• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEHILANGAN GIGI SEBAGIAN TERHADAP

GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA

PADA PASIEN RSGMP FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Ribka Julia Sihombing

NIM: 110600083

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Prostodonsia

Tahun 2015

Ribka Julia Sihombing

Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula

pada pasien RSGMP FKG USU

xiii + 75 halaman

Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan

karena dapat dialami oleh setiap orang pada semua usia dengan berbagai faktor

penyebab. Kehilangan satu atau beberapa gigi dapat mengganggu keseimbangan

susunan gigi geligi pada lengkung rahang yang mengakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan oklusi gigi sehingga gigi yang masih tinggal akan menerima

beban yang lebih besar. Dalam keadaan ini tekanan yang diterima oleh struktur sendi

temporomandibula tidak seimbang dan akan mengganggu fungsi sendi

temporomandibula (STM). Pada saat ini,adanya hubungan antara kehilangan gigi

dengan gangguan pada sendi temporomandibula merupakan masalah yang masih

diperdebatkan dalam bidang kedokteran gigi. Hal ini disebabkan oleh etiologi

terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah multifaktorial, dimana

banyakfaktor resiko yang sering dikaitkan terhadap terjadinya tanda dan gejala

gangguan sendi temporomandibula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

prevalensi kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula di RSGMP

FKG USU dan melihat hubungan antara kehilangan gigi terhadap tanda dan gejala

gangguan sendi temporomandibula yang ditinjau dari jumlah kehilangan gigi, jumlah

kuadran kehilangan gigi dan jumlah dukungan oklusal berdasarkan klasifikasi

Eichner Index. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan

(3)

sebanyak 100 orang yang berusia diatas 18 tahun dengan kehilangan gigi sebagian.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi kehilangan gigi sebagian dengan

gangguan sendi temporomandibula berdasarkan kuesioner sebesar 59% sedangkan

berdasarkan hasil pemeriksaan klinis sebesar 86%. Penelitian ini menunjukkan

adanya hubungan kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula

berdasarkan jumlah kuadran kehilangan gigi posterior berdasarkan dukungan oklusal

dan jumlah kehilangan gigi tidak ditemukan adanya hubungan antara kehilangan gigi

terhadap gangguan sendi temporomandibula, namun terdapat peningkatan insiden

gangguan sendi temporomandibula seiring dengan peningkatan jumlah kehilangan

gigi.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 30 Juli 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros ...

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 30 Juli 2015

TIM PENGUJI

KETUA : M. Zulkarnain,drg.,M.Kes

ANGGOTA : 1. Prof. Ismet Danial Nasution,drg.,Ph.D., Sp.Pros(K)

2. Ariyani,drg.,MDSc

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Kehilangan Gigi

Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula Pada Pasien RSGMP FKG

USU” selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada

kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Rasmen Sihombing dan Ibunda Marlina

Panggabean yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tidak terbalas,

doa, nasehat, semangat dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis

sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga menyampaikan

terimakasih kepada adik penulis Riando Oktavianus Sihombing, Rimelda Putri

Natalia Sihombing, Rimayka Anastasya Sihombing, Rograce Valentino Sihombing

serta segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih

kepada Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros selaku pembimbing skripsi atas kesabaran

dan waktu yang diberikan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg.,C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Syafrinani, drg., Sp.Pros(K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

bimbingan dan dukungan kepada penulis.

(7)

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan bantuan yang

diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. M. Zulkarnain,drg.,M.Kesselaku ketua tim penguji skripsi,

Prof.IsmetDanialNasution,drg.,Ph.D., Sp.Pros(K)dan Ariyani,drg.,MDScselaku

anggota penguji, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Nurdiana,drg.,Sp.PM selaku penasehat akademik yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruhstafpengajardan pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas motivasi dan bantuan dalam

menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

7. Direktur RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

besertastaf yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

8. Pasien RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

yang telah bersedia sebagai subjek dalam penelitian ini.

9. Teman-temanseperjuangan yang melaksanakanpenulisanskripsi di

DepartemenProstodonsiaFakultasKedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara:Augina,Citra, Dina, Dytha, Garry, Grace,Jasmin, Jefferson,

Khalilah,Lulu,Michiko, Oktia Kiki, Rahmi, Maria, Sarah,Yoges,Thinagan, Tiffany,

Tineshraj, Vandersun,Yulindia dan Yunishara

atasdukungandanbantuannyaselamapenulisanskripsi dan para residen PPDGS

Prostodonsia atas masukan, dukungan serta bantuannya selama pengerjaan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis : Lisnawati, Maria, Yuki, Margaret,

Restu, Septika, Yessyatas segala bantuan, perhatian, dukungan, dorongan semangat

serta doa yang diberikan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

11. Teman teman KTB Integrity : Rindu Simamora, Yuki Sirait, Elsi

Silalahi, kelompok kecil Calissta Azariah : Aude Girsang dan Laura Situmorang atas

segala perhatian, dukungan,semangat serta doa yang diberikan selama perkuliahan

(8)

12. Teman-teman angkatan 2011 yang telah memberikan bantuan pikiran

dan semangat selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran

yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu Departemen Prostodonsia, Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara serta pengembangan ilmu dikalangan

masyarakat.

Medan,30 Juli 2015 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 TujuanPenelitian ... 5

1.5 ManfaatPenelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Praktis ... 6

1.5.2 Manfaat Teoritis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Gigi ... 7

2.1.1 Etiologi ... 7

2.1.1.1Faktor Penyakit ... 7

2.1.1.2Faktor Bukan Penyakit... . 8

2.1.2Klasifikasi ... 9

2.1.2.1 Jumlah Kehilangan Gigi ... 10

(10)

2.1.2.3 Dukungan Oklusal... . 11

2.3.1.2.2 Ketidakseimbangan Oklusi ... 25

(11)

3.4.1 Klasifikasi Variabel... .. 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 ...Karakteristik Pasien Kehilangan Gigi Sebagian di RSGMP FKG USU ... 53

4.2 PrevalensiKehilangan Gigi Sebagian yang Mengalami GangguanSendi TemporomandibulaPadaPasien RSGMP FKG USU Berdasarkan kuesioner dan Pemeriksaan Klinis 54

4.3 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU Berdasarkan Jumlah KehilanganGigi ... 55

4.4 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU Berdasarkan Jumlah Kuadran KehilanganGigi Posterior .... 56

4.5 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU BerdasarkanDukungan Oklusal ... 57

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1....Karakteristik Pasien Kehilangan Gigi Sebagian di RSGMP FKG USU ... 59

5.2 PrevalensiKehilangan Gigi Sebagian yang Mengalami GangguanSendi TemporomandibulaPadaPasien RSGMP FKG USU Berdasarkan kuesioner dan Pemeriksaan Klinis 60

5.3 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU Berdasarkan Jumlah KehilanganGigi ... 61

(12)

Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU

Berdasarkan Jumlah Kuadran KehilanganGigi Posterior .... 63

5.5 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU

Berdasarkan Dukungan Oklusal ... 64

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 67 6.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Definisi operasional variabel bebas ... 42

2 Definisi operasional variabel terikat ... 43

3 Karakteristikpasienkehilangangigisebagian di RSGMP FKG USU ... 54

4 Prevalensikehilangangigisebagiandengangangguansendi

temporomandibulapadapasien RSGMP FKG USU berdasarkan

kuesionerdanpemeriksaanklinis ... 55

5 Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi

temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan

jumlah kehilangan gigi ... 56

6 Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi ...

temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan

jumlah kuadran kehilangan gigi posterior ... 57

7 Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi ...

temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kuadran gigi ... 10

2 Klasifikasi eichner ... 11

3 Anatomi sendi temporomandibula ... 16

4 Ligamen sendi temporomandibula ... 18

5 Otot-otot pengunyahan ... 20

6 Pemeriksaan klinis sendi temporomandibula ... 34

7 Pengukuran batas pembukaan mulut maksimal ... 46

8 Auskultasi sendi temporomandibula ... 46

9 Pengukuran jarak deviasi saat membuka atau menutup mulut ... 47

10 Palpasi otot maseter ... 47

11 Palpasi otot temporalis... 48

12 Palpasi STM bagian lateral ... 48

13 Palpasi STM bagian posterior... 49

14 Pergerakan mandibula ke lateral kanan ... 49

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 LembarPenjelasanKepadaCalonSubjekPenelitian

2 Surat PernyataanPersetujuanSubjekPenelitian (Informed Consent)

3 KuesionerPenelitian

4 Surat Persetujuan Komisi Etik

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan.

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit

seperti karies dan penyakit periodontal dan faktor bukan penyakit seperti trauma, atau

kegagalan perawatan dan faktor sosiodemografi serta pemanfaatan pelayanan

kesehatan gigi dan mulut.1,2 Secara langsung gigi berperan dalam fungsi pengunyahan dan berguna untuk mempertahankan kestabilan hubungan vertikal dan distal antara

mandibula dengan maksila.3,4 Kehilangan satu atau beberapa gigi dapat mengganggu keseimbangan susunan gigi geligi pada lengkung rahang. Keadaan ini

akanmengakibatkan terganggunya aktivitas fungsional, seperti mengunyah dan

bicara, mengganggu estetis serta berdampak pada kesehatan tubuh secara umum.1,2 Selama ini banyak sekali ragam klasifikasi yang diciptakan dan digunakan

untuk mengelompokkan kehilangan gigi sebagian. Beberapa metode dalam

mengklasifikasikan kehilangan gigi diantaranya pertama sekali dikemukakan oleh

Cummer (1920) yang sistem pengklasifikasiannya berdasarkan pada posisi dan

jumlah direct retainer serta posisi indirect retainer, Kennedy (1923) yang

mengklasifikasikan kehilangan gigi berdasarkan daerah tidak bergigi berujung bebas

(free end) serta klasifikasi Bailyin (1928) yang mengelompokkannya berdasarkan

dukungan protesa baik pada gigi, jaringan atau kombinasi dari keduanya.5 Selain itu, klasifikasi kehilangan gigi sebagian juga telah dikemukakan oleh Costa (1974) yang

mengelompokkan kehilangan gigi sebagian berdasarkan lokasi dan jumlah kehilangan

gigi.6,7 Pada kehilangan gigi sebagian juga diklasifikasikan dengan menggunakan eichner index yang mengelompokkan kehilangan gigi sebagian berdasarkan

keberadaan daerah dukungan oklusal yang berasal dari kontak antagonis gigi geligi

(17)

beratnya beban oklusal pada gigi yang masih tinggal sehingga kehilangan gigi pada

tahap lanjut dapat mengganggu fungsi sendi temporomandibula (STM).2,4,7

Gangguan sendi temporomandibula merupakan kumpulan dari beberapa

gejala klinis yang terjadi pada otot pengunyahan, sendi pada daerah orofasial atau

bahkan terjadi pada keduanya.8,9Berdasarkan penelitian Casanova J,dkk (2006) di Mexico ditemukan prevalensi gangguan sendi temporomandibula 46,1% dan pada

penelitian Shetty R (2010) di India 59%.10,11Kehilangan gigi posterior akan diikuti dengan hilangnya kontak oklusal.3 Kehilangan kontak oklusal mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan oklusi yang akan mengganggu kestabilan lengkung

gigidan keadaan ini menyebabkan struktur sendi temporomandibula menerima beban

yang lebih besar sehingga mengganggu fungsi pengunyahan.2-4,12-14 Pada kehilangan gigi posterior juga dapat terjadi overclosure mandibula yang mengakibatkan kondilus

menyimpang dari posisi sentrik normal sehingga menyebabkan dislokasi sendi

temporomandibula.13

Hubungan antara kehilangan gigi dengan gangguan pada sendi

temporomandibula masih kontroversial.2,3,12Okeson melaporkan bahwa dari 13 penelitian yang dilakukan, tercatat dua kali lebih banyak yang menyatakan adanya

hubungan antara oklusi dengan gangguan sendi temporomandibula.2 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Luder HU (2002) yang menunjukkan adanya korelasi yang

kuat antara kehilangan gigi dan sendi temporomandibula.15Dari penelitian yang dilakukan Kataryzna dkk (2007) pada 178 pengunjung (98 perempuan dan 80

laki-laki) klinik kesehatan gigi di Polandia, yang berumur diatas 18 tahun telah dilaporkan

bahwa kehilangan kontak gigi dan gangguan otot pengunyahan terjadi pada penderita

yang mengalami kehilangan gigi molar sehingga dapat menyebabkan gangguan sendi

temporomandibula.16

Etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah multifaktorial

yakni banyak faktor resiko yang sering dikaitkan terhadap terjadinya tanda dan gejala

gangguan sendi temporomandibula.8,12,17-19 Saat ini pengaruh dukungan oklusal sebagai salah satu etiologi gangguan sendi temporomandibula juga masih

(18)

hubungan yang signifikan antara penurunan dukungan oklusal terhadap terjadinya

nyeri pada sendi temporomandibula.17 Hal ini juga didukung oleh Quaker A (2011) yang dalam penelitiannya juga menunjukkan adanya peningkatan frekuensi tanda dan

gejala gangguan sendi dengan terjadinya penurunan jumlah oklusal dari gigi geligi

posterior.13Namun disisi lain bertentangan dengan hasil penelitian Himawan dkk (2007) yang menemukan bahwa kehilangan gigi posterior tidak meningkatkan resiko

terjadinya gangguan pada sendi temporomandibula dan penggantian gigi yang hilang

tidak meningkatkan fungsi pengunyahan.9

Beberapa penelitian menyatakan bahwa hilangnya dukungan molar dikaitkan

dengan keberadaan dan tingkat keparahan osteoartritis atau dengan gangguan sendi

temporomandibula.4,14Berdasarkan penelitian Uhac dkk (2002) yang menyatakan bahwa risiko terjadinya bunyi pada sendi temporomandibula meningkat secara

signifikan pada individu yang telah kehilangan gigi lebih banyak.21 Akan tetapi, berdasarkan penelitian terakhir yang dilakukan oleh Kanno T dan Carlsson GE

(2006), secara umum tidak menunjukkan perbedaan klinis yang signifikan antara

individu dengan lengkung gigi yang kehilangan 3 sampai 5 unit oklusal dibanding

individu yang memiliki gigi yang lengkap dalam hal tanda dan gejala gangguan sendi

temporomandibula.22Berdasarkan penelitian Himawan dkk (2007) menyatakan bahwa kehilangan lebih dari 13 gigi akan meningkatkan resiko terjadi gangguan sendi

temporomandibula.9

Berdasarkan penelitian Wang dkk (2009) pada 741 responden penelitian

ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jumlah kuadran kehilangan gigi

posterior terhadap gangguan sendi temporomandibula. Hasil penelitian ini

menunjukkan semakin besar jumlah kuadran kehilangan gigi posterior maka resiko

gangguan sendi temporomandibula akan semakin tinggi.12 Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Shet RGK dkk (2013) yang menunjukkan adanya penurunan fungsi

sendi temporomandibula seiring dengan peningkatan jumlah kuadran kehilangan

gigi.18

(19)

sekitar leher, nyeri pada wajah dan sakit pada telinga. Keluhan tersebut sering

dianggap bukan berasal dari gigi maupun sendi sehingga pasien sering tidak

menyadari adanya tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula yang

dimilikinya. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh

pemahaman yang lebih baik dalam aspek patologis sehingga perawatan yang

ditujukan pada pasien lebih efektif dan dapat dilakukan pencegahan dalam tingkat

populasi.8,910,19,20,23

Berdasarkan uraian penelitian-penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa

hubungan antara faktor kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula

merupakan hal yang masih diperdebatkan dalam bidang kedokteran gigi. Oleh karena

itu, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara kehilangan gigi terhadap

gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU ditinjau dari

jumlah kehilangan gigi, jumlah kuadran kehilangan gigi posterior dan dukungan

oklusal. RSGMPFKG USU merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dibutuhkan.

1.2 Permasalahan

Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan

karena dapat dialami oleh setiap orang pada semua usia dengan berbagai faktor

penyebab. Keadaan hilangnya gigi yang tidak diganti dengan gigitiruan akan

menimbulkan berbagai dampak diantaranya berupa gangguan fungsi mastikasi,

fonetik dan estetik. Kehilangan gigi akanmengakibatkan disharmonisasi oklusi yang

mengakibatkan adanya tekanan berlebih pada sendi temporomandibula sehingga

menimbulkan pergeseran kondilus pada keadaan yang patologis. Namun, adanya

hubungan antara kehilangan gigi dengan gangguan pada sendi temporomandibula

merupakan masalah yang masih diperdebatkan dalam bidang kedokteran gigi. Hal ini

disebabkan oleh etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah

multifaktorial, yakni banyak faktor resiko yang sering dikaitkan terhadap terjadinya

tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula. Oleh karena itu penulis tertarik

(20)

dan gejala gangguan sendi temporomandibula ditinjau dari jumlah kehilangan gigi,

jumlah kuadran kehilangan gigi posterior dan dukungan oklusal pada pasien RSGMP

FKG USU. Alasan memilih RSGMPFKG USU sebagai tempat penelitian karena

merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dibutuhkan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan

diteliti adalah:

1. Bagaimana karakteristik pasien yang kehilangan gigi sebagian di

RSGMP FKG USU.

2. Berapa prevalensi pasien kehilangan gigi sebagian yang mengalami

gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan

kuesioner dan pemeriksaan klinis.

3. Apakah ada hubungan kehilangan gigi sebagian dengan gangguan

sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan jumlah

kehilangan gigi.

4. Apakah ada hubungan kehilangan gigi sebagian dengan gangguan

sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan jumlah kuadran

kehilangan gigi posterior.

5. Apakah ada hubungan kehilangan gigi sebagian dengan gangguan

sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan dukungan

oklusal.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Karakteristik pasien yang kehilangan gigi sebagian di RSGMP FKG

USU.

(21)

3. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi

temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan jumlah kehilangan

gigi.

4. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi

temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan jumlah kuadran

kehilangan gigi.

5. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi

temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan dukungan oklusal.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis dalam membuat perencanaan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat

bagi pasien yang mengalami kehilangan gigi sebagian yang disertai dengan

gangguan sendi temporomandibula.

2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk

mengetahui adanya hubungan antara kehilangan gigi terhadap gangguan sendi

temporomandibula, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan sendi

temporomandibula dan lebih mengerti usaha yang dilakukan untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang sesuai.

1.5.2 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau kontribusi bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, khususnya di bidang

prostodonsia.

2. Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

mengenai faktor–faktor lain yang dapat memengaruhi gangguan sendi

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehilangan Gigi

Kehilangan gigi disebut juga dengan edentulous. Kehilangan gigi dapat

didefinisikan sebagai hilangnya beberapa atau semua gigi pada lengkung rahang.6,24 Hilangnya gigi akan menyebabkan penurunan tulang alveolar, migrasi gigi tetangga

serta dapat memengaruhi jaringan pendukung dalam menerima restorasi prostetik

yang adekuat.24

2.1.1 Etiologi

Secara umum kehilangan gigi merupakan hasil dari suatu proses

penyakitsehingga dapat diklasifikasikan sebagai masalah rongga mulut. Kehilangan

gigi geligi lebih sering disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit

periodontal. Faktor lain seperti trauma, sikap dan karakteristik terhadap pelayanan

kesehatan gigi, faktor sosio demografi serta gaya hidup juga turut memengaruhi

hilangnya gigi.25,26

2.1.1.1 Faktor Penyakit

Karies gigi dapat dialami setiap orang dan masih merupakan masalah utama

dalam kesehatan gigi dan mulut.3,26,27Penyebab utama dari kehilangan gigi adalah karies dan penyakit periodontal.6,25 Karies merupakan penyakit infeksi gigi yang ditandai dengan adanya kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur

dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. Karies dapat timbul pada satu

permukaan gigi dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam seperti enamel meluas

ke dentin atau ke pulpa.26,27Karies gigi yang tidak dirawat dapat bertambah buruk sehingga akan menimbulkan rasa sakit danberpotensi menyebabkan hilangnya gigi.26

(23)

yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah iritasi atau peradangan pada gusi

yang disebabkan oleh bakteri plak yang terakumulasi diantara gigi dan gusi. Jika

gingivitis tidak dirawat maka akan berkembang memengaruhi tulang alveolar,

ligamen periodontal dan sementum, keadaan ini disebut periodontitis. Selama proses

periodontitis terjadi resorbsi tulang secara progresif, apabila tidak dilakukan

perawatan yang tepat dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal akan

meningkat dengan meningkatnya umur, dari 6% pada umur 25–34 tahun menjadi

41% pada umur 65 tahun keatas.28,29

2.1.1.2 Faktor Bukan Penyakit

Trauma atau injuri baik yang langsung mengenai gigi maupun jaringan

sekitarnya dapat membuat gigi terlepas dari soketnya. Kehilangan gigi akibat trauma

dapat terjadi karena kecelakaan seperti kecelakaan bermotor, bersepeda, serangan

pada wajah, dan kontak ketika berolahraga.28

Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan upaya pencegahan yang dapat

memengaruhi jumlah gigi yang tinggal dalam rongga mulut.30 Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, pada responden umur diatas 12

tahun mengalami kerusakan gigi rata-rata 5 gigi per orang, rata-rata 4 gigi per orang

sudah dicabut. Keadaan ini mungkin akibat kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi

sudah terlambat, sehingga gigi tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dicabut.

Sesuai dengan laporan hasil pencatatan dan pelaporan penderita pengunjung

puskesmas (SP2TP) pada akhir pelita V, terlihat tingginya persentase pemanfaatan

pelayanan kesehatan gigi untuk pencabutan yaitu 79,6%.31 Dapat dikatakan bahwa masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan

gigi dan mempertahankan fungsi gigi.2,31

Faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan

tingkat penghasilan merupakan faktor yang juga memengaruhi kehilangan gigi.6 Beberapa penelitian menyatakan bahwa usia memiliki hubungan terhadap terjadinya

(24)

mulut akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan gigi yang menyebabkan

kehilangan gigi.25,33,34 Berdasarkan data Oral Health US (2002) menunjukkan prevalensi kehilangan gigi pada usia 25-44 tahun adalah 2%, prevalensi kehilangan

gigi pada usia 45-60 tahun adalah 10% dan prevalensi kehilangan gigi pada usia

65-74 tahun adalah 25%.26Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 telah dilaporkan bahwa

kehilangan gigi ditemukan kelompok umur 25-34 tahun sebesar 0,1%, 35-44 tahun

sebesar 0,4 %, 45-54 tahun sebesar 1,8%, 55-64 tahun 5,9% dan pada kelompok umur

diatas 65 tahun 17,6%.31 Kehilangan gigi juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, sesuai dengan penelitian Shamdol Z, dkk (2008) di Malaysia melaporkan bahwa

perempuan memiliki resiko lebih besar mengalami kehilangan gigi dibandingkan

pria.32 Hal ini sesuai dengan data Canadian Community Health Survey (2003) yang menunjukkan wanita (10%) lebih banyak mengalami kehilangan gigi dibandingkan

pria (7%).35Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 insiden kehilangan gigi pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.2,31

Terdapat hubungan antara kehilangan gigi dengan tingkat pendidikan.

Masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki kesadaran untuk

memperbaiki kesehatan rongga mulut, menggunakan fasilitas kesehatan gigi dan

mulut serta gaya hidup yang lebih baik untuk memperhatikan kesehatan rongga

mulut.25,32

2.1.2 Klasifikasi

Selama ini banyak sekali ragam klasifikasi yang diciptakan dan digunakan

untuk mengelompokkan kehilangan gigi sebagian.6,24Tujuan utama klasifikasi ini agar dokter gigi dapat berkomunikasi sejelas mungkin, tentang keadaan rongga mulut

yang akan dibuatkan gigitiruan. Pembuatan klasifikasi dapat membantu

mempermudah pemahaman terhadap dasar-dasar atau prinsip pembuatan desain

(25)

2.1.2.1 Jumlah Kehilangan Gigi

Jumlah gigi geligi sangat menentukan efektifitas pengunyahan dan penelanan

yang merupakan langkah awal dari proses pencernaan. Jumlah gigi geligi yang sedikit

akan menghasilkan bolus yang kasar sehingga dapat menyebabkan gangguan

pencernaan dan nutrisi. Selain itu, jumlah gigi geligi dalam rongga mulut

akanmemengaruhi distribusi tekanan dan fungsi pengunyahan, penampilan, berbicara

serta kenyamanan seseorang sehingga kehilangan gigi memiliki banyak dampak

negatif yang memengaruhi banyak aspek. Dalam penelitiannya, Knezovic-Zlataric

dkk (2001) membagi kelompok jumlah kehilangan gigi kedalam tiga kelompok yaitu,

kehilangan satu sampai lima gigi; kehilangan enam sampai sepuluh gigi; kehilangan

lebih dari sepuluh gigi.37

2.1.2.2 Jumlah Kuadran Kehilangan Gigi

Kuadran gigi merupakan istilah yang digunakan dalam pembagian rahang

menjadi empat bagian yang sama, dimulai dari garis tengah lengkung gigi atau titik

kontak insisivus sentralis dan meluas menuju gigi terakhir di belakang mulut.

Susunan gigi dalam mulut terdiri atas empat kuadran yaitu, kuadran kanan atas, kiri

atas, kiri bawah dan kanan bawah.38 (Gambar 1)

(26)

Pada penelitianWang,dkk (2009) dan Shet RGK (2010) menyatakan jumlah

kuadran kehilangan gigi lebih berpengaruh terhadap terjadinya gangguan sendi

temporomandibula dibandingkan dengan jumlah kehilangan gigi dimana semakin

besar jumlah kuadran kehilangan gigi maka insiden terjadinya gangguan sendi

temporomandibula akan meningkat. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan

bahwa resiko lebih rendah pada individu yang mengalami kehilangan gigi posterior

hanya pada 1 kuadran dibandingkan dengan kehilangan gigi posterior pada kuadran

yang berbeda.12,18

2.1.2.3 Dukungan Oklusal

Kehilangan gigi posterior akan disertai dengan hilangnya dataran oklusal,

sehingga akan memengaruhi keseimbangan oklusi dan mengganggu fungsi. Oleh

karena itu, sejumlah penelitian menyatakan dukungan oklusal sebagai faktor

predisposisi terjadinya gangguan sendi temporomandibula.8,13,14 Pada kehilangan gigi sebagian keberadaan dukungan oklusal dapat diklasifikasikan dengan menggunakan

eichner index.15 (Gambar 2)

(27)

Pengelompokan klasifikasi eichnerini berdasarkan zona dukungan oklusal,

yaitu daerah kontak gigi premolar dan atau molar dengan gigi antagonisnya pada

setiap sisi. Klasifikasi ini membagi ada tidaknya dukungan oklusal kedalam 3 kelas

yaitu, kelas A, kelas B dan kelas C.Kelas A terdiri atas 4 zona dukungan oklusal yaitu

kontak gigi premolar dan molar dengan gigi antagonisnya pada setiap sisi. Kelas B

dibagi kedalam 4 kelompok yaitu B1, B2, B3 dan B4. Kelas B1 terdapat 3 zona

dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar atau molar dengan gigi antagonisnya,

kelas B2 yang terdiri dari 2 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar atau

molar dengan gigi antagonisnya, kelas B3 yang hanya memiliki 1 zona dukungan

oklusal yaitu kontak gigi premolar atau molar dengan gigi antagonisnya dan kelas B4

merupakan kelas yang tidak terdapat dukungan oklusal namun masih terdapat gigi

anterior yang berkontak antagonis. Kelas C adalah kelas yang sama sekali tidak

ditemukan gigi yang berkontak baik gigi anterior maupun gigi posterior. (Gambar 2)

Mundt T, dkk (2005) menyatakan bahwa hilangnya dukungan oklusal akan

meningkatkan resiko terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa pria dengankehilangan dukungan oklusal memiliki

resiko lebih tinggi mengalami gangguan sendi temporomandibula dibandingkan pada

wanita.15

2.1.3 Dampak

Kehilangan gigi sebagian memiliki dampak emosional, sistemik dan

fungsional. Hilangnya satu atau beberapa gigi dapat mengakibatkan terganggunya

keseimbangan susunan gigi geligi. Bila hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan

mengganggu fungsi bicara, pengunyahan maupun estetik serta dapat memengaruhi

kesehatan tubuh secara umum.1,2,25,29

2.1.3.1 Emosional

Kehilangan gigi dapat menimbulkan dampak emosional dalam kehidupan

sehari-hari.Kehilangan gigi terutama di regio depan dapat mengganggu estetis yang

(28)

memperlihatkan wajah dengan bibir masuk ke dalam dan dagu menjadi tampak lebih

ke depan. Selain itu akan timbul garis yang berjalan dari lateral sudut bibir dan

terbentuk lipatan-lipatan yang menyebabkan sulkus nasolabial menjadi lebih dalam,

sehingga wajah tampak lebih tua.29,40Adanya perubahan-perubahan ini membuat individu merasa sangat terganggu, kehilangan percaya diri, sadar akan penampilan

dan menganggap kehilangan gigi sesuatu yang tidak patut dibicarakan sehingga

pasien akan merahasiakannya.2,29,37

Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa ada

pengaruh emosional yang signifikan sebagai konsekuensi kehilangan gigi dimana

lebih dari 45% individu merasa sulit untuk menerima kehilangan gigi yang

dialaminya.41 Berdasarkan penelitian Suresh dkk (2010) dilaporkan bahwa individu yang kehilangan gigi cenderung merasa malu saat tersenyum didepan orang lain.

Setiap orang ingin diterima dan ingin berinteraksi dalam kelompok sosial dengan

nyaman namun hal ini dapat terganggu karena kehilangan gigi dapat mengganggu

penampilan dan berbicara.42 Hal tersebut dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri individu sehingga akan cenderung menarik diri dari masyarakat. Oleh karena

itu,faktor estetis menjadi motivasi utama pasien dan penting untuk melakukan

perawatan prostodonsia. 2,35,42

2.1.3.2 Sistemik

Kehilangan gigi dapat memengaruhi kesehatan rongga mulut dan kesehatan

umum.2,13,,25Kehilangan gigi sering dihubungkan dengan penyakit sistemik serta penyakit kronis pada orang tua dan merupakan faktor resiko terjadinya penurunan

berat badan.24,25Pada sebuah penelitian tentang hubungan antara status kesehatan rongga mulut dan defisiensi nutrisi pada responden yang berusia 85 tahun keatas di

Switzerland, menunjukkan terjadi penurunan Body Mass Index (BMI) dan konsentrasi

serum albumin pada usia tua dengan status gangguan fungsi rongga mulut. Hal ini

terjadi karena jumlah dan distribusi gigi dalam rongga mulut sangat memengaruhi

(29)

memengaruhi kesehatan secara umum.43,44Kehilangan gigi dapat menyebabkan penyakit sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kanker esofagus, kanker lambung

dan kanker pankreas.45,46

2.1.3.3 Fungsional

Dampak fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan gigi dapat berupa

gangguan berbicara dan ganguan pengunyahan.3,24,25,43

2.1.3.3.1 Gangguan Berbicara

Kehilangan gigi dapat menurunkan fungsi bicara karena gigi memiliki

peranan yang penting dalam proses berbicara. Beberapa huruf dihasilkan melalui

bantuan bibir dan lidah yang berkontak dengan gigi-geligi. Huruf-huruf yang

dibentuk melalui kontak antara lidah dan gigi-geligi adalah huruf konsonan seperti s,

z, x, d, n, l, j, t, th, ch dan sh. Sedangkan huruf yang dibentuk melalui kontak antara

bibir dan gigi-geligi yaitu f dan v. Individu yang mengalami kehilangan gigi akan

sulit menghasilkan huruf-huruf tersebut terutama pada gigi di bagian anterior.47 Hal tersebut akan mengganggu proses bicara dan berkomunikasi. Menurut Palmer (1974),

pada individu yang masih memiliki gigi-geligi yang lengkap maka gigi posterior

berperan dalam membantu pergerakan lidah saat berbicara.25,33

2.1.3.3.2 Gangguan Pengunyahan

Sistem pengunyahan merupakan suatu unit fungsional yang terdiri dari gigi,

jaringan pendukung gigi, sendi temporomandibula, otot-otot termasuk bibir, pipi,

lidah, palatum, sekresi saliva dan peredaran darah serta persarafan.48,49Kehilangan gigi juga merupakan penyebab paling sering pada gangguan fungsi

pengunyahan.33,43Jumlah gigi yang sedikit akan menurunkan efisiensi pengunyahan makanan sehingga akan memengaruhi status makan dan status nutrisi. Kida dkk

(2008) melaporkan bahwa pada individu yang kehilangan gigi posterior akan

(30)

Sendi temporomandibula adalah sendi engsel yang menghubungkan

mandibula dengan tulang temporalyang berada tepat di depan telinga. Sendi

temporomandibula terdiri atas ligamen dan tendon. Ligamen merupakan jaringan ikat

yang berbentuk seperti pita. Ligamen, tendon dan otot mendukung persendian serta

bertanggung jawab atas pergerakan kondilus.49,50

Sendi temporomandibula memiliki tanda-tanda struktural yang membuatnya

sebagai diartrosis yang unik. Keadaan ini dikarenakan sendi temporomandibula

memiliki aktivitas fungsional yang rumit namun dapat melakukannya dengan sangat

baik.41Sendi temporomandibula merupakan sendi yang kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi.

Mekanismenya unik karena sendi kiri dan kanan harus bergerak secara sinkron pada

saat berfungsi.49,50

Artikulasi temporomandibula berbeda dengan artikulasi sendi pada umumnya,

karena sendi ini melakukan gerakan engsel yang disebut dengan gerakan ginglymoid

dan gerakan meluncur yang disebut dengan gerakan arthrodial pada waktu yang

bersamaan sehingga gerakan ini disebut gerakan gingylmoarthrodial. Artikulasi ini

diliputi oleh jaringan fibrous yang avaskuler sedangkan pada artikulasi yang lain

diliputi oleh tulang rawan hialin.49-51

2.2.1 Anatomi

Sendi temporomandibula merupakan salah satu sendi yang paling kompleks

pada tubuh manusia yang terdiri dari fossa mandibula, kondilus, ligamen, diskus

(31)

Gambar 3. Anatomi Sendi Temporomandibula 53

2.2.1.1 Fossa Mandibula

Fossa mandibula terletak di depan dan di bawah meatus auditorius. Fossa

mandibula memanjang ke arah eminensia artikularis yang terletak di tepi posterior

arkus zigomatikus. Fossa mandibula dilapisi oleh membran sinovial yang

memisahkan kondilus dan fossa. Membran sinovial mulai dari bagian anterior

kondilus melebar sampai menutupi leher kondilus bagian posterior.Fossa ini memiliki

panjang 25 mm dalam arah anteroposterior dan lebar 19 mm dalam arah mediolateral.

Fisur petrotimpanik membagi fossa mandibula menjadi dua bagian yaitu bagian

anterior dan posterior. Bagian anterior fossa mandibula merupakan area penerima

tekanan utama dari kondilus melalui diskus dan struktur lainnya. Bagian posterior

fossa mandibulalebih dekat ke prependikular. Kondilus tidak secara langsung

bersentuhan dengan fossa karena dipisahkan oleh membran sinovial dan diskus

artikularis.49,51,52

(32)

Kondilus terletak di sebelah lateral fossa mandibula, berbentuk elips yang

tidak rata pada potongan melintang dengan lebar mediolateral dua kali lebar

anterioposterior.49,52Sumbu panjang (mediolateral) kondilus bersudut ke belakang 15-33 derajat terhadap bidang frontal. Dimensi mediolateral bervariasi antara 13-25 mm

dan dengan lebar anterior 5,5-16 mm.49,51Kondilus memiliki ukuran panjang 19 mm dan diameter 12,5 mm dalam arah anteroposterior. Diameter kondilus dalam arah

anteroposterior lebih besar daripada diameter fossa mandibula sehingga bagian luar

kondilus memanjang diatas meatus auditorius. Hal ini menyebabkan pergerakan

kondilus dapat dirasakan pada bagian lunak telinga. Bentuk kondilus bervariasi pada

setiap individu. 49,51,52

2.2.1.3Ligamen

Ligamen sendi temporomandibula berfungsi untuk membatasi pergerakan

sendi dan terdiri dari ligamen kapsular, ligamen temporomandibula, ligamen

sphenomandibula dan ligamen stylomandibula.49,52(Gambar 4)

Ligamen kapsular membungkus seluruh sendi temporomandibula. Pada

bagian superior ligamen ini melekat pada tepi fossa mandibuladan mengarah ke

eminensia artikularis. Pada bagian inferior ligamen kapsular melekat pada leher

kondilus. Serabut ligamen ini mengarah ke bawah dan ke belakang.51,53

Ligamen temporomandibula terbagi menjadi dua bagian, anterior dan

posterior. Bagian superior ligamen ini melekat pada eminensia artikularis dan tepi

inferior arkus zigomatikus. Serabut ligamen ini mengarah ke bawah dan ke belakang

serta melekat pada tepi posterior luar dari bagian atas ramus mandibula. Hal ini

merupakan faktor yang membatasi pergerakan kondilus ke arah posterior karena

ligamen ini mengakibatkan rotasi kondilus ke arah atas menjauhi diskus dan fossa

artikularis.50,52

Ligamen sphenomandibula melekat pada sudut tulang sphenoid pada bagian

superior dan mengarah ke bawah pada permukaan dalam ramus mandibula dan

(33)

Ligamen stylomandibula melekat pada prosesus styloid, meluas ke bawah

serta maju ke sudut dan tepi posterior dari ramus mandibula. Ligamen ini menjadi

tegang ketika mandibula digerakkan ke depan tetapi dapat dikendurkan ketika

mandibula dibuka. Oleh karena itu ligamen stilomandibula dapat melebihi batas dari

pergerakan mandibula ke depan.50,52

Gambar 4.Ligamen Sendi Temporomandibula 54

2.2.1.4Diskus Artikularis

Diskus artikularis memiliki peranan yang penting dalam pergerakan

mandibula. Diskus ini tersusun atas jaringan ikat fibrous dengan serabut-serabut

kolagen yang berjalan ke segala arah untuk memberikan fleksibilitas pada

sendi.49,52Diskus artikularis terletak diantara dua membran sinovial sendi temporomandibula. Permukaan atas diskus berbentuk cembung untuk menyesuaikan

bentuk fossa mandibula dan permukaan bawahnya cekung untuk menyesuaikan

kondilus. Diskus artikularis mengarah ke depan melewati eminensia artikularis.

Posisi dan pergerakan diskus diatur oleh perlekatan ligamen kapsular dan pada bagian

anterior oleh tendon otot pterygoid lateral. Diskus artikularis hanya bergerak sedikit

(34)

pergerakan kondilus semakin membesar saat mulut terbuka lebih lebar atau saat

pergerakan protrusif atau lateral. Pada sendi yang sehat diskus akan bergerak bersama

kondilus karena diskus melekat erat pada tepi lateral dan medial kondilus. Diskus

dapat bergerak ke depan dan ke belakang kondilus tetapi tidak dapat bergerak dalam

arah lateral.49,52

2.2.1.5 Persarafan

Sendi temporomandibuladipersarafioleh nervus mandibula yang merupakan

cabang ketiga dan terbesar dari nervus trigeminus. Cabang-cabang dari saraf

mandibula merupakan persarafan aferen.50,51Ada tiga saraf yang mempersarafi sendi rahang diantaranya adalah saraf aurikulotemporal, saraf posterior temporal dan saraf

maseter. Saraf aurikulotemporal mempersarafi hampir 85-90% sendi

temporomandibula.50,52

2.2.1.6 Otot-Otot Pengunyahan

Sendi temporomandibula juga didukung oleh otot-otot pengunyahan yang

terdiri atas otot temporal, otot maseter, otot pterygoideus medial dan otot

pterygoideus lateral. Otot maseter terletak pada lengkung zigomatikus kearah sudut

mandibula yang berfungsi untuk menutup mulut. Otot temporalis terletak pada

permukaan lateral tulang temporal ke arah prosesus koronoideus, fungsi otot ini

adalah untuk menutup mulut. Otot pterygoideus medial terletak pada fossa

pterygoideus dan meluas ke permukaan medial dan sudut mandibula yang berfungsi

untuk memajukan dan menutup mandibula. Otot pterygoideus lateralis dibagi menjadi

dua yaitu otot pterygoideus lateralis inferior yang terletak pada fossa pterygoideus

lateralis ke kondilus yang berfungsi untuk memajukan mandibula sedangkan otot

pterygoideus lateralis superior terletak pada dasar temporal diatas tulang sphenoid ke

arah kapsul sendi, diskus artikularis dan kondilus yang berfungsi sebagai stabilitasi

diskus artikularis dan kondilus selama menutup mulut dan satu-satunya otot yang

(35)

Gambar 5. Otot-otot Pengunyahan.54

2.2.2 Fungsi

Sendi tempromandibula mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis

pada tubuh manusia. Sendi temporomandibula berfungsi pada saat pengunyahan,

berbicara dan menelan.49-51Dalam melakukan setiap fungsinya sendi temporomandibula memiliki dua gerakan utama yang terjadi pada artikulasi

temporomandibula, yaitu gerak rotasi dan gerak translasi.49

Gerakan rotasi merupakan gerakan yang terjadi disekitar aksis horizontal pada

kepala kondilus. Pada gerakan ini kepala kondilus bergerak secara berputar dalam

ruang sendi bagian bawah dalam diskus artikularis. Pada mastikasi, Gerakan rotasi

terjadi saat membuka dan menutup mulut pada aksis kondilus.49,52

Gerak translasi dapat diartikan sebagai gerakan di mana setiap titik objek

bergerak secara bersamaan yang memiliki kecepatan dan arah yang sama. Pada

sistem mastikasi, hal ini terjadi pada saat mandibula bergerak maju atau disebut juga

protusi. Gigi-geligi, kondilus, dan ramus bergerak ke arah dan derajat yang sama.

Gerakan ini terjadi pada ruang sendi bagian superior yaitu diantara permukaan diskus

(36)

Pada pergerakan mandibula yang normal, gerakan rotasi dan translasi terjadi

secara bersamaan yaitu ketika mandibula berotasi disekitar satu atau beberapa aksis

kondilus maka aksis yang lain akan bertranslansi. Pada saat mulut terbuka lebar

kondilus berada didepan diskus artikularis. Namun pada saat menutup mulut bagian

posterior diskus artikularis berada diatas kondilus.49

2.3 Gangguan Sendi Temporomandibula

Gangguan sendi temporomandibula merupakan sekumpulan gejala dan tanda

yang melibatkan otot mastikasi, sendi temporomandibula dan struktur yang terkait.

Gangguan sendi temporomandibula merupakan masalah yang sering terjadi secara

global yang pada umumnya mencakup sejumlah etiologi.7,8,11,23,49

Proses patologi gangguan sendi temporomandibula ditandai oleh adanya

kerusakan dan abrasi tulang artikular serta penebalan lokal dan remodelling pada

dasar tulang. Kerusakan internal pada sendi temporomandibula digambarkan sebagai

posisi hubungan artikular dengan kondilus mandibula dan eminensia artikularis yang

tidak normal.41,46

2.3.1 Etiologi

Peningkatan beban pada sendi temporomandibula akan menstimulasi

terjadinya remodelling yang disertai dengan adanya peningkatan sintesis matriks

ekstraseluler. Remodelling merupakan adaptasi biologis yang esensial untuk

mendapatkan fungsi yang normal, menjamin homeostatis bentuk sendi serta

hubungan oklusal sebagai respon stress biomekanis. Arnet dkkmenjelaskan

patofisiologi perubahan degenerasi sebagai suatu akibat terjadinya remodelling

disfungsi artikular yang dibagi atas 2 yaitu, penurunan adaptasi kapasitas struktur

artikulasi sendi dan tekanan fisik yang berlebih dan diteruskan ke struktur artikular

(37)

2.3.1.1Penurunan Adaptasi Kapasitas Sendi

Adaptasi morfologi akan meminimalkan stress biomekanis. Sejak usia dewasa

muda, tulang rahang terus mengalami remodelling. Terjadinya penurunan adaptasi kapasitas sendi merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi host secara

umum. Faktor usia, penyakit sistemik dan hormonal dapat memengaruhi adaptasi

kapasitas sendi temporomandibula. Faktor-faktor tersebut turut berperan dalam

terjadinya remodelling disfungsi sendi temporomandibula, bahkan dalam tekanan

biomekanis pada batas fisiologis yang normal.49,56

2.3.1.1.1Faktor Umur

Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya gangguan sendi

temporomandibula karena frekuensi dan keparahan suatu penyakit meningkat seiring

dengan pertambahan usia misalnya, kandungan kalsium pada diskus meningkat

secara progresif seiring dengan penuaan. Peningkatan ini terjadi pada kalsifikasi

tulang yang mungkin disebabkan oleh penuaan atau adanya perubahan tekanan

mekanis. Sesuai dengan keadaan yang demikian, kandungan material pada diskus

berhubungan dengan faktor umur.9,12,23,57Secara tidak langsung diskus menjadi bersifat lebih kaku dan rapuh, akibatnya terjadi penurunan kemampuan untuk

menahan beban yang besar. Kartilago artikular juga mengalami perubahan seiring

dengan penuaan. Hal ini ditandai dengan berat molekul asam hyaluronic pada

kartilago artikular yang menurun dari 2000-300 kDa pada usia diantara 2,5-86 tahun.

Asam hyaluronic pada kartilago artikular penting dalam memelihara viskositas dan

penurunan berat molekul asam hyaluronic dapat menyebabkan penurunan komponen

biologis kartilago.56

2.3.1.1.2 Faktor Sistemik

Keadaan sistemik dapat memengaruhi kapasitas toleransi fisiologis tubuh

terhadap kerusakan atau gangguan yang dialami oleh tubuh. Pada saat terjadi

(38)

kondisi secara keseluruhan.49 Penyakit sistemik juga memengaruhi metabolisme fibrokartilago dan kapasitas tekanan pada sendi temporomandibula. Penyakit tersebut

diantaranya gangguan autoimun, gangguan endokrin, gangguan metabolisme dan

penyakit infeksi. Pada beberapa kasus, tampak gangguan sendi temporomandibula

diakibatkan oleh penyakit sistemik.56

Pada umumnya keadaan sistemik juga dapat memengaruhi fungsi

pengunyahan pada saat terjadi peningkatan emosional stress.49Oleh karena itu faktor emosional stress memiliki peranan yang penting dalam gangguan atau penyakit pada

sendi temporomandibula.49,50,57Pada penelitian Costa dkk (2012) disebutkan bahwa faktor stress berhubungan langsung terhadap gangguan sendi temporomandibula

berdasarkan hasil penelitiannya dilaporkan bahwa 82% pasien yang memiliki

gangguan sendi temporomandibula mengalami stress.11 Stress digambarkan sebagai respon tubuh yang nonspesifik pada manusia.42 Stress dapat menyebabkan hiperaktifitas otot yang dikenali sebagai bruxism atau clenching. Apabila keadaan

tersebut didukung oleh perubahan oklusal yang diakibatkan oleh kehilangan gigi

dapat menimbulkan tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula.49,51,57

2.3.1.1.3 Faktor Hormonal

Sejumlah studi epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan frekuensi tanda

dan gejala gangguan sendi temporomandibula berdasarkan perbedaan jenis kelamin,

dimana wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.3,8,19,23 Hal ini disebabkan adanya perbedaan menghadapi stress dan perbedaan hormon antara pria dan

wanita.3,14,22,49

Tingginya insiden gangguan sendi temporomandibula pada wanita

dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada siklus menstruasi.17,49 Pada masa premenstruasi terjadi peningkatan aktivitas EMG yang menimbulkan

peningkatan sensitivitas nyeri sehingga masa premenstruasi berhubungan dengan

terjadinya peningkatan gejala gangguan sendi temporomandibula.49

(39)

perbedaan jenis kelamin.3,11,17,49,56Hormon estrogen merupakan faktor penting dalam perjalanan timbulnya nyeri karena perubahan level estrogen dapat mengubah

transmisi nosiseptif.49

2.3.1.2 Faktor Mekanis

Trauma merupakan sifat mekanik yang dapat menimbulkan kelelahan pada

diskus. Selain itu, juga diduga dapat menyebabkan kerusakan kartilago dan

memproduksi inflamatori dan mediator-mediator nyeri. Secara umum trauma dapat

dibedakan menjadi dua yaitu, makrotrauma dan mikrotrauma. Makrotrauma

merupakan tekanan besar pada sendi yang terjadi secara mendadak dan dapat

menimbulkan gangguan struktur sendi.49,56 Makrotrauma menyebabkan deformitas dan resopsi kondilus secara progresif sehingga memengaruhi fungsi sendi

temporomandibula. Mikrotrauma merupakan tekanan kecil yang diterima sendi dan

berlangsung pada jangka waktu yang lama. Aktivitas seperti bruxism dan clenching

dapat menghasilkan mikrotrauma pada jaringan.29,49,56

2.3.1.2.1 Parafungsional

Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal

(mengunyah, bicara, dan menelan) dan tidak mempunyai tujuan fungsional

(sepertibruxism, clenching dan kebiasaan mulut lainnya).29,49Aktivitas parafungsional akan menimbulkan tekanan abnormal dan pergeseran tekanan yang dapat

menyebabkan perpindahan diskus, artikular dan perubahan degenerasi eminensia

artikularis. Hiperaktifitas fungsional otot pterygoid lateral dianggap menyebabkan

nyeri pada otot mastikasi. Bagian superior otot pterygoid lateral melekat sebagian

pada kapsul artikular sendi temporomandibula dan baik secara langsung atau tidak

langsung pada diskus artikular sehingga dapat disimpulkan bahwa disfungsi otot

(40)

2.3.1.2.2 Ketidakseimbangan Oklusi

Salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya gangguan sendi

temporomandibula adalah keadaan oklusi gigi-geligi.41Perubahan bentuk komponen artikular terbukti ada hubungannya dengan beban biomekanis yang diterima sendi

dan pada akhirnya berkaitan dengan oklusi. Ketidakseimbangan oklusi dapat

disebabkan oleh karena hilangnya gigi geligi pada rahang.49,56Kehilangan gigi akan mengganggu kestabilan oklusi sehingga meningkatkan kerentanan terhadap

perubahan beban fungsional sendi temporomandibula yang akan menyebabkan

perubahan patologis kondilus dan artrosis (proses degenerasi tanpa peradangan).56 Berdasarkan penelitian Ciancaglini dkk (1999) melaporkan bahwa terdapat

60,2% pasien dengan kehilangan dukungan oklusal mengalami gangguan fungsional

dan menyebabkan disfungsi sendi temporomandibula sehingga temuan ini

menyatakan bahwa dukungan oklusal merupakan faktor yang berhubungan dengan

penguyahan dan gangguan sendi temporomandibula.12 Hal ini sesuai dengan penelitian Ross dkk (2002) yang menemukan adanya hubungan yang positif antara

kehilangan gigi posterior rahang bawah dan adanya pergeseran diskus mandibula.44 Pada kehilangan gigi akan terjadi proses remodelling pada sendi sebagai respon

terhadap perubahan pada lingkungan fungsional sebagai toleransi terhadap hilangnya

gigi. 4,49-51,58

2.3.1.2.3 Beban Fungsional dan Gesekan Sendi

Beban fungsional yang berlebih dan peningkatan gesekan sendi berperan

bersama-sama sebagai etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula.56 Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah beratnya beban oklusal

pada gigi yang masih tinggal.7 Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan beban berlebih pada sendi temporomandibula sehingga turut berperan dalam mengakibatkan

terjadinya perubahan pada sendi.4,11,49 Milam dkk menyatakan bahwa cedera mekanik dan hipoxia/kegagalan perfusi menunjukkan tekanan oksidatif menyebabkan

(41)

temporomandibula. Beberapa penelitian menunjukkan adanya radikal oksidatif reaktif

dalam cairan sinovial pada sendi temporomandibula yang mengalami gangguan.49,56

2.3.2 Klasifikasi

Karena adanya ketidakpastian mengenai etiologi, dewasa ini pengklasifikasi

diagnostik gangguan sendi temporomandibula dilakukan berdasarkan pada tanda dan

gejala. Pada awalnya klasifikasi gangguan sendi temporomandibula dibagi menjadi

dua bagian yaitu, gangguan intrakapsular (TMJ) dan ekstrakapsular (otot). Namun

klasifikasi ini tidak dapat digunakan dalam menentukan diagnosa beberapa kelainan

yang terjadi pada otot mastikasi dan sendi temporomandibula. Oleh karena itu, dibuat

suatu klasifikasi yang dapat digunakan untuk menetapkan lebih dari satu diagnosis

sehingga dapat lebih baik menggambarkan keadaan klinis pasien yang

sebenarnya.49,58

American Academy of Orofacial Pain (AAOP) membuat suatu klasifikasi

diagnosis gangguan temporomandibula yang dibagi atas 3 kategori secara umum

yaitu gangguan tulang kranial, gangguan sendi temporomandibula dan gangguan otot

mastikasi.49,58

1. Tulang kranial

Dalam klasifikasi terdiri gangguankongenital seperti aplasia, hipoplasia,

hiperplasia, displasia (seperti hemifacialmicrosomia,sindromPierreRobin, sindrom

TreacherCollins,hiperplasiakondilus, prognatisme, displasiafibrosa) dan

gangguanyang didapat seperti neoplasia dan fraktur tulang kranial.

2. Gangguan sendi temporomandibula

Dalam klasifikasi ini yang termasuk dalam gangguan sendi temporomandibula

adalah penyimpangan bentuk sendi, perpindahan diskus(dengan reduksi atau

tanpareduksi), kondisi peradanganyaitu synovitis/capsulitis, Artritis(osteoarthritis,

osteoarthrosis, polyarthritides), ankilosis(fibrous, bony) dan neoplasia.

a. Penyimpangan bentuk

Perubahan bentuk terjadi disebabkan oleh adanya perubahan nyata pada bentuk

(42)

bentuk struktur tulang pada kondilus atau fossa yang rata atau bahkan tonjolan pada

kondilus. Perubahan bentuk struktur tulang diskus diantaranya terjadi penipisan dan

perforasi. Hal ini dapat mengakibatkan disfungsi sendi pada titik pergerakan tertentu

saat membuka dan menutup mulut dan menimbulkan bunyi kliking pada sendi.

b. Pergeseran diskus

Pada saat bagian lamina retrodiscal inferior dan ligamen discal kolateral

mengalami elongasi, posisi diskus akan bergeser lebih ke anterior dari otot pterygoid

lateral. Seiring dengan adanya tarikan ke anterior yang secara terus menerus maka

batas bagian posterior diskus menjadi lebih tipis sehingga memungkinkan diskus

bergeser lebgih ke anterior. Pergeseran diskus dibedakan menjadi 2 yaitu dengan

reduksi dan tanpa reduksi.49

- Dengan reduksi

Saat sendi mendapat trauma, ligamen discal kolateral dan lamina retrodiscal

inferior akan mengalami elongasi yang mengakibatkan terjadinya pergeseran diskus

ke anterior. Pada saat bagian anterior terus menarik maka terjadi penipisan pada batas

posterior diskus. Hal ini menyebabkan posisi diskus tidak tepat atau sepenuhnya akan

dipaksa melewati ruang discal karena diskus dan kondilus tidak lagi berartikulasi,

keadaan ini disebut sebagai dislokasi diskus. Namun dengan keadaan tersebut pasien

dapat menggerakkan rahang untuk mereposisi kondilus ke atas batas posterior diskus

maka dikatakan diskus mengalami reduksi. Pada tipe ini ditandai dengan adanya

bunyi kliking atau gerakan sticking sementara pada saat membuka dan menutup

mulut.

- Tanpa reduksi

Elongasi ligamen yang terjadi terus menerus pada dan hilangnya elastisitas lamina

retrodiskal superior menyebabkan sulitnya mengembalikan diskus ke keadaan

semula. Saat terjadi dislokasi diskus tanpa reduksi maka terjadi translasi kondilus ke

depan yang akan memaksa diskus di depan kondilus. Pada tipe ini terjadi trismus

atau rahang terkunci sehingga pembukaan normal mandibula tidak akan tercapai

(43)

c. Peradangan pada sendi

Peradangan pada sendi temporomandibula ditandai dengan adanya nyeri yang

dalam yang terjadi secara terus menerus biasanya lebih ditekankan pada fungsi sendi.

Nyeri yang berlangsung secara terus menerus dapat menghasilkan efek pada pusat

rangsangan sekunder. Hal ini biasanya ditunjukkan oleh timbulnya rasa nyeri, sangat

sensitif terhadap sentuhan (hiperalgesia) dan terjadi peningkatan protective

co-contraction. Pengklasifikasian peradangan sendi dibuat berdasarkan struktur yang

terlibat seperti, synovitis/capsulitis, arthritis dan retrodiscitis.

- Synovitis/capsulitis

Inflamasi pada jaringan synovial (Synovitis) dan ligamen kapsular (capsulitis)

secara klinis hampir sama oleh karena itu sulit untuk menetapkan diagnosis banding.

Satu-satunya cara untuk membedakan kedua inflamasi ini dengan menggunakan

arthroscopy. Synovitis/capsulitis biasanya diikuti oleh adanya trauma pada jaringan,

seperti makro trauma (misalnya pukulan pada dagu) dan mikrotrauma (misalnya

adanya sedikit tekanan pada jaringan akibat pergeseran diskus ke anterior). Trauma

yang juga dapat timbul pada saat mulut dibuka lebar dan pada pergerakan mandibula

yang kasar. Secara klinis akan menunjukkan adanya nyeri saat istirahat dan

diperparah pada saat melakukan fungsinya dan keterbatasan pergerakan mandibula

yang diikuti dengan adanya nyeri. Apabila terdapat edema (pembengkakan), hal ini

menunjukkan kondilus bergeser lebih ke inferior sehingga menimbulkan adanya

gangguan oklusi ipsilateral gigi posterior.

- Arthritis

Arthritis merupakan peradangan yang terjadi pada permukaan artikular sendi.

Artritis dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: osteoarthritis, osteoarthrosis dan

polyathritis.

1. Osteoarthrosis

Osteoarthrosis terjadi karena dislokasi diskus atau perforasi yang mengakibatkan

kondilus berartikulasi langsung dengan fossa yang mempercepat proses kerusakan

dan terjadi perubahan tulang. Secara klinis terjadi keterbatasan jarak pembukaan

(44)

2. Osteoarthritis

Osteoarthritis menunjukkan proses kerusakan dari permukaan artikular tulang

yang mengakibatkan perubahan pada kondilusdan fossa. Hal ini dianggap sebagai

respon tubuh terhadap peningkatan beban yang diterima sendi temporomandibula

secara terus menerus. Keadaan ini mengakibatkan permukaan tulang artikular

melunak (chondromalacia) dan terjadi resorbsi tulang subartikular. Degenerasi yang

terjadi secara progresif pada akhirnya menyebabkan hilangnya lapisan subkortikal

dan erosi tulang yang terlihat pada gambaran radiografi. Secara klinis sama dengan

osteoarthrosis dan dijumpai adanya krepitasi serta nyeri pada saat dipalpasi.

3. Polyarthritis

Polyarthritis merupakan sekumpulan gangguan pada permukaan artikularis sendi

yang mengalami inflamasi. Setiap gangguan dikenali berdasarkan faktor penyebabnya

seperti, traumatik arthritis, infeksi arthritis dan rheumatoid arthritis.

- Retrodicitis

Peradangan pada jaringan retrodiscal (retrodicitis) terjadi akibat makrotrauma

seperti pukulan pada dagu. Trauma terjadi secara mendadak dan memaksa bagian

kondilus ke jaringan retrodiscal. Adanya injuri pada jaringan menimbulkan reaksi

inflamasi. Mikrotrauma juga dapat mengakibatkan retrodicitis seperti pada tahap

lanjutan pergeseran diskus dan dislokasi sendi. Pada gambaran klinis gangguan ini

dapat ditemukan adanya keterbatasan pergerakan rahang yang disebabkan oleh

arthralgia.

c. Gangguan otot mastikasi

Pada tipe ini dapat diidentifikasi dengan adanya nyeri pada daerah otot saat

pergerakan rahang.63Nyeri otot berasal dari ekstra kapsular yang terutama disebabkan oleh adanya pengaruh inhibisi terhadap nyeri yang diterima. Pada umumnya dijumpai

keterbatasan pergerakan rahang yang sering tidak dihubungkan dengan perubahan

struktur otot tersebut. Nyeri pada otot sering disertai oleh adanya perubahan oklusi

yang akut. Gangguan pada otot tidak menunjukkan tanda klinis yang sama. Oleh

(45)

2.3.3 Tanda dan Gejala

Gangguan temporomandibula didefenisikan sebagai serangkaian kondisi

fungsional dan patologis yang memengaruhi sendi temporomandibula, otot

mastikatori serta jaringan lain disekitarnya. Hal ini ditandai dengan beberapa tanda

dan gejala yang diantaranya adalah :11,23,29,49,56,58

• Sakit atau nyeri pada daerah wajah, sendi rahang, leher dan bahu, dan atau di sekitar telinga saat mengunyah, berbicaraatau pembukaan mulut yang

maksimal.

• Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan.

• Rahang terkunci, kaku, sehingga sulit untuk membuka atau menutup mulut.

• Bunyi kliking pada sendi rahang saat membuka atau menutup mulut yang mungkin atau tidak disertai dengan nyeri.

• Sakit kepala

• Gigitan yang rasanya tidak pas

2.3.4 Diagnosis

Diagnosis penyakit atau gangguan fungsi sendi temporomandibula tergantung

pada riwayat dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh serta ketepatan interpretasi

hasil radiografi.49,50

2.3.4.1 Riwayat Pasien

Riwayat pasien merupakan hal yang sangat penting dalam membuat suatu

diagnosis penyakit. Dalam mendiagnosis suatu nyeri 70-80% informasi yang

dibutuhkan dapat diperoleh dari riwayat kesehatan.51Keluhan utama dapat berupa nyeri orofasial, bunyi sendi, keterbatasan dalam membuka mulutatau kombinasi dari

keduanya. Selain itu, keluhan lain seperti sakit kepala dan tinitus juga akan

ditemukan.49,50

Apabila pasien merasakan nyeri maka hal yang paling penting untuk diketahui

(46)

mengurangi nyeri serta hubungannya dengan keluhan terhadap lokasi, frekuensi,

kualitas dan tingkat keparahan nyeri. Semua hal tersebut sangat penting untuk

dievaluasi. Banyak pasien yang dapat secara tepat menggambarkan sifat dari rasa

sakit dan lokasi anatomis maupun penyebarannya serta kaitannya dengan timbulnya

keluhan seperti bunyi sendi dan keterbatasan pergerakan mandibula.49,50Secara khusus, timbulnya rasa sakit yang berpusat langsung di depan tragus telinga dan

sekitar telinga, sakit pada pipi serta ditemukan rasa sakit di daerah mandibula maka

sangat mendukung diagnosis gangguan temporomandibula.59,60

Rasa sakit dapat disertai dengan bunyi pada sendi temporomandibula pada

daerah preaurikular selama mandibula berfungsi seperti membuka dan

mengunyah.49,59,60Bunyi pada sendi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, kliking dan krepitasi. Kliking merupakan bunyi tunggal yang berlangsung singkat

sedangkan krepitasi merupakan bunyi keretak yang terjadi selama pergerakan

mandibula.21,49-51Riwayat keterbatasan pembukaan mulut yang mungkin terjadi secara intermiten atau progresif merupakan tanda kunci adanya gangguan

temporomandibula.61-63

Nyeri kronis pada kepala, leher dan punggung, sindrom iritasi usus dan

pruritus yang timbul idiopatik kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan

gangguan temporomandibula. Hal ini harus ditemukan untuk membangun

kemungkinan penyebab psikogenik. Dalam mendiagnosis juga penting menanyakan

pasien tentang pengaruh yang mendasarinya seperti stress, kecemasan, depresi atau

hal penting dalam hidupnya sehingga pasien bisa menggambarkan dengan jelas setiap

keadaan psikogenik yang mungkin menyebabkan gangguan.63

Secara umum, semakin lama durasi gejala dan banyaknya perawatan yang

dilakukan khususnya perawatan yang gagal, maka akan semakin kecil kemungkinan

pasien akan memberi respon yang baik dalam perawatan selanjutnya.63

2.3.4.2 Pemeriksaan Klinis

(47)

temporomandibula. Pemeriksaan klinis sebagian besar didasarkan atas pengamatan,

palpasi dan auskultasi.49,50,63

Pemeriksaan gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan khususnya faktor

oklusi merupakan awal yang tepat. Gangguan oklusi yang dapat langsung diperiksa

yaitu, gigitan silang (crossbite), gigitan dalam (deep overbite), daerah supra erupsi

dan daerah tidak bergigi.50

Luas pergerakan mandibula juga dievaluasi pada tahap selanjutnya. Range of

Motion (ROM) dari sendi temporomandibula diukur pada pembukaan maksimal

rahang dengan penggaris dari tepi bawah gigi insisivus yang terletak tepat ditengah

maksila (rahang atas) sampai tepi atas gigi insisivus yang terletak tepat ditengah

mandibula (rahang bawah) pada gigi asli atau pada gigitiruan.61Pembukaan antar insisal bervariasi tetapi dalam keadaan normal pada orang dewasa jarak interinsisal

maksimal mencapai ≥ 40 mm. Pergerakan maksimal ke kanan dan kiri maupun

gerakan protrusi maksimal juga diukur.49,50,61

Auskultasi stetoskop pada sendi memungkinkan penentuan sifat dan waktu

timbulnya bunyi abnormal secara lebih tepat. Penentuan kliking dan besar pembukaan

insisal dipermudah dengan auskultasi.49,61,63Kliking yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi diskus anterior ringan. Sementara bunyi

kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan meniskus.

Pada kasus kliking yang resiprokal, menunjukkan pergeseran diskus yang kronis dan

dapat berkurang dengan sendirinya. Krepitasi sendi ditunjukkan melalui bunyi

kemeretak merupakan tanda kemungkinan terjadinya disfungsi sendi degeneratif.50,63 Palpasi dilakukan perkutan maupun peroral dan melibatkan jaringan lunak dan

keras.51,52,64 Pada pemeriksaan otot-otot yang dipalpasi diantaranya, otot maseter, temporalis, pterygoideus lateral, pterygoideus medial dan bagian anterior dari

digastrikus. Otot-otot yang dipalpasi pada ekstra-oral adalah otot temporalis, dan

digastrikus sedangkan otot medial pterygoid dengan palpasi intraoral. Daerah palpasi

otot yang tepat dan kekuatan palpasi dengan satu jari harus dikalibrasi agar sama

diantara penguji. Bagian lateral dari sendi temporomandibula dipalpasi pada ekstra

(48)

temporomandibula dipalpasi dengan jari kelingking di saluran akustik dengan

meminta pasien untuk membuka dan menutup rahang dalam mencapai lokasi kepala

kondilus yang tepat. Nyeri pada pergerakan mandibula dicatat dengan meminta

subjek untuk membuka mulut secara maksimal serta melakukan gerakan mandibula

ke lateral dan gerakan protusif. Reaksi sakit yang dialami pasien langsung dilaporkan

Gambar

Gambar
Gambar 2. Klasifikasi eichner
Gambar 4.Ligamen Sendi Temporomandibula 54
Gambar 5. Otot-otot  Pengunyahan.54
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN PRIA DAN WANITA SEBELUM PENCABUTAN GIGI DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU

Keadaan ini sejalan dengan penelitian Manfredini dkk terhadap 625 pasien dengan gangguan sendi temporomandibula dalam kurun waktu tahun 2011 dan 2012 di

Data Hasil Pengamatan Premature Loss Gigi Molar Desidui pada Pasien Ortodonsia di RSGMP FKG USU Tahun

premature loss gigi molar desidui pada pasien Ortodonsia di RSGMP FKG USU pada tahun 2010-2014 dan untuk mengetahui prevalensi premature loss gigi molar desidui pada pasien

bahwa lansia yang mengalami gangguan pada sendi temporomandibula dengan.. kehilangan gigi kurang dari 13 adalah sebanyak 71,43%, sedangkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kehilangan gigi dengan tingkat keparahan gangguan sendi temporomandibula disc displacement with reduction

HUBUNGAN KEHILANGAN GIGI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA DISC DISPLACEMENT WITH REDUCTION PADA LANSIA PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA. SABAI NAN

Hubungan Tingkat Keparahan Gangguan Sendi Temporomandibula Disc Displacement With Reduction Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Gigi dan Mulut Mahasiswa