1
Modul 1 : Bangunan Struktur Baja
Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami jenis baja dan tipe profil baja - Mahasiswa memahami jenis-jenis bangunan struktur baja - Mahasiswa memahami karakteristik bangunan struktur baja
- Mahasiswa memahami keunggulan dan kelemahan bangunan struktur baja
Pendahuluan
Baja tersedia dalam berbagai bentuk penampang yang sering dikenal dengan profil. Berdasarkan cara pembentukan penampang profil baja, dikenal 2 macam baja, yaitu Hot Rolled Sections dan Cold Rolled Sections. Baja tipe hot rolled section dibentuk (rolled) pada kondisi panas sedangkan baja tipe cold rolled section dibentuk pada kondisi dingin. Contoh bentuk profil baja dari masing-masing tipe baja ditunjukkan pada Gambar 1.1
Beam Column
Channel Angles
Tess Bulb flat
Shell Rail
Hollow sections
Channel sections
Zed sections
Special sections
2 Gambar 1.1 Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kakuBentuk profil baja tipe Hot dan
Cold Rolled Sections
Baja telah digunakan sebagai bahan konstruksi pada berbagai infrastruktur bangunan, antara lain: bangunan gedung, jembatan, turap baja, dll.
1. Bangunan gedung struktur baja
Bangunan gedung struktur baja dijumpai pada bangunan workshop, stadion, struktur kilang minyak lepas pantai, hotel, gudang, gedung perkantoran, dsb. Bangunan gedung struktur baja memiliki struktur rangka utama dari baja, yaitu kolom, balok, lantai, atap, dll. Dikenal dua sistem struktur rangka baja pada gedung, yaitu moment resisting frame dan braced frame. Dalam istilah indonesia dikenal dengan struktur portal bergoyang dan tak-bergoyang.
Gambar 1.2 2. Jembatan baja
Dikenal berbagai tipe jembatan baja, yaitu: - Jembatan Gelagar
5
- Jembatan Rangka
Gambar 1.5 Jembatan Rangka
6 - Suspension Bridges
Gambar 1.7 Suspension Bridges - Cable Stayed bridges
7 - Jembatan Kantilever
Gambar 1.9 Jembatan Kantilever
8
-- Jembatan Pelengkung
Gambar 1.11 Jembatan Pelengkung - Turap baja
9 3. Instalasi pengeboran minyak lepas pantai
Gambar 1.13 Instalasi pengeboran minyak lepas pantai 4. Keunggulan dan kelemahan
10
Modul 2 : Karakteristik Baja
Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami perilaku tegangan regangan baja - Mahasiswa memahami pengaruh temperatur terhadap baja - Mahasiswa memahami tegangan sisa pada baja
- Mahasiswa memahami korosi pada struktur baja
Untuk memahami sifat-sifat baja struktural,kiranya perlu dipahami diagram tegangan-regangan. Diagram ini menyajikan beberapa informasi penting tentang baja struktural dalam berbagai tegangan.
1. Perilaku tegangan regangan (uji tarik) baja
Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal testing machine (UTM). Adapun bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dengan mesin itu spesimen ditarik dengan gaya yang berubah-ubah,dari nol diperbesar sedikit demi sedikit sampai spesimen putus. Pada saat spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan perubahan panjang spesimen atau regangan dimonitor terus-menerus.
Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan baja
O A
B
F
E
C
D
f
11 2. Keuletan bahan
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada Gambar 2.2. memper-lihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut pening-katan tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah tidak lagi linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan peningkatan regangan. Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas proporsional. (proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada daerah proporsional (OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan:
f = E
dengan : E = modulus elastisitas, f = tegangan dan = regangan
Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan batas elastis bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya belum melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu akan kembali seperti semula apabila beban dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan sehingga tegangan yang terjadi melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang spesimen tidak dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula. Pada umumnya tegangan fp dan fe relatif cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut dianggap sama. Regangan () pada saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat liat/ulet baja. Semakin tinggi regangan yang dicapai pada saat spesimen putus, maka keuletan baja itu juga semakin tinggi. Pada umunya regangan baja pada saat spesimen putus berkisar sekitar 150—200 kali regangan elastis
12 Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2.2, dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak mengalami perubahan selama pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang dibebani tarikan secara uniaksial, luas tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan luas tampang itu kurang signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah sampai pada fase pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang cukup berarti. Kalau penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis putus-putus (Gambar 2.1). Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas dipengaruhi oleh jenis baja. Jika diperhatikan Gambar 2.2, maka terlihat bahwa bagian kurva untuk berbagai kualitas baja pada fase proporsional terletak pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan bahwa elastisitas baja (E) tidak dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja mempunyai sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa baja yang mempunyai kuat tarik tinggi pada umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang baja yang kuat tariknya rendah mempunyai regangan batas yang tinggi sehingga dapat dinyatakan daktail. Pada umumnya E baja berkisar antara 190 – 210 Gpa.
Gambar 2.2 Diagram tegangan-regangan tipikal berbagai baja struktural
f
13 Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok sebagai berikut:
a. Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210—280 Mpa.
b. High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan tegangan leleh 280 – 490 Mpa.
c. Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan rendah dengan perlakuan karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 – 700 Mpa.
d. Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah dengan perlakuan panas) dengan tegangan leleh 630 – 700 Mpa.
Tabel 2.1 Tegangan leleh pada berbagai jenis baja Jenis Baja Tegangan putus
minimum, fu
(MPa)
Tegangan leleh minimum, fy
(MPa)
Peregangan minimum
(%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
3. Perilaku temperatur tinggi
14 Gambar 2.3 DiagramKuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur
15 Gambar 2.5 DiagramModulus elastisitas baja pada berbagai temperatur
Gambar 2.6 Sketsa kurva creep 4. Pekerjaan dingin dan pengerasan tegangan
16 dilakukan secara berulang-ulang. Tampak pada Gambar 2.7 bahwa setiap beban dilepas, selalu ada regangan sisa, sehingga setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai regangan batas bahan yang apabila spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus. Mengingat hal itu, maka dapat dipahami banwa sifat batang struktur yang dibentuk secara dingin cukup rumit.
Gambar 2.7 Pengaruh pengerasan regangan
5. Kekuatan Letih (fatique)
17 Gambar 2.8 Sketsa Mesin putar spesimen
18 Gambar 2.10 Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen
6. Resistensi korosi dan baja lapuk
Jika pada permukaan baja gilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka akan terjadi reaksi yang mengubah bijih besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro hidroksida yang larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada di dalam air menghasilkan ferri hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan perkembangan korosi. Keadaan lingkungan dengan kombinasi air dan oksigen yang berubah-ubah, mempengaruhi kecepatan dan perkembangan korosi. Jika tidak terdapat oksigen dan air, maka proses korosi tidak akan berjalan.
Mengingat korosi dapat menimbulkan kerugian yang besar, maka upaya harus dilakukan untuk mencegah proses korosi pada elemen-elemen struktur. Banyak riset telah dilakukan untuk hal tersebut, beberapa metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk mengengatasi permasalahan korosi.
a. Metoda pencegahan korosi primair.
19 b. Metoda pencegahan korosi sekunder,
Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:
(1) Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat dilakukan dengan minyak atau paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu dilakukan secara periodik. Perlindungan yang lebih permanen dapat dilakukan dengan lapisan logam lain, seperti zink, timah, atau tembaga, dengan cara disepuh Perlindungan terhadap korosi ini juga dapat dilakukan dengan cara lining dengan karet, plastik, atau porselin.
(2) Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat elemen struktur itu tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam hal ini pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan katodik (cathodic protection).
Dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan, mempunyai iklim tropis dengan kelembaban yang relatif tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif. Lingkungan yang sangat korosif ini akan semakin agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang berasal dari industri seperti belerang dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut akan mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk laju korosi komponen bangunan yang terbuat dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang ikut berperan pada proses korosi.
c. Tegangan Sisa
20 Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen. Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang lentur.
Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen.
Gambar 2.11 Beberapa contoh distribusi tegangan sisa pada profil WF Bentuk Profil
W 8x67
W 12x65
W 14x426 W 8x31 W 4x13
Distribusi Tegangan Pada sayap
21 d. Retakan getas akibat efek temperatur, efek tegangan multiaksial, efek ketebalan,
efek pembebanan dinamik
Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada tegangan leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang diukur dari penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan temperatur. Lebih lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis.
Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja struktural jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju regangan pengaruh temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk plastis hanya dapat terjadi jika terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada pembebanan secara uniaksial atau biaksial, tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh karena itu tegangan tarik triaksial cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari. Tegangan triaksial dapat terjadi pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau perubahan bentuk tampang secara mendadak.
Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan regangan. Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari pembentukan sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.
22
Modul 3 : Konsep perencanaan struktur baja
Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami stabilitas struktur baja
- Mahasiswa memahami Kekuatan ultimit dan kekuatan nominal baja
- Mahasiswa memahami Perancangan kekuatan baja
- Mahasiswa memahami Konsep ASD dan LRFD
- Mahasiswa memahami pembebanan struktur baja
1. Stabilitas struktur
Tujuan dasar perencanaan struktur adalah menghasilkan struktur yang dapat dipergu-nakan sesuai tujuan pembangunan secara aman, nyaman, ekonomis baik dalam pembuatan maupun perawatan. Berbagai aturan perencanaan dibuat sebagai pentunjuk bagi perencanaan agar dapat memenuhi tujuan dasar tersebut. Perencanaan kuno lebih didasarkan pada empiris, sangat dipengaruhi pengalaman-pengalaman sebelumnya. Apabila pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa ukuran-ukuran suatu struktur terlalu kecil sehingga bangunan roboh, maka pada perencanaan berikutnya ukuran komponen struktur diperbesar, sebaliknya apabila penggunaan ukuran batang struktur dapat menghasilkan bangunan yang kokoh, maka perencanaan berikutnya cenderung dicoba ukuran yang lebih kecil agar diperoleh bangunan yang lebih ekonomis.
2. Kekuatan ultimit dan kekuatan nominal
Teori elastis adalah teori yang pertama dipakai untuk perencanaan berdasarkan metoda hitungan. Teori itu cukup lama dipakai dalam perencanaan struktur, bahkan sampai saat ini teori tersebut masih banyak digunakan, sedang teori baru yang didasarkan pada kuat batas (teori ultimit) secara berangsur-angsur menggantikannya
23 tertentu, perlu juga dipertimbangkan kemungkinan kegagalan retak akibat kelelahan (fatigue) atau retak karena bahan mempunyai sifat getas (brittle). Oleh karena itu dalam perencanaan harus diperhitungkan berbagai beban yang mungkin akan bekerja pada bangunan yang akan dibuat.
Kegagalan kedua terjadi karena struktur kurang mampu-layan, sehingga tidak dapat difungsikan sesuai tujuan pembuatan. Suatu struktur yang kuat belum tentu mempunyai sifat mampu-layan. Deformasi, lendutan, serta getaran yang berlebihan dapat merusakkan komponen bangunan lain. Lendutan yang besar pada jembatan akan mengurangi kenyamanan penumpang kendaraan yang lewat, menimbulkan kekhawatiran, menimbulkan gaya pusingan yang memperberat beban. Selain itu lendutan yang berlebihan juga akan mengurangi keindahan bangunan.
Sekalipun banyak kasus yang perlu dipertimbangkan di dalam perencanaan, dalam banyak hal perencanaan cukup dilakukan berdasarkan kekuatan dan stabilitas, setelah itu baru dilakukan pengecekan untuk meyakini bahwa lendutan tidak melampaui batas.
24 Gambar 3.1 Probabilitas daya tahan dan efek beban
Prosedur perencanaan dengan kuat batas dapat diringkas sebagai berikut:
Tetapkan batas-batas yang perlu dicek berkaitan dengan perilaku struktur.
Pada setiap batas, tetapkan langkah-langkah tepat yang perlu dipertimbangkan.
Menggunakan model struktur yang tepat untuk perencanaan, dengan memper-hitungkan variasi berbagai parameter, seperti perilaku bahan dan data geometri, periksa bahwa tidak ada satupun batas yang terlampaui.
3. Perancangan kekuatan baja
Variabel beban/aksi adalah hanya salah satu aspek ketidak pastian yang berkaitan dengan perilaku struktur. Satu aspek lain yang juga penting adalah variabel bahan struktur yang berkaitan dengan kuat rancang. Untuk baja struktural, kuat rancang seringkali diperhitungkan berdasarkan tegangan leleh atau tegangan batas. Kuat rancang ini didefinisikan sebagai kuat karakteristik dibagi dengan suatu faktor aman parsial tertentu. Perilaku bahan yang lain adalah modulus elastis (E), modulus geser (G), angka Poison ( ), serta koefiseien muai () akibat perubahan temperatur.
4. Konsep ASD dan LRFD
25 diperhitungkan adalah beban kerja (working load). Gaya-gaya dalam yang terjadi pada elemen dihitung dan dibandingkan dengan tegangan ijin bahan (allowable stress).
Konsep ASD sebelum tahun 2005.
Konsep ASD lama mengacu pada perencanaan elastis, yaitu memastikan semua tegangan yang terjadi () di bawah tegangan ijin ( ). Adapun yang dimaksud dengan tegangan ijin adalah tegangan leleh dibagi dengan safety faktor. Sehingga berlaku:
AISC-ASD Code terakhir adalah tahun 1989, setelah itu tidak ada publikasi Code terbaru. Code yang keluar berikutnya tahun 2005 adalah AISC-LRFD singkatan dari Load and Resistance Factor Design. Konsep LRFD adalah: The nominal strength is multiplied by a resistance factor, and the resulting design strength is then required to equal or exceed the required strength determined by structural analysis for the appropriate LRFD load combination specified by the applicable building code. Syarat kekuatan struktur adalah :
n
Pu, Mu dan Vu adalah gaya-gaya akibat beban terfaktor pada kombinasi pembebanan, dan Pn, Mn dan Vn adalah gaya-gaya nominal hasil perhitungan daya dukung dari profil baja terpilih
ASD dan LRFD sebenarnya sama-sama memakai konsep perencanaan yang sama menggunakan nominal strength hanya beda soal resistance factor, safety factor dan tentunya juga load combination yang dipakai. Meskipun ketiga faktor tersebut berbeda, tetapi keduanya telah dikalibrasi agar mempunyai tingkat keamanan yang sama terhadap suatu kondisi pembebanan yang tertentu.
26 5. Model struktur
Model struktur baja untuk bangunan gedung berbentuk struktur portal penahan momen (moment resisting frame), portal dengan sistem pengaku (braced frame), portal gabungan (dengan dinding geser). Untuk struktur jembatan dapat berupa jembatan sistem gelagar sederhana, gelagar menerus, struktur rangka, struktur kabel, dsb. Sedangkan pada struktur turap berupa sistem kantilever dengan profil khusus turap yang memiliki kekakuan lateral yang tinggi. Contoh-contoh model struktur untuk bangunan gedung ditunjukkan pada Gambar 3.2 di bawah ini.
27 Gambar 3.3 Sistem rangka portal baja
6. Beban
28 Beban Berdasarkan SNI 2002
Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan batas, dan kemampuan-layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut ini:
beban hidup dan mati seperti disyaratkan pada SNI 03-1727-1989 atau penggantinya;
untuk perencanaan keran (alat pengangkat), semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
untuk perencanaan pelataran tetap, lorong pejalan kaki, tangga, semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
untuk perencanaan lift, semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03-1726-1989, atau penggantinya;
beban-beban khusus lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini:
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + (LL atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H)
1,2D 1,0E + L L
0,9D (1,3W atau 1,0E)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
29 La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan
material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–1989, atau penggantinya dengan,
L = 0,5 bila L < 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa. Aksi-aksi lainnyaSetiap aksi yang dapat mempengaruhi kestabilan, kekuatan, dan kemampuan-layan struktur, termasuk yang disebutkan di bawah ini, harus diperhitungkan:
gerakan-gerakan pondasi;
perubahan temperatur;
deformasi aksial akibat ketaksesuaian ukuran;
pengaruh-pengaruh dinamis;
pembebanan pelaksanaan.
Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S), genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T,sehingga menghasilkan kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.
Gaya-gaya horisontal minimum yang perlu diperhitungkan
Pada struktur bangunan berlantai banyak harus dianggap bekerja gaya-gaya horisontal fiktif masing-masing sebesar 0,002 kali beban vertikal yang bekerja pada setiap lantai. Gaya-gaya horisontal fiktif ini harus dianggap bekerja bersama-sama hanya dengan beban mati dan beban hidup rencana dari SNI 03-1727-1989, atau penggantinya dan dibandingkan dengan Persamaan 2-5 dan 2-6 untuk keadaan-keadaan kekuatan batas dan kemam-puan-layan batas. Gaya-gaya horisontal fiktif ini tidak boleh dimasukkan untuk keadaan kestabilan batas.
7. Keadaan kekuatan batas
30 beban dan aksi-aksi harus ditentukan sesuai dengan Butir 2.6.1 dan 2.6.3 dan
beban-beban keadaan kekuatan batas harus ditentukan sesuai dengan Butir 2.6.2;
pengaruh-pengaruh aksi trfaktor (Ru) sebagai akibat dari beban-beban keadaan batas harus ditentukan dengan analisis sesuai Butir 7;
kuat rencana (Rn) harus ditentukan dari kuat nominal (Rn), dikalikan dengan faktor reduksi () yang tercantum pada Tabel 2-2;
semua komponen struktur dan sambugan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kuat rencana (Rn) tidak kurang dari pengaruh aksi terfaktor (Ru), yaitu: Ru < Rn.
8. Keadaan kemampuan-layan batas
Sistem struktur dan komponen struktur harus direncanakan untuk mempunyai kemampuan-layan batas dengan mengendalikan atau membatasi lendutan dan getaran Kemampuan layan batas ini juga berlaku untuk setiap baut. Di samping itu untuk bangunan baja diperlukan perlindungan terhadap korosi secukupnya. Kesemuanya itu harus sesuai dengan persyaratan yang relevan pada.
Batas-batas lendutan
Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut. Batas lendutan maksimum diberikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Batas lendutan maksimum1. Komponen struktur dengan beban tidak
terfaktor
Beban tetap Beban sementara Balok pemikul dinding atau finishing
yang getas
L/360 -
Balok biasa L/240 -
Kolom dengan analisis orde pertama saja h/500 h/200
Kolom dengan analisis orde kedua h/300 h/200
31 Getaran balok-balok
Balok-balok yang mendukung lantai atau mesin-mesin harus diperiksa untuk meyakinkan bahwa getaran yang diakibatkan oleh mesin-mesin atau lalu-lintas kendaraan atau pejalan kaki tidak berakibat buruk terhadap kemampuan-layan struktur. Dalam hal ada kemungkinan bahwa suatu bangunan harus menerima getaran yang diakibatkan misalnya oleh gaya-gaya angin atau mesin-mesin, harus diambil tindakan untuk mencegah ketidaknyamanan atau perasaan tidak aman, kerusakan terhadap struktur, atau gangguan terhadap fungsi asalnya.
Keadaan kemampuan-layan batas baut
Pada suatu sambungan yang harus menghindari terjadinya slip pada taraf beban rencana, maka alat-alat sambung harus dipilih sesuai dengan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau las.
Perlindungan terhadap korosi
Dalam hal pekerjaan baja pada suatu bangunan harus menghadapi lingkungan yang korosif, pekerjaan baja tersebut harus diberi perlindungan terhadap korosi. Tingkat perlindungan yang digunakan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan atas fungsi bangunan, pemeliharaan, dan kondisi iklim/cuaca serta kondisi setempat lainnya.
Keadaan kekuatan dan kemampuan-layan batas dengan percobaan beban
Dengan tidak mengabaikan berbagai persyaratan, keadaan kekuatan batas, keadaan kemampuan layan batas suatu bangunan atau suatu komponen struktur atau sambungan dapat direncanakan untuk keadaan kekuatan batas atau kemampuan-layan batas atau kedua-duanya, dengan percobaan beban sesuai ketentuan. Bila prosedur alternatif ini yang diambil, persyaratan-persyaratan yang relevan tetap berlaku.
Kebakaran
32 Gempa
Dalam hal gempa menjadi suatu pertimbangan perencanaan , seperti yang ditentukan pada SNI 03-1726-1989, atau penggantinya, bangunan dan komponen-komponen strukturnya harus direncanakan sesuai dengan Butir 15 (SNI-2002).
Persyaratan perencanaan lainnya
Persyaratan-persyaratan selain yang dinyatakan pada SNI-2002 Pasal 6.2.3, seperti perbedaan penurunan, keruntuhan bertahap, dan semua persyaratan kinerja khusus, harus dipertimbangkan bila relevan dan, bila dianggap perlu, harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur sesuai dengan prinsip-prinsip standar ini dan prinsip-prinsip rekayasa yang baku.
Tabel 3.2 Faktor reduksi () untuk keadaan kekuatan batas.
Kuat rencana untuk Butir SNI-2002
terkait
Faktor reduksi Komponen struktur yang memikul lentur:
balok
balok pelat berdinding penuh
pelat badan yang memikul geser
pelat badan pada tumpuan
pengaku Komponen struktur yang memikul gaya
tekan aksial:
kuat penampang
kuat komponen struktur
9.1 & 9.2 9.1 & 9.3
0,85 0,85 Komponen struktur yang memikul gaya
tarik aksial:
terhadap kuat tarik leleh
terhadap kuat tarik fraktur
10.1 & 10.2 10.1 & 10.2
0,90 0,75 Komponen struktur yang memikul
aksi-aksi kombinasi:
kuat lentur atau geser
kuat tarik Komponen struktur komposit:
kuat tekan
kuat tumpu beton
kuat lentur dengan distribusi tegangan plastik
kuat lentur dengan distribusi tegangan elastik
12.3 12.3.4 12.4.2.1 & 12.4.2.3
12.4.2.1 & 12.4.3
33
Kuat rencana untuk Butir SNI-2002
terkait
Faktor reduksi Sambungan baut:
baut yang memikul geser
baut yang memikul tarik
baut yang memikul kombinasi geser dan tarik
lapis yang memikul tumpu
13.2.2.1 13.2.2.2 13.2.2.3 13.2.2.4
0,75 0,75 0,75 0,75 Sambungan las:
las tumpul penetrasi penuh
las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian
las pengisi
13.5.2.7 13.5.3.10 13.5.4
34
Modul 4 dan Modul 5 : Batang tarik
Tujuan Umum:
- Memahami dasar perancangan struktur rangka batang - Memahami konsep dasar perancangan batang tarik - Memahami cara perancangan batang tarik
1. Batang Tarik Pendahuluan
Struktur tarik adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban normal tarik secara aksial. Batang tarik terdapat pada bagian bangunan :
Struktur utama :
- Jembatan rangka
- Jembatan gantung
- Rangka kuda-kuda atap
- Rangka menara
Struktur sekunder :
- Ikatan angin atap/jembatan - Ikatan rem pada jembatan - Ikatan penggantung gording
2. Profil baja yang sering digunakan untuk batang tarik
Gambar 4.1 Profil baja untuk batang tarik Batang bulat Plat strip Siku Siku ganda
Siku bertolak belakang
kanal Kanal ganda Kanal tersusun
Penampang W (sayap lebar)
Penampang S (standar Amerika)
35 3. Kuat tarik rencana
Batang tarik adalah batang yang mendukung gaya diakibatkan oleh bekerjanya gaya tarik aksial pada ujung-ujung batang. Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
– Leleh penampang pada daerah yang jauh dari sambungan
– Fraktur pada penampang efektif pada lubang-lubang baut di sambungan
– Keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di sambungan
Gambar 4.2
Kapasitas tarik ditinjau dari kapasitas pada kondisi leleh dan pada kondisi perlemahan akibat adanya sambungan. Berdasarkan SNI 03-1729-2002 dalam perancangan komponen struktur kuat tarik rencana batang ϕNn harus lebih besar atau sama dengan gaya tarik aksial terfaktor Nu:
n
u
N
N
4.1ϕNn nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga ϕ dan ϕNn di bawah ini:
0.9 =
y g
n A f
N 4.2
T1 T2
T2 > T1
T3 > T2 T3 > T2
T2 > T1 fy
fy
fy
fy
y
y
y
36 dan
0.75 =
u e
n
A
f
N
4.3
dengan:
Ag adalah luas penampang bruto, mm2 Ae adalah luas penampang efektif, mm2 fy adalah tegangan leleh, MPa
fu adalah tegangan tarik putus, MPa
4. Penampang efektif
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 akibat adanya sambungan, batang tarik mengalami pengurangan luas. Akibat pengurangan luasan, luas batang yang bekerja memikul gaya disebut sebagai luas penampang efektif yang besarnya ditentukan berdasarkan jenis sambungannya. Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut:
Ae= AU 4.4
dengan: A = luas penampang profil baja, mm2
U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0.9, x adalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm
a. Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut
1) A = Ant
adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3 Potongan 1-3: Ant Ag-ndt
4.5 Potongan 1-2-3: Ant Ag -ndt+ s42ut
37 Keterangan
g
A : luas penampang bruto, mm2
t : tebal penampang, mm
d : diameter lubang, mm
n : banyaknya lubang dalam garis potongan
s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu komponen struktur, mm
u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu komponen struktur
Gambar 4.3 Pemotongan luas netto pada perlubangan profil (SNI-03-1729-2002)
2) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang utuh.
b. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las memanjang
Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan memanjang ke komponen struktur yang bukan pelat, atau oleh kombinasi pengelasan memanjang dan melintang:
g
A
A : luas penampang bruto komponen struktur, mm2.
c. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las melintang
Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan melintang:
A adalah jumlah luas penampang netto yang dihubungkan secara langsung dan U sebesar 1.0
s
u
u
Nu
1
2
3
tebal = t
38 d. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las sepanjang dua sisi
Bila gaya tarik disalurkan ke sebuah komponen struktur pelat dengan pengelasan sepanjang kedua sisi pada ujung pelat, dengan l > w:
A : luas pelat, mm2
untuk 2w > l >1.5w U = 0.87 4.7
untuk 1.5w > l > w U = 0.75 4.8
Keterangan
l : panjang pengelasan, mm
w : lebar pelat (jarak antar sumbu pengelasan), mm 5. Batas Kelangsingan
Batas kelangsingan yang dianjurkan dalam peraturan ditentukan berdasarkan pengalaman, engineering judgement, dan kondisi-kondisi praktis untuk :
– Menghindari kesulitan handling dan meminimalkan kerusakan dalam fabrikasi, transportasi dan tahap konstruksi
– Menghindari kendor (sag yang berlebih) akibat berat sendiri batang
– Menghindari getaran
Batas kelangsingan, , ditentukan sebagai berikut : max ≤ 240 ; untuk struktur utama
max ≤ 300 ; untuk struktur sekunder
Dimana : angka kelangsingan : = L/r L = panjang batang tarik r = jari-jari girasi = √(I/A)
39 Langkah-langkah dalam perencanaan batang tarik sebagai berikut: :
Gambar 4.4 Flow chart perencanaan batang tarik
MULAI
Batang Primer
Nu
Ya
Tidak
φ.Nn = 0,9.Ag.fy
atau
φ.Nn = 0,75.Ae.fu
Profil Dipakai
SELESAI
min
.
r L Kc ≤ 300
Ya
Tidak
min
.
r L Kc ≤ 240
Nu≤ φ.Nn
Tidak
Ya
Tidak Baut:
d, n, l, x, s, g
Profil :
hg, fy, fu, t, rmin, L
hn = hg - n.d + (s 2
/2.g)
An = hn . t
40 Contoh hitungan batang tarik:
Gaya tarik = 2665,39 N
Langkah perhitungan :
a. Menentukan faktor kelangsingan:
min
b. Menghitung besarnya nilai Nu:
41 U =
l x
1 , karena berada pada titik berat profil maka x diambil =0,9 (syarat minimum)
U = 0,9
Nn = 602,8 x 0,9 x 370 Nn = 223036 N
Nu = φ x Nn
Nu = 0,75 x 223036 Nu = 150549,3 N
Digunakan nilai Nu = 150549,3 N
c. Cek kekuatan Nu ≤ φ Nn
2665,39 < 150549,3 → Syarat kekuatan terpenuhi.
d. Cek terhadap luas bersih Luas netto > 85% luas profil
(114 - (12,7 +2)) x tebal > 85% x 691
42
Modul 6 dan Modul 7: Batang Tekan
Tujuan Umum:
- Memahami dasar perancangan struktur rangka batang
- Memahami pengaruh kelangsingan terhadap stabilitas batang - Memahami konsep dasar perancangan batang tekan
- Memahami cara perancangan batang tekan tunggal - Memahami cara perancangan batang tekan tersusun 1. Batang Tekan
Batang tekan adalah batang struktur yang mengalami gaya aksial tekan. Keadaan yang sebenanya di konstruksi, batang yang mengalami gaya aksial tekan juga mengalami momen lentur, gaya lintang, dan torsi. Beberapa contoh profil untuk batang tekan disajikan pada Gambar 6.1
Gambar 6.1 Profil untuk batang tekan
43 Gambar 6.2
Gambar 6.2 Kurva hubungan λc dan fy batang tekan (SNI 03-1729-2002)
Akibat adanya tekuk, dalam perancangan batang tekan harus memperhitungan faktor tekuk. Faktor tekuk memiliki keterkaitan dengan besarnya kelangsingan batang. Berdasarkan SNI 03-1729-2002 suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor
N
u, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a.
N
u
nN
n0.25 1.25
fcr
0
daerah leleh
daerah inelastik
fy
λc
44 Keterangan
n : faktor reduksi kekuatan batang tekan, n = 0.85 Nn : kuat tekan nominal komponen struktur
b. Syarat kelangsingan struktur tekan. Kelangsingan komponen struktur tekan
200
.
c. Batang tersusun
Batang tekan sering dibuat sebagai batang tersusun yang dimana batang-batang utama dihubungkan dengan pelat kopel atau batang diagonal. Beberapa konfigurasi batang tekan tersusun disajikan pada Gambar 6.3. Komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang disatukan pada seluruh panjangnya boleh dihitung sebagai komponen struktur tunggal. Pada komponen struktur tersusun yang terdiri dari beberapa elemen yang dihubungkan pada tempat-tempat tertentu, kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur itu; sedangkan, sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali tidak, atau hanya memotong sebagian dari elemen komponen struktur itu.
45 Gambar 6.3 Batang tekan tersusun
Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur (Gambar 6.3) xx adalah sumbu bahan,
yy adalah sumbu bebas bahan,
ll adalah sumbu minimum dari elemen komponen struktur, adalah pelat kopel.
Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu xx dihitung dengan persamaan:
x dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dan kondisi jepitan ujung-ujung komponen struktur, mm
rx adalah jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x x, mm
Untuk batang tekan dengan profil tersusun dengan penghubung pelat kopel dan batang diagonal harus memenui persyaratan
46
y k y
r L
min
r
L
l l
2 2
2
ly iy
m
Lk adalah panjang tekuk batang tekan
L
k
kL
dengan k adalah faktor tekuk batang tekan yang nilainya berdasarkan Tabel 6.1, m adalah jumlah profil tersusun dan rmin, rx, ry masing-masing adalah jari-jari girasi minimum, jari-jari girasi sumbu x dan y.Tabel 6.1 Faktor tekuk batang tekan (SNI-03-1729-2002)
l l
Y
X
m=2
X
47 Gambar 6.4 Penampang profil tunggal dan profil tersusun (SNI-03-1729-2002)
Nilai Nn
a. Untuk batang tekan profil tunggal kuat tekan batang adalah
b. Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari
x
48 memikul beban. Pada kondisi terpasang dalam struktur pelat kopel bekerja menahan gaya geser dan momen lentur. Berdasarkan SNI-03-1729-2002 dalam perancangan pelat kopel harus memenuhi persamaan :
1
Dan juga harus memenuhi persamaan
y
Ip : momen inersia pelat kopel a : jarak antara pusat luasan profil
I1 : momoen inersia minimum profil
49 Gambar 6.5 Profil tersusun dihubungkan dengan pelat kopel (SNI-03-1729-2002)
Agar komponen struktur stabil maka nilai
ixdaniy pada persamaan harus memenuhi: 50
iy
50 ix
l ix
1
.
2
l
iy
1.2
Pada komponen struktur tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan, harus dianggap bekerja gaya lintang pada kedua arah sumbu penampangnya:
u
xu
N
D
0
.
02
u
yu N
D 0.02
Kuat geser pelat kopel ditentukan dengan
w y
n f A
V 0.6
50
1 n u
V V
3. Batang Diagonal
Batang tekan tersusun sering dibuat dengan penghubung batang utama dengan batang diagonal sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.6. Terdapat beberapa orientasi pemasangan batang diagonal.
51
Syarat kelangsingan adalah 2 2
2
l Kelangsingan λl dihitung dengan:2
4. Langkah-langkah perencanaan batang tekan digambarkan pada Gambar 6.7.
52 Gambar 6.7 Flow Chart Perencanaan Batang Tekan
1. Contoh hitungan perencanaan batang tekan profil tunggal: Diketahui:
Gaya tekan = 839,28 N
Lebar profil (b) = 60 mm
Tebal profil (t) = 6 mm
Tinggi total profil (hg) = 114 mm
rmin = 11,7 mm
Luas (Ag) = 691 mm2
Panjang batang (L) = 1087,30167 mm
fy = 245 Mpa
fu = 370 Mpa
E = 200000 Mpa
53 Langkah perhitungan :
a. Menentukan faktor kelangsingan:
min dengan rumus berikut :
035 c. Cek kekuatan
Nu ≤ φ Nn
= 91203,209 > 839,28 N, Syarat kekuatan terpenuhi.
2. Contoh hitungan batang tersusun dengan plat kopel
Sebuah kolom dengan ujung-ujung berupa sendi memiliki panjang 5 m. Kolom mendukung beban sentris 450 KN. Kolom tersebut dirancang dengan dua buah profil kanal yang dirangkai dengan plat kopel. Baja yang digunakan mutu BJ 37 dengan fy = 240 MPa. Tentukan
ukuran profil kanal yang memenuhi syarat.
54 Gambar 6.8
Penyelesaian:
Pada kasus ini ukuran profil yang akan digunakan ditentukan secara coba-coba. Meskipun demikian untuk awal penentuan dapat dilakukan pendekatan dengan cara menghitung kebutuhan luas penampang profil yang didasarkan pada tegangan leleh baja, ANu/fy. Luas A selanjutnya dibagi 2 (profil dobel) yang dicari profil dengan luas penampang > A/2.
Dicoba ukuran profil C18 Data (dari tabel)
A = 2800 mm2 h = 180 mm b = 70 mm e = 19,2 mm Ix = 1350.104 mm4 Iy = 114.104 mm4 ix = 69,5 mm iy = 20,2 mm
Penampang tersusun
Ix = 2.1350.104 = 2700.104 mm4 Atotal= 2.2800 = 5600 mm2
56 Jumlah plat kopel = 50000/944,580 + 1 = 6,2933 buah
Dibulatkan menjadi 7 buah plat kopel
Jarak antar plat kopel = 5000/7 = 714,2857 mm
l
3. Contoh hitungan perencanaan batang tersusun dirangkai batang diagonal
Sebuah kolom panjang 7,5 m dirancang sebagai batang tersusun dari 4 profil siku 110 x 110 x 10 mm. Batang perangkai dengan menggunakan batang diagonal dari plat ukuran 60x8mm2. Baja mutu BJ 37 dengan fy 240 MPa dan E = 200 GPa. Tentukan gaya aksial tekan
yang dapat didukung oleh kolom tersebut.
57 Gambar 6.9
Penyelesaian:
Batang tersusun tidak memiliki sumbu bahan.
Berdasarkan tabel profil diperoleh data profil siku 110x110x10 mm sebagai berikut: iy = iy = 33,6 mm Ix = Iy = 239.104 mm4
i = 21,6 mm A = 2120 mm2
i = 42,3 mm ex = ey = 30,7 mm
Perhitungan nilai Inersia profil tersusun yang tidak memiliki sumbu bahan: Atotal = 4.2120 mm2 = 8480 mm2
58
Luas batang tersusun = 2120 mm2
7939
76,7939 > 16,6105 memenuhi...!
Tekuk tegak lurus terhadap sumbu y – y adalah sbb:
59
61,6786 > 10,1149 memenuhi syarat...! Diperoleh
ix >
iy sehingga
ix menentukan.sehingga kemampuan dukung tekan batang tersusun dihitung sbb:
026
60 Selanjutnya perlu dihitung persyaratan adanya syarat kuat perlu untuk batang diagonal yang mendukung gaya sebesar
nSin D
S u
61
Modul 8 : Batang Tekan Berdasarkan AISC LRFD dan SNI 2002
1. Batang Tekan
Batang tekan adalah batang struktur yang mengalami gaya aksial tekan. Keadaan sebenanya di konstruksi, batang yang mengalami gaya aksial tekan juga mengalami lentur, gaya lintang, dan torsi. Pada struktur truss yang berpengaruh besar hanya gaya tekan sehingga perancangan batang tekan hanya memperhitungkan gaya aksial tekan Mode kelelehan batang tekan tidak hanya disebabkan oleh kelelehan bahan tetapi juga disebabkan oleh tekukan sepeti pada
.
Gambar 8.1 Kurva kelelehan batang tekan (SNI 03-1729-2002)
Akibat adanya tekuk, dalam perancangan batang tekan harus memperhitungan faktor tekuk. Faktor tekuk memiliki keterkaitan dengan besarnya kelangsingan batang. Berdasarkan SNI 03-1729-2002 suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor
N
u, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a.
N
u
nN
n Keterangann : faktor reduksi kekuatan batang tekan, n = 0.85 Nn : kuat tekan nominal komponen struktur
0.25 1.25
fcr
0
daerah leleh
daerah inelastik
fy
λc
62 b. Syarat kelangsingan struktur tekan.
Kelangsingan komponen struktur tekan
200
.
63 Tabel 8.1 Faktor tekuk batang tekan (SNI-03-1729-2002)
64 Nilai Nn
Untuk batang tekan profil tunggal kuat tekan batang adalah
Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari
65
Modul 9 : Sambungan Baut I
1. Penjelasan Umum
Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton, dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat. Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan struktur baja memerlukan komponen sambungan.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;
a. Batang kurang panjang
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang batang baja yang dapat disediakan.
b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen lain
Struktur gelagar jembatan baja memiliki komponen berupa gelagar melintang yang mendukung beban dari pelat lantai jembatan selanjutnya beban diteruskan ke gelagar memanjang untuk disalurkan ke tumpuan. Antara gelagar melintang dan memanjang diperlukan komponen sambungan.
c. Sambungan struktur truss
Struktur truss terdiri dari batang-batang baja yang disusun memenuhi kaidah kesetabilan struktur untuk mendukung gaya-gaya aksial murni. Join-join dari struktur truss merupakan sambungan yang mampu mendukung beban dari batang-batang struktur.
d. Sambungan sebagai sendi
66 e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun
Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.
f. Terdapat perubahan tampang
Pada struktur rafter, ujung balok yang menumpu kolom mengalami momen negatif yang besar. Untuk menghemat kebutuhan baja, biasanya dimensi batang dipertebal pada bagian yang mengalami momen negatif tersebut. Penebalan dilakukan dengan menyambungkan batang yang sama dengan batang yang dipertebal dipotong secara diagonal.
Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa sambungan las, baut, dan paku keling.
2. Konsep Perancangan Sambungan
a. Kegagalan sambungan merupakan kegagalan struktur dalam memikul beban
b. Gaya yang bekerja tergantung dari pemodelan yang diidealisasikan;
Jepit
Sendi
Rol
3. Klasifikasi Sambungan
a. Sambungan kaku
67
Gambar 9.1 Sambungan kaku
b. Sambungan semi kaku
Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental
Gambar 9.2 Sambungan semi kaku
c. Sambungan sendi
68 diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.
Gambar 9.3 Sambungan sendi 4. Kuat Rencana Sambungan Baut
Pada struktur truss sambungan baut bekerja menyalurkan gaya aksial pada batang ke pelat buhul. Baut dipasang di lubang yang disediakan secara tegak lurus terhadap pelat buhul dan batang. Jumlah baut dalam sambungan minimal ada 2 buah. Pada kondisi layan baut mengalami gaya geser sedangkan lubang profil dan pelat buhul mengalami gaya desak. Dalam perancangan sambungan baut harus dilakukan analisis terhadap kuat geser dan kuat tumpu.
Berdasarkan persyaratan SNI 03-1729-2002 suatu baut memikul beban terfaktor, Ru.
n
u
R
R
b b u n nrf A
R 1
Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan
Rn : Kapasitas geser nominal baut
r1 = 0,5 untuk koefisien baut tanpa ulir pada bidang geser r2 = 0,4 untuk koefisien baut ulir pada bidang geser f ub : kuat tarik baut (MPa)
69 Kapasitas tumpu baut dirumuskan
u 5. Sambungan Batang Aksial Murni
Sambungan ini banyak dijumpai pada struktur truss. Gaya aksial yang bekerja pada batang diteruskan oleh sistem sambungan untuk didistribusikan ke batang lain melalui titik buhul. Kekuatan sambungan ditentukan oleh kapasitas geser dan tumpu dari masing-masing baut. Ilustrasi mekanisme sambungan batang aksial murni disajikan pada Gambar 9.4
Gambar 9.4 Sambungan batang aksial murni 6. Pengurangan Luas Penampang Batang Tarik Akibat Sambungan Baut
70 berdasarkan jenis sambungannya. Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut:
Ae= AU dengan:
A = luas penampang profil baja, mm2
U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0,9, x adalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm
Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut
A = Ant
adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3
Potongan 1-3:
A
nt
A
g-
n
d
t
Potongan 1-2-3: Ant Ag -ndt+ s ut
4
2
Keterangan
Ag : luas penampang bruto, mm2 t : tebal penampang, mm d : diameter lubang, mm
n : banyaknya lubang dalam garis potongan
s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu komponen struktur, mm
u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu komponen struktur
71 Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang utuh.
7. Tata Letak Baut
a. Jarak antar baut
Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (db), dan lebih kecil dari
lima belas kali tebal pelat paling tipis (tp) dan kurang dari 200 mm.
3db < s < 15tp dan 200 mm
b. Jarak tepi baut
Jarak minimum baut terhadap tepi sambungan (s1) ditentukan seperti pada Tabel 9.1
Tabel 9.1 Tepi dipotong dengan
tangan
Tepi dipotong dengan mesin
Tepi profil bukan hasil potongan
1,75 db 1,50 db 1,25 db
Dengan db adalah diameter baut yang tak berulir
Jarak maksimum baut maksimum untuk arah sejajar gaya aksial kurang dari empat kali tebal pelat tertipis mm dalam sambungan ditambah 100 dan kurang dari 200 mm. Sedangkan untuk arah tegak lurus gaya harus lebih kecil dari dua belas kali tebal pelat tertipis dalam sambungan dan kurang dari 150 mm.
1,5db < s1 < (4tp+100) dan 200 mm
1,5db < s2 < 12tp dan 150 mm
S = jarak antara baut
S1= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang terbebani
S2= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang tidak terbebani
72 c. Bagan Alir Perancangan Sambungan Baut
Gambar 9.7 Bagan alir perancangan sambungan yang mengalami gaya aksial TIDAK
YA
Baca profil terpilih dari keluaran
d,t,fu
Input Beban Ultimit,Ru
Input properties baut; db, fub
Hitung jumlah baut berdasarkan kuat rencana baut diambil terkecil dari
b b u b
n m nr f A
R
1
u p b b
n m d t f
R
2.4
Jumlah baut minimal 2
(mb= 2)
u n
R
R
mb= mb+1
73
Modul 10 : Sambungan II
1. Penjelasan Umum
Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton, dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat. Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan struktur baja memerlukan komponen sambungan.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan; a. Batang kurang panjang
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang batang baja yang dapat disediakan.
b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen lain
Struktur gelagar jembatan baja memiliki komponen berupa gelagar melintang yang mendukung beban dari pelat lantai jembatan selanjutnya beban diteruskan ke gelagar memanjang untuk disalurkan ke tumpuan. Antara gelagar melintang dan memanjang diperlukan komponen sambungan.
c. Sambungan struktur truss
Struktur truss terdiri dari batang-batang baja yang disusun memenuhi kaidah kesetabilan struktur untuk mendukung gaya-gaya aksial murni. Join-join dari struktur truss merupakan sambungan yang mampu mendukung beban dari batang-batang struktur.
d. Sambungan sebagai sendi
74 e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun
Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.
f. Terdapat perubahan tampang
Pada struktur rafter, ujung balok yang menumpu kolom mengalami momen negatif yang besar. Untuk menghemat kebutuhan baja, biasanya dimensi batang dipertebal pada bagian yang mengalami momen negatif tersebut. Penebalan dilakuakan dengan menyambungkan batang yang sama dengan batang yang dipertebal dipotong secara diagonal.
Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa sambungan las, baut, dan paku keling.
2. Konsep Perancangan Sambungan
Kegagalan sambungan merupakan kegagalan struktur dalam memikul beban Gaya yang bekerja tergantung dari pemodelan yang diidealisasikan;
Jepit
Sendi
Rol
3. Klasifikasi Sambungan
a. Sambungan kaku
75
Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kaku
Gambar 10.2. Sambungan balok-kolom kaku
b. Sambungan semi kaku
Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya,
profilTatau potonganT T
Stiffener jika diperlukan profilTatau potonganT
T
Profil L
Plat pengisi tipis untuk menyesuaikan penambahan bidang
sambungan Las tumpul
baut las
plat
Batang penahan/ganjal
baut baut balok baut baut
kolom
balok
kolom profilTatau potonganT T
las
profilTatau potonganT T
76 dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental. Momen sambungan = 20% sampai 90%
Gambar 10.3. Rotasi sambungan semi kaku balok-kolom
Gambar 10.4 Sambungan semi kaku balok kolom
c. Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen. Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur
End plate
Las Baut
Kolom
End plate Baut
Kolom
Profil L
Profil L
Plat beton Shear connection
Penulangan untuk memikul tarik akibat momen
Baut mutu tinggi HSB Kolom
77 terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.
78
Gambar 10.6. Sambungan sendi balok-kolom 4. Kuat Rencana Sambungan Baut
Pada struktur truss sambungan baut bekerja menyalurkan gaya aksial pada batang ke pelat buhul. Baut dipasang di lubang yang disediakan secara tegak lurus terhadap pelat buhul dan batang. Jumlah baut dalam sambungan minimal ada 2 buah. Pada kondisi layan baut mengalami gaya geser sedangkan lubang pofil dan pelat buhul mengalami gaya desak. Dalam perancangan sambungan baut harus dilakukan analisis terhadap kuat geser dan kuat tumpu.
Berdasarakan persyaratan SNI 03-1729-2002 suatu baut memikul beban terfaktor, Ru.
n
u
R
R
b b u n nrf A
R 1
Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan profil T
Top L
Seat L Baut
Baut
Profil penguat Seat T
Top L
Las
79
Kapasitas tumpu baut dirumuskan u
5. Sambungan Mendukung Momen
Baut mengalami geser dan tumpu
Sambungan yang mendukung momen dapat dijumpai pada hubungan balok-kolom struktur kolom struktur portal kaku. Ketika memikul momen kelompok baut memberikan reaksi yang membentuk momen perlawanan. Reaksi (Ri) tersebut mrupakan penjumlahan gaya
reaksi masing-masing baut dikalikan jarak baut terhadap pusat luasan baut (ri) . Ilustrasi
penjelasan ini disajikan pada
80 Gambar 10.7 Sambungan yang Mendukung Momen
e : Eksentrisitas beban dengan pusat berat baut Ri : Gaya yang dipikul tiap-tiap baut
Mi : Momen yang dipikul tiap-tiap baut ri : Jarak baut terhadap pusat kelompok baut
81 6. Tata Letak Baut
Jarak antar baut
Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (db), dan lebih kecil dari lima belas kali tebal pelat paling tipis (tp) dan kurang dari 200 mm.
3db < s < 15tp dan 200 mm Jarak tepi baut
Jarak minimum baut terhadap tepi sambungan (s1) ditentukan seperti pada Tabel 10.1
Tabel 10.1 Tepi dipotong dengan
tangan
Tepi dipotong dengan mesin
Tepi profil bukan hasil potongan
1,75 db 1,50 db 1,25 db
Dengan db adalah diameter baut yang tak berulir
Jarak maksimum baut maksimum untuk arah sejajar gaya aksial kurang dari empat kali tebal pelat tertipis mm dalam sambungan ditambah 100 dan kurang dari 200 mm. Sedangkan untuk arah tegak lurus gaya harus lebih kecil dari dua belas kali tebal pelat tertipis dalam sambungan dan kurang dari 150 mm.
1,5db < s1 < (4tp+100) dan 200 mm 1,5db < s2 < 12tp) dan 150 mm
82 S1= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang terbebani
83 Bagan Alir Perancangan Sambungan Baut
Gambar 10.9 Bagan alir perancangan sambungan TIDAK
YA
Baca profil terpilih dari keluaran
d,t,fu
Input Beban Ultimit,Ru
Input properties baut; db, fub
Hitung jumlah baut berdasarkan kuat rencana baut diambil terkecil dari
b b u b
n m nr f A
R
1
u p b b
n m d t f
R
2.4
Jumlah baut minimal 2
(mb= 2)
u n
R
R
mb= mb+1
84 Gambar 10.10
Plat penyambung
Elemen yang disambung Elemen yang
disambung
Profil WF Profil WF
Plat pengisi
Plat penyambung
Elemen yang disambung Elemen yang
disambung
Plat penyambung
Profil siku
85 Baut mutu normal (baut hitam)
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu normal atau tinggi.
Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai A307, Dan merupakan jenis baut yang paling murah
Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan paling murah karena banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan.
Pemakaian, terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku, platform, gording, rusuk dinding.
Mutu baut dapat dibaca di bagian kepala baut, misalnya tertulis 8.8 artinya tegangan leleh baut = 8 x 8 x 100 = 6400 kg/cm2
Baut mutu normal dipasang kencang tangan, tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu
Gambar 10.11 Contoh kepala baut
Merk baut Mutu