• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Batang Kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) Sebagai Pendegradasi Lignin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Batang Kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) Sebagai Pendegradasi Lignin"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Media Ligninase Cair

Komposisi Media Ligninase

KH2PO4 2 g

MgS04.7H2O 0,5 g

K2HPO4 1 g

Alkaline Lignin 2 g

NH4NO3 2 g

KCL 0,5 g

MgSO4.7H2O 0,5 g

FeSO4.7H2O 10 mg

MnCL2.2H2O 5 mg

CuSO4.5H2O 1 mg

(2)

Lampiran 2. Isolasi dan Pemurnian Fungi Pendegradasi Lignin dari Batang Kayu Eukaliptus Lapuk

KayuPinusL

Hasil

Dimasukkan ke dalam plastik

Dipotong menjadi ukuran yang

Disebarkan di atas media

Diinkubasi pada suhu ruang selama

(3)

Lampiran 3. Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm

BiakanJam Isolat

Ditumbuhkan pada media PDA+asam tanin 0,1% pada suhu

ruang

Diinkubasi pada suhu

(4)

Lampiran 4. Persiapan Sumber Enzim

Biakan Jamur Yang Mampu

M b k E d

Supernatan

Dibiakkan pada 30 ml media ligninase cair

Diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang

Disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm

(5)

Lampiran 5. Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)

0,2 ml Supernatan

Ditambahkan 2,8 ml larutan penyangga tartrat(pH

Ditambahkan 1 ml veratril alkohol 2

Ditambahkan 1 ml H2O2 0.4

Dihomogenkan

Diinkubasi selama 30 menit pada suhu

Hasil

Diukur jumlah veratraldehida yang terbentuk dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 310 nm

(6)
(7)
(8)

Lampiran 7. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)

Waktu (Hari)

Isolat Exidia

sp

Phaneroch aete sp 1

Phanerocha ete sp. 2

2 0.000 0.000 0.000

4 0.001 0.003 0.002

6 0.021 0.028 0.017

8 0.004 0.015 0.037

10 0.004 0.004 0.013

12 0.002 0.004 0.002

(9)

Lampiran 8. Gambar Dokumentasi Penelitian

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Artiningsih, T. 2006. Aktivitas Ligninolitik Jenis Ganoderma pada Berbagai Sumber Karbon. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bogor. Burdsall, H. H. and Eslyn. 1974. The Taxonomy Of Sporotrichum Pruinosum And

Sporotrichum Pulverulentum/Phanerochaete Chrysosporium. Madison. U.S. Department of Agriculture, Forest Service.

Crawford, D. L., A.L. Pometto, & R.L. Crawford. 1983. Lignin degradation by Streptomyces viridosporus: Jenision and characterization of a new polymeric lignin degradation intermediate. Appl. Environ. Microbiol. 45(3):898-904.

Falah, F. 2012. Pemamfaatan Limbah Lignin Dari Proses Pembuatan Bioetanol Dari TKKS Sebagai Bahan Aditif Pada Mortar. Universitas Indonesia. Fitria, R. A., Ermawar, W. Fatriasari, T. Fajriutami, D. H. Y. Yanto, F. Falah dan

E. Hermiati. 2006. Biopulping Bambu Menggunakan Jamur Pelapuk Putih Schizophylum commune. UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial- LIPI.

Fitriasari, W., 2009. Pulping Soda Panas Terbuka Bambu Betung Dengan Praperlakuan Fungi Pelapuk Putih (Pleorotus ostreotus dan Treametes versicolor). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan.

Gandjar, I. S., Wellyzar dan Aryanti. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Hatakka A.1994. Lignin Modifying Enzyme from Selected White-rot Fungi: Production and Role in Lignin Degradation. FEMS Microbiol Rev 13:125-135.

Harvey, P.J., G.F. Gilardi, M.L. Goble & J.M. Palmer. 1993. Charge transfer reactions and feedback control of lignin peroxidase by phenolic compounds: significance in lignin degradation. J. Biotechnol. 30:57-69. Herliyana, E.N. 1997. Studi Pertumbuhan Fungi White-Rot Phanerochaet

chrysosporium Pada Berbagai Macam Suhu, pH Media dan Sumber N.Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Isroi. 2008. “Keunikan Jamur Pelapuk Putih: Selektif Mendegradasi Lignin”. hhtp://www.isroiwordpress.com, diakses tanggal 17 Februari 2016.

(11)

Kuo, M. 2007 Exidia glandulosa Http://www.mushroomexpert.com. [Diakses pada tanggal 30 Maret 20

Latifah, S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. Universitas Sumatra Utara. Sumatera Utara.

Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi Suatu Teknologi. Orth, A. B. D. J. Royse and M. Tien. 1993. Ubiquity of lignindegrading

peroxidases among various wood-degrading fungi. Appl Environ Microbiol 59:4017-4023.

Perez, J., Dorado, J. Rubia, T. and Martinez, J. 2002. Biodegradation and Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin. An overview. Int. Microbiol.

Prasetya, B. 2005. Mencermati Proses Pelapukan Biomassa Untuk Pengembangan Proses dan Produk Ramah Lingkungan (White Biotechnology). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Prayudyaningsih, R. H., Tikupang dan N.A. Malik, 2007. Jamur Pendegradasi Lignin Pada Serasah Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Prosiding Ekspose.

Pujirahayu, N. dan S. N. Marsoem. 2006. Efisiensi Pemasakan Bio-Kraft Pulp Kayu Sengon dengan Jamur Phanerochaete chrysosporium. Agrosains 19 (2): 202-203.

Rayner A.D. dan Boddy L.1988. Fungal Decomposition of Wood. It’s Biology and Ecology. John Wiley dan Sons : Chichester. New York, Brisbane. Toronto.Singapore.

Risdianto, H. 2007. Pemilihan Spesies Jamur Dan Media Imobilisasi Untuk Produksi Enzim Ligninolitik. ITB Press. Bandung.

Siagian, R. M., Suprapti, S. dan Komarayati, S. 2003. Peranan fungi Pelapuk Putih Dalam Proses Biodelignifikasi Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol 1 No. 1 Januari 2003.

Sigit, M. 2008. Pola Aktivitas Enzim Lignolitik Jamur Tiram (Pleorotus ostreatus) Pada Media Sludge Industri Kertas. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(12)

Supriyanto, A. 2009. Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium L1 Dan Pleurotus Eb9 Untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Surthikanthi, D., Suranto dan Susilowati, A. 2005. Biokonversi Kompleks Lignoselulosa Eceng Gondok (Eichorrnia crassipes (Martz) Solms) Menjadi Gula Pereduksi oleh Phanerochaete chrysosporium

Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N. W dan Soekotjo. Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor. Tambunan, B. dan Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis.

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Thompson, A. and L. Gloria. 1965. Laboratory Manual of Tropical Mycology and

Elementary Bacterology. University of Malaya Press. Kuala Lumpur. Wariishi, H., Dunford H.B., MacDonald, I.D., Gold M.H. 1989. Manganase

Peroxidase from the Lignin-degrading Basidiomycete Phanerochaete chrysosporium: Transient-state Kinetics and Reaction Mechanism. J Biol Chem 264 : 3335 – 3340.

Widjaja, A., Ferry dan Musmariadi. 2004. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Mediator Pada Biodelignifikasi Menggunakan Enzim Kasar Lignin Perosidase. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

(13)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015. Pengambilan sampel batang Eukaliptus grandis di PT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Sumatera Utara. Isolasi jamur di Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan Pengukuran aktivitas LiP di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Alat yang diperlukan pada penelitian ini antara lain neraca analitik, sentrifuse, spektrofotometer, vortex, pH meter, shaker, pipet serologi, cawan petri, inkubator jamur, sedangkan bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain penyangga tartrat (pH 2.5), H2O2, guaiakol, MnSO4, penyangga sitrat fosfat (pH

5.5), penyangga sodium asetat (pH 5.5)veratryl alcohol,Potato Dextrose Agar (PDA), KH2PO4, MgSO4.7H2O, tanin, K2HPO4, Alkaline Lignin, NH4NO3, KCL,

MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, MnCL2.2H2O, CuSO4.5H2O.

Pengambilan Sampel

(14)

kemudian sampel dibersihkan dan dimasukkan kedalam kantung kertas dan disimpan didalam ruangan pada suhu kamar sampai proses isolasi.

Gambar 1. Batang kayu Eucalyptus grandis Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Eukaliptus

Sampel kayu eukaliptus diambil secara aseptik dari pangkal batang eukaliptus dan selanjutnya dibawa ke dalam laboratorium. Sampel dipotong menjadi ukuran 0,5 x 0,5 cm kemudian disebarkan di atas media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 x 24 jam. Koloni jamur yang tumbuh dipindahkan pada media PDA yang baru dan dibuat biakan murninya.

Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik

(15)

Persiapan Sumber Enzim

Sumber enzim untuk uji kuantitatif dipersiapkan dengan membiakkan isolat jamur pada media ligninase cairpada suhu ruang selama 14 hari. Suspensi jamur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit. Suspensi berupa ekstrak enzim kasar digunakan untuk pengukuran aktivitas ligninolitik secara kuantitatif. Pengukuran aktivitas enzim ligninolitik dilakukan setiap 2 hari selama 14 hari dengan metode sebagai berikut :

Pengukuran Aktivitas Ligninolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)

Pengukuran aktivitas enzim LiP dilakukan menurut metode Bonnen et al. (1994). Ekstrak enzim sebanyak 0,2 ml ditambahkan ke dalam 2,8 ml larutan penyangga tartrat (pH 2.5). Campuran ini ditambahkan veratryl alcohol 2 mM dan H2O2 0.4 mM masing-masing sebanyak 1 ml. Campuran tersebut selanjutnya

dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Jumlah veratraldehida yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm. Untuk larutan blanko digunakan 1 ml veratryl alcohol 2 mM dan 1 ml H2O2 0.4 mM dan 0,2 ml akuades

yang dipanaskan pada suhu 60 °C selama 5 menit.

Jumlah veratraldehida yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus Lambert-Beer, yaitu,

ΔC = (��−�0) (�.�)

Keterangan : ΔC = jumlah vetraldehida yang terbentuk selama t menit (mol/liter)

(16)

Ao = nilai absorbansi pada awal reaksi b = diameter kuvet (1 cm)

k = konstanta (veratraldehida = 9,300/M/cm)

Aktivitas enzim dinyatakan dalam satuan unit yang setara dengan 1 nmol veratraldehida yang dihasilkan per menit dari perlakuan 1 ml enzim yang direaksikan dalam kondisi asam, sehingga aktivitas enzim yaitu :

Unit U/ml = ∆C x Vtot (ml)x 10 9

t (menit)x V enzim (ml)

Keterangan : Unit = jumlah lignin yang terdegradasi Vtot = jumlah keseluruhan larutan t = waktu (menit)

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Jamur Pelapuk Kayu

Sampel jamur untuk isolasi diambil dari tegakan Eucaliptus grandis di areal PT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan pengisolasian terhadap jamur menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar). Sampel jamur di ambil dari batang kayu Eucaliptus grandis yang dipotong dengang ukuran 0,5 x 0,5 cm, selanjutnya potongan kayu di masukkan kedalam cawan petri yang sebelumnya sudah dituangkan media PDA (Potato Dextrose Agar). Isolat jamur didiamkan dalam 3-5 hari pada suhu ruang dan steril untuk menjaga agar isolat jamur tidak terkontaminasi. Setelah didapatkan hasil isolat, kemudian dilakukan pemurnian jamur terhadap hasil isolat yang sudah didapatkan sebelumnya. Hasil pemurnian isolat jamur kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok dari 12 isolat jamur yang sudah di murnikan. Kelompok A terdiri dari 3 isolat murni, kelompok B terdiri dari 2 isolat murni serta kelompok C terdiri dari 7 isolat jamur yang telah dimurnikan sebelumnya. Penentuan kelompok isolat jamur didasarkan pada pengamatan visual yang meliputi pengamatan warna jamur dan bentuk koloni. Hal ini bertujuan untuk menentukan perbedaan dan persamaan dari setiap isolat jamur sehingga dapat dikelompokkan.

(18)

Tabel 1. Karateristik Makroskopis Isolat Jamur pada Kayu Eukaliptus. Isolat Jamur Warna Koloni

(3-5 hari)

Bentuk Permukaan Koloni (3-5 hari) Isolat A Putih Sedikit Kehijauan Merata

Isolat B Putih Kecoklatan Merata

Isolat C Putih Tidak Merata

Gambar 2 . Penampakan visual Jamur Pelapuk Kayu Eukaliptus. (a) Isolat A, (b) Isolat B, (c) Isolat C

A

C

(19)

Skrining Aktivitas Enzim Lignolitik Menggunakan Uji Bavendamm

Isolat jamur jamur yang telah di kelompokkan selanjutnya dilakukan skrining aktivitas enzim lignolitik menggunakan uji bavendamm. Uji bavendam dilakukan pada ruang tertutup dan gelap. Hasil uji bavendam memperlihatkan bahwa pada seluruh isolat jamur yang diuji terdapat endapan coklat,. Hal ini menyimpulkan bahwa isolat jamur positif merupakan kelompok dari jenis jamur pelapuk putih.

(20)

Gambar 3 . Hasil Uji Bavendamm Isolat Fungi Pelapuk Kayu Eukaliptus ; (a) Isolat A, (b) Isolat B, dan (c) Isolat C merupakan isolat yang memiliki endapan

Identifikasi mikroskopis Fungi Pelapuk Putih

Hasil dari pengujian bavendam didapatkan jamur yang dikategorikan masuk kedalam kelompok fungi pelapuk putih, selanjutnya dilakukan

A

B

A1

B1

(21)

pengidentifikasian fungi pelapuk putih secara mikroskopis. Hasil pengamatan secara mikroskopis menujukkan terdapat 2 jenis Panerochaete, sp. dan 1 jenis Exidia sp.

Tabel 2. Hasil Karakterisasi Mikroskopis Fungi Pelapuk kayu Eukaliptus grandis Isolat Hifa Spora Aseksual Bentuk dan Pengaturan

Spora Aseksual

Isolat A Tidak Bersepta - -

Isolat B Bersepta Konidiospora Konidia berbentuk bulat, banyak sel, dan

diproduksi tunggal. Isolat C Bersepta Konidiospora Konidia berbentuk bulat,

banyak sel, dan diproduksi tunggal.

Phanerochaete, sp.

Berdasarkan hasil identifikasi secara mikroskopis isolat B dan isolat C merupakan jenis fungi Panerochaete, sp. Fungi ini termasuk dalam keluarga Phanerochaetaceae dan genus Phanerochaete.

Gambar 4, (A) Struktur mikroskopis Phanerochaete sp. (Burdsall, 1981), (B) Struktur mikroskopis Isolat B, (C) Struktur mikroskopis Isolat C. (a:spora, b:clamp connection, c: Hifa berseptat)

(22)

Berdasarkan gambar 4 tersebut hifa dari isolat B dan Isolat C yaitu bersekat, memiliki clamp connection, sporanya diproduksi tunggal dan mengelompok, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Zmitrovich et al. (2006) yang menyatakan Phanerochaete sp. memiliki hifa bersekat (septa) dan bersifat totipoten serta berminyak, memiliki clamp connection dan sporanya diproduksi tunggal dan mengelompok yaitu pada ujung hifa. Herliyana (1997) taksonomi P. chrysosporium adalah sebagai berikut : Klas Basidiomycetes, Subklas Holobasidiomycetidae, Ordo Aphyllopholares dan Famili Corticiaceae. Karakteristik miselium jamur pelapuk kayu Aphylloporales, P. chrysosporium mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut : Laccase (α-naphthol); kecepatan tumbuh >70 mm dalam 7 hari; aerial miselium berbentuk seperti butir-butiran (aerial mycelium farinaceous atau granulose); aerial mycelium floccose; hifa generatifnya berdinding tebal (thick-walled generatifhyphae); lebar hifa ≥7,5 μm; extraneous material on hyphae atau hifa mengandung tetesan minyak (hyphae containing oil droplets); kristal dalam aerial miselium; artrokonidia (oidia); klamidospora; blastokonidia. Biasanya P. chryosporium ditumbuhkan dengan menggunakan spora aseksual dapat berupa oidia/artrokonidia, klamidospora dan blastokonidia, tetapi dapat juga menggunakan siklus seksual untuk memproduksi basidiospora. P. Chrysosporium bersifat termotoleran yaitu dapat tumbuh pada kisaran suhu 25°C sampai 50°C

Exidia sp.

(23)

Terdapat clamp connection (sambungan apit) pada Gambar 5 yang merupakan ciri dari Basidiomycetes yang bertujuan untuk memindahkan inti sel dalam proses perkembangan hifa (Thompson dan Gloria, 1965).

Gambar 5. (A) Exidia sp, (B) Isolat A. (a: hifa, b: clamp conection)

Exidia sp. merupakan jenis fungi yang mampu hidup berkoloni pada kayu yang baru mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuo (2007) bahwa exidia sp. erat kaitannya dengan pembusukan cabang mati di pohon hidup. Secara khusus, perannya adalah untuk menghancurkan jaringan dari kambium vaskular pada kayu.

Aktivitas Enzim LigninPeroksidase (LiP)

Pengukuran enzim ligninperoksidase (LiP) dilakukan sebanyak 7 kali pengukuran dalam waktu 14 hari, sehingga pengukuran dilakukan 1 kali dalam 2 hari. Isolat jamur yang sebelumnya dikulturkan dalam media cair menunjukkan hasil yang bervariasi. Pengukuran aktivitas enzim LiP menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 310 nm.

(24)

Tabel 3. Aktivitas enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Pelapuk Kayu Ekaliptus (Eucaliptus grandis) (U/ml).

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim LiP selama 14 hari data tertinggi pada isolat jamur Exidia sp. didapatkan pada hari ke-6 yaitu 0,021 (U/ml), selanjutnya aktivitas enzim LiP menurun hingga hari ke-14 yaitu 0,001 (U/ml). Pada Phanerochaete sp.1 aktivitas enzim LiP menunjukkan aktivitas tertinggi terjadi pada hari ke-6 yaitu 0, 028 (U/ml), selanjutnya aktivitas enzimn LiP menurun hingga hari ke-14 yaitu 0,001 (U/ml). Pada Phanerochaete sp. 2 aktivitas enzim LiP tertinggi ditunjukkan pada hari ke-8 dengan nilai 0,037 (U/ml), selanjutnya penurun aktivitas enzim berlangsung hingga hari ke-14 dengan nilai 0,001 (U/ml).

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim LiP tersebut dapat diurutkan aktivitas enzim tertinggi yaitu terjadi pada isolat Phanerochaete sp. 2 dengan nilai 0,037 (U/ml) diikuti dengan isolat Phanerochaete sp. 1dengan nilai 0,028 (U/ml) dan selanjutnya yang terendah Exidia sp. dengan nilai 0,021 (U/ml).

Pada tabel di atas dapat dilihat perbedaan aktivitas enzim yang terjadi pada masing-masing isolat jamur. Perbedaan ini disebabkan oleh kemampuan isolat

Waktu (Hari) Isolat

Exidia sp. Phanerochaete sp. 1 Phanerochaete sp. 2

(25)

jamur dalam mengubah substrat pada media, jenis substrat dan komposisi subsrat pada media. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanto (2009) bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut, kekuatan ion dan suhu.

Gambar 6. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Pelapuk Kayu Eucalyptus grandis.

Kurva di atas menunjukkan adanya berbagai fase yang terjadi pada aktivitas enzim LiP yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih. Menurut Gandjar (2006), pada hari ke-2 terjadi fase lag pada ketiga isolat yaitu fungi masih beradaptasi dengan lingkungan dan pembentukan enzim. Kemudian pada hari ke 4 mulai terjadi fase akselerasi pada isolat dimana pada fase ini sel-sel mulai membelah dan mulai aktif. Fase deselerasi terjadi pada hari ke-6 pada isolat A dan B, sedangkan pada isolat C fase deselerasi terjadi pada hari ke-8, pada fase ini pembelahan sel sudah mulai berkurang. Kemudian penurunan aktivitas terjadi

(26)

pada hari 8 pada isolat A dan B, sedangkan pada isolat C terjadi padahari ke-10. Selanjutnya aktivitas isolat A, B dan C benar benar berhenti pada hari ke-14.

Terjadinya peningkatan dan penurunan nilai aktivitas enzim akibat perubahan pH disebabkan karena perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat. Faktor pH sangat mempengaruhi terhadap aktivitas enzim, pH yang terlalu tinggi atau rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan memungkinkan strukturnya menjadi rusak. Menurut Rayner dan Boddy (1988), bahwa aktivitas kerja enzim yang optimal berkisar antara pH 3-5.

Jamur dalam melangsungkan hidupnya memerlukan enzim untuk sintesis dan degradasi. Menurut Hataka (1994) bahwa enzim yang berperan dalam proses sintesis yaitu enzim intraseluler dan untuk proses degradasi yaitu enzim ekstraseluler. Fungsi dari enzim intraseluler adalah mensintesis bahan seluler dan menguraikannya untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel. Enzim ekstraseluler berfungsi untuk melangsungkan perubahan seperlunya pada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut masuk ke sel.

(27)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Hasil dari uji Bavendam ditemukan 3 jenis fungi yang positif masuk dalam kelompok jenis fungi pelapuk putih yaitu Phanerochaete sp. 1, Phanerochaete sp. 2, dan Exidia sp.

2. Akivitas ezim LiP tertinggi selama pengukuran 14 hari sampai terendah secara berturut-turut yaitu Phanerochaete sp. 2 dengan nilai 0,037 (U/ml) diikuti dengan Phanerochaete sp. 1, dengan nilai 0,028 (U/ml) dan selanjutnya yang terendah Exidia sp., dengan nilai 0,021 (U/ml).

3. Hasil pengukuran akivitas LiP, Phanerochaete sp. 2 merupakan fungi yang paling berpotensi digunakan untuk biopulping karena memiliki nilai aktivitas Lip paling tinggi.

Saran

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Eucalyptus grandis

Nama Botani dari Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis Hill exMaiden. Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var. pallidivalvis Baker et Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum, rose gum. Tanaman Eucalyptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar, tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan pepagan licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda,daun dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis, biji berwarna coklat atau hitam (Latifah, S, 2004).

Penyebaran dan Habitat Eucalyptus

(29)

musim yang sangat kering, misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu Eucalyptus alba, Eucalyptus camaldulensis, Eucalyptus citriodora, Eucalyptus

deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 230 dan maksimum 310 di dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 130 dan maksimum 290 di pegunungan (Sutisna, Kalima dan Purnadjaja, 1998).

Lignin

Lignin adalah suatu polimer yang terdiri dari unit-unit fenilpropana dengan sedikit ikatan yang dapat dihidrolisis. Seringkali lignin disebut pula sebagai substansi kerak, karena kaku. Lignin melindungi selulosa dan bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arialkil dan ester. Karena struktur senyawa kompleks dan bersifat kaku, maka secara alamiah lignin sukar didekomposisi dan hanya sedikit mikroorganisme yang mampu mendegradasinya (Artiningsih, 2006).

(30)

Lignin sendiri adalah komponen utama penyusun kayu selain selulosa dan hemiselilosa. Lingnin terdiri dari molekul-molekul senyawa polifenol yang berfungsi sebagai pengikat sel-sel kayu satu sama lain, sehingga bahan perekat pada kayu lapis, komposit dan berbagai produk kayu lainnya. Lignin juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan lignosulfonat. Lignosulfonat adalah salah satu derivate lignin yang diperoleh dengan cara sulfonasi lignin, merupakan polimer polielektrolit yang larut dalm air (Falah, 2012).

Lignin merupakan senyawa kimia yang umumnya diperoleh pada kayu dan merupakan bagian integral dari dinding sel tumbuhan. Lignin adalah bahan polimer alam terbanyak kedua setelah selulosa. Lignin merupakan polimer yang sukar larut dalam asam dan basa kuat dan sulit terdegradasi secara kimiawi maupun secara enzimatis. Lignin pada kayu terdapat pada lamela tengah antara selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang berfungsi sebagai perekat atau penguat dinding sel. Lignin berperan sangat penting bagi tumbuhan sebagai pengangkut air, nutrisi, dan metabolis dalam sel tumbuhan. Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Lebih dari 30% tanaman tersusun atas lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan memberikan proteksi terhadap serangga dan patogen. Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan membentuk struktur lignoselulosa (Orth, Royse dan Tien, 1993).

(31)

yang efektif mendegradasi lignin. Hal tersebut karena jamur pelapuk putih mampu menghasilkan enzim lakase (Lac), lignin peroksidase (Li-P) serta Mn-peroksidase (Mn-P) dengan aktivitas yang bervariasi. Jamur yang termasuk dalam jenis. Basidiomycetes yang umum digunakan untuk mendegradasi lignin. Jamur pelapuk putih dapat digunakan untuk biodelignifikasi kayu sengon, ditinjau dari terjadinya penurunan kadar lignin dan juga zatekstraktif kayu (Siagian, Suprapti dan Komarayati, 2003).

Lignin merupakan fenol, berbentuk amorf serta bukan merupakan karbohidrat, meskipun tersusun atas C, H dan O. Lignin, polimer aromatic kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alcohol (turunan fenilpropana). Lignin membungkus polisakarida sehingga meningkatkan kekuatan kayu dan menjadikannya lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme (Supriyanto, 2009).

Degradasi Lignin

Degradasi lignin adalah tahap perubahan karbon dari lingkungan. Di alam, terjadi degradasi tanaman yang telah mati oleh mikroorganisme saprofit. Meskipun pengendalian terhadap mikroorganisme telah banyak dilakukan namun masih banyak mikroorganisme yang dapat mendegradasi lignin dengan menggunakan sistem enzimatik (Orth, Royse dan Tien, 1993).

(32)

Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan proses oksidatif. Enzim oksidatif merupakan enzim non-spesifik dan bekerja melalui mediator bukan protein yang berperan dalam degradasi lignin (Perez et al., 2002). Enzim pendegradasi lignin terdiri dari Lignin Peroksidase, Manganase Peroksidase dan Lakase (Kerem dan Hadar, 1998).

Harvey dkk. (1996) menyebutkan bahwa LiP mengkatalisis proses oksidasi sebuah elektron dari cincin aromatik lignin dan akhirnya membentuk kation-kation radikal. Senyawa-senyawa radikal ini, secara spontan atau bertahap akan melepaskan ikatan antarmolekul dan beberapa diantaranya akan melepaskan inti pada cincin aromatik. Enzim MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan H2O2 sebagai katalis untuk menghasilkan gugus peroksida. Mn3+ yang dihasilkan dapat berdifusi ke dalam substrat dan mengaktifkan proses oksidasi. Hal ini didukung pula oleh aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzim penghasil H2O2.

(33)

antar sel, gradien produk nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik sebagai biokatalis (sebagai contoh, perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi sel dari kerusakan akibat pergeseran. Keuntungan lain teknik imobilisasi adalah 1) memungkinkan untuk dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap, 2) aktivitas enzim yang tinggi dengan teknik imobilisasi, 3) stabilitas operasional secara umum tinggi, 4) tidak diperlukan tahap ekstraksi/pemurnian enzim dan 5) biomassa yang diimobilisasi dapat digunakan untuk konsentrasi substrat yang lebih tinggi dan dapat dilakukan pemisahan sel dengan mudah serta umur sel dapat diperpanjang (Risdianto, 2007).

Degradasi lignin pada P. chrysosporium terjadi ketika ketersediaan substrat yang mudah dimetabolisme dalam kultur terbatas sehingga tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan. Keterbatasan nitrogen juga memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap proses dekomposisi lignin dibanding keterbatasan karbon. Degradasi lignin akan berhenti jika ditambahkan sumber nitrogen atau karbon yang mudah dimetabolisme. Regulasi sekresi enzim ligninolitik seperti ini disebut sebagai repressi katabolik (Surthikanthi, Suranto dan Susilowati, 2005).

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu (Supriyanto, 2009).

(34)

dan Komarayati,(2003) pada serbuk kayu sengon yang diinokulasi dengan jamur Phanerochaete chrysosporium menunjukkan turunnya kadar lignin 1,07%.

Lignin Peroksidase (LiP)

Lignin Peroksidase (LiP) merupakan enzim yang mengandung gugus heme dengan potensial redoks yang tinggi dan disekresikan keluar sel. Lignin Peroksidase mengoksidasi gugus metoksil pada cincin aromatik non fenolik dengan menghasilkan radikal bebas. PH optimum dari enzim LiP adalah dibawah 3 tetapi enzim menunjukkan ketidakstabilan apabila berada pada kondisi yang asam, mendekati pH 4. LiP memerlukan dua jenis metabolit agar dapat berfungsi dengan baik. Kedua jenis metabolit tersebut adalah hidrogen peroksida yang juga diperlukan oleh MnP dan veratil alkohol (VA) yang digunakan sebagai mediator dalam reaksi redoks (Sigit, 2008).

Manganase Peroxidase (MnP)

Manganase Peroxidase (MnP) merupakan enzim ekstraseluler yang mengandung glikosilat heme yang disekresikan oleh berbagai jenis jamur pelapuk putih dan menggunakan H2O2 untuk mengkatalis oksidasi dari Mn (II) menjadi

Mn (III). Aktivitas MnP dirangsang oleh asam organik yang berfungsi sebagai pengkelat atau penstabil Mn3+. Mekanisme reaksinya pada keadaan awal MnP dioksidasi oleh H2O2 membentuk MnP senyawa I yang dapat direduksi oleh Mn2+

dan senyawa fenol membentuk MnP senyawa II (Sigit, 2008).

(35)

dirangsang oleh adanya asam organik yang berfungsi sebagai pengkelat atau menstabilkan Mn3+ (Supriyanto, 2009).

MnP diketahui memiliki kemampuan mengoksidasi baik komponen fenolik maupun non fenolik senyawa lignin. Prinsip fungsi MnP adalah bahwaenzim tersebut mengoksidasi Mn2+ membentuk Mn3+ dengan adanya H2O2sebagai oksidan. Aktivitasnya dirangsang oleh adanya asam organik yang berfungsi sebagai pengelat atau pengstabil Mn3+. Mekanisme reaksi yakni MnP pada keadaan awal dioksida oleh H2O2 membentuk MnP-senyawa I yang dapat direduksi oleh Mn2+ dan senyawa fenol membentuk MnP-senyawa II. Senyawa tersebut kemudian direduksi kembali oleh Mn2+ tetapi tidak oleh fenol membentuk enzim keadaan awal dan produk (Wariishi dkk., 1989). Adanya Mn2+bebas sangat penting untuk menghasilkan siklus katalitik yang sempurna. Fungi Pelapuk Putih

Fungi pelapuk putih menguraikan lignin secara sempurna menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Fungi pelapuk cokelat mendegradasi selulosa dan hemiselulosa daripada lignin (Prasetya, 2005).

Pujirahayu dan Marsoem (2006) menyatakan bahwa fungi pelapuk putih yang telah banyak dicoba yaitu fungi Phanerochaete chrysosporium yang dapat memperbaiki sifat pulp dan fungi Ceriporiopsis subvermispora yang mempunyai tingkat selektifitas sangat tinggi dalam mendegradasi lignin .

Berdasarkan tipe pelapukan kayu akibat serangan jenis-jenis jamur, terdapat 3 (tiga) macam jamur perusak kayu antara lain (Tambunan dan Nandika, 1989) :

(36)

Yaitu tingkat tinggi dari kelas Basidiomycetes. Golongan jamur ini menyerang hemiselulosa dan selulosa kayu dan meninggalkan residu kecoklatan yang kaya akan lignin.

2. White-rot

Yaitu jamur dari kelas Basidiomycetes, juga menyerang hemiselulosa, selulosa dan lignin, menyebabkan warna kayu lebih muda dari warna normal. 3. Soft-rot

Yaitu jamur dari kelas Ascomycetes atau fungiimperfectie, menyerang selulosa dan komponen dinding sel lainnya. Akibat serangan jamur ini yaitu permukaan kayu menjadi lebih lunak.

Metode untuk menentukan jenis fungi pelapuk putih dikembangkan oleh Bavendamm pada tahun 1928, karena itu uji ini sering disebut dengan Bavendammtest dan medium untuk mengujinya disebut dengan medium Bavendamm. Metode uji ini sangat sederhana, mudah, cepat, dan akurat. Medium bavendamm adalah medium jamur yang umum (PDA atau MEA) yang diberi tambahan Tannic Acid, Galic Acid, atau Guaiacol. Konsentrasinya bermacam-macam antara 0,01%-1,5% (Isroi, 2008).

Pembentukan endapan cokelat merupakan hasil sekresi enzim lignolitik oleh karena kemampuan isolat jamur dalam menggunakan asam tanat sebagai sumber karbon, dan diasumsikan sebagai hasil dari aktifitas polifenol menjadi kuinon yang menghasilkan polimer yang berwarna gelap (Prayudyaningsih, Tikupang dan Malik, 2007).

(37)

paling efektif dalam perlakuan pendahuluan secara biologis pada bahan-bahan berlignoselulosa. Fungi ini memproduksi serangkaian enzim yang terlibat langsung dalam perombakan lignin, sehingga sangat membantu proses delignifikasi pada biomassa lignoselulosa. Peningkatan perhatian ke lingkungan mendorong makin berkembangnya kombinasi proses biologis dengan pulping konvensional karena proses ini lebih ramah lingkungan dan diharapkan mendorong penurunan biaya proses (Fitriasari, 2009).

Pujirahayu dan Marsoem (2006) menyatakan bahwa fungi pelapuk putih yang telah banyak dicoba yaitu fungi Phanerochaete chrysosporium yang dapat memperbaiki sifat pulp dan fungi Ceriporiopsis subvermispora yang mempunyai tingkat selektifitas sangat tinggi dalam mendegradasi lignin. Fungi pelapuk putih dikenal paling potensial sebagai pendegradasi lignin dari kebanyakan mikroorganisme dan mampu memproduksi enzim ekstraseluler ligninolitik. Saat ini dikenal tiga tipe enzim ekstraseluler ligninolitik yaitu lignin peroksidase (LiP), manganese peroxidase (MnP), dan laccase (Lac). Secara umum LiP mendegradasi komponen non-fenolik sedangkan MnP mampu dalam mendegradasi komponen fenolik dari lignin.

(38)

Fungi Pelapuk Putih (FPP) dari kelas Basidiomycetes merupakan organisme yang bekerja efisien dan efektif dalam proses biodelignifikasi. Ada jenis jamur lain yang juga mampu mendegradasi lignin, seperti fungi pelapuk coklat (brown-rotfungus) namun enzim yang dihasilkan oleh jenis jamur ini tidak bekerja se-efektif enzim yang dihasilkan FPP. Proses biodelignifikasi ini mulai saat FPP menembus dan membentuk koloni dalam sel kayu lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu. Intinya fungi pelapuk putih (FPP), yang menggunakan selulosa sebagai sumber karbon, memiliki kemampuan yang unik untuk mendegradasi lignin secara keseluruhan membentuk karbon dioksida untuk memperoleh molekul selulosa (Munir, 2006).

Enzim Pendegradasi Lignin

Enzim merupakan katalisator organik yang dibuat oleh sel hidup.Enzim diperlukan dalam proses fisiologi yang memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimia. Reaksi-reaksi biokimia dapat terjadi pada batas keadaan pH, tekanan, suhu dan kondisi tertentu (Cowling 1958 diacu dalam Herliyana 1997). Menurut Suhartono (1989) bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu.

(39)
(40)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri kertas di Indonesia jarang yang mempunyai proses biopulping. Kebanyakan industri menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses pembuatan pulping. Hal ini menyebabkan banyaknya limbah produksi yang mencemari lingkungan. Dalam industri kertas yang mengolah pulp secara kimia, harus tersedia unit pengolah limbah, sehingga biaya dalam mengolah limbah pulp kertas sangat mahal.

Teknologi pulping yang umum di Indonesia yaitu mechanical pulping (fisik) dan chemical pulping (kimia). Mechanical pulping bertujuan memisahkan serat dari serpih yang lunak menjadi serat individu. Selain metodenya sederhana dan biaya relatif murah proses penggilingan menghasilkan pemendekan serat, terbentuknya fines (serat bubuk kertas yang sangat halus), fibrilisasi dan delaminasi serat. Chemical pulping bertujuan merombak sebagian ikatan lignin melalui proses pemasakan dengan bahan kimia. Metode kimia menghasilkan kekuatan pulp yang tinggi dan waktu pemasakan yang relatif pendek selain itu juga menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan karena sisa bahan kimia (Siagian, Suprapti dan Komarayati, 2003).

(41)

proses pembuatan pulp selain mereduksi pencemaran lingkungan juga diharapkan mampu memperbaiki ikatan antar serat dan menghemat energi serta berpengaruh terhadap rendemen dan sifat pulp hasil pemasakan yaitu bilangan kappa dan selektifitas delignifikasinya.

Mikroba pendegradasi kayu adalah fungi pelapuk putih (white rot fungi) dan fungi pelapuk cokelat (brown rot fungi), keduanya sebagian besar tergolong Basidiomycetes. Peran utama fungi pelapuk putih yaitu mendegradasi komponen lignin (Isroi, 2008).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan isolat fungi pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu Eukaliptus.

2. Untuk mengukur kemampuan Enzim Lignin Peroksidase (LiP) jamur pelapuk putih asal kayu Eukaliptus sebagai pendegradasi lignin.

Manfaat Penelitian

(42)

ABSTRAK

GEPSY ONARDO SILABAN. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Batang Kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) Sebagai Pendegradasi Lignin. Dibawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan LUTHFI HAKIM.

Lignin merupakan polimer yang strukturnya heterogen dan kompleks yang terdiri dari koniferil alkohol, sinaphil alkohol, dan kumaril alkohol sehingga sulit untuk dirombak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu Eukaliptus dan untuk mengukur kemampuan Enzim Lignin Peroksidase (LiP) jamur pelapuk putih asal kayu Eukaliptus sebagai pendegradasi lignin. Pengambilan sampel dilakukan di areal PT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Sumatera Utara. Jenis jamur yang ditemukan pada pelapukan batang kayu Eucalyptus grandis merupakan jenis jamur pelapuk putih Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. Berdasarkan hasil pengukuran akivitas LiP, Exidia sp paling berpotensi digunakan untuk biopulping karena memiliki nilai aktivitas LiP paling tinggi yaitu dengan nilai 0,037 (U/Ml).

(43)

ABSTRACT

GEPSI ONARDO SILABAN Test of Potential White Rot Fungi of Eucalyptus Wood (Eucalyptus Grandis) as degrading lignin. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and LUTHFI HAKIM.

Lignin is a polymer wich is has heterogen and complex structure and composed of alcohol koniferil, alcohol sinaphil, and alcohol kumaril so that hard to changed. This research aimed to get white rot fungi isolat at eucalyptus wood weathering process and measure ability of Lignin Peroksidase Enzim (LiP) of white rot fungi from eucalyptus wood as degrading lignin. Sample was get from PT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa area, North Sumatera. Kind of white rot fungi that has got at Eucalyptus grandis wood weathering was kind of Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp 2, and Exidia sp. Based on measure of LiP activity result, Exidia sp was the most potential for biopulping because it has highest activity point about 0,037 (U/MI).

(44)

UJI POTENSI FUNGI PELAPUK PUTIH ASAL BATANG

KAYU EUKALIPTUS (Eucalyptus grandis ) SEBAGAI

PENDEGRADASI LIGNIN

SKRIPSI

Oleh:

GEPSY ONARDO SILABAN 111201148/ BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(45)

UJI POTENSI FUNGI PELAPUK PUTIH ASAL BATANG

KAYU EUKALIPTUS (Eucalyptus grandis ) SEBAGAI

PENDEGRADASI LIGNIN

OLEH:

GEPSY ONARDO SILABAN 111201148/ BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(46)

ABSTRAK

GEPSY ONARDO SILABAN. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Batang Kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) Sebagai Pendegradasi Lignin. Dibawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan LUTHFI HAKIM.

Lignin merupakan polimer yang strukturnya heterogen dan kompleks yang terdiri dari koniferil alkohol, sinaphil alkohol, dan kumaril alkohol sehingga sulit untuk dirombak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu Eukaliptus dan untuk mengukur kemampuan Enzim Lignin Peroksidase (LiP) jamur pelapuk putih asal kayu Eukaliptus sebagai pendegradasi lignin. Pengambilan sampel dilakukan di areal PT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Sumatera Utara. Jenis jamur yang ditemukan pada pelapukan batang kayu Eucalyptus grandis merupakan jenis jamur pelapuk putih Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. Berdasarkan hasil pengukuran akivitas LiP, Exidia sp paling berpotensi digunakan untuk biopulping karena memiliki nilai aktivitas LiP paling tinggi yaitu dengan nilai 0,037 (U/Ml).

(47)

ABSTRACT

GEPSI ONARDO SILABAN Test of Potential White Rot Fungi of Eucalyptus Wood (Eucalyptus Grandis) as degrading lignin. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and LUTHFI HAKIM.

Lignin is a polymer wich is has heterogen and complex structure and composed of alcohol koniferil, alcohol sinaphil, and alcohol kumaril so that hard to changed. This research aimed to get white rot fungi isolat at eucalyptus wood weathering process and measure ability of Lignin Peroksidase Enzim (LiP) of white rot fungi from eucalyptus wood as degrading lignin. Sample was get from PT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa area, North Sumatera. Kind of white rot fungi that has got at Eucalyptus grandis wood weathering was kind of Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp 2, and Exidia sp. Based on measure of LiP activity result, Exidia sp was the most potential for biopulping because it has highest activity point about 0,037 (U/MI).

(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tangga 16 Agustus 1993 dari pasangan Gortap Silaban dan Rusmawati Lumbangaol. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD 030363 Sidikalang lulus pada tahun 2005 dan melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Sidikalang hingga lulus tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan di SMA Negeri 1 Sidikalang dan lulus pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis mengikuti Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMB-PTN) dan diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penulis memilih minat Budidaya Hutan. Di masa perkuliahan penulis aktif dalam kepengurusan maupun kepanitiaan di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti HIMAS USU.

(49)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Asal Batang Kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis ) Sebagai Pendegradasi Lignin”.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si yang telah membimbing dan memberi saran dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada semua pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan pengembangan ilmu pegetahuan, khususnya Kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2016

(50)

DAFTAR ISI

Eucalyptus grandis ... 3

Penyebaran dan Habitat Eucaliptus ... 3

Lignin ... 4

Degradasi Lignin ... 6

Lignin Peroksidase (LiP) ... 8

Manganase Peroxidase (MnP) ... 9

Fungi Pelapuk Putih ... 10

Enzim Pendegradasi Lignin ... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Pengambilan Sampel ... 15

Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Karet ... 16

Skrining Aktivitas Enzim ligninolitik ... 16

Persiapan Sumber Enzim ... 17

Pengukuran Aktivitas Ligninolitik secara Kuantitatif ... 17

(51)

Skrining Aktivitas Enzim Lignolitik Menggunakan Uji

Bavendamm ... 21

Identifikasi Mikroskopis Fungi Pelapuk Putih ... 22

Panerochaete, sp. ... 23

Exidia sp ... 24

Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

(52)

DAFTAR TABEL

(53)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Batang Kayu Eucalyptus grandis ... 16

2. Penampakan visual Jamur Pelapuk Kayu Eukaliptus. ... 20

3. Hasil Uji Bavendamm Isolat Jamur Pelapuk Kayu Eukaliptus ... 22

4. Struktur mikroskopis Phanerochaetesp. ... 23

5. Exidiasp ... 24

(54)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Komposisi Media Ligninase ... 33

2. Isolasi dan Pemurnian Fungi Pendegradasi Lignin dari Batang Kayu Eukaliptus Lapuk ... 34

3. Skrining Aktivitas Enzim Lignolitik dengan Uji Bavendamm ... 35

4. Persiapan Sumber Enzim ... 36

5. Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP) ... 37

6. Perhitungan Nilai Absorbansi per Satuan Waktu ... 38

7. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) ... 39

Gambar

Gambar 1. Batang kayu Eucalyptus grandis
Tabel 1. Karateristik Makroskopis Isolat Jamur pada Kayu Eukaliptus.
Gambar 3 . Hasil Uji Bavendamm Isolat Fungi Pelapuk Kayu Eukaliptus ; (a) Isolat A, (b) Isolat B, dan (c) Isolat C merupakan isolat yang memiliki endapan
Tabel 2. Hasil Karakterisasi Mikroskopis Fungi Pelapuk kayu Eukaliptus grandis
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan Lampiran I Angka II.13 Peraturan Walikota Padang Nomor 38 Tahun 2012 tentang Kriteria Dan Besaran Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah

Bintang Baja Sinar Cemerlang untuk itu didalam pengumpulan data penulis melakukan dua metode yaitu metode pustaka dengan mempelajari dari buku Akuntansi Perbankan, metode

(3) Hibah berupa barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan,

MENGELOLA PROSES BELAJAR MENGAJAR SMKN 1 PAGER WOJO...1 MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SMK QOMARUL HIDAYAH 2...5 KURIKULUM DALAM PEMBELAJARAN SMK NEGERI 1 PAGERWOJO

Magister Pendidikan Islam ini adalah lulusan Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang sedang menyelesaikan program doktor pada bidang dan

Guru memberikan waktu kepada siswa + 10-20 menit untuk mengulang hafalan.. Guru meminta siswa untuk menyetorkan hafalan

Pada pelaksanaan pembelajaran, guru harusnya memiliki suatu pendekatan, teknik, strategi, model serta metode yang akan ia pertimbangkan pada proses pembelajaran.. Dari

2 Sebagaimana umumnya kawasan hutan di Jawa, Taman Nasional Gunung Merbabu tidak luput dari berbagai kerusakan yang ditimbulkan oleh.. aktivitas ilegal masyarakat di