λ (zt-1 – a20 – a21yt-1–a22zt-2) + εzt (6)

a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi antara variabel y dan z.

Uji Stasioneriatas Data

Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM terlebih dahulu harus dilakukan beberapa pengujian pra estimasi. Beberapa pengujian yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data, uji pemilihan lag optimum, uji stabilitas VAR dan kointegrasi.

(33)

kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan pengujian unit root terkait dengan the power of test.

Pemilihan Lag Optimum

Dalam VAR penetuan lag optimum sangat penting karena penentuan lag optimum berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimum juga berguna untuk menunjukkan jangka waktu reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Penetapan lag yang optimal dapat diperoleh melalui kriteria dari Akaike Information Criterion (AIC), Schwartz Information Criteria, Hannan-Quin Criteria, Likelihood Ratio, maupun Final Prediction Error. Lag optimum yang dipilih adalah lag optimum dengan nilai absolut terkecil, jika kriteria yang digunakan lebih dari satu, maka periksa adjusted R-square. R-square dengan nilai paling besar menunjukkan lag optimum yang harus dipilih.

Uji stabilitas VAR

Stabilitas VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR rootsnya. Jika seluruh modulusnya kurang dari satu, maka sistem tersebut diambil.

Uji Kointegrasi

Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antar variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linear antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Bangun 2012). Salah satu syarat tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi di sekitar nol (error term harus menjadi sebuah data time series yang stastioner).

(34)

Impuls Response Function (IRF)

IRF merupakan metode yang digunakan untuk menentukan respon variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tetentu di masa yang akan datang. IRF juga dilakukan untuk mengisolasi suatu shock agar lebih spesifik. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan secara umum (Firdaus, 2011).

Forecast Error Variace Decomposition (FEVD)

FEVD merupakan metode yang digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu dapat diketahui pasti melalui FEVD (Firdaus, 2011).

Model Penelitian

Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Xt = µt +∑ i + Xt-1+ εt (7)

Xt merupakan vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x l), µt

merupakan vektor variabel eksogen, termasuk konstanta (intersep) dan trend, At

adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan

ε

t adalah vektor dari

residual.

Xt = µt + πXt-1 +∑ i Xt-i+ εt (8)

π dan merupakan fungsi dari A (lihat persamaan 7). Matriks π dapat dipecah menjadi dua matriks gama dan beta dengan dimensi (n x r). π = λβΓ. Dimana λ merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vektor kointegrasi dan Γ

merupakan rank kointegrasi.

Persamaan untuk penelitian kali ini adalah: LNKPt = α1 + αLNKPеt-1 + ∑ 11 (i) LKPt-1

+ ∑ 12 (i) SBSBIt-1+ ∑ 13 (i) INFt-1 + ∑ 14 (i) NPLt-1 + ∑ 15 (i) CARt-1 + ∑ 16 (i) LDRt-1 + ∑ 17 (i) ROAt-1 + ∑ 18 (i)lnDPKt-1 +∑ 19(i) SBKKt-1

(35)

Keterangan:

KP = Kredit Pertanian SBSBI = Suku bunga SBI INF = Inflasi

NPL = Non Performing Loan CAR = Capital Adequacy Ratio LDR = Loan to Deposit Ratio ROA = Return on Asset DPK = dana pihak ketiga

SBKMK = suku bunga kredit modal kerja SBKI = suku bunga kredit investasi

ε = error

GAMBARAN UMUM

Peran Pertanian di Indonesia

Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi tingkat pengangguran, yaitu melalui penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 44 persen pada tahun 2008, masih menunjukkan dominasinya sebagai salah satu sektor ekonomi yang fundamental bagi Indonesia.

Peran strategis lain dari sektor pertanian adalah menyangkut ketersediaan pangan di Indonesia. Persoalan pangan menjadi sesuatu yang penting karena menyangkut kebutuhan pokok manusia. Kemudahan akses terhadap pangan dilengkapi dengan kecukupan nilai gizi, akan membantu dalam pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketersediaan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan nasional yang berkelanjutan.

Peran strategis sektor pertanian ternyata tidak hanya terbatas pada penyerapan tenaga kerja yang banyak dan penyediaan pangan. Peran strategis sektor pertanian diantaranya adalah sebagai bahan baku untuk industri lain, bahan pakan, bahan bio energi, penyumbang bagi PDRB dan berkontribusi dalam kegiatan ekspor (devisa).

(36)

Pembangunan Pertanian di Indonesia

Bukti bahwa pemerintah fokus dalam usaha peningkatan pembangunan pertanian tercermin dari target dan strategi yang diusung oleh Kementrian Pertanian (Kementan) tahun 2010-2014. Target utama Kementan tersebut meliputi: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Kondisi penduduk Indonesia yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian, mendorong Kementan untuk mencapai target melalui pelaksanaan strategi. Hal tersebut dilakukan agar dapat memperbaiki pendapatan penduduk secara merata dan berkelanjutan.

Strategi Kementan dalam mencapai targetnya adalah melakukan revitalisasi pembangunan pertanian melalui tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi. Tujuh Gema Revitalisasi terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani dan (7) teknologi dan industri hilir.

Strategi untuk merevitalisasi pembangunan pertanian membutuhkan dukungan pembiayaan. Berdasarkan sumber pembiayaan, ada dua jenis pasar kredit mikro di pedesaan yaitu pasar kredit formal dan informal. Pasar kredit formal terbagi atas kredit nonprogram atau komersial (seperti bank-bank penyalur kredit untuk sektor pertanian, koperasi dan pegadaian) dan kredit program (seperti KUT dan KKP). Pasar kredit informal seperti pelepas uang, pedagang

input/output produksi dan penggilingan padi (Supriatna, 2009).

Permasalahan Pertanian di Indonesia

Pembiayaan menjadi permasalahan yang dihadapi pembangunan pertanian

Indonesia. Permasalahan pembiayaan terlihat dari kurangnya penyediaan modal bagi petani mengembangkan usahanya. Penyediaan modal yang dimaksud adalah

ketersediaan sumber pinjaman yang murah, mudah dan dapat diakses petani di pedesaan dengan tepat waktu. Artinya, bunga yang diberikan rendah, prosedurnya mudah dan pencairan modal tepat sebelum musim tanam tiba (Supriatna, 2009).

Penyediaan modal ditujukan agar petani dapat menjalankan kegiatan pertanian dengan baik karena modal untuk membeli pupuk, bibit, pakan ataupun peralatan lain sudah tersedia (Supriatna, 2009). Ketersediaan input pertanian dalam proses produksi juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kaitannya dengan keperluan menghasilkan output pertanian.

(37)

Anggaran pembangunan pertanian tidak sepenuhnya dikelola oleh Kementan. Sebagian besar anggaran pembangunan pertanian dikelola oleh kementrian lain seperti Kementrian Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dalam Negeri, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Adanya kementerian lain di luar Kementan yang juga mengurus sektor pertanian menunjukkan adanya tumpang tindih pembangunan pertanian. Hal tersebut tercermin dari anggaran infrastruktur pertanian mendapatkan porsi terbesar, bukan anggaran pembiayaan pertanian yang dianggap paling penting bagi petani (Pasaribu et al, 2007).

Petani umumnya juga tidak dapat mengakses lembaga komersial seperti bank yang menyediakan bunga rendah. Alasannya, petani tidak memiliki agunan sertifikat tanah, prosedur pengajuan kredit yang rumit dan pola pengembalian kredit yang bersifat bulanan tidak sesuai dengan pola penerimaan petani yang bersifat musiman. Keadaan tersebut akhirnya mendorong para petani Indonesia untuk mencari pinjaman dari lembaga informal, yang sebenarnya menetapkan bunga jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lembaga komersil.

Kondisi pertanian di Indonesia, pada intinya masih sangat potensial untuk diolah, diambil manfaatnya dan bahkan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Fenomena yang terjadi adalah terbatasnya ketersediaan modal menjadikan kendala bagi sektor pertanian sulit untuk berkembang.

Pilihan petani untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga informal dirasa tidak tepat dilihat dari tanggungan beban dari tingkat bunga yang tinggi (60 persen setahun). Kehadiran lembaga komersil yang memberikan tingkat bunga yang rendah perlu dikaji kembali agar perannya optimal sebagai penggerak sektor riil, khususnya pertanian. Lembaga komersil atau bank yang hadir di daerah dengan asumsi mengerti betul tentang kondisi daerah setempat, sudah selayaknya memiliki peran yang lebih besar. Tidak hanya sebatas penyalur kredit, namun pembinaan diperlukan untuk mengiringi suksesnya pembangunan pertanian Indonesia.

Perkembangan Kredit Pertanian

Program kredit untuk petani dimulai dengan kredit Padi Sentra tahun 1959. Padi Sentra berubah menjadi Bimas/Inmas di tahun 1970-an karena terbatasnya penyebaran, sehingga tidak terjangkau petani. Program tersebut berubah menjadi kredit usaha tani (KUT) pada tahun 1985. Kedua program baik Bimas/Inmas dan KUT tidak berjalan seperti yang diharapkan karena pengembalian dana mengalami kemacetan. Pemerintah mengeluarkan kredit pengganti KUT dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) pada tahun 2000. KKP berganti lagi dengan program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) pada tahun 2007. Pemerintah menyediakan pagu kredit pangan pada tahun 2008, agar lebih meningkatkan peran sektor pertanian dan energi alternatif (Ritonga et al, 2009).

(38)

Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) merupakan fasilitas kredit yang diberikan bank kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi(baik merupakan perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak) yang melakukan Usaha Pembibitan Sapi dengan memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah. pemerintah memprogramkan bantuan pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun. Program bantuan pengadaan satu juta ekor bibit sapi tersebut dilakukan melalui mekanisme kredit usaha pembibitan sapi terpadu.

Pemerintah selain mengeluarkan kredit program KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS juga mengeluarkan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan kredit yang diberikan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur dikecualikan untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya.

BPD sebagai Penyalur KUR, Pelaksana KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS

BPD sebagai bank yang tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia berkesempatan menjadi bank yang fokus untuk pembangunan daerah. Total aset BPD yang mencapai Rp 363,35 triliun pada September 2012, dengan kecenderungannya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat dijadikan sumber pembiayaan bagi daerah. Aset BPD mengalami pertumbuhan sebesar 27.20 persen. BPD menempati posisi terbesar keempat setelah Bank Mandiri, BRI dan BCA dari segi aset (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah, 2012).Kekuatan aset BPD menunjukkan potensinya dalam persaingan industri perbankan dan berperan dalam memberikan kontribusi lebih optimal bagi perekonomian khususnya di daerah. Keadaan ini sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit untuk sektor riil setiap tahunnya termasuk pertanian. Kredit yang tersalur untuk sektor riil dimaksudkan agar percepatan pembangunan dan perekonomian daerah terlaksana.

BPD merupakan bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Kredit-kredit tersebut merupakan kredit program dari pemerintah yang wajib dijalankan oleh bank-bank pelaksana yang telah ditunjuk, termasuk BPD.

(39)

Tabel 2 Skim Kredit Program KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD untuk Periode 2005-2011.

Kredit Program

KUR KKP-E KPEN-RP KUPS

BPD Pelaksana Bank Nagari, DKI, Jaba

Gambar

Gambar 1 Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit. Sumber: Bank Indonesia, 2011
Gambar 2 Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur    KUR di Indonesia
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Tabel 2 Skim Kredit Program KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD untuk Periode 2005-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi ini hanya memuat materi sederhana dari Kasus Coronary Artery Bypass yang dapat dipelajari untuk user yang tertarik pada.

Mata Pelajaran IPA diharapkan dapat menjadi sarana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

Walau bagaimanapun objektif kajian ini adalah melihat corak migrasi buruh India selepas pembukaan Pulau Pinang dan bagaimana pengaruh sosial seperti sistem kasta,

Jadi orang yang mau nyalon memang harus siap uang yang banyak, untuk mendulang suara” Berkaitan dengan cost politik ini merujuk pada penelitian dari FK Institut –

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui perubahan garis pantai dan mengetahui nilai indeks kerentanan pantai, maka didapatkan bahwa pada tahun 2051,

[r]

variabel yang akan diteliti dengan variabel sebelumnya, jenis penelitian yang digunakan juga berbeda, dalam penelitian ini lokasinya berada diperkotaan berdasarkan penelitian

Nilai-nilai pendidikan keluarga dalam ungkapan bahasa Banjar itu pada umumnya sejalan dengan nilai pendidikan Islam atau ajaran Islam, dalam arti apa yang dikehendaki oleh