• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS THE RETURN OF THE KING KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS THE RETURN OF THE KING KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS : THE RETURN OF THE KING

KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik

Minat Utama Linguistik Penerjemahan

Disusun oleh ABDUL MUNIF

S1302014

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS : THE RETURN OF THE KING

KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K

Disusun oleh

ABDUL MUNIF S1302014

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal: 26 April 2006

Jabatan Nama Tanda Tangan

Pembimbing I Prof. Dr. Joko Nurkamto, M. Pd.

NIP: 131 658 565 ………...

Pembimbing II Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M. Pd.

NIP: 130 189 637 ………..

Mengetahui

Ketua Program Linguistik

(3)

PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS : THE RETURN OF THE KING

KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K

Disusun oleh ABDUL MUNIF

S1302014

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada tanggal : 26 April 2008

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Prof. Drs. M. R. Nababan, M. Ed, M. A, Ph. D.

……… Sekretaris Dr. Djatmika, M. A.

………. Pembimbing I Prof. Dr. Joko Nurkamto, M. Pd.

………... Pembimbing II Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M. Pd.

………..

Mengetahui

Direktur PPs UNS Ketua Program Linguistik

Prof. Drs. Suranto, M. Sc., Ph. D. Prof. Drs. M. R. Nababan, M.Ed., M.A, Ph.

(4)

NIP : 131 472 192 NIP: 131 974 332

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Abdul Munif

NIM : S1302014

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS : THE RETURN OF THE KING KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 26 April 2008 Yang membuat pernyataan

(5)
(6)

MOTTO

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang

beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada

(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “ Adakah sama

orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

(QS. Azzumar: 9)

Sebaik-baik orang

adalah yang berguna

bagi orang lain

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan tulus kupersembahkan tesis ini untuk:

Ibunda tercinta

Ayahanda tersayang

Kakak dan istri tercinta

Adik tersayang

Teman satu angkatan ‘02

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Perkasa dan Bijaksana atas pertolongan dan izin-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan untuk menulis tesis ini.

2. Ketua Program Linguistik yang telah memberikan pengarahan dan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Prof. Dr. Joko Nurkamto, M. Pd, selaku dosen pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu untuk memberikan saran-saran yang sangat berharga dalam penulisan tesis ini.

4. Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M. Pd, selaku dosen pembimbing kedua, yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan telah meluangkan waktu untuk memberikan saran-saran yang sangat berharga dalam penulisan tesis ini. 5. Dra. Muammaroh, M. Hum, yang telah memberikan masukan dan dorongan

(9)

6. Kepala SMA Al Muayyad yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Segenap civitas akademika Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk penulisan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.

Atas segala bantuan semua pihak yang telah diberikan, penulis tidak bisa memberikan balasan yang setimpal. Penulis hanya berharap semoga semua amal dan bantuan dibalas oleh Allah SWT. Amin.

Surakarta, 26 April 2008 Peneliti

(10)

DAFTAR ISI

JUDUL ……….. i

PENGESAHAN PEMBIMBING ………. ii

PENGESAHAN TESIS ……… iii

PERNYATAAN ……… iv

MOTTO ……… v

PERSEMBAHAN ………. vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR TABEL ………. xii

DAFTAR BAGAN ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiv

DAFTAR SINGKATAN ……… xv

ABSTRAK ……….. xvi

ABSTRACT ……… xvii BAB I. PENDAHULUAN ……….

A. Latar Belakang ………

B. Rumusan Masalah ………..

C. Tujuan Penelitian ………

D. Manfaat Penelitian ………..

(11)
(12)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………..

A. Jenis Penelitian ………

B. Sumber Data ………..

C. Teknik Sampling ……….

D. Teknik Pengumpulan Data ……….

E. Validitas Data ……….

F. Teknik Analisis Data ………..

60 60 62 64 65 70 73 BAB IV. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………..

A. Temuan Penelitian ………..

B. Pembahasan ………

78 78 138 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ………..

A. Simpulan ……….

B. Saran ………

161 161 163

DAFTAR PUSTAKA ………. 164

(13)

DAFTAR TABEL

(14)

DAFTAR BAGAN

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Penelitian ………... 167

Lampiran 2 : Kisi-Kisi Pertanyaan kepada Informan ……….. 181

Lampiran 3 : Data Interview Informan I ……….. 182

Lampiran 4 : Data Interview Informan II ……… 183 Lampiran 5 : Pergeseran Bentuk dan Makna dalam Penerjemahan Klausa

(16)

DAFTAR SINGKATAN

Bsa : Bahasa Sasaran Bsu : Bahasa Sumber

Kel : Kelas Kata

KSR : Kembalinya Sang Raja PB : Pergeseran Bentuk PM : Pergeseran Makna Struk : Struktur

Tat : Tataran

TKT : Terjemahan Kurang Tepat TT : Terjemahan Tepat

TTT : Terjemahan Tidak Tepat

(17)

ABSTRAK

Abdul Munif, S1302014. PERGESERAN DALAM PENERJEMAHAN KLAUSA PASIF DARI NOVEL THE LORD OF THE RINGS : THE RETURN OF THE KING KARYA JRR TOLKIEN OLEH GITA YULIANI K. Tesis Program Pacasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah ; 1) mendeskripsikan pergeseran-pergeseran bentuk dalam penerjemahan klausa pasif dari novel The Lord of The Rings: The Return of The King karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K, 2) mendeskripsikan pergeseran-pergeseran makna dalam penerjemahan klausa pasif dari novel The Lord of The Rings: The Return of The King karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K, dan 3) mengetahui ketepatan penerjemahan klausa pasif yang mengalami pergeseran bentuk dan makna dari novel The Lord of The Rings: The Return of The King karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K.

Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Data dikumpulkan dari dokumen dan wawancara mendalam. Data penelitian ini klausa pasif yang mengalami pergeseran dalam penerjemahan dari novel The Lord of The Rings: The Return of The King karya JRR Tolkien. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling purposif. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah klausa pasif yang berbentuk be + past participle dan terjemahannya yang mengalami pergeseran bentuk dan makna.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut; 1) bentuk-bentuk pergeseran dalam penerjemahan klausa pasif meliputi; pergeseran tataran ada 12 data (14 %), pergeseran struktur ada 43 data (60 %), dan pergeseran kelas kata ada 4 data (6 %), 2) pergeseran makna dalam penerjemahan klausa pasif meliputi; pergeseran pasif-aktif ada 20 data (26 %), pergeseran topik-komen ada 15 data (19 %), pergeseran makna leksikal ada 23 data (30 %), dan pergeseran makna gramatikal ada 11 data (14 %), dan 3) ketepatan makna pada pergeseran dalam penerjemahan klausa pasif meliputi; kategori terjemahan tepat ada 69 data (81 %), kategori terjemahan kurang tepat ada 14 data (16 %), dan kategori terjemahan tidak tepat ada 2 data (3 %).

(18)

Kata kunci: penerjemahan, pergeseran dalam penerjemahan, pergeseran bentuk dan makna, klausa pasif, dan ketepatan terjemahan.

ABSTRACT

Abdul Munif, S1302014. TRANSLATION SHIFTS IN PASSIVE CLAUSE FROM NOVEL THE LORD OF THE RINGS: THE RETURN OF THE KING BY JRR TOLKIEN TRANSLATED BY GITA YULIANI K. Thesis Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.

The study is designed to describe translation shifts of transposition, to describe translation shifts of modulation and to classify the translation appropriateness of passive voice due to translation shifts.

This research is intended to be a descriptive qualitative research. The data were collected by using document and interview. Data in this research are passive voice or passive clauses which have translation shifts of transposition and modulation taken from the novel. The sampling technique used in this study is purposive sampling. The sample criteria of the study are all passive clauses found in the novel and their translation shifts and modulations.

The results of the study are: 1) the translation shifts of transposition are realized in several forms. They are unit-shifts 12 data (14 %), structure-shifts 43 data (60 %), and class-shifts 4 data (6 %). 2) the translation shifts of modulation are realized in several forms, too. They are passive-active 20 data (26 %), topic-comment 15 data (19 %), lexical meaning 23 data (30 %), and grammatical meaning 11 data (14 %). 3) based on the translation shifts of transposition and modulation, 69 data (81 %) are translated appropriately, 14 data (16 %) are translated less appropriately, and 2 data (3 %) are translated inappropriately.

(19)

Key Words: translation, translation-shifts, transposition and modulation, passive clauses, and translation appropriateness.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum penerjemahan adalah proses pengalihan makna (message) dari bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa). Pengalihan itu tidak hanya pada bentuk bahasa melainkan juga makna yang terdapat pada bentuk bahasa tersebut. Pendapat ini didasarkan pada keterangan beberapa ahli. Catford (1974: 20) mendefinisikan penerjemahan sebagai proses penggantian suatu teks dalam Bsu ke dalam teks Bsa. Dikatakan “Translation may be defined as the replacement of textual material in one language (source language), by textual material in

(20)

menyatakan bahwa penerjemahan adalah proses pengalihan pikiran dan gagasan dari Bsu ke dalam Bsa baik bahasa tulis maupun lisan.

Masalah pokok penerjemahan adalah ketepatan mencari padanan makna yang berasal dari Bsu untuk kemudian dituangkan ke dalam Bsa. Kesepadanan dalam penerjemahan menentukan berhasil tidaknya suatu terjemahan, karena terjemahan pada dasarnya adalah pengalihan suatu pesan dan gaya bahasa yang sepadan. Berkaitan dengan kesepadanan, Bell ( dalam Supana, 2002: 30) membagi kesepadanan berdasar sifat bahasa itu sendiri menjadi dua, yaitu sebagai struktur formal (sebagai kode) atau kesepadanan formal dan sebagai sistem komunikasi atau kesepadanan fungsional. Bahasa sebagai struktur formal terdiri dari unsur-unsur yang dikombinasikan dan memiliki makna. Pada saat yang bersamaan, bahasa menjadi sistem komunikasi, artinya bentuk-bentuk kode tersebut mengacu pada entitas dan disertai dengan sinyal-sinyal yang memiliki komunikasi. Kesepadanan formal adalah kesepadanan yang bebas konteks, sedangkan kesepadanan fungsional adalah kesepadanan yang berorientasi pada nilai-nilai komunikasi teks.

(21)

merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan pembaca teks Bsu. Dalam penerjemahan, kedua macam kesepadanan ini berkaitan erat dengan jenis terjemahan yang dipilih oleh penerjemah. Apabila penerjemah menerjemahkan teks Bsu secara harfiah maka teks terjemahannya memiliki kesepadanan formal. Dan apabila suatu teks Bsu diterjemahkan secara bebas, maka teks terjemahannya menggunakan kesepadanan fungsional atau kesepadanan dinamik.

Bagi seorang penerjemah, mencari dan menemukan kesepadanan bukan perkara mudah, karena dia harus memahami dan memiliki pengetahuan bahasa (unsur linguistik) dan non-bahasa (unsur ekstralinguistik). Pemahaman isi teks mempersyaratkan pemahaman terhadap unsur linguistik dan ekstralinguistik yang terkandung dalam teks. Unsur linguistik menunjuk pada unsur kebahasaan dan unsur ekstralinguistik menunjuk pada unsur yang berada di luar kebahasaan. Unsur ektralinguistik ini terkait dengan sosio budaya teks Bsu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa itu, karena makna tidak lepas dari bidang sosio budaya. Hal ini penting karena kedua faktor tersebut sama-sama memegang peranan penting dalam penerjemahan. Newmark (1981: 5) menyatakan

“ A translator requires a knowledge of literary and non literary textual criticism, since he has to assess the quality of a text before he decides how to interpret and then translate it” .

(22)

disiplin ilmu). Lebih lanjut Newmark berpendapat bahwa seorang penerjemah memerlukan pengetahuan tentang kritik teks karya sastra dan non-sastra karena dia harus menilai kualitas teks terlebih dahulu sebelum memutuskan bagaimana menafsirkan dan kemudian menerjemahkan teks itu.

Sebagaimana telah disebut di atas, kegiatan penerjemahan tidak bisa dilepaskan dari dua bahasa yaitu bahasa sumber dan bahasa sasaran. Akan tetapi, bahasa yang satu dan bahasa yang lain tidak selalu mempunyai padanan yang sama. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sistem bahasa yang satu dan sistem bahasa yang lain. Misalnya, ungkapan jamak bahasa Inggris umumnya menggunakan morfem –s, sedangkan ungkapan jamak bahasa Indonesia biasanya menggunakan bentuk pengulangan seperti kata the students yang berarti ‘siswa-siswa”. Dikatakan juga bahwa bahasa itu unik, artinya setiap bahasa mempunyai aturan yang berbeda. Aturan-aturan yang berlaku pada suatu bahasa belum tentu berlaku pada bahasa lain. Hal ini berlaku pada semua unsur bahasa; gramatika, fonologi, semantik. Dapat juga dikatakan bahwa untuk mengungkapkan makna, setiap bahasa mempunyai cara tersendiri dalam memakai alat-alat bahasa.

(23)

bahasa lain dapat dilakukan. Dengan kata lain, struktur dalam merupakan hakikat bahasa yang lebih universal daripada struktur permukaan.

Dalam proses penerjemahan, untuk mengatasi perbedaan sistem bahasa ini terdapat teknik yang disebut dengan pergeseran penerjemahan (translation shift). Pergeseran – oleh Catford (1974: 73) disebut shift dan oleh pakar lain disebut

transposition – adalah proses penerjemahan karena adanya perbedaan struktur antara Bsu dan Bsa. Hal senada dikemukakan oleh Newmark (1988: 85) yang menyatakan “ A shift or transposition is a translation procedure involving a change in the grammar from SL to TL”. Menurut Newmark, pergeseran adalah proses penerjemahan yang meliputi pengubahan gramatika dari Bsu ke Bsa. Pergeseran penerjemahan ini bertitik tolak dari kesepadanan formal dalam proses pengalihan pesan dari Bsu ke Bsa. Kesepadanan formal adalah kategori-kategori dalam Bsu yang menempati tempat yang sesuai atau pada tempat yang sama di dalam Bsa. Di dalam penerjemahan, pergeseran formal sangat dimungkinkan sehubungan dengan usaha untuk membuat hasil terjemahan agar menjadi wajar. Perlunya pergeseran penerjemahan ini juga dikemukakan oleh Benny H. Hoed (dalam Machali, 2000: xi) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi masalah kesepadanan adalah melakukan pergeseran, baik pergeseran struktural (bentuk) maupun pergeseran semantik (makna).

(24)

pada level yang berbeda dalam Bsa. Pergeseran kategori terjadi bilamana kategori dalam Bsu mempunyai bentuk yang berbeda atau menempati tempat yang tidak sama dalam Bsa. Kategori yang mendasar dalam bahasa adalah unit, struktur, dan kelas. Dengan demikian, pergeseran kategori meliputi pergeseran unit/tataran, pergeseran struktur, dan pergeseran kelas.

Pergeseran pada tataran bentuk terdapat pada makna jamak. Untuk menyatakan kemajemukan makna nomina (kata benda) bahasa Inggris digunakan morfem –s, sedangkan untuk menyatakan kemajemukan makna nomina dalam bahasa Indonesia ada kalanya dengan mengulang nomina yang bersangkutan atau memakai kata lain yang menyatakan konsep lebih dari satu atau banyak, seperti dua, beberapa, atau banyak, tanpa mengubah atau mengulang bentuk nomina yang bersangkutan. Contohnya, books dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi

buku-buku, beberapa buku atau banyak buku.

(25)

Selain itu, pergeseran juga terjadi dari tataran frase ke klausa, seperti frase “After reading the letter, (..) menjadi klausa “Setelah dia membaca surat itu, (..). Tidak hanya pergeseran pada tataran struktur, pergeseran pada kategori kata juga sering terjadi dalam proses penerjemahan, misalnya dari kata benda (nomina) menjadi kata sifat (ajektiva) seperti “He is in doubt” diterjemahkan menjadi “Dia ragu-ragu”. In doubt adalah frase nomina yang terdiri dari preposisi in dan nomina doubt, sedangkan ragu-ragu adalah kata sifat (ajektiva). Begitu pula dengan klausa “They had a quarrel” yang diterjemahkan menjadi “Mereka bertengkar”. Klausa tersebut mengalami pergeseran pada kategori kata yaitu dari nomina a quarrel menjadi verba bertengkar.

Pergeseran dalam penerjemahan tidak hanya terjadi pada bentuk saja melainkan juga pada makna. Pergeseran di bidang makna ini mengakibatkan bahwa tidaklah selalu mungkin memindahkan makna yang terdapat di dalam teks Bsu ke dalam teks Bsa secara tepat dan utuh (Simatupang, 2000: 92). Misalnya, kata Bsu mempunyai makna generik dan padanan kata tersebut dalam Bsa tidak mengacu pada makna generik melainkan kepada makna spesifik atau sebaliknya. Misalnya, kata brother dalam bahasa Inggris mempunyai makna adik atau kakak

(laki-laki) dalam bahasa Indonesia. Brother bisa bermakna adik atau kakak dan mengacu kepada makna umum, sedangkan adik atau kakak mengacu kepada makna khusus. Dengan demikian, terdapat pergeseran makna dari makna umum

(26)

Demikian halnya yang terjadi pada klausa pasif. Nida (1964: 201) menyatakan salah satu masalah yang sering terjadi dalam penerjemahan adalah voice, baik pasif maupun aktif. Hal ini dikarenakan beberapa bahasa memiliki perbedaan. Ada bahasa yang memiliki bentuk pasif, tetapi ada juga bahasa yang tidak memiliki bentuk pasif. Selain itu, pergeseran dalam penerjemahan klausa pasif ke aktif atau sebaliknya akan mengalami kesulitan bilamana pelaku atau subjek tidak

dinyatakan secara jelas. Pergeseran dalam penerjemahan dari klausa pasif menjadi klausa aktif tidak saja terjadi dalam bentuk tetapi juga maknanya. Bentuk klausa pasif dan aktif sangat berbeda, karena klausa pasif umumnya tidak pernah menyebutkan pelaku pekerjaan, sedangkan dalam klausa aktif selalu disebutkan pelaku pekerjaannya. Dengan demikian, antara klausa pasif dan klausa aktif terdapat makna dan fungsi yang berbeda. Klausa pasif berfungsi untuk

menghindari penyebutan pelaku karena pelaku tidak diketahui atau pelaku tidak menarik untuk dibicarakan. Selain itu, klausa pasif juga berfungsi untuk

memberikan penekanan pada peristiwa atau kejadian itu sendiri.

Verba klausa pasif biasanya berbentuk transitif. Hal ini bersesuaian dengan klausa aktif. Hubungan antara aktif dan pasif adalah adanya perubahan peran gramatikal, yaitu dari objek menjadi subjek, seperti kalimat di bawah ini

a) A mule kicked Joe

b) Joe was kicked by a mule

Joe pada kalimat a) merupakan objek, sedangkan Joe pada kalimat b) menjadi subjek. Hal ini menunjukkan pergantian peran yaitu dari peran objek pada klausa aktif menjadi subjek pada klausa pasif. Hurford (1994: 154) menyatakan, dalam klausa pasif resipien diungkapkan sebagai subjek, sedangkan pelaku tidak selalu dinyatakan dalam klausa atau kalimat.

Penjelasan dan contoh pergeseran dalam penerjemahan klausa pasif dapat dilihat pada contoh-contoh pergeseran berikut, baik pergeseran bentuk maupun makna.

Pertama adalah pergeseran unit/tataran. Pergeseran ini terjadi bilamana sebuah unit dalam Bsu memiliki padanan terjemahan unit yang berbeda dalam Bsa. Pergeseran unit ini sering kali terjadi dalam penerjemahan. Tidak saja dari tingkatan terkecil ke tingkatan yang lebih besar, seperti dari kata ke frase, atau frase ke kalimat, dan sebagainya, melainkan juga terjadi pergeseran dari unit yang lebih besar ke unit yang lebih kecil, seperti dari klausa menjadi frase atau dari frase menjadi kata.

Contoh 1

(27)

But though all the signs forebode that the doom of Gondor is drawing nigh, less now to me is that darkness than my own darkness. It has been told to me that you bring with you one who saw my son die. Is this he?

Bsa

Tapi meski semua pertanda meramalkan bahwa malapetaka Gondor sudah dekat, kegelapan itu tidaklah seberat kegelapan hatiku sendiri. Kabarnya kau membawa orang yang melihat kematian putraku. Diakah itu?”

Pada contoh di atas terdapat unit klausa It has been told to me …yang diterjemahkan ke dalam unit kata Kabarnya…. Di dalam tatabahasa bahasa Inggris terdapat unit kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem yang masing-masing mempunyai perilaku gramatikal yang bermakna. Unit klausa terdiri dari beberapa kelompok kata (frase). Oleh karena itu, klausa merupakan unit yang lebih tinggi daripada frase. Adapun frase menjadi unit yang lebih tinggi dari kata. Dilihat dari segi bentuk, klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi. Dilihat dari segi struktur internalnya, klausa pada contoh di atas terdiri atas unsur subjek It, unsur predikat has been told dan pelengkap atau keterangan to me to me.

(28)

dengan urutan kata atau frase dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Adapaun peran semantis bahasa dapat berupa pelaku, sasaran, pengalam, peruntung dan atribut (Hasan Alwi, 1998: 319).

Kedua adalah pergeseran struktur. Pergeseran bentuk ini terjadi apabila padanan terjemahan dalam Bsa mempunyai perbedaan elemen atau perubahan urutan elemen dengan Bsu.

Contoh 2

Bsu

And out of the darkness the answering neigh of other horses came; and presently the thudding of hoofs was heard, and three riders swept up and passed like flying ghosts in the moon and vanished into the West.

Bsa

Dari dalam kegelapan datang jawaban: ringkikan kuda-kuda lain; tak lama kemudian terdengar derap kaki kuda ; tiga penunggang menyusul melewati mereka, bagai hantu-hantu melayang di bawah sinar bulan, lenyap kea rah barat.

Pada contoh di atas terdapat struktur S – P dalam Bsu yaitu ….and presently

(29)

Klausa pasif the thudding of hoofs was heard berstruktur SP di mana the thudding of hoofs berfungsi sebagai Subjek dan was heard berfungsi sebagai Predikat, sedangkan klausa pasif terdengar derap kaki kuda berstruktur PS di mana terdengar berfungsi Predikat dan derap kaki kuda berfungsi Subjek. Dengan demikian terdapat pergeseran penerjemahan dari SP menjadi PS. Adapun penerjemahan pergeseran dalam klausa pasif dari struktur SP menjadi strukur PS Klausa pasif the thudding of hoofs was heard berstruktur SP di mana the thudding of hoofs berfungsi sebagai Subjek dan was heard berfungsi sebagai Predikat, sedangkan klausa pasif terdengar derap kaki kuda berstruktur PS di mana terdengar berfungsi Predikat dan derap kaki kuda berfungsi Subjek. Dengan demikian terdapat pergeseran penerjemahan dari SP menjadi PS.

Ketiga adalah pergeseran kelas. Pergeseran bentuk ini terjadi apabila sebuah item Bsu dari suatu kelas diterjemahkan ke dalam item Bsa yang merupakan anggota kelas berbeda.

Contoh 3

Bsu

It is reported to us that many kings have ridden in from the East to the service of Mordor

Bsa

(30)

Dalam Bsu terdapat frase kata kerja …is reported …yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bsa menjadi kata benda …laporan... Ini menunjukkan bahwa terdapat pergeseran penerjemahan kategori kelas, yaitu dari kelas kata verba menjadi kelas kata nomina. Dalam ilmu bahasa, kata dibedakan ke dalam empat kategori utama: 1) verba atau kata kerja, 2) nomina atau kata benda, 3) adjektiva atau kata sifat, dan 4) adverbia atau kata keterangan. Nomina, verba, dan adjektiva sering dikembangkan dengan tambahan pembatas tertentu. Misalnya, nomina dapat dikembangkan dengan nomina lain seperti gedung sekolah, dengan adjektiva seperti gedung yang bagus itu. Verba dapat pula diperluas dengan adverbia seperti makan pelan-pelan, sedangkan adjektiva dapat diperluas dengan adverbia seperti sangat manis.

Selain ketiga pergeseran bentuk penerjemahan di atas terdapat pula pergeseran makna, seperti kalimat di bawah ini:

Contoh 4

Bsu

Gandalf went from one to the other full of care, and he was told all that the watchers could hear.

Bsa

Gandalf mengunjungi mereka bergantian dengan penuh perhatian, dan kepadanya para penjaga menceritakan semua yang mereka dengar.

(31)

aktif kepadanya para penjaga menceritakan. He was told… adalah klausa pasif yang berarti “Dia diberitahu….”. Klausa pasif tersebut tidak diterjemahkan ke dalam klausa pasif juga, melainkan diubah menjadi susunan klausa aktif dengan menyebutkan pelaku kalimat (subjek), yaitu “pa ra penjaga”. Dengan demikian, terdapat pergeseran penerjemahan dari klausa pasif ke klausa aktif. Adanya pergeseran bentuk ini mengakibatkan pula pergeseran makna. Dalam contoh klausa di atas, pergeseran makna yang terjadi adalah makna klausa pasif, yaitu klausa yang tidak diketahui atau tanpa penyebutan pelaku menjadi makna klausa aktif, yaitu klausa yang menyebutkan pelaku (subjek) peristiwa dari klausa tersebut.

(32)

unsur penjelas atau hea d selalu berada di akhir frase, sedangkan dalam bahasa Indonesia, unsur inti selalu berada sebelum unsur penjelas atau head selalu berada di awal frase.

Keseluruhan contoh atau data dalam penelitian ini diambilkan dari novel

The Lord of the Rings : The Return of The King karya JRR Tolkien. Novel setebal 197 halaman yang terbagi atas 10 bab ini diterjemahkan oleh Gita Yuliani K dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah Pergeseran dalam Penerjemahan Klausa Pasif dari Novel The Lord of The Rings : The Return of The King karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Jenis-jenis pergeseran bentuk apa saja yang terjadi dalam penerjemahan klausa pasif dari novel TheLord of the Rings : The Return of the King karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K?

(33)

3. Bagaimana ketepatan penerjemahan klausa pasif dari novel The Lord of the Rings : The Return of the King karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K yang telah mengalami pergeseran bentuk dan makna?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya suatu penelitian bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi peneliti. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan jenis-jenis pergeseran bentuk dalam penerjemahan klausa

pasif dari novel TheLord of the Rings : The Return of the King karyaJRR Tolkien oleh Gita Yuliani K.

2. Mendeskripsikan jenis-jenis pergeseran makna dalam penerjemahan klausa pasif dari novel The Lord of the Rings: The Return of the King karyaJRR Tolkien oleh Gita Yuliani K.

3. Mengetahui ketepatan penerjemahan klausa pasif yang mengalami pergeseran bentuk dan makna dari novel The Lord of the Rings: The Return of the King

karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K. D. Manfaat Penelitian

(34)

penelitian ini dapat menggugah para dosen dan guru untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pengajaran klausa pasif dan terjemahannya.

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pergeseran penerjemahan klausa pasif. Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi atau bahan pertimbangan bagi para mahasiswa, guru dan dosen untuk memperbaiki kualitas penerjemahan khususnya pergeseran penerjemahan klausa pasif.

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis 1. Penerjemahan

a. Pengertian Penerjemahan

Beberapa pengertian tentang penerjemahan telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Newmark (1981: 7) menyatakan:

(35)

Dari pengertian di atas diperoleh 3 (tiga) pemahaman penting tentang penerjemahan. Pertama, penerjemahan merupakan suatu kegiatan yang memerlukan keahlian atau ketrampilan. Hal ini menunjukkan bahwa penerjemahan dapat dilakukan dengan baik oleh orang yang memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu. Menurut Nida (dalam Soemarno, 1988: 32), seorang penerjemah yang baik paling tidak harus 1) menguasai bahasa sumber, 2) menguasai bahasa sasaran, 3) menguasai materi yang diterjemahkan, dan 4) memiliki latar belakang budaya sebagaimana yang dimiliki penulis naskah asli. Lebih lanjut Larson (dalam Simatupang, 2000: 3) mengemukakan bahwa untuk memperoleh terjemahan yang terbaik terjemahan atau seorang penerjemah haruslah 1) memakai bentuk-bentuk bahasa-bahasa sasaran yang wajar, 2) mengkomunikasikan sebanyak mungkin makna bahasa sumber sebagaimana dimaksudkan oleh penutur bahasa sumber tersebut kepada penutur bahasa sasaran, dan 3) mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, yaitu kesan yang diperoleh oleh penutur asli Bsa atau respons yang diberikannya harus sama dengan kesan dan respons penutur Bsa ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

(36)

pesan, meskipun dalam realisasinya pengungkapan kembali makna atau pesan tetap dipengaruhi oleh bentuk bahasanya. Masalah makna merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bidang penerjemahan. Alasannya karena tujuan penerjemahan erat kaitannya dengan masalah pengalihan makna yang terkandung dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain (Nababan, 1999: 47).

(37)

sumber, yaitu kesan yang diperoleh oleh penutur asli Bsa atau respon yang diberikannya harus sama dengan kesan dan respon penutur Bsa ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

(38)

dan jika dia menerjemahkan sebuah prosa, maka harus menggunakan ragam bahasa prosa.

Hatim dan Mason (dalam Machali, 2005: 5) mendefiniskan penerjemahan sebagai kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa dalam kehidupan sosial. Melalui kegiatan penerjemahan seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekedar penggantian, melainkan juga melakukan kegiatan komunikasi baru dengan memperhatikan aspek-aspek sosial ketika teks terjemahan tersebut dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun “jembatan makna” antara produsen teks sumber dan pembaca teks sasaran. Dengan demikian, penerjemahan tidak lagi dipandang sebagai pengalihan pesan saja tetapi juga sebagai jembatan komunikasi antara penulis teks dalam Bsa dan pembaca teks dalam Bsa.

b. Proses Penerjemahan

(39)

karena kesalahan dalam suatu tahap akan menimbulkan kesalahan dalam tahap berikutnya. Apabila hal tersebut terjadi, maka terjemahan yang dihasilkan mengandung kesalahan-kesalahan.

Proses penerjemahan terdiri dari tiga tahap, yaitu analisis teks Bsa, pengalihan pesan, dan restrukturisasi. Nida (1975: 80) menyatakan, langkah-langkah yang dilakukan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan ada tiga, yaitu analisis, pengalihan dan penyusunan kembali. Proses penerjemahan tersebut digambarkan oleh Nida sebagai berikut ;

Source Language Receptor Language

(Teks Bsa) (Teks Bsa)

Bagan 1. Proses penerjemahan oleh Nida

Tahap pertama dalam proses penerjemahan adalah analisis teks Bsa. Setiap kegiatan penerjemahan selalu dimulai dengan menganalisis teks Bsa yang diwujudkan dengan kegiatan membaca. Selanjutnya kegiatan membaca

Transfer

(40)

teks Bsa dimaksudkan untuk memahami isi teks. Pemahaman isi teks mempersyaratkan pemahaman terhadap unsur linguistik dan ekstralinguistik yang terkandung dalam teks. Unsur linguistik menunjuk pada unsur kebahasaan dan unsur ekstralinguistik menunjuk pada unsur yang berada di luar kebahasaan. Unsur ektralinguistik ini terkait dengan sosio budaya teks Bsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa itu, karena makna tidak lepas dari bidang sosio budaya. Bidang makna dan bentuk bahasa adalah ibarat dua sisi mata uang logam, dan keduanya tidak bisa dilepaskan. Makna selalu direalisasikan dalam bentuk bahasa.

(41)

Tahap kedua dalam penerjemahan adalah pengalihan pesan. Setelah penerjemah memahami makna dan struktur Bsa, maka dia akan dapat menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah mengalihkan isi, makna, pesan yang terkandung dalam Bsa ke dalam Bsa. Dalam tahap pengalihan ini, penerjemah dituntut untuk menemukan padanan kata Bsa dan Bsa. Proses pengalihan isi, makna dan pesan ini merupakan proses batin, artinya proses tersebut berlangsung dalam pikiran penerjemah. Setelah isi, makna dan pesan telah berada dalam pikirannya, kemudian isi, makna dan pesan tersebut diungkapkan dalam bentuk lisan atau tertulis. Dalam tahap ini dimungkinkan bagi penerjemah untuk melakukan proses penambahan dan pengurangan informasi, tetapi tidak boleh menyimpang dari esensi makna yang sebenarnya.

(42)

c. Jenis-Jenis Penerjemahan

Dalam praktek penerjemahan terdapat beberapa macam penerjemahan, diantaranya:

1) Penerjemahan Kata Demi Kata

Penerjemahan kata demi kata adalah suatu jenis penerjemahan yang pada dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata. Penerjemahan jenis ini hanya mencari padanan kata Bsa ke dalam Bsa tanpa mengubah susunan kata. Susunan kata dalam penerjemahan jenis ini sama persis antara Bsa dan Bsa. Penerjemahan tipe ini bisa diterapkan hanya jika Bsa dan Bsa mempunyai struktur yang sama, seperti contoh berikut:

Bsu

I will go to New York tomorrow.

Bsa

Saya akan pergi ke New York besok

2) Penerjemahan Bebas

(43)

(membahas), dan killing two birds with one stone (menyelam sambil minum air).

3) Penerjemahan Harfiah

Penerjemahan harfiah adalah penerjemahan antara penerjemahan kata demi kata dan penerjemahan bebas. Penerjemahan bebas mula-mula dilakukan sebagai penerjemahan kata demi kata, kemudian susunan kata dalam kalimat Bsa disesuaikan dengan norma yang berlaku. Penerjemahan ini biasanya diterapkan apabila struktur kalimat Bsa berbeda dengan struktur kalimat Bsa seperti contoh di bawah ini:

Bsu

His heart is in the right place

Bsa 1 (Penerjemahan kata demi kata)

Kepunyaanya hati adalah dalam itu benar tempat Bsa 2 (Penerjemahan harfiah)

Hatinya berada di tempat yang benar Bsa 3 (Penerjemahan bebas) Dia baik hati

4) Penerjemahan Dinamik

Penerjemahan dinamik disebut juga dengan penerjemahan wajar. Penerjemahan tipe ini sangat mengutamakan pengalihan amanat dan sangat memperhatikan kekhususan Bsa. Segala sesuatu yang berbau asing atau kurang alami sedapat mungkin dihindari seperti contoh di bawah ini:

Bsu

(44)

Bsa

Penulis telah mengorganisasi buku ini sejak 1995

Penggunaan kata mengorganisasi kurang lazim, sehingga perlu digunakan kata menyusun agar kalimat terjemahan lebih alami dan wajar.

5) Penerjemahan Pragmatik

Penerjemahan pragmatik adalah penerjemahan yang mengacu pada pengalihan amanat dengan mementingkan ketepatan penyampaian informasi dalam Bsa yang sesuai dengan dengan informasi yang ada dalam Bsa. Penerjemahan tipe ini lebih mementingkan pengalihan informasi yang selengkap mungkin. Bila perlu, dilakukan penembahan informasi agar terjemahannya lebih jelas dan lengkap bagi pembaca. Contoh penerjemahan pragmatik sering terdapat pada penerjemahan dokumen-dokumen teknik dan niaga, seperti di bawah ini:

Bsu

White Cross Baby Powder is soft and smoothing. It absorbs moisture and keeps baby cool and comfortable. It contains Chlorhexidine and antiseptic widely used hospitals and clinics.

Bsa

White Cross Baby Powder lembut dan halus, menyerap kelembaban, menjaga kesegaran dan kenyamanan bayi anda. Mengandung Chlorhexidine 0,038% antiseptic yang banyak digunakan di rumah sakit dan klinik-klinik.

6) Penerjemahan Estetik-P uitik

(45)

keindahan Bsa. Penerjemahan ini disebut juga dengan penerjemahan sastra yang meliputi penerjemahan puisi, prosa, dan drama karena menekankan pada emosi dan gaya bahasa. Contoh penerjemahan jenis ini dapat dilihat pada teks prosa (Moentaha, 2006: 42):

Bsu

“You are almost right. But climate does it. Heat. The tropics. Life is always mushy and sesual under these conditions,. They can’t help it”

“ Oh, I know that. I don’t blame them. They’re just queer” Bsa

“Sebagian kau benar. Tapi di sini persoalannya ialah iklim. Panas. Tropika. Tentu saja hal in membuat orang menjadi lemah lunglai dan perasa. Mereka tidak bias disalahkan”.

“Ya, saya tahu. Saya tidak menyalahkan mereka . Hanya saja, mereka tampak aneh”.

7) Penerjemahan Etnografik

(46)

8) Penerjemahan Linguistik

Penerjemahan linguistik adalah penerjemahan yang hanya berisi informasi linguistik yang implisit dalam Bsa yang dijadikan ekplisit dalam Bsa dengan menggunakan transformasi balik dan analisis komponen makna. Penerapan tranformasi balik dan analisis komponen makna dianggap perlu mengingat kemungkinan adanya ketaksaan Bsa. Misalnya dua buah kalimat Bsa, yang mempunyai struktur lahir yang sama, tetapi mempunyai struktur batin yang berbeda, memiliki makna ganda. Pada umumnya penerjemahan linguistik diterapkan jika terdapat ketaksaan dalam Bsa, baik pada tataran kata, frase, klausa, maupun kalimat. Untuk mengatasi ketaksaan ini digunakan transformasi balik dan analisis komponen makna seperti kalimat di bawah ini

a. Harry is willing to help

b. Harry is difficult to help

Kalimat a dan b mempunyai struktur lahir yang sama dengan kelas kata yang sama pula. Namun, kedua kalimat mempunyai struktur batin yang berbeda. Dalam kalimat a, Harry adalah pelauk aktivitas to help atau Harrylah orang yang mau menolong. Sebaliknya, dalam kalimat b, Harry adalah patient

kata kerja to help atau Harrylah orang yang sulit dibantu. Dengan demikian, kedua kalimat menunjukkan bahwa Harry menghasilkan dua hubungan yang saling berbeda dengan kata kerja to help. Melalui cara ini, kesalahan dalam menerjemahkan kalimat di atas dapat dihindari.

(47)

Penejemahan komunikatif pada dasarnya adalah penerjemahan yang menekankan pada pengalihan pesan Namun, penerjemahan tipe ini mempersyaratkan agar bahasa terjemahan mempunyai bentuk, makna dan fungsi. Dimungkinkan, suatu kalimat benar secara sintaksis, tetapi maknanya tidak logis; atau, bentuk dan makna sudah benar, namun penggunaanya tidak tepat seperti:

a. Could you told me the way to the railway station?

b. Could you tell the door the way to the railway station?

c. Could you tell me the way to the railway station?

Kalimat a) mempunyai susunan sintaksis yang salah meskipun maknanya logis. Kalimat b) mempunyai susunan sintaksis yang benar, tetapi maknanya tidak logis. Kalimat c) memiliki susunan sintaksis yang benar dan makna yang logis.

10)Penerjemahan Semantik

(48)

referen yang sama seperti halnya kata “ Pa ” dan “ Pak” , namun konteks dan situasi berbeda.

d. Kesepadanan Makna

Masalah padanan merupakan bagian inti dari teori terjemahan dan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. Baker (dalam Nababan, 1999: 94) membedakan lima tipe padanan, yaitu padanan pada tataran kata, padanan di atas tataran kata, padanan gramatikal, padanan tekstual dan padanan pragmatik. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tiga jenis padanan, yaitu:

1) Padanan pada tataran kata

Setiap penerjemah akan selalu berusaha mengalihkan semua makna atau pesan Bsa ke dalam Bsa. Agar tujuan ini tercapai, penerjemah harus mengkodekan unit-unit dan struktur-struktur yang digunakan penulis asli. Disadari atau tidak, perhatian penerjemah tertuju pada makna suatu kata. Kata sebagai unit terkecil bahasa yang mempunyai makna menjadi titik awal kajian dalam rangka memahami keseluruhan makna dalam suatu teks Bsa.

(49)

Penguraian atau penganalisian kata berdasarkan unsur-unsur yang membentuknya dimaksudkan untuk mengetahui unsur-unsur makna yang diungkapkan. Dalam konteks penerjemahan, analisis terhadap kata baik pada struktur permukaan maupun pada struktur batin akan menuntun penerjemah dalam menentukan padanan yang paling sesuai dari beberapa alternatif padanan yang tersedia. Analisis ini juga akan mengukuhkan keberadaan konsep pergeseran tataran (shift of rank), misalnya suatu konsep yang diungkapkan dengan satu kata dalam Bsa diungkapkan dengan beberapa kata dalam Bsa atau sebaliknya.

2) Padanan di atas tataran kata

Dalam setiap bahasa, ada kecenderungan bagi suatu kata untuk bersanding atau berkolokasi dengan kata lain. Proses kolokasi akan membentuk suatu frase. Ada dua macam frase, frase endosentris dan frase eksosentris. Frase endosentris adalah frase yang mempunyai unsur inti (head) dan unsur penjelas (modifier), sedangkan frase eksosentris menunjuk pada frase yang tidak mempunyai unsur inti dan unsur penjelas. Kata kick bisa disandingkan dengan ba ll (to kick the ball) dan bucket (to kick the bucket). Di satu sisi, penyandingan itu menghasilkan suatu frase endosentris (to kick the ball); di sisi lain penyandingan itu menghasilkan frase eksosentris (to kick the bucket). Makna keseluruhan dari frase endosentris to kick the ball

(50)

untuk mengetahui makna frase eksosentris to kick the bucket (mati, meninggal dunia) karena ungkapan ini termasuk ungkapan idiomatik. Dalam konteks penerjemahan, ungkapan idiomatik akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi penerjemah.

3) Padanan gramatikal

Padanan gramatikal mirip dengan padanan linguistik karena kedua jenis padanan tersebut memusatkan perhatiannya pada kesamaan konsep antara Bsa dan Bsa dalam hal jumlah, gender, persona, kala, dan aspek. Pembahasan tentang padanan gramatikal selalu dikaitkan dengan tatabahasa morfologis maupun sintaksis. Akan tetapi tidak semua bahasa mempunyai kategori gramatikal yang sama untuk jumlah. Bahasa Inggris membedakan antara konsep jamak dan tunggal yang diungkapkan secara morfologis dengan menambahkan imbuhan atau mengubah bentuk seperti box – boxes, child – children, atau man – men. Bahasa Indonesia juga membedakan konsep antara tunggal dan jamak, namun konsep tersebut tidak diungkapkan secara morfologis.

e. Jenis-Jenis Makna

(51)

1) Makna leksikal

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang atau peristiwa dan sebagainya. Kridalaksana (dalam Nababan, 1999: 48) mengatakan, makna leksikal adalah suatu makna kata yang terdapat dalam kamus. Misalnya, kata bad mempunyai enam buah makna, yaitu jahat, buruk, jelek, susah, tidak enak, dan busuk.

2) Makna gramatikal

Makna gramatikal dapat diketahui bila sudah digunakan dalam suatu kalimat, klausa, dan kelompok kata. Hal ini dikarenakan satu kata bisa berbeda artinya bila digunakan dalam konteks yang berbeda. Kridalaksana (dalam Nababan, 1999: 49) mengatakan, makna gramatikal ialah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar, misalnya hubungan suatu kata dengan kata yang lain dalam frase atau klausa. Kata can misalnya, berarti dapat dalam kalimat we can do the excercise well, tetapi can berarti

mengalengkan dalam kalimat they can the fish.

3) Makna situasional atau kontekstual

Makna situasional atau konstekstual adalah makna suatu kata yang dikaitkan dengan sutuasi penggunaan bahasa. Ucapan bahasa Inggris, Good morning! tidak selalu diterjemahkan menjadi Selamat pagi. Ucapan itu juga dapat diterjemahkan menjadi Keluar! apabila diucapkan oleh pimpinan kepada bawahan yang selalu terlambat masuk kantor.

(52)

Makna tekstual adalah makna yang berkaitan dengan isi suatu teks atau wacana. Perbedaan jenis teks dapat pula menimbulkan makna suatu kata menjadi berbeda. Dalam teks biologi, kata morphology berarti suatu cabang biologi yang berhubugan dengan bentuk atau struktur tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam bidang kebahasaan, kata itu berarti suatu studi morfem atau kata yang digabungkan untuk membentuk makna.

5) Makna sosiokultural

Makna suatu kata yang erat kaitannya dengan sosio-budaya pemakai bahasa disebut makna sosiokultural. Kata maruship dalam bahasa Batak Toba berhubungan dengan adat perkawinan. Jika diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia, kata itu berarti berbisik. Akan tetapi dalam konteks perkawinan suku Batak Toba, kata tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas, tidak hanya sekedar berbisik.

6) Makna eksplisit

Makna eksplisit adalah makna yang dengan jelas tertulis atau diucapkan oleh penutur, sehingga orang dengan mudah menangkap secara jelas makna yang ditulis atau diucapkan tersebut.

7) Makna implisit

(53)

“What are you eating?” . Orang lain menjawab “Bread” , dan ia tidak pelu mengulang kata-kata I am eating (bread), karena orang yang menjawab menganggap bahwa penanya sudah mengetahui apa isi kata yang tidak diucapkan itu.

f. Menilai Mutu Terjemahan

Menilai mutu terjemahan tentunya didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Nababan (1999: 83) menyatakan, menilai mutu terjemahan berarti mengkritik karya terjemahan. Untuk menjadi kritikus karya terjemahan, seseorang harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Schutle (dalam Nababan, 1999: 83), kritikus karya terjemahan harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik, mengetahui perbedaan persepsi linguistik bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan akrab dengan konteks estetika dan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran. Selain itu, dia pun harus memiliki pengetahuan yang memadai akan materi terjemahan yang dikritiknya. Pendapat ini sangat menekankan pada kualitas seseorang yang mengadakan atau melakukan kritik terhadap karya terjemahan.

(54)

melakukan penilaian terjemahan tersebut. Dalam penilaian isi teks, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah isi teks terjemahan akurat apa tidak. Sejauh mana makna yang terdapat di dalam teks sumber dapat dialihkan secara akurat ke dalam teks terjemahan. Pedoman dalam penilaian keakuratan makna atau isi teks adalah apakah ada data yang ditambah atau dikurangi.

Sehubungan dengan kriteria penilaian mutu terjemahan di atas, Machali (2000: 115) menyatakan perlunya kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah tidak boleh ada penyimpangan makna referensial yang menyangkut maksud penulis asli. Dan kriteria kedua adalah menyangkut segi-segi pemadanan (linguistik, semantik, dan pragmatik), kewajaran pengungkapan dalam Bsa, peristilahan, dan ejaan.

(55)

tampak seperti aslinya. Kriteria-kriteria tersebut menekankan pada pentingnya makna atau isi yang diungkapkan secara wajar dalam Bsa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menilai karya terjemahan diperlukan kriteria-kriteria khusus baik yang berhubungan dengan pelaku atau orang yang menilai karya terjemahan tersebut maupun isi atau makna dari terjemahan tersebut.

2. Pergeseran dalam Penerjemahan a. Pengertian Pergeseran

Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkam pesan dari suatu bahasa (bahasa sumber/Bsa) ke bahasa lain (bahasa sasaran/Bsa). Karena adanya sistem yang berbeda antara bahasa sumber dan bahasa sasaraan, maka kegiatan penerjemahan banyak mengalami masalah. Salah satu masalah yang dialami oleh penerjemah adalah masalah kesepadanan. Kesepadanan adalah kesesuaian antara isi pesan teks sumber dan teks sasaran. Sebagai akibat dipentingkannya kesepadanan dalam penerjemahan, maka untuk memecahkan masalah tersebut seringkali digunakan pergeseran, baik pergeseran bentuk maupun pergeseran makna.

(56)

tempat yang sama di dalam Bsa. Dalam penerjemahan, pergeseran formal sangat dimungkinkan sehubungan dengan usaha untuk membuat hasil terjemahan yang wajar.

Selain kesepadanan formal ada juga kesepadanan dinamik. Kesepadanan formal memusatkan pesan yang mencakup bentuk dan isi. Kesepadanan ini dimaksudkan agar pembaca terjemahan memahami sebanyak-banyaknya konteks Bsa. Kesepadanan dinamik menekankan prisnsip-prinsip efek yang sepadan. Kesepadanan ini dimaksudkan agar pembaca terjemahan merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan pembaca teks Bsa. Dalam penerjemahan, kedua macam kesepadanan ini berkaitan erat dengan jenis terjemahan yang dipilih oleh penerjemah. Apabila penerjemah menerjemahkan teks Bsa secara harfiah maka teks terjemahannya memiliki kesepadanan formal. Dan apabila suatu teks Bsa diterjemahkan secara bebas, maka teks terjemahannya menggunakan kesepadanan fungsional atau kesepadanan dinamik. Moentaha (2006: 57) menambahkan, untuk mendapatkan kesepadanan formal, penerjemah bisa dibantu dengan kamus atau konteks, sedangkan untuk mendapatkan kesepadanan dinamik atau situasi, penerjemah dipicu untuk mengetahui situasi riil yang ada dalam teks Bsa termasuk kemampuan untuk berorientasi pada faktor-faktor ekstralinguistik

(57)

“ …translation between the levels of phonology and graphology – or between either of these levels of grammar and lexis – is impossible. Translation between these levels is absolutely ruled out by our theory, which posits relationship to the same substance as the necessary condition of translation equivalence. We are left, then shift from grammar to lexis and vice-versa as the only possible levels-shifts in translation.

Tidak semua pergeseran antarlevel dimungkinkan. Pergeseran antar level yang dimungkinkan adalah pergeseran dari level tatabahasa menjadi leksis dan sebaliknya. Tidak dimungkinkannya pergeseran antara semua level disebabkan oleh ketidaksamaan substansi level-level tersebut. Padahal, kesamaan substansi antarlevel merupakan syarat yang diperlukan bagi terjemahan yang sepadan.

Pergeseran antarlevel yang dimungkinkan di atas adalah pergeseran tatabahasa menjadi leksis atau sebaliknya, misalnya: He speaks well (Dia berbicara dengan baik). Kata well sebagai sebuah leksis diterjemahkan menjadi “dengan baik” sebagai sebuah frase yang terdiri atas sebuah preposisi (dengan) dan kata sifat (baik).

Adapun pergeseran kategori terjadi apabila kategori dalam Bsa mempunyai bentuk yang berbeda atau menempati tempat yang tidak sama dalam Bsa. Kategori yang mendasar dalam bahasa adalah unit, struktur, dan kelas. Dengan demikian, pergeseran kategori meliputi pergeseran unit/tataran, pergeseran struktur, dan pergeseran kelas.

b. Jenis- Jenis Pergeseran

(58)

perbedaan aturan dan bentuk untuk mengungkapkan di antara berbagai bahasa, maka terlihat adanya pergeseran yang terjadi dalam terjemahan. Newmark (1988: 85) menyatakan, pergeseran disebut juga dengan transposisi. Ada tiga tipe pergeseran, yaitu 1) pergeseran atau perubahan dari tunggal ke jamak atau dari perubahan posisi ajektif, 2) pergeseran karena struktur dalam Bsa tidak terdapat dalam Bsa, 3) pergeseran suatu kata yang diungkapkan dalam frase atau klausa.

Dalam penelitian ini, jenis-jenis pergeseran didasarkan pada jenis pergeseran yang dikemukakan oleh Catford. Ada dua macam pergeseran, yaitu pergeseran bentuk dan pergeseran makna.

1) Pergeseran Bentuk

Pergeseran bentuk atau transposisi atau shift adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari Bsa ke Bsa. Ada beberapa jenis pergeseran bentuk yang didasarkan pada pergeseran kategori yang dikemukakan oleh Catford di atas.

a) Pergeseran Tataran

(59)

demikian, kalimat merupakan unit yang lebih tinggi daripada klausa. Unit klausa terdiri dari beberapa kelompok kata (frase), maka klausa merupakan unit yang lebih tinggi daripada frase. Begitu pula dengan frase yang menjadi unit yang lebih tinggi dari kata, seperti adept mempunyai terjemahan “sangat terampil”, di mana adept sebagai kata dan “sangat terampil” sebagai kelompok kata.

Pergeseran pada tataran ini lebih lanjut dijabarkan oleh Simatupang (2000: 88-96) yang membagi menjadi beberapa bagian:

1) Pergeseran dari Kata ke Frase

Inggris Indonesia

Girl Puppy

Anak perempuan Anak anjing

2) Pergeseran dari Frase ke Klausa

Inggris Indonesia

After reading the letter, (…) Setelah dia membaca surat itu, (…)

3) Pergeseran dari Frase ke Kalimat

Inggris Indonesia

His misinterpretation of the situation caused his downfall

Dia salah menafsirkan situasi dan itulah yang menyebabkan kejatuhannya

4) Pergeseran dari Klausa ke Kalimat

Inggris Indonesia

Her unusual voice and singing style thrilled her fans,

(60)

who reacyed by screaming, crying, and clapping.

Mereka memberikan reaksi

denganberteriak-teriak dan bertepuk tangan.

5) Pergeseran dari Kalimat ke Wacana

Inggris Indonesia

Standing in a muddy jungle clearing strewn with ercently felled trees, the Balinese berdiri di sebuah lahan yang baru dibuka di tengah hutan. Batang-batang pohon yang baru ditebang masih berserakan di sana-sini. Dia memandang rumahnya yang kecil yang berdiridi ujung deretan rumah yang sama bentuknya dan berkata bahwa dia merasa aneh.

b) Pergeseran Kelas

Selain pergeseran pada tataran atau unit, pergeseran pada kategori kata juga dapat terjadi pada proses penerjemahan seperti pada contoh-contoh berikut:

1) Pergeseran dari Nomina ke Ajektiva

Nomina Ajektiva

He is in good health Dia dalam keadaan sehat

He is in doubt Dia ragu-ragu

Dari contoh di atas dapat diketahui adanya pergeseran kategori kata dalam penerjemahan, yaitu dari kata benda health menjadi kata sifat

(61)

2) Pergeseran dari Nomina ke Verba

Nomina Verba

They had a quarrel

We had a very long talk

Mereka bertengkar

Kami berbicara lama sekali

Dalam kalimat di atas terdapat pergeseran penerjemahan kategori kata, yaitu dari kata benda quarrel menjadi kata kerja bertengkar, dan dari nomina talk menjadi verba berbicara

c) Pergeseran Struktur

Pergeseran struktur terjadi apabila padanan terjemahan dalam Bsa mempunyai perbedaan elemen atau perubahan urutan elemen dengan Bsa. Pergseran struktur misalnya terjadi dalam kalimat pasif seperti di bawah ini:

Bsa

We must bring the book

Bsa

Buku itu harus kita bawa

Dalam kalimat Bsa terdapat susunan aktif di mana We sebagai pelaku dan the book sebagai objek. Kalimat tersebut diterjemahkan ke dalam Bsa dengan mengubah bentuk dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif di mana “Buku” yang tadinya sebagai objek berubah menjadi subjek.

2) Pergeseran Makna

(62)

1) Pergeseran dari Makna Generik ke Ma kna Spesifik

Inggris Indonesia

Brother

Sister

Adik (laki-laki), kakak (laki-laki)

Adik (perempuan), kakak (perempuan) Adakalanya padanan yang tepat tidak terdapat dalam bahasa lain. Misalnya suatu kata Bsa mempunyai makna generik, tetapi padanan kata yang tepat untuk Bsa mengacu pada makna spesifik, seperti kata brother

berarti adik (laki-laki) atau kakak (laki-laki). Kata brother mengacu pada saudara (laki-laki) baik yang lebih tua maupun yang lebih muda. Oleh karena itu, penyesuaian yang dilakukan adalah melakukan pergeseran dari makna generik ke makna spesisfik.

2) Pergeseran Makna karena Perbedaan Sudut Pandang Budaya

Inggris Indonesia

The spa ce-ship traveled deep into space

Kapal ruang angkasa itu terbang jauh ke ruang angkasa

Orang Inggris menghubungkan ruang angkasa dengan kedalaman, sedangkan orang Indonesia menghubungkan ruang angkasa dengan ketinggian atau kejauhan. Itulah sebabnya kata deep diterjemahkan dengan jauh sehubungan dengan adannya perbedaan sudut pandang. c. Sebab-Sebab Pergeseran

(63)

formal adalah kategori–kategori dalam Bsa yang menempati tempat yang sesuai atau pada tempat yang sama di dalam Bsa. Dalam penerjemahan, pergeseran formal sangat dimungkinkan sehubungan dengan usaha untuk membuat hasil terjemahan yang wajar (Catford,1974: 73).

Perlunya pergeseran penerjemahan ini juga dikemukakan oleh Benny H. Hoed (dalam Machali, 2000: xi) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi masalah kesepadanan adalah melakukan pergeseran, baik pergeseran struktural (bentuk) maupun pergeseran semantik (makna).

Machali (2000: 63) menyatakan sebab terjadinya pergeseran yang paling utama adalah adanya sistem bahasa yang berbeda, sehingga penerjemah tidak mempunyai pilihan lain untuk mencari padanannya selain dengan cara pergeseran. Bahkan Nababan (1999:55) mengatakan bahwa tidak ada satu pun bahasa yang mempunyai sistem yang sama, baik ditinjau dari sudut struktur sintaksis, leksikal maupun morfem. Kalimat nominal dalam bahasa Indonesia, misalnya, tidak selalu mewajibkan kehadiran kata “adalah”, kecuali kata itu digunakan untuk menyatakan suau definisi, misalnya: Bahasa adalah alat komunikasi. Sebaliknya, kehadiran to be wajib hadir dalam kalimat nominal bahasa Inggris, seperti: He is my brother. Contoh lainnya adalah untuk menyatakan makna jamak. Dalam bahasa Inggris digunakan morfem –s, sedangkan dalam bahasa Indonesia digunakan bentuk perulangan.

(64)

1. adanya struktur gramatikal Bsa tidak ada dalam struktur gramatika Bsa, seperti peletakan objek di latar depan dalam bahasa Indonesia yang tidak terdapat dalam struktur gramatikal bahasa Inggris

Bsa: We must bring the book

Bsa: Buku itu harus kita bawa

atau peletakan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim digunakan dalam struktur bahasa Inggris, seperti:

Bsa: Its usage has been a pproved

Bsa: Telah disahkan penggunaanya

2. adanya ungkapan kewajaran, artinya suatu ungkapan Bsa

dapat diterjemahkan secara harfiah dalam Bsa, tetapi

padanannya atau pengungkapannya terasa kaku, seperti

frase nomina menjadi verba, misalnya

Bsa: …..to train entellectual men for the pursuits of an intellectual life. Bsa: ….untuk melatih para intelektual muda untuk mengejar kehidupan

intelektual

(65)

3. adanya kesenjangan gramatikal, misalnya pergeseran yang terjadi dari kata menjadi frase. Contohnya, he speaks well diterjemahkan dia berbicara dengan baik. Kata well diterjemahkan menjadi frase dengan baik.

Selain pergeseran di bidang bentuk, pergeseran juga terjadi di bidang makna (semantik). Pergeseran serupa itu terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa yang berbeda. Karena adanya pergeseran makna, tidaklah selalu mungkin memindahkan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara tepat dan utuh. Sebagaimana diketahui bahwa mencari padanan bukanlah perkara mudah dalam penerjemahan. Itulah sebabnya Nida dan Finlay (dalam Simatupang, 2000: 132) mengatakan bahwa padanan yang diusahakan adalah padanan yang terdekat. Seperti padanan yang paling dekat dari kata Inggris

leg atau foot adalah kaki. Contoh lainnya adalah kalimat I think so diterjemahkan menjadi Saya rasa begitu atau Sa ya pikir begitu. Orang Inggris berpikir (think) tidak menggunakan perasaan (feel) sehingga tidak wajar bekata I feel so untuk mengungkapkan kata sa ya rasa begitu. Setidak-tidaknya berpikir dan merasa dalam bahasa Inggris dibedakan secara tegas.

3. Klausa Pasif

(66)

Hasan Alwi (1998: 311) mendefinisikan, klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi.. Dilihat dari segi struktur internalnya, klausa tersebut terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan pelengkap atau keterangan. Dengan kata lain, klausa minimal terdiri atas unsur predikat dan unsur subjek. Kedua unsur ini merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib dalam klausa.

Sementara itu, Eggins (1994: 126) menyatakan, unit gramatikal terbesar adalah kalimat. Kalimat ini ditandai dengan huruf kapital di awal dan titik di akhir. Setiap kalimat dibangun dari beberapa bagian yang disebut dengan klausa. Klausa ini ditandai dengan kolon, semikolon atau koma. Dan klausa ini memiliki arti lebih kecil daripada kalimat. Klausa terdiri dari beberapa kata yang dikenal dengan frase atau grup.

Kalimat dalam banyak hal tidak berbeda dari klausa. Baik kalimat maupun klausa merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur prediksi. Dilihat dari segi struktur internalnya, kalimat dan klausa terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan atau tanpa objek, pelengkap atau keterangan. Meskipun demikian, konsep kalimat dan klausa perlu dibedakan dalam kalimat di bawah ini,

a. Dia pergi pukul 6

b. Saya sedang mandi

c. Dia pergi pukul 6 ketika saya sedang mandi

(67)

pukul 6 disebut dengan klausa utama atau induk kalimat, sedangkan klausa

ketika saya sedang mandi disebut dengan klausa subordinatif atau anak kalimat. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kalimat yang terdiri dari satu klausa disebut dengan kalimat tunggal, sedangkan kalimat dengan dua atau lebih klausa disebut dengan kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya berdasarkan predikat verbal. Kalimat berpredikat verbal dapat dibedakan berdasarkan peran subjeknya atas kalimat aktif, yaitu jika subjek berperan sebagai pelaku, dan kalimat pasif, yaitu jika subjek berperan sebagai sasaran.

b. Bentuk-Bentuk Pasif Bahasa Inggris

Gambaran tentang pasif dapat dilihat pada contoh berikut:

a. The policemen caught the thief

b. The thief was caught by the policemen

c. The boy was hit

Kalimat a yang menunjukkan bahwa polisi telah menangkap pencuri disebut dengan kalimat aktif, sedangkan kalimat b yang menunjukkan bahwa pencuri telah ditangkap polisi disebut dengan ka limat pasif. Umumnya kalimat pasif tidak disebutkan dengan jelas pelaku atau subjek yang melakukan pekerjaan tersebut seperti yang terdapat pada kalimat c.

(68)

menghilangan agen (pelaku). Fungsi pasif pada dasarnya sama dengan fungsi aktif, yaitu dalam kalimat aktif, agen (pelaku) disebut dengan subjek dan pasien disebut dengan objek. Dalam hal ini, Verhaar (2001: 232) menambahkan, ada kaidah pemasifan, yaitu objek klausa aktif dijadikan subjek klausa pasif. Sedangkan untuk tanda pasif itu sendiri dapat dikenali dari kata kerja yang digunakan, yaitu kata kerja bantu (auxiliary verbs).

Secara struktur, bentuk pasif bahasa Inggris ditandai dengan verba pasif yang terdiri atas be + third form (past participle) seperti kalimat di bawah ini:

a.A hungry rhinoceros ate the bamboo shoots.

b.The bamboo shoots were eaten (by a hungry rhinoceros).

Jacobs (1995: 159) menjelaskan, verba ate pada kalimat pertama disebut dengan verba aktif, dan kalimat pada verba aktif disebut kalimat aktif. Verba gabungan pada kalimat kedua antara were + eaten adalah verba pasif dan kalimat yang berverba pasif disebut kalimat pasif. Frase verba pasif diawali dengan be

dan diikuti oleh verba bentuk tiga atau past participle, misalnya eaten, promoted,

atau sung. Dalam kalimat pasif tidak dipentingkan penyebutan pelaku seperti frase preposisi by a hungry rhinoceros. Frase preposisi yang terdiri dari by dan pelaku dapat dihilangkan sebagaimana ditunjukkan dalam kurung. Singkatnya, bentuk pasif dalam bahasa Inggris dibentuk dengan to be dan disertai dengan preposisi by.

(69)

bamboo shoots dalam kalimat aktif di atas merupakan objek, sedangkan The bamboo shoots pada kalimat pasif menjadi subjek. Hal ini menunjukkan adanya pergantian peran, yaitu dari peran objek pada kalimat aktif menjadi peran subjek dalam kalimat pasif. Sebagaimana diketahui bahwa subjek pada kalimat pasif merupakan objek pada kalimat aktif, maka perubahan ini juga berlaku pada objek langsung maupun tak langsung dengan didahului oleh preposisi to seperti:

a. Johngave some books to Mary

b. Some books were given to Mary by John

Selain bentuk kalimat pasif di atas, ada juga bentuk kalimat pasif yang lain yang terdiri dari verba preposisi. Jacobs menambahkan bahwa beberapa verba memiliki kombinasi dua atau tiga verba transitif dengan preposisi. Verba preposisi ini juga memiliki bentuk pasif sebagaimana verba transitif pada umumnya, seperti:

a. The prosecutor will look into these charges

b. Thesecharges will be looked into by the prosecutor

Ada bentuk pasif lainnya, yaitu bentuk pasif yang menggunakan get + past participle. Bentuk ini biasa digunakan pada bahasa Inggris informal. Bentuk pasif seperti ini sama halnya dengan bentuk pasif di atas, di mana objek pada kalimat aktif menjadi subjek pada kalimat pasif, seperti:

a. The Feds arrested her la st night

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel di atas menunjukkan 69 data (81 %) yang termasuk dalam kategori
+2

Referensi

Dokumen terkait

Metode dan teknik penyuluhan merupakan cara atau teknik penyampaian materi (isi pesan) penyuluhan oleh para penyuluh kepada sasaran (pelaku utama dan/atau pelaku usaha)

Dari kondisi tersebut penulis mempunyai ide untuk membuat informasi mengenai demam berdarah dengan tampilan yang interaktif dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai penyakit

Hasi penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara return saham harian pada hari-hari perdagangan dalam satu pekan di Bursa Efek Indonesia,

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian polisakarida yang diekstrak dari alga pada ikan nila memberi pengaruh yang nyata terhadap

d) Membantu guru dalam cara mer- wnuskan pengalaman belajar siswa. Belajar adalah perubahan tingkah laku, karena memperoleh pengala- man baru. Yang dimaksud dengan pengalaman

Ketiga, Laporan lain yang diwajibkan adalah laporan perubahan ekuitas selama ekuitas, laporan arus kas selama periode, catatan atas laporan keuangan berisi

Kekuragan-kekurangan yang ditemukan dalam sistem penerimaan pembayaran premi pada PT Asuransi Binagriya Upakara mendorong penulis memberikan saran yang sesuai dengan aturan

[r]