• Tidak ada hasil yang ditemukan

Audit Struktur Bangunan dalam Audit Konstruksi Bangunan

N/A
N/A
ramuprimapersada prima

Academic year: 2024

Membagikan "Audit Struktur Bangunan dalam Audit Konstruksi Bangunan"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

BAB E

Pendekatan dan Metodologi

E.1. Pendekatan

Audit Struktur Bangunan merupakan salah satu bagian/lingkup dalam audit/pemeriksaan/asesmen konstruksi bangunan secara keseluruhan yang tertuang dalam Permen PUPR nomor 06/PRT/M/2008 tanggal 27 Juni 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Konstruksi yang didalamnya terdapat salah satu yaitu Audit Struktur Bangunan.

Audit/pemeriksaan konstruksi pada dasarnya harus mempunyai tahapan yang terbagi dalam proses penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap :

a. perencanaan pekerjaan konstruksi,

b. pelaksanaan beserta pengawasan pekerjaan konstruksi, dan c. operasi serta pemeliharaan.

Dalam proses semuanya audit tersebut outputnya memastikan terselenggaranya konstruksi sesuai dengan apa yang dipersyaratkan terhadap setiap tingkat resiko (Resiko Kegagalan, Kecelakaan Kerja, Resiko lainnya) dan outcome nya adalah konstruksi yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Berbeda dengan audit/assessment konstruksi yang pemeriksaan dilakukan keseluruhan dan kompleks dari mulai penyelenggaraan awal jasa konstruksi , audit/Assessment struktur bangunan dilakukan pada tahap sebelum difungsikan dan berkala selama masa operasi untuk memastikan pengaruh penggunaan bangunan, lingkungan, cuaca, termasuk gempa dan pengaruh lainnya yang dapat menurunkan performa struktur.

Pada prinsipnya audit/Assessment struktur konstruksi bangunan dapat digunakan untuk bangunan gedung, bendungan, jembatan, dermaga dan konstruksi bangunan lainnya untuk memastikan struktur dalam keadaan aman digunakan sesuai dengan fungsi dan beban rencananya.

Audit struktur diperlukan saat sebelum difungsikan untuk memastikan apakah kekuatan struktur yang terbangun sesuai dengan rencana dan juga perlu dilakukan berkala selama masa operasi untuk memastikan pengaruh penggunaan bangunan,

(2)

lingkungan, cuaca, termasuk gempa dan pengaruh lainnya yang dapat menurunkan performa struktur.

Audit Struktur Bangunan dilakukan untuk mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi dengan kondisi handal, baik dan memenuhi kriteria teknis bangunan yang layak baik dari segi mutu (keamanan bangunan),manfaat, kenyamanan, sehingga dapat melayani kebutuhan sesuai dengan fungsinya serta menghindari dari terjadinya Kegagalan Konstruksi dan Kegagalan Bangunan. Seperti contoh pekerjaan konstruksi dengan Resiko Tinggi mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan. Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Sedang:mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat berisiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, dan jiwa manusi. Dan pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Kecil mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda.

Audit Struktur Bangunan sangat penting dan sangat utama harus dilakukan karena dalam proses pembangunan konstruksi dari tahun ke tahun semakin besar (demand yang besar), bencana terhadap kualitas struktur konstruksi, umur bangunan, semakin kompleks (teknologi dan ilmu pengetahuan) dan bangunan yang dituntut dengan kontruksi yang mempunyai kelestarian dan keberlanjutan lingkungan (umur pakai/life time yang lama) contohnya pada bangunan bersejarah, bangunan mempunyai nilai bench mark ikon suatu negara tinggi (misal jembatan Golden Gate di San Francisco Amerika yang umurnya lebih dari 1 abad) tentunya perlu dilakukan pemeriksaan/audit yang tentunya yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan sesuai dengan UU jasa Konstruksi no.2 tahun 2017 pada bab standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi pasal 59 (3) yang menyebutkan bahwa standar dimaksud adalah

a. standar mutu bahan;

b. standar mutu peralatan;

c. standar keselamatan dan kesehatan kerja;

d. standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstruksi;

e. standar mutu hasil pelaksanaan Jasa Konstruksi;

f. standar operasi dan pemeliharaan;

g. pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam h. pelaksanaan jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan i. peraturan perundang-undangan; dan

(3)

j. standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga struktur yang sudah dilakukan audit terhindar dari Kegagalan Konstruksi ataupun Kegagalan Bangunan yang dapat berdampak besar pada Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan hidup manusia.

Faktor- faktor yang berpengaruh dan berubah ubah pada suatu bangunan yang dapat menurunkan kinerja konstruksinya dalam pelaksanaan harus dilakukan Audit Struktur Bangunan secara periodik dan berkala meliputi: cuaca, iklim dan lingkungan, vibrasi akibat beban yang bekerja atau penambahan beban/perubahan beban rencana, kondisi tanah, adanya bencana alam misalnya: gempa bumi, banjir, tanah longsor, dll, faktor mutu bahan dan mutu struktur, kualitas pemeliharaan gedung.

Audit Struktur Bangunan harus dilakukan pemeriksaan kelayakan struktur bangunan untuk mengetahui kondisi aktual struktur diperlukan serangkaian investigasi/pemeriksaan, mulai dari investigasi/pemeriksaan visual, pengujian, analisis struktur dan kesimpulan dari audit struktur bangunan untuk menentukan kelayakan suatu bangunan dan tindakan apa yang harus diambil pasca hasil dari pemeriksaan audit struktur tersebut.

(4)

E.1.1. Rumusan Permasalahan Secara Umum

Pendekatan permasalahan perlu mempertimbangkan “optimasi” pengoperasian suatu bangunan, yang sangat tergantung kepada kemampuan bangunan dalam memenuhi fungsi dan kegiatan yang akan ditampungnya.

E.1.2. Acuan dan Standar Perencanaan

Dalam melaksanakan perencanaan, jika tidak ditetapkan lain oleh Pemberi Tugas, referensi seperti di bawah ini akan diterapkan sebagai dasar perhitungan dan perencanaan :

 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung (SNI 2847-2013)

 Spesifikasi untuk bangunan baja struktural (SNI 1729:2015)

 Beban Minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI 1727:2013)

 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 1726:2012)

 Seismic Evaluation and Retrofit of Existing Buildings (ASCE 41-13)

(5)

 Computer and Structure, Inc. CSI Analysis Reference Manual for SAP2000, ETABS, and SAFE, July 2016

 Standar dan data beban lain yang relevan.

 Standar Test Method for Rebound Number of Hardened Concrete (ASTM C 805)

 Recommendations for non-destructive methods of testing for concrete (BS 4408)

 Standard Testing Method for Pulse Velocity Through Concrete (ASTM C597-09)

Pendekatan survei adalah salah satu pendekatan penelitian yang pada umumnya digunakan untuk pemngumpulan data yang luas dan banyak. Van Dalen mengatakan bahwa survei merupakan bagian dari studi deskriptif yang bertujuan untuk mencari kedudukan (status), fenomena (gejala) dan menentukan kesamaan status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah ditentukan.

Survey dapat dilakukan secara pribadi ataupun kelompok. Persiapan survei dilakukan secara sistematis dan berencana. Pemerintah, lembaga dan sebagainya sebelum mengadakan survei sudah ditentukan: siapa pelaksananya, dilaksanakan dimana, kapan, berapa lama, apa saja yang dilihat, data apa saja yang dikumpulkan, menggunakan instrumen apa, bagaimana cara menarik kesimpulan, dan bagaimana cara melaporkan.

Van Dalen mengatakan : Their objective ( of survey ) may not merely be to as certain status, but also to determine the adequacy of status by comparing it with selected or established standards, norms or criteria. Jadi survei bukanlah hanya bermaksud mengetahui status gejala, tetapi juga bermaksud menentukan kesamaan status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah dipilih atau ditentukan.

Disamping itu juga, untuk membuktikan atau membenarkan suatu hipotesis.

a. Pendekatan Pengumpulan Data Kualitatif

Dalam pendekatan data kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu; 1). wawancara, 2). observasi, 3).

dokumentasi, dan 4). diskusi terfokus (Focus Group Discussion). Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15).

Sebelum masing-masing teknik tersebut diuraikan secara rinci, perlu ditegaskan di sini bahwa hal sangat penting yang harus dipahami oleh setiap peneliti adalah alasan mengapa masing-masing teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh informasi apa, dan pada bagian fokus masalah mana yang memerlukan teknik wawancara, mana yang memerlukan teknik observasi, mana yang harus kedua- duanya dilakukan. Pilihan teknik sangat tergantung pada jenis informasi yang diperoleh.

(6)

1. Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010: 50). Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.

Byrne (2001) menyarankan agar sebelum memilih wawancara sebagai metoda pengumpulan data, peneliti harus menentukan apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan tepat oleh orang yang dipilih sebagai partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan untuk menggambarkan satu proses yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi wawancara.

Menurut Miles dan Huberman (1984) ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara, yaitu:

a) The setting, peneliti perlu mengetahui kondisi lapangan penelitian yang sebenarnya untuk membantu dalam merencanakan pengambilan data. Hal- hal yang perlu diketahui untuk menunjang pelaksanaan pengambilan data meliputi tempat pengambilan data, waktu dan lamanya wawancara, serta biaya yang dibutuhkan.

b) The actors, mendapatkan data tentang karakteristik calon partisipan. Di dalamnya termasuk situasi yang lebih disukai partisipan, kalimat pembuka, pembicaraan pendahuluan dan sikap peneliti dalam melakukan pendekatan.

c) The events, menyusun protokol wawancara, meliputi:

 Pendahuluan,

 Pertanyaan pembuka,

 Pertanyaan kunci,

 Probing, pada bagian ini peneliti akan memanfaatkan hasil pada bagian kedua untuk membuat kalimat pendahuluan dan pernyataan pembuka, serta hasil penyusunan pedoman wawancara sebagai pertanyaan kunci.

d) The process, berdasarkan persiapan pada bagian pertama sampai ketiga, maka disusunlah strategi pengumpulan data secara keseluruhan. Strategi ini mencakup seluruh perencanaan pengambilan data mulai dari kondisi, strategi pendekatan dan bagaimana pengambilan data dilakukan.

(7)

Selain itu, agar informan dapat menyampaikan informasi yang komprehensif sebagaimana diharapkan peneliti, maka berdasarkan pengalaman wawancara yang penulis lakukan terdapat beberapa kiat sebagai berikut; 1). Ciptakan suasana wawancara yang kondusif dan tidak tegang, 2). Cari waktu dan tempat yang telah disepakati dengan informan, 3). Mulai pertanyaan dari hal- hal sederhana hingga ke yang serius, 4). Bersikap hormat dan ramah terhadap informan, 5). Tidak menyangkal informasi yang diberikan informan, 6). Tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi yang tidak ada hubungannya dengan masalah/tema penelitian, 7). Tidak bersifat menggurui terhadap informan, 8). Tidak menanyakan hal-hal yang membuat informan tersinggung atau marah, dan 9). Sebaiknya dilakukan secara sendiri, 10) Ucapkan terima kasih setelah wawancara selesai dan minta disediakan waktu lagi jika ada informasi yang belum lengkap.

2. Observasi

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang.

Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian (Guba dan Lincoln, 1981: 191- 193).

Bungin (2007: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: 1).

Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3). Observasi kelompok. Berikut penjelasannya:

1) Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.

2) Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

3) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

3. Dokumen

(8)

Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna (Faisal, 1990: 77).

4. Focus Group Discussion

Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.

b. Pendekatan Pengumpulan Data Kuantitatif

Menurut Jonathan Sarwonno (2006) “metode penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan- hubungannya”.

Metode desk study yaitu cara pengumpulan data dan informasi melalui pemeriksaan dan analisis data dan informasi yang menggunakan data sekunder, baik berupa dokumen-dokumen internal/eksternal perusahaan, peraturan perundang-undangan yang terkait RSPO, laporan, data statistik, studi pustaka, peta-peta dan sebagainya.

E.1.3. Pendekatan Partisipatip

Pendekatan partisipatif digunakan dengan dasar pertimbangan bahwa proses penyusunan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan kegiatan ini khususnya OPD yang ada di lingkungan kemenparekraf/baparekraf terkait dengan kebutuhan data jenis barang dan spesifikasinya.

(9)

Pendekatan Partisipatif

Proses penyusunan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan Penyusunan Jasa Konsultan Audit Gedung di Lingkungan Kemenparekraf/Baparekraf.

Pendekatan partisipatif akan digunakan dalam beberapa lingkup kegiatan sebagai berikut:

a) Survey sekunder dan primer

b) Pendekatan partisipatif dapat digunakan dengan melibatkan stakeholder untuk menambah dan memperdalam informasi yang banyak secara cepat, mengumpulkan informasi-informasi yang dimiliki oleh stakeholder, mengklarifikasi informasi yang kurang pada basis data dan juga bisa dipakai untuk memperoleh opini- opini yang berbeda mengenai satu permasalahan tertentu.

c) Indentifikasi dan inventarisasi kebutuhan data yang diperlukan oleh masing-masing OPD.

E.1.4. Pendekatan Teknis Akademis

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan metodologis yang bersifat analisis kuantitatif melalui pendekatan komprehensif. Metode ini dipilih mengingat analisis kuantitatif diperlukan sesuai dengan keluaran yang akan dihasilkan oleh kajian ini.

E.1.5. Teknik Survey dan Observasi Lapangan

Pada dasarnya masalah merupakan suatu harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan atau realita. Permasalahan yang ada perlu penyelasain sehingga dapat memberikan dampak positif bagi semua orang. Masalah yang terselesaikan dapat menjadi suatu potensi, sedangkan masalah yang belum dapat terselesaikan merupakan suatu hambatan dalam pemecahan masalah. Potensi merupakan suatu kondisi yang memiliki kelebihan dan memenuhi harapan. Biasanya potensi dapat ditentukan setelah kita mengidentifikasi aspek-aspek yang berhubungan dengan masalah di suatu wilayah. Jika potensi ini dapat dikembangkan, maka akan menjadi solusi bagi permasalahan yang ada. Tetapi jika potensi ini tidak dapat berkembang dengan seharusnya, maka akan menjadi masalah baru. Solusi merupakan alternatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Sehingga dalam memecahkan permasalahan perlu adanya identifikasi aspek-aspek terkait sehingga dapat ditentukan solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut.

(10)

Dari bagan tersebut, dapat dilihat bagaimana hubungan antara masalah, potensi, dan solusi. Seperti yang telah dijelskan sebelumnya masalah yang dapat terselesaikan merupakan suatu potensi, sedangakan masalah yang belum dapat terselesaikan merupakan suatu hambatan bagi pemecahan masalah tersebut. Potensi yang telah ditentukan berdasarkan aspek-aspek yang diidentifikasi menjadi solusi bagi permasalahan yang ada.

Selain membahas mengenai hubungan antara masalah, potensi, dan solusi, kami juga membahas mengenai kebutuhan data dalam menentukan suatu perencanaan.

Kebutuhan data dapat dilihat dari jenis, jumlah dan kualitas data yang ada. Dari ketiga kebutuhan data tersebut, dapat dijelaskan secara distribusi (kebutuhan ruang).

Kebutuhan data terbagi menjadi dua, yaitu :

 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dalam pemenuhannya diperoleh dari literatur, seperti dari data BPS, data Bappeda, buku, koran, dan lain-lain.

 Data Primer

(11)

Data primer adalah data yang dalam pemenuhannya harus melalui suatu pengukuran atau survei langsung ke lapangan. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk memenuhi data primer dapat dilakukan dengan wawancara, observasi visual, dan quesioner.

E.2. Metodologi

Kegiatan Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung dimulai dari pemahaman akan latar belakang, perlunya penyusunan permasalahan yang ada, tujuan serta manfaat penyusunan yang telah dirumuskan sebelumnya. Proses pemahaman ini kemudian diteruskan dengan perumusan konsep, penentuan metode pelaksanaan dan penentuan tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan ini, maka diperlukan sebuah proses yang secara umum akan dituangkan dalam diagram alur berikut ini:

Gambar E.1. Diagram Alur

1. Tahap Persiapan

Sebelum proses pemeriksaan dilaksanakan, dilakukan persiapan hal-hal berikut:

a. Konsolidasi satu tim tenaga terlatih yang dipimpin oleh seorang koordinator yang dibantu oleh beberapa tim ahli dalam jumlah dan kemampuannya sesuai disiplin ilmu dan tingkat kesulitan seluruh/bagian gedung yang akan diperiksa keandalannya. Tim ini merujuk kepada acuan kerja untuk memahami dan

TAHAP PERSIAPAN

TAHAP SURVEY

DAN ANALISIS TAHAP PELAPORAN DAN

REKOMENDASI

Pemahaman dan Pendalaman Terhadap

Acuan Kerja

Perumusan Rencana Kerja

Penyiapan Data-data Awal Objek Bangunan

Koordinasi Dengan Pihak-Pihak Terkatit

Pengumpulan Data Primer dengan Survey Lapangan

Pengumpulan Data Sekunder dari Berbagai

Sumber

Pengolahan Data Primer dan Data Sekunder, Analisis terhadap data

administrasi dan data teknis bangunan gedung

Penyusunan Laporan Kajian Pemeriksaan

Bangunan Gedung

Penyusunan Rekomendasi Atas Hasil Pemeriksaan

Bangunan Gedung

Penyampaian / Presentasi Laporan kepada Pihak-

Pihak Terkait

(12)

mendalami latar belakang, maksud dan tujuan pekerjaan, lingkup kegiatan, metodologi pelaksanaan pekerjaan, serta out put dari kegiatan ini.

b. Penyusunan rencana kerja berdasarkan pemahaman dan pendalaman terhadap acuan kerja untuk mendapatkan out put pekerjaan sesuai dengan yang diinginkan;

c. Dilakukan survei awal untuk melihat kondisi awal bangunan gedung yang akan dilakukan pemeriksaan keandalannya dan pengumpulan data berupa gambar as built drawings dan data umum bangunan gedung, seperti:

- Gambar Perencanaan Teknis.

- Gambar As Built Drawings.

- Gambar IMB.

d. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, yaitu Pemilik Bangunan, Pengguna Bangunan, Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan pemeriksaan bangunan ini;

2. Tahap Pelaksanaan dan Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan baik berupa data primer dengan melakukan kunjungan ke lapangan, maupun pengumpulan data sekunder yang diambil dari berbagai sumber.

Pengumpulan data primer berupa wawancara dengan pemilik atau pengguna bangunan, serta observasi visual di lapangan untuk mengidentifikasi kondisi bangunan gedung. Apabila didapatkan temuan permasalahan yang kiranya perlu dibuktikan dan diuji kembali, baik permasalahan dari aspek arsitektural, struktural, mekanikal elektrikal maupun aksesibilitas, maka akan dilakukan pengecekan, pengukuran, pengujian dan pengetesan dengan alat kerja sesuai permasalahan dan bagian aspeknya masing-masing terhadap titik studi permasalahan tersebut.

Pengumpulan data sekunder baik berupa gambar-gambar maupun surat-surat atau sertifikat yang terkait dengan aspek administrasi maupun teknis dari bangunan.

3. Tahap Pengolahan Data dan Analisis

Kondisi fisik yang dicatat dalam formulir isian atau daftar simak untuk masing- masing komponen digunakan untuk proses pengolahan dan penentuan nilai keandalan dari segi arsitektur, struktur, utilitas, kebakaran, dan aksesibiltas, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan keabsahan aspek-aspek administrasi atau legalitas bangunan;

b. Pemeriksaan terhadap kesesuaian atau penyimpangan dari data-data perencanaan dan pelaksanaan konstruksi bangunan dengan fakta hasil pemeriksaan kondisi fisik terhadap komponen yang terkait.

(13)

c. Analisis atas kedua aspek di atas sehingga dapat ditentukan jika terdapat temuan-temuan ketidaksesuaian ataupun kerusakan terkait dengan kelaikan bangunan;

4. Tahap Penyusunan Laporan

Laporan hasil pelaksanaan pemeriksaaan keandalan bangunan gedung, termasuk dokumentasi, meliputi:

a. Kesimpulan dari hasil pemeriksaan terhadap bangunan, berupa uraian terkait dengan aspek administrasi maupun teknis yang dilengkapi dengan lampiran dokumen-dokumen terkait serta foto-foto fakta lapangan serta kegiatan pemeriksaan;

b. Rekomendasi kelaikan bangunan berdasarkan kesimpulan hasil kajian tentang keandalan bangunan yang diperiksa tersebut.

E.2.1. Kebutuhan, Perolehan, dan Penyajian Data E.2.1.1. Kebutuhan dan Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini berupa survei pengumpulan data sekunder dan primer di lapangan untuk mengidentifikasi kondisi bangunan gedung dan menganalisis guna memperoleh temuan-temuan di lapangan. Teknik pengumpulan data tersebut adalah dengan cara:

1. Data primer

a. Observasi visual di lapangan dengan tim ahli. Tim ahli secara langsung melakukan pengamatan visual untuk dijadikan pedoman awal bagaimana kondisi bangunan tersebut

b. Melakukan pemotretan dan pengukuran untuk mendapatkan foto kondisi lapangan dan beberapa penyimpangan-penyimpangan jika ada

c. Melakukan wawancara dengan kuisioner dan wawancara bebas untuk mendapatkan gambaran umum dan sejarah mengenai bangunan terkait

d. Melakukan pengukuran dengan alat.

2. Data sekunder

a. Melakukan studi pustaka terkait dengan kebijakan maupun teori-teori yang terkait dengan kegiatan;

b. Mengumpulkan data-data administrasi dan teknis, baik terkait dengan legalitas perusahaan maupun administrasi bangunan;

c. Mengumpulkan gambar teknis bangunan gedung (gambar IMB, gambar perencanaan arsitektur, gambar struktur, dan gambar mekanikal elektrikal bangunan gedung terkait, serta gambar asbuilt drawing) serta perhitungan-

(14)

perhitungan perencanaan ataupun hasil test, yang akan menjadi dasar pemeriksaan keandalan dan kelaikan bangunan

d. Data-data lain yang terkait dengan bangunan.

Untuk mengumpulkan informasi yang dapat dipercaya (reliable data) dan faktual, perlu diperhatikan pada saat pemeriksaan hal-hal sebagai berikut:

- Pemahaman tujuan inspeksi (perlu ada kesepakatan tertulis antara pemeriksa dan pemilik/pengelola bangunan gedung, Tujuan dari kesepakatan adalah untuk menghindari perselisihan dan ketidaksepahaman yang tidak perlu).

- Identifikasi kondisi fisik.

- Pengamatan visual dalam kondisi pencahayaan normal atau khusus.

- Pengetesan dengan peralatan tertentu.

- Standar batasan (limitation).

- Tanggal dan waktu pemeriksaan.

- Identitas dari pemeriksa yang melakukan pemeriksaan.

- Deskripsi dan identifikasi kondisi struktur bangunan.

- Identifikasi area tertentu yang tidak bisa diselidiki (meskipun termasuk dalam lingkup peneyelidikan) dengan alasan tertentu.

Untuk pemeriksaan struktur bangunan, penyelidikan yang dilakukan adalah observasi lapangan secara visual dan menggunakan alat bantu tes. Hal ini dilakukan untuk mengetahui Kelayakan dan Keamanan struktur bangunan eksisting. Disamping itu, penyelidikan ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi tentang metoda perbaikan atau perkuatan bilamana diperlukan.

Penilaian struktur beton bertulang eksisting (struktur yang sudah berdiri) diperlukan jika ada kekuatiran mengenai tingkat keamanan struktur atau bagian-bagian struktur tersebut akibat adanva faktor-faktor yang sebelumnya tidak diperhitungkan seperti:

a. Kesalahan perencanaan / pelaksanaan

Hal yang berhubungan dengan kemungkinan kesalahan perencanaan / pelaksanaan dapat terdeteksi dari:

- Hasil pengamatan lapangan dimana terlihat adanya retak-retak lendutan yang berlebihan pada bagian-bagian struktur.

- Sifat material yang diuji selama pelaksanaan pembangunan struktur, yang menunjukkan hasil-hasil yang tidak memenuhi syarat baik dan segi kekuatan maupun durabilitas (misal sifat kekedapan terhadap air yang di syaratkan untuk bangunan seperti kolam renang).

(15)

- Hasil perhitungan (dengan memakai kekuatan material yang aktual) yang menunjukkan adanya penurunan kapasitas kekuatan struktur atau komponen- komponen struktur.

b. Penurunan kinerja material / struktur ekisisting yang diakibatkan oleh pengaruh internal-eksternal seperti:

- Adanya pelapukan material pada struktur karena usianya yang sudah tua. Atau karena serangan zat-zat kimia tertentu yang merusak (seperti jenis-jenis senyawa asam).

- Adanya kerusakan pada struktur/bagian-bagian struktur karena bencana kebakaran, banjir atau gempa atau karena struktur mengalami pembebanan tambahan akibat adanya leclakan di sekitar struktur ataupun beban berlebih lainnya yang belum diantisipasi dalam perencanaan.

c. Rencana redesain/perubahan peruntukan struktur yang menimbulkan konsekuensi pada perubahan :

- Perubahan fungsi / penggunaan strukur.

- Penambahan tingkat (pengembangan struktur).

Pada umumnya, tujuan penilaian struktur adalah untuk menentukan salah satu di bawah ini:

- Kemampuannya untuk tetap berfungsi sebagaimana yang diharapkan berdasarkan desain awal.

- Jika kemampuannya sudah berkurang, maka perlu ditentukan fungsi/beban yang cocok untuk kondisi struktur saat ini.

- Sisa umur layananya.

- Kemampuannya untuk menerima beban yang lebih besar atau melayani fungsi yang lain.

- Kelayakan untuk memodifikasi struktur sehingga sesuai dengan peraturan/code yang berlaku

- Kondisi/tingkat kerusakan yang dialami struktur Selain itu, penilaian struktur eksisting merupakan bagian terpenting dari tahapan perencanaan pekerjaan perbaikan/perkuatan struktur.

Pemeriksaan struktur biasanya bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenal kondisi rnaterial/struktur dalam bangunan. Hal-hal yang dilakukan dalam pemeriksaan struktur diantaranya adalah:

- Mengidentifikasi semua cacat dan kerusakan.

- Mendiagnosa penyebabnya.

- Mengevaluasi kerusakan/cacat yang sudali diidentifikasi.

(16)

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk-bentuk gejaIa yang dapat timbul yang biasanya berhubungan deangan jenis-jenis kerusakan tertentu.

(a) (b) (c) (d) Gambar E.2. Diagnosa Kerusakan Pada Beton (a)Korosi Tulangan, (b)Susut Elastik, (c)Serangan Sulfat, dan (d)Reaksi

Alkali Agregat

(Sumber: Artikel D D. Higggins berjudul "Diagnosing the Causes of Detects or

Deterioration in Cocrete Structures”)

Dalam pemeriksaan struktur bangunan, pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis metode pengujian untuk struktur eksisting terdiri atas:

• Tingkat kerusakan struktur eksisting yang diizinkan

• Waktu pengerjaan

• Biaya yang tersedia

• Tingkat keandalan hasil pengujian

• Jenis permasalahan yang dihadapi

• Peralatan yang tersedia

Metoda pengujian yang digunakan dalam pemeriksaan bangunan ini adalah pengujian setempat yang bersifat tidak merusak seperti pengujian ultrasonik, hammer dan lain-lain. Hasil pengujian tersebut (yang merupakan parameter struktur yang aktual) kemudian dapat dimanfaatkan untuk analisis kapasitas struktur atau komponen-komponen struktur.

(17)

Kemungkinan besar jenis pengujian yang tersedia tidak dapat memenuhi semua hal diatas secara optimal, sehingga perlu adanya suatu kompromi. Sebagai ilustrasi disampaikan disini bahwa metoda-metoda pengujian beton yang sifatnya tidak merusak (seperti halnya ultrasonik dan hammer test yang dapat digunakan untuk mengetahui kuat tekan beton pada struktur) biasanya merupakan bentuk pengujian yang sangat sederhana, cepat dan murah. Namun, tingkat kesulitan dalam mengkalibrasi hasil pengujian, misalnya untuk proses interpretasi nilai kuat tekan beton, adalah tergolong tinggi. Disamping itu, jika kalibrasi ini tidak dilakukan secara baik dan benar, maka tingkat keandalan hasil pengujian dengan menggunakan alat-alat tersebut akan menjadi rendah.

Oleh karena itu, pada pengujian hammer, untuk mengetahui nilai kuat tekan beton dengan tingkat akurasi yang tinggi biasanya diperlukan sample dalam jumlah yang besar yang lokasi pengujiannya dapat disebarkan sehingga mencakupi semua daerah komponen struktur yang kan diuji.

Metoda pengujian ini dilakukan deangan memberikan beban impact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan memberikan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberi indikasi kekerasan dan juga, juga setelah kalibrasi, dapat memberikan indikasi nilai kuat tekan beton benda uji. Jenis hammer yang umum dipakai untuk pengujian ini adalah "Schmidt rebound hammer". Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian deangan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalkan keberadaan partikal batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan.

Gambar E.3. Hammer Test

(Sumber: http://wandasaputra93.wordpress.com/macam-macam- alat-ukur/)

(18)

Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran di sekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan. British Standarts (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25 kali pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2 (jarak antara 2 lokasi pengukuran tidak boleh dari pada 20 mm).

Secara umum hammer test digunakan untuk :

- Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur - Mendapatkan perkiraan nilai kuat tekan beton

- Mendapatkan informasi mengenai ketahanan beton terhadap abrasi

Tabel E.1. Diagnosis Hammer Test

(Sumber: Artikel D D. Higggins berjudul "Diagnosing the Causes of Detects or

Deterioration in Cocrete Structures”)

E.2.1.2. Jenis Data

Jenis data yang diperlukan untuk pemeriksaan keandalan bangunan meliputi beberapa aspek. Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

1. Data Umum Bangunan Gedung a. Data utama:

- Nama Bangunan: (menunjukkan bangunan yang akan dilakukan pemeriksaan) - Lokasi/Alamat: (menunjukkan lokasi bangunan yang akan dilakukan

pemeriksaan)

- Data Pelaksaan Konstruksi (tahun pembangunan, perencana, pelaksana, pengawas)

- Fungsi : (menjelaskan fungsi/kriteria bangunan tersebut) - Total luas: (menginformasikan luasan total bangunan tersebut)

- Jumlah lantai: (menjelaskan bangunan yang akan diperiksa terdiri atas berapa lantai)

2. Aspek Arsitektural

(19)

a. Kesesuaian penggunaan fungsi: (apakah bangunan tersebut masih sesuai dengan fungsi awal saat bangunan tersebut berdiri, masih sesuai dengan fungsi, atau sudah tidak sesuai)

b. Pelapis muka lantai: (apakah pelapis muka lantai masih dalam kondisi baik, mengalami retak rambut, terbelah, pecah atau terkelupas)

c. Pelapis lantai: (apakah pelapis lantai masih dalam kondisi baik mengalami retak, terbelah, pecah, terkelupas atau pelapis lantai tersebut licin/slip yang dapat menyebabkan terpelesetnya pengguna)

d. Plesteran lantai: (apakah plesteran lantai masih dalam kondisi baik buram, mengalami retak, pecah/ rusak, terkelupas, ambles, berlumut atau hal lain yang dapat membahayakan pengguna)

e. Pelapis dinding: (apakah pelapis dinding/cat masih dalam kondisi baik, luntur, pudar/kusam, mengapur, terkelupas atau berjamur )

f. Plesteran dinding: (apakah plesteran dinding masih dalam kondisi baik, mengalami retak, pecah atau terkelupas)

g. Pintu dan Jendela: (apakah pintu dan jendela masih dalam kondisi baik bisa difungsikan sesuai fungsinya, atau dalam kondisi rusak, macet, hilang dan tidak berfungsi)

h. Langit-langit dalam: (apakah kondisi langit-langit dalam pada posisi baik, kusam, lembab, berlubang atau rusak)

i. Pelapis lantai luar: (apakah pelapis lantai luar masih dalam kondisi baik, atau sudah kusam, retak, pecah)

j. Plesteran lantai luar: (apakah plesteran lantai luar masih dalam kondisi baik, buram, mengalami retak, pecah/rusak, terkelupas, ambles, berlumut, atau hal lain yang dapat membahayakan pengguna)

k. Pelapis dinding luar: (apakah pelapis dinding/cat masih dalam kondisi baik, luntur, pudar/kusam, terkelupas atau berjamur)

l. Pelapis langit-langit: (apakah kondisi langit-langit dalam posisi baik, kusam, lembab, berlubang atau rusak)

m. Penutup atap: (apakah penutup atap dalam keadaan baik, atau terlepas, tanpa pengikat, retak, pecah, berlubang, bocor, rapuh)

3. Aspek Struktural

Sebelum dilakukan survei ke lapangan, akan dilakukan klasifikasi form isian terlebih dahulu, apakah bangunan menggunakan:

a. Struktur rangka beton dan dinding pasangan b. Struktur rangka baja dan dinding pasangan c. Struktur rangka beton dan dinding geser

(20)

d. Struktur dinding pasangan dan rangka beton praktis Item yang akan diperiksa adalah sebagai berikut:

a. Pondasi, kepala pondasi, balok pondasi: (apakah masih kuat, kaku, atau terjadi penurunan dan patah struktur)

b. Join balok-kolom: (apakah masih kuat, kaku, atau terjadi patahan, pecah pada beton, atau hanya retak rambut pada pelapis plesteran saja)

c. Kolom (baja/beton): ( apakah masih kaku, kuat menopang beban di atasnya, jika dari besi apakah terjadi karat, melengkung, ikatan sambungan mur baut terlepas, jika dari beton apakah terjadi patah, pecah, miring)

d. Balok (baja/beton): (apakah masih kaku, kuat menyalurkan beban, jika dari besi apakah terjadi karat, melengkung, ikatan sambungan mur baut terlepas, jika dari beton apakah terjadi patah, pecah, lendut, retak rambut)

e. Pengaku silang: (apakah pengaku silang masih dalam keadaan kuat atau hilang, hilang mur dan baut, lapuk/ berkarat)

f. Dinding geser: (apakah dinding geser masih dalam kondisi baik, mampu menopang/menahan beban, atau muncul retak, beton terkelupas, bocor pada basement)

g. Slab lantai: (apakah dalam keadaan baik atau terjadi cekungan/lendutan, patah, retak struktur, retak rambut, beton mengelupas)

h. Slab atap: (apakah dalam keadaan baik atau terjadi cekungan/lendutan, patah, retak struktur, retak rambut, beton mengelupas, lembab, berjamur)

i. Rangka atap, ikatan angin-gording: (apakah masih dalam kondisi baik mampu menahan beban penutup atap, apakah terdapat beban benda yang menggantung dibawahnya seperti AC, ducting atau rangka penutup atap, atau terjadi lengkung, patah, atau hal-hal yang menghawatirkan jika terjadi keruntuhan)

j. Penggantung langit-langit: (apakah penggantung langit-langit kuat, kokoh, mampu menarik beban langit-langit yang ada di bawahnya, apakah ikatan ke penghubung atasnya masih baik)

k. Penutup langit-langit: (apakah penutup langit-langit dalam kondisi baik, lembab, atau rusak, terlepas ikatannya dengan rangka penggantungnya)

l. Dinding pasangan (bata/batako): (apakah pasangan bata/batako dalam kondisi baik, atau rapuh, mudah hancur, kuat dalam penataan siarnya, kuat dalam campuran semen ikatannya)

m. Balok anak, leufel, canopy: (apakah balok anak dalam kondisi bagus atau patah, retak struktur, retak rambut, ikatannya menyatu dengan balok induk, apakah leufel dan canopi masih kuat, tegak, atau miring, meliuk, lendut, retak rambut)

(21)

n. Tangga (beton/baja/kayu): (apakah masih bisa berfungsi dengan baik, mampu menahan beban pengguna yang melaluinya, atau terjadi retak, lendut, pecah, hilang komponen pengikatnya, lapuk, berkarat)

o. Lantai bawah tanah: (apakah dalam kondisi baik, atau terjadi pecah, retak, bocor, rembes, retak rambut, berjamur)

4. Utilitas dan Proteksi Kebakaran

a. Sistem deteksi alarm (meliputi alat deteksi, titik panggil manual, panel control kebakaran, catu daya, alarm, kabel instalasi, apakah tersedia atau tidak, apakah dalam kondisi berfungsi sebagaimana mestinya, ataukah rusak, komponen tidak lengkap, tidak terawat, hilang, tidak berfungsi)

b. Sprinkler otomatis (meliputi pompa air, kepala sprinkler, kran uji, tangki air, pipa instalasi): (apakah tersedia atau tidak, apakah dalam kondisi berfungsi sebagaimana mestinya, ataukah rusak, komponen tidak lengkap, tidak terawat, hilang, tidak berfungsi)

c. Gas pemadam api (Kumpulan tabung gas pemadam api, alarm kebakaran, stater otomatis, catu daya, panel control, kotak operasi manual, alat deteksi kebakaran, Nosel gas, kran pemilih otomatis): (apakah tersedia atau tidak, apakah dalam kondisi berfungsi sebagaimana mestinya, ataukah rusak, komponen tidak lengkap, tidak terawat, hilang, tidak berfungsi)

d. Hydrant (meliputi pompa air, pipa instalasi, tangki penekan atas/alat kontrol, hydrant box/pillar, sumber air, tangki penampungan air): (apakah tersedia atau tidak, apakah dalam kondisi berfungsi sebagaimana mestinya, ataukah rusak, komponen tidak lengkap, tidak terawat, hilang, tidak berfungsi)

e. Tabung pemadam api (tabung gas tersegel, selang): (apakah tersedia atau tidak, apakah dalam kondisi berfungsi sebagaimana mestinya, ataukah sudah expired, rusak, hilang segel, tidak terawat, tidak berfungsi)

5. Utilitas Transportasi Vertikal

a. Lift/elevator (meliputi motor penggerak, sangkar dan alat control, motor penggerak pintu, kabel dan panel listrik, rel, alat penyeimbang sangkar, peredam sangkar): (apakah terdapat lif atau tidak, apakah masih dalam kondisi berfungsi dengan baik, atau terjadi permasalahan yang kiranya membahayakan bagi pengguna lif)

b. Escalator (meliputi motor penggerak, alat control, kabel dan panel listrik, rantai penarik, roda-roda gigi penarik, badan escalator, anak tangga/lantai): (apakah terdapat escalator atau tidak, apakah masih dalam kondisi berfungsi dengan baik, atau macet, tidak berfungsi, rusak salah satu komponen, dan permasalahan yang kiranya membahayakan bagi pengguna escalator)

(22)

6. Utilitas Plambing

a. Air Bersih (sumber air, tangki penampungan air, tangki air atas, pompa penampung air dan control, pompa distribusi dan tangki hidrofor, listrik untuk panel pompa, pompa instalasi, kran): (apakah terdapat semua komponen tersebut atau hanya beberapa, apakah semua komponen masih berfungsi dengan baik atau dalam kondisi rusak, tidak terawat, hilang)

b. Air kotor (Closet, bidet, urinoir, saluran ke septictank, kran air gelontor, septictank, bak cuci, wastafel, saluran dari wastafel ke saluran terbuka, lubang saluran pengurasan lantai, pipa air hujan): (apakah terdapat semua komponen tersebut atau hanya beberapa, apakah semua komponen masih berfungsi dengan baik atau dalam kondisi rusak, tidak terawat, hilang)

7. Utilitas Instalasi listrik

a. Sumber daya PLN (Panel tegangan menengah, trafo, panel distribusi, lampu TL/pijar/halogen/SL, lampu amatur, kabel instalasi): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, kering, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

b. Sumber daya Genset (Motor penggerak, alternator, alat pengisi aki, radiator, kabel instalasi, AMF, Daily tank, panel): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, kering, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

8. Utilitas Instalasi tata udara

a. Sistem pendingin langsung (sentral dengan pendingin air) (meliputi kompresor, evaporator, kondensor, panel distributor, kipas udara evaporator, kipas udara kondensator, media pendingin, alat control, diffuser grill, cerobong udara, menara pendingin, pipa instalasi air pendingin kondensor, pompa sirkulasi air pendingin kondensor, panel control): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

b. Sistem pendingin tidak langsung (sentral dengan media udara) (meliputi kompresor, evaporator, pipa instalasi air es, pipa sirkulasi air es, kondensor, kipas udara kondensor, media pendingin, media pendingin air es, unit pengelola udara, alat control cerobong udara, diffuser grill, pipa instalasi air pendingin kondensor, pipa sirkulasi pendingin kondensor, panel control): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

(23)

c. Sistem AC window (non sentral) (Kompresor, evaporator, kondensor): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

d. Sistem AC split/ FCU (non sentral) (Kompresor, evaporator, pipa instalasi, kondensor): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

9. Utilitas Penangkal petir

a. Instalasi proteksi petir eksternal (meliputi kepala penangkal petir, hantaran pembumian, elektroda pembumian): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

b. Instalasi proteksi petir (meliputi arrester tegangan rendah, listrik pengikat ekuipotensial, hantaran pembumian, elektroda pembumian): (apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

10. Utilitas instalasi komunikasi

a. Instalasi telepon (meliputi pesawat telepon, PABX, kabel instalasi): (apakah terdapat komponen tersebut atau tidak, apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

b. Instalasi tata suara (meliputi mikropon, panel system tata suara, speaker, kabel instalasi): (apakah terdapat komponen tersebut atau tidak, apakah masih dalam kondisi baik, terawat, bersih, atau rusak salah satu komponen, tidak berfungsi dengan baik, hilang, tidak berfungsi)

11. Aspek Aksesibilitas

a. Ukuran dasar ruang: (apakah ukuran dasar ruang dan luasan masih sesuai dengan standar minimal kebutuhan ruang, atau tidak sesuai)

b. Jalur pedestrian dan ramp: (apakah terdapat jalur khusus untuk pedestrian dan ramp, apakah dalam kondisi baik atau rusak)

c. Area parkir: (apakah terdapat area parkir yang mencukupi kebutuhan, ataukah tidak mencukupi)

d. Perlengkapan dan peralatan kontrol: (semua peralatan control, baik alarm, saklar lampu dll, apakah dapat dipakai dan dijangkau oleh semua orang tanpa terkecuali disabilitas/lansia, atau tidak memenuhi persyaratan)

e. Toilet: (apakah dapat dipakai oleh semua orang tanpa terkecuali disabilitas/

lansia, atau tidak memenuhi persyaratan)

(24)

f. Pintu: (apakah memenuhi persyaratan ukuran, apakah dapat dilalui oleh semua orang tanpa terkecuali disabilitas/lansia, atau tidak memenuhi persyaratan)

g. Lift aksesibilitas: (apakah dapat dipakai oleh semua orang tanpa terkecuali disabilitas/lansia, atau tidak memenuhi persyaratan)

h. Lift tangga: (apakah dapat dipakai oleh semua orang tanpa terkecuali disabilitas/lansia, atau tidak memenuhi persyaratan)

i. Telepon: (apakah dalam perletakan dan posisinya dapat dipakai oleh semua orang tanpa terkecuali disabilitas/lansia, atau tidak memenuhi persyaratan) E.2.1.3. Alat Bantu Kerja

Untuk menunjang hasil pemeriksaan bangunan yang lebih akurat, pengumpulan data dibantu dengan beberapa alat bantu kerja. Alat bantu yang digunakan adalah alat yang dapat mendeteksi beberapa parameter, seperti suhu, kelembaban suatu ruang, tingkat kebisingan dan intensitas cahaya.

Berikut adalah gambar beberapa alat kerja yang digunakan dalam melakukan pengujian.

(a) (b) (c) (d) Gambar E.4. (a)Distance Meter, (b)Anemometer, (c)Light Meter, dan

(d)Sound Level Meter

Keterangan:

- Sound level meter LUTRON SL-4012 untuk mengukur tingkat kebisingan.

- Anemometer probe YK-200PAL-LUTRON + Intelligent Thermometer YK-2001TM untuk mengukur laju kecepatan udara.

- Light level meter LUTRON YK-200PLX untuk mengukur tingkat pencahayaan.

- Distance meter - DISTO untuk mengukur jarak dan kemiringan

(25)

Gambar E.5. Hammer Test

(Sumber: http://wandasaputra93.wordpress.com/macam-macam- alat-ukur/)

Gambar E.6. Alat Ukur Tang Meter

(Sumber: http://wandasaputra93.wordpress.com/macam-macam- alat-ukur/)

Setiap struktur bangunan gedung harus dalam kondisi yang baik dan memenuhi kriteria teknis bangunan yang layak baik dari segi mutu (keamanan bangunan), kenyamanan, sehingga dapat melayani kebutuhan sesuai dengan fungsinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu gedung adalah:

 Cuaca, iklim dan lingkungan

 Vibrasi akibat beban yang bekerja atau penambahan beban

 Kondisi tanah

 Adanya Bencana alam, misalnya: Gempa Bumi, Banjir, Tanah Longsor, dll

 Faktor mutu bahan dan mutu struktur

 Kualitas pemeliharaan Gedung

Untuk mengetahui kondisi aktual struktur diperlukan serangkaian investigasi, mulai dari investigasi visual, pengujian sampai dengan analisis struktur.

(26)

Berikut tahapan yang dijalankan dalam proses penilaian kelayakan gedung atau bangunan lainnya:

1. Pengamatan Visual

Pengamatan visual diperlukan sebagai Indikasi awal ada atau tidaknya kerusakan, dimana hal-hal yang menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan (seperti:

adanya keretakan, lendutan, korosi dll) ditabulasi dan didentifikasi, untuk dilakukan pengujian lanjutan.

2. Pengujian

Metode pengujian struktur bangunan dapat dilakukan berdasarkan:

 pendekatan destruktif (Destructive Test)

 pendekatan non-destruktif (Non-Destructive Test)

Ditinjau dari faktor-faktor keamanan, ekonomis, kemudahan pelaksanaan dan keandalan, metode pengujian Non Destructive Test (NDT) menjadi pilihan yang lebih menguntungkan. Dengan metode Non Destructive Test struktur tidak perlu dirusak untuk keperluan pengujian.

Pengujian Non Destructive Test (NDT) dilakukan dengan kaidah-kaidah teknik yang bisa mengakomodasi kondisi struktur gedung. Dengan melakukan pengujian NDT ini, jika kondisi struktur/ bangunan masih dalam keadaan baik, maka masih dapat difungsikan tanpa harus melakukan perbaikan akibat dilakukannya tes (tidak seperti jika dilakukan dengan destructive test).

Pengujian nondestructive test yang dapat dilakukan untuk audit struktur diantaranya:

1) Hammer Test

(27)

Tujuannya Untuk Memperkirakan mutu beton. Hammer Test cukup praktis dan murah

2) UPVT

Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPVT) untuk mengidentifikasi mutu integritas beton dengan pendekatan rambatan gelombang ultrasonic

3) Covermeter Test

(28)

Disebut juga dengan Rebar Scanning. Tujuannya untuk mengidentikasi tebal selimut beton dan visualisasi tulangan dalam beton.

4) Pulse Echo Test

Adalah proses pemeriksaan beton untuk mengetahui kondisi dan integritas beton dengan alat Pulse Echo yang bisa memvisualisasikan kondisi 3D didalam struktur beton.

(29)

5) Impact Echo Test

Untuk mendeteksi celah di dalam struktur dan ketebalan suatu lapisan struktur. Ini bisa diterapkan pada lapisan struktur perkerasan, lantai jembatan, pelat lantai gedung dan lainnya.

6) Brinell Test

Adalah untuk menentukan kekerasan suatu material serta daya tahan material tersebut.

(30)

7) Core Drill

Core Drill adalah mengambil sampel beton dengan cara pengeboran, untuk diuji di laboratorium guna mengetahui kuat tekan beton.

8) Half Cell Potential Test

(31)

Atau biasa disebut juga dengan Uji Korosi. Yaitu metode untuk mengetahui tingkat korosi besi tulangan yang berada di dalam beton.

9) Uji Tingkat Karbonasi Beton

Menguji tingkat karbonasi pada beton struktur sehingga bisa diketahui umur bangunan tersebut.

10) Uji Verticality

(32)

Pengukuran, dengan menggunakan Total Station, untuk mengetahui tingkat presisi ketegakan struktur bangunan

Selain ditinjau dari aspek struktur penyelidikan kelayakan juga akan mengidentifikasi utilitas, estetika, serta kondisi sosial dan lingkungan sekitar bangunan, apakah masih mendukung terhadap keberadaan dan fungsi bangunan.

3. Analisis struktur

Berdasarkan data hasil pengujian dibuatlah model struktur dengan bantuan software analisis struktur seperti SAP2000, ETABS, STAADpro ataupun MIDAS GEN.

Dari hasil analisis struktur ini akan diketahui apakah kinerja struktur mampu menahan beban-beban yang bekerja sesuai dengan fungsi bangunan. Jika Kinerja (Kapasitas Struktur) melebihi Beban yang bekerja (dengan faktor keamanan tertentu), maka bangunan dikatakan LAYAK FUNGSI.

Jika tidak maka di desain perkuatan yang diperlukan, LAYAK FUNGSI DENGAN SYARAT misalnya dilakukan perkuatan.

Namun jika tidak dimungkinkan dilakukan perkuatan, maka struktur bangunan dikatagorikan TIDAK LAYAK FUNGSI dan harus dirobohkan

Secara garis besar metodologi evaluasi struktur bangunan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

(33)

Gambar E.7. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

E.2.2. Persiapan

Setelah menandatangani Kontrak, kami melakukan persiapan peralatan pendukung, komunikasi maupun sarana transportasi dan memobilisasi personil yang dibutuhkan sesuai dengan jadual layanan tenaga ahli yang telah disetujui untuk tercapainya layanan konsultansi, yaitu :

 Administrasi

 Keuangan

 Personil

 Fasilitas kantor

 Alat penyelidikan tanah

 Data sekunder yang telah ada

MULAI Tahap

Persiapan

Persiapan dan Mobilisasi

Survey Pendahuluan

Laporan Pendahuluan Survey Lapangan

Perhitungan Struktur Penggambaran

Laporan Akhir

SELESAI Tahap

Pengumpulan Data

Tahap

Perhitungan &

Pelaporan

(34)

Selain itu disusun pula rencana koordinasi dengan instansi terkait dan penyiapan surat-surat pengantarnya.

Kebutuhan data sekunder berupa data perencanaan/ blueprint dari Gedung-gedung yang akan diaudit. Data Perencanaan/ blueprint ini merupakan dasar dalam menganalisis hasil dari audit di lapangan nantinya.

Pengurusan perijinan bersamaan dengan pembuatan surat pengantar pada minggu pertama.

Pekerjaan audit akan dilakukan secara bersamaan pada 3 gedung tersebut.

Diharapkan dengan dibentuknya 3 tim di lapangan ini, pekerjaan audit di 3 gedung akan selesai tepat pada waktunya yaitu 2 (dua) bulan.

Kepada tenaga–tenaga pelaksana survey akan diberikan penjelasan-penjelasan tambahan yang menyangkut pelaksanaan pekerjaan ini, agar dapat bekerja seefektif mungkin.

E.2.3. Survey Pendahuluan

Sebelum melakukan mobilisasi, terlebih dahulu akan melaksanakan kunjungan lapangan dan survey pendahuluan bersama-sama dengan Tim Teknis, sehingga benar–benar dapat memahami kondisi lapangan, serta bersama-sama dengan Tim Teknis akan menentukan awal dan akhir proyek yang tepat.

E.2.4. Pengukuran

Survey Bangunan eksisting merupakan pekerjaan untuk mengukur permukaan bumi sehingga nantinya dapat digambarkan ke dalam bidang peta. Berbagai metode dalam mengukur topografi muka bumi, antara lain dengan cara offset, planetable dan tachimetry. Pengukuran permukaan bumi dengan cara tachimetri merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam praktik survey pemetaan terutama untuk daerah yang luas dan detail-detail yang bentuknya tidak beraturan, selain itu ketinggian dari permukaan bumi maupun obyek tertentu dapat dipetakan.

Untuk menentukan posisi dari suatu obyek seperti batas tanah, pojok bangunan maupun obyek lainnya, diperlukan data jarak dan sudut. Alat yang dapat menentukan data jarak dan sudut adalah alat theodolit. Alat theodolit terdapat beberapa macam, antara lain theodolit yang dilengkapi dengan alat penunjuk arah yaitu kompas dan alat theodolit yang tidak dilengkapi dengan kompas. Sedangkan jarak dapat diukur secara langsung dengan pita ukur ataupun secara cara tidak langsung dengan cara optis, yaitu mengukur jarak dengan membaca bacaan rambu yang dikalikan dengan faktor skala jarak pada alat (yang kemudian disebut dengan jarak optis).

(35)

E.2.5. Pengujian alat uji stuktur Bangunan

E.2.5.1 Rebound Hammer Test (Uji Homogenitas Beton)

Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton.

Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan diperoleh cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang murah.

Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga setelah dikalibrasi, dapat memberikan pengujian ini adalah jenis "Hammer". Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat.

Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan.

Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukurandisekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan British Standards (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25 kali pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2.

Secara umum alat ini bisa digunakan untuk:

- Memeriksa keseragaman kwalitas beton pada struktur.

- Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.

E.2.5.2 Ultrasonic Pulse Velocity (Density & Crack Depth)

Ultrasonic Pulse Velocity Test, UPVT adalah suatu uji non destructive untuk mengidentifikasi mutu integritas beton dengan pendekatan rambatan gelombang ultrasonic pada beton.

UPVT bekerja berdasarkan pengukuran waktu tempuh gelombang ultrasonik yang menjalar dalam struktur beton.

Gelombang ultrasonik disalurkan dari transmitter transducer yang ditempatkan dipermukaan beton melalui material beton menuju receiver transducer dan waktu tempuh gelombang tersebut diukur oleh Read-Out unit PUNDIT Portable Unit Non Destructive Indicator Tester dalam m detik.

(36)

Kedua transducer tersebut dapat ditempatkan secara direct, semi direct atau indirect.

Karena jarak antara kedua transducer ini telah diketahui, maka kecepatan gelombang ultrasonik dalam material beton dapat dihitung, yaitu tebal beton dibagi dengan waktu tempuh.

Karena kecepatan rambat gelombang adalah merupakan fungsi dari kepadatan material, maka dengan diketahuinya cepat rambat gelombang ultrasonik di dalam beton, kecepatan tersebut dapat dikorelasikan ke nilai kepadatan beton, yang selanjutnya dikorelasikan lagi ke mutu beton, berdasarkan grafik empiris hubungan kecepatan rambat gelombang dengan mutu beton.

Selain pengukuran mutu beton, UPVT dapat juga digunakan untuk mengukur kedalaman retak dan keberadaan honeycomb pada beton.

Peralatan UPVT

Peralatan yang digunakan untuk pengujian ini terdiri dari :

 Satu buah Read-out Unit PUNDIT (Portable Unit Non Destructive Indicator Tester).

 Dua buah Transducer 54 Hz (masing-masing sebagai transmitter dan receiver).

 Satu buah Calibration Bar serta kabel-kabel dan connector Metode Pengujian UPVT

Pada metode ini, gelombang ultrasonik disalurkan dari transmitter transducer yang ditempatkan dipermukaan beton melalui material beton menuju receiver transducer dan waktu tempuh gelombang tersebut diukur oleh Read-Out unit PUNDIT (Portable Unit Non Destructive Indicator Tester) dalam micro detik (msec).

Ultrasonic Pulse Velocity Test dilaksanakan berdasarkan (BS 1881-203; ASTM C597).

Pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut:

 Direct Method yaitu transmitter dan receiver berada pada dua permukaan yang paralel.

 Semi-direct Method, yaitu transmitter dan receiver berada pada dua permukaan yang saling tegak lurus.

 Indirect Method dimana kedua transducer berada pada permukaan yang sama.

Pengujian identifikasi kuat tekan beton dengan Ultrasonic Pulse Velocity Test dilakukan dengan mengukur kecepatan gelombang ultrasonik di dalam beton yang dihitung dengan rumus:

V=L/T

(37)

dimana L adalah jarak antara transmitter dan receiver dan T adalah waktu yang ditempuh oleh gelombang di dalam beton. Karena kedua parameter ini telah diukur maka kecepatan gelombang dapat diketahui.

E.2.5.3 Rebar Scan

Re-bar Scan atau sering disebut Cover Meter Test adalah uji untuk mengukur tebal selimut beton, jarak antar tulangan dan besar diameter tulangan.

Teknologi yang digunakan adalah The pulse-induction method, dimana metode ini didasarkan pada induksi gelombang elektromagnetik untuk mendeteksi baja tulangan.

Coil pada probe secara periodik dibebani arus gelombang sehingga menghasilkan medan magnet. Pada permukaan bahan yang konduktif akan menginduksi medan magnet dalam arah yang berlawanan. Perubahan yang dihasilkan dalam tegangan ini yang digunakan untuk pengukuran. Baja tulangan yang lebih dekat dengan probe atau ukuran yang lebih besar akan menghasilkan medan magnet yang kuat.

Pemrosesan sinyal selain membantu melokalisasi pembacaan baja tulangan, juga dapat menentukan tebal cover beton dan mengestimasi diameter tulangan. Metode ini tidak dipengaruhi oleh bahan non konduktif seperti beton, kayu, plastik, batu bata, dll.

Namun setiap jenis bahan konduktif dalam medan magnet akan memiliki pengaruh pada hasil pengukuran.

E.2.6. Perhitungan Struktur E.2.6.1 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton (f’c) dilakukan dengan melakukan uji silinder beton dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pada umur 28 hari dengan tingkat pembebanan tertentu. Selama periode 28 hari silinder beton ini biasanya ditempatkan dalam sebuah ruangan dengan temparatur tetap dan kelembapan 100%. Mesikupun ada beton yang memiliki kuat maksimum 28 hari dari 17 Mpa hingga 70 – 140 Mpa, Kebanyakan beton memiliki kekuatan pada kisaran 20 Mpa hingga 48 Mpa. Untuk aplikasi yang umum, digunakan beton dengan kekuatan 20 Mpa dan 25 Mpa, sementara untuk konstruksi beton prategang 35 Mpa dan 40 Mpa. Untuk beberapa aplikasi tertentu, seperti untuk kolom pada lantai-lantai bawah suatu bangunan tingkat tinggi, beton dengan kekuatan sampai 60 Mpa telah digunakan dan dapat disediakan oleh perusahaan-perusahaan pembuat beton siap campur (ready-mix concrete).

Nilai-nilai kuat tekan beton seperti yang diperoleh dari hasil pengujian sangat dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk dari elemen uji dan cara pembebananya. Di banyak Negara, spesimen uji yang digunakan adalah kubus berisi 200 mm. untuk

(38)

beton-beton uji yang sama, pengujian terhadap silinder-silinder 150 mm x 300 mm menghasilkan kuat tekan yang besarnya hanya sekitar 80% dari nilai yang diperoleh dari pengujian beton kubus.

Kekuatan beton bias beralih dari beton 20 Mpa ke beton 35 Mpa tanpa perlu melakukan penambahan buruh dan semen dalam jumlah yang berlebihan. Perkiraan kenaikan biaya bahan untuk mendapatkan penambahan kekuatan seperti itu adalah 15% sampai 20%. Namun untuk mendapatkan kekuatan beton diatas 35 atau 40 Mpa diperlukan desain campuran beton yang sangat teliti dan perhatian penuh kepada detail-detail seperti pencampuran, penempatan, dan perawatan. Persyaratan ini menyebabkan kenaikan biaya yang relative lebih besar.

Kuat tekan beton dipengaruhi oleh :

1) Faktor air semen (water cement ratio = w/c), semakin kecil nilai w/c nya maka jumlah airnya sedikit akan dihasilkan kuat tekan beton yang besar.

2) Sifat dan jenis agregat yang digunakan, semakin tinggi tingkat kekerasan agregat yang digunakan maka akan dihasilkan kuat tekan beton yang tinggi.

3) Jenis campuran.

4) Kecelakaan (workability), untuk mengukur tingkat kecelakaan/workability adukan dilakukan dengan menggunakan metoda slump, yaitu dengan menggunakan cetakan kerucut terpancung dengan tinggi 300 mm diisi dengan beton segar, beton dipadatkan selapis demi selapis, kemudian cetakan diangkat lagi. Pengukuran ini dilakukan terhadap merosotnya adukan dari puncak beton basah sebelum cetakan dibuka (disebut nilai slump). Semakin kecil nilai slump, maka beton lebih kaku dan workability beton rendah. Slump yang baik untuk pengerjaan beton adalah 70 – 80 mm. Slump > 100 mm adukan dianggap terlalu encer

5) Perawatan (curing) beton, setelah 1 jam beton dituang/ dicor maka di sekeliling beton perlu di tutup dengan karung goni basah, agar air dalam adukan beton tidak cepat menguap. Apabila tidak dilakukan perawatan ini, maka kuat tekan beton akan turun.

E.2.6.2 Tegangan dan Regangan Beton

Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Intensitas gaya yaitu gaya per satuan luas disebut tegangan dan diberi notasi huruf Yunani “σ”

(sigma). Gaya P yang bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang melintang a-a ini secara actual merupakan resultan distribusi dari gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang dengan arah normal.

(39)

Gambar E.8. Tegangan Normal (Normal Stress) pada Batang

Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata diseluruh penampang, kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A.

Gambar E.9. Arah Tegangan Normal (Normal Stress) dan Pola Retak Pada Silinder

Dengan demikian didapatkan rumus : σ =

Dimana :

σ = tegangan (N/mm2) P = gaya aksial (N)

A = luas penampang (mm2)

Persamaan ini memberikan intensitas tegangan merata pada batang prismatis yang dibebani secara aksial dengan penampang sembarang. Apabila batang ini ditarik dengan gaya P, maka tegangannya adalah tegangan tarik (tensile stress), apabila gayanya mempunyai arah sebaliknya, sehingga menyebabkan batang tersebut mengalami tekan, maka terjadi tegangan tekan (compressive stress). Karena tegangan ini mempunyai arah yang tegak lurus permukaan potongan, maka disebut tegangan normal (normal stress). Jadi, tegangan normal dapat berupa tegangan tarik dan tegangan tekan. Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang besarnya berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya pergeseran struktur material regangan atau himpitan yang besarnya juga berbanding lurus. Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya

(40)

perubahan panjang menjadi L + ∆L ( atau L -∆ L). Dimana L adalah panjang awal benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio perbandingan antara ∆L terhadap L inilah yang disebut strain (regangan) dan dilambangkan dengan “ε”

(epsilon).

Dengan demikian didapatkan rumus : ε =

Dimana :

ε = regangan/ strain (μm/m atau με) L = panjang benda mula- mula (m)

∆L = perubahan panjang benda (μm)

Gambar E.10 Regangan (Strain)

Jika batang tersebut mengalami tarik, maka regangannya disebut regangan tarik (tensile strain), yang menunjukkan perpanjangan bahan. Jika batang tersebut mengalami tekan, maka regangannya adalah regangan tekan (compressive strain) dan batang tersebut memendek. Regangan tarik bertanda positif dan regangan tekan bertanda negative. Regangan (ε) disebut regangan normal karena regangan ini berkaitan dengan tegangan normal.

E.2.6.3 Kurva Tegangan dan Regangan Beton

Hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk menurunkan persamaan- persamaan analisis dan desain juga prosedur- prosedur pada struktur beton. Gambar dibawah memperlihatkan kurva tegangan- regangan tipikal yang diperoleh dari percobaan dengan menggunakan benda uji silinder beron dan dibebani tekanan uniaksial selama beberapa menit. Bagian pertama kurva ini (sampai sekitar 40 % dari fc’) pada umumnya untuk tujuan praktis dapat dianggap linier. Sesudah mendekati 70% tegangan hancur, materialnya banyak kehilangan kekakuannya sehingga menambah ketidak linieran diagram. Pada beban batas, retak yang searah dengan arah beban menjadi sangat terlihat dan hamper semua silinder beton (kecuali yang kekuatannya sangat rendah) akan segera hancur.

Gambar

Gambar E.1. Diagram Alur
Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk-bentuk gejaIa yang dapat timbul yang  biasanya berhubungan deangan jenis-jenis kerusakan tertentu
Gambar E.3. Hammer Test
Gambar E.5. Hammer Test
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan Pada Bagian Lantai Bangunan Dibagian Luar Bangunan Utama Dan Bangunan Pendukung. Bagian Dalam Atap Bangunan Yang Kemungkinan Terkena Tetesan

Mata kuliah ini mempelajari tentang berbagai teknik konstruksi bangunan khususnya pada konstruksi elemen pembentuk ruang seperti konstruksi lantai, dinding, pintu jendela,

Bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan bangunan tersebut baik menyangkut kekuatan konstruksi, kekokohan dan kualitas struktur bangunan 2 serta keselamatan umum

Pada perkuliahan Struktur Konstruksi 1 berisi teori tentang dasar-dasar sistem Struktur Konstruksi pada bangunan 1 lantai yang pembahasannya difokuskan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waste yang berada pada proyek konstruksi terutama pada pekerjaan struktur atas beton bertulang di bangunan tingkat

Biaya konstruksi bangunan untuk elemen (struktur) mempunyai kenaikan biaya akibat inflasi yang terbesar baik untuk bangunan industri, bangunan rumah maupun bangunan kantor sehingga

SARAN Biaya konstruksi bangunan untuk elemen struktur mempunyai kenaikan biaya akibat inflasi yang terbesar baik untuk bangunan industri, bangunan rumah maupun bangunan kantor sehingga

Dokumen ini berisi petunjuk untuk membuat presentasi berdasarkan pengalaman dalam membangun struktur bangunan