• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGAIMANA HUKUM JUAL BELI ORGAN TUBUH.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAGAIMANA HUKUM JUAL BELI ORGAN TUBUH.docx"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAGAIMANA HUKUM JUAL BELI ORGAN TUBUH?

Tindakan jual beli organ tubuh kembali mengemuka. Orang-orang rela menjual organ tubuhnya kepada sindikat karena mendapat iming-iming uang yang tidak sedikit. Secara hukum positif, praktik jual beli organ tubuh dilarang. Tindakan ini bisa mendapatkan ancaman pidana. Lalu bagaimana hukum Islam memandangnya? Anggota Dewan Fatwa Al Washliyah, KH Ovied R berpendapat, sesuai dengan ijma ulama praktik jual beli organ tubuh dikategorikan haram. Tindakan menjual organ tubuh adalah tindakan batil dengan alasan donor anggota tubuh hukumnya haram.

Landasannya terdapat dalam Alquran surah al-Maidah ayat 32. "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi." Haramnya jual tubuh organ tubuh juga dikarenakan praktik donor organ tubuh masih terdapat silang pendapat. Ada yang mutlak mengharamkannya. Sementara yang memperbolehkan berpendapat donor harus bersifat kemanusiaan. Artinya jika praktik pemberian organ tubuh itu disertai transaksi jual beli, maka jatuhnya menjadi haram. Menurut Kiai Ovied, sebahagian ulama yang mengharamkan donor organ tubuh beralasan karena organ tubuh manusia tidak boleh diubah-ubah dari tempatnya. Mengubah bentuk manusia sama dengan menyakiti manusia itu sendiri atau mengubah ciptaan Allah baik manusia masih hidup maupun sudah mati. Namun sebahagian ulama ada yang membolehkan donor organ tubuh. Mereka beralasan untuk kepentingan dan kemaslahatan yang lebih besar seperti donor mata dan ginjal yang diambil dari orang yang telah mati agar dapat digunakan untuk orang yang masih hidup sehingga manfaatnya dan kemaslahatannya lebih besar. Berdasarkan kaidah fikih yang menyebutkan, Idza Ta'aradhat Al Mashalih Bada'a Biahammiha (Apabila bertentangan sebuah kemaslahatan, maka diutamakanlah kemaslahatan yang lebih besar). Dari kaidah ini disebutkan donor itu merupakan tindakan pertolongan dalam kebaikan dan membawa kemaslahatan yang lebih besar. Namun ada beberapa persyaratan cukup ketat dalam donor jenis ini. Pertama harus sesuai dengan syari'ah agama artinya donor organ tubuh tidak dilakukan dengan cara-cara yang zalim, pencurian, kecurangan, atau jalan yang batil. Kedua, tidak dibenarkan dan hukumya haram menjual organ tubuh dengan alasan donor karena miskin atau ingin mencari keuntungan finansial. Selanjutnya, harus sesuai menurut undang-undang kesehatan dan kedokteran terhadap donor organ tubuh manusia atau donor darah. Lalu harus ada izin orang yang ingin mendonorkan atau izin ahli warisnya, tidak ada paksaan bagi yang ingin mendonorkan, semata-mata untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syar'i.Kemudian, tidak menyebabkan kemudratan yang lebih besar bagi yang mendonorkan.

(2)

FENOMENA jual beli organ tubuh manusia sudah lama mencuat kepermukaan, dan ini sudah banyak terjadi di setiap negara bahkan di Indonesia. Berbagai sebab musabab terjadinya penjualan organ tubuh di antaranya, karena kemiskinan, karena ingin menolong sesama, karena bisnis tindak kejahatan seperti penjualan orang yang bertujuan untuk dibunuh (dimatikan) lalu organ tubuhnya akan digunakan untuk keperluan medis, karena pencurian seperti pihak rumah sakit menjual tubuh orang yang telah mati disebabkan keluarganya tidak ada seperti orang gila yang sudah ditelantarkan keluarganya atau orang yang mati tidak ada keluarga yang bertanggung jawab mengurusnya. Adapun kandungan tubuh manusia yang biasa dijual atau didonorkan seperti: Ginjal, mata, jantung, darah, kulit, daging, otak, dll

Sekitar tahun 2011 pernah terjadi penangkapan terhadap warga China di bandara Internasional Prancis, kedapatan membawa kapsul fitamin, dimana kandungan kapsul fitamin setelah diuji di labolaturium ternyata bahan kapsul fitamin tersubut terbuat dari bahan baku daging bayi manusia. Bahkan daging manusia atau ari-ari dan ketuban manusia diberbagai negara sudah menjadikannya sebagai bahan baku kosmetika untuk alat kecantikan wanita. Fenomena di atas sudah menggurita terdapat diberbagai negara.

Ijmak ulama, bahwa tindakan-tindakan seperti di atas menjual organ tubuh secara batil dengan alasan donor mutlak hukumnya “Haram” dalam Islam. Sebagaimana di dalam Alqur’an disebutkan QS. Almaidah [5] :32 : ” Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. ”

DONOR ORGAN TUBUH YANG DIPERBOLEHKAN

Mendonorkan organ tubuh atau mendonorkan bahagian kandungan yang terdapat di dalam tubuh manusia untuk kemaslahatan orang lain seperti donor darah, donor mata, donor ginjal, dll terdapat perbedaan di kalangan ulama. Untuk donor darah sepakat mayoritas para ulama hukumnya “Halal” yaitu membolehkannya selagi disana tidak ada unsur-unsur merusak menurut ahli medis kedokteran, kebatilan dan kezaliman seperti masyarakat digalakkan untuk donor darah oleh lembaga tertentu tetapi hasil donor darah tersebut dibisniskan atau dijual untuk mencari keuntungan yang berlebihan kepada orang yang membutuhkannya. Atau donor darah yang diambil dengan cara paksa tanpa ada izin yang bersangkutan, maka ini tidak dibenarkan.

Sedangkan donor untuk organ tubuh para ulama berbeda pendapat. Sebahagian ulama mengharamkannya karena organ tubuh manusia tidak boleh diubah-ubah dari tempatnya, karena jika merobah bentuk manusia sama dengan menyakiti manusia itu sendiri atau mengubah ciptaan Allah sama ada manusia itu masih hidup ataupun sudah mati.

Namun sebahagian ulama ada yang membolehkannya. Mereka beralasan untuk kepentingan dan kemaslahatan yang lebih besar seperti donor mata dan ginjal yang diambil dari orang yang telah mati agar dapat digunakan untuk orang yang masih hidup sehingga manfaatnya dan kemaslahatannya lebih besar. Alqur’an menyebutkan di dalam QS. Alimran [3] :92 : “Lan Tanalul Birra Hatta Tunfiqu Mimma Tuhibbun ; kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan harta apa yang kamu cintai”, dan QS. Almaidah [5] : 2 : “Wata’a Wanu ‘Alalbirri ; Dan bertolong-toonganlah kamu dalam kebaikan”.

Sebagaimana kaidah Fikih menyebutkan : “Idza Ta’aradhat Al Mashalih Bada’a Biahammiha ; Apabila bertentangan sebuah kemaslahatan, maka diutamakanlah kemaslahatan yang lebih besar”. Kaidah lain juga menyebutkan : “Idza Ta’aradhat Al Mashlahah wal Mafsadah Quddima Arjahu-huma ; Apabila ada bertentangan antara kemaslahatan dan kerusakan, maka dahulukanlah yang lebih baik dari keduanya”.

(3)

1. Harus sesuai dengan syari’ah Agama artinya donor organ tubuh/donor darah tidak dilakukan dengan cara-cara yang zalim, pencurian, kecurangan, kebatilan dan memudratkan.

2. Tidak dibenarkan dan hukumya “Haram” menjual organ tubuh dengan alasan donor karena miskin atau ingin mencari keuntungan finansial. Ini banyak terjadi dinegara-negara berkembang karena tuntutan ekonomi mereka menjual organ tubuhnya seperti ginjal. Bahkan lebih naif lagi di Indonesia ada masyarakat menjual ginjalnya karena ingin mebeli HP Blackbarry.

3. Harus sesuai menurut undang-undang kesehatan dan kedokteran terhadap donor organ tubuh manusia atau donor darah.

4. Harus ada izin orang yang ingin mendonorkan atau izin ahli warisnya, tidak ada paksaan bagi yang ingin mendonorkan, semata-mata untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syar’i.

5. Tidak menyebabkan kemudratan yang lebih besar bagi yang mendonorkan.

6. Pemerintah atau lembaga yang berkompeten “Wajib” membuat aturan undang-undang yang permanen sebagai payung hukum untuk memberikan konpensasi berupa uang atau harta kepada pendonor atau kepada ahli waris pendonor yang sesuai dan seadil-adilnya, sama ada yang mendonorkan tersebut ikhlas (tanpa pamrih) ataupun tidak. Meskipun Pendonor tidak mau dibayar, pemerintah tetap wajib memberikan konpensasi yang sesuai dan seadil-adilnya kepada yang bersangkutan atau kepada ahli warisnya. Terkecuali yang mendonorkan organ tubuhnya kepada ahli warisnya sendiri, maka ini tidak wajib diberi konpensasi. Cara seperti ini yang lebih disepakati oleh para ulama.

(4)

HUKUM JUAL GINJAL DAN ORGAN LAIN DI TUBUH MANUSIA

Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang saya hormati. Belakangan ini ramai dibicarakan soal jual ginjal. Pelakunya beralasan jual ginjal untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Saya mau tanya, apakah boleh menjual ginjal itu? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb (Ahmad Khoiri/Jakarta).

Jawaban

Penanya yang budiman, semoga kita semua selalu dirahmati Allah swt. Jual-beli dan transaksi lainnya pada dasarnya dihalalkan. Tetapi para ulama membuat batasan dan syarat-syarat yang mesti dipenuhi agar transaksi jual-beli sah menurut syara’ (agama).

Perihal jual organ tubuh manusia ini, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan pendapat di kalangan ulama perihal kasus ini didasarkan pada cara pandang mereka melihat sejauh mana tingkat maslahat dan mafsadat dari jual-beli organ tubuh manusia dan seberapa vital organ yang diperjualbelikan.

Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri secara jelas mengharamkan jual-beli organ tubuh manusia. Menurutnya, menjual organ tubuh dapat merusak fisik manusia. Berikut ini kutipannya.

Artinya, “Hukum menjual organ tubuh manusia: tidak boleh menjual organ atau salah satu anggota tubuh manusia baik selagi hidup maupun setelah wafat. Bila tidak ada unsur terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Tetapi ia diharamkan menerima uangnya. Jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat karena suatu kepentingan mendesak, dan ia menerima sebuah imbalan atas hibahnya itu saat ia hidup, ia boleh menerima imbalannya. Seseorang tidak boleh menjual atau menghibahkan organ tubuhnya selagi ia hidup kepada orang lain. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan dapat melalaikannya dari kewajiban-kewajiban agamanya. Seseorang tidak boleh mendayagunakan (menjual, menghibah, dan akad lainnya) milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.”

Dalam membahas masalah ini, kita bisa menyimak uraian Syekh Wahbah Zuhaili perihal ketentuan barang yang sah dijual menurut syara’ (agama). Menurut Az-Zuhaili, produk yang sah dijual harus berupa harta, dapat dimiliki, dan bernilai.

Artinya, “Syarat sah produk yang dijual adalah barang yang boleh sesuai syariat. Barang yang menjadi tempat akad disyaratkan bisa menerima jual-beli secara hukum syara’. Sesuai kesepakatan ulama, produk yang dijual itu harus berupa harta, bisa dimiliki, dan bernilai. Kalau syarat produk itu tidak terpenuhi, akad terhadap barang itu batal (tidak sah). Menjual, menghibahkan, menggadaikan, mewakafkan, atau mewasiatkan produk bukan harta seperti bangkai dan darah, batal (tidak sah). Karena barang bukan harta pada dasarnya tidak menerima status kepemilikan. Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali membolehkan akad-jual beli air susu perempuan untuk suatu kepentingan dan sebuah manfaat. Sementara ulama madzhab Hanbali membolehkan akad jual-beli organ tubuh manusia seperti bola mata atau potongan kulit bilamana dimanfaatkan untuk menambal tubuh orang lain sebagai kepentingan mendesak menghidupkan orang lain. Atas dasar ini, menjual darah untuk kepentingan operasi bedah seperti sekarang ini dibolehkan,” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 10, Darul Fikr, Beirut).

Syekh Wahbah Az-Zuhaili lebih lanjut memberikan batasan kategori harta. Dengan kategori ini, kita memiliki batasan yang jelas terkait produk yang boleh dijual.

(5)

Karenanya, transaksi jual-beli barang bukan harta seperti manusia merdeka, bangkai, dan darah, tidak boleh... demikian juga menjual semua benda-benda itu (yang bukan kategori harta) tidak boleh karena dapat membawa mafsadat,” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 4, halaman 357-358, Darul Fikr, Beirut).

Meskipun membolehkan jual-beli organ tubuh, sebagian madzhab Syafi’i tetap tidak bisa menerima jual-beli ginjal. Pasalnya produk dijual hanya satu dari dua bagian ginjal. Sedangkan transaksi jual-beli separuh produk yang dapat mengurangi nilai barang itu sendiri, tidak sah.

Artinya, “Tidak sah menjual separuh dari suatu benda tertentu seperti wadah, pedang, dan selain keduanya. Katakan menjual potongan baju mahal. Harganya yang mahal menjadi merosot lantaran berupa potongan. Karenanya menjual sebagian benda tertentu tidak sah karena kurang syarat dalam hal penyerahannya secara utuh menurut syara’ (agama). Penyerahan suatu produk dalam kasus ini hanya mungkin dengan mematahkan atau memotongnya yang menjadi kekurangan dan penyia-nyiaan harta. Dan Itu haram,” (Lihat Al-Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj fi Ma'rifati Ma'anil Minhaj, juz 2, halaman 19, Darul Ma’rifah, Beirut).

Tetapi sebagian madhzab Syafi’i mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun. Demikian pendapat guru kami Rais Syuriyah PBNU periode 1994-1999 KHM Syafi’i Hadzami berikut ini yang mengutip Asnal Mathalib karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori.

Menurut guru kami, “Menjual adalah termasuk salah satu daripada wujuhul intifa’, artinya jalan-jalan memanfaatkan. Sedang memanfaatkan segala juzu’-juzu’ anak Adam adalah diharamkan karena firman Allah SWT, ‘Wa laqad karramnâ banî âdama’, dan telah kami takrimkan (permuliakan) akan anak-anak Adam,” (Lihat KHM Syafi’i Hadzami, Taudhihul Adillah [100 Masalah Agama], juz III, halaman 284-285, Menara Kudus, 1982).

Dari pelbagai keterangan di atas, penulis lebih setuju pada pendapat ulama yang mengharamkan jual beli ginjal. Kalau pun pemerintah memperbolehkan donor ginjal, regulasi yang mengatur ini harus betul-betul ketat dan mengikat. Pasalnya ginjal merupakan organ yang sangat vital dalam tubuh manusia. Menurun dan berkurangnya fungsi ginjal karena dijual salah satu bagiannya menimbulkan pelbagai mudharat luar biasa secara medis.

(6)

ETIKA DALAM AKSI JUAL BELI KASUS TRANPLANTASI “ORGAN “

Mei

16

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu kedokteran dewasa ini telah memberikan dampak yang besar bagi dunia kesehatan di dunia. Kemajuan tersebut dapat meningkatkan tingkat harapan hidup para pasien. Salah satu kemajuan tersebut adalah dalan bidang transplantasi organ tubuh manusia. Teknik ini memungkinkan seseorang dapat mengganti bagian tubuhnya yang rusak atau sudah tidak dapat berfungsi lagi dengan bagian tubuh orang lain supaya dia dapat hidup normal. Tentu saja kemajuan di bidang transplantasi ini membantu banyak orang, akan tetapi adanya teknik transplantasi ini juga mendatangkan beberapa masalah yang berdampak atas moralitas. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan medis telah memungkinkan dilakukannya transplantasi organ dengan namun demikian beberapa prosedur yang ditawarkan mungkin dapat dilakukan tetapi secara moral tidak dapat diterima. Apa yang secara teknologis mungkin, tidak selalu baik secara moral. Dalam menilai moralitas suatu prosedur, orang wajib mempertahankan martabat pribadi manusia, yang sekaligus tubuh dan jiwa. Masalah moral tersebut antara lain meliputi perdagangan organ tubuh manusia.

Perdagangan organ manusia di dunia semakin marak, terutama di pasar gelap. Hal ini merupakan perpaduan antara kemiskinan dan kejahatan terorganisasi berskala global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun terjadi 21.000 pencangkokan hati. Padahal, berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan sebenarnya paling sedikit 90.000. Selain itu, permintaan akan ginjal juga melebihi persediaan yang ada. Hasilnya, harga organ tubuh melonjak tajam. Ini menjadi salah satu faktor pendukung maraknya perdagangan organ tubuh manusia di pasar gelap. Di Mesir, sebuah ginjal berharga USD5.300, sementara di Istanbul,Turki, harganya bisa mencapai USD30.700. Di China, harga liver bahkan menembus USD34.380. Bagaimana dengan di Indonesia? Walaupun perdagangan organ tubuh di Indonesia belum seperti di China, potensi untuk menuju kesana terbuka lebar. Oleh sebab itu, kami akan mengkaji tentang bagaimana etika dan hukum kesehatan di Indonesia mengatur transplantasi organ tubuh.

1.3 Rumusan Masalah

1. Sejarah dan pengertian transplantasi organ tubuh ?

2. Metode dan bagaimanan transplantasi organ tubuh ?

3. Bagaimana etika dan moral mengenai transplantasi organ tubuh ?

4. Bagaimana hukum di Indonesia mengatur proses transplantasi organ?

4. Dan bagaimana pandangan Agama terhadap transplantasi organ tubuh manusia ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Transplantasi Organ Tubuh

(7)

1) Pencangkokkan arteria mammaria interna didalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E.Green.

2) Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.

3) Pencangkokkan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.

2.2 Pengertian Transplantasi Organ Tubuh

Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Tujuan utama transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima dapat dibedakan menjadi :

1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.

2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatau jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.

3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.

2.3 Jenis-jenis transplantasi

Hingga waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:

1) Autograft, yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.

2) Allograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.

3) Isograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada kembar identik.

4) Xenograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama ke spesiesnya.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi meninggal adalah mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari donor hidup adalah kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ/ jaringan yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru dan sel otak. Dalam dua dasawarsa terakhir ini telah pula dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green, dan transplantasi sel-sel substansi nigra dari bayi yang meninggal kepada pasien penyakit Pakinson. Semua upaya dalam bidang transplantasi tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan dari sudut hukum dan etik kedokteran.

2.4 Komponen-Komponen Transplantasi

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :

1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal. 2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri

atau tubuh orang lain.

Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan traplantasi, yaitu :

a) Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau organ.

(8)

2.5 Metode Transplantasi

Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan metode-metode pencangkokan, seperti :

1. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E. Green.

2. Pencangkokan jantung, dari jantung ke kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.

3. Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.

2.6 Kategori Transplantasi Organ Tubuh

Transplantasi dapat dikategori kepada tiga tipe, yaitu :

1) Donor dalam keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini diperlakukan seleksi yang cermat dan harus diadakan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap dan menyeluruh) baik terhadap donor, maupun terhadap resipien. Hal ini dilakukan demi untuk menghindari kegagalan transplantasi.

2) Donor dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma,atau di d uga kuat akan meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya bantuan alat pernafasan khusus.

3) Donor dalam keadaan meninggal. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil ketika donor sudah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis.

2.7 Masalah Etik dan Moral dalam Tranplantasi Organ

Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah donor hidup, jenazah dan donor mati, keluarga dan ahli waris, resepien, dokter dan pelaksana lain, dan masyarakat. Hubungan pihak-pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini :

1. Donor Hidup.

Adalah orang yang memberikan jaringan atau organnya kepada orang lain (resepien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan emosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.

2. Jenazah dan donor mati.

Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.

3. Keluarga donor dan ahli waris.

Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.

4. Resipien.

(9)

5. Dokter dan tenaga pelaksana lain.

Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi.

6. Masyarakat.

Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

2.8 Aspek Etik Transplantasi

Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:

1) Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.

2) Pasal 10

Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

3) Pasal 11

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

2.9 Aspek Hukum Transplantasi

Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

1) Pasal 1

a) Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

b) Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.

c) Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

d) Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

(10)

pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak. Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:

2) Pasal 10

Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan/ atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.

3) Pasal 11

a. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh menteri kesehatan.

b. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

4) Pasal 12

Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh dua orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

5) Pasal 13

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, pasal 14 dan pasal 15 dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 orang saksi.

6) Pasal 14

Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang terdekat.

7) Pasal 15

1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. 2. Dokter sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 harus yakin benar, bahwa calon donor yang

bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut. 8) Pasal 16

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

9) Pasal 17

Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.

10) Pasal 18

Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri. Sebagai penjelasan pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh manusia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong dalam keadaan tertentu.

Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

(11)

1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.

2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

12) Pasal 34

1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu. 2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.

3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.

2.10 Transplantasi Organ dari Segi Agama:

1. Tansplantasi Organ dari Segi Agama Islam a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup

mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya.Hukumnya tidak diperbolehkan, Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an:

1) surat Al – Baqorah ayat 195

” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ” 2) An – Nisa ayat 29

” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ” 3) Al – Maidah ayat 2

” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “ b. Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal

Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor-matan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.

2. Transplantasi Organ dari Segi Agama Kristen

(12)

masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita.

3. Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik

Gereja menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun jantung kita, asal saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati artinya bukan mati secara medis yaitu otak kita yang mati, seperti koma, vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita dalam keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain dengan menjadi donor.

Kesimpulannya bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti donor darah, sum-sum, ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk melakukannya. Sedangkan menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana donor tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat Katolik wajib untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu sampai si donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak ada halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.

4. Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha

Dalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini.

5. Transplantasi Organ dari Segi Agama Hindu

Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsipyajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna. Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengirbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusia Yajna.

2.11 Transplantasi Organ dari Segi Etika Keperawatan

Jika ditinjau dari segi etika keperawatan, transplantasi organ akan menjadi suatu hal yang salah jika dilakukan secara illegal. Hal ini menilik pada kode etik keperawatan, Pokok etik 4 pasal 2 yang mengatur tentang hubungan perawat dengan teman sejawat. Pokok etik tersebut berbunyi “ Perawat bertindak melindungi klien dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal ”. Seorang perawat dalam menjalankan profesinya juga diwajibkan untuk tetap mengingat tentang prinsip-prinsip etik, antara lain :

a. Otonomi (Autonomy)

(13)

diyakinkan bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang telah dipertimbangkan secara matang (Anonim,1999).

b. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi(Anonim,1999).

c. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan(Anonim,1999).

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti dalam pelaksanaan transplantasi organ, harus diupayakan semaksimal mungkin bahwa praktek yang dilaksanakan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien(Anonim,1999).

e. Kejujuran (Veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya(Anonim,1999).

f. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan(Anonim,1999).

Dari prinsip-prinsip diatas berarti harus diperhatikan benar bahwa dalam memutuskan untuk melakukan transplantasi organ harus disertai pertimbangan yang matang dan tidak ada paksaan dari pihak manapun, adil bagi pihak pendonor maupun resipien, tidak merugikan pihak manapun serta berorientasi pada kemanusiaan.

Selain itu dalam praktek transplantasi organ juga tidak boleh melanggar nilai-nilai dalam praktek perawat professional. Sebagai contoh nilai tersebut adalah, keyakinan bahwa setiap individu adalah mulia dan berharga. Jika seorang perawat menjunjung tinggi nilai tersebut dalam prakteknya, niscaya seorang perawat tidak akan begitu mudah membantu melaksanakan praktek transplantasi organ hanya dengan motivasi komersiil.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kemajuan teknologi dibidang kedokteran memungkinkan terjadinya transplantasi organ tubuh manusia. Hal ini saat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia karena dengan transplantasi organ-organ tubuh manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi lagi dengan normal dapat digantikan dengan organ yang masih berfungsi dengan baik. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri banyaknya masalah yang muncul akibat kemajuan teknologi ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

(14)

3.2 Saran

Upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, sebaiknya para dokter tidak menyalahgunakan keahliannya dalam transplantasi untuk tujun-tujuan kemersial semata seperti jual-beli organ. Karena jika dokter tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum maka tidak akan bisa terjadi jual-beli organ karena yang mampu mengambil dan memindahkan organ-organ tersebut hanya dokter. Selain itu para penjual organ juga haraus menyadari kalau menjual organ tubuh kita sendiri dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Oleh sebab itu, Pemerintah hendaknya melarang keras dengan hukum yang berlaku bagi mereka yang menjual organ tubuh dengan tujuan komersil. Dengan menjual organ tubuh tersebut, secara tidak langsung mereka menjual pemberian Allah SWT yang paling berharga dan tak ternilai harganya yaitu hidup sebagai makhluk yang sempurna.

TRANSPLANTASI ORGAN DI PANDANG DARI KODE ETIKA, AGAMA DAN SEGI HUKUM DI INDONESIA

Pada saat ini dunia kedokteran di indonesia telah memasuki teknologi yang lebih tinggi. Transplantasi organ yang dahulu hanya dapat dilakukan di rumah sakit luar negri, untuk saat ini di indonesia pun sudah dpat dilakukan.misalnya transplantasi kornea, ginjal, dan sumsum tulang.

Tidak semua perawat terlibat dalam transplantasi, namun dalam bebrapa hal, perawat cukup berperan seperti merawat dan meningkatkan kesehatan pemberi donor, membantu dikamar operasi dan merawat pasien setelah tranplantasi (helsinki, 1987;lih. Megan, 1991).

Definisi

Transplatansi organ atau jarigan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. ini adalah terapi pengganti ( alternatif ) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien degan ke gagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan di bandingkan degan terapi konservatif. Walaupun transplatansi organ atau jaringan itu telah lama dikenal dan terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih ahrus mempertimbangkan dari segi non medik, yaitu segi agama, hukum, budaya, etika dan moral.

Klasifikasi Transplantasi Organ :

· Autograft, yaitu pemindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri. · Allograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.

· Isograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada gambar identik. · Xenograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.

Transplantasi Organ

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:

1. Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hiudp atau yang sudah meninggal.

2. Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.

· Transplantasi Organ dari Segi Agama: 1.Transplantasi Organ dari Segi Agama Islam · Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.

mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya.Hukumnya tidak diperbolehkan,

Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an : 1) surat Al – Baqorah ayat 195

” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ” 2) An – Nisa ayat 29

” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ” 3) Al – Maidah ayat 2

(15)

Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor-matan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban). Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.

. 2. Transplantasi Organ dari Segi Agama Kristen

Di alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh, selama niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa orang yang membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi bila si pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena saat kita masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita.

3. Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik

Gereja menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun jantung kita, asal saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati artinya bukan mati secara medis yaitu otak kita yang mati, seperti koma, vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita dalam keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain dengan menjadi donor.

Kesimpulannya bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti donor darah, sum-sum, ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk melakukannya. Sedangkan menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana donor tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat Katolik wajib untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu sampai si donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak ada halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.

4. Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha

Dalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini.

1. Transplantasi Organ dari Segi Agama Hindu

Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna. Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengirbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna.

· Aspek hukum transplantasi organ

(16)

Dalam PP No. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatoms dan trasplantasi alat serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut :

Pasal 1.

(c). Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal ( fungsi ) tertentu untuk tubuh tersebut.

(d). Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal ( fungsi ) yang sama dan tertentu.

(e). Tranplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran utntuk pemindahan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatab untuk menggantikan alay dan jaringan tubuh yang tidak berfungsi degan baik.

(f). Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada oarang lain untuk keperluan kesehatan.

Pasal 10.

Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia dilakukan degan memperhatikan ketentuan –ketentuan sebagaiamana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus degan persetujuan tertulis penderita dan keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 11.

1. transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan olehdokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

2. transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

Pasal 12.

Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkutan paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13.

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf “a”, pasal 14 dan pasal 15 dibuat diatas kertas bermaterai dengan 2 orang saksi.

Pasal 14.

Pengambilan alat dan jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan degan persetujuan tertulis keluarga yang terdekat.

Pasal 15.

1.Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberi tahu oleh dokter yang merawarnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.

2. dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin bener, bahkan calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16.

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17.

Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia. Pasal 18.

Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negri. Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut :

Pasal 33.

1. dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan tranplantasi organ dan jaringan tubuh tranfusi darah,implan obat dan alat kesehatan, sreta bedah plastik dan rekonstruksi.

2. transplantasi organ dan jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan larangan untuk tujuan komersial.

Pasal 34.

1. Trasplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disarana kesehatan tertentu.

(17)

3. ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

ASPEK ETIK TRASPLANTASI

Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien degan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan beberapa pasal dalam kodeki, yaitu :

Pasal 2.

seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Pasal 10.

Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani. Pasal 11.

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis, pemberian mulsa tidak memberikan

Untuk itu travel agent atau tour and travel inilah yang akan membantu dalam merencanakan dan menyelenggarakan suatu perjalanan wisata yang dikemas menjadi sebuah paket

Dari hasil penelitian menggunakan ONE-WAY MANOVA dan uji lanjut kontras ortogonal didapatkan perbedaan antara air minum sebelum diproses dengan air minum yang melalui

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analisis korelasional untuk mengetahui hubungan antara tindakan mandiri personal hygiene oleh perawat

bahwa berat labur adalah banyaknya perekat yang diberikan pada permukaan kayu, berat labur yang terlalu tinggi selain dapat menaikkan biaya produksi juga akan mengurangi

Fahrun Nur Rosyid, S.kep,Ns, M.kes, selaku Kaprodi SI Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya dan selaku pembimbing I yang dengan

Dengan kandungan kebasahan dan abu seperti tabel diatas, maka limbah padat kelapa sawit dapat digasifikasi terutama tempurung kelapa dan serabut kelapa sawit.Untuk

Jenis Penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research), untuk mendapatkan data-data dari permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data