ANALISIS PERBANDINGAN PERUBAHAN MEDIA
PENGHANTAR DARI
MICROWAVE BASE TRANSCEIVER
STATION MENJADI MACROCELL OUTDOOR FIBER OPTIK
DI DAERAH BATAM
OLEH :
NICHOLAS
NIM : 090402081
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS PERBANDINGAN PERUBAHAN MEDIA
PENGHANTAR DARI
MICROWAVE BASE TRANSCEIVER
STATION MENJADI MACROCELL OUTDOOR FIBER OPTIK
DI DAERAH BATAM
Oleh :
NICHOLAS NIM : 090402081Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Sidang pada tanggal 8 bulan Januari tahun 2014 di depan penguji
1) Ir. M.Zulfin, MT. : Ketua Penguji
2) Ali Hanafiah Rambe, ST., MT. : Anggota Penguji
Disetujui Oleh :
Pembimbing Tugas Akhir
(Naemah Mubarakah, ST., MT.)
NIP : 19790506 20051 2 004
Diketahui oleh :
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU
ABSTRAK
Dalam dunia telekomunikasi, jaringan transmisi merupakan suatu hal yang sangat penting. Karena dengan adanya suatu jaringan transmisi yang baik maka akan dapat dihasilkan komunikasi yang baik. Namun disamping menghasilkan komunikasi yang baik juga harus diperhatikan penggunaan biaya yang dikeluarkan apakah sudah efisien atau sudah layak. Jaringan transmisi macro outdoor fiber optic atau yang biasa disebut BTS Fiber Optik merupakan jaringan yang paling ekonomis untuk penggunaan dalam kota saat ini.
BTS Fiber Optic merupakan konsep unik yang membantu meningkatkan konektivitas pada lokasi tertentu terutama lokasi perkotaan dimana peningkatan tersebut tidak menggunakan pembangunan tower yang baru tetapi menggunakan fasilitas tiang baik tiang listrik ataupun tiang lampu yang sudah ada dan dengan menggunakan media transmisi fiber optik sehingga tidak mengganggu pemandangan kota.
Pada Tugas Akhir ini dilakukan perbandingan analisis kinerja baik dari segi ketinggian, jarak, frekuensi, dan VSWR dari BTS microwave pada umumnya dibandingkan dengan kinerja dari BTS FO. Serta perbandingan prinsip kerja dari base transceiver station microwave dengan macro outdoor fiber optic.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:
ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM MICROWAVE BASE
TRANSCEIVER STATION DENGAN MACRO OUTDOOR FIBER OPTIC BASE TRANSCEIVER STATION DI DAERAH BATAM
Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Naemah Mubarakah, ST,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi ST,MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dan seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada Bapak dan Ibu tercinta yang selalu merawat, menjaga, dan mendoakan dan memberikan segalanya kepada penulis sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan
6. Adik tercinta: Oscar Dirgantara Tanzil dan seluruh Keluarga Besar yang menjadi inspirasi dan selalu memberikan motivasi, perhatian dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan: Rudy Chandra, Yosua Nainggolan, Daniel Hermanto Marpaung, Frans Christian Sitompul, Candra V.Tambunan, Fitri C Simbolon, dan seluruh stambuk 2009, semoga silaturrahmi kita terus terjaga.
8. Teman baik saya: Monica Isabella yang selalu mendukung dan mendoakan saya hingga menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Para teman-teman Mafia TA Elektro: Kevin Pinem, Dea R Silalahi, Samueal Silitonga, Nuzul Luthfihadi, M. Farizi, Oloni Juntak, Mas Eko Kurniawan, yang tetap memberikan support terbaik kepada saya.
10.Para teman-teman DotA comunity: Denny Pasaribu, Franklin Juntak, Laek Lamcan Raya Tamba, Paul Hutabarat, David Tampubolon, Eko Pandiangan, Nic Tohay, Abang pro Joseph Mumbane Napitupulu, dan yang lainnya yang telah gugur terimakasih atas supportnya.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini.
Akhir kata penullis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, November 2013 Penulis,
Nicholas
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan Penulisan………...3
1.4 Manfaat Penulisan……….3
1.5 Batasan Masalah………3
1.6 Metodologi Penelitian…….………..3
1.7 Sistematika Penulisan………4
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan ...………6
2.2 Pengertian Antena....………7
2.3 Parameter Antena...………..8
2.3.1 Direktivitas Antena...………..……….8
2.3.2 Gain Antena...……….………...8
2.3.3 Pola Radiasi Antena...……….………10
2.3.5 Beamwidth Antena..….……….12
2.3.6 Bandwidth Antena..….……….13
2.4 Antena Isotropis……...………...14
2.5 Antena directional…...…...………...15
2.5.1 Antena Unidirectional.……….15
2.5.2 Antena Omnidirectional.………..16
2.6 Prinsip Dasar Komunikasi Serat Optik...…………...16
2.6.1 Pemantulan Sempurna……….18
2.6.2 Hukum Snellius.………...………...20
2.6.3 Perambatan Cahaya...………...………...21
2.7 Struktur dan Jenis Serat Optik...…...………...23
BAB III PERENCANAAN MACRO OUTDOOR BASE TRANSCEIVER STATION DI BATAM 3.1 Perencanaan BTS Fiber Optik…………..………...26
3.2 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik……..………....…….…27
3.3 Perencanaan Jaringan BTS Hotel di Batam...…….…….….…...29
3.4 Peralatan Utama pada BTS microwave dan BTS FO...31
3.4.1 Panel ACPDB...31
3.4.2 Power Supply unit (PSU)...32
3.4.3 Minilink...34
3.4.3.1 Outdoor Unit......35
3.4.3.2 Indoor Unit......39
3.5 Tipe Propagasi...44
4.1 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS…47
4.2 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Frekuensi Kerja BTS...56
4.3 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Jarak BTS ke MS...67
4.4 Parameter VSWR………..……….77
4.5 Parameter Lainnya...………..…...78
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan……….80
5.2 Saran………...………81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Antena dengan Transceiver dan Receiver….……….……….7
Gambar 2.2 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional... ...…10
Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional....... ………...11
Gambar 2.4 Polarisasi Antena.………...12
Gambar 2.5 Beamwidth Antena....………...13
Gambar 2.6 Bandwidth Antena....………...13
Gambar 2.7 Antena Isotropis...………...14
Gambar 2.8 Contoh Antena Unidirectional...……….………….15
Gambar 2.9 Pemantulan dan Pembiasan Cahaya…...………....……18
Gambar 2.10 Pemantulan (Refleksi) pada Cermin………..………..19
Gambar 2.11 Pembiasan (Refraksi)………..………...19
Gambar 2.12 Hukum Snellius……….………...20
Gambar 2.13 Propagasi Cahaya Pada Serat Optik...………..……..22
Gambar 2.14 Struktur Dasar Serat Optik………...……...23
Gambar 2.15 Serat Optik Step Indeks………..………...24
Gambar 2.16 Serat Optik Graded Indeks Multimode....…..………...25
Gambar 2.17 Serat Optik Step Indeks Multimode...…..………...25
Gambar 3.1 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik...…..………...27
Gambar 3.2 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik...…..………...27
Gambar 3.1 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik...…..………...27
Gambar 3.1 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik...…..………...27
Gambar 3.1 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik...…..………...27
Gambar 3.2 Konsep BTS Hotel...…..………...28
Gambar 3.3 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik secara garis besar...28
Gambar 3.4 Tower dan Pole Rooftop yang sudah ada serta perencanaan pembangunan pole BTS Hotel...…..………...29
Gambar 3.5 Hasil Drive Test pada wilayah kota Batam…..………...30
Gambar 3.6 Panel ACPDB...…..………...32
Gambar 3.7 Bentuk Fisik Tampak depan PSU SPC 4240...…………...33
Gambar 3.8 Bentuk Fisik Tampak belakang PSU SPC40...………...33
Gambar 3.9 Bagian dari Minilink...…..………...……...34
Gambar 3.10 Radio Unit...…..…………...36
Gambar 3.11 Direktivitas Antena Yagi...…..………...36
Gambar 3.12 Antena...…..………...37
Gambar 3.13 Penempatan Absorrbing Material pada Antena.………...37
Gambar 3.14 Radio kabel...…..………...38
Gambar 3.15 Indoor Unit...…..………...39
Gambar 3.16 Amm dengan berbagai macam tipe...…..………...39
Gambar 3.17 Ilustrasi MMU.…..………...40
Gambar 3.18 Bentuk Asli MMU.………...40
Gambar 3.19 MMU beserta rak AMM……...41
Gambar 3.20 Penempatan SMU dalam AMM dengan konfigurasi 1+0...41
Gambar 3.21 Konfigurasi Terminal....………...42
Gambar 3.22 Penempatan SMU dalam AMM dengan konfigurasi 1+1...42
Gambar 3.23 Konfigurasi Terminal 1+1...43
Gambar 3.24 SMU dan MMU yang terpasang pada AMM...43
Gambar 4.1 Grafik Pathloss berbanding dengan ketinggian antena pada antena microwave………...…51 Gambar 4.2 Grafik Pathloss berbanding dengan ketinggian antena pada antena
Fiber Optic.………...…...55 Gambar 4.3 Perbandingan Pathloss BTS Microwave dengan BTS FO
(Tinggi).………...…...56 Gambar 4.4 Grafik Pathloss berbanding dengan frekuensi kerja antena pada
antena microwave.………...…...59 Gambar 4.5 Grafik Pathloss berbanding dengan frekuensi antena pada antena
Fiber Optic.………...…...65 Gambar 4.6 Perbandingan Pathloss BTS Microwave dengan BTS FO
(Frekuensi)……...…...66 Gambar 4.7 Grafik Pathloss berbanding dengan jarak antena ke MS pada antena
microwave....…………...…70 Gambar 4.8 Grafik Pathloss berbanding dengan jarak antena ke MS pada antena
Fiber Optic....…………...…75 Gambar 4.9 Perbandingan Pathloss BTS Microwave dengan BTS FO
(Jarak).………...…...76 Gambar 4.10 Posisi kabel Feeder pada BTS microwave dan BTS Fiber
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah BTS Hotel dan jumlah SDA yang direncanakan………..30
Tabel 3.2 ModelParameter ...…………...………...46
Tabel 4.1 Hasil perhitungan Pathloss vs Ketinggian Antena BTS microwave...…….50
Tabel 4.2 Perhitungan Pathloss vs Ketinggian antena FO...…...54
Tabel 4.3 Perbandingan Pathloss BTS Microwave dengan BTS FO (Tinggi)...56
Tabel 4.4 Perhitungan Pathloss vs frekuensi kerja pada antena Microwave...…...60
Tabel 4.5 Perhitungan Pathloss vs frekuensi pada antena Fiber Optik ....……….64
Tabel 4.6 Perbandingan Pathloss BTS Microwave dengan BTS FO (Tinggi)...66
Tabel 4.7 Perhitungan Pathloss vs jarak user pada antena microwave. ..…...….70
Tabel 4.8 Perhitungan Pathloss vs jarak user pada antena Fiber Optik ..…...….74
Tabel 4.9 Perbandingan Pathloss BTS Microwave dengan BTS FO (Tinggi)...76
DAFTAR ISTILAH
Base Station (BS)
Istilah umum yang digunakan untuk mendiskripsikan pengertian dari antar muka (interface) pada sisi stationary (tetap, tak dapat bergerak atau pindah) sebuah jaringan bergerak (mobile).
Delay
Waktu tunda yang disebabkan oleh proses transmisi dari satu titik ke titik lain yang menjadi tujuannya.
Fading
Gangguan saluran transmisi, terutama pada sistem gelombang mikro ketika sinyal-sinyal yang dikirim melalui berbagai jalur ke penerima dan mengalami perubahan karena kondisi atmosfer.
GSM
Teknologi ini memanfaatkan gelombang mikro dan pengiriman sinyal yang dibagi berdasarkan waktu, sehingga sinyal informasi yang dikirim akan sampai pada tujuan. GSM dijadikan standar global untuk komunikasi selular sekaligus sebagai teknologi selular yang paling banyak digunakan orang di seluruh dunia.
Interferensi
Kondisi dimana dua gelombang atau lebih berjalan melalui bagian yang sama dari suatu ruangan pada waktu yang bersamaan, hal ini mengakibatkan terjadinya superposisi dari gelombang-gelombang tersebut sehingga menghasilkan pola intensitas baru.
Link
Link Budget
Sebuah perhitungan yang meliputi faktor-faktor perolehan (gain) dan kehilangan (loss) yang berhubungan dengan antena-antena, pengirim-pengirim, jalur transmisi dan seputar propagasi yang digunakan untuk menentukan jarak maksimum dimana pengirim dan penerima bisa beroperasi dengan sukses.
LOS (Line of Sight)
Gambaran untuk lintasan atau hubungan radio tanpa halangan antara antena pengiriman dan antena penerimaan pada sistem komunikasi.
Mobile Station (MS)
Istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan terminal pelanggan dalam jaringan nirkabel.
Multipath
Fenomena dimana sinyal dari pengirim (transmitter) tiba di penerima (receiver) melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.
Path Loss
Tingkat dimana sinyal yang ditransmisikan kehilangan daya rata-rata dari kekuatan awalnya selama sinyal tersebut merambat.
Propagasi
Proses perambatan gelombang radio di udara, berawal saat sinyal radio dipancarkan di titik pengirim dan berakhir saat sinyal radio tersebut ditangkap di titik penerima.
Shadow Fading
Threshold
Level kuat sinyal minimum yang dibutuhkan untuk memberikan kualitas pelayanan komunikasi yang baik.
Wireless
Teknologi komunikasi data dengan koneksi yang tidak menggunakan kabel untuk menghubungkan antar suatu perangkat dengan perangkat lainnya. Mengacu pada transmisi data melalui gelombang elektromagnetik dengan bantuan antena.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Microwave base transceiver station (BTS microwave) merupakan jaringan umum yang dipakai oleh Operator telepon selular di Indonesia, tetapi seringkali terjadi blocking, trafik yang terlalu padat, lost connection, blank spot, cross connectivity noise dsb. Oleh karena itu dinegara-negara tetangga kita sudah menggunakan macro outdoor fiber optic yang bisa mengatasi semua permasalahan yang disebabkan BTS microwave dengan mudah.
Kebutuhan network 3G dan 4G biasanya beroperasi pada frekuensi tinggi diatas 2GHz, pada jaringan microwave pada umumnya sering terjadi daerah shadow dimana sinyal tidak dapat sampai ke user karena bangunan menghalangi sinyal dari tower terdekat. Menyebabkan fading terutama pada daerah padat trafik seperti pada bandara, stadium, stasiun kereta api, dsb. Hal tersebut membuat sinyal menjadi lemah pada daerah shadow tersebut, sehingga dibutuhkanlah penambahan perangkat BTS microwave yang sekarang ini perizinannya sudah sangat susah dan keterbatasan tempat yang sudah tidak tersedia lagi. Satu-satunya solusi ialah BTS fiber optic yang tidak memakan tempat dan mudah perizinan.
meningkatkan kepuasan pelanggan, didedikasikan untuk kapasitas dan jangkauan, solusi untuk multicarrier, multiband, multitechnology, mengatasi masalah trafik dari BTS microwave.
Jaringan macro outdoor fiber optic atau BTS fiber optic ini merupakan jaringan sederhana yang tersusun dari outdoor distributed antenna system yang dirangkai menggunakan jaringan fiber optic, jaringan BTS fiber optic ini menghasilkan blocking yang lebih rendah dari pada BTS microwave, serta memiliki biaya yang lebih murah dan proses yang lebih sederhana daripada pembangunan BTS microwave, sehingga return of investment yang didapat oleh pihak PT.Telkomsel akan semakin cepat.
Tidak selamanya teknologi BTS fiber optic ini memiliki kelebihan pasti memiliki kendala dan persoalan. Pada tugas akhir ini akan membahas perbandingan antara media penghantar untuk BTS microwave dan BTS fiber optic serta keuntungan kerugian yang akan diperolehdari PT Telkomsel Indonesia .
1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan BTS microwave
2. Apa yang dimaksud dengan BTS fiber optic
3. Apa saja parameter perbandingan dari kedua sistem tersebut
1.3Tujuan dan Manfaat Penulisan Tugas Akhir
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini ialah untuk memperoleh kinerja Mutu Jaringan Komunikasi terutama di daerah perkotaan yang lingkungan nya adalah gedung gedung tinggi dan pengguna Jaringan terlampau banyak ter utama disaat jam kerja.
Manfaat penulisan Tugas Akhir ini bagi penulis adalah mendapatkan pengertian dan penjelasan rangkaian macro outdoor BTS fiber optic. Sedangkan bagi para pembaca, diharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat menjadi sumbangan dalam memperkaya pengetahuan dan memberikan kesempatan untuk mempelajarinya lebih lanjut.
1.4 Batasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini, maka dibuat pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Tidak membahas terlalu dalam rangkaian kontrol microwave BTS. 2. Hanya membahas perbandingan antara BTS fiber optic dengan BTS
microwave.
3. Parameter perbandingan yang dibahas adalah:
- Parameter ketinggian antena sektor berbanding dengan pathloss.
- Parameter frekuensi kerja antena sektor berbanding dengan pathloss.
1.5 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam menyusun Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Mempelajari dan memahami buku-buku dan jurnal-jurnal yang telah ada sebelumnya terutama jurnal dan e-book dari pihak Telkomsel untuk dijadikan sebagai acuan dan referensi guna membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Metode Pengambilan Data
Metode ini dimulai dengan pengambilan sampel data pendukung dari pihak Telkomsel yang berupa planning serta mapping pembangunan BTS fiber optic, perhitungan biaya pembangunan, dsb.
3. Metode Analsis
Metode ini berupa analisis terhadap sampel data yang telah kita ambil, sampel data tersebut akan dibandingkan dalam tugas akhir ini yang nantinya akan mengacu pada penarikan kesimpulan.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis menyusun sitematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang landasan berupa teori antena pada umumnya, teori serat optik pada umumnya, dan teori umum mengenai BTS.
BAB III : PERENCANAAN MACRO OUTDOOR BASE TRANSCEIVER STATION DI BATAM
Bab ini berisi tentang pengertian BTS FO, konfigurasi jaringan, konsep, perencanaan jaringan BTS FO di Batam, peralatan pendukung dalam BTS, jenis propagasi SUI yang digunakan untuk menganalisa perhitungan.
BAB IV : ANALISIS KINERJA JARINGAN BTS FIBER OPTIK TERHADAP BTS MICROWAVE
Bab ini berisi tentang analisis kinerja jaringan BTS fiber optic terhadap BTS microwave yang berisi tentang perhitungan perbandingan ketinggian antena terhadap pathloss, perbandingan frekuensi kerja antena sektor terhadap pathloss, faktor voltage standing wave ratio pada kabel feeder dan hasil analisis secara umum.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pendahuluan
BTS merupakan hal yang penting pada jaringan telekomunikasi, karena menghubungkan jaringan antara operator telekomunikasi seluler baik dengan mobile station, BTS, atau BSC lainnya. BTS memiliki daerah cakupan yang cakupan tergantung dari kuat lemahnya pancaran daya dari sinyal yang dikirimkan ke penerima. Selain itu faktor lingkungan dan interferensi dari BTS operator lain juga mempengaruhi kemampuan BTS dalam mengcover daerahnya. Dewasa ini BTS terhubung dengan jaringan BTS lainnya menggunakan radiolink, yang menggunakan gelombang mikro. Untuk kedepannya para vendor sudah mulai mengadaptasikan teknologi macro outdoor fiber optic sebagai pengganti radiolink dengan gelombang mikro tersebut, yang tentunya memiliki kecepatan, kualitas, serta blocking yang lebih baik daripada teknologi pendahulunya.
Satu cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari beberapa BTS kemudian dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang
terhubungkan dengan koneksi microwave. Dan dari beberapa BSC tersebut dikontrol oleh satu mobile switching center (MSC).
2.2 Pengertian Antena
Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa latin antena yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata latin ini berarti juga “penyentuh atau peraba” sehingga kalau dihubungkan dengan teknik komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menyelusuri jejak gelombang elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima. Sedangkan jika sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah menghasilkan sinyal gelombang elektromagnetik.
Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima Gambar 2.1 Antena Sebagai Tx dan Rx.
2.3 Parameter Antena
Ada beberapa parameter antena yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Antara lain direktivitas antena, gain antena, pola radiasi antena, polarisasi antena, beamwidth antena dan
bandwidth antena.
2.3.1 Direktivitas Antena
Directivity dari sebuah antena atau deretan antena diukur pada kemampuan yang dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih ke arah khusus. Antena dapat juga ditentukan pengarahanya tergantung dari pola radiasinya. Dalam sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi,
gelombang radiasi akan dibawa ketempat dalam suatu arah. Elemen dalam array dapat diatur sehingga akan mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi lebih yang memungkinkan ke semua arah (omnidirectional). Suatu hal yang tidak sesuai juga memungkinkan. Elemen dapat diatur sehingga radiasi energi dapat dipusatkan dalam satu arah (unidirectional). Direktivitas antena merupakan perbandingan kerapatan daya maksimum dengan kerapatan daya rata-rata. Maka dapat dituliskan pada persamaan [2]:
(2.1)
= intensitas radiasi (daya tiap unit sudut ruang) pada arah tertentu.
2.3.2 Gain Antena
Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan
kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel.
Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan [3] :
(2.2)
Dimana :
k = efisiensi antena, 0 ≤ k ≤1
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan powernya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah sebuah dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic.
Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan pada persamaan (2.3) [3] :
Decibel (dB) merupakan satuan gain antena. Decibel adalah perbandingan dua hal. Decibel ditetapkan dengan dua cara [3] :
a. Ketika mengacu pada pengukuran daya
(2.4) b. Ketika mengacu pada pengukuran tegangan.
(2.5)
2.3.3 Pola Radiasi Antena
Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena. Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi.
a. Pola Radiasi Antena Unidirectional
Gambar 2.2 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional[1]
b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional
Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 360° jika dilihat pada bidang medan magnetnya. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena omnidirectional.
2.3.4 Polarisasi Antena
Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena dimana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain. Energi yang berasal dari antena yang dipancarkan dalam bentuk sphere, dimana bagian kecil dari sphere disebut dengan wave front. Pada umumnya semua titik pada gelombang depan sama dengan jarak antara antena. Selanjutnya dari antena tersebut, gelombang akan membentuk kurva yang kecil atau mendekati. Dengan mempertimbangkan jarak, right angle ke arah dimana gelombang tersebut dipancarkan, maka polarisasi dapat digambarkan sebagaimana Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Polarisasi Antena[1]
x
z
2.3.5 Beamwidth Antena
Beamwidth Adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut [4] :
(2.6)
Dimana :
B = 3 dB beamwidth (derajat) f= frekuensi (GHz)
d = diameter antena (m)
Apabila beamwidth mengacu kepada perolehan pola radiasi, maka beamwidth dapat dirumuskan sebagai [4] :
(2.7)
Gambar 2.5 Beamwidth Antena[1]
2.3.6 Bandwidth Antena
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Bandwidth Antena[1]
(2.7)
Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.
2.4 Antena Isotropis
Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan
menganalisa stuktur antena yang lebih kompleks. Gambar menunjukkan Gambar 2.7 antena isotropis.
Gambar 2.7 Antena Isotropis[1]
2.5 Antena Directional
Berdasarkan direktivitasnya, antena unidirectional dibagi menjadi antena unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena
x
z
yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena omnidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah.
2.5.1 Antena Unidirectional
Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radisinya yang terarah. Antena
2.5.2 Antena Omnidirectional
Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya pancar yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi penglanggan yang melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donal dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia juga polarisasi horizontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks.
2.6 Prinsip Dasar Komunikasi Serat Optik
Serat optik bekerja berdasarkan hukum snellius tentang pemantulan sempurna. Pemantulan cahaya atau pembiasaan cahaya yang terjadi sangat
tersebut berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Begitu juga tentang
keberadaan tangga pada saat kita melihat, belum tentu tangga tersebut berada pada posisi sebenarnya. Hal ini terjadi karena adanya pembiasaan cahaya, dimana menurut ilmu fisika tentang cahaya, jika cahaya jatuh pada medium yang berbeda indeks biasnya, cahaya tersebut akan dibiaskan dan sudut datang dari sinar laser yang dikirimkan pada serat optik dapat memungkinkan untuk mengatur seberapa efisiensi sinar laser tersebut sampai pada tujuan. Gelombang cahaya di arahkan melalui inti dari fiber optic tersebut, sama seperti gelombang radio yang diarahkan melalui kabel koaksial. Sinar laser pada serat optik di arahkan hingga ke ujung dari fiber optic tersebut dengan memanfaatkan prinsip dari pemantulan cahaya di dalam inti serat optik.
sumber cahaya LED atau Diode Laser. Kemudian dengan dasar hukum pemantulan sempurna, sinyal optik yang berisi informasi dilewatkan sepanjang serat sampai pada penerima, selanjutnya detektor optik akan mengubah sinyal optik tersebut menjadi sinyal listrik kembali.
2.6.1 Pemantulan Sempurna
Pematulan dalam sistem komunikasi serat optik yang digunakan adalah pemantulan sempurna. Perambatan cahaya dalam serat optik dapat merambat dalam medium dengan tiga cara yaitu :
a. Merambat Lurus b. Dibiaskan c. Pemantulan
Pemantulan cahaya dalam serat optik ditunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu pada saat refraksi, sudut kritis dan pemantulan sempurna [7].
Pemantulan (refraksi) secara umumnya dapat ditunjukkan pada Gambar 2.10. Pada refraksi ini medium yang digunakan adalah cermin. Cahaya yang dipantulkan melalui cermin dapat dilihat pada sudut datang dan sudut refraksi.
Gambar 2.10 Pemantulan (Refleksi) Pada Cermin[7]
Gambar 2.11 Pembiasan (Refraksi)[7]
Refractive Index (Indeks bias) Bila gelombang cahaya merambat melalui
material, tidak dalam vacum, maka kecepatannya lebih kecil dibandingkan dalam vacum [8].
(2.8)
atau
(2.9)
Dimana:
c = kecepatan cahaya dalam vacum (3 x 108m/s).
n = refractive index (index of refraction) atau indeks bias. V = kecepatan rambat cahaya dalam material.
2.6.2 Hukum Snellius
Hukum Sneliusdigunakan sebagai hukum dasar dari prinsip pembiasaan cahaya atau optik. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.12. Pada gambar ini tampak bahwa nilai-nilai dari indeks. Pada hukun Snellius ini dapat disampaikan tiga bagian penting dari pengertian hukum Snellius yaitu [8]:
a. Cahaya merambat lurus dalam suatu medium.
b. Cahaya dapat dirubah arahnya dengan menggunakan kaca atau permukaan licin.
Gambar 2.12 Hukum Snellius[9]
n1 Sin = n2 Sin r (2.10)
n1>n2 I1<r1 I2<r2
I3<r3 = 90° = sudut kritis I4=r4
Dimana : n : Indeks bias
v : Kecepatan perambatan cahaya di medium c : Kecepatan perambatan cahaya diruang hampa
Ada dua kondisi dalam pembiasan yaitu :
1. Bila sinar datang dari medium tipis kemedium lebih padat, maka sinar akan di biaskan mendekati garis normal. Dalam hal ini sudut bias lebih kecil dari sudut datang.
demikian merupakan kondisi ideal untuk mentransmisikan cahaya dalam serat optik [9].
2.6.3. Perambatan Cahaya
Perambatan cahaya terdiri dari beberapa mode dalam medium yang sama yaitu [8] ;
a. Cahaya dapat merambat dalam serat optik melalui sejumlah lintasan yang berbeda.
b. Lintasan cahaya yang berbeda-beda ini disebut mode dari suatu serat optik. c. Ukuran diameter core menentukan jumlah mode yang ada dalam suatu
serat optik.
d. Serat optik yang memiliki lebih dari satu mode disebut serat optik multimode
e. Serat optik yang mempunyai hanya satu mode saja diesbut serat optik single mode. Serat optik single mode memiliki ukuran core lebih kecil.
Gambar 2.13 Propagasi Cahaya Pada Serat Optik[9]
(2.11)
Dimana
NA= Numerical Aperture
n1= Indeks bias core
n2= Indeks bias cladding
n0= Indeks bias pelepasan
Perambatan cahaya pada komunikasi serat optik ditunjukkan pada Gambar 2.13. Perambatan cahaya atau propagasi cahaya dapat dilakukan dalam beberapa bentuk bagian, dapat dilihat bahwa propagasi cahaya dibiasakan dan dipantulkan pada sebuah bentuk kerucut.
2.7 Struktur dan Jenis Serat Optik
Struktur dasar serat optik terdiri dari beberapa bagian yaitu, core, cladding dan coating atau buffer. Setiap bagian memiliki fungsinya masing-masing.
1. Core
Core merupakan inti dari serat optik yang terbuat dari bahan kuarsa dengan kualitas sangat tinggi. Merupakan bagian utama dari serat optik karena perambatan cahaya sebenarnya terjadi pada bagian ini. Memiliki diameter 10 mm-50 mm, dan ukuran core sangat mempengaruhi
karateristik serat optik [10]. 2. Cladding
dan core akan mempengaruhi perambatan cahaya pada core (mempengaruhi besarnya sudut kritis)[10].
3. Coating
Coating terbuat dari bahan plastik dan berfungsi untuk melindungi serat optik dari kerusakan. Struktur dasar serat optic dapat ditunjukkan pada Gambar 2.14 [10].
Gambar 2.14 Struktur Dasar Serat Optik[10]
Jenis-jenis serat optik dapat dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah [10]:
a. Step Index Multimode
1. Index core konstan.
2. Ukuran core besar dan dilapisi cladding yang sangat tipis.
3. Penyabungan kabel lebih mudah karena memiliki core yang besar. 4. Terjadi disperse.
5. Hanya digunakan untuk jarak pendek dan transmisi data bit rate rendah.
Gambar 2.15 Serat Optik Step Indeks[11] b. Graded Indxs Multimode
Cahaya merambat karena difraksi yang terajdi pada core sehingga rambatan cahaya sejajar dengan sumbu serat optik. Jenis serat optik graded index multimode dapat ditunjukkan pada Gambar 2.15 [10].
Gambar 2.16 Jenis Serat Optik Graded Index Multimode[11]
Core terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks bias yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada pusat core dan
berangsur-angsur turun sampai kebatas core cladding dan dispersi dalam jenis serat optik ini minimum.
c. Step Indeks Multimode
transmisi data dengan bit rate tinggi. Jenis serat optik Step Indeks Multimode ditunjukkan pada Gambar 2.16 [10].
BAB III
PERENCANAAN
MACRO OUTDOOR BASE TRANSCEIVER
STATION
DI BATAM
3.1 Perencanaan BTS Fiber Optik
BTS Macro Outodoor atau yang biasa dikenal dengan BTS Hotel, merupakan teknologi yang sudah lama diterapkan pada negara-negara maju pada umumnya, BTS Hotel adalah istilah skenario penyelenggaraan BTS dimana antara Base Band Unit (BBU) dan Remote Radio Unit (RRU) terpisahkan oleh jarak yang jauh.
Teknologi 3G dan 4G merupakan teknologi yang telah diakui sebagai teknologi yang dibutuhkan untuk paket data kita, tetapi yang jadi masalah jumlah pertambahan pengguna teknologi 3G dan 4G semakin tinggi serta pembangunan gedung baru yang menyebabkan bertambahnya jumlah blocking, blank spot, dan trafik yang padat. Untuk menyelesaikan masalah tersebut para penyedia jasa telekomunikasi harus membangun BTS microwave baru, baik di atas gedung maupun di lokasi kosong baru. Bagaimanapun juga, dengan pusat kota yang semakin padat dan otorisasi peraturan lokal yang semakin ketat, membangun sebuah BTS microwave membutuhkan izin yang sangat susah, Oleh karena itu penyedia jasa telekomunikasi dan pemerintah bekerja sama untuk membangun BTS fiber optic yang dapat menangani cakupan alternatif dengan kinerja yang handal, prospek alam, dan biaya yang lebih murah daripada BTS microwave.
memiliki kecepatan, daya tampung, kualitas yang lebih cepat dari pada microwave BTS yang dipasangkan pada tiang-tiang lampu ataupun tiang listrik yang sudah ada, terkadang memodifikasi BTS microwave monopole yang sudah ada pada gedung dan di simplifikasi menggunakan ODAS (outdoor distributed antenna system) yang lebih sederhana. Seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik[12]
Pada Gambar 3.1 BTS Fiber Optik mempunyai konfigurasi yang lebih sederhana daripada BTS Microwave. Hal ini sangat menguntungkan karena tidak merusak pemandangan kota.
3.2 Konfigurasi Jaringan BTS Fiber Optik
microwave biasa dikenal dengan istilah radiolink. Sedangkan pada BTS fiber optik ini digunakan kabel fiber optik.
sebagai penghantar transmisi antar BTS ataupun pole. Berikut ini pada Gambar 3.2 di bawah ini bisa dilihat bagaimana konsep perangkat BTS Hotel secara garis besarnya.
Gambar 3.2 Konsep BTS Hotel[12]
Gambar 3.3 Konfigurasi jaringan BTS fiber optik secara garis besar[13]
Yang nanti akan dipasang setiap 5-6 tiang kamuflase sekitar 300 meter antar setiap DAS(distributed antenna system) yang berfungsi sebagai pengganti antena sektor dari BTS microwave.
3.3 Perencanaan jaringan BTS Hotel di Batam
Gambar 3.4 Tower dan Pole Rooftop yang sudah ada serta perencanaan pembangunan pole BTS Hotel[14]
Keterangan:
= Tower Microwave yang sudah ada = Rooftop pole yang sudah ada = Pole BTS Hotel yang direncanakan
Gambar 3.5 HasilDrive Test pada wilayah Kota Batam[14]
Berikut ini pada Tabel 3.1 akan dituliskan tentang jumlah penduduk, jumlah BTS Hotel dan jumlah SDA yang akan dipasang pada daerah yang telah ditentukan.
Tabel 3.1 Jumlah BTS Hotel dan jumlah SDA yang direncanakan[14]
3.4 Peralatan Utama pada BTS Microwave dan BTS FO
sinkronisasi yang sesuai dengan sistem yang diberikan oleh provider. Perangkat yang digunakan akan dijelaskan pada bagian berikut.
3.4.1 Panel ACPDB
Umumnya pembangunan BTS menggunakan sumber daya dari PLN sehingga dibutuhkan pengubahan arus AC menjadi DC pada panel ACPDB. Bentuk dari ACPDB dapat dilihat pada Gambar 3.6. Adapun komponen yang terdapat dalam ACPDB adalah :
1. Box
Plat baja anti karat, tebal 1.2 mm. Finishing cat anti acid. Ground bar terbuat dari plat tembaga massive tebal 10 mm dan Phase bar terbuat dari plat baja anti karat tebal 10mm.
2. Pemutus arus
Pemutus Arus (MCB), menggunakan Pemutus Arus yang mempunyai kapasitas minimum 5 kA untuk yang 4 poles (pemutus arus utama), 3 poles dan 1 poles (Pemutus Arus Beban).
3. Surge Arrester
Gambar 3.6 Panel ACPDB[15]
3.4.2 Power Supply Unit ( PSU )
bisa dipermudah karena sistem merekam semua status dan alarm yang terjadi pada power supply BTS. Berikut adalah foto yang diambil langsung pada shelter di BTS rooftop pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8.
Gambar 3.7 Bentuk fisik tampak depan PSU SPC 4240[15]
Gambar 3.8 Bentuk fisik tampak belakang PSU SPC 4240[15]
MINI-LINK E berfungsi sebagai perangkat untuk menghubungkan BSC (Base Station Controller) ke BTS (Base Transceiver Station) ataupun menghubungkan BTS to BTS melalui interface udara. MINI-LINK E dari ERICSSON ini merupakan solusi dari kapasitas medium gelombang micro. Peralatan ini adalah solusi dari kapasitas gelombang micro yang mentransmisikan sinyal dari satu titik ke titik lain. MINI-LINK E ini cocok digunakan untuk segala jenis aplikasi dan sangat flexible, dapat diandalkan serta hanya membutuhkan penginstalan transmisi dengan cepat untuk jaringan mobile dan tak bergerak.
Kelebihan utama dari MINI-LINK E dari ERICSSON ini ada tiga yaitu: 1. Sangat handal dan membutuhkan biaya yang rendah dalam hal kepemilikan.
2. Kecepatan jaringan yang dapat diandalkan.
3. Mudah dalam penginstallan serta pengkonfigurasiannya. Bagian-bagian dari minilink Ericsson dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Bagian dari minilink[16]
Sesuai dengan Gambar 3.9 dapat dilihat outdoor unit ( unit yang berada di luar ) berada diluar gedung dan bertugas mengirim dan menerima sinyal radio
Outdoor part
Radio cable
yang akan dan telah dipancarkan / ditransmisikan. Outdoor unit ini terdiri dari radio unit (RAU), bracket / mounting, feeder coaxial + connector, dan antena microwave. Outdoor unit ini mengurusi masalah frekuensi (frequency dependent). Sedangkan radio kabel adalah kabel yang menghubungkan outdoor unit dan indoor unit. Kabel ini mempunyai spesifikasi tertentu yang akan dijelaskan kemudian. Kabel ini merupakan kabel coaxial.
Bagian terakhir adalah indoor unit. Indoor unit ini berada didalam gedung dan bertugas mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan lalu lintas data (traffic dependent) sehingga banyak terdapat perangkat yang dibutuhkan. Antara lain: AMM (Access Module Magazine), MMU (Modem Unit), SMU (Switch Multiplexer Unit), dan SAU (Service Access Unit).
3.4.3.1Outdoor Unit
Outdoor unit terdiri dari radio unit (RAU), bracket / mounting, feeder coaxial + connector, dan antena microwave. Outdoor unit ini mengurusi masalah frekuensi (frequency dependent).
a. Radio Unit
Gambar 3.10 Radio Unit[16] b. Antenna Unit
Antena merupakan bagian terpenting dalam komunikasi wireless ini. Antena inilah yang mengirim dan menerima data. Antena mentransformasi (merubah) gelombang yang marambat pada kabel menjadi gelombang yang merambat pada udara (space). Prinsip kerja antena pada dasarnya adalah menerima gelombang elektromagnetik dan menyalurkannya ke penerima atau memancarkan gelombang elektromagnetik yang telah diproduksi oleh transmitter. Ada berbagai macam bentuk antena yang ada. Antara lain antena helix, antena folded dipole, dan antena yagi. Sedangkan antena yang dipakai pada MINI-LINK E dari ERICSSON ini adalah antena tipe yagi yang mempunyai main lobe keterarahan (directivity) yang fokus (pada satu arah saja) bisa dilihat pada Gambar 3.11.
Radio unit
Indoor part
Radio unit
Main Lobe
Gambar 3.11 Direktivitas Antena Yagi[16]
Antena yang baik adalah antena yang mempunyai sedikit pancaran ke arah selain main lobe. Ini berarti bahwa antena tersebut harus mempunyai daya pancar rendah ke side lobe dan back lobe. Pada Gambar 3.12 a. dan Gambar 3.12 b. Dapat dilihat contoh pancaran yang baik.
Gambar 3.12 Antenna[16] :
a.Standard b. High Performance
Agar antena yang digunakan mempunyai performa yang tinggi (mempunyai daya pancar yang kecil ke side lobe dan back lobe), maka digunakan absorbing material di sekitar dari antena sehingga pancaran yang mengarah ke side lobe dan back lobe mampu diserap sehingga mengurangi pemborosan daya dan menjadikan antena tersebut high performance.
a. “Standard”
Gambar 3.13 Penempatan Absorbing Material pada Antenna[16] Dari Gambar 3.13 terlihat bahwa ketika ditambahkan absorbing material maka daya yang terpancar pada side lobe dan back lobe menjadi sedikit berkurang sehingga mengurangi beban pada antena. Hal ini membuat antena lebih efektif dalam melakukan tugasnya dan lebih awet dalam pemakaian.
c. Radio Kabel
Radio kabel ini merupakan unit terakhir dari outdoor unit. Radio kabel sendiri berfungsi sebagai penghubung lalu lintas data dari RAU (Radio Unit) ke peralatan di dalam ruangan dan sebaliknya. Indoor unit sendiri mengurusi masalah trafik data, disinilah tempat data-data tersebut diolah. Pada Gambar 3.14 dapat dilihat bagan radio cable yang terpasang pada indoor unit.
Gambar 3.14 Radio Kabel[16]
Spesifikasi yang digunakan oleh ERICSSON dalam produk mereka ini bermacam-macam. Jika diameter kabel yang digunakan adalah 10mm maka maksimal panjang kabel yang diperbolehkan adalah 200m. Sedangkan jika diameter kabel yang digunakan adalah 16mm maka maksimal panjang kabel yang diperbolehkan adalah 400m. Sedangkan jika ingin menggunakan radio kabel yang berdiameter 28mm dengan panjang maksimal 700m maka akan dapat dipenuhi dengan tambahan connector kit.
3.4.3.2Indoor Unit
Indoor unit ini terdiri dari AMM (Access Module Magazine), MMU (Modem Unit), SMU (Switch Multiplexer Unit), dan SAU (Service Access Unit). Pada Gambar 3.15 dapat dilihat pembagian indoor unit ke dalam SAU, MMU dan SMU dan terpasang dalam AMM.
Gambar 3.15 Indoor Unit[16] a. AMM ( Access Module Magazine )
Gambar 3.16 AMM dengan berbagai macam tipe[15]
b. MMU ( Modem Unit )
MMU (Modem unit) merupakan salah satu unit yang ada dalam paket MINI-LINK E ini. Untuk setiap unit radio yang dipergunakan maka membutuhkan sebuah unit MMU, ini berarti MMU mengurusi masalah modulator demodulator sinyal yang akan ditransmisikan dan sinyal yang diterima. Ilustrasi dari MMU dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Ilustrasi MMU[15]
Gambar 3.18 Bentuk asli dari MMU[15]
Pada Gambar 3.19 dapat dilihat perangkat MMU yang terpasang dalam kabinet AMM.
c. SMU ( Switch Multiplexer Unit )
Multiplexing dan demultiplexing dari trafik dalam konfigurasi 1+0. Konfigurasi 1+0 ini adalah konfigurasi yang tanpa perlindungan. Sebagai contoh jika salah satu unit (MMU, RAU atau SMU) tidak berkerja maka tidak akan ada unit lain yang mampu menghandle kekosongan yang ditinggalkan oleh unit yang tidak berkerja tersebut. Pada Gambar 3.20 dapat dilihat perangkat SMU terpasang dalam AMM.
Gambar 3.20 Penempatan SMU dalam AMM dengan konfigurasi 1+0[16] Kemudian pada Gambar 3.21 dapat dilihat konfigurasi terminal 1+0 yang terpasang dalam MMU dan SMU. Dimana jika ada link yang rusak maka sistem akan terhenti.
Gambar 3.21 Konfigurasi Terminal 1+0[16]
Selanjutnya untuk mengatasi berhentinya sistem karena ada link yang overheat ( terlalu panas ) maka digunakan konfigurasi terminal 1+1 seperti pada Gambar 3.22.
Gambar 3.22 Penempatan SMU dalam AMM dengan konfigurasi 1+1[16] Kemudian pada Gambar 4.16 dapat dilihat konfigurasi terminal 1+0 yang terpasang dalam MMU dan SMU. Dimana jika ada link yang rusak maka sistem tidak akan langsung berhenti namun digantikan oleh link yang sedang kosong.
Gambar 3.23 Konfigurasi Terminal 1+1[16]
Gambar 3.24 SMU dan MMU yang terpasang pada AMM[15]
Multiplexing dan demultiplexing dari trafik dalam konfigurasi 1+1. Konfigurasi 1+1 ini adalah konfigurasi dengan perlindugan. Sebagai contoh jika salah satu unit (MMU, RAU atau SMU) tidak berkerja maka akan ada unit lain yang mampu menghandle kekosongan yang ditinggalkan oleh unit yang tidak berkerja tersebut.
d. SAU ( Service Access Unit )
Gambar 3.25 Penempatan SAU dalam AMM dengan konfigurasi 1+1[16]
3.5 Tipe Propagasi
Model propagasi yang akan digunakan yaitu model propagasi SUI (Stanford University Interm) model propagasi ini merupakan model yang direkomendasikan untuk standar IEEE 802.16a, model ini sangat cocok diterapkan di Indonesia yang mempunyai tipe demografi urban dan sub urban dengan tinggi base station antara 10-80 m dan jarak sel 0,1 – 10 km.
Model ini dibagi menjadi tiga kategori:
1. Kategori A-Hilly/moderate to heavy tree density(urban)
Tipe ini berasosiasi dengan pathloss terbesar yaitu perbukitan dengan densitas pepohonan tinggi.
2. Kategori B-Hilly/light tree density or flat/moderato to heavy tree density/intermediate(suburban)
Tipe ini merupakan asosiasi pathloss pertengahan yaitu dengan terrain dan densitas pepohonan antara A dan C.
3. Kategori C-flat/light tree density (rural)
Tipe ini berasosiasi dengan pathloss terkecil yaitu terrain rata dengan pepohonan jarang.
Persamaan model propagasi SUI adalah [17]:
(3.1)
A = Free Space loss di d0
a,b,c = konstanta yang menunjukkan kategori terrain hb= tinggi base station
d = jarak antara base station dan subscriber station (m) Xf= Faktor koreksi frekuensi
f dalam MHz (3.4)
= Faktor koreksi tinggi antena penerima
(terrain a dan b) (3.5)
(terrain c) (3.6)
hCPE = tinggi antena penerima
parameter A, 9,4 dB untuk parameter B, dan 10,6dB untuk parameter C tergantung tipe terrain.
Nilai a, b, c adalah daerah yang akan dilayani berdasarkan tipe pepohonan/bangunan yang ada di daerah tersebut. Adapun nilai a, b, c dapat dilihat dalam Tabel 3.2 [17].
Tabel 3.2 ModelParameter
Model Parameter
Tipe A (Heavy Multipath)
Tipe B (Intermediate Multipath)
Tipe C (few multipath)
a 4.6 4 3.6
b 0.0075 0.0065 0.005
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN BTS
MICROWAVE
DENGAN
BTS
FIBER OPTIC
4.1 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BS
Pada sub bab ini, Perhitungan Pathloss dilakukan dengan memvariasikan tinggi Base Station, sedangkan parameter yang lain konstan. Tinggi Base Station adalah antara antara 10 meter sampai 80 meter.
Frekuensi ditetapkan sebesar 900MHz, sedangkan untuk parameter jarak antara BTS dengan terminal yang digunakan, ditetapkan sebesar 2500 meter. Dengan menjumlahkan nilai S yaitu peubah acak yang terdistribusi secara lognormal sebagai representasi shadowing oleh pohon atau bangunan yang harganya antara 8,2 dB-10,6 dB tergantung tipe terrain. Nilai peubah acak (S) nilai nya bervariasi mengikuti parameter yang ada.
Berikut penjabaran bagimana cara mencari nilai Pathloss untuk parameter A dengan ketinggian 30 m.
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 4.615
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.785 x log -1.94707 -3.25112+10.6 = 143.9553 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter B dengan ketinggian 30m
Pertama-tama kita cari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 4.1675
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.645 x log -1.94707 -3.25112+9.4= 138.0839 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter C dengan ketinggian 30m
Pertama-tama cari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.6)
XhCPE = -20 = -6.0206
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.55 x log -1.94707 -6.0206+8.2= 131.7031dB
Untuk perhitungan ketinggian 40-80 meter dilakukan pengulangan terhadap
rumus dengan mengubah tinggi antena BTS maka didapatkanlah tabel hasil perhitungan
pathloss untuk parameter A, parameter B, dan parameter C seperti dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Hasil Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS Microwave
Tinggi BTS (m) PLA (dB) PLB (dB) PLC (dB)
30 143.9553 138.0839 131.7031
40 141.439 135.1832 128.6742
50 139.5098 133.0793 126.5773
60 137.8742 131.3738 124.9464
70 136.4064 129.896 123.5817
80 135.0434 128.5604 122.3835
Gambar 4.1 Hasil Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS Microwave
Dari hasil perbandingan Tinggi BS dan Pathloss antara Terrain tipe A, tipe B, dan tipe C, maka dapat disimpulkan bahwa Pathloss untuk Terrain tipe A lebih besar daripada Pathloss untuk tipe B, dan Pathloss untuk Terrain tipe B lebih besar daripada Pathloss untuk tipe C. Sehingga kinerja model propagasi SUI yang terbaik berada pada terrain tipe C dibanding pada tipe B dan tipe A.
Sedangkan apabila diteliti pada antena BTS Fiber Optik yang punya ketinggian 10m sampai 30m dan dengan jarak jangkauan 500m maka akan didapatkan hasil yang berbeda dengan nilai peubah acak pada sesuai dengan parameter yang disediakan.
Berikut penjabaran bagimana cara mencari nilai Pathloss untuk parameter A dengan ketinggian 10 m pada BTS FO yang pastinya berbeda.
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 5.785
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.785 x log -1.94707 -3.25112+10.6 = 117.3594421 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter B dengan ketinggian 10m
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 5.645
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.645 x log -1.94707 -3.25112+9.4= 115.1808841 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter C dengan ketinggian 10m
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 5.55
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.6)
XhCPE = -20 = -6.0206
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.55 x log -1.94707 -6.0206+8.2= 110.5474dB
Untuk perhitungan ketinggian 20-30 meter dilakukan pengulangan terhadap
rumus dengan mengubah tinggi antena BTS maka didapatkanlah tabel hasil perhitungan
pathloss untuk parameter A, parameter B, dan parameter C seperti dapat dilihat pada
Tabel 4.2 .
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS FO
Tinggi BTS (m) PLA (dB) PLB (dB) PLC (dB)
10 117.3594 115.1809 110.5474
20 112.4317 108.7504 103.2082
30 110.4396 106.304 100.5288
Gambar 4.2 Grafik Hasil Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS FO
Dari grafik pada Gambar 4.2 dapat terlihat bahwa frekuensi dan Pathloss berbanding terbalik secara eksponensial. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi antena yang digunakan maka Pathloss akan semakin rendah. Hal ini mengakibatkan kinerjanya akan meningkat.
Dari hasil perbandingan Tinggi BS dan Pathloss antara Terrain tipe A, tipe B, dan tipe C, maka dapat disimpulkan bahwa Pathloss untuk Terrain tipe A lebih besar daripada Pathloss untuk tipe B, dan Pathloss untuk Terrain tipe B lebih besar daripada Pathloss untuk tipe C. Sehingga kinerja model propagasi SUI yang terbaik berada pada terrain tipe C dibanding pada tipe B dan tipe A.
Dari kedua hasil perhitungan diatas bisa ditabel dan dilukiskan sehingga didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3.
Jarak (m)
Pat hlo
ss
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS Microwave dan BTS
30 143.9553 138.0839 131.7031 117.3594 115.1809 110.5474
40 141.439 135.1832 128.6742 112.4317 108.7504 103.2082
50 139.5098 133.0793 126.5773 110.4396 106.304 100.5288
60 137.8742 131.3738 124.9464
70 136.4064 129.896 123.5817
80 135.0434 128.5604 122.3835
Gambar 4.3 Hasil Perhitungan Pathloss dengan Variasi Parameter Tinggi BTS Microwave dan BTS FO
Dari Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 dapat ditarik disimpulkan BTS FO punya Pathloss yang lebih kecil dari BTS Microwave.
4.2 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Frekuensi Kerja BTS
Pada subbab ini akan dibahas perhitungan Pathloss yang dilakukan dengan memvariasikan Frekuensi, sedangkan parameter yang lain konstan. Frekuensi yang digunakan menggunakan range 900MHz sampai dengan 2100MHz. Untuk parameter jarak antara Base Station dengan terminal ditetapkan 2500 m, sedangkan untuk parameter tinggi Base Station ditetapkan 60 m. Dengan menjumlahkan nilai S yaitu peubah acak yang terdistribusi secara lognormal sebagai representasi shadowing oleh pohon atau bangunan yang harganya antara 8,2 dB-10,6 dB tergantung tipe terrain. Nilai S tersebut bervariasi tergantung dengan parameter yang digunakan.
Berikut penjabaran bagimana cara mencari nilai Pathloss untuk parameter A dengan frekuensi sebesar 900MHz.
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 4.36
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.785 x log -1.94707 -3.25112+10.6 = 107.3991196 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter B dengan frekuensi 900MHz
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 3.895
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.645 x log -1.94707 -3.25112+9.4= 102.948909 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter C dengan ketinggian 900Mhz
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 3.633
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.6)
XhCPE = -20 = -6.0206
x 4.81 x log -1.94707 -6.0206+8.2= 97.15046158 dB
Untuk perhitungan frekuensi 1000-2100Mhz dilakukan pengulangan terhadap
rumus dengan mengubah frekuensi kerja BTS. BTS maka didapatkanlah tabel hasil
perhitungan pathloss untuk parameter A, parameter B, dan parameter C seperti dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Frekuensi Kerja BTS Microwave
Gambar 4.4 Perhitungan Pathloss dengan Variasi Frekuensi Kerja BTS Microwave
Dari grafik pada Gambar 4.4 dapat terlihat bahwa frekuensi dan Pathloss berbanding lurus secara eksponensial. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka Pathloss akan semakin tinggi juga. Hal ini mengakibatkan kinerjanya akan menurun.
Dari hasil perbandingan Tinggi BS dan Pathloss antara Terrain tipe A, tipe B, dan tipe C, maka dapat disimpulkan bahwa Pathloss untuk Terrain tipe A lebih besar daripada Pathloss untuk tipe B, dan Pathloss untuk Terrain tipe B lebih besar daripada Pathloss untuk tipe C. Sehingga kinerja model propagasi SUI yang terbaik berada pada terrain tipe C dibanding pada tipe B dan tipe A.
Sedangkan apabila diteliti pada antena BTS Fiber Optik yang punya ketinggian 10m maka akan didapatkan hasil yang berbeda.
Berikut penjabaran bagimana cara mencari nilai Pathloss untuk parameter A dengan frekuensi 900 m.
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 5.785
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.785 x log -1.94707 -3.25112+10.6 = 117.3594421 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter B dengan ketinggian 10m
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
f = 900Mhz
λ = = 0.33333
selanjutnya dicari nilai A dengan persamaan (3.2)
= 71.5222
nilai γ dapat dihitung dengan menggunakan rumus (3.3)
γ = = 5.645
selanjutnya nilai Xf dapat dihitung dengan rumus (3.4)
Xf = = -1.94707
Nilai XhCPE dapat dicari dengan rumus (3.5)
XhCPE = -10.8 = -3.25112
Nilai pathloss dapat dicari dengan persamaan (3.1)
x 5.645 x log -1.94707 -3.25112+9.4= 115.1808841 dB
Penjabaran Pathloss untuk parameter C dengan ketinggian 10m
Pertama-tama dicari nilai λ yaitu
λ = c / f
dimasukkan nilai c = 3 x 108 m/s
f = 900Mhz