• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIVERSITY AND CORRELATION TEST OF RESISTANT CHARACTER IN SOYBEAN SECOND GENERATION (F2) TANGGAMUS AND B3570 CROSSING AGAINST SOYBEAN MOSAIC VIRUS KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570 TERHADAP SOYB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DIVERSITY AND CORRELATION TEST OF RESISTANT CHARACTER IN SOYBEAN SECOND GENERATION (F2) TANGGAMUS AND B3570 CROSSING AGAINST SOYBEAN MOSAIC VIRUS KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570 TERHADAP SOYB"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DIVERSITY AND CORRELATION TEST OF RESISTANT CHARACTER IN SOYBEAN SECOND GENERATION (F2) TANGGAMUS AND B3570

CROSSING AGAINST SOYBEAN MOSAIC VIRUS By

Riza Aprianti

The productivity of soybean in Indonesia is still low. One of the reason of this

situation is caused by soybean mosaic virus. The study was conducted in

September 2013 until January 2014 at the Integrated Field Laboratory of faculty

of Agriculture, University of Lampung, and at the Laboratory of Seed and Plant

Breeding, University of Lampung. The aim of this studywas to determine (1) the

estimation of genotypes and fenotypes diversity for disease severity and

agronomy characters, (2) the correlation between disease severity and agronomy

characters in soybean, and (3) the range mean of incubation period, disease

severity and agronomy characters in soybean. The study was conducted in

September 2013 until January 2014 at the Integrated Field Laboratory of the

College of Agriculture and Seed and Plant Breeding Laboratory, University of

Lampung. The seed which was used in this study from Tanggamus and B3570

crossing (F2). Each plant was inoculated by SMV, and disease severity and

agronomy characters were observed in this study. The design used in this study

was experimental design without replications. The results showed that (1)

Extensive genotypes and phenotypes were found in the character of disease

(2)

of seeds, the percentage of healthy seeds, the percentage of diseased seeds, seed

weight per plant, and day of harvesting, (2) Disease severity character did

notcorrelate with various kind of agronomy characters. Agronomy characters that

positively correlated were number of productive branches between number of

pods, number of filled pods, number of empty pods, number of seeds, seed weight

per plant, and number of pods correlated with number of seeds, (3) extensive

mean of each characters were found in the number of pods, number offilled pods,

and number of seeds.

(3)

ABSTRAK

KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS

x B3570 TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS Oleh

Riza Aprianti

Produksi kedelai di Indonesia saat ini masih rendah. Salah satu penyebab

rendahnya produksi disebabkan oleh infeksi soybean mosaic virus (SMV).

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Lampung, dan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Universitas Lampung pada bulan September 2013 sampai Januari 2014. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui (1) besaran nilai keragaman genotipe dan fenotipe

karakter keparahan penyakit dan karakter agronomi kedelai, (2) korelasi antara

karakter keparahan penyakit dan karakter agronomi kedelai, dan (3) kisaran nilai

tengah karakter periode inkubasi, keparahan penyakit dan karakter agronomi.

Benih yang digunakan merupakan benih hasil persilanganTanggamus x B3570

generasi F2. Setiap individu tanaman diinokulasi dengan soybean mosaic virus

(SMV) dan diamati keparahan penyakit serta karakter agronominya. Rancangan

percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan tanpa ulangan. Hasil

penelitian menunjukkan (1) keragaman genotipe dan fenotipe yang luas terdapat

pada karakter keparahan penyakit, tinggi tanaman, total jumlah polong, jumlah

(4)

persentase biji sakit, bobot biji pertanaman, dan umur panen, (2) karakter

keparahan penyakit tidak berkorelasi dengan berbagai karakter agronomi.

Karakter agronomi yang berkorelasi positif yaitu jumlah cabang produktif dengan

jumlah total polong, jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, total jumlah

biji, dan bobot biji pertanaman, serta jumlah polong berkorelasi dengan total

jumlah biji, (3) kisaran nilai tengah luas terdapat pada karakter jumlah total

polong, jumlah polong bernas, dan jumlah total biji.

(5)

KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS

x B3570 TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

Oleh

RIZA APRIANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS

x B3570 TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS (Skripsi)

Oleh

RIZA APRIANTI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)
(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 24 April 1993 sebagai anak pertama

dari empat bersaudara pasangan Bapak Ibnu Hajib dan Ibu Misna Aini. Penulis

mengawali pendidikan formal di SDN 03 Kota Napal, Kec. Bunga Mayang Kab.

Lampung Utara Tahun 1998—2004, SMP Negeri 4 Kec. Sungkai Utara, Kab.

Lampung Utara Tahun 2004—2007, SMA Negeri 2 Kotabumi Tahun 2007—

2010, dan pada Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

Pertanian Universitas Lampung Program Studi Agroteknologi melalui Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menempuh masa studi penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) FP 2011/2012, Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LSMATA)

2012/2013, Duta Fakultas Pertanian 2012/2013, asisten praktikum mata kuliah

Genetika Dasar, Pemuliaan Tanaman, Teknologi Benih, dan Aneka Tanaman

Perkebunan D3 Perkebunan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

Kelurahan Sumber Agung, Kec. Kemiling, Bandar Lampung pada Tahun 2013

(10)

Manusia yang paling lemah yaitu orang yang tidak mampu mencari teman. Tetapi yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapat banyak teman

namun menyia-nyiakannya (Ali bin Abi Thalib)

Sesungguhnya ada sebagian dari perkataan itu lebih keras dari batu, lebih pahit dari jadam, lebih panas dari bara, dan lebih tajam dari tusukan. Hati

merupakan ladang, maka tanamilah dia dengan perkataan yang baik, sebab bila tidak tumbuh semuanya,

maka niscaya akan tumbuh sebagian ( Al hadis)

Teman dapat menghianatimu, pasangan dapat meninggalkanmu.

Tapi Tuhan…takkan pernah membiarkanmu terjatuh

(Mario Teguh)

Memaafkan adalah kebaikan, segala yang bersumber kebaikan dan bertujuan untuk kebaikan akan berujung kebahagiaan

(11)

Alhamdullillah ya Allah

Rasa syukur penulis ucapkan atas segala limpahan karunia yang tiada ujungnya, ku persembahkan karya sederhanaku ini dengan tulus dan ikhlas untuk

orang-orang yang menyayangiku, berdoa, dan selalu menunggu keberhasilanku: Mama, Papa, dan Adikku

(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ Keragaman dan Uji Korelasi Karakter Ketahanan Kedelai Generasi F2

Persilangan Tanggamus x B3570 Terhadap Soybean Mosaic Virus”. Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan perhatian, pemikiran, semangat dan kesabaran untuk

meningkatkan kemampuan akademik penulis, serta bimbingan yang sangat

membangun selama penulis melakukan perkuliahan, penelitian, dan

penyelesaian skripsi.

2. Ir. Joko Prasetyo, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas saran, bimbingan,

nasihat, kritik, koreksi, waktu yang diberikan kepada penulis selama

melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Penguji atas masukan dan saran-saran

yang berharga dalam menyempurnakan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Darwin Pangaribuan, M.Sc., selaku dosen Pembimbing Akademik.

5. Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi

(13)

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

7. Keluarga tercinta, Ayahanda Ibnu Hajib, Ibunda Misna Aini, dan Adik

penulis Astra, Rama, dan Diva yang selalu mendoakan, mendukung segala

kegiatan perkuliahan dan skripsi pennulis.

8. Miandri Sabli Pratama, S.P., yang selalu memberikan semangat serta motivasi

tiada henti kepada penulis dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi.

9. Sahabat penulis Tety dan Windi, terima kasih atas semangat dan dukungan

yang selalu diberikan selama kuliah.

10.Rekan-rekan penelitian : Nurul, Wanda, Novias, Amey, Jepri, Remon, dan

Dimas, atas persaudaraan, kebersamaan, dan bantuannya sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

11.Pandu, Niko, Endi dan kawan lainnya yang telah membantu dalam proses

penelitian.

12.Teman-teman AGT 2010 khususnya kelas C, dan anak-anak kosan unila

terima kasih telah memberikan persahabatan, saran, motivasi, dan semangat

kepada penulis selama perkuliahan di Universitas Lampung.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan orang lain yang

membacanya.

Bandar Lampung, Juni 2014

(14)
(15)
(16)

PUSTAKA ACUAN ... 50

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai ragam fenotipe generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 genotipe nomor lima. ... 37

2. Nilai ragam genotipe generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 genotipe nomor lima. ... 37

3. Kisaran nilai tengah generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 genotipe nomor lima. ... 38

4. Nilai koefisien korelasi fenotipe antarkarakter pada generasi F2 hasil persilangan Tanggamus x B3570 Genotipe

nomor lima. ... 39

5. Peringkat genotipe generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 genotipe nomor lima berdasarkan

keparahan penyakit dan bobot biji sehat. ... 40

6. Data variabel pengamatan generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 genotipe nomor lima. ... 55

7. Data variabel pengamatan tetua Tanggamus. ... 60

8. Data variabel pengamatan tetua B3570. ... 61

9. Nilai koefisien korelasi generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 nomor lima. ... 62

10. Nilai t hitung generasi F2 hasil persilangan Tanggamus

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x B3570 generasi F2 genotipe nomor lima dan

kedua tetuanya. ... 31

2. Tahap-tahap inokulasi soybean mosaic virus di lapangan. ... 32

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun,

pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi

907.031 ton. Pada tahun 2011 hingga tahun 2012 produksi kedelai nasional terus

mengalami penurunan menjadi 843.153 ton (Badan Pusat Statistik, 2013).

Rendahnya produksi kedelai berbanding terbalik dengan permintaan kedelai.

Permintaan kedelai terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan

berkembangnya industri yang berbahan dasar kedelai, sehingga pemerintah

mengambil kebijakan dengan mengimpor kedelai. Pada tahun 2012 Indonesia

mengimpor kedelai sebesar 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan

kedelai dalam negeri. Akhir tahun 2013 bulog akan mengimpor 1,7 juta ton

kedelai. Hal ini karena kebutuhan kedelai Indonesia sebesar 2,5 juta ton, tetapi

produksi nasional hanya sekitar 800 ribu ton (Sutarto, 2013).

Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

perbedaan iklim, lahan di Indonesia yang kurang subur, penurunan luas panen,

(20)

2

Kedelai merupakan tanaman subtropis, sedangkan di Indonesia kedelai ditanam

pada kondisi tropis. Kedelai termasuk tanaman berhari pendek yang sangat

sensitif terhadap fotoperiode. Tanaman kedelai memerlukan 13,5 jam/hari untuk

berbunga, sedangkan di Indonesia kedelai hanya mendapatkan lama penyinaran

maksimal 12 jam. Kondisi seperti ini menyebabkan kedelai lebih cepat berbunga

tetapi produksinya rendah (Martin dkk., 2006).

Menurut Gardner dkk. (1991), kultivar kedelai yang beradaptasi di daerah tropis

mempunyai ruas-ruas yang lebih sempit, lebih pendek, serta berbunga lebih awal.

Pada daerah subtropis pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai lebih lama bila

dibandingkan dengan daerah tropis. Periode vegetatif yang lama menyebabkan

hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untu pertumbuhan tanaman,

pembentukan ruas batang dan pembentukan cabang. Tanaman kedelai yang lebih

tinggi biasanya mempunyai buku yang lebih banyak sehingga polong yang

dihasilkan menjadi lebih banyak.

Perbedaan lingkungan tersebut menyebabkan sulitnya budidaya kedelai sehingga

petani banyak beralih ke komoditas lain yang menimbulkan dampak penurunan

luas panen. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), pada tahun 2013 luas panen

menyusut 8,32 % atau turun 51,76 ribu hektar dan saat ini luas lahan kedelai

sekitar 566.693 hektar. Penurunan luas penen ini disebabkan oleh petani yang

beralih ke komuditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Salah satu yang

menjadi permasalahan dalam budidaya kedelai yaitu kedelai rentan terhadap hama

(21)

3

Penyakit penting pada tanaman kedelai adalah mosaik kedelai yang disebabkan

oleh soybean mosaic virus (SMV). Penyakit ini tersebar di beberapa sentra

produksi kedelai di Indonesia dan mampu menimbulkan kehilangan hasil yang

cukup besar. Kehilangan hasil akibat virus SMV dapat mencapai 25% apabila

penularan terjadi pada fase vegetatif, namun kehilangan hasil dapat mencapai 90%

apabila tanaman terinfeksi sejak fase awal pertumbuhan (Kameya, 2001; Ooffei &

Albrechtsen, 2005 dikutip Prayogo, 2012).

Infeksi virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam

nukleat tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel

serta organel, seperti mitokondria dan kloroplas. Gangguan fisiologis tanaman

mengakibatkan tanaman inang menunjukkan gejala di seluruh bagian tanaman

seperti tanaman menjadi kerdil, perubahan warna daun, ukuran dan bentuk buah

yang dihasilkan (Akin, 2006).

Peningkatkan produksi kedelai di Indonesia sangat membutuhkan ketersediaan

varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan responsif terhadap perbaikan

kondisi lingkungan, serta memiliki sifat-sifat unggul lainnya (Arsyad, 2000).

Penggunaan kultivar kedelai yang tahan terhadap virus dan berproduksi tinggi

merupakan cara yang paling baik dalam pengendalian penyakit mosaik virus.

Taichung merupakan varietas yang tahan terhadap SMV, tetapi mempunyai daya

hasil yang rendah. Yellow Bean dan galur B3570 bersifat rentan dan berdaya hasil

tinggi sedangkan Varietas Orba sangat rentan terhadap infeksi SMV (Akin dan

Febriyanti, 2003 dikutip oleh Mulia, 2008). Menurut Putri (2013) dan Jamil

(2013), Varietas Tanggamus merupakan varietas tahan terhadap infeksi SMV.

(22)

4

merupakan populasi yang tahan terhadap SMV sedangkan Tanggamus x B3570

termasuk ke dalam kategori agak tahan terhadap infeksi SMV.

Pemuliaan kedelai melalui persilangan buatan merupakan upaya memperoleh

genotipe unggul sebagai akibat adanya gabungan gen-gen baik yang berasal dari

tetua-tetua yang disilangkan (Darlina dkk., 1992). Seleksi merupakan dasar dari

seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru.

Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk memisahkan

antara genotipe yang diinginkan dengan genotipe yang tidak dikehendaki

(Barmawi, 2007).

Benih yang digunakan pada penelitian ini merupakan benih generasi F2 genotipe

nomor lima hasil persilangan Tanggamus x B3570. Populasi Tanggamus x B3570

merupakan hasil persilangan Maimun Barmawi. Pengujian F1 dilakukan oleh

Putri (2013) dan Jamil (2013) untuk mengetahui tingkat ketahanan tanaman

kedelai terhadap SMV. Generasi F2 genotipe nomor lima hasil persilangan

Tanggamus x B3570 dipilih dengan pertimbangan mempunyai jumlah biji sehat

sebanyak 213 butir, jumlah biji sakit sebanyak 44 butir, dan persentase keparahan

penyakit (KP) sebesar 22,5% dan termasuk ke dalam kategori tahan. Dari hasil

penelitian Putri (2013) menunjukkan bahwa nilai estimasi heritabilitas dalam arti

sempit untuk tingkat KP sebesar 32% dan termasuk ke dalam kriteria sedang.

Selain heritabilitas parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan

agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genetik dan nilai tengah

(Poehlman, 1991). Seleksi akan efektif jika populasi yang diseleksi memiliki

(23)

5

untuk menyeleksi sifat-sifat yang diinginkan (Barmawi dkk., 2013). Keragaman

menjadi begitu penting dalam pemulian tanaman karena pemulia tidak akan

mampu bekerja dengan baik untuk meningkatkan kemampuan genetik apabila

populasi tanaman yang ditangani tidak memperlihatkan ada keragaman. Karena

itu, besarnya keragaman genetik merupakan dasar untuk menduga keberhasilan

perbaikan genetik di dalam program pemulian tanaman (Rachmadi, 2000).

Apabila tingkat keragaman sempit, berindikasi bahwa individu dalam populasi

tersebut relatif seragam dan peluang untuk mendapatkan genotipe yang lebih baik

semakin kecil (Wilson, 1981).

Keragaman populasi F2 merupakan keragaman tertinggi karena populasi F2

mengalami segregasi secara bebas yang mengakibatkan 50% dari populasi

merupakan genotipe heterozigot. Semakin banyak gen yang mengendalikan maka

semakin banyak kombinasi allel yang terbentuk dan akan semakin besar

keragaman pada populasi F2 (Belanger dkk., 2003; Sleper dan Poehlman, 2006).

Apabila keragaman suatu karakter luas dapat mengindikasi bahwa kisaran nilai

tengah karakter tersebut juga luas dan sebaliknya.

Korelasi merupakan pengukuran tentang derajat keeratan hubungan antara dua

peubah. Informasi adanya korelasi antarkarakter tanaman merupakan faktor yang

penting dalam pengambilan keputusan seleksi karakter-karakter kuantitatif.

Korelasi memegang peran yang penting dalam meningkatkan manfaat seleksi,

menghemat waktu, dan mempermudah seleksi karakter kuantitatif. Penampilan

suatu karakter tanaman, seperti karakter hasil, tinggi tanaman, jumlah cabang,

pada umumnya berkaitan dengan penampilan karakter-karakter lain seperti

(24)

6

Korelasi antarkarakter merupakan pengaruh lingkungan atau pengaruh genetik.

Korelasi dikatakan positif apabila satu sifat meningkat maka sifat yang lain juga

meningkat. Sebaliknya, korelasi dikatakan negatif apabila sifat yang satu

meningkat mengakibatkan sifat yang lain menurun (Zen, 1995). Koefisien

korelasi berguna untuk mengetahui apakah dua sifat dapat atau tidak dapat

diperbaiki secara bersamaan (Somaatmadja, 1983).

Penyebab timbulnya korelasi antara dua karakter tanaman menurut Jain (1982)

sebagai berikut :

a. Pleiotropi

Suatu peristiwa yang terjadi apabila suatu gen pada suatu lokus, atau suatu set

gen pada beberapa lokus, mengendalikan dua karakter yang berbeda atau

lebih.

b. Linkage

suatu peristiwa dua gen atau lebih yang mengendalikan dua atau lebih karakter

berbeda yang terletak pada unit kromosom yang sama.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam

pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat nilai keragaman genotipe dan fenotipe yang luas pada

karakter keparahan penyakit dan karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil

persilangan Tanggamus x B3570?

2. Apakah terdapat korelasi antara karakter keparahan penyakit dengan karakter

agronomi dan antara berbagai karakter agronomi itu sendiri pada kedelai

(25)

7

3. Apakah kisaran nilai tengah karakter periode inkubasi, keparahan penyakit,

dan karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Tanggamus x

B3570 luas?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan di atas maka dibuat tujuan

penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui besaran nilai keragaman genotipe dan fenotipe karakter keparahan

penyakit dan karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570.

2. Mengetahui korelasi antara karakter keparahan penyakit dengan karakter

agronomi dan antara karakter agronomi itu sendiri pada kedelai generasi F2

hasil persilangan Tanggamus x B3570.

3. Mengetahui kisaran nilai tengah karakter periode inkubasi, keparahan penyakit

dan karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Tanggamus x

B3570.

1.3 Kerangka Pemikiran

Untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun dibuat kerangka pemikiran

sebagai berikut:

Produksi kedelai di Indonesia masih rendah. Keadaan ini terbukti sampai tahun

(26)

8

rendahnya produksi kedelai adalah serangan penyakit mosaik kedelai yang

disebabkan oleh virus mosaik kedelai dan mampu menurunkan 25-90% produksi.

Virus merupakan mikroorganisme penyebab penyakit sistemik yang artinya

apabila virus masuk ke dalam tanaman virus ini akan menyebar ke seluruh bagian

tanaman melalui pembuluh xylem dan floem. Oleh karena itu, tanaman yang

telah terinfeksi virus akan mengalami gangguan proses metabolisme yang

menyebabkan penurunan hasil.

Mosaik kedelai yang disebabkan oleh SMV merupakan penyakit penting pada

tanaman kedelai yang tersebar di hampir seluruh sentra produksi kedelai. Infeksi

virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat

tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah sel serta organel seperti

mitokondria dan kloroplas. Gangguan fisiologis tanaman mengakibatkan tanaman

inang menunjukkan gejala di seluruh bagian tanaman, seperti klorosis dan mosaik

pada daun yang mengganggu proses fotosintesis. Terhambatnya proses

fotosintesis menyebabkan asimilat yang disalurkan untuk pertumbuhan tanaman

tidak maksimal. Hal ini berpengaruh pada tinggi tanaman, biji yang dihasilkan

serta karakter agronomi lainnya. Dalam upaya perbaikan genetik suatu tanaman

dengan metode pemuliaan secara konvensional diperlukan analisis korelasi antara

ketahanan terhadap infeksi SMV dengan karakter jumlah cabang, tinggi tanaman,

total jumlah polong, jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, total jumlah

biji, persentase biji sehat, persentase biji sakit, bobot 10 butir, bobot biji per

tanaman, umur berbunga, dan umur panen. Apabila antara karakter ketahanan dan

berbagai karakter agronomi atau antara berbagai karakter agronomi itu sendiri

(27)

9

karakter yang bersangkutan. Oleh sebab itu, besar kemungkinan terdapat korelasi

antara tingkat ketahanan (tingkat keparahan penyakit) dan karakter agronomi serta

antara berbagai karakter agronomi itu sendiri.

Penyakit mosaik kedelai paling baik dikendalikan dengan menanam varietas tahan

dan berdaya hasil tinggi. Varietas tersebut diperoleh dari persilangan tanaman

yang mengandung gen ketahanan tetapi produksi rendah dengan tanaman yang

rentan tetapi produksinya tinggi. Dengan demikian diharapkan hasil persilangan

tersebut memiliki ketahanan terhadap SMV dan berproduksi tinggi.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Barmawi yang

menyilangkan lima varietas kedelai secara diallel setengah yang menghasilkan 10

populasi F1. Tetua yang digunakan yaitu varietas Taichung dan Tanggamus

bersifat tahan terhadap infeksi SMV, Yellow Bean dan galur B3570 bersifat rentan,

dan varietas Orba sangat rentan terhadap infeksi SMV. Dari hasil penelitian

tersebut diperoleh keturunan pertama Tanggamus x Yellow Bean dan Tanggamus

x Taichung merupakan populasi yang tahan terhadap SMV, sedangkan

Tanggamus x B3570 merupakan populasi yang agak tahan terhadap infeksi SMV.

Oleh karena itu perlu adanya pengujian ketahanan terhadap SMV pada generasi

F2.

Penelitian ini menggunakan generasi F2 genotipe nomor lima hasil persilangan

Tanggamus x B3570. Populasi pada generasi F2 memiliki heterogenitas genetik

tertinggi, sehingga memiliki potensi untuk menampilkan karakter-karakter yang

berbeda yang disebut keragaman. Adanya keragaman genetik yang luas

(28)

10

mendapatkan kultivar unggul yang tahan terhadap SMV dan berdaya hasil tinggi.

Apabila ragam pada suatu karakter luas, maka kisaran nilai tengah karakter

tersebut pun luas dan sebaliknya. Oleh karena itu, diduga terdapat kisaran nilai

tengah yang luas pada karakter yang diamati.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis

sebagai berikut:

1. Keragaman karakter keparahan penyakit dan karakter agronomi kedelai

generasi F2 hasil persilangan antara Tanggamus x B3570 adalah luas.

2. Antara karakter ketahanan dan berbagai karakter agronomi serta antara

berbagai karakter agronomi terdapat korelasi.

3. Kisaran nilai tengah karakter yang diamati pada populasi kedelai generasi F2

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi Kedelai

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja

dan Soja max. Namun, pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang

dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merrill. Klasifikasi

tanaman kedelai sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotiledonae

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae

Sub-famili : Papilionoidae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merrill sama dengan G. soya (L.) Sieb da Zucc atau Soya max atau S. hispida.

Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16 dan penyebarannya yaitu di

Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau

(30)

12

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai

2.1.2.1 Akar

Kedelai merupakan tanaman berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai

dapat mencapai kedalaman 150 cm. Pada tanah yang mengandung Rhizobium,

bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Perakaran tanaman

kedelai mempunyai kemampuan membentuk bintil-bintil (nodula-nodula) akar.

Bintil-bintil akar bentuknya bulat atau tidak beraturan yang merupakan koloni dari

bakteri Rhizobium japonicum (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.1.2.2 Batang

Kedelai termasuk kedalam tanaman semak yang memiliki batang setinggi 30 –

100 cm. Batang memiliki ruas-ruas dan percabangan 3 – 6 cm cabang. Tipe

pertumbuhan kedelai terdiri atas tiga macam yaitu determinate, semi-determinate,

dan indeterminate (Suprapto, 1999).

2.1.2.3 Daun

Daun kedelai memiliki ciri-ciri antara lain helai daun (lamina) berbentuk oval dan

tata letaknya pada tangkai daun bersifat majemuk berdaun tiga (trifoliolatus).

Daun ini berfungsi sebagai alat untuk proses asimilasi, respirasi dan transpirasi

(Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.1.2.4 Bunga

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaphrodite), yaitu pada tiap

(31)

13

sari). Penyerbukannya bersifat menyerbuk sendiri (self pollinated), persilangan

alami masih sering terjadi tetapi persentasenya sangat kecil. Buah kedelai disebut

polong yang tersusun tiap rangkaian buah (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.1.2.5 Buah

Buah tanaman kedelai disebut polong. Polong kedelai pertama kali terbentuk

sekitar 7—10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda

sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun

sangat beragam, antara 1—10 buah dalam setiap kelompok. Setiap tanaman,

jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan

pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses

pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada

saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna

polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Di dalam polong

terdapat biji yang berjumlah 2—3 biji (Adisarwanto, 2005).

2.1.3 Syarat Tumbuh Kedelai

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah

yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30 °C. Bila tumbuh pada suhu

tanah yang rendah (<15 °C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat,

bisa mencapai 2 minggu. Hal ini karena perkecambahan biji tertekan pada kondisi

kelembaban tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>30 °C), banyak biji yang

mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Di samping suhu tanah,

(32)

14

suhu lingkungan sekitar 40 °C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan

rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi

berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10 °C), seperti pada daerah subtropik, dapat

menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu

lingkungan optimal untuk pembungaan yaitu 24 –25 °C (Irwan, 2006). Di

Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah

sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim yang paling

cocok yaitu daerah yang mempunyai suhu antara 25° - 27° C, kelembaban udara

(RH) rata-rata 65%, penyinaran matahari 13,5 jam/hari atau minimal 10 jam/hari

dan curah hujan paling optimum 100 – 200 mm/bulan. Tanaman kedelai memilki

daya adaptasi yang luas pada berbagai jenis tanah. Hal yang paling penting dalam

pemilihan lokasi dan lahan untuk penanaman kedelai adalah tata air (drainase) dan

tata udara (aerasi) tanahnya baik, bebas dari kandungan wabah nematoda dan pH

tanah yang sesuai yaitu 5,0 – 7,0 (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.2 Soybean Mosaic Virus

virus merupakan organisme taksel yang mempunyai genom yang dapat bereplikasi

dalam sel inang menggunakan perangkat metabolisme untuk membentuk seluruh

komponen virus (Akin, 2006).

2.2.1 Karakteristik soybean mosaik virus

Virus ini dapat menular secara mekanis, terbawa oleh biji tanaman sakit, dan oleh

beberapa macam kutu daun secara non persisten. Kutu daun yang dapat bertindak

(33)

15

persicae Sulzer, dan Rhopalosiphum maydis Fitch. Virus ini memiliki titik

pemanasan inaktivasi 65-700C selama 10 menit, titik pengeceran terakhir

1:1.000-10000 (Bos (1994) dikutip Mulia, 2008).

Menurut Sudjono dkk. (1993) yang dikutip oleh Mulia (2008), SMVtermasuk

genus potyvirus berbentuk batang lentur, rata – rata berukuran 750 nm dan lebar

rata-rata 15 – 18 nm. Infektifitas menurun bila terkena sinar ultraviolet atau

berada dalam larutan sangat asam (pH < 4) atau sangat basa (pH > 9). Pada suhu

26 °C translokasi dan replikasi virus cepat, tetapi pada suhu di bawah 10°C

translokasi virus terhenti.

Menurut Matthews (1992) dikutip oleh Mulia (2008), Genom SMV terdiri atas

RNA utas tunggal berukuran sekitar 10 kb dan poli-A pada ujung tiganya. Tidak

diperoleh subgenom RNA pada jaringan tanaman terinfeksi. Genom SMV

menyandikan delapan protein yang pada awalnya merupakan satu protein besar

yang kemudian mengalami pemotongan (Posttranslationally processed) menjadi

protein virus.

2.2.2 Gejala penyakit mosaik kedelai

Mula-mula tulang daun pada anak daun yang masih muda menjadi kuning jernih.

Setelah itu daun menjadi tidak rata (mengkerut) dan memiliki gambaran mosaik

dengan warna hijau gelap di sepanjang tulang daun dan tepi daun mengalami

klorosis. Tanaman sakit membentuk polong kecil, rata, kurang berbulu, dan lebih

melengkung. Biji lebih kecil dari biasanya dan daya kecambah menurun.

(34)

16

kultivar kedelai, strain virus, dan umur tanaman pada waktu terjadi (Semangun,

1991).

2.2.3. Penularan soybean mosaik virus

Soybean mosaic virus dapat ditularkan secara mekanik, melalui benih, serangga

vektor, dan penyambungan, tetapi tidak dapat ditularkan oleh tali putri. Viabilitas

virus terbawa benih dari tanaman yang terinfeksi SMV dapat bertahan paling tidak

selama dua tahun. Dapat tidaknya SMV terbawa benih tergantung pada strain

virus dan genotipe inang.

Menurut Huda (2006), penularan SMV secara mekanik dilakukan dengan

menggunakan karborandum 600 mesh dan cairan perasan dari daun tanaman

kedelai yang terinfeksi SMV (sumber inokulum). Daun kedelai yang terinfeksi

SMV ditimbang sebanyak 1 g, kemudian digerus dan ditambahkan 10 ml bufer

fosfat. Setelah halus disaring untuk mendapatkan cairan perasan. Karborandum

ditaburkan diatas permukaan daun, kemudian cairan perasan dioleskan pada

permukaan daun tanaman. Setelah diinokulasi, daun dibilas dengan

menyemprotkan air ke permukaan daun tanaman.

Soybean mosaic virus biasanya ditularkan melalui serangga vektor yang bersifat

nirpersisten yaitu virus dalam tubuh serangga hanya berada pada alat mulut yang

terbawa stilet. Virus dalam tubuh serangga tersebut tetap bertahan dalam waktu

singkat, setelah itu tertular kembali bila serangga menghisap cairan tanaman.

Serangga vektor membawa virus dengan cara menghisap cairan batang, kuncup,

(35)

17

2.2.4. Mekanisme virus menimbulkan penyakit

Replikasi virus melibatkan organisasi sel dan metabolit inang untuk

memperbanyak virus dalam sel inang. Tiga cara virus dapat mengimbas penyakit

pada tanaman inang, yaitu 1) penggunaan hasil metabolisme tanaman untuk

sintesis virus, 2) penumpukan virus atau bagian dari virus, dan 3) dampak dari

polipeptida tak-terstuktur yang disandikan oleh gen virus (Akin, 2006).

2.2.5. Pengendalian Penyakit

Untuk mengendalian penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus SMV, dapat

dilakukan beberapa cara sebagai berikut (Sudjono dkk. (1983) dikutip Semangun

1991) :

1. Menanam benih yang bebas virus

2. Mencabut dan membinasakan tanaman yang terinfeksi

3. Menanam varietas kedelai yang tahan terhadap infeksi SMV

4. Menggunakan insektisida untuk mengendalikan vektor pembawa

2.3 Ketahanan Tanaman Terhadap Penyakit

2.3.1 Ketahanan horisontal

Ketahanan horizontal atau yang disebut ketahanan lapang atau ketahanan umum

merupakan ketahanan alamiah yang dimiliki oleh tanaman yang bersifat

poligenik,pada karakter kuantitatif yaitu dikendalikan oleh sejumlah gen. Sifat

ketahanan horisontal yaitu sebagai berikut :

(36)

18

2. Reaksinya tidak diferensial;

3. Tahan terhadap semua ras dari satu spesies patogen, terhadap spesies patogen

berbeda, atau genus;

4. Gen-gen tahan tidak dapat diidentifikasi;

5. Pewarisanya tidak mengikuti nisbah Mendel;

6. Ketahanannya relatif mantap.

2.3.2 Ketahanan vertikal

Ketahanan vertikal disebut juga ketahanan spesifik. Ketahanannya benar-benar

menghadapi gen virulen dari patogen itu. Jadi interaksinya adalah gen tahan

tanaman melawan gen virulen patogen.

Sifat – sifat ketahanan veritikal menurut Oka (1993) adalah sebagai berikut

1) Ketahannya dikendalikan oleh satu gen utama (mayor);

2) Reaksinya diferensial;

3) Tahan terhadap satu ras dari suatu spesies patogen,

4) Mengikuti nisbah Mendel;

5) Gennya dapat diidentifikasi;

6) Ketahanannya tidak mantap dalam menghadapi patogen yang bersifat

mutabilitas tinggi.

Menurut Milah (2007), tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang

mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman atau

perkembangan gejala. Ketahanan dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman

untuk membatasi perkembangan virus di dalam sel tertentu sehingga virus tidak

(37)

19

berupa penghambatan penyebaran virus dari: 1) sel yang terinfeksi ke sel

sekitarnya (penyebaran antar-sel), 2) sel parenkim ke jaringan pengangkut

(penyebaran antar-jaringan), dan 3) jaringan pengangkut ke sel parenkim daun

baru (penyebaran antar-organ tanaman).

2.3.3. Ketahanan tanaman terhadap inveksi virus

Ketahanan tanaman terhadap inveksi virus menurut Akin, 2011 adalah sebagai

berikut :

1. Ketahanann melalui satelit RNA

Satelit RNA (satRNA) merupakan molekul kecil RNA, berukuran 200—1500

nt, yang berasosiasi dengan virus lain sebagai inang (helper) dan berada

bersama genom virus inang. Asosiasi satRNA dengan suatu virus dapat

menyebabkan ketidak mampuan isolate virus tersebut untuk menginduksi

gejala pada inangnya dan juga dapat menyebabkan isolate virus tersebut

bersifat antagonis terhadap isolat lainnya.

2. Ketahanan melalui proteksi silang

Proteksi silang merupakan hambatan super infeksi suatu virus akibat imbas

ketahanan dari inveksi virus sebelumnya.

3. Ketahanan melalui protein selubung virus

Mekanisme ketahanan ini dikenal dengan sebutan uncoating partikel virus

target dalam sitoplasma tanaman.

(38)

20

Antisense RNA adalah RNA yang di transkripsi dari transgen yang urutan

nukleotida merupakan komplemen dari sebagian genom virus. Tanaman

transgen yang mengekspresikan antisense gen U1 RNA TMV mempunyai

ketahanan yang sangat tinggi terhadap strain- strain virus TMV.

5. Ketahananan virus melalui post transcriptional gene silencing

Penghentian atau supresi ekspresi gen dapat terjadi pada tahap transkripsi, dan

setelah transkripsi tanpa modifikasi gen.

2.4 Korelasi

Karakter jumlah polong setiap buku menunjukkan korelasi fenotipik dan korelasi

genotipik yang sangat nyata terhadap karakter bobot biji. Karakter bobot 100 biji

dan jumlah biji setiap polong nilai korelasinya kecil baik korelasi genotipik

ataupun fenotipik. Karakter jumlah cabang berkorelasi sangat nyata dengan

karakter jumlah buku subur baik secara genotipik maupun fenotipik. Demikian

juga untuk karakter bobot berangkasan berkorelasi dengan jumlah buku subur.

Korelasi umur berbunga dengan jumlah buku subur bernilai positif. Karakter

umur panen berkorelasi negatif dengan jumlah biji setiap polong, baik untuk

korelasi genotipik maupun korelasi fenotipik (Suwardi dan Basuki, 2002).

Menurut Hakim (2010) generasi F2 persilangan kacang hijau terdapat korelasi

positif yang nyata antara biji per tanaman dengan tinggi tanaman, jumlah polong

per tanaman, dan bobot biji 100 butir. Umur berbunga memiliki korelasi positif

sangat nyata dengan tinggi tanaman dan jumlah cabang. Umur polong masak

memiliki korelasi sangat nyata dengan tinggi tanaman dan jumlah cabang. Umur

(39)

21

tanaman, ukuran biji dan hasil biji per tanaman. Umur berbunga dan umur polong

masak berkorelasi negatif dengan jumlah biji per polong dan panjang polong.

Tinggi tanaman memiliki korelasi positif dengan jumlah cabang dan jumlah

polong per tanaman. Jumlah cabang memiliki korelasi positif dengan jumlah

polong per tanaman tetapi tidak dengan hasil biji pertanaman. Jumlah polong per

tanaman memiliki korelasi positif dengan hasil biji per tanaman.

Hasil analisis pada jarak pagar menunjukkan lebar kanopi dan jumlah cabang total

yang merupakan karakter vegetatif berkorelasi positif dengan karakter generatif

yaitu jumlah cabang produktif, jumlah tandan bunga, dan jumlah tandan buah,

serta komponen hasil yaitu jumlah buah per tanaman. Karaktervegetatif yang

berkorelasi dengan karakter generatif dapatdipertimbangkan untuk dimanfaatkan

dalam proses seleksitanaman jarak pagar berdaya hasil tinggi. Dengan

memanfaatkankarakter vegetatif dalam proses seleksi, kegiatanseleksi dapat

dilakukan lebih dini (Hartati, 2012).

Karakter jumlah cabang berkorelasi positif dan sangat nyata dengan total jumlah

buku, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, maupun total polong. Karakter

total jumlah buku juga berkorelasi positif dan sangat nyata dengan jumlah polong.

Karakter total jumlah polong dengan jumlah polong isi mempunyai hubungan

yang sangat erat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,988. Hal ini

menunjukkan bahwa hampir semua polong yang dihasilkan adalah polong isi.

Kedua karakter tersebut juga mempunyai pengaruh yang sama terhadap bobot biji

per tanaman yang ditunjukkan oleh korelasi positif dan sangat nyata. Antara

karakter persentase polong isi dan persentase polong hampa juga mempunyai

(40)

22

Dengan demikian untuk karakter yang mempunyai pengaruh yang sama terhadap

bobot biji per tanaman dapat dipilih salah satu sebagai kriteria seleksi.

Shrivastava dkk. (2001) menyimpulkan bahwa tinggi tanaman saatpanen

berkorelasi negatif dengan bobot biji per tanaman,sedangkan umur panen

berkorelasi positif dengan bobotbiji per tanaman. Menurut Bizeti dkk. (2004),

jumlah bukutotal berkorelasi positif dan signifikan dengan daya hasilpada

kedelai.

Hasil analisis keragaman luas terdapat pada rata-rata jumlah polong per tanaman,

dan produksi biji per tanaman. Jumlah polong berkorelasi positif dengan hasil

tanaman, akan tetapi ukuran biji berkorelasi negatif dengan hasil (Harmida, 2010).

2.5 Keragaman

Seleksi merupakan dasar dalam perbaikan tanaman untuk mendapatkan varietas

unggul baru. Keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting dalam

perakitan varietas unggul. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang

mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen

genetik. Penampilan suatu tanaman dengan tanaman lainnya akan berbeda dalam

beberapa hal. Keragaman (variabilitas) suatu penampilan tanaman dalam populasi

dapat disebabkan oleh variabilitas genetik penyusun populasi, variabilitas

lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).

Untuk mengetahui keragaman tanaman perlu dilakukan pengamatan karakter

tanaman, seperti tinggi tanaman, potensi hasil, dan lain-lain. Menurut Barmawi

(41)

23

terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah

polong per tanaman dan bobot biji per tanaman. Nilai keragaman fenotipe dan

genotipe tanaman kedelai yang sempit terdapat pada karakter jumlah cabang

produktif dan bobot 100 butir. Tinggi rendahnya nilai keragaman genetik pada

populasi hasil persilangan sangat ditentukan oleh genotipe tetua yang digunakan

dalam persilangan tersebut.

Jika koefisien nilai keragaman genetik tinggi maka faktor genetik yang lebih

dominan dari pada faktor lingkungan pada penampilan suatu tanaman. Nilai

keragaman genetik tinggi yang diikuti dengan nilai heretabilitas yang tinggi

menunjukkan bahwa karakter penampilannya lebih ditentukan oleh faktor genetik

(Sa’diyah dkk., 2013).

Menurut Anderson dan Bancrof (1952) yang dikutip Wahdah (1996) keragaman

fenotipe dikatakan luas apabila keragaman fenotipenya lebih besar dua kali lipat

standar deviasinya (SD), sedangkan keragaman fenotipe dikatakan sempit apabila

keragaman fenotipenya dua kali lebih kecil dari standar deviasinya.

Menurut Syukur dkk. (2010), karakter yang memiliki keragaman genetik yang luas

akan memiliki keragaman fenotipe yang luas. Namun, karakter yang memiliki

keragaman genetik yang sempit belum tentu memiliki keragaman fenotipe yang

sempit.

Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang perkembangannya dikendalikan

oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah efek yang kuat atau

dikendalikan oleh sedikit gen, seperti warna bunga, bentuk bunga, bentuk buah,

bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Karakter kuantitatif merupakan karakter

(42)

24

terhadap penampilan atau ekspresi karakter kuantitatif tertentu, seperti tinggi

tanaman, jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya (Baihaki, 2000).

Semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi peluang untuk mendapatkan

(43)

25

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Lampung dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas

Lampung pada bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Perbanyakan

virus dilakukan di Kampung Baru, Bandar Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol 70%, zeolit, air, Furadan

3 G, fungisida berbahan aktif mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif

delhtametrin 25 g/l, aquades, buffer fosfat, Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl

100 kg/ha, dan pupuk kandang 10 ton/ha. Benih yang digunakan yaitu 100 butir

dari populasi F2 genotipe nomor lima hasil persilangan Tanggamus x B3570, dan

masing-masing 20 tanaman untuk tetua kedelai yang terdiri dari varietas

Tanggamus dan galur B3570. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu mortal,

alu, hand sprayer, mistar, gunting, sungkup, cangkul, sabit, koret, golok,

knapsack sprayer, polybag, cotton bud, botol aqua, gelas ukur, timbangan

(44)

26

Tanggamus x B3570 merupakan hasil persilangan dengan metode dialel setengah

yang dilakukan oleh Maimun Barmawi dengan menggunakan lima tetua yaitu

Tanggamus, Taichung, Orba, B5370, dan Yellow Bean yang kemudian penelitian

tersebut dilanjutkan oleh Putri (2013) dan Jamil (2013) untuk mengetahui tingkat

ketahanan populasi F1 terhadap infeksi soybean mosaik virus.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji

hipotesis maka rancangan perlakuan yang digunakan yaitu rancangan perlakuan

terstuktur bersarang dan rancangan percobaan tanpa ulangan.

3.4 Analisis Data

Menurut Suharsono dkk.,(2006), ragam fenotipe ( )ditentukan dengan rumus :

σ

2

Ragam lingkungan ( ) ditentukan dengan rumus :

(45)

27

Populasi tetua secara genetik adalah seragam sehingga ragam genotipenya nol.

Oleh karena itu, ragam fenotipe yang diamati pada populasi tetua sama dengan

ragam lingkungan. Tetua dan populasi keturunannya ditanam pada lingkungan

yang sama maka ragam lingkungan tetua sama dengan ragam lingkungan populasi

keturunan.

Dengan demikian ragam genetik (σ2g) dapat dihitung dengan rumus :

σ2g = σ2

Menurut Anderson dan Bancrof (1952) yang dikutip Wahdah (1996) keragaman

fenotipe dikatakan luas apabila keragaman fenotipenya lebih besar dua kali dari

standar deviasinya, sedangkan keragaman fenotipe dikatakan sempit apabila lebih

kecil dua kali standar deviasinya.

Berdasarkan kriteria keragaman tersebut, digunakan rumus penghitungan

simpangan baku ( ) berdasarkan Walpole (1992) :

(46)

28

Analisis korelasi dihitung menggunakan rumus :

r =

Untuk menentukan ada atau tidaknya korelasi, dilakukan dengan menggunakan

rumus:

Pengamatan dilakukan pada tiap individu tanaman, karena benih yang digunakan

(47)

29

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pembuatan Larutan Buffer Fosfat

Pembuatan larutan buffer fosfat dilakukan dengn menyiapkan KH2PO4 (larutan A:

1,36 g), Na2HPO4 .2H2O (larutan B: 1,78 g) dan akuades sebanyak 2 liter. Alat

yang digunakan adalah timbangan elektrik, dua buah gelas ukur berukuran 1000

ml dan satu buah berukuran 500 ml, pengaduk, dan botol berukuran 2 liter.

Pembuatan buffer fosfat dapat dilakukan dengan menimbang 1,36 g KH2PO4 dan

1,78 g Na2HPO4 .2H2O. Pembuatan larutan A dilakukan dengan menimbang

1,36 g KH2PO4 dan dilarutkan ke dalam satu liter akuades. Pembuatan larutan B

dilakukan dengan menimbang 1,78 g Na2HPO4 .2H2O, kemudian dilarutkan ke

dalam satu liter akuades. Satu liter buffer fosfat diperoleh dengan cara

mencampur 510 ml larutan A dan 490 ml larutan B, kemudian dimasukkan ke

dalam botol dan dan ditutup rapat.

3.5.2 Perbanyakan Inokulum SMV

Perbanyakan inokulum menggunakan benih kedelai varietas Orba karena

merupakan benih yang agak rentan terhadap virus. Kegiatan pertama yang

dilakukan untuk perbanyakan inokulum SMV yaitu pembuatan sap/ekstrak daun.

Sap dibuat dengan cara menggerus daun kedelai yang telah terinfeksi sebanyak

5 g dengan menggunakan mortal dan alu yang diencerkan dengan buffer fosfat pH

7 sebanyak 5 ml. . Selama penggerusan daun, berbagai metabolit dan debris dari

sel daun akan terlepas secara bersamaan dengan virus. Beberapa senyawa

(48)

30

sebab itu penggunaan larutan buffer fosfat ini bertujuan untuk menjaga kestabilan

virus dan keinfektifan virus tersebut. Inokulasi secara mekanik dilakukan sesuai

dengan prosedur Akin (2006) yaitu setelah daun berjumlah lebih dari 4 helai atau

berumur ฀ 10 hari. Selanjutnya, daun tanaman kedelaiditaburi zeolit agar terjadi

luka mikro (sublethal wounding or abrasi). Langkah berikutnya sab dioleskan

pada permukaan daun dan di lakukan pencucian dengan aquades yang

disemprotkan menggunakan hand sprayer.

3.5.3 Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul untuk memperbaiki sifat

fisik tanah dan untuk membersihkan gulma. Kemudian tanah tersebut dicampur

dengan pupuk kandang secara merata untuk meningkatkan kesuburan tanah.

3.5.4 Penanaman

Penelitian ini dilakukan dengan menanam 100 benih F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 pada petak percobaan berukuran 3m x 4m. Tanaman tersebut

ditanam dengan jarak tanam 20cm x 50cm. Jarak antarbaris 50 cm dan jarak

tanaman dalam baris 20 cm. Pada setiap baris ditanam 15 benih yang sama dan

(49)

31

Gambar 1. Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x B3570 dan kedua tetuanya

Keterangan : P1 (tetua Tanggamus), P2 (tetua galur B3570), dan F2 (populasi F2 persilangan Tanggamus x B3570).

3.5.5 Pemupukan

Pemupukan Urea dilakukan dua kali yaitu pada awal tanam dan pada fase

generatif sedangkan KCl dan SP-36 dilakukan pada awal tanam ketika tanaman

berumur dua minggu setelah tanam. Pupuk yang diaplikasikan yaitu KCl 100

kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. Pupuk diaplikasikan dengan jarak

5 cm dari lubang tanam tanaman kedelai. 3m

4m

(50)

32

3.5.6 Inokulasi Soybean Mosaic Virus di Lapangan

Tanaman kedelai yang sudah memiliki daun terbuka sempurna (7 – 10 HST) dapat

diinokulasi dengan sap yang mengandung SMV.

Pada daun sebelumnya telah ditaburi zeolit. Setelah daun dinokulasi, daun

tersebut dicuci kembali dengan aquades secukupnya menggunakan hand sprayer.

Gambar 2. Tahap-tahap inokulasi soybean mosaik virus di lapangan.

3.5.7 Pelabelan

Masing-masing tanaman diberi label seperti tanggal inokulasi untuk

mempermudah dalam pengamatan.

3.5.8 Perawatan dan Pemeliharaan Tanaman

Perawatan dan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman tanaman yang mati,

(51)

33

label yang rusak, dan paranet yang rusak/bergeser. Penyiangan gulma dilakukan

secara mekanis yaitu menggunakan koret. Penyemprotan dengan insektisida dan

fungisida dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Insektisida yang digunakan yaitu

Decis dan fungisida yang digunakan yaitu Dithane. Penyiraman dilakukan pada

sore hari dengan menggunakan gembor dan selang.

3.5.9 Pemanenan

Ciri-ciri umum tanaman kedelai yang siap panen yaitu polong berwarna kuning

kecoklatan secara merata dan matang. Pemanenan dilakukan dengan memanen

tanaman kedelai secara utuh dengan mencabut satu per satu tanaman, kemudian

dimasukkan ke dalam kantong panen yang telah diberi label.

3.5.10 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas pengamatan sebelum

panen dan pengamatan setelah panen. Pengamatan sebelum panen meliputi:

a. Periode inkubasi, dihitung dari waktu inokulasi sampai dengan timbulnya

gejala (Mulia, 2008).

b. Keparahan penyakit, diamati minggu ke enam setelah tanam dan dilakukan

pengamatan pada daun trifoliat sebanyak 10 daun pada batang utama. Hal ini

dilakukan karena pada umur enam minggu setelah tanam, jumlah daun trifoliat

yang ada pada batang utama 9--12 daun. Diharapkan 10 daun yang diamati

telah mewakili seluruh daun trifoliat yang terinfeksi SMV dan pengamatan

(52)

34

KP = x 100%

Keterangan:

KP : Keparahan penyakit

N : Jumlah sampel yang diamati

Z : Nilai skor tertinggi

n : Jumlah sampel untuk kategori serangan

v : Nilai skor untuk kategori serangan

Menurut Akin (2006), gejala serangan setiap jenis virus yang muncul memiliki

rincian sebagai berikut:

Gambar 3. Skor gejala penyakit

Keterangan :

Tidak bergejala = 0 (A), klorosis dan tulang daun memucat = 1 (B), mosaik dengan klorosis pada tulang daun dan permukaan daun = 2 (C), mosaik berat, klorosis dan terjadi pembengkokan pada permukaan daun, daun melengkung ke bawah atau ke atas = 3 (D), dan malformasi daun = 4 (E).

A B C

(53)

35

Kategori ketahanan keparahan penyakit (%):

1 – 10 = Sangat tahan

11 – 25 = Tahan

26 – 35 = Agak tahan

36– 50 = Agak rentan

51 – 75 = Rentan

76 – 100 = Sangat rentan (Akin, 2013 komunikasi pribadi).

Pengamatan yang dilakukan setelah panen meliputi:

a. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan setelah panen.

b. Jumlah cabang produktif, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat menghasilkan polong.

c. Total jumlah polong, dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman.

d. Jumlah polong bernas, dihitung berdasarkan jumlah polong bernas per tanaman.

e. Jumlah polong hampa, dihitung berdasarkan jumlah polong hampa per tanaman

.

f. Total jumlah biji, dihitung berdasarkan jumlah total biji per tanaman.

g. Persentase biji sehat, (jumlah biji sehat/total biji) x 100%.

h. Persentase biji sakit, (jumlah biji sakit/total biji) x 100%.

i. Bobot 10 butir biji per tanaman, diamati setelah dikeringanginkan sekitar 3 minggu setelah panen (g) sampai bobot konstan.

j. Bobot biji per tanaman, dengan cara menimbang biji setiap tanaman.

k. Umur berbunga, dihitung sejak tanam sampai tanaman muncul bunga pertama.

(54)

49

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Karakter jumlah cabang produktif dan bobot 10 butir memiliki karagaman

yang sempit baik keragaman genotipe dan fenotipe, sedangkan karakter yang

lain memiliki keragaman yang luas.

2. Tidak terdapat korelasi antara keparahan penyakit dengan berbagai karakter

agronomi yang diamati. Pada karakter bobot biji per tanaman berkorelasi

positif nyata dengan jumlah cabang produktif, jumlah total polong, dan

jumlah polong bernas.

3. Karakter yang memiliki kisaran nilai tengah yang paling luas dibandingkan

karakter lain yaitu jumlah total polong dan jumlah polong bernas.

5.2 Saran

Karena rata-rata nilai tengah karakter agronomi dan keparahan penyakit F2 terpilih

lebih besar dibandingkan dengan populasi F2 dan tetua, perlu dilakukan penelitian

(55)

PUSTAKA ACUAN

Adam, F. and R. W. Pearson. 1967. Crops respons to lime in the Southern United States and Puerto Rico. V. Factor of acid so infertility Am. Soc. Agron. 12:187-195.

Adisarwanto, T. 2005. Kedelai: Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hlm.

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada Univeritas Press. Yogyakarta. 713 hlm.

Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta. Kanisius. 187 hlm.

Akin, H. M. 2012. Virus Patogen Tumbuhan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. 91 hlm.

Arsyad, D. M. 2000. Varietas unggul dan strategi pemuliaan kedelai di Indonesia. Hlm. 39-42. Dalam: L. W. Gunawan, N. Sunarlim, T. Handayani, B. Soegiharto, W. Adil, B. Prianto, dan Suwarno (Eds.). Penelitian Dan Pengembangan Produksi Kedelai di Indonesia. Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan pengembangan pertanian.

Badan Pusat Statistik. 2013. Data produksi tanaman kedelai. Katalog. Jakarta. BPS 521.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Willis x Mlg 2521. J. HPT Tropika. 7(f) : 48 – 52.

Barmawi, M., A. Yushardi, N. Sa’diyah. 2013. Daya waris dan harapan kemajuan seleksi karakter agronomi kedelai generasi f2 hasil persilangan antara

(56)

51

Bizeti, H.S., C.G.P. de Carvalto, J. Souza, D. Desto. 2004. Path Analysis under multicollinearity in soybean. Brazilian Archives of Biology and Technology Journal. 47(5): 669-676.

Belanger, F.C., K.A. Plumley, P.R. Day, and W.A. Mayer. 2003. Interspecific hybridization as a potential method for improvement of Agrostis species. 43(6): 2172-2176.

Darlina, E.A., Bhaihaki, Drajat A., T. Herawati. 1992. Daya Gabung dan Heterosis Karakter Hasil dan Komponen Hasil Enam Genotipe Kedelai Dalam Silang Dialil. Zuriat. 3(2): 32 – 38.

Gardner, F. P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Pertumbuhan Vegetatif. Diterjermahkan oleh Herawati, S. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 355-389 hlm.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, Heritabilitas dan Korelasi Beberapa

Karakter Agronomi pada Galur F2 Hasil Persilangan Kacang Hijau (Vigna radiate (L.) Wilczek). Berita Biologi. 10(1): 23-32.

Hapsari, dan Adie. 2010. Pendugaan parameter genetik dan hubungan antara komponen hasil kedelai. PertanianTanaman Pangan. 29(1):18-23.

Harmida, 2010. Respons pertumbuhan galur harapan kedelai (Glycine max (L.)Merril) pada lahan masam. J. Penelitian Sains. 13 (2D). 13209.

Hartati, S. 2012. Keragaman Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi Antar Karakter 10 Genotipe Terpilih Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). Jurnal Litri. 18(2): 74-80.

Huda, A. 2006. Pola segregasi ketahanan kedelai populasi f2 persilangan Slamet dengan Taichung terhadap smv. Skripsi. Universitas lampung. Lampung. 49 hlm.

Iroume, R. N. and D. A. Knauft. 1987. Heritabilities and correlations for pod yield and leafspot resistance in peanut (Arachis hypogaea L.): implication for early generation selection. Peanut Sci. 14(1): 46-50.

Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L.] Merril).

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/budidaya_tanaman_ kedelai.pdf. Diunduh tanggal 4 Februari 2014.

Jain, J.P. 1982. Statistical Techniques in Quantitative Genetic. Tata McGraw-Hill publishing company Ltd. New Delhi. 327 hlm.

Jamil, R. 2013. Estimasi nilai heterosis ketahanan sepuluh populasi F1 tanaman

kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap infeksi Soybean mosaic virus.

(57)

52

Lindiana. 2012. Estimasi parameter genetikkarakter agronomi kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasilpersilangan antara Wilis x B3570.

Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 48 hlm.

Martin,J. H., R.P. Waldren, dan D.L. Stamp. 2006. Soybean4nd Edition. In Principles Of Field Crop Productio. United State. 613-630 p.

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter kuantitatif nilam (Pogostemon Sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal

Littri.15(1):9-15.

Mulia, Y. 2008. Uji daya gabung karakter ketahanan beberapa genotipe kedelai [glycine max (l.) merril]. Tesis. Universitas lampung. 65 hlm.

Oka, N.I. 1993. Pengantar Epidemilogi Penyakit Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 92 hlm.

Putri, R. 2013. Estimasi nilai heritabilitas dan nisbah potensi karakter ketahanan dan agronomi terhadap infeksi Soybean mosaic virus. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 77 hlm.

Prayogo, Y. 2012. Keefektifan cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (zare & gams) terhadap Bemisia tabaci gen. Sebagai vektor soybean mosaic virus (smv) pada tanaman kedelai. Superman: Suara Perlindungan

Tanaman. 2 (1):11-21.

Poehlman, J.M. 1991. Genetics Of Quantitative Characters. The Mungbean. Westview Press. Boulder, Colorado. 375 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.

Rukmana, R., dan Y., Yuniarsih. 1996. Kedelai. Yogyakarta. Kanisius. 92 hlm.

Rustikawati. 1998. Studi Pola Pewarisan Sifat ketahanan Terhadap CMV Pada Cabai Merah (Capsicum annum L.). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 Hlm.

Sa’diyah, N., M. Widiastuti, dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguiculata) generasi f1hasil persilangan tiga genotipe. J. Agrotek Tropika. 1(1):32-37.

Shrivasatava, M.K., R. S. Sukla, P. K. Jain. 2001. Path coefficient analysis in diverse genotype of soybean (Glycine max L). Plant Science. 4: 47-51.

Suharsono, M. Yusuf, dan A. P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar

(58)

53

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 449 hlm.

Suwardi, P., dan Basuki. 2002. Implikasi keragaman genetic, korelasi fenotipik dan genotipik untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max(L.)Merrill).

Sumarno dan N. Zuraida. 2006. Hubungan korelatif dan kausatif antar komponen hasil dengan hasil kedelai. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.

25(1):38-44.

Sutarto. 2013. Bulog akan impor 1,7 juta ton kedelai. Merdeka.Edisi Senin, 25 ;1 Februari 2013.

Suprapto. 1999. Bertanam kedelai. Penebar swadaya. Jakarta. 74 hlm.

Suwelo, I.S. 1983. Ragam dan korelasi genotipik dan fenotipik berbagai sifat tanaman untuk seleksi sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Indonesia. Disertasi. FPS-IPB, Bogor 157 hlm.

Somaatmadja , S. 1983. Peningkatan produksi Kedelai Melalui Perakitan Varietas. BTPP-PPPTP. Bogor.

Sleper, DA., dan JM. Poelman. 2006. Breeding field crop. Publishing. Lowa State University Press. 424 Pp.

Syukur, M., S. Sujipriharti, R. Yunianti, K. Nida. 2010. Pendugaan komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria sleksi cabai (Capsicum annuum L.) populasi F5. J. Horti. Indonesia. 1(3):74-80.

Ujianto, L., Idris, dan U. Yakop. 2006. Evaluasi ketahanan terhadap kekeringan 15 galur hasil seleksi kacang tanah varietas lokal bima. Jurnal Penelitian Universitas Mataram. 2(3).

Ujianto, L., N. Basuki, Kuswanto, dan A. Kasno. 2011. Karakteristik dan korelasi antar sifat hibrida hasil persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras. Jurnal Agroteksos. 21(2-3):95-105.

Vega, C.R.C, F.H. Andrade, V. O. Sadras, S.A. Uhart, dan O.R. Valentinus. 2001. Seed number as a function of growth. A comparative study in soybean, sun flower, and maize. Crop Science. 41: 748-758.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. Zuriat. 7(2): 92–97.

(59)

54

Wilson, D. 1981. Breeding for morphological and physiological traits. In K.j.Free (ed). Plant Breeding II. The Gowa Sate University Press.Minnesota. 237 hlm.

Wirnas, D., I.Widodo, Sobiri, Trikoesoemaningtyasi, dan D. Sopandie. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron. 34(10); 19-24.

Yantama, E. 2012. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai (Glycine max [L.] Merill) generasi F2 hasil persilangan Wilis dan Malang.

Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 50 hlm.

Yushardi, A. 2012. Daya waris dan harapan kemajuan seleksi karakter agronomi kedelai generasi F2 hasilpersilangan antara Yellow bean dan Taichung.

Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 37 hlm.

Yudiawati, S., Hadi, dan Kaarama. 1998. Korelasi genotopik antara hasil dengan tingkat ketahanan terhadap penyakitbercak daun hitam pada kacang tanah. Bul. Argon. 26: 16-21.

Zen S. Dan H. Bahar. 2001. Variabilitas genetik, karakter tanaman, dan hasil padi sawah pada dataran tinggi. Stigma. 9 (1) : 25-28.

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar 1.  Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x                            B3570 dan  kedua tetuanya
Gambar 2.  Tahap-tahap inokulasi soybean mosaik virus di lapangan.
Gambar 3.  Skor gejala penyakit

Referensi

Dokumen terkait

Dari laporan tugas akhir ini diharapkan lahan praktik lebih meningkatkan mutu pelayanan kebidanan agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar

Dari hasil tabulasi silang diperoleh hasil yang menyatakan bahwa usia dapat membedakan tingkat pengetahuan masyarakat Kediri tentang keuntungan (profit) dalam program CSR

Peranan PPAT dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan bekas Hak Milik Adat berkaitan dengan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dari sebelumnya, pembelajaranpun berjalan semakin baik tampak lebih hidup dan menyenangkan. Interaksi antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa tetap nampaak

Jika Kasus-1 cukup sesuai jika digunakan program ETABS, maka program yang sama akan memberi hasil yang mengecoh (bisa berbahaya) jika digunakan untuk perancangan balok pada Kasus-2

Hasil estimasi akan menghasilkan nilai rata-rata yang digunakan untuk umpan balik ke sistem kontrol sehingga diharapkan temperatur pada ruang pengering gabah

Internet adalah sebuah jaringan global dari jaringan komputer yang menghubungkan sumber daya-sumber daya bisnis, pemerintah, dan institusi pendidikan menggunakan protocol

[r]