KARYA TULIS
AUDIT KONSTRUKSI BANGUNAN
Disusun Oleh:
APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Audit Konstruksi Bangunan “. Tulisan ini berisi tentang gambaran umum secara singkat mengenai pekerjaan
mengaudit suatu bangunan bersejarah dengan cara mendata semua komponen
bangunan baik yang mengalami kerusakan ataupun tidak. Penulis berharap semoga
karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang perlindungan
bangunan.
Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang
membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.
Desember, 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR TABEL...iii
DAFTAR GAMBAR ...iv
HASIL PENGAMATAN...3
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1 Kotoran Burung Pada Dinding Bangunan Bagian Luar Dekat Atap 4
2 Kerusakan Pada Bagian Lantai Bangunan Dibagian Luar
Bangunan Utama Dan Bangunan Pendukung
5
3 Bagian Dalam Atap Bangunan Yang Kemungkinan Terkena
Tetesan Air Hujan
5
4 Model Deteriorasi Pada Bangunan Gedung 6
5 Kondisi Atap Luar Gedung Yang Mengalami Kerusakan Akibat
Terkena Air Hujan Dan Terekspose Sinar Matahari
PENDAHULUAN
Masalah perlindungan bangunan merupakan aspek penting yang perlu
diperhatikan untuk menjamin pemenuhan fungsinya. Berbagai bangunan yang dikenal
selama ini memerlukan perlakuan perlindungan untuk mempertahankan fungsinya
sesuai jangka waktu yang ditargetkan. Bangunan-bangunan seperti gedung
perkantoran, perumahan, jembatan, dan lain-lain adalah bangunan-bangunan dengan
jangka waktu penggunaan yang relatif lama. Agar target jangka waktu penggunaannya
terpenuhi, maka pemeliharaanya harus dilaksanakan secara maksimal.
Bangunan cagar budaya adalah salah satu bentuk / jenis bangunan yang perlu
mendapatkan perlindungan bangunan yang lebih teliti karena disamping peran
utamanya sebagai sebuah bangunan, keberadaan bangunan cagar budaya juga sebagai
salah satu bukti perjalanan sejarah yang harus dipertahankan agar generasi-generasi
selanjutnya tidak kehilangan akar budaya nenek moyang mereka. Keberadaan suatu
tempat dan sejarah sangat erat dengan sumber memori individu dan memori kolektif
yang memberi kontribusi pada identitas individu dan kolektif dimana karakter dan
kepribadian tempat itu sendiri yang membedakannya dari tempat lain sehingga
masyarakat yang tinggal di suatu tempat mempunyai rasa memiliki dan keterikatan
dengan tempat itu.
Bangunan tidak terlepas dari cacat bangunan yang merupakan kegagalan atau
kelemahan fungsi, ketatalaksanaan, syarat-syarat atau tuntutan kebutuhan terhadap
penggunaan bangunan gedung yang terrepresentasikan pada kondisi bangunan gedung
tersebut, seperti kondisi struktur bangunan, bahan-bahan bangunan, layanan atau
fasilitas lain yang mempengaruhi kondisi bangunan gedung (Watt, 1999). Sama
seperti bangunan lainya bangunan cagar budaya juga rentan terhadap kerusakan atau
cacat yang pada akhirnya dapat menyebabkan hancur dan musnahnya bangunan cagar
budaya tersebut, sehingga identifikasi awal sangat diperlukan agar
kerusakan-kerusakan yang terjadi dapat diketahui sebelum kerusakan-kerusakan yang terjadi menjadi lebih
parah.
Pemeriksaan atau survey sangat penting dilakukan pada bangunan. Pada suatu
tipe bangunan tertentu, diperlukan sejumlah persyaratan atau ukuran yang dapat
menetapkan kondisi bangunan tersebut. Pada saat ukuran kondisi bangunan
keparahan (severity) dapat digunakan sebagai acuan untuk kondisi bangunan. Tingkat
keparahan sebuah kerusakan bangunan dan hal-hal yang berkaitan dengan kerusakan,
deteriorasi, atau pelapukan yang diperkirakan mempengaruhi kondisi bangunan
gedung ditentukan berdasarkan persepsi dan ekspektasi dari penghuninya. Kerusakan
atau tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruhnya terhadap
bangunan, tergantung pada determinasi awal, prioritas perbaikan, pemeliharaan, atau
pekerjaan lain untuk meningkatkan performan atau kapabilitas.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan survey pada salah satu bagunan
cagar budaya yaitu Istana Kepresidenan Cipanas untuk mengetahui keandalan seluruh
atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan
sarananya sekarang dan mengetahui kegiatan perawatan baik memperbaiki dan/atau
HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi bangunan Istana
Kepresidenan Cipanas diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Hasil Pembobotan Pada Tiap Kelompok Pekerjaan Konstruksi
Hasil Pemeriksaan
4. Langit-langit
- Air
Dari Tabel 3 di atas dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan kondisi
bangunan istana tergolong masih terawat dan mempunyai nilai 97,6 % atau masuk
dalam kategori baik yaitu komponen tersebut masih berfungsi dengan baik dan ada
pemeliharaan rutin Baiknya kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya 1). Jenis kayu yang digunakan adalah kayu dengan jati kualitas prima baik
untuk rangka atap atas maupun untuk pintu dan jendela, 2). Pada struktur dinding
gedung pembuatannya selain menggunakan bata merah juga diperkuat atau dilapisi
dengan kerangka baja dan 3). Selalu dilakukan perawatan secara rutin. Pemeliharaan
atau perawatan bangunan yang rutin dan pengawasan berkala yang terus menerus
dilakukan oleh pihak pengelola istana terutama bagian rumah tangga. Pengawasan
dan peninjauan secara rutin juga dilakukan oleh pemandu istana (guide) saat mereka
bertugas memandu. Hal ini sesuai dengan tujuan perawatan yaitu usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi agar bangunan dapat berfungsi dengan baik
sebagaimana mestinya.
Gambar 1 Kotoran Burung Pada Dinding Bangunan Bagian Luar Dekat Atap
Namun demikian pada bangunan tersebut terjadi juga beberapa kerusakan,
umumnya merupakan kerusakan non-struktural yaitu kerusakan pada pekerjaan
keramik/lantai berupa ubin yang terangkat karena pergeseran tanah (Gambar 2),
terkelupasnya wall paper pada ruang tamu dan ruang makan gedung induk, kondisi
penutup atap dimana di beberapa bagian terdapat bekas bocoran air hujan (Gambar 3).
Pada bagian atap diluar bangunan terdapat juga sedikit kerusakan terutama yang
bersinggungan dengan talang. Akibat kerusakan atau kebocoran tersebut
menyebabkan kerusakan juga pada bahan bangunan dibawahnya (Gambar 2).
Kerusakan lainnya disebabkan oleh burung yang bersarang di sebagian atap bangunan
(Gambar 1). Jika dibiarkan, lama kelamaan akan menimbulkan pengaruh yang sangat
besar dimana akan mengundang faktor-faktor perusak bangunan.
Gambar 2. Kerusakan Pada Bagian Lantai Bangunan Dibagian Luar Bangunan Utama Dan Bangunan Pendukung.
Gambar 3. Bagian Dalam Atap Bangunan Yang Kemungkinan Terkena Tetesan Air Hujan.
Menurut Triwiyono (2003) dalam Sulaiman (2005) bahwa setiap kerusakan
diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin. Satu kerusakan dapat merembet, memicu
dan memperparah kerusakan lainnya. Semakin dini dilakukan perbaikan maka
bangunan. Agar bangunan dapat berfungsi selama layanannya (Gambar 4) maka perlu
dilakukan perbaikan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perbaikan I dan II (umur
bangunan T1 dan T2) menjadikan umur bangunan dari yang tidak mampu menjadi
mampu bertahan dalam masa pemakaian yaitu selama Tn. Jika tidak dilakukan
perbaikan sama sekali dalam masa pemakaiannya, maka umur bangunan tidak
mencapai Tn dan garis kurva menunjukkan biaya perbaikan yang semakin tinggi.
Energi
Perawatan
I ncepient Akselerasi Decelaselerasi
Kurva Model Deteriorasi Pada Bangunan Gedung
Perawatan
Waktu
Gambar 4. Model Deteriorasi Pada Bangunan Gedung
Bangunan Istana Negara Cipanas dominan menggunakan bahan kayu kelas awet
I-II sebagai penyusun bahan konstruksi bangunan sehingga meskipun telah berumur
264 tahun namun masih tetap berfungsi dan masih eksis dalam memberikan fungsi
dan pelayanannya. Selain itu, di Istana tersebut mempunyai penjaga, khususnya
dalam mengawasi atau menjaga anggota konstruksi dari serangan iklim secara
langsung. Perlakuan yang diberikan sederhana saja yaitu menjaga dan mencegah atap
dari kebocoran. Bangunan istana merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan sebagai warisan budaya bangsa. Kasus ini mungkin membuka
pengetahuan kita mengenai umur suatu bahan bangunan berupa kayu yaitu
Menurut Yap (1997), kayu dari kelas awet I, II dan III dapat bertahan
selama-lamanya jika ditempatkan pada kondisi yang tidak disenangi oleh unsur-unsur perusak
kayu. Sedangkan kelas awet IV dan V akan bertahan selama 20 tahun lebih jika
dilakukan perlakuan yang sama.
Jenis dan sifat bahan bangunan yang digunakan juga sangat menentukan hasil
yang diperoleh dari keterandalan bangunan. Penutup atap merupakan penentu utama
dalam keterandalan ruangan. Hasil pengamatan terlihat genteng merupakan jenis
penutup atap yang ideal dalam menentukan keterandalan bangunan, kemudian diikuti
oleh seng aluminium, asbes gelombang dan yang paling jelek dalam menjaga
komponen di bawah penutup atap ialah jenis penutup atap dari bahan seng
bergelombang (Sulaiman 2005).
Penyebab kerusakan bangunan pada umumnya disebabkan oleh kesalahan
manusia dalam merancang bangunan dan dalam pelaksanaannya, berupa buruknya
konstruksi awal gedung dan kurangnya perawatan yang memadai setelah konstruksi.
Namun dalam kasus Istana Cipanas ini perawatan bangunannya cukup memadai
sebagaimana yang telah diuraikan di awal tulisan ini.
Selain manusia, faktor perusak bangunan lainnya adalah perusak biologis
misalnya rayap dan jamur. Namun dalam pengamatan terhadap istana Cipanas ini
tidak ditemukan adanya rayap, yang ada hanya jamur yang tumbuh pada lipslank
yang terkena bocoran air hujan dan pada kuda-kuda di bagian rangka atap (Gambar 5).
Hal ini disebabkan karena penutup atap tidak dijaga dari kebocoran atau penutup atap
tidak melebar keluar, sehingga air hujan akan langsung mengenai lipslank tersebut
sehingga menjadi lembab dan mengundang kehadiran jamur. Namun demikian
pelapukan tetap dapat terjadi walau tanpa kehadiran jamur yaitu disebabkan oleh
Gambar 5. Kondisi Atap Luar Gedung Yang Mengalami Kerusakan Akibat Terkena Air Hujan Dan Terekspose Sinar Matahari
Menurut Hunt dan Garrat (1986) dalam Sulaiman (2005), pelapukan disebabkan
oleh perubahan kadar air yang berulang-ulang, karena kayu bersifat higroskopis kayu
mudah dipengaruhi oleh perubahan kelembaban atmosfir akibatnya permukaan kayu
yang tidak terlindung akan mengabsorbsi lembab sehingga akan mengembang dalam
kondisi basah dan menyusut dalam kondisi kering. Tetapi karena lambatnya transfusi
kadar air timbulnya gaya tarik dan gaya tekan secara bergantian yang akhirnya
menimbulkan kerusakan pada permukaan kayu. Selain itu faktor jamur, cahaya, air,
angin, suhu dan partikel debu turut berperan dalam proses pelapukan kayu.
Menurut Nandika (1997) dalam Sulaiman (2005), air berperan penting dalam
kerusakan kayu di bangunan. Pelapukan dapat terjadi bila terdapat jamur, sumber air
dan sumber makanan (kayu). Sumber air yaitu air yang berada dalam kayu, air hujan,
kondensasi/pengembunan, air tanah, air metabolisme dan pembasahan oleh pipa air.
Faktor perusak biologis lain yaitu tumbuh-tumbuhan tidak didapati sebagai agen
perusak karena semuanya tertata dengan rapi dan tidak ada yang berinteraksi langsung
dengan bangunan, misalnya sebagai tanaman merambat maupun mengganggu
bangunan dengan cabangnya. Namun yang mungkin dapat mengganggu adalah akar
tanaman yang dapat mengganggu struktur pondasi dan lantai bangunan, tetapi dalam
pengamatan juga tidak didapati kerusakan bangunan yang dapat diindikasikan sebagai
REFERENSI
Watt DS.1999.Building Pathology Timber in Contruction, Principles and Practise. Blackwell Science. Leicester: De Montfort University.
Keputusan menteri permukiman dan prasarana wilayah. Nomor: 332/kpts/m/2002. Tanggal 21 agustus 2002. Tentang pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara
Undang-undang republik indonesia. Nomor 28 tahun 2002. Tentang Bangunan gedung
Marpaung M A, 2001. Metode Konservasi Benda cagar Budaya dari Bahan Kayu, Direktorat Purbakala Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Jakarta.
Samidi, 2001. Konservasi Bangunan cagar Budaya dari Kayu, Direktorat Purbakala Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Jakarta.
Sulaiman. 2005. Keterandalan Konstruksi Bangunan Pendidikan. Thesis Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.