• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Pasien Pria Dan Wanita Sebelum Pencabutan Gigi Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Pasien Pria Dan Wanita Sebelum Pencabutan Gigi Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN

PRIA DAN WANITA SEBELUM PENCABUTAN GIGI DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran Gigi

Adelina Rahmayani 100600034

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2014

Adelina Rahmayani

Perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan

x+50 halaman

Salah satu bentuk kecemasan adalah kecemasan dental. Kecemasan dental

adalah kombinasi perubahan biokimia dalam tubuh dan pengalaman pribadi pasien

terhadap perawatan gigi. Kecemasan dental merupakan suatu keadaan yang

seharusnya dapat diatasi oleh seorang dokter gigi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental

pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP

FKG USU Medan. Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional study dengan

jumlah sampel 153 pasien yang hendak melakukan pencabutan gigi.

Hasil penelitian menunjukkan responden wanita lebih cemas daripada

responden pria (p=0,0001) dansecara umum berada pada kategori cemas ringan yaitu

89,4%. Berdasarkan jenis kelamin, pada pasien wanita paling banyak dijumpai cemas

sedang 45,9%, sedangkan pada pasien pria dijumpai paling banyak cemas ringan

52,9%. Berdasarkan kelompok usia, pada kelompok usia dewasa muda (18-33 tahun)

paling banyak dijumpai cemas sedang 49,2%, sedangkan kelompok usia dewasa

(34-49 tahun) dan lansia (>50 tahun) paling banyak mengalami cemas ringan, yaitu 50%

dan 57%. Kecemasan pria maupun wanita paling banyak dijumpai pada saat hendak

diberikan anastesi lokal yaitu 82,4% dan 88,2%, selanjutnya diikuti oleh tindakan

luksasi (manipulasi ekstraksi), menunggu di ruang tunggu, merencanakan pencabutan

gigi, dan tahap akhir pencabutan seperti pemberian tampon. Pada pemeriksaan

tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi dan respirasi terlihat adanya

penurunan antara sebelum dan sesudah pencabutan gigi. Hasil analisis menunjukkan

(3)

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan (p=0,0001).

Sebagai kesimpulan bahwa responden wanita lebih cemas daripada responden pria..

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan,

Pembimbing Tanda tangan

1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ...

NIP: 19730422 199802 2 001

2. Prof. Sondang Pintauli, drg. PhD ...

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadap tim penguji

pada tanggal 6 Februari 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Perbedaan

Tingkat Kecemasan Dental Pasien Pria dan Wanita Sebelum Pencabutan Gigi di

Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan” yang merupakan salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.

2. Eddy A. Ketaren., drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut,

seluruh staff pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut yang telah

memberi masukan sehingga selesainya skripsi ini.

3. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan.

4. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sekaligus selaku

pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan membimbing

penulis selama menjalani pendidikan di FKG USU

5. Kakakku tersayang Eka Desty Prinelia dan Lila Deliana atas kasih sayang,

do’a, dukungan dan pengorbanan untuk kebahagiaan penulis.

6. Orang terdekat penulis Rizki Nur Wachid Soemarno

7. Sahabat-sahabat terbaikku (Ayuni Alfiyanda P., Febie Lulu Karina, Alfina

Subiantoro, Sri Handayani, Amanda, Dwi Kartika, Pricillia, Dina,

Maharani, Lubby, Angie Regina, Gentur Triatmojo, Rizky Abbyasa, Dandy

(7)

8. Teman-teman seperjuangan (Mhd. Ikhwan Zulmi, Mhd.Aidil, Erwinda

Lina, Dhani, Nunu, Dea, Chyntia dan teman-teman yang lain serta seluruh

mahasiswa angkatan 2010 atas dukungannya kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan Rasa hormat dan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta, M.Noor S. dan Ibunda

tercinta Rustanti, SE. atas do’a, kasih sayang, dukungan, dan pengorbanannya yang

tak terhingga kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki

menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik untuk membangun

skripsi ini nantinya menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga

skripsi ini dapat digunakan dan memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang

berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, Februari 2014

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

PERNYATAAN PERSETUJUAN ...

TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kecemasan ... 5

2.7.1 Etiologi Kecemasan Dental... 20

2.7.2 Cara Penanganan Pasien Cemas... 20

2.7.3 Skala Pengukuran Kecemasan Dental... 26

2.7 Kerangka Teori ... 29

(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 32

3.5 Cara Pengumpulan Data ... 33

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik responden di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU... 35

4.2 Tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan jenis kelamin di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU... 35

4.3 Karakteristik tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan usia di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU... 36

4.4 Karakteristik tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan kuesioner MDAS di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU... 37

4.5 Perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU ... 40

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sakit kepala akibat kecemasan ... 6

2. Tangan berkeringat akibat kecemasan... 6

3. Ketegangan otot akibat kecemasan ... 7

4. Ketidakmampuan duduk lama ... 7

5. Bentuk ketegangan pasien ... 7

6. Bentuk penghindaran pasien terhadap perawatan ... 8

7. Sistem aktifasi retikular ... 11

8. Aktifitas saraf simpati dan parasimpatis saat merespon kecemasan ... 14

9. Pemeriksaan tekanan darah ... 15

10. Alat-alat pemeriksaan tekanan darah (Stestoskop dan sphygmomanometer air raksa)... 16

11. Pemeriksaan denyut nadi selama 1 menit... 18

12. Konsultasi pasien dan dokter gigi untuk membangun kepercayaan pasien ... 22

13. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya ... 23

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Karakteristik responden ... 35

2. Tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi

berdasarkan jenis kelamin ... 36

3. Tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan

berdasarkan usia ... 37

4. Persentase kecemasan dental responden pria dengan menggunakan

skala MDA ... 37

5. Kategori tingkat kecemasan dental responden pria dengan

menggunakan skala MDA... 38

6. Persentase kecemasan dental responden wanita berdasarkan skala

MDAS... 39

7. Kategori tingkat kecemasan dental responden wanita dengan

menggunakan skala MDA ... 40

8. Hasil uji analisis Mann Whitney terhadap tingkat kecemasan

dental pada responden pria dan wanita... 40

9. Rerata hasil pengukuran tanda vital sebelum dan sesudah

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner perbedaan tingkat kecemasan dental pasien Pria dan Wanita

sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Medan

2. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2014

Adelina Rahmayani

Perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan

x+50 halaman

Salah satu bentuk kecemasan adalah kecemasan dental. Kecemasan dental

adalah kombinasi perubahan biokimia dalam tubuh dan pengalaman pribadi pasien

terhadap perawatan gigi. Kecemasan dental merupakan suatu keadaan yang

seharusnya dapat diatasi oleh seorang dokter gigi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental

pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP

FKG USU Medan. Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional study dengan

jumlah sampel 153 pasien yang hendak melakukan pencabutan gigi.

Hasil penelitian menunjukkan responden wanita lebih cemas daripada

responden pria (p=0,0001) dansecara umum berada pada kategori cemas ringan yaitu

89,4%. Berdasarkan jenis kelamin, pada pasien wanita paling banyak dijumpai cemas

sedang 45,9%, sedangkan pada pasien pria dijumpai paling banyak cemas ringan

52,9%. Berdasarkan kelompok usia, pada kelompok usia dewasa muda (18-33 tahun)

paling banyak dijumpai cemas sedang 49,2%, sedangkan kelompok usia dewasa

(34-49 tahun) dan lansia (>50 tahun) paling banyak mengalami cemas ringan, yaitu 50%

dan 57%. Kecemasan pria maupun wanita paling banyak dijumpai pada saat hendak

diberikan anastesi lokal yaitu 82,4% dan 88,2%, selanjutnya diikuti oleh tindakan

luksasi (manipulasi ekstraksi), menunggu di ruang tunggu, merencanakan pencabutan

gigi, dan tahap akhir pencabutan seperti pemberian tampon. Pada pemeriksaan

tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi dan respirasi terlihat adanya

penurunan antara sebelum dan sesudah pencabutan gigi. Hasil analisis menunjukkan

(14)

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan (p=0,0001).

Sebagai kesimpulan bahwa responden wanita lebih cemas daripada responden pria..

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan adalah sesuatu yang dialami hampir setiap orang pada waktu

tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi

yang sangat menekan kehidupan seseorang, dan biasanya berlangsung tidak lama.1

Menurut Freud (cit. Kaplan, dkk, 2010) kecemasan adalah suatu sinyal yang

menyadarkan. Kecemasan memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan

memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman.

Kecemasan merupakan situasi afektif yang dirasa tidak menyenangkan yang diikuti

oleh sensasi fisik yang memperingatkan seseorang akan bahaya yang mengancam.

Perasaan tidak menyenangkan ini biasanya samar-samar dan sulit dipastikan, tetapi

selalu terasa.2,3

Salah satu bentuk kecemasan adalah kecemasan dental. Kecemasan dental

adalah kecemasan yang dialami pasien dalam bidang kedokteran gigi. Kecemasan

dental sudah umum terjadi pada pasien dan telah banyak diteliti di seluruh dunia.

Kecemasan dental tidak hanya dialami oleh pasien, namun juga dirasakan para klinisi.

Prosedur tindakan kedokteran gigi yang dapat menimbulkan kecemasan pada pasien

antara lain adalah pencabutan gigi, penyuntikan (anastesi), tindakan pengeboran dan

pemolisan. Kecemasan merupakan suatu keadaan yang seharusnya dapat diatasi oleh

seorang dokter gigi.4

Kecemasan yang dialami oleh pasien perlu mendapat perhatian oleh karena

kecemasan dapat mempengaruhi pasien dan dokter giginya. Pasien yang merasa

cemas akan menghindar untuk melakukan kunjungan berkala ke dokter gigi atau

pembatalan kunjungan, terlambat datang, tidak kooperatif, dan tidak mampu

melaksanakan atau mengingat instruksi pasca perawatan, sehingga dapat menurunkan

efisiensi pelayanan kesehatan gigi. Kecemasan pada pasien juga dapat menyebabkan

(16)

mempengaruhi tanda-tanda vital tubuh seperti terjadinya peningkatan tekanan darah,

denyut nadi, dan respirasi selama tindakan perawatan gigi dilaksanakan.5

Penelitian Abraham et al. menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan darah

yang bervariasi dari 10 sampai 70 mmHg selama tindakan pencabutan gigi.

Peningkatan tekanan darah tersebut dihubungkan oleh banyak faktor salah satunya

faktor psikologis dalam merespons rasa sakit dan tingkat kecemasan seseorang.6

Studi oleh Stouthard dan Hoogsstaten mengungkapkan bahwa lebih 50% dari

total populasi di negara-negara industri merasa cemas saat mengunjungi dokter gigi,

sedangkan 15% dari total populasi selalu menghindari perawatan ke dokter gigi

karena cemas. Selanjutnya, Gatchell dkk. menunjukkan bahwa 70% pasien merasa

ketakutan dan 15% menghindari kunjungan ke dokter gigi karena merasa cemas.7

Penelitian Mehboob dkk. menyatakan bahwa dari 25,8% pasien cemas, 1,2%

tergolong phobia. Prevalensi kecemasan dental yang serupa juga diperoleh di negara

lain seperti Sri Langka 32%, Brazil 28,17%, Bulgaria 29,9%, dan Fiji 28%.

Prevalensi kecemasan gigi relatif rendah di negara-negara China 10,5%, Inggris 13%,

Perancis 13,5%, Rusia 12,6%, Lithuania 11,3%, dan Kanada 5,8% dari jumlah total

seluruh penduduk.8

Penelitian Mehboob dkk. juga menyatakan bahwa tingkat kecemasan yang

tertinggi 94% dialami oleh usia dewasa muda 18-33 tahun dan menurun pada usia

dewasa tua 80%. Humphris dkk. (cit. Bushra, 2011) menemukan bahwa kecemasan

empat kali lebih besar pada kelompok usia muda (18-33 tahun) dibandingkan dengan

populasi usia dewasa tua (60+). Temuan serupa juga dilaporkan oleh Kumar dan

Heaton. Demikian juga pada hasil penelitian Hagglin dkk. dalam studi

longitudinalnya dari tahun 1968 sampai 1996 menyatakan bahwa kecemasan dental

seseorang menurun seiring bertambahnya usia. Hal ini mungkin disebabkan oleh

peningkatan status mutu-rasional dan kemampuan individu untuk bersikap rasional

terhadap pengalaman selama bertambahnya usia.8

Faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan kecemasan dental di

(17)

Myers (cit. Trismiati, 2004) menyatakan bahwa perempuan lebih cemas akan

ketidakmampuannya dibandingkan laki-laki, yang mana laki-laki lebih aktif,

eksploratif sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian Myers (cit. Trimiati, 2004)

menunjukkan bahwa laki-laki lebih tenang dibandingkan perempuan.10

James (cit. Trismiati, 2004) menyatakan bahwa perempuan lebih mudah

dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan dari pada laki-laki. Cattel (cit.

Trismiati, 2004) menyatakan perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah

mengeluarkan air mata. Dalam berbagai studi kecemasan secara umum, Maccoby dan

Jacklin (cit. Trismiati, 2004) menyatakan bahwa perempuan lebih cemas dari pada

laki-laki.10

Pada penelitian lain, dinyatakan bahwa wanita memiliki ambang nyeri yang

lebih rendah dibandingkan laki-laki dan juga memiliki toleransi yang rendah terhadap

stimulus yang menyakitkan. Hal ini dapat menjadi alasan untuk perbedaan tingkat

kecemasan dari sisi jenis kelamin.8

Banyak alat ukur yang telah dikembangkan untuk mengukur kecemasan dental,

di antaranya: The Corah Dental Anxiety Scale, Modified Dental Anxiety Scale,

Dental Fear Survey, Dental Belief Survey dan lain-lain. Semua skala tersebut telah di

adaptasi dan di uji selama bertahun-tahun pada penelitian di bidang kedokteran gigi

dan psikologi.9

Hasil penelitian Mehboob dkk. tentang tingkat kecemasan dengan

menggunakan Modified Dental Anxiety Scale (MDAS) menunjukkan dari 200 orang

responden yang diteliti diperoleh 27% pasien sangat cemas dengan hasil skor MDAS

> 19, di antaranya 15% laki-laki dan 85% perempuan. Sangat cemas tertinggi tercatat

pada kelompok usia 18-33 (49,5%), diikuti kelompok usia 35-49 (32,5%), dan

kelompok usia 50 tahun keatas (18%). Sangat cemas pada penelitian tersebut

dikategorikan juga sebagai phobia.8

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita

sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum

pencabutan gigi pada di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan dental pada pasien pria sebelum

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan

2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan dental pada pasien wanita sebelum

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan

3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien pria dan

wanita sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Medan

1.4 Hipotesis Penelitian

Tidak ada perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan

1.5Manfaat Penelitian

1. Bagi Praktisi, dengan adanya hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

mengenai perlunya penanganan pasien cemas terutama pada kasus-kasus pencabutan

gigi

2. Bagi Mahasiswa kedokteran gigi, dapat memberikan gambaran mengenai

tingkat kecemasan pada pria dan wanita sebelum tindakan pencabutan gigi

3. Bagi Peneliti, dengan adanya hasil penelitian ini dapat menjadi sumber data

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan bedah minor yang paling sering

dilakukan oleh para praktisi di bidang kedokteran gigi dalam praktek sehari-hari.

Pencabutan gigi jarang mengancam nyawa dan memiliki masa pemulihan yang

relatif singkat. Namun demikian, dampak fisik dan psikologis membuat pencabutan

gigi menjadi pengalaman yang mencemaskan. Pada situasi yang melibatkan tindakan

bedah mulut (misalnya: ekstraksi atau pengangkatan gigi impaksi), terlihat

peningkatan kecemasan yang signifikan pada pasien yang dapat terlihat pada

perbedaan tanda-tanda vital pada tubuh yang di ukur sebelum dan sesudah tindakan

tersebut dilakukan.10,11

2.1 Definisi Kecemasan

Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua orang. Kecemasan pada

tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respons normal untuk mengatasi

masalah sehari-hari. Walaupun demikian, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak

sebanding dengan keadaan atau situasi, dapat dianggap sebagai hambatan dan

menimbulkan masalah klinis.12

Lefrancois menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak

menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Johnston juga menyatakan bahwa

kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau

adanya permusuhan dengan orang lain.9

Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang

mengalami kecemasan pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya,

kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan dan

berlangsung sebentar saja.4

Ada dua simtom kecemasan yaitu simtom fisiologis dan simtom psikologis.

(20)

(Gambar 1), berkeringat (Gambar 2), ketegangan otot (Gambar 3), dan bruksism.

Sedangkan simtom psikologis misalnya pada suasana hati dapat berupa mudah marah,

ketidakmampuan duduk atau berdiri lama (Gambar 4), perasaan sangat tegang

(Gambar 5), dan pada pikiran dapat berupa khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran

kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sendiri sebagai sangat

sensitif, merasa tidak berdaya. Tindakan penolakan pada pasien dapat berupa

menghindari situasi (Gambar 6), ketergantungan, ingin melarikan diri, dan pada

perilaku dapat berupa gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan.4,13

Gambar 1. Sakit kepala akibat kecemasan14

(21)

Gambar 3. Ketegangan otot akibat

kecemasan16

Gambar 4. Ketidakmampuan duduk lama17

(22)

Gambar 6. Bentuk penghindaran pasien terhadap perawatan19

2.2 Etiologi Kecemasan

Menurut Kaplan dan Sadock, faktor yang mempengaruhi kecemasan antara

lain:20

2.2.1 Faktor Intrinsik

1) Usia Pasien

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia

dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur

21-45 tahun.20

2) Pengalaman Pasien Menjalani Pengobatan

Pengalaman pertama pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman yang

sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan

datang. Pengalaman pertama ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat

menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari. 20

3) Konsep Diri dan Peran

Menurut Stuart dan Sudden tahun 1991, peran adalah pola sikap perilaku dan

tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak

faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang

(23)

peran. Pasien yang mempunyai peran ganda baik dalam keluarga atau di masyarakat

ada kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih yang menyebabkan

konsentrasi terganggu.20

2.2.2 Faktor Ekstrinsik

1) Kondisi Medis

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering

ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi

medis, misalnya: pada pasien setelah hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa

pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien. Sebaliknya

pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.20

2) Tingkat Pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada

umumnya berguna dalam mengubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola

pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam

mengidentifikasi tekanan dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus.20

3) Akses Informasi

Adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatannya

berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang

didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan.20

4) Tingkat Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatri. Keadaan

ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan

kecemasan pada pasien dalam menghadapi tindakan yang akan dilakukan.20

5) Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi dokter gigi, perawat maupun pasien.

Pasien membutuhkan penjelasan yang baik dari tindakan perawatan yang akan pasien

dapatkan. Komunikasi yang baik di antara dokter gigi dan pasien akan menentukan

(24)

2.3Jenis Kecemasan

Freudmembagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:21

1) Kecemasan Realitas atau Objektif

Kecemasan ini didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan

tidak spesifik dan bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang

mengancam di dunia nyata. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilaku

bagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan yang bersumber dari realitas

ini menjadi ekstrim.3,11,21

2) Kecemasan Neurosis

Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara

keinginan instingual dan realita. Kecemasan ini berkembang berdasarkan pengalaman

seseorang yang terkait dengan hukuman yang maya atau khayalan dari orang tua atau

orang lain yang mempunyai otoritas secara maya pula.21,22

Freud membagi kecemasan neurosis menjadi tiga bagian yang berbeda,

diantaranya; pertama, kecemasan yang didapat karena adanya faktor dalam dan luar

yang menakutkan, kedua, kecemasan yang terkait dengan objek tertentu yang

bermanifestasi seperti phobia, dan ketiga, kecemasan neurotik yang tidak

berhubungan dengan faktor-faktor yang berbahaya dari dalam dan luar.21

3) Kecemasan Moral

Kecemasan ini dirasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari dunia

fisik, tapi dari dunia superego yang telah terinternalisasikan ke dalam diri seseorang.

Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Kecemasan moral

ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah atau rasa takut mendapat sanksi.3,11,21

Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tanda peringatan kepada individu.

Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan pada individu.

Kecemasan memberikan peringatan pada individu bahwa ego sedang dalam ancaman

dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka ego akan hilang secara

(25)

2.4Mekanisme Kecemasan

Studi terbaru menunjukkan bahwa 3 bagian utama pada otak bertanggung jawab

untuk mengatur kecemasan. Prefrontal pada korteks serta amigdala dan hipotalamus

pada subkorteks. Subkorteks bertanggung jawab untuk memulai dan mengendalikan

keadaan kecemasan fisiologis dan fungsi homeostatis. Korteks bertanggung jawab

terhadap stresor dalam memahami, menafsirkan, memulai dan mengkoordinasikan

keadaan.23

Proses integrasi pada pusat otak dalam menangani stres dimulai dari korteks

ketika individu pertama kali merasakan stresor. Khususnya, prefrontal pada korteks

yang terlibat dalam evaluasi kognitif dari stresor kemudian menuju struktur

subkortikal dan mengaktifkan aktifitas otot (Gambar 7). Amigdala pada sistem limbik

bertanggung jawab atas timbulnya rasa takut. Sedangkan hipotalamus telah lama

dikenal sebagai organ vital dalam mengatur respons kecemasan dan bertanggung

jawab untuk mengaktifkan sistem otonom dan sistem endokrin. Hipotalamus

menghubungkan antara kedua sistem tersebut.23

Gambar 7. Sistem aktifasi retikular23

Korteks mengontrol potensi otot rangka dan frekuensi gelombang otak.

Frekuensi gelombang beta dapat meningkat pada saat dibawah tekanan. Pada keadaan

(26)

Pada stimulasi hipotalamus menghasilkan integrasi antara emosi dengan

respons tingkah laku, baik otonom atau skeletal. Fungsi utama dari hipothalamus

selama kecemasan adalah mengatur sistem otonom dan endokrin. Hipothalamus

terletak dibawah thalamus didasar otak depan. Hipotalamus memiliki hubungan

langsung dengan kelenjar pituitary, struktur limbik, korteks dan thalamus.

Hipothalamus dan hipofisis juga dipengaruhi oleh berbagai hormon dari kelenjar

endokrin.23

Hipothalamus berhubungan dengan pituitari melalui dua jalur. Yang pertama

adalah koneksi endokrin pada lobus anterior, yang kedua adalah melalui koneksi saraf

melalui lobus posterior. Pada dasarnya, hipothalamus memiliki dua lobus yang

berkaitan dengan regulasi gairah. Lobus anterior lateral menghambat sistem saraf

simpatik dan mengaktifkan pelepasan hormon dari hipofisis, lobus posteromedial

memiliki efek yang sebaliknya.23

Pada sistem saraf otonom memiliki dua bagian penting dalam mengontrol

tingkat kecemasan fisiologis. Sistem saraf otonom memiliki dua cabang utama yaitu

sistem saraf parasimpatis dan sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis merespons

stres dan parasimpatis merespons relaksasi. Simpatis lebih dominan selama keadaan

stres, mempersiapkan seseorang untuk melawan atau menolak. Aliran darah dialihkan

dari organ pencernaan ke peningkatan otot dan peningkatan denyut jantung. Selama

keadaan rileks parasimpatik yang lebih dominan, untuk mempersiapkan individu

dalam penyembuhan dan penenangan.23

Efek utama sistem saraf simpatis adalah23

1. Meningkatnya aliran darah ke otot rangka,

2. Meningkatnya ketegangan otot,

3. Meningkatnya kecepatan nafas,

4. Meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah,

5. Meningkatnya pengeluaran keringat,

6. Meningkatnya konduktifitas kulit,

7. Meningkatnya motilitas usus,

(27)

Efek utama sistem parasimpatis adalah23

1. Menurunnya alirah darah ke otot rangka,

2. Menurunnya ketegangan otot,

3. Menurunnya kecepatan nafas,

4. Menurunnya denyut jantung dan tekanan darah,

5. Menurunnya pengeluaran keringat,

6. Menurunnya konduktivitas kulit,

7. Menurunnya motilitas usus,

8. Menurunnya pengeluaran saliva

Berdasarkan mediator kimiawi yang dilepaskan, sistem saraf otonom dapat

dibagi menjadi divisi kolinergik dan noradrenergik. Divisi noradrenergik melepaskan

impuls sebagai kesatuan dalam keadaan cemas. Pelepasan impuls ini untuk

menyiapkan individu menghadapi keadaan darurat. Kegiatan noradrenergik

menyebabkan relaksasi akomodasi dan dilatasi pupil, mempercepat denyut jantung

dan meningkatkan tekanan darah, serta menyempitkan pembuluh darah di kulit

(Gambar 8). Lepas-muatan noradrenergik juga menurunkan ambang di formasio

retikularis (meningkatkan kewaspadaan) dan meningkatkan kadar glukosa plasma

(28)

Gambar 8. Aktifitas saraf simpatis dan parasimpatis saat merespons kecemasan23

2.5Perubahan Tanda Vital Akibat Kecemasan

Tanda vital adalah tanda yang sifatnya objektif yang dapat berubah setiap saat

yang menggambarkan keadaan tubuh seseorang, yang terdiri dari tekanan darah,

respirasi, denyut nadi dan suhu tubuh. Pemeriksaan tanda vital merupakan cara yang

cepat dan efisien untuk memantau kondisi pasien, mengidentifikasi masalah serta

mengavaluasi respons pasien terhadap suatu tindakan.25,26

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada satu atau lebih

tanda-tanda vital, diantaranya usia, jenis kelamin, lingkungan, rasa sakit dan

kecemasan. Terdapat hubungan antara status psikologis dengan kesehatan fisik yang

(29)

2.5.1 Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri, yang

terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan

puncak yang terjadi saat ventrikel berkontraksi, sedangkan tekanan diastolik adalah

tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Hasil dari pemeriksaan

tekanan darah dinyatakan dalam millimeter air raksa (mm Hg). Rata-rata tekanan

darah normal biasanya 120/80.24,28

Pengukuran tekanah darah dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya

sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat

menimbulkan masalah kesehatan lain. Pada metode tidak langsung, menggunakan

sphygmomanometer yang dililitkan disekitar lengan atau area lipatan siku dan

stetoskop diletakan diatas arteri brankialis di siku (Gambar 9). Manset secara cepat

dipompa sampai besar tekanan didalamnya melebihi besar perkiraan tekanan sistolik

di arteri brankialis. Kemudian tekanan dalam manset diturunkan secara perlahan.

Ketika tekanan sistolik arteri tepat melampaui tekanan manset, setiap denyut jantung

menyebabkan semburan darah yang melewati arteri dan secara sinkron dengan tiap

denyut, terdengar bunyi ketukan atau detak dibawah manset melalui stetoskop

(Gambar 10). Tekanan manset pada saat bunyi pertama kali terdengar adalah tekanan

sistolik. Saat tekanan semakin menurun, suara menjadi lebih keras, lalu menjadi tidak

jelas dan samar-samar. Bunyi ini ada bunyi korotkoff yang merupakan tekanan

diastolik.24,28

(30)

Gambar 10. Alat-alat pemeriksaan tekanan darah (Stestoskop dan

sphygmomanometer air raksa) 29

Tekanan darah dapat di pengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah

kecemasan. Hal ini dikarenakan tekanan darah pada sistem kardiovaskular di atur

oleh sistem saraf otonom. Kecemasan merupakan sifat subjektif dan secara sadar

disertai perangsangan sistem saraf otonom yang dapat meningkatkan tekanan darah,

denyut jantung dan respirasi. Dari teori tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan

tekanan darah merupakan respons fisiologis dan psikologis dari kecemasan. Kedua

hal ini saling berhubungan sebagai dampak dari perubahan psikologis yang akan

mempengaruhi fisiologis, begitu pula sebaliknya. Apabila pasien mengalami

kecemasan maka akan berdampak pada peningkatan tekanan darah. Hal ini

dikarenakan pusat pengaturan tekanan darah dilakukan oleh sistem syaraf, sistem

humoral dan sistem hemodinamik.30-5

Menurut Salan, pada kecemasan sedang terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh

komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan

frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis kadar adrenalin terus

(31)

terlihat tekanan darah meninggi. Pada sistem saraf yang salah satunya dilakukan oleh

hipotalamus, akan berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku yang

berhubungan dengan pengaturan kardiovaskuler. Rangsangan pada hipothalamus

anterior menyebabkan penurunan tekanan darah dan bradikardi sedangkan

rangsangan pada hipothalamus posterior dapat meningkatkan tekanan darah dan

takikardi.30-5

Teori menurut Cannon, menyatakan bahwa kecemasan akan menimbulkan

respon “fight or flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri,

dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin kedalam sirkulasi darah yang akan

menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekan darah sistolik. Sedangkan fight

merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan meyebabkan sekresi

nonadrenalin rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik

maupun diastolik.30-5

Kecemasan akan merangsang respons hormonal dari hipothalamus yang akan

mensekresi CRF (Corticotrophin-Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi

hormon-hormon hipofisis. Salah satu hormon tersebut adalah ACTH (Adreno

Corticotrophin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk

mensekresi kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah

akan mengakibatkan peningkatan rennin plasma, angiotensin II, dan peningkatan

kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah.30-5

2.5.2 Denyut Nadi

Denyut nadi adalah getaran atau denyut darah di dalam pembuluh darah arteri

akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi dirasakan di area tubuh dimana

arteri dekat dengan permukaan kulit dan di bawah struktur yang padat seperti tulang.

Secara umum denyut nadi dapat di temukan di daerah pergelangan tangan, karotis,

temporal, brankhial, femoral, popliteal dan dorsalis pedis. Denyut nadi normal dalam

keadaan istirahat adalah antara 72-80 per menit. Walaupun kecepatan denyut nadi

(32)

Pemeriksaan denyut nadi dilakukan selama satu menit secara manual dengan

cara menekan tiga jari (telunjuk, tengah, manis) pada salah satu pergelangan tangan

(Gambar 11). Penghitungan denyut nadi di mulai ketika denyut nadi sudah mulai

teraba.35

Gambar 11. Pemeriksaan denyut nadi selama 1 menit29

2.5.3 Respirasi

Fungsi respirasi atau pernafasan adalah pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida. Respirasi terdiri dari respirasi eksternal dan internal. Respirasi

eksternal terjadi ketika oksigen ditarik ke dalam paru–paru saat bernapas dalam dan

respirasi internal terjadi ketika oksigen di gunakan oleh sel-sel untuk fungsi seluler.

Dalam keadaan istirahat respirasi normal pada usia dewasa adalah sekitar 12-20 kali

per menit. Pernafasan normal dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya usia,

aktivitas, penyakit, obat-obatan, dan emosi atau kecemasan. Hiperventilasi dapat

menjadi respon seseorang saat mengalami kecemasan. Hal ini disebabkan karena

kondisi psikologis seseorang saat merasa cemas digambarkan hanya bernafas secara

pendek atau hanya pada bagian paru-paru atas atau tidak sampai ke seluruh paru-paru.

Hal ini menyebabkan tidak terjadinya pertukaran oksigen yang baik dan penumpukan

(33)

2.6Dampak Kecemasan

Kecemasan mungkin memiliki dampak yang serius bagi kerusakan fisik dan

mental, kemampuan fungsional dan kualitas hidup. Kecemasan yang kronis dapat

memicu perkembangan penyakit dan memperburuk kondisi fisik. Kecemasan

merupakan komponen utama dari sebagian besar gangguan kejiwaan, termasuk

psikosis. Kecemasan juga memiliki efek buruk pada fungsi kognitif, yang

menyebabkan gangguan memori, kinerja dan konsentrasi. Kecemasan individual

cenderung menghindari orang-orang dan tidak mampu mengatur hubungan kehidupan

dan kesehatannya. Orang yang terlalu cemas mungkin cenderung untuk berperilaku

buruk untuk mengatasi stres.25

2.7Kecemasan Dental

Kecemasan dental adalah salah satu cabang ilmu mengenai kecemasan.

Kecemasan dental adalah masalah yang sering timbul pada pasien dokter gigi. Ini

adalah reaksi multisistem untuk ancaman atau bahaya. Hal ini mencerminkan

kombinasi dari perubahan biokimia dalam tubuh dan pengalaman pribadi pasien.

Kecemasan dental bukanlah dilema bagi pasien saja, tetapi juga untuk dokter gigi

sendiri, dan kadang-kadang perawatan gigi akan lebih rumit untuk mencapai

keberhasilan.38

Kecemasan dan ketakutan dental menimbulkan masalah yang signifikan dalam

menangani pasien. Pada pasien yang cemas lebih cenderung menghindari atau

menunda pengobatan dan lebih mungkin untuk membatalkan perawatan gigi. Selain

itu pasien dengan kecemasan dental sering memiliki kesehatan mulut yang lebih

buruk dari pada pasien yang tidak memiliki kecemasan dental.39

Karakteristik kecemasan dental hampir sama dengan gangguan kecemasan

klinis dan kecemasan dental memiliki ciri ketakutan lain yang lebih spesifik. Pasien

sering cemas bila harus mengalami tindakan dental, bahwa rasa cemas dan takut

menghadapi tindakan dental berada diperingkat kedua sesudah rasa cemas akan

kanker. Meskipun demikian, jenis kecemasan ini akan hilang dengan cepat bersamaan

(34)

adalah meningkatnya ketegangan otot (suatu faktor yang mungkin terjadi pada

disfungsi sendi temporomandibula), aktivitas berlebihan dari simpatis takikardia,

berkeringat, dan rasa kering pada mulut.40

2.7.1 Etiologi Kecemasan Dental

Beberapa faktor etiologi kecemasan dental meliputi; pengalaman buruk

seseorang terhadap tindakan perawatan gigi, contohnya rasa sakit yang berlebihan

yang dirasakan pasien selama tindakan perawatan gigi berlangsung, tindakan

perawatan yang lama dan melelahkan. Diikuti, faktor lingkungan (suasana ruangan

yang menyeramkan, suara-suara dari alat-alat kedokteran gigi dan bau yang tidak

menyenangkan), ambang toleransi rasa sakit seseorang yang rendah, miskomunikasi

antara dokter gigi dan pasien (dokter gigi telalu banyak mengkritik kebersihan rongga

mulut pasien, melakukan tindakan perawatan tanpa penjelasan, malpraktek, hilangnya

kepercayaan pasien pada dokter gigi), serta interaksi sosial (informasi yang kurang

tepat dari orang lain ataupun media). Situasi yang dialami (atau mungkin hanya

mengamati atau diberitahu) mungkin menakutkan bagi sebagian pasien.41,42

2.7.2 Cara Penanganan Pasien Cemas

Pasien yang cemas saat mendatangi klinik gigi sering hanya fokus terhadap

permasalahan giginya saja, dari pada mengakui adanya masalah lain seperti

kecemasan terhadap perawatan gigi. Tujuan utama mengatasi rasa cemas pada

akhirnya pasien mampu menghadiri kunjungan dokter gigi secara teratur tanpa

merasa cemas. Untuk dapat menangani kecemasan pasien, dokter gigi harus mampu

mengidentifikasi kecemasan pasien. Dokter gigi yang penuh perhatian dan empati

mungkin akan memperhatikan bahwa pasiennya sedang berada pada situasi

perawatan gigi yang tidak nyaman. Beberapa cara penanganan pasien cemas,

(35)

1. Strategi Umum

a) Teknik Iatrosedative

Hubungan dokter gigi dan pasien yang baik wajib dibina untuk mengatasi

kecemasan pasien. Pada tahun 1983 Friedman dkk. menjelaskan teknik iatrosedative,

yaitu pendekatan yang sistematis yang bertujuan untuk membuat pasien tenang oleh

perilaku dokter gigi, sikap, dan sikap komunikatif. Dokter gigi harus memiliki

beberapa kemampuan dalam pemilihan bahasa, kecepatan bicara dan sikap dalam

rangka menyesuaikan komunikasi untuk masing-masing pasien. Menurut teori

komunikasi, pada proses pelayanan medik gigi terjalin suatu hubungan kerja sama

antara dokter gigi dengan pasiennya yang dikenal dengan komunikasi interpersonal.

Dokter gigi juga harus berupaya untuk menghindari rasa sakit, mengontrol pasien,

dan memberitahu pasien tentang rencana dokter gigi untuk perawatan yang akan

dilakukan dan apa sensasi yang akan dialami pasien.42,43

Teknik pengontrolan perilaku pasien cemas, dengan memberikan kesempatan

pada pasien untuk melanjutkan atau menghentikan perawatan. Pasien dapat

memberikan sinyal untuk memberhentikan perawatan dengan gerakan tangan,

memberikan suara, dan lain-lain. Dokter gigi harus memberhentikan perawatan dan

tidak meneruskan perawatan sampai pasien merasa siap untuk melanjutkan

perawatan. Pada kunjungan pertama pasien sering menghentikan perawatan

dikarenakan banyaknya pertanyaan, rasa ketidaknyamanan dan pasien membutuhkan

waktu untuk istirahat. Dokter gigi harus tetap sabar dan memberikan waktu kepada

pasien untuk beradaptasi pada kunjungan pertama. Ketidakmampuan dokter gigi

untuk merespons sinyal yang diberikan oleh pasien dapat menyebabkan pasien

kehilangan kepercayaan dan peningkatan kecemasan pada pasien.42

Kontrol retrospektif dilakukan dengan cara berdiskusi dengan pasien mengenai

apa yang dirasakan pasien selama perawatan. Hal ini sangat berguna bagi dokter gigi

untuk mengetahui apa yang dirasakan pasien. Dokter gigi sebaiknya memberikan

sedikit pujian kepada pasien karena telah melakukan perawatan gigi dengan baik. Jika

rasa sakit terjadi selama perawatan, pasien harus diberitahu mengapa nyeri tersebut

(36)

b) Membangun Hubungan Harmonis

Dalam rangka membangun hubungan yang harmonis antara dokter gigi dan

pasien, yang diperlukan untuk mengatasi kecemasan pasien ialah pasien harus merasa

sebagai pemegang keputusan, sesuai dengan informasi yang jelas dan benar yang

telah disampaikan.42

Dokter gigi harus meluangkan waktu untuk membangun hubungan yang baik

terhadap pasien dengan cara membiarkan pasien berbicara secara bebas, serta

memperbaharui dan memperkuat kepercayaan pasien di setiap kunjungan (Gambar

12). Dokter gigi harus menghindari mengambil keputusan secara pribadi dan

membiarkan pasien ikut mengambil keputusan atas perawatan yang akan dilakukan

pada pasien. Sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien harus selalu memiliki

kemungkinan untuk berkomunikasi dengan dokter gigi, contohnya: pasien dapat

mengajukan pertanyaan terbuka (Gambar 13), membiarkan pasien aktif dalam

memilih perawatan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Beberapa pasien memerlukan

informasi secara terus-menerus tentang perkembangan perawatan yang pasien

dapatkan. Seorang pasien yang tidak memiliki hubungan yang baik dengan dokter

giginya cenderung untuk cemas selama perawatan.42

Gambar 12. Konsultasi pasien dan dokter gigi untuk membangun kepercayaan

(37)

Gambar 13. Memberikan kesempatan pasien

untuk bertanya44

Ketika mengungkapkan rasa empati, dokter gigi harus memastikan bahwa

komunikasi verbal dan non-verbalnya tepat. Dokter gigi juga dilarang memotong

pembicaraan dan memberikan kritik yang berlebihan yang dapat merusak

kepercayaan pasien. Hal ini bertujuan agar pasien merasa bahwasanya dokter gigi

tertarik dan setia sehingga mendorong pasien untuk berbicara dengan bebas.

Dianjurkan dokter gigi memberikan beberapa pilihan mengenai perawatan yang akan

dilakukan. Dibutuhkan dukungan sosial dari teman atau kerabat dekat untuk

mengurangi kecemasan pasien. 44

c) Pemberian dan Penjelasan Informasi

Pemberian dan penjelasan informasi berguna pada pasien cemas (Gambar 14).

Para dokter gigi juga harus mempertimbangkan apa, berapa banyak, kapan, dan

bagaimana cara memberi informasi kepada pasien. Informasi yang diberikan tidak

hanya harus memperhatikan prosedur teknis, tetapi juga keselamatan dan

kenyamanan pasien. Menanyakan apa yang diharapkan pasien dan langkah-langkah

yang akan diambil untuk kesembuhan pasien, akan membantu dalam kelancaran

selama perawatan. Banyak pasien cemas akan bau, suara serta sensasi rasa sakit yang

dibayangkan.42

Penjelasan yang kompleks harus dihindari kecuali diminta oleh pasien. Dokter

(38)

juga penting, tidak hanya memberikan waktu kepada pasien untuk mempersiapkan

diri sendiri juga untuk memberikan perkiraan waktu kapan perawatan akan selesai.

Menjadwalkan perawatan dalam waktu yang singkat juga akan mengurangi

kecemasan pasien dikarenakan pasien mengetahui kapan perawatan akan berakhir.42

Gambar 14. Pemberian dan penjelasan informasi mengenai kondisi pasien44

2. Strategi Spesifik

a) Suasana yang Tenang

Pasien akan mengatasi rasa cemas pada situasi yang tenang. Clum dkk.

menyatakan bahwa mencontohkan dan mendorong pasien untuk merasa tenang lebih

efektif dibandingkan hanya memberitahu pasien untuk bersikap tenang. Milgrom

menyatakan bahwa penting bagi dokter gigi untuk menanyakan kepada pasien tentang

bagaimana biasanya pasien mengatasi rasa cemas lainnya dalam hidup mereka.42

Pada tahun 1978 Spread menunjukkan bahwa kurangnya oksigen pada darah

memberikan kontribusi terhadap peningkatan kecemasan, depresi, kelelahan, dan

membuat situasi stress sehingga perawatan gigi menjadi lebih sulit untuk diatasi. Cara

yang paling penting dan mendasar untuk membantu pasien agar merasa tenang adalah

dengan mengajari pasien teknik pernafasan yang tepat. Salah satu caranya dengan

meminta pasien untuk mengambil nafas dalam-dalam selama beberapa detik dan

buang nafas secara perlahan-lahan. Beberapa pasien lebih memilih untuk menutup

(39)

membantu menghitung saat mengambil nafas panjang. Biasanya pasien akan merasa

lebih tenang setalah mengambil nafas panjang selama 2 sampai 4 menit. Dianjurkan

untuk mengulangi teknik bernafas seperti ini sebelum dan selama perawatan.42

b) Modeling

Modeling bertujuan untuk memperkuat dan membangun hubungan positif

terhadap perawatan gigi. Teknik ini dirancang untuk membantu pasien melupakan

hubungan yang buruk terhadap perawatan gigi. Hal ini dapat dicapai melalui

pengamatan prosedur gigi baik dengan melihat video yang menunjukkan perilaku

kooperatif dalam perawatan gigi atau melalui pengamatan prosedur gigi yang telah

berhasil. Ini menunjukkan kepada pasien yang cemas apa yang dianggap perilaku

yang tepat dalam perawatan gigi, dan apa yang bisa diharapkan pada perawatan.42

3. Manejemen Farmakologis

Meskipun semua strategi untuk mengurangi kecemasan pasien dilakukan

dengan menggunakan teknik-teknik psikologis (terapi perilaku dan terapi kognitif),

terapi farmakologis juga berguna pada beberapa keadaan. Penggunaan obat-obat

penenang dapat bermanfaat pada beberapa perawatan gigi, contohnya pemberian

anastesi umum sangat efektif diberikan pada saat perawatan gigi yang memerlukan

waktu yang lama. Efek jangka panjang pemberian terapi farmakologis terhadap

pengurangan kecemasan dental dianggap masih sangat rendah tetapi dapat digunakan

sebagai terapi tambahan untuk terapi psikologis.42,45

Obat-obatan yang paling sering digunakan oleh dokter gigi adalah

benzodiazepin dan dinitrogen oksida. Contoh benzodiazepin pada kedokteran gigi

adalah diazepam, triazolam, dan lorazepam. Mekanisme farmakologis meningkatkan

efek dari hambatan neurotransmitter GABA dengan mengikat reseptor GABAa. Ini

menghasilkan ion klorida konduktasion yang menyebabkan hiperpolarisasi pada

membran postsynaptic dan penurunan rangsangan saraf terutama di korteks

(40)

2.7.3 Skala Pengukuran Kecemasan Dental

Sering kali para klinisi mengalami kesulitan mengukur kecemasan dental secara

klinis dan oleh karena itu banyak alat ukur yang dibuat oleh para pakar untuk

mengukur kecemasan dental untuk membantu para klinisi, di antaranya; Corah

Dental Anxiety Scale (CDAS), Modified Dental Anxiety Scale (MDAS), Kleinknecht

Dental Fear Scale, Stouthard’s Dental Anxiety Inventory, Child Fear Survey

Schedule-Dental Subscale.46

1. Corah Dental Anxiety Scale (Corah’s DAS)

Para peneliti menetapkan bahwa Corah Dental Anxiety Scale (CDAS) adalah

alat ukur paling banyak digunakan dan DAS direkomendasikan digunakan untuk

mengukur kecemasan dental pada usia dewasa di klinik. DAS memiliki empat skala

item pengukuran kecemasan dental. Nilai untuk setiap rentang jawaban terdiri atas

1-5. Total rata-rata dari setiap tingkat kecemasan adalah 4-20. Pengukuran keempat

pertanyaan sangat bervariasi, 2 pertanyaan berkaitan dengan kecemasan umum dan 2

pertanyaan berhubungan dengan kecemasan yang lebih spesifik terhadap tindakan

rangsangan dengan bur gigi dan instrumen pembersihan gigi. Ada perbedaan lain

antara pertanyaan pertama dan tiga pertanyaan selanjutnya. Pada pertanyaan pertama

responden diminta untuk berspekulasi tentang perasaannya sebelum perawatan.

Sedangkan tiga pertanyaan lain meminta responden untuk menilai bagaimana

perasaan mereka ketika mereka berada dalam situasi yang ditentukan.39,46,47

2. Modified Dental Anxiety Scale (MDAS)

Versi modifikasi dari DAS juga banyak digunakan dengan menambahkan

penilaian pasien terhadap pemberian anastesi lokal karena rasa sakit yang dialami saat

pemberian anastesi lokal bervariasi sesuai dengan lokasinya, yang juga berpengaruh

terhadap tingkat kecemasan yang dialami. Selain itu, rentang 1-5 pada skala

kecemasan dapat menjawab secara sederhana mengenai tingkat kecemasan mulai dari

tidak cemas sampai phobia. Modifiksi DAS dapat digunakan untuk semua pasien di

(41)

perawatan dental namun lebih mengarah kepada pengalaman subjektif pasien.

Validitas tes telah di uji dan dikonfirmasi banyak peneliti.5,48

Modifikasi DAS berisi 5 item pilihan ganda termasuk sebagai berikut :

1. Jika Anda pergi ke dokter gigi untuk merencanakan perawatan Anda besok,

bagaimana perasaan Anda ?

2. Jika Anda sedang duduk di ruang tunggu, bagaimana perasaan Anda ?

3. Jika hendak dilakukan pengeboran gigi, bagaimana perasaan Anda?

4. Jika hendak dilakukan skeling dan pemolisan gigi, bagaimana perasaan

Anda?

5. Jika hendak dilakukan anastesi lokal, bagaimana perasaan Anda ?

3. Kleinknecht’s Dental Fear Scale

Ukuran lain yang paling umum digunakan untuk mengukur kecemasan dan

ketakutan gigi adalah Kleint DFS. Skala ini dikembangkan dari 27 pertanyaan dan

kemudian dikurangi menjadi 20 pertanyaan untuk kemudahan studi analitiknya.

Meskipun DFS banyak digunakan sebagai alat pengukuran ketakutan dan kecemasan

dental, skala ini tidak dikembangkan dan digunakan untuk mendapatkan skor

ketakutan tunggal, melainkan untuk memberikan informasi tentang berbagai

rangsangan tertentu yang mungkin menimbulkan rasa takut atau menghindari

tanggapan atau sebagai respons spesifik dan respons yang unik dari rangsangan yang

diterima pasien.39,49

Skala DFS awalnya memiliki 27 item yang terdiri atas 2 item mengenai

penghindaran terhadap perawatan dokter gigi, 6 item terkait dengan gairah fisiologis,

14 item menilai rangsangan ketakutan tertentu, 1 item ketakutan tersendiri dan 4 item

pada reaksi terhadap kedokteran gigi di kalangan keluarga dan teman.39,49

Schuurs dan Hoogstraten (cit. Jason, 2010) menyatakan bahwa DFS banyak

dikritik karena tidak eksplisit menghubungkan konstruksi teoritis untuk kuesioner dan

tidak secara eksplisit mendefinisikan ketakutan. Namun, DFS tetap dapat menjadi

ukuran yang dapat membantu dokter gigi lebih memahami rasa takut pasien, tidak

(42)

4. Stouthard’s Dental Anxiety Inventory

Pada tahun 1980-an, Stouthard mengembangkan kuesioner untuk penelitian

kecemasan berdasarkan teori eksplisit pertimbangan-pertimbangan dan dirancang

untuk mengukur situasi kecemasan tertentu. Skala kecemasan dental yang terdiri dari

36 item berdasarkan tiga aspek (waktu, situasi dan reaksi) dianggap cukup relevan

untuk pengukuran kecemasan dental. Aspek waktu diasumsikan seperti yang ada

pada teori DAS bahwa sifat dan ketakutan kecemasan dental dapat berubah

tergantung pada jarak antar perawatan dental. Aspek situasi mencerminkan 3 elemen

yang berbeda dari aspek pengalaman terhadap dokter gigi dan perawatan gigi, dan

yang terakhir, aspek reaksi mengacu pada unsur-unsur kecemasan atau perasaan

takut. Meskipun DAI memiliki beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku

penghindaran, reaksi perilaku dinyatakan telah sengaja dikeluarkan sebagai elemen

yang terpisah karena jarang terjadi pada populasi dewasa.39

5. Child Fear Survey Schedule-Dental Subscale

Survey yang paling banyak digunakan untuk mengukur ketakutan anak secara

berkala. Child Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS), awalnya dikembangan

oleh Scherer dan Nakamura pada tahun 1968 dan kemudian disebut Fear Survey

Schedule for Children (FSS-FC). Sedangkan CFSS didasarkan pada skala ketakutan

umum untuk orang dewasa. FSS-FC diperlukan 80 rangsangan tertentu, yang

dikembangkan dalam 8 kategori yang berbeda, untuk mendapatkan ukuran total

ketakutan umum dan skala ketakutan. CFSs-DS telah terbukti handal dan valid untuk

(43)

2.8 Kerangka Teori

Kecemasan

Faktor internal :

1. Usia

2. Jenis kelamin

Faktor eksternal : 1. Pengalaman buruk

masa lalu 2. Kondisi umum

pasien

3. Pengaruh hal lain (cerita buruk dari orang lain)

Tidak cemas

Cemas

Pemeriksaan Tanda

Vital :

1. Tekanan darah

2. Denyut nadi

(44)

2.9 Kerangka Konsep

Kecemasan dental:

-Pencabutan gigi

1. Merencanakan pencabutan gigi 2. Menunggu di ruang

tunggu

3. Luksasi (manipulasi ekstraksi)

4. Tahap akhir pencabutan

5. Pemberian anastesi lokal

Kategori Kecemasan Dental:

-Tidak Cemas

-Cemas Ringan

-Cemas Sedang

-Cemas Tinggi

-Phobia

Pria Wanita

Tanda –tanda vital:

1. Tekanan darah

2. Denyut nadi

(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah cross sectional study.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini adalah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

yang bertempat di Jl.Alumni No.2 USU, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Februari 2014.

3.3 Popolasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang hendak melakukan pencabutan

gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan.

3.3.2 Sampel

Perhitungan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus besar sampel, yaitu:

n= ��².�.�

�²

Keterangan:

n : besar sampel

Z� : nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan

(46)

P : proporsi pada penelitian sebelumnya (hasil penelitian Bushra dkk.

tahun 2011 menunjukan sangat cemas sebesar 36,5%)

Q(1-P) : Selisih dari P

d : Prakiraan proporsi di populasi (8%)

n= 1

,96².0,365.0,63 0,08²

n= 139

Maka, sampel yang diambil peneliti adalah 153 responden.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel pada penelitian ini adalah :

Variabel Risiko :

a) Usia : Ulang tahun terakhir responden dibedakan atas :

a. 18-33 tahun

b. 34-49 tahun

c. > 50 tahun

b) Jenis Kelamin : Pria dan Wanita

Variabel Efek:

a) Tingkat Kecemasan Dental : Perasaan ketidaknyamanan dan ketegangan

yang diukur menggunakan skala MDAS dengan 5 kriteria, yaitu :

Skor Kriteria Definisi Operasional

1 Tidak Cemas Tidak merasakan ketegangan

2 Sedikit Cemas Merasakan sedikit tegang

3 Cukup Cemas Tangan berkeringat

4 Cemas Tinggi Merasakan ingin buang air kecil terus

menerus, tidak bisa duduk tenang di dental

unit

(47)

Hasil perhitungan dimasukkan dalam 5 kategori, yaitu :

a. Tidak cemas (5)

b. Cemas ringan (5-9)

c. Cemas sedang (10-15)

d. Cemas tinggi (16-18)

e. Phobia (19-25)

b) Pemeriksaan Tanda Vital : Suatu pemeriksaan pada tubuh dengan cara

mengukur tekanan darah, denyut nadi dan respirasi.

Tanda vital Definisi operasional

Tekanan Darah Kekuatan aliran darah yang terdiri dari sistolik dan diastolik

yang dapat di ukur dengan menggunakan alat

sphygmomanometer dan stetoskop.

Denyut Nadi Jumlah detak jantung yang di hitung selama satu menit pada

pergelangan tangan dengan alat bantu stopwatch.

Respirasi Jumlah pernafasan (ekspirasi dan inspirasi) yang di ukur

dengan cara menghitung berapa kali dada terangkat selama

satu menit dengan alat bantu stopwatch

3.5 Cara Pengumpulan Data

Umur dan jenis kelamin diperoleh dari wawancara sedangkan data tingkat

kecemasan dental diukur dengan skala MDA dalam bentuk kuesioner serta

pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop,

pengukuran kecepatan nadi, dan respirasi selama satu menit dengan bantuan

(48)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. Untuk melihat

perbedaan tingkat kecemasan dental antara pria dan wanita menggunakan uji t tidak

(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik responden di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Subjek penelitian berjumlah 153 orang yang terdiri atas 44% pria dan 55,6%

wanita. Berdasarkan kelompok umur, persentase paling banyak dijumpai pada

kelompok umur dewasa muda (18-33 tahun) sebanyak 38,6%, diikuti kelompok umur

dewasa (34-49 tahun) sebanyak 35,3% dan kelompok umur lansia (>50 tahun)

sebanyak 26,1%.

Tabel 1. Karakteristik responden (n=153)

Karakteristik responden n %

Jenis Kelamin

Dewasa muda (18-33 tahun)

Dewasa (34-49 tahun)

4.2 Tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan jenis kelamin di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Umumnya responden berada pada kategori cemas ringan yaitu 89,4%.

Berdasarkan jenis kelamin, pada responden wanita paling banyak dijumpai cemas

sedang 45,9%, sedangkan pada responden pria dijumpai paling banyak cemas ringan

52,9%. Persentase tidak cemas pada pria 17,6%, sedangkan pada wanita hanya 8,2%.

(50)

mengalami phobia. Persentase responden yang mengalami cemas tinggi dijumpai

hanya sedikit yaitu 12,3%, diantaranya pria 2,9% dan wanita 9,4% (Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan

jenis kelamin

4.3 Karakteristik tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan usia di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Berdasarkan kelompok usia, pada kelompok dewasa muda (18-33 tahun)

paling banyak dijumpai cemas sedang 49,2%, sedangkan pada kelompok usia dewasa

(34-49 tahun) dan lansia (>50 tahun) paling banyak mengalami cemas ringan, yaitu

50% dan 57,5%. Sedangkan kategori cemas tinggi dijumpai hanya sedikit yaitu pada

kelompok usia dewasa muda 15,3%, dewasa 1,9% dan lansia tidak dijumpai cemas

tinggi. Dari hasil penelitian ini juga tidak ditemukan responden pada kelompok usia

(51)

Tabel 3. Tingkat kecemasan dental responden sebelum pencabutan gigi berdasarkan

Cemas ringan Cemas sedang

4.4 Karakteristik tingkat kecemasan dental responden sebelum

pencabutan gigi berdasarkan kuesioner MDAS di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden pria memiliki persentase kecemasan

dental paling tinggi pada saat akan diberikan anastesi lokal yaitu 82,4%, diikuti

tindakan luksasi (manipulasi ekstraksi) 55,9%, sedangkan menunggu di ruang tunggu,

merencanakan pencabutan gigi dan tahap akhir pencabutan paling banyak pada

kategori tidak cemas yaitu 60,3%,76,5% dan 79,4%

Tabel 4. Persentase kecemasan dental responden pria dengan menggunakan skala

MDA (n=68)

Aktivitas Cemas Tidak cemas

n % n %

Pemberian anastesi lokal

Luksasi (manipulasi ekstraksi)

Menunggu di ruang tunggu

(52)

Berdasarkan kategori tingkat kecemasan dental, saat akan diberikan anastesi

lokal berada pada kategori cemas sedang 48,3%, cemas ringan 42,8%, sedangkan

cemas tinggi hanya 8,9%. Pada saat luksasi (manipulasi ekstraksi), menunggu di

ruang tunggu, merencanakan pencabutan gigi dan tahap akhir pencabutan paling

banyak dijumpai pada kategori cemas ringan. Sedangkan kategori cemas tinggi di

jumpai hanya sedikit pada saat luksasi (manipulasi ekstraksi) dan menunggu di ruang

tunggu yaitu 5,3% dan 7,4%. Pada saat merencanakan pencabutan gigi dan tahap

akhir pencabutan tidak dijumpai cemas tinggi (Tabel 5).

Tabel 5. Kategori tingkat kecemasan dental responden pria dengan menggunakan

skala MDA

Menunggu di ruang tunggu

Merencanakan pencabutan gigi

Sama halnya dengan responden pria, responden wanita juga memiliki

persentase kecemasan dental paling tinggi pada saat akan diberikan anastesi lokal

yaitu 88,2%, diikuti tindakan luksasi (manipulasi ekstraksi) 83,5%, menunggu di

ruang tunggu 62,4%, sedangkan tahap akhir pencabutan dan merencanakan

pencabutan gigi lebih banyak dijumpai pada kategori tidak cemas yaitu 55,3% dan

(53)

Tabel 6. Persentase kecemasan dental responden wanita dengan menggunakan skala

MDA (n=85)

Aktivitas Cemas Tidak cemas

n % n %

Pemberian anastesi lokal

Luksasi (manipulasi ekstraksi)

Menunggu di ruang tunggu

Tahap akhir pencabutan

Berdasarkan kategori tingkat kecemasan dental, saat akan diberikan anastesi

lokal pada kategori cemas sedang 44%, cemas ringan 32%, dan cemas tinggi 24%.

Hasil ini sama dengan yang dialami oleh responden pria. Pada saat luksasi

(manipulasi ekstraksi), menunggu di ruang tunggu, tahap akhir pencabutan dan

merencakan pencabutan paling banyak dijumpai pada kategori cemas ringan, yaitu

berturut-turut 53,5%, 56,7%, 68,5% dan 86,6%, sedangkan kategori cemas tinggi

dijumpai hanya sedikit yaitu saat luksasi (manipulasi ekstraksi) 12,7% dan menunggu

di ruang tunggu 16,9%. Pada tahap akhir pencabutan dan menunggu di ruang tunggu

(54)

Tabel 7. Kategori tingkat kecemasan dental responden wanita dengan menggunakan

skala MDA

Aktivitas

Tingkat Kecemasan Cemas ringan Cemas

sedang

Menunggu di ruang tunggu

Tahap akhir pencabutan

4.5 Perbedaan tingkat kecemasan dental pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas dan hasilnya menunjukkan bahwa

data tidak terdistribusi normal (p<0,005), sehingga analisis yang sebelumnya di

rencanakan menggunakan uji t tidak berpasangan menjadi menggunakan uji non

parametrik, yaitu uji MannWhitney. Hasil uji Mann Whitney menunjukan adanya

perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan dental responden pria dan wanita

(p=0,0001) (Tabel 8).

Tabel 8. Hasil uji analisis Mann Whitney terhadap tingkat kecemasan dental pada

responden pria dan wanita

(55)

4.6 Pengukuran tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pencabutan gigi pada responden di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Dari hasil penelitian ini terlihat adanya penurunan hasil pengukuran tanda vital

pada pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi. Rata-rata tekanan darah

sistolik dan diastolik sebelum pencabutan gigi 123,73±11,7 dan 82,58±9,7, sedangkan setelah pencabutan gigi tekanan darah sistolik dan diastolik menurun

menjadi 120,03±9,1 dan 79,47±7,8. Rata-rata denyut nadi sebelum pencabutan gigi adalah 82,35±8,5 dan setelah pencabutan gigi menjadi 79,27±8,5. Hal serupa juga terjadi pada pengukuran respirasi dimana terjadi penurunan setelah pencabutan gigi,

sebelum pencabutan rata-rata respirasi 22,28±3,2 dan setelah pencabutan menjadi 21,1±2,4 (Tabel 9).

Tabel 9. Rerata hasil pengukuran tanda vital sebelum dan sesudah pencabutan gigi

(56)

BAB 5

PEMBAHASAN

Secara umum responden berada pada kategori cemas ringan 89,4% (Tabel 2).

Cemas ringan yang dialami pasien biasanya ditandai hanya dengan perasaan yang

tidak menyenangkan saja pada pasien dan belum sampai ke tahap adanya gejala

fisiologis. Hal ini mungkin disebabkan pasien merupakan pasien berulang atau pasien

memiliki hubungan yang baik dengan dokter gigi pada perawatan sebelumnya

sehingga mengurangi kecemasan pasien saat kunjungan berikutnya.30

Berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa responden pria berada pada kategori

tidak cemas 17,6%, sedangkan responden wanita hanya 8,2%. Dengan kata lain

persentase responden wanita yang mengalami cemas lebih banyak daripada

responden pria (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wael dkk. yang menemukan bahwa persentase wanita (13,17%) yang cemas lebih

banyak daripada pria (12,29%). Pada penelitian Bushra dkk. di Pakistan juga

menemukan bahwa kecemasan lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria

dengan perbandingan 1:5. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan ada perbedaan yang

signifikan pada tingkat kecemasan dental antara responden pria dan wanita

(p=0,0001) (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marya

dkk. di India yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat

kecemasan pria dan wanita (p=0,0000). Hal ini mungkin disebabkan karena wanita

memiliki ambang toleransi sakit yang rendah dan secara umum wanita juga memiliki

tingkat kecemasan yang tinggi. Selain itu mungkin disebabkan karena wanita lebih

terbuka dalam mengekspresikan apa yang ada pada perasaannya daripada pria yang

cenderung lebih memendam apa yang sebenarnya ia rasakan dan memiliki emosi

yang lebih stabil.5,7,8,38

Pada penelitian ini dijumpai cemas tinggi sebanyak 12,3%. Cemas tinggi yang

dialami pasien biasanya ditandai dengan timbulnya gejala-gejala fisiologis, contohnya

Gambar

Gambar
Gambar 1. Sakit kepala akibat kecemasan14
Gambar 3. Ketegangan otot akibat
Gambar 6. Bentuk penghindaran pasien terhadap perawatan19
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian prevalensi pencabutan gigi molar satu mandibula berdasarkan umur dan jenis kelamin di Bagian Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tahun 2010-2011 diperoleh sebanyak

Rekam medik yang berisi data tentang seluruh pasien fraktur akar gigi molar yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU pada tahun 2010-2012

Hasil penelitian tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang cara penanganan dental pada pasien Penyakit Jantung Koroner

Pada tabel 3 dan tabel 4 bab 4 hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu, prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

4.1 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ....

prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang. dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG

Untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang tindakan pada saat perawatan dental pada pasien

“Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015”.. Besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan