• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS BAGIAN PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT KUHPERDATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS BAGIAN PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT KUHPERDATA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS BAGIAN PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT KUHPERDATA

Oleh

MUHAMAD ZULFIKAR

Anak luar kawin (naturlijke kinderen atau diterjemahkan anak-anak alam) adalah anak yang dilahirkan di luar suatu perkawinan atau dapat juga disebut anak yang dilahirkan oleh seorang wanita di luar suatu perkawinan yang dianggap sah menurut agama, adat maupun menurut hukum yang berlaku. KUHPerdata mengatur bahwa anak luar kawin baru ada hubungan perdata (hubungan hukum) dengan ayahnya, bilamana si ayah mengakuinya yang harus diawali dengan persetujuan dari ibu si anak, apakah si ibu menyetujui si anak diakui oleh laki-laki yang mengakui sebagai ayah dari si anak tersebut. Sedangkan hubungan antara anak luar kawin dengan ibunya sudah ada sejak anak itu dilahirkan.

Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana kedudukan hukum antara anak luar kawin dengan ayah dan ibunya, bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan agar anak luar kawin tersebut dapat diakui dan memiliki kedudukan hukum sebagai ahli waris, dan berapa besarnya bagian anak luar kawin apabila menjadi ahli waris.

Tujuan dari penulisan skripsi ini untuk mengetahui dan memahami kedudukan hukum antara anak luar kawin dengan ayah dan ibunya, untuk memahami upaya hukum yang dapat dilakukan agar anak luar kawin tersebut dapat diakui dan memiliki kedudukan hukum sebagai ahli waris, dan untuk memahami berapa besarnya bagian anak luar kawin apabila menjadi ahli waris.

(2)

menurut KUHPerdata.Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa anak luar kawin akan mempunyai kedudukan sebagai pewaris dan ahli waris dalam pewarisan jika sudah diakui oleh orang tuanya pada saat sebelum atau pada saat terjadinya perkawinan ayah/ibu yang mengakuinya tersebut.Hubungan pewarisan anak luar kawin, dalam memperhitungkan warisan suami atau istri dan anak-anak mereka yang dilahirkan dalam perkawinan itu, anak luar kawin dianggap tidak ada. Bila tak diakui dikecualikan apabila anak luar kawin tersebut diakui sebelum terjadinya perkawinan atau pada saat terjadinya perkawinan sehingga anak luar kawin tersebut dapat merugikan suami atau istri serta anak-anaknya yang dilahirkan dari perkawinan itu. Pengesahan seorang anak luar kawin adalah alat hukum (rechts middle) untuk memberi hak status kepada anak luar kawin sebagai anak sah. Pengesahan terjadi pada saat dilangsungkannya perkawinan orang tua anak luar kawin atau dengan “surat pengesahan”, setelah anak luar kawin diakui lebih dahulu oleh kedua orang tuanya. Sedangkan untuk besarnya bagian warisan yang diperoleh anak luar kawin adalah tergantung dengan siapa anak luar kawin itu bersama-sama mewaris (atau dengan golongan ahli waris yang mana anak luar kawin itu mewaris apakah golongan I, II, III, atau golongan IV).

(3)

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi, 2004:1). Sebagai salah seorang anggota masyarakat, maka bila kita berbicara tentang seseorang yang meninggal dunia arah dan jalan pikiran kita tentu akan menuju kepada masalah warisan. Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang atau anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat tersebut.

(4)

Namun demikian walaupun seseorang yang meninggal dunia sudah dimakamkan, hubungan-hubungan hukum itu tidaklah lenyap begitu saja, karena seseorang tadi masih mempunyai sanak saudara yang ditinggalkan, ayah atau ibunya, kakek dan neneknya atau juga anak-anaknya terutama berkenaan dengan harta yang ditinggalkan. Oleh karena itu perlu adanya hukum yang mengatur keberadaan harta tersebut. Harta yang ditinggalkan akan dialihkan kepemilikannya kepada ahli warisnya dalam hal-hal timbul peristiwa pewarisan.

Pada umumnya masyarakat selalu menghendaki adanya suatu peraturan yang menyangkut tentang warisan dan harta peninggalan dari orang yang telah meninggal dunia. Memang pada kenyataannya dalam masalah keduniawian ini, yang pada hakikatnya akan berpindah kepada orang lain yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia tersebut, tetapi pada batas-batas kekayaan (vermogen) saja dari orang yang meninggal dunia. Oleh karena itu apabila ada pewarisan maka ada orang yang meninggal, ada harta yang ditinggalkan dan ada ahli waris (Eman Suparman, 2007:25).

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta kekayaan. Sedangkan “Ahli Waris”, adalah mereka-mereka yang menggantikan kedudukan si pewaris dalam bidang hukum kekayaan.

(5)

demikian pengertian pewarisan adalah apakah dan bagaimanakah bermacam-macam hak dan kewajiban-kewajiban yang menyangkut kekayaan seseorang pada saat yang bersangkutan meninggal dunia akan berpindah kepada orang lain yang masih hidup.

Dalam hukum waris perdata ahli waris utama adalah anak. Ada anak sah yang dilahirkan dari perkawinan yang sah dan ada anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang dalam hal ini disebut anak luar kawin.

Keberadaan anak luar kawin ini disebabkan beberapa hal, antara lain karena adanya anak yang dilahirkan sebagai hasil hubungan antara seorang pria dan seorang wanita yang bukan suami istri (perzinahan), anak yang dilahirkan sebagai akibat dari hubungan seks pra nikah dan dapat juga disebabkan adanya keraguan suami terhadap asal usul anak yang dikandung istrinya atau karena sebab-sebab lain (Ali Afandi, 2004:42).

(6)

sangat penting sekali untuk mendapat pengesahan dari suatu lembaga yang hidup di masyarakat.

Pengakuan ini menimbulkan status anak luar kawin yang diakui antara lain dalam hal pemberian izin kawin, pemberian nafkah, kewajiban timbal balik dalam hal pemberian nafkah, perwalian, hak memakai nama, dan juga mewaris. Berdasarkan hal tersebut, maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang adanya pengesahan dan pengakuan anak luar kawin. Dalam hal ini dimaksudkan agar anak luar kawin mendapat jaminan kehidupan sepatutnya yaitu mengenai biaya hidup, nafkah jasmani dan rohani, pendidikan yang layak serta kesejahteraan anak.

Jika anak yang diakui tersebut telah mendapat pengesahan, maka anak tersebut dapat mewaris dari keluarga garis keturunan lurus keatas dan kebawah (sama seperti anak sah). Dalam hal tersebut, anak luar kawin tidak boleh merugikan suami atau istri serta anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut. Sehingga anak luar kawin tersebut baru memperoleh warisan apabila diakui sebelum adanya pernikahan atau setelah terjadinya perceraian baik akibat kematian maupun cerai atau talak.

(7)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahannya adalah:

1. Bagaimana kedudukan hukum antara anak luar kawin dengan ayah dan ibunya?

2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan agar anak luar kawin tersebut dapat diakui dan memiliki kedudukan hukum sebagai ahli waris? 3. Berapa besarnya bagian anak luar kawin apabila menjadi ahli waris?

Ruang lingkup penelitian termasuk dalam hukum keperdataan yang terkait dengan hukum waris perdata.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk memahami kedudukan hukum antara anak luar kawin dengan ayah dan ibunya.

2. Untuk memahami upaya hukum yang dapat dilakukan agar anak luar kawin tersebut dapat diakui dan memiliki kedudukan hukum sebagai ahli waris.

3. Untuk memahami berapa besarnya bagian anak luar kawin apabila menjadi ahli waris.

D. Kegunaan Penelitian

(8)

Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan pemikiran dan pengetahuan ilmu hukum keperdataan terutama dalam bidang hukum waris perdata khususnya untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hubungan hukum antara antara anak luar kawin dengan ayah dan ibunya.

2. Kegunaan secara praktis

a. Sebagai bahan untuk menambah wawasan bagi penulis mengenai bagian anak luar kawin menurut KUHPerdata;

b. Sebagai sumbangan informasi dan bahan bacaan bagi pihak yang ingin mengetahui tentang bagian anak luar kawin menurut KUHPerdata; c. Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum pada

(9)

A. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur “perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain”. Intinya adalah“peraturan yang mengatur akibat-akibat hukum dari kematian seseorang terhadap harta kekayaannya” yang berwujud: perpindahan kekayaan si pewaris dan akibat hukum perpindahan tersebut bagi para ahli waris, baik dalam hubungan antara sesama ahli waris maupun antara mereka dengan pihak ketiga.

Oleh karena itu berbicara tentang masalah pewarisan apabila terdapat: a. Ada orang yang meninggal;

b. Ada harta yang ditinggalkan dan; c. Ada ahli waris.

B. Pengaturan Hukum Waris dalam Buku II KUHPerdata

(10)

menimbulkan salah pengertian, karena yang berpindah dalam pewarisan bukan hanya hak milik saja, tetapi juga hak-hak kebendaan yang lain (hak kekayaan) dan di samping itu juga kewajiban-kewajiban yang termasuk dalam Hukum Kekayaan (C.S.T. Kansil, 2006:143).

Di dalam Pasal 584 KUHPerdata meniru Pasal 711Code Civilditetapkan bahwa: “Hak milik atas suatu benda tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan

dengan kepemilikan, karena perlekatan, karena kadaluwarsa, karena pewarisan baik menurut Undang-Undang, maupun menurut surat wasiat”

Ketentuan Pasal 584 KUHPerdata mengandung makna bahwa pewarisan merupakan salah satu cara yang secaralimitatifditentukan untuk memperoleh hak milik, dan karena benda (hak) milik merupakan salah satu unsur pokok daripada benda yang merupakan benda yang paling pokok di antara benda-benda lain, maka hukum waris diatur dalam Buku II bersama-sama dengan pengaturan tentang benda yang lain.

Disamping itu penyebutan hak mewaris oleh pembentuk undang-undang di dalam kelompok hak-hak kebendaan di dalam Pasal 528 KUHPerdata adalah tidak benar. Untuk jelasnya Pasal 528 KUHPerdata menyebutkan:

“Atas sesuatu kebendaan (zaak), seseorang dapat mempunyai, baik hak untuk

(11)

Disini ternyata bahwa hak mewaris disebutkan bersama-sama dengan hak kebendaan yang lain, sehingga menimbulkan pandangan “seakan-akan” hak mewaris“merupakan suatu hak kebendaan”. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari Hukum Romawi yang menganggap warisan adalah zaak (tak berwujud) tersendiri, dan para ahli waris mempunyai hak kebendaan (zakelijkrecht) atasnya.

C. Pengertian Kedudukan dan Anak (Keturunan) 1. Kedudukan

Kedudukan adalah status hukum seseorang di dalam hukum. Dalam hal ini adalah kedudukan anak yang lahir di luar perkawinan baik dalam hubungan keluarga dan pewarisan.

2. Anak (Keturunan)

Yang dimaksud dengan keturunan (afstamming) adalah hubungan darah antara anak-anaknya dengan orang tuanya (R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, 1986:132).

Anak-anak yang dilahirkan dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu :

a. Anak sah, adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah, mengenai keturunan yang sah menurut Pasal 250 KUHPerdata adalah sebagai berikut :

(12)

Berdasarkan rumusan Pasal 250 KUHPerdata dapat dikatakan bahwa hubungan anak dan bapak itu adalah hubungan yang sah. Bahwasanya seorang anak itu dilahirkan dari seorang ibu, hal itu mudah saja pembuktiannya. Tetapi bahwa seorang anak itu benar-benar anak seorang bapak, itu agak sukar dibuktikan, sebab bisa saja terjadi bahwa orang yang membenihkan anak itu bukan suami si ibunya. Maka dalam hal ini hubungan itu dimaksudkan untuk kepastian hukum yang ditentukan di dalam Pasal 250 KUHPerdata.

b. Anak tidak sah atau juga bisa disebut anak luar kawin, adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau dapat juga berarti anak yang dilahirkan oleh seorang wanita yang melahirkan anaknya di luar suatu perkawinan yang dianggap sah menurut hukum yang berlaku.

Anak luar kawin kemudian masih dibagi dua golongan lagi yaitu :

a. Anak-anak luar kawin dalam arti luas, yaitu semua anak yang lahir tanpa perkawinan orang tuanya.

b. Anak-anak luar kawin dalam arti sempit, yaitu anak-anak luar kawin dalam arti luas, kecuali anak zinah (oversvelig) dan anak sumbang (bloed schennis; incest) (Tan Thong Kie, 1994:22).

(13)

dibenihkan seorang lelaki, sedangkan perempuan atau lelaki yang membenihkan anak itu memiliki hubungan darah (incest) sehingga menurut undang-undang mereka dilarang kawin (Ali Afandi, 2004:147).

D. Sistem Pewarisan Dalam Sistem Hukum Waris Perdata 1. Cara-Cara Pewarisan

Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan disebut pewaris, sedangkan harta yang ditinggalkan disebut harta warisan dan orang yang menerima waris disebut ahli waris.

Ada dua cara untuk untuk pembagian warisan, yaitu :

a. Ahli waris yang mewaris berdasarkan ketentuan undang-undang (ab-intestato), yaitu orang yang karena ketentuan undang-undang dengan sendirinya menjadi ahli waris, yakni para anggota keluarga si pewaris, mulai dari yang terdekat (hubungan darahnya) sampai yang terjauh asalkan ada ikatan keluarga/hubungan darah dengan si pewaris. Orang-orang ini dikatakan mewaris tanpa mewasiat atau mewaris secara ab-intestato (Pasal 832 KUHPerdata);

(14)

Sifat Hukum Waris Perdata (Effendi Perangin, 2008:4), yaitu menganut: a. Sistem Individual (sistem pribadi) dimana menjadi ahli waris adalah

perorangan (secara pribadi) bukan kelompok ahli waris dan bukan kelompok klan, suku, atau keluarga. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 852 jo. 852 a KUHPerdata tentang pewarisan para keluarga sedarah yang sah dan suami atau istri yang hidup terlama.

Pasal 852 KUHPerdata, anak-anak atau sekalian keturunan mereka walaupun dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orangtuanya, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas dengan tiada perbedaan antara laki-laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran terlebih dahulu.

Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan yang meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri, mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.

(15)

853 dan 856 KUHPerdata yang mengatur bila anak-anak keturunannya serta suami atau istri yang hidup terlama tidak ada lagi maka harta peninggalan dari yang meninggal diwarisi oleh ibu dan bapak serta saudara laki-laki maupun saudara perempuannya.

c. Sistem Perderajatan artinya bahwa ahli waris yang derajatnya dekat dengan pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya. Untuk menentukan tempat atau derajat seseorang ahli waris berkenaan dengan hubungan keluarga. Jika seseorang mempunyai derajat berangka kecil hubungan keluarga antara dua orang tersebut adalah sangat dekat. Apabila derajat berangka besar maka pertalian keluarga itu jauh.

2. Syarat-syarat Mewaris

Menurut Pasal 830 KUHPerdata, suatu pewarisan baru dapat dilaksanakan kalau si pewaris (orang yang meninggalkan warisan) telah meninggal dunia.

Adapun syarat-syarat agar seseorang dapat menerima bagian warisan adalah : a. Pewaris telah meninggal dunia;

b. Pewaris memiliki sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan;

c. Orang tesebut haruslah termasuk sebagai ahli waris dan orang yang ditunjuk berdasarkan wasiat si pewaris untuk menerima bagian warisan;

(16)

Seseorang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan dikecualikan dari pewarisan (Pasal 912 KUHPerdata), adalah :

a. Apabila ia dihukum oleh hakim karena membunuh si peninggal warisan, jadi ada keputusan hakim yang menghukumnya;

b. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena memfitnah si pewaris, dimana diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih;

c. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal itu.

E. Golongan Ahli Waris

Menurut Abdulkadir Muhammad ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya (Abdulkadir Muhammad, 2000:282). Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris ini didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah, dan surat wasiat yang diberikan kepada orang yang disebut dengan istilah legataris, yang diatur dalam undang-undang. Tetapi legataris bukan ahli waris, walaupun ia berhak atas harta peninggalan pewaris, karena bagiannya terbatas pada hak atas benda tertentu tanpa kewajiban.

(17)

“Pewarisan para keluarga sedarah yang sah, dan suami atau istri yang hidup terlama”(J. satrio, 1992:99).

Keluarga sedarah menurut KUHPerdata disusun dalam kelompok, yang disebut dengan “golongan ahli waris”. Golongan tersebut terdiri dari golongan I sampai

dengan golongan IV, dihitung menurut jauh dekatnya hubungan darah dengan si pewaris, dimana golongan yang lebih dekat menutup golongan yang lebih jauh.

Anak luar kawin yang diakui secara sah tak termasuk dalam salah satu golongan tersebut, tetapi merupakan kelompok tersendiri. Prinsipnya, bila masih ada ahli waris golongan yang lebih dekat dengan pewaris, maka golongan ahli waris yang lebih jauh tertutup untuk mewaris. Mereka baru muncul menjadi ahli waris, apabila para ahli waris gologan yang lebih dekat dengan pewaris sudah meninggal dunia.

Di masing-masing golongan ahli waris yang lebih dekat hubungan perderajatannya dengan si pewaris, menutup mereka yang lebih jauh, tetapi dengan mengindahkan adanya asas pengantian tempat. Perhatikan kata-kata “masing-masing golongan”, ketentuan tersebut tidak berlaku untuk antar

golongan, karena golongan yang lebih jauh baru muncul kalau golongan yang lebih dekat telah meninggal semua.

(18)

menyingkirkan cicit, bahkan mereka tidak bisa mewaris bersama-sama, yang terjadi adalah cicit menutup kesempatan saudara untuk menjadi ahli waris.

Lihat skema dibawah ini:

Bagan 2.1

Asas penggantian tempat akibat golongan yang lebih rendah telah meninggal dunia

A♂ B♀

C dan D anak A meninggal lebih dahulu E anak D meninggal lebih dahulu F anak E, Cucu D, Cicit A

(19)

1. Empat Golongan

Dalam KUHPerdata ada empat golongan ahli waris.

a. Golongan I

Golongan I adalah suami atau istri yang hidup terlama serta anak-anak dan keturunanya (Pasal 852 KUHPerdata). Perhatikan kata-kata diatas, dijelaskan bahwa anak-anak tidak dapat mewaris bersama-sama dengan keturunannya. Keturunannya disini diartikan keturunan si anak. Jadi ditinjau dari sudut pewaris mereka itu adalah cucu atau cicit atau lebih jauh lagi ke bawah, tetapi semuanya melalui si anak (dari pewaris) tersebut. Tidak tertutup kemungkinan mewaris bersama-sama antara anak dan keturunan anak yang lain, jadi cucu (atau yang lebih jauh) yang karena pergantian tempat mewaris bersama-sama dengan paman/bibi mereka dari kakeknya (ditinjau dari ahli waris) dimungkinkan berdasarkan peraturan di dalam KUHPerdata.

Yang dimaksud disini dengan sebutan “anak” adalah “anak sah”, karena

(20)

Bagan 2.2 Ahli waris golongan I

A♂ B♀

C♂ D♀ E+♂

F♂ G♀

A orang yang meninggal B istrinya

C, D dan E anak-anak A dan B F dan G anak-anak E, cucu A dan B

Istri A, anak A dan cucu A serta keturunannya (jika ada) adalah ahli waris golongan I. Termasuk juga golongan pertama semua keturunan C, D, E, F dan G. Pembagian warisan berdasarkan kasus di atas dapat kita jabarkan bahwa:

“B, C, dan D masing-masing mendapat 1/4 dari harta warisan, karena E

meninggal lebih dahulu dari A, maka bagiannya dibagi sama oleh anaknya yaitu F dan G masing-masing mendapat 1/8”.

Menurut Pasal 852 KUHPerdata:

“Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, bila dilahirkan dari lain-lain

perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu”.

(21)

semuanya sama saja. Di dalam ayat 2 dari Pasal 852 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri”.

Bagan 2.3

Ahli waris mewaris kepala demi kepala

A♂

B♂ C♀ D♀

A meninggal

B, C, dan D adalah anak-anak A, bertalian keluarga derajat kesatu A

B, C, dan D mewaris kepala demi kepala (sama kedudukan dan bagian masing-masing)

Selanjutnya dalam ayat 2 Pasal 852 dinyatakan “…mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti”.

Bagan 2.4

Ahli waris mewaris pancang demi pancang

A♂

B♀ C♂ D+♀

E♂ F+♂

G+♂ H♂ I♂

(22)

A meninggal B, C, dan D anak A E dan F anak D, cucu A G, H, dan I anak F, cicit A J dan K anak G, anak cicit A

Dalam pancang B, C, dan D harta warisan dibagi lebih dahulu. Bagian D dibagi oleh E dan F. Bagian F di bagi lagi oleh G, H dan I. Bagian G dibagi pula oleh J dan K. Pasal 852 a (1) menetapkan bahwa bagian suami/isteri yang hidup terlama, maka bagian warisannya adalah sama besar dengan bagian seorang anak. Jika terdapat perkawinan kedua dan seterusnya dan ada anak-anak/keturunan dari perkawinan pertama, maka bagian suami/isteri sama besar dengan bagian terkecil dari seorang anak/keturunan dari perkawinan pertama. Bagian janda/duda itu tidak boleh lebih dari 1/4 harta peninggalan.

Apabila si pewaris tidak meninggalkan keturunan dari suami/isteri, maka undang-undang memanggil golongan keluarga sedarah dari golongan berikutnya untuk mewaris, yaitu golongan kedua (II). Dengan demikian, golongan terdahulu menutup golongan yang berikutnya.

b. Golongan II

(23)

Disini ada penyimpangan atas asas yang menyatakan, bahwa dalam tiap-tiap golongan, ahli waris yang lebih dekat hubungan perderajatannya dengan si pewaris, menutup mereka yang lebih jauh. Sedangkan menurut KUHPerdata dijelaskan bahwa saudara si pewaris ada dalam derajat yang kedua, sedangkan ayah dan ibu ada dalam derajat yang pertama, akan tetapi karena mereka ada di dalam golongan yang sama mereka memiliki hak yang sama pula dalam hal menjadi seorang Ahli Waris.

Bagan 2.5 Ahli waris golongan II

B♂ C♀

A♂ D♀ E+♀

F♂ G♂ A orang yang meninggal

B ayah A C ibu A

D dan E adalah saudara A

F dan G adalah anak E, keponakan A

(24)

Pembagian warisan berdasarkan kasus di atas dapat kita jabarkan bahwa:

“B, C, dan D mendapat masing-masing 1/4; E meninggal terlebih dahulu,

bagiannya yang 1/4 dibagi sama oleh anak-anaknya yaitu F dan G masing-masing 1/8”.

Dalam contoh diatas tampak bagian ayah/ibu dan saudara sama banyaknya, tetapi itu hanya kebetulan. Berapa bagian ayah dan/atau ibu jika saudara-saudara si meninggal diatur dalam Pasal 854.

Menurut Pasal 854 KUHPerdata:

“Apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggalkan keturunan maupun suami-istri, sedangkan bapak dan ibunya masih hidup, maka masing-masing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara laki-laki atau perempuan, yang mana mendapat sepertiga selebihnya. Si bapak dan si ibu masing-masing mendapat seperempat, jika si meninggal meninggalkan lebih dari seorang saudara laki-laki atau perempuan, sedangkan dua perempat bagian selebihnya menjadi bagian saudara-saudara laki-laki atau perempuan itu”.

Sehingga menurut aturan Pasal 854 KUHPerdata apabila Ahli Waris meninggalkan ayah dan ibu maka mereka masing-masing mendapat 1/4 bagian sedangkan untuk saudaranya apabila meninggalkan tiga orang saudara maka dua perempat sisa warisan akan dibagi menjadi tiga bagian yang sama besar.

c. Golongan III

(25)

“Kakek dan nenek, yaitu ayah dan ibu dari ayah ibu dari si pewaris, ayah dan ibu dari kakek maupun nenek, baik dari ayah maupun ibu dan seterusnya”.

Bagan 2.6 Ahli waris golongan III

B♂ C♀ D♀

♂ ♀

A♂ B kakek A, dan C nenek A

D nenek A dari pihak ibu

Harta warisan mula-mula dibagi dua berdasarkan Pasal 850 dan Pasal 853 (1): a. 1/2 untuk pihak ayah (B dan C)

b. 1/2 untuk pihak ibu (D)

Pembagian warisan berdasarkan kasus di atas dapat kita jabarkan bahwa: “B dan C mendapat masing-masing 1/4, sedangkan D mendapat 1/2.”

d. Golongan IV

(26)

dalam garis yang lain. Keluarga sedarah dalam garis menyimpang yang sama dan dalam derajat yang sama mendapat bagian kepala demi kepala (Pasal 858 Ayat 3).

Bagan 2.7

Ahli waris golongan IV

C♀ ♂ ♀ B♂

A♂

A meninggal

B paman A, keluarga garis ke samping dari pihak ibu C paman A, keluarga garis ke samping dari pihak bapak

Perhatikan: keluarga garis ke samping ada dua kelompok yang pertama, keluarga garis kesamping dari pihak ayah. Kedua keluarga garis ke samping dari pihak ibu.

Bagan 2.8

Ahli waris golongan IV mewarisi sampai derajat ke enam

3 2 2 3

4 ♂ ♂ 1 ♀ ♂ 4

5 ♂ A♂ ♂ 5

6 ♀ ♀ 6

7 D♀ B♂ 7

(27)

Sebelah kiri adalah keluarga garis ke samping dari pihak bapak (kelompok D dan E). Sebelah kanan adalah keluarga garis ke samping dari pihak ibu (kelompok B dan C). Perhatikan situasi perderajatan, B adalah keluarga garis ke samping derajat keenam, B adalah batas yang boleh mewaris, C adalah masuk derajat ketujuh, ia tidak boleh mewaris, D adalah batas terakhir dalam pewarisan dari A di garis bapak.

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggolongan ahli waris.

a. Jika tidak ada keempat golongan tersebut, maka harta peninggalan jatuh pada negara.

b. Golongan terdahulu menutup golongan kemudian. Jadi, jika ada ahli waris golongan I, maka ahli waris golongan II, III, dan IV tidak menjadi ahli waris. c. Jika golongan I tidak ada, golongan II yang mewarisi. Golongan III dan IV

tidak mewaris. Akan tetapi, golongan III dan IV adalah mungkin mewaris bersama-sama kalau mereka berlainan garis.

d. Dalam golongan I termasuk anak-anak sah maupun luar kawin yang diakui sah dengan tidak membedakan laki-laki/perempuan dan perbedaan umur.

e. Apabila si meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, atau juga saudara-saudara, maka dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 859, warisan harus dibagi dua bagian yang sama berupa satu bagian

(28)

Dengan demikian apabila ahli waris golongan I dan II tidak ada, maka yang mewaris ialah golongan III dan/atau golongan IV. Dalam hal ini harta warisan dibagi dua sama besar (disebut dalam bahasa Belanda: “kloving”). Setengah untuk

keluarga sedarah garis bapak dan setengahnya lagi untuk keluarga sedarah garis ibu.

1. Yang Mewarisi Golongan III

Bagan 2.9

Ahli waris golongan III harta warisan dibagi dua sama besar

B♂ C♀ D♀

♂ ♀

A♀

Golongan I dan II tidak ada. Harta warisan dibagi dua terlebih dahulu yaitu 1/2 untuk B dan C (kakek dan nenek A dari garis bapak). Jadi, B dan C masing-masing 1/4, 1/2 untuk D, nenek dari garis ibu. Kakek A di garis ini tidak ada lagi. 2. Yang Mewarisi Golongan IV

Bagan 2.10

Ahli waris golongan IV harta warisan dibagi dua sama besar

B♀ ♀ ♂ C♂

♂ ♀

(29)

Golongan I, II, dan III tidak ada. Harta warisan dibagi dua sama besar 1/2 untuk keluarga sedarah dalam garis bapak (dalam hal ini untuk B) dan 1/2 lagi untuk keluarga sedarah garis ibu (dalam hal ini untuk C).

3. Yang Mewarisi Golongan III dan IV Bagan 2.11

Ahli waris golongan III mewaris bersama-sama dengan golongan IV dibagi dua sama besar

B♀ C♀ ♀

♂ ♀ D♂

A♂

Golongan I dan II tidak ada. Yang ada ialah golongan III dari pihak bapak dan golongan IV dari pihak ibu.

Pembagian: B = C = 1/4 D = 1/2

(30)

Bagan 2.12

Ahli waris golongan III mewaris bersama-sama dengan golongan IV dibagi dua sama besar

C♂ 3 D♀ 3 H♀ F♂ 3 G♀

B♂ 2 E+♀

1/2 1 1/2

A♀

Menurut Pasal 853 Ayat 2 di pihak bapak yang mewaris ialah B = 1/2, sedangkan C dan D dikesampingkan oleh B. Menurut Pasal 853 Ayat 3 di pihak ibu yang mewaris ialah F, G dan H, masing-masing = 1/3 x 1/2 = 1/6.

F. Konsep Anak Luar Kawin

(31)

Hukum waris dapat didefenisikan sebagai kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan, karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibatnya dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperoleh baik dalam hubungan antara mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.

Amir Martosedono merumuskan hukum waris sebagai seluruh peraturan yang mengatur pewarisan, menentukan sejauh mana dan dengan cara bagaimana hubungan-hubungan hukum dari seseorang yang telah meninggal dunia pindah kepada orang lain, dan dengan demikian hal itu dapat diteruskan oleh keturunannya (Amir Martosedono, 1989:9).

H.D.M. Knol dalam Sudarsono, menyebutkan bahwa hukum waris adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perpindahan harta peninggalan dari orang yang telah meninggal, kepada seorang ahli waris atau lebih (Sudarsono, 1991:12).

(32)

Menurut Mulyadi untuk terjadinya pewarisan harus dipenuhi 3 (tiga) unsur (Mulyadi, 2008:2-3):

1. Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia meningalkan harta kepada orang lain;

2. Ahli waris, adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian;

3. Harta warisan adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia.

KUHPerdata telah memberikan batasan ataupun syarat-syarat tertentu untuk dapat menjadi seorang ahli waris, yaitu:

1. Adanya hubungan darah baik sah atau luar kawin (Pasal 832 KUHPerdata); 2. Pemberian melalui surat wasiat (Pasal 874 KUHPerdata);

3. Orang yang menjadi ahli waris, harus sudah ada pada saat pewaris meninggal dunia (Pasal 836 KUHPerdata). Dengan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 2 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.

(33)

Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 250 KUHPerdata menentukan bahwa tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya. Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa sah atau tidaknya status seorang anak sangat tergantung dari keabsahan perkawinan orang tuanya.

Kata “sepanjang perkawinan”, artinya sejak perkawinan itu ada sampai

perkawinan itu putus. Perkawinan ada, sejak perkawinan itu dilangsungkan secara sah. Perkawinan itu putus karena perceraian, baik cerai mati maupun cerai hidup (Pasal 199 KUHPerdata dan Pasal 38 UUP). Disini tidak dipermasalahkan sejak kapan dibenihkan atau dikandung.

Oleh karena itu pada asasnya, untuk menetapkan keabsahan seorang anak, menurut KUHPerdata, tidak menjadi masalah kapan seorang anak dibenihkan, dalam arti, apakah ia dibenihkan sebelum atau dalam masa perkawinan. Tidak disyaratkan, bahwa anak itu dilahirkan sepanjang perkawinan, tetapi masalah kapan anak itu dibenihkan, di sini justru memegang peranan penting.

(34)

Anak luar kawin menurut KUHPerdata, yaitu:

a. Anak luar kawin yang diakui, yaitu anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah dan kemudian diakui, yang dapat diakui adalah anak-anak alam dalam arti sempit, sehingga anak-anak zinah dan anak-anak sumbang tidak dapat diakui.

b. Anak luar kawin yang tidak diakui, yaitu anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah dan tidak diakui (anak zinah dan anak sumbang).

Mengenai anak luar kawin ini terdapat dalam Pasal 272 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :

“Kecuali anak-anak yang dibenihkan dalam zinah atau dalam sumbang, tiap-tiap anak-anak yang diperbuahkan di luar perkawinan, fengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya, akan menjadi sah apabila kedua irang tua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan undang-undang atau apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri”.

Berdasarkan rumusan Pasal 272 KUHPerdata dapat dikatakan bahwa dengan pengakuan, seorang anak itu tidak menjadi anak sah. Anak yang lahir diluar perkawinan itu akan menjadi anak sah jika orang tuanya kemudian menikah, setelah itu kedua-duanya mengakui anak itu atau jika pengakuan dilakukan dalam akta perkawinan itu sendiri.

(35)

Sedangkan untuk anak tidak sah sering kali juga dipakai istilah anak luar kawin dalam arti luas (Tan Thong Kie, 1994:20).

Anak tidak sah di dalam doktrin dibedakan antara anak zina, anak sumbang, dan anak luar kawin (juga disebut anak luar kawin dalam arti sempit). Pembagian anak tidak sah dalam 3 (tiga) kelompok seperti itu adalah sesuai dengan penyebutan yang diberikan oleh pembuat undang-undang dalam Pasal 283 KUHPerdata, khususnya penyebutan “anak luar kawin” untuk kelompok yang

ketiga adalah sesuai dengan pengaturannya dalam Pasal 280 KUHPerdata.

Pembagian seperti tersebut dilakukan, karena undang-undang sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada, memang memberikan akibat hukum lain-lain (sendiri-sendiri) atas status anak-anak seperti tersebut di atas. Sekalipun anak zina dan anak sumbang sebenarnya juga merupakan anak luar kawin dalam arti bukan anak sah, tetapi kalau dibandingkan dengan Pasal 280 dengan Pasal 283 KUHPerdata, dapat disimpulkan bahwa anak luar kawin (menurut Pasal 280) di satu pihak, dengan anak zina dan anak sumbang (Pasal 283) di lain pihak, adalah berbeda.

(36)

dapat mengakui dan mengesahkan anak sumbang mereka menjadi anak sah (Pasal 273 KUHPerdata). Perkecualian seperti ini tidak diberikan untuk anak zina.

Perbedaan antara anak luar kawin dan anak zina terletak pada saat pembuahan atau hubungan badan yang menimbulkan kehamilan, yaitu apakah pada saat itu salah satu atau kedua-duanya (maksudnya laki-laki dan perempuan yang mengadakan hubungan badan di luar nikah) ada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain atau tidak, sedangkan mengenai kapan anak itu lahir tidak relevan.

Anak zina adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di mana salah satu atau kedua-duanya, terikat perkawinan dengan orang lain. Adapun anak sumbang adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang antara keduanya berdasarkan ketentuan undang-undang ada larangan untuk saling menikahi (Pasal 31 KUHPerdata).

(37)
(38)

KUHPerdata mengatur bahwa anak luar kawin baru ada hubungan perdata (hubungan hukum) dengan ayahnya, bilamana si ayah mengakuinya yang harus diawali dengan persetujuan dari ibu si anak, apakah si ibu menyetujui si anak diakui oleh laki-laki yang mengakui sebagai ayah dari si anak tersebut. Sedangkan hubungan antara anak luar kawin dengan ibunya sudah ada sejak anak itu dilahirkan (Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 1963 tentang 8 pasal dalam KUHPerdata yang dihapuskan, khususnya Pasal 284 ayat 3 KUHPerdata).

(39)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini penulis melakukan pendekatan yang bersifat

yuridis normatif. Dalam hal ini pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat asas-asas

yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama yang berhubungan dengan bagian anak luar kawin. Penggunaan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar

terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yaitu

(40)

C. Pendekatan Masalah

Dalam membahas penelitian ini penulis melakukan pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang- undangan yang ada dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yaitu yang berkaitan dengan hukum waris yang difokuskan sesuai dengan permasalahan.

D. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan, dan dokumen (Soerjono Soekanto, 1986:52) yang antara lain meliputi:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Pada Buku I tentang pengakuan anak luar kawin; Pada Buku I tentang perwalian anak luar kawin;

Pada Buku II tentang bagian pewarisan anak luar kawin. b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

c. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

(41)

mengenai bahan hukum primer (Soerjono Soekanto, 1986:52) yang antara lain

meliputi literatur yang berhubungan dengan permasalahan hukum waris yang difokuskan sesuai dengan permasalahan.

3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri literatur, berita dan keterangan media massa sebagai pelengkap (Soerjono

Soekanto, 1986:52) yang dalam penelitian ini penulis menggunakan kamus hukum sebagai bahan hukum tersier.

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Studi Kepustakaan ini untuk memperoleh data sekunder, penulis lakukan

dengan cara membaca, mencatat atau mengutip dari perundang-undangan yang berlaku serta literatur-literatur dan dokumen-dokumen (Abdulkadir

Muhammad, 2004:125). Dalam hal ini yang berkaitan dengan hukum waris yang difokuskan sesuai dengan permasalahan.

2. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul, diolah dengan jalan :

(42)

b. Mengklasifikasikan data yang ada berdasarkan data yang didasarkan pada

pokok bahasan masing-masing.

c. Evaluasi, yaitu menentukan nilai terhadap data-data yang telah terkumpul. d. Sistematisasi, yaitu menyusun data-data yang diperoleh menurut tata urutan

yang ditetapkan (Abdulkadir Muhammad, 2004:126).

F. Analisis Data

Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada maka data tersebut perlu dianalisis. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Cara analisis ini adalah dengan memberikan uraian atau menjabarkannya dengan kalimat-kalimat, kemudian disusun suatu simpulan secara deduktif terhadap

(43)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Anak luar kawin akan mempunyai kedudukan sebagai pewaris dan ahli

waris dalam pewarisan jika sudah diakui oleh orang tuanya pada saat sebelum atau pada saat terjadinya perkawinan ayah/ibu yang mengakuinya tersebut. Hal ini berarti, bahwa antara anak luar kawin dan "ayah" (biologisnya) maupun "ibunya" pada asasnya tidak ada hubungan hukum. Tetapi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 3 Tahun 1963 bahwa hubungan perdata antara anak luar kawin dengan ibunya sudah ada sejak anak luar kawin tersebut dilahirkan.

(44)

kawin tersebut diakui sebelum terjadinya perkawinan atau pada saat terjadinya perkawinan sehingga anak luar kawin tersebut dapat merugikan suami atau istri serta anak-anaknya yang dilahirkan dari perkawinan itu.

Pengesahan seorang anak luar kawin adalah alat hukum (rechts middle) untuk memberi kepada anak itu kedudukan (status) sebagai anak sah. Pengesahan itu terjadi dengan dilangsungkannya perkawinan orang tua si anak atau dengan “surat pengesahan”, setelah si anak diakui lebih dahulu oleh kedua orang tuanya.

3. Besarnya bagian warisan yang diperoleh anak luar kawin adalah tergantung dengan siapa anak luar kawin itu bersama-sama mewaris (atau dengan golongan ahli waris yang mana anak luar kawin itu mewaris apakah golongan I, II, III, atau golongan IV).

B. Saran

1. Disarankan kepada para orang tua anak luar kawin agar mengakui anak luar kawin tersebut sebagai anaknya yang sah, baik secara hukum maupun secara keturunan agar anak luar kawin tersebut memiliki kedudukan hukum dalam pewarisan menurut KUHPerdata.

(45)

(Skripsi)

Oleh :

MUHAMAD ZULFIKAR

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(46)

Oleh :

MUHAMAD ZULFIKAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(47)

Halaman HALAMAN ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN RIWAYAT HIDUP HALAMAN MOTTO

HALAMAN PERSEMBAHAN SANWACANA

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 5

C. Tujuan penulisan... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris... 7

B. Pengaturan Hukum Waris dalam Buku II KUHPerdata... 7

(48)

F. Konsep Anak Luar Kawin... 28

G. Kerangka Pikir... 35

III. METODE PENULISAN A. Jenis Penelitian... 37

B. Tipe Penelitian…... 37

C. Pendekatan Masalah... 38

D. Data dan Sumber Data... 38

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data... 39

E. Analisis Data... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin... 41

B. Upaya Hukum Pengakuan dan Pengesahan Anak Luar Kawin... 45

C. Bagian Warisan yang Diperoleh Anak Luar Kawin... 56

V. PENUTUP A. Kesimpulan... 94

B. Saran... 95

(49)

A. Buku-buku

Afandi, Ali. 2004.Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian.Rineka Cipta: Jakarta.

Aprilianti dan Rosida Idrus. 2011.Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Badan Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Balai Pustaka: Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penyusunan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Kansil, C.S.T. 2006.Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata. Pradnya Paramita: Jakarta.

Kie, Tan Thong. 1994.Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris. PT Ichtiar Van Hoeve: Jakarta.

Martosedono, Amir. 1989.Hukum Waris. Dahara Prize: Semarang.

Muhammad, Abdulkadir. 2000.Hukum Perdata Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.

---. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.

Mulyadi, 2008.Hukum Waris Tanpa Wasiat, Edisi Pertama. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.

(50)

Satrio, J. 1992.Hukum Waris. Alumni: Bandung.

---. 1999.Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung

---. 2005.Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang.PT. Citra Aditya: Bandung.

Soebekti dan Tjitrosudibyo, R. 1985.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pradnya Paramita: Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Pres: Jakarta.

Sudarsono, 1991.Hukum Waris dan Sistem Bilateral. Rineka Cipta: Jakarta. Suparman, Eman. 2007.Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam Adat dan

BW.PT. Refika Aditama: Bandung.

Universitas Lampung. 2005. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

B. Peraturan/Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang

(51)

Halaman Tabel 4.1 Pembagian warisan satu anak luar kawin yang

mewarisbersama golongan I………... 59

Tabel 4.2 Bagian pewarisan masing-masing satu anak

luar kawin yang mewaris bersama golonganI……… 60 Tabel 4.3 Pembagian warisan dua anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan I………... 61

Tabel 4.4 Bagian pewarisan masing-masing dua anak

luar kawin yang mewaris bersama golongan I……… 62 Tabel 4.5 Pembagian warisan anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan II dengan satu saudara……… 64 Tabel 4.6 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin

yang mewaris bersama golongan II dengan satu saudara……… 65 Tabel 4.7 Pembagian warisan anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan II dengan lebih dari satu saudara……… 67 Tabel 4.8 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin

yang mewaris bersama golongan II dengan lebih dari satu saudara... 67 Tabel 4.9 Pembagian warisan anak luar kawin yang mewaris

bersama golongan II beserta satu saudara dan satu orang tua

pewaris………. 69

Tabel 4.10 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II beserta satu saudara dan

satu orang tua pewaris………. 69

(52)

yang mewaris bersama golongan II beserta dua saudara dan

satu orang tua pewaris………. 72 Tabel 4.13 Pembagian warisan anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan II beserta saudara yang lebih

dari dua orang……….. 74

Tabel 4.14 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II beserta saudara yang

lebih dari dua orang………. 74

Tabel 4.15 Pembagian warisan anak luar kawin yang mewaris

bersama golongan II beserta saudara yang lebih dari dua orang………… 76 Tabel 4.16 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin

yang mewaris bersama golongan II beserta saudara yang

lebih dari dua orang………. 77 Tabel 4.17 Pembagian warisan anak luar kawin yang mewaris

bersama golongan II beserta saudara yang berasal dari berbagai

perkawinan……….. 79

Tabel 4.18 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II beserta saudara yang

berasal dari berbagai perkawinan……… 80 Tabel 4.19 Pembagian warisan anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan III……… 82

Tabel 4.20 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin

yang mewaris bersama golongan III……… 83 Tabel 4.21 Pembagian warisan anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan IV……… 85

Tabel 4.22 Bagian pewarisan masing-masing anak

luar kawin yang mewaris bersama golongan IV………... 85 Tabel 4.23 Pembagian warisan anak luar kawin yang

mewaris bersama golongan III dan IV……… 88 Tabel 4.24 Bagian pewarisan masing-masing satu

(53)

Halaman Bagan 2.1 Asas penggantian tempat akibat golongan yang

lebih rendah telah meninggal dunia………. 16

Bagan 2.2 Ahli waris golongan I………. 18

Bagan 2.3 Ahli waris mewaris kepala demi kepala………. 19

Bagan 2.4 Ahli waris mewaris pancang demi pancang………... 19

Bagan 2.5 Ahli waris golongan II……… 21

Bagan 2.6Ahli waris golongan III………... 23

Bagan 2.7 Ahli waris golongan IV………... 24

Bagan 2.8 Ahli waris golongan IV mewarisi sampai derajat ke enam……… 24

Bagan 2.9 Ahli waris golongan III harta warisan dibagi dua sama besar... 26

Bagan 2.10 Ahli waris golongan IV harta warisan dibagi dua sama besar…. 26 Bagan 2.11 Ahli waris golongan III mewaris bersama-sama dengan golongan IV dibagi dua sama besar………. 27

Bagan 2.12 Ahli waris golongan III mewaris bersama-sama dengan golongan IV dibagi dua sama besar………. 28

Bagan 4.1 Anak luar kawin yang diakui selama perkawinan………. 45

Bagan 4.2 Anak luar kawin yang diakui sebelum perkawinan……… 46

Bagan 4.3 Anak luar kawin yang diakuiselama perkawinan……….. 46

(54)

Bagan 4.7 Dua anak luar kawin yang mewarisbersama golongan I……….. 60 Bagan 4.8 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

dengan satu saudara………. 63

Bagan 4.9 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

dengan lebih dari satu saudara………. 65 Bagan 4.10 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

beserta satu saudara dan satu orang tua pewaris………. 68 Bagan 4.11 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

beserta dua saudara dan satu orang tua pewaris……….. 70 Bagan 4.12 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

beserta saudara yang lebih dari dua orang dan satu orang tua pewaris…….. 72 Bagan 4.13 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

beserta saudara yang lebih dari dua orang……….. 75 Bagan 4.14 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan II

beserta saudara yang berasal dari berbagai perkawinan………... 77 Bagan 4.15 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan III………… 81 Bagan 4.16 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan IV………… 83 Bagan 4.17 Anak luar kawin yang mewaris bersama golongan III dan IV… 86 Bagan 4.18 Anak luar kawin sebagai ahli waris satu-satunya………. 89 Bagan 4.19 Dua anak luar kawin sebagai ahli waris satu-satunya………….. 89 Bagan 4.20 Anak sah dari anak luar kawin mewaris harta dari pewaris…… 90 Bagan 4.21 Satu orang tua sebagai ahli waris dari anak luar kawin

yang telah diakui………. 91

Bagan 4.22 Dua orang tua sebagai ahli waris dari anak luar kawin

(55)
(56)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung tanggal 20 Februari 1990, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari Bapak Firmansyah dan Ibu Eko Budiarti.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada Taman Kanak-Kanak Trisula II Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1996 . Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 1 Candi Kabupaten Semarang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN Sumowono Kabupaten Semarang diselesaikan pada tahun 2005 . SMAN 1 Ungaran Kabupaten Semarang, diselesaikan pada tahun 2008.

(57)

Nasional. Di tingkat Fakultas penulis pernah mengikuti Kompetisi Debat Konstitusi yang akan direkrut untuk mengikuti Kompetisi di Tingkat Nasional pada tahun 2011. Di tingkat Universitas penulis pernah mengikuti Kompetisi Pemilihan Mahasiswa Berprestasi pada tahun angkatan 2011 dan berhasil meraih peringkat ke II.

Di tingkat Nasional penulis pernah dikirim untuk mewakili Universitas Lampung untuk mengikuti Kompetisi Peradilan Semu atau yang sering disebut Moot Court Competition (MCC) Mutiara Djoko Soetono VI Universitas Indonesia Depok pada tahun 2010, MCC Piala Kejaksaan II Universitas Pancasila Jakarta pada tahun 2010, dan MCC yang terakhir yang pernah diikuti penulis adalah MCC Prof. Soedarto III di Universitas Diponegoro Semarang yang meraih prestasi cukup membanggakan yaitu masuk sebagai 4 besar terbaik Nasional pada kompetisi tersebut pada tahun 2011.

(58)

Ibu adalah Bumi

yang mengalirkan kehidupan dan memberi

penerangan dengan doa dan

kasih sayangnya

Hiasilah hidupmu dengan senyuman

Selama kita diberi nafas kehidupan

selama itupula Tuhan memberi kita waktu dan

kesempatan

untuk menjadi manusia yang berguna

(59)

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, Zat yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Kedua orang tuaku Tersayang Firmansyah dan Eko Budiarti, Nenek ku Tercinta Hj. Sahidah serta keluarga besarku tercinta yang telah memberikan cinta, kasih sayang, kebahagiaan, doa, motivasi, semangat serta pengorbanannya selama ini

untuk keberhasilanku.

(60)

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan Semesta Alam yang mengadakan dan meniadakan segala sesuatunya di muka bumi ini, serta Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Rasullullah Muhammad SAW. Nabi akhir zaman beserta para sahabatnya.

Alhamdulillah atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Tinjauan Yuridis Bagian Pewarisan Anak Luar Kawin Menurut KUHPerdata”. Adapun Maksud penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu

syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi serta kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

(61)

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. I Gede AB. Wiranata, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 3. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. selaku pembimbing 1 (satu) yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bantuan moril, saran serta kritik yang membangun di dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Hj. Aprilianti, S.H., M.H. selaku pembimbing 2 (dua) yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktunya dan mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan saran serta kritik yang membangun di dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Hj. Rosida, S.H. selaku pembahas 1 (satu) yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

6. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H. selaku pembahas 2 (dua) yang telah memberikan kritik, saran serta masukan yang membangun terhadap skripsi ini 7. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(62)

Firdianto, Deni Maulana (Alm.), Muhamad Iksan, Selvia Wuri Handayani, Merita, Nikmatul Akbar, Zainul Yasni beserta keluarga besarku tercinta yang selalu memberi nasihat, semangat, doa serta bantuan baik secara moril maupun materiil. 10. Seluruh teman-teman Team Moot Court Competition (MCC) dari saya mulai ikut, teman-teman Team MCC UI, MCC UP dan MCC Undip yang sekarang telah menjadi teman, kakak, adik sekaligus saudara yang baru bagi saya.

11. Untuk Kak Andha, Kak Yogi dan Mbak Linda yang selalu mendampingi Team MCC ketika saya mulai ikut dari MCC UI, MCC UP, dan MCC Undip yang selalu memberikan pengalaman dan ilmu yang berharga yang tidak saya temukan dalam perkuliahan dan hanya saya temukan di PSBH.

12. Buat Mbak Ledy Gubernur BEM FH 2008/2009, Mbak Dian Wakil Gubernur BEM FH 2008/2009, Mbak Ea’, Mbak Azizah, Mbak Rida, Mbak Elvina dan

seluruh kakak-kakak pengurus BEM FH 2008/2009 saya ucapkan terima kasih atas seluruh dorongan motivasinya selama ini.

13. Untuk Kak Tectona Ketua DPM FH 2009/2010 dan Ricky Darmawan Ketua DPM FH 2010/2011 saya ucapkan terima kasih atas dukungannya selama ini. 14. Untuk Abdi V. Ketua Hima Perdata 2011/2012 dan Devina Mashita Wakil Ketua Hima Perdata 2011/2012 saya ucapkan terima kasih atas dukungan moralnya sehingga dapat terselasaikan skripsi ini.

(63)

selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

17. Untuk seluruh teman-teman, kakak tingkat dan adik tingkat yang sudah saya kenal selama ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu saya mohon maaf sekaligus saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

Semoga Allah SWT, menerima dan membalas semua kebaikan yang kita perbuat. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, .. ... 2012

Penulis

(64)

Nama Mahasiswa :

Muhamad Zulfikar

No. Pokok Mahasiswa : 0812011227

Bagian : Hukum Perdata

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. Hj. Aprilianti, S.H., M.H.

NIP 196504091990102001 NIP 196504011990032002

2. Ketua Bagian Hukum Perdata

(65)

1. Tim Penguji

Ketua : Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota: Hj. Aprilianti, S.H., M.H. ...

Penguji

Bukan Pembimbing: Hj. Rosida, S.H. ...

2 Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

Gambar

Tabel 4.11 Pembagian warisan anak luar kawin yang mewarisbersama golongan II beserta dua saudara dan satu orang tua
Tabel 4.12 Bagian pewarisan masing-masing anak luar kawin

Referensi

Dokumen terkait

Pareek (Pestonjee, 1992) mengemukakan delapan strategi coping yang biasa digunakan, yaitu impunitive (menganggap tidak ada lagi yang dapat dilakukan dalam menghadapi

Dampak lain dari self disclosure adalah individu yang sengaja berbagi pengalaman dan emosi dapat membantu mengurangi gejala depresi pada saat stres dan akan mengalami

Secara in vitro ekstrak daun sirih diuji efektivitasnya sebagai antibakteri dengan metode difusi kertas cakram pada 4 konsentrasi ekstrak yang berbeda yaitu: 50; 25; 12,5 dan

Hasil penelitian ini adalah para orang tua tidak menyekolahkan anaknya di PAUD FAJAR di karenakan beberapa faktor benyebab yaitu pendidikan orang tua, minat orang tua menyekolahkan

Dalam pelaksanaannya penulis dapat melakukan implementasi pada kasus Nn A hanya untuk diagnose ganggguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dari Sp 1 pasien point

1) Anggota wajib memberikan perlindungan terhadap karya cipta yang berupa desain produk industri yang baru atau asli. Anggota dapat menentukan bahwa suatu desain industri tidak

Dengan demikian zakat produktif adalah zakat yang di mana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan

Satu orang diantara tiga salesman yang tidak mencapai target telah memiliki kemampuan untuk menjual dan kemauan dalam bekerja yang didukung dengan melakukan perencanaan