• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kuman Dan Jenis Batu Pada Penderita Batu Kandung Empedu Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Dan Rumah Sakit Jejaring FK USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Kuman Dan Jenis Batu Pada Penderita Batu Kandung Empedu Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Dan Rumah Sakit Jejaring FK USU"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU

KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK USU

OLEH:

Dr. BAYU IRVIA SATRIA

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Tesis

:“POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA

BATU KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT

JEJARING FK USU”

Nama PPDS :

BayuIrviaSatria

Nomor CHS :

Bidang Ilmu :

Kedokteran/ IlmuBedah

Kategori

:

BedahDigestif

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing :

Dr. Liberti Sirait SpB-KBD

NIP: 195604131987021001

Ketua Departemen Ilmu Bedah,

Ketua Program Studi IlmuBedah,

Dr. Emir T Pasaribu, SpB(K) Onk

Dr. Marshal, SpB. SpBTKV

NIP: 195 203 041 980 021 00

NIP: 196 103 161 986 111 001

(3)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa hasil penelitian

JUDUL

: “POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA

PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM

MALIK DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK

USU”

PENELITI

: Dr. BAYU IRVIA SATRIA

DEPARTEMEN

: ILMU BEDAH

INSTITUSI

: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN, JUNI 2013

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(4)

TESIS PENELITIAN

JUDUL

: “POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA

PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM

MALIK DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK

USU”

PENELITI

: Dr. BAYU IRVIA SATRIA

NO. CHS

:

DEPARTEMEN

: ILMU BEDAH

INSTITUSI

: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN, JUNI 2013

SEKSI ILMIAH

DEPARTEMEN ILMU BEDAH USU

(5)

PERNYATAAN

POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU

KANDUNG EMPEDU DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN DAN

RSU JEJARING FK USU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Medan, Juni 2013

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur

alhamdulillah

kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena

berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan tesis ini yang merupakan salah satu persyaratan

tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam

tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada:

Kedua orang tua, ayahanda H.Sudirman dan ibunda Hj. Sofiah. Mertua,

ayahanda Sutipto dan ibunda Sudarmiati, terima kasih yang

sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik

penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian,

dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu,

memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani

kehidupan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta, Sri Rezeki Handayani

dan anakku M.Satria Raafi Irvia, Cerelia Aisyah Chaura Irvia dan Aqiila

Aisyah Zhaafira Irvia, atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan

semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi

penulis selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

(7)

Kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang

telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)Onk dan Sekretaris Departemen, dr.

Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal

SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S,

SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis

dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

Prof.dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD; dr. Syahbuddin Harahap, SpB; dr.

Liberti Sirait, SpB-KBD; dr. Budi Irwan SpB-KBD; dr. Asrul S, SpB-KBD;

dan dr. Adi Muradi SpB-KBD pembimbing penulisan tesis, terima kasih

yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang

dapat penulis sampaikan, yang telah sabar membimbing, mendidik,

membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi

yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang

waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

(8)

Riahsyah Damanik, SpB(K)Onk, dr.Tiur Purba, SpB, dr. Kamal B Siregar,

SpB(K)Onk, dr. Bungaran Sihombing, SpU, dr. Syah M Warli, SpU , dr.

Sumiardi Karakata, SpU, Alm. dr. Djafar Tarigan, SpB-KBD, dr. Rasidi

Siregar, SpB, dr. Suhelmi, SpB, dr. Ramotan Purba, SpB, dr. Nazwir Nazar,

SpB, dr. Manan, SpOT, dr. Djeni Bijantoro, SpB, SpBA, dr. Zahri A Rani,

SpU, dr. Azwarto, SpB, dr. Albiner S, SpB(K)Onk, dr. Robert Siregar, SpB,

dr. Nasrun, SpB, dr. Afdol, SpB, dr. Erina Outri, SpB, dr. Marahakim, SpB,

dr. Amrin Hakim, SpB, Alm.dr.Daten Bangun, SpB dan seluruh guru bedah

saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H

Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah

mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih

memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti

program pendidikan ini.

Buat abang dan kakak bedah saya, dr. Mahyono, SpB, SpBA, dr. Adi

Muradi, SpB-KBD, dr. Budi Irwan, SpB-KBD, dr. Suyatno, SpB(K)Onk, dr.

Iqbal P Nasution, SpBA, dr. Doddy P, SpBTKV, dr. Ihsan, SpBS, dr.

Mahyudanil, SpBS, dr. Ridha D, SpBS, dr. Aswadi Tanjung, SpB(K)V, dr.

Suzie I, SpBS, dr. Frank B, SpBP, dr. Utama, SpBP. Terima kasih buat

semua nasehat di sekolah bedah.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan

meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

Para Senior, dan semua rekan seperjuangan peserta program studi Bedah

Medan yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan. Terima

kasihku buat kalian semua di sepanjang waktu kebersamaan kita. Buat

Yudha, Ryan, Deni dan Dian terimakasih buat SPSS-nya.

(9)

Blank kejeren, RSUD Balige, RSUD Singkil, RSUD Tamiang, RSUD

Panyabungan dan di semua tempat yang pernah bersama penulis selama

penulis menimba ilmu.

Mohon maaf penulis pada semua orang, atas kesalahan ucapan dan

perbuatan yang telah terjadi. Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat

membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Ilmu Bedah ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ...

i

LEMBAR PERNYATAAN ...

iv

UCAPAN TERIMA KASIH ...

v

DAFTAR ISI ...

ix

DAFTAR TABEL ...

xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ...

1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesa Penelitian ...

3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...

4

2.1. Batu Empedu ... 4

2.2. Diagnosa Batu Empedu ... 5

2.2.1. Anamnesis ... 5

2.2.2. Pemeriksaan Fisik ... 5

2.2.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 6

2.2.4. Pencitraan ... 6

2.3. Epidemiologi ... 7

2.3.2.Usia ...

8

2.3.3.Berat Badan ...

9

2.3.4.Makanan ... 9

2.3.5.Riwayat Keluarga ...

9

2.3.6.Aktifitas Fisik ...

9

2.3.7.Penyakit Usus Halus ...

9

2.3.8.Nutrisi Intravena Jangka Lama ...

9

2.4. Patofisiologi ...

10

2.4.1.Patofisiologi Batu Kolesterol ... 10

2.4.1.1.Supersaturasi Kolesterol ...

11

2.4.1.2.Pembentukan Inti Kolesterol ...

11

2.4.1.3.Penurunan Fungsi Kandung Empedu ...

11

2.4.2.Patofisiologi Batu Pigmen ... 12

2.4.2.1.Batu Pigmen Hitam ...

12

2.4.2.2.Batu Pigmen Coklat ... 13

(11)

BAB 3. METODE PENELITIAN ...

15

3.1. Rancangan Penelitian ... 15

3.2. Tempat dan Waktu ... 15

3.3. Populasi dan Sampel... 15

3.4. Kriteria Inklusi... 15

3.5. Kriteria Eksklusi ... 15

3.6. Besar Sampel ... 16

3.7. Variabel Penelitian ... 16

3.8. Defenisi Operasional ... 16

3.9. Kerangka Konsep ... 16

3.10. Alur Kerja ... 17

3.11. Analisa Data ...

17

BAB 4. HASIL PENELITIAN ...

18

4.1. Demografi Penelitian ... 18

4.2. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Jenis Batu ... 21

4.3. Pola Kuman pada Batu Kandung Empedu...

21

4.4. Hubungan Infeksi Kuman dengan Jenis Batu ...

23

BAB 5. PEMBAHASAN ...

24

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN ...

27

6.1. Simpulan ...

27

6.2. Saran ...

27

DAFTAR PUSTAKA

... 28

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

4.1.

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...

18

4.2.

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia dan Jenis Batu

Empedu ...

18

4.3.

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis

Batu empedu ...

19

4.4. Distribusi subjek penelitian berdasarkan BMI dan jenis batu

empedu ...

20

4.5

Pola Jenis kuman pada batu kandung Empedu ...

21

4.6.

Hasil Kultur Cairan Empedu Berdasarkan Jenis Batu ...

23

(13)

DAFTAR GAMBAR

Tabel

Judul

Halaman

3.9. Kerangka Konsep... 16

3.11. Alur Kerja ... 17

Diagram 4.1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 19

Diagram 4.2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Batu Empedu ... 19

Diagram 4.3 Proporsi BMI Penderita Batu Kandung Empedu ...

20

Diagram 4.4. Gambaran Pola Kuman Pada Batu Pigmen ...

22

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel

Judul

Halaman

1.

Susunan Peneliti ...

31

2.

Rencana Anggaran Penelitian ...

32

3.

Jadwal Penelitian ...

33

4.

Naskah Penjelasan Kepada Orang Tua/Kerabat Pasien Lainnya ...

34

5.

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) ...

35

6.

Persetujuan Dari Komisi Etika Penelitian ...

36

(15)

DAFTAR SINGKATAN

BMI

Body Mass Index

CT

Computed Tomografi

ERCP

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography

HIDA

Hepatobiliary Iminodiacetic Acid

MRCP

Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography

PTC

Percutaneus Cholangiography

(16)

Pola Kuman dan Jenis Batu Empedu pada Penderita Batu Kandung

Empedu di Ruah Sakit Pusat Haji Adam Malik dan Rumah Sakit

Jejaring USU

ABSTRAK

Latar Belakang

Di Amerika Serikat, sekitar 10-15% penduduk dewasa menderita batu

empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak

daripada pria. Normalnya cairan empedu manusia adalah steril.

Namun,

pada obstruksi saluran empedu, bakteri dapat memperoleh akses kesaluran

empedu baik melalui papilla dari vater atau sirkulasi portal dan kemudian

menyebabkan infeksi saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan

infeksi di saluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang

menghasilkan glukoronidase sehingga memudahkan perubahan bilirubin

terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya

bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu. Penelitian

bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan jenis batu empedu

dengan infeksi bakteri.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

cross sectional

untuk mengetahui

hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung

empedu. Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas

Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama

periode April 2012 sampai Juli 2012. Sampel penelitian adalah penderita

batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di bagian bedah

digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam

kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.

Hasil Penelitian

Selama periode April 2012 sampai dengan Juli 2012 terdapat 60 pasien

dengan batu empedu yang berobat ke RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring

FK USU. Dari 60 pasien tersebut hanya 52 pasien yang memenuhi egative

inklusi dan dimasukkan kedalam sampel penelitian. Jumlah pasien laki-laki

sama dengan perempuan yaitu 26 orang, dengan rata-rata umur 49 tahun

(49,77 ± 13,17). Umur rata-rata pasien dengan batu pigmen adalah 51 tahun

(51,5 ± 2,47), sedangkan pasien dengan batu kolesterol adalah 45 tahun

(45,87 ± 7,49). Dari hasil analisa egative tidak terdapat perbedaan yang

bermakna antara jenis kelamin dan jenis batu empedu dengan nilai

p=

0,071

(

α

= 0,05). Begitu juga dengan usia dan jenis batu empedu tidak terdapat

perbedaan yang bermakna dengan nilai

p=

0,071 (

α

= 0,05). Hasil analisa

(17)

stastik hubungan antara pola kuman dan jenis batu empedu didapatkan

hubungan yang bermakna dengan nilai

p=

0,005 (

α

= 0,05).

Kesimpulan

Jenis

kuman

terbanyak

pada

kultur

cairan

empedu

adalah

Enterobacteriaceae.

Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis batu

dengan pola kuman pada kultur cairan empedu, dimana jenis batu pigmen

lebih banyak dipengaruhi oleh kuman bila dibandingkan jenis batu

kolesterol secara bermakna.

(18)

Pola Kuman dan Jenis Batu Empedu pada Penderita Batu Kandung

Empedu di Ruah Sakit Pusat Haji Adam Malik dan Rumah Sakit

Jejaring USU

ABSTRAK

Latar Belakang

Di Amerika Serikat, sekitar 10-15% penduduk dewasa menderita batu

empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak

daripada pria. Normalnya cairan empedu manusia adalah steril.

Namun,

pada obstruksi saluran empedu, bakteri dapat memperoleh akses kesaluran

empedu baik melalui papilla dari vater atau sirkulasi portal dan kemudian

menyebabkan infeksi saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan

infeksi di saluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang

menghasilkan glukoronidase sehingga memudahkan perubahan bilirubin

terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya

bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu. Penelitian

bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan jenis batu empedu

dengan infeksi bakteri.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

cross sectional

untuk mengetahui

hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung

empedu. Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas

Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama

periode April 2012 sampai Juli 2012. Sampel penelitian adalah penderita

batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di bagian bedah

digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam

kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.

Hasil Penelitian

Selama periode April 2012 sampai dengan Juli 2012 terdapat 60 pasien

dengan batu empedu yang berobat ke RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring

FK USU. Dari 60 pasien tersebut hanya 52 pasien yang memenuhi egative

inklusi dan dimasukkan kedalam sampel penelitian. Jumlah pasien laki-laki

sama dengan perempuan yaitu 26 orang, dengan rata-rata umur 49 tahun

(49,77 ± 13,17). Umur rata-rata pasien dengan batu pigmen adalah 51 tahun

(51,5 ± 2,47), sedangkan pasien dengan batu kolesterol adalah 45 tahun

(45,87 ± 7,49). Dari hasil analisa egative tidak terdapat perbedaan yang

bermakna antara jenis kelamin dan jenis batu empedu dengan nilai

p=

0,071

(

α

= 0,05). Begitu juga dengan usia dan jenis batu empedu tidak terdapat

perbedaan yang bermakna dengan nilai

p=

0,071 (

α

= 0,05). Hasil analisa

(19)

stastik hubungan antara pola kuman dan jenis batu empedu didapatkan

hubungan yang bermakna dengan nilai

p=

0,005 (

α

= 0,05).

Kesimpulan

Jenis

kuman

terbanyak

pada

kultur

cairan

empedu

adalah

Enterobacteriaceae.

Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis batu

dengan pola kuman pada kultur cairan empedu, dimana jenis batu pigmen

lebih banyak dipengaruhi oleh kuman bila dibandingkan jenis batu

kolesterol secara bermakna.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara

barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas (Lesmana L, 2000). Di Amerika Serikat, sekitar

10-15 % penduduk dewasa menderita batu empedu, dengan angka kejadian pada pasien

wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Setiap tahun, sekitar 1 juta pasien batu

empedu ditemukan dan 500.000-600.000 pasien menjalani kolesistektomi, dengan total

biaya sekitar U$4 trilyun (Murshid KR, 2007).

Normalnya cairan empedu manusia adalah steril (Csendes, 1975; Scott AJ, 1971).

Namun, pada obstruksi saluran empedu, bakteri dapat memperoleh akses kesaluran

empedu baik melalui papilla dari vater atau sirkulasi portal dan kemudian menyebabkan

infeksi saluran empedu (Carpenter HA, 1998). Bakterimia sistemik juga bisa terjadi pada

kasus yang berat (Kou CH, 1995). Tanpa pengobatan yang adekuat, infeksi dapat

menyebabkan komplikasi yang berat dan kematian (Jeng KS, 1989; Fan ST, 1991).

Pengobatan bedah termasuk dekompresi obstruksi bilier dan pengangkatan batu dianggap

sebagai standar emas (Fan ST, 1993; Lee KT, 1992). Namun, pemberian antibiotik yang

tepat untuk mengontrol infeksi saluran empedu juga penting (Fan ST, 1991; Boey JH,

1980). Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan strain resisten dan kerentanan yang

rendah terhadap anaerob dan gram negatif telah membuat terapi antimikroba sulit dan

rumit (Elsakr R, 1998).Pentingnya memperoleh kultur empedu pada saat kolesistektomi

terletak pada fakta bahwa antibiotik yang tepat dapat diberikan pada kultur positif untuk

mencegah komplikasi serius seperti septikemia gram negative (Ballal M, 2001). E.coli

(21)

termasuk Pseudomonas spp., Enteroccocus faecalis, Streptococcus spp, and Kleibsiella

spp (Gold DR, 1996; Wu XT, 1998; Keightley MR, 1976).

Menurut Ahmed dan Ramsey, lebih dari 90% batu empedu adalah batu kolesterol

(komposisi kolesterol lebih dari 50%), atau bentuk campuran (20-50% memiliki unsur

kolesterol) dan 10% sisanya adalah batu pigmen (unsur kalsium dominan dan kolesterol

kurang dari 20%). Berdasarkan hal tersebut, maka batu empedu diklasifikasikan menjadi

dua jenis, yaitu batu kolesterol dan batu non kolesterol atau batu pigmen. Batu pigmen

coklat terjadi karena faktor stasis (aliran lambat) dan infeksi di sistem saluran empedu

(Ahmed A, 2000). Bakteri yang sering menimbulkan infeksi di saluran empedu adalah

Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang menghasilkan glukoronidase sehingga

memudahkan perubahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi,

yang selanjutnya bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu (Beckingham,

2001).

Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ada hubungan jenis batu dengan

infeksi kuman. Karena itu peneliti berkeinginan melakukan penelitian untuk mengetahui

apakah ada hubungan jenis batu empedu dengan infeksi kuman . Saat ini belum ada data

tentang pola kuman dan jenis batu empedu di RSUP Haji Adam Malik dan RS Jejaring

FK USU. Untuk tujuan ini dilakukan pemeriksaan berupa analisa batu, dan kultur cairan

empedu.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu

(22)

1.3. HIPOTESA PENELITIAN

Terdapat hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu empedu pada penderita

batu kandung empedu.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui pola kuman pada cairan empedu pada penderita batu kandung

empedu

2. Untuk mengetahui gambaran jenis batu empedu pada penderita batu kandung empedu

3. Untuk mengetahui hubungan antara infeksi kuman dengan jenis batu empedu.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi kepada para Klinisi bagaimana hubungan infeksi kuman dan

jenis batu pada penderita batu kandung empedu

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BATU EMPEDU

Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu

atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan

gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu

material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama

dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang

ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu

coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran (Lesmana L, 2000).

Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus

sistikus, duktus koledokus, ampula vateri dan di dalam hati. Kandung empedu merupakan

kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati.

Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang

kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua

saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus

kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus

hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada

banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula

vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula

dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi (Sjamsuhidajat R,

(24)

2.2 DIAGNOSA BATU EMPEDU

2.2.1 ANAMNESIS

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan

yang mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa

nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium

yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya

nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien

dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh,

tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah,

scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat

penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau

terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas

dalam (Sjamsuhidajat, 2005).

2.2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan

dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis

akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum

didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif

apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung

empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti

menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik kutaneus dan sklera dan bisa teraba hepar

(25)

2.2.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan

pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi

lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin

serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi

mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum

dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi

serangan akut (Sjamsuhidajat R, 2005).

2.2.4 PENCITRAAN

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto

polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas

yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica (Sjamsuhidajat R,

2005).

Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang

tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu

intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung

empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan

maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit

dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum

rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi

biasa (Lesmana L, 2000).

Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik

(26)

dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan

persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna

pada penilaian fungsi kandung empedu (Lesmana L, 2000; Sjamsuhidajat, 2005).

Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya

obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan

batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di

hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera

gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara

HIDA terisi ke dalam duodenum (Lesmana L, 2000; Maryan LF, 1997).

Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat

untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.

Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG (Maryan LF, 1997).

Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde

Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat

bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti

koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan

melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan

opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan

suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan

mencakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat

sebagian (Beckingham IJ, 2001; Maryan LF, 1997).

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu,

dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Batu

(27)

batu empedu ditemukan dan 500.000 – 600.000 pasien kolesistektomi, dengan total biaya

sekitar US$4 trilyun (Murshid KR, 2007).

Balzer dkk, melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak

populasi penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi

ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic

berperan penting dalam pembentukan batu empedu. Selain itu, penyakit batu empedu juga

relatif rendah di Okinawa Jepang. Sementara itu, 89 % wanita suku Indian Pima di

Arizona Selatan yang berusia diatas 65 tahun mempunyai batu empedu. Batu empedu

dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor

resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu

empedu (Balzer KR, 1975).

2.3.1 Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan

eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen

juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi

hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan

penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.

2.3.2 Usia

Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan

(28)

2.3.3 Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi

untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol

dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/pengosongan kandung empedu.

2.3.4 Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi

gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.3.5 Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar

dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga

2.3.6 Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu

empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.3.7 Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease,

(29)

2.3.8 Nutrisi intravena jangka lama

Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi

untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga

resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.4 PATOFISIOLOGI

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan

bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari

90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu

campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis

pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi

pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan

kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu

(Yekeler E, 2004).

Batu kandung empedu merupakan gabungan material batu yang terbentuk di dalam

kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu

dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi

(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan

berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk

dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran,

beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu dan biliary

stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran (Sjamsuhidajat, 2005;

(30)

2.4.1. PATOFISIOLOGI BATU KOLESTEROL

Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu

supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu

(Johnston DE, 1993).

2.4.1.1 Supersaturasi kolesterol

Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22%

fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein,dan 0,3% bilirubin. Terbentuknya

batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin.

Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan

membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi

kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu.

Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga

meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol

lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu)

menyebabkan supersaturasi kolesterol (Beckingham IJ, 2001).

2.4.1.2. Pembentukan inti kolesterol

Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar

dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat

dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran

tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat

yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi

kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah

lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol

(31)

kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi

vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal

kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan)

oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.

2.4.1.3. Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu,

memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang

melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di

produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu

tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin

pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya

kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada

Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa

kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas,

parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera

medulla spinalis dan diabetes mellitus.

2.4.2 PATOFISIOLOGI BATU PIGMEN

Disebut batu pigmen karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dalam

jumlah yang lebih dominan dan mengandung kolesterol < 50%. Terdapat dua jenis batu

pigmen, yaitu batu pigmen hitam dan coklat

2.4.2.1 Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat (80%), kalsium karbonat,

kalsium fosfat, glikoprotein dan sedikit kolesterol karena pigmen bilirubin merupakan

(32)

meningkatkan kadar bilirubin akan memudahkan terbentuknya batu pigmen hitam, seperti

,misalnya pada penyakit anemia hemolitik dan sirosis hati. Pada penyakit anemia

hemolitik (misalnya, thalassemia, anemia sel seckle), sel darah merah muda pecah

sehingga kadar bilirubin darah meningkat dan akan menjadi sumber potensial

terbentuknya batu pigmen hitam.

2.4.2.2 Batu pigmen coklat

Batu pigmen coklat lebih jarang ditemui, kira kira proporsinya hanya 5%. Batu

pigmen hitam (disebut sebagai batu primer) hampir selalu terbentuk di kandung empedu,

sedangkan batu pigmen coklat (disebut sebagai batu sekunder) lebih sering terbentuk di

luar kandung empedu, seperti di duktus hepatikus, duktus koledokus. Seseorang yang

sudah menjalan pengangkatan batu kandung empedu, pembentukan batu disepanjang

saluran empedu yang disebabkan oleh batu pigmen coklat pun masih memungkinkan.

Batu pigmen coklat terjadi karena faktor stasis (aliran lambat) dan infeksi di system

saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi disaluran empedu adalah

Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang menghasilkan glukorinadase sehingga

memudahkan perubahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi,

yang selanjutnya bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu (Beckingham

IJ, 2005).

2.5 Bakteriologi

Empedu di dalam kantong empedu atau di dalam ductus bilier, tanpa adanya batu

empedu atau penyakit kantong empedu lainnya normalnya steril. Pada keadaan adanya

batu empedu atau obtsruksi dari bilier prevalensi bakteri biliar meningkat. Persentase

kultur bilier dari kantung empedu positif diantara pasien dengan batu empedu yang

(33)

dibandingkan dengan cholecystitis kronis (46% berbanding 22%) dan meningkat lebih

jauh lagi pada adanya batu saluran empedu. Kultur empedu positif lebih sering terjadi

pada orang tua (>60 tahun) dengan batu empedu yang menimbulkan gejala dibandingkan

pasien usia muda (45% berbanding 16%). Bakteri aerob gram negatif adalah organisme

paling sering ditemukan dari empedu pasien dengan batu empedu, cholecystitis akut, atau

cholangitis. Escerichia coli dan klebsiella adalah bakteri gram negatif paling sering

ditemukan. Bagaimanapun juga Pseudomonas dan spesies Enterobacter mulai sering

ditemukan terutama pada obstruksi bilier karena keganasan. Beberapa bakteri lain yang

ditemuakn adalah aerob gram positif spesies enterococcus, dan streptococcus viridans.

Bakteri anaerob seperti Bacteroides dan spesies clostridium jarang terjadi tetapi tetap

merupakan pathogen yang signifikan pada infeksi bilier. Spesies candida juga mulai

sering ditemukan sebagai pathogen bilier pada pasien yang dalam kondisi sepsis (Acosta

J, 2007).

Pada beberapa penelitian, bakteri tumbuh pada kultur cairan empedu rata-rata

ditemukan seperti Van Leeuwen dkk 16%,27 Al Harbi M dkk 28%, 28 Abeysuria dkk

54%,29 Mahafzah AM dkk 20%,30 Ohdan H dkk 38%,31 Den Hoed PT 22%,32 Sammy

AK dkk 19% (Van Leeuwen PA, 1985; AL Harbi M, 2008; Mahafzah AM, 2009; Ohdan

(34)

Spesies Bakteri Yang Sering Ditemukan Pada Infeksi Saluran empedu

Enterobactericeae (insidensi 68%)

Eschesichia Coli

Klebsiella Sepsis

Enterobacter Spesies

Enterococcus specimen (insidensi 14%)

Anaerobs (insidensi 10%)

Bacteroides spesifik

Clostridium spesies (insidensi 7%)

Streptococcus spesies (jarang)

Pseudmonas Spesies (jarang)

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan

antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung empedu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas Kedokteran USU/

RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama periode April 2012 sampai Juli

2012.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian semua penderita batu kandung empedu yang datang ke

poliklinik bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Sampel

penelitian adalah penderita batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di

bagian bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam

kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.

3.4 Kriteria Inklusi

• Penderita yang telah didiagnosa batu kandung empedu dan dilakukan

tindakan operasi dibagian digestif FK USU/RSUP H Adam Malik dan RS

Jejaring FK USU.

3.5 Kriteria Eksklusi

• Pasien dengan imunodefisiensi

(36)

3.6 Besar Sampel

Seluruh penderita batu kandung empedu yang masuk ke dalam inklusi dan

dilakukan tindakan operasi dan analisa batu selama periode penelitian.

3.7 Variabel Penelitian

Variabel Dependen: pola kuman yang didapat dari hasil kultur cairan empedu

Variabel Independen: jenis batu empedu berdasarkan analisa batu

3.8 Definisi Operasional

• Batu kandung empedu adalah batu yang dijumpai di dalam kandung empedu

• Analisa batu adalah analisa jenis batu yang diambil dari kandung empedu

penderita yang termasuk dalam kriteria inklusi

• Kultur cairan empedu dilakukan dengan menggunakan cairan empedu

intraoperatif

• Pola kuman adalah kuman yang didapat dari hasil kultur pada media kultur

yang dilakukan di laboratorium

3.9 Kerangka Konsep

POLA KUMAN

CAIRAN EMPEDU

(37)

3.10 Alur Kerja

3.11Analisa Data

Data dianalisa dengan menggunakan uji statistic chi-square dengan

program SPSS 18

PENDERITA BATU KANDUNG

EMPEDU

KRITERIA

INKLUSI

KRITERIA

EKSKLUSI

KULTUR BILE

TINDAKAN OPERASI

ANALISA

BATU

(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Demografi Penelitian

Selama periode penelitian yang dilakukan dari bulan April 2012 sampai dengan

Juli 2012, terdapat 60 pasien dengan batu kandung empedu yang berobat ke RSUP H

Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Dari 60 pasien tersebut hanya 52 pasien yang

memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan ke dalam subjek penelitian.

Dari 52 subjek penelitian didapatkan jumlah penderita batu kandung empedu yang

sama antara jenis kelamin perempuan dengan laki – laki. Data Demografi subjek yang

[image:38.595.175.449.346.467.2]

mengikuti penelitian ini ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan Usia

Usia(Tahun) Jumlah Proporsi

21-30 2 2/52

31-40 10 10/52

41-50 20 20/52

51-60 7 7/52

>61 13 13/52

Total 52

Bedasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kelompok usia terbanyak penderita

batu kandung empedu adalah kelompok usia 41 – 50 tahun, rata-rata umur 49,77 ± 13,17

tahun. Bila dibandingkan rerata usia pasien menurut jenis batu maka diperoleh bahwa

rerata usia pasien dengan batu pigmen (51,5 ± 2,47 tahun) yang kelihatannya lebih besar

(39)
[image:39.595.176.449.108.234.2]

Tabel 4.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis batu empedu

Usia(Tahun) Batu Kolesterol Batu Pigmen

21-30 - 2

31-40 3 7

41-50 9 11

51-60 3 4

>61 1 12

Total 16 36

[image:39.595.144.481.446.608.2]

T test p= 0,071

Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan jenis batu empedu

Jenis Kelamin Batu Kolesterol Batu Pigmen Total

Laki - laki 5

(19,2%)

21 (80,8%)

26 (100%)

Perempuan 11

(42,3%)

15 (57,7%)

26 (100%)

Total 16 36 52

Chi Square p =0,071

Diagram 4.1. Distribusi pasien berdasarkan Jenis Kelamin 0 5 10 15 20 25 30

Perempuan Laki - laki

Jenis Kelamin

Perempuan

(40)

Diagram 4.2

[image:40.595.165.464.83.268.2]

Diagram

Tabel 4.4 Distribu

BMI Overweig Non Overwe Total 1 0 5 10 15 20 25 30 35 Underweig

4.2 Distribusi pasien berdasarkan Jenis Batu Empe

am 4.3 Proporsi BMI penderita batu kandung empedu

busi subjek penelitian berdasarkan BMI dan jenis ba

Batu Kolesterol Batu Pigmen

eight 16

(100%)

16 (44,4%)

weight 0

(0%) 20 (55,6%) 16 (100%) 36 (100%) 20 31

weight Ideal Overweight

Weight Category

Un Ide Ov mpedu pedu

nis batu empedu

(41)

Diagram 4.1 menunjukkan bahwa jumlah pasien pederita batu kandung empedu

berjenis kelamin laki-laki sama dengan perempuan yaitu masing – masing 26 orang.

Diagram 4.2 dari hasil analisa batu dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita

batu kandung empedu merupakan jenis batu pigmen yaitu sebanyak 36 pasien dengan

batu pigmen sedangkan batu kolesterol dijumpai pada 16 pasien.

Dari pengukuran berat badan didapatkan berat badan rata – rata penderita batu

kandung empedu adalah 65 ± 6,75 kg. Dari pengukuran tinggi badan didapatkan tinggi

badan rata – rata penderita batu kandung empedu adalah 1,61 ± 0,06 m. Dilakukan

penghitungan BMI (Body Mass Index) dengan cara Du Bois dan didapatkan BMI rata –

rata penderita batu kandung empedu adalah 25,2 ± 2,4 kg/m2. Berdasarkan BMI penderita

batu kandung empedu pada penelitian ini didapatkan 1 orang termsuk kategori

underweight, 20 orang termasuk kategori mempunyai berat badan ideal, dan 31 orang

termasuk overweight.

4.2 Hubungan Usia, Jenis kelamin dan BMI dengan Jenis batu

Tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukkan distribusi subjek penelitian berdasarkan usia

dan jenis kelamin dengan jenis batu kandung empedu. Dari analisa statistik tidak terdapat

perbedaan yang bermakna proporsi batu kolesterol dan pigmen pada laki – laki dan

perempuan dengan nilai p = 0,071 (Chi squere, α=0,05). Begitu juga dengan usia dan

jenis batu empedu tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p= 0,071 (T-test,

α = 0,05). Pada analisa statistik proporsi terjadinya batu kolesterol dan batu pigmen pada

overweight dan non-overweight itu berbeda secara signifikan dengan nilai p= 0,001 (Chi

squere, α=0,05)

4.3 Pola Kuman pada Batu Kandung Empedu

Peneliti juga mencari jenis kuman pada cairan empedu yang terdapat pada kandung

(42)

masing jenis batu. Deskripsi pola kuman pada batu kandung empedu, batu pigmen dan

[image:42.595.137.493.359.585.2]

batu kolesterol disajikan pada tabel 4.5, diagram 4.4 dan 4.5.

Tabel. 4.5 Pola Jenis kuman pada batu kandung Empedu

Jenis kuman

Jumlah Proporsi

Enterobacteriaceae 9 9/28

Staphylococcus aureus 2 2/28

Enterococci 3 3/28

Klebsiella 2 2/28

Streptococcus faecalis 2 2/28 Pseudomonas aeruginase 2 2/28

Escherichia coli 6 6/28

Proteus 2 2/28

Total 28

Dari hasil kultur cairan empedu, dari 52 pasien ditemukan 28 pasien (53,8%)

dengan hasil kultur cairan empedu positif dan 24 pasien (46,2%) kultur negatif.

(43)

Diagram 4.5 Gambaran Pola Kuman Pada Batu Kolesterol

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kuman jenis Enterobacter dan E coli

merupakan kuman terbanyak yang ditemukan pada pasien batu kandung empedu. Pada

diagram 4.4 hal yang sama diperlihatkan pada hasil pola kuman pada batu pigmen.

Sedangkan pada diagram 4.5 dapat diketahui bahwa Proteus merupakan jenis kuman yang

yang terbanyak ditemukan pada penderita batu kolesterol.

4.4 Hubungan Infeksi Kuman dengan Jenis Batu

[image:43.595.153.443.89.327.2]

Hubungan antara infeksi kuman dengan angka kejadian batu kandung

empedu diperlihatkan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hasil kultur Cairan Empedu berdasarkan Jenis Batu

Jenis Batu Positif Negatif Total

Batu Pigmen 24

(66,7%)

12 (33,3%)

36 (100%)

Batu Kolesterol 4

(25,0%)

12 (75,0%)

16 (100%)

Total 28 24 52

X2=7.738 df=1 p= 0.005 n

n

n

(44)

Hasil kultur positif ditemukan pada 24 pasien (85,7%) dengan jenis batu pigmen

dan 4 (14,3%) pada pasien jenis batu kolesterol.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Chi square diketahui bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah proporsi infeksi kuman dengan angka

kejadian batu pigmen (p=0,005, α 0.05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa infeksi

(45)

BAB V

PEMBAHASAN

Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya.Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan

membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu.

Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan

kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol,

batu pigmen atau batu campuran (Lesmana L, 2000).

Istilah yang sering digunakan untuk mengingat faktor resiko batu empedu adalah

female, fat, fertile, dan forty yang manatelah banyak dibuktikan. Di Amerika Serikat,

sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan angka kejadian pada

pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria (Murshid KR, 2007). Balzer dkk

melaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita

batu empedu (Balzer K, 1975). Pada penelitian ini didapatkan jumlah yang sama

perbandingan penderita batu kandung empedu antara perempuan dengan laki – laki. Pada

penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan jenis batu

empedu dengan nilai p= 0,075 (α = 0,05). Meskipun pada umumnya kejadian batu

empedu lebih sering pada wanita namun jenis kelamin bukan merupakan suatu prediktor

terhadap jenis batu.

Batu kandung empedu jarang ditemukan pada dua dekade awal kehidupan dan

insidennya meningkat seiring dengan usia, terutama pada usia diatas 40 tahun

(Schafmayer C, 2006). Hal ini sesuai dimana pada penelitian ini didapatkan kelompok

usia terbanyak penderita batu kandung empedu adalah kelompok usia 41 – 50 tahun. Usia

tidak berhubungan dengan jenis batu empedu. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak

(46)

sama juga didapatkan oleh Schafmayer C dkk. dimana mereka menyebutkan bahwa onset

usia terjadinya batu tidak mempengaruhi jenis batu empedu (Gold DR, 1996).

Berdasarkan BMI rata – rata( 25,2 ± 2,4 kg/m2), penderita batu kandung empedu

pada penelitian ini dapat dikategorikan overweight. Dengan penderita batu kandung

empedu yang overweight lebih banyak dibanding dengan yang mempunyai berat badan

yang ideal maupun underweight. Dari literatur dikatakan bahwa obesitas merupakan

faktor risiko dari penyakit batu kandung empedu. Sekurangnya 25% individu obese

terdapat bukti mempunyai penyakit batu kandung empedu.

Pada penelitian ini, batu pigmen lebih banyak ditemukan. Hal ini berbeda dari

penelitian lain dimana menyebutkan lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu

yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung

20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20%

kolesterol (Yekeler E, 2004).

Pada orang sehat tidak ada bakteri pada sistem biliarnya. Data terbaru dari

penelitian infeksi dan bakteriologi setelah laparoskopi dan operasi gallbladder terbuka

tidak menunjukkan hubungan antara infeksi biliar dan komplikasi septik (Gold DR,

1996).

Persentase kultur bilier dari kantung empedu positif diantara pasien dengan batu

empedu yang menimbulkan gejala dan cholecystitis kronis bervariasi antara 11% sampai

30% (Acosta J, 2007). Kultur cairan empedu dari pasien dengan batu empedu paling

sering adalah E. coli. Bakteri lain seperti Pseudomonas spp., Enterococcus faecalis,

Streptococcus spp. dan Klebsiella spp (Csendes A, 1996).Pada penelitian ini jenis bakteri

terbanyak adalah Enterobacteriaceae.Tseng dkk menemukan E.coli di 57 % dari kasus

mereka (Tseng LJ, 2000).

Pada penelitian ini, 28 (53,8%) dari 52 pasien ditemukan pertumbuhan bakteri

(47)

menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara jenis batu empedu dengan pola kuman

pertumbuhan kuman. Pertumbuhan kuman lebih sering ditemukan secara bermakna pada

pasien dengan batu pigmen bila dibandingkan dengan batu kolesterol. Penelitian yang

dilakukan oleh Abeysuriya V dkk. menyebutkan bahwa 29 (82%) dari 38 pasien dengan

hasil kultur positif adalah pasien dengan batu pigmen, sedangkan pasien dengan batu

kolesterol hanya 9 pasien (26%) (Abeysuriya V, 2008). Mekanisme pembentukan batu

empedu oleh bacterial betaglucoronidase telah diusulkan oleh para peneliti sebelumnya.

Produksi betaglucoronidase oleh bakteri menyebabkan sedimentasi di kandung empedu

(48)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Dari penelitian “Pola Kuman dan Jenis Batu Empedu pada Penderita Batu

Kandung Empedu di Ruah Sakit Pusat Haji Adam Malik dan Rumah Sakit

Jejaring USU” dapat disimpulkan bahwa:

1.

Jenis

kuman

terbanyak

pada

kultur

cairan

empedu

adalah

Enterobacteriaceae.

2.

Jenis batu empedu tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia penderita.

3.

Jenis batu empedu dipengaruhi oleh

Body Mass Index

(BMI).

4.

Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis batu dengan pola kuman,

dimana jenis batu pigmen lebih banyak dipengaruhi oleh kuman bila

dibandingkan jenis batu kolesterol.

6.2. Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Abeysuriya, V., Deen, K.I., Wijesuriya, T., dan Salgado, S.S. (2008).

Microbiology of gallbladder bile in uncomplicated symptomatic

cholelithiasis.

Hepatobiliary Pancreat Dis Int

, 7(6).

2.

Acosta, J., Adams, C.A., Alacron, R.H. et al. (2007).

Sabiston Text Book of

Surgery18th ed

Saunders, el Sevier inc.

3.

Ahmed, A., Ramsey, C.C. dan Keedde, E.B. (2001). Management of

gallstones and their complications.

Am Fam Phys

, 61, 1673-80.

4.

Al Harbi, M., Osaba, A.O., Mowalled, A., dan Al Ahmedi, K. (2001). Tract

microflora in Saudi patients with cholelithiasis. Top Med Int Health 2001,

6(7), 570-4.

5.

Ballal, M., Jyothi, K.N., Antony, B., Arun, C., Prabhu, T., dan Shivananda,

P.G. (2001). Bacteriological spectrum of cholecystitis and its antibiogram

.

Indian journal of Medical Microbiology

2001, 19(4), 212-4.

6.

Balzer, K. et al. (1986). Epidemiology of gallstone in a German industrial

town (Essen) from 1940 to 1975.

Digestion

. 33(4), 189-97.

7.

Beckingham, I.J. (2001). Gallstone.

BMJ

, 322, 91-94.

8.

Bedirli, A., Sakrak, O., Souzuer, E.M, et al. (2001). factors effecting the

complications

in

the

natural

history

of

acute

cholecystitis.

Hepatogastroenterology 2001, 19(7), 669-77.

9.

Boey, J.H. dan Way, L.W. (1980). Acute cholangitis.

Journal of Annals of

Surgery

, 191, 264-70.

10.

Carpenter, H.A. (1998). Bacterial and parasitic cholangitis.

Journal of Mayo

Clinic Proceedings

, 73, 473-8.

11.

Csendes, A., Mitru, N., Maluenda, F., Diaz, J.C., Burdiles, P., Csendes, P., et

al. (1996). Counts of bacteria and pyocites of choledochal bile in controls and

in patients with gallstones or common bile duct stones with or without acute

cholangitis. Hepatogastroenterology, 143, 800-806.

(50)

and patients with gallstones and common duct stones. Arch Surg, 131(4),

389-94.

13.

Csendes A, Fernandez M, Uribe P. (1975). Bacteriology of gallbladder bile

normal subject.

American Journal of Surgery

, 129, 629-31.

14.

Darko R dan Archampong EQ. (1994). The microflora of bile in Ghanaians.

West Afr J Med

, 13, 113-115.

15.

Den Hoed PT, Boelhouwer RU, Veen HF, Hop WC, Bruining HA. (1998).

Infections and bacteriological data after laparoscopic and open gallbladder

surgery. J Hosp Infect, 39(1), 27-37.

16.

Elsakr R, Johnson DA, Younes Z, Oldfield EC. (1998). Antimicrobial

treatment of intra abdominal infections.

Journal of Digestive Surgery

, 16:

47-60.

17.

Fan ST, Lai EC, Mok FP, Choi TK, Wong J. (1991). Acute cholangitis

secondary to hepatolithiasis.

Journal of Archives of Surgery

, 126, 1027-31.

18.

Fan ST, Lai ECS, Wong J. (1993). Hepatic resection for hepatolithiasis.

Journal of Archives of Surgery

, 128, 1070-4.

19.

Gold-Deutch R, Mashiach R, Bodur I, Ferszt M, Negri M, Halperin Z, et al.

(1996). How does infected bile affect the postoperative course of patients

undergoing laparoscopic cholecystectomy ?

Am J Surg

, 172, 272-274.

20.

Jeng KS, Shih SC, Chiang HJ, Chen BF. (1989). Secondary biliary cirrhosis.

Journal of Archives of Surgery

, 124, 1301-5.

21.

Johnston DE.,Kaplan MM. (1993). Pathogenesis and treatment of gallstones.

N Engl J Med

, 328, 412-421.

22.

Keighley MR, Flinn R, Alexander-Williams J. (1976). Multivariate analysis

of clinical and operative findings associated with biliary sepsis.

Br J Surg

,

63, 528-531.

23.

Kuo CH, Changchien CS, Chen JJ, Tai DI, Chiou SS, Lee CM. (1995).

Septic acute Cholecystitis. Scandinavian

Journal of Gastroenterology

, 30,

272-5.

(51)

25.

Lesmana L. (2000). Batu empedu. Dalam :

Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I.

Edisi 3

. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

380-384.

26.

Maryan

Lee

F,

Chiang

W.

Cholelithiasis.

Available

from

:

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm

.

27.

Mahafzah AM, Daradkeh SS. (2009). Profile and predictors of bile infection

in patients undergoing laparoscopic cholecystectomy. Saudi Med J, 30(8),

1044-8.

28.

Murshid KR. (2007). Asymptomatic gallstones: should we operate?.

The

Saudi J of Gastroenterol

, 13, 57-69.

29.

Ohdan H, Oshiro H, Yamamoto Y, Tanaka I, Inagaki K, Sumimoto K, et al.

(1993).

Bacteriological

investigation

of

bile

in

patients

with

cholelithiasis.Surg Today, 23(5), 390-95.

30.

Samy AK, MacBain G. (1995). Association of positive bile cultures with the

magnitude of surgery and the patients' age. J R Coll Surg Edinb, 40(3),

188-91.

31.

Schafmayer C, Hartleb J, Tepel J, et all. (2006). Predictors of gallstone

composition in 1025 symptomatic gallstones from Northern Germany. BMC

Gastroenterol. 6, 36-39.

32.

Scott AJ. (1971). Bacteria and disease of the biliary tract progress report.

Gut

, 12, 487-92.

33.

Shaffer EA.(2005). Epidemiology and Risk Factors for Gallstone Disease:

Has the Paradigm Changed in the 21

st

Century? Curr Gastroenterol Rep,

7132-140.

34.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2005).

Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2

. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 570-579.

35.

Tseng LJ, Tsai CC, Mo LR, et al. (2000). Palliative percutaneous

transhepatic gallbladder drainage of gallbladder empyema before

laporoscopic cholecystectomy. Hepatogastroenterology, 47(34), 932-6

(52)

infection after biliary surgery-a retrospective study of 840 patients. Neth

Jsurg, 37(6), 179-82

.

37.

Wu XT, Xiao IJ, Li XQ, Li JS. (1998). Detection of bacterial DNA from

cholesterol gallstones by nested primers polymerase chain reaction.

World J

Gastroenterol

, 4, 234-237.

38.

Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam: New England Journal of

Medicine.

Available

from:

(53)

Lampiran 1

Susunan Peneliti

Peneliti

a. Nama lengkap : Dr. Bayu Irvia Satria

b. Fakultas : Kedokteran

c. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I

a. Nama lengkap : Dr. Libert iSirait SpB-KBD

b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina Utama/IVa/195604131987021001

c. Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Ilmu Bedah

d. Fakultas : Kedokteran

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

(54)

Lampiran 2

Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp 1.800.000,-

2 Fotocopikuesioner, dll (800 lbr x Rp 200) Rp 1.600.000,-

3 Pembuatan Proposal danLaporanPenelitian Rp700.000,-

4 Penggandaan Proposal danLaporanPenelitian Rp1.500.000,-

Total Rp5.600.000,-

(55)

Lampiran 3

Jadwal Penelitian

No

Jenis Kegiatan

Bulan Ke

1

2

3

4

1

Persiapan

2

Pengumpulan Data

3

Pengolahan Data

4

Penyusunan Laporan

5

Seminar

(56)

Lampiran 4

Naskah Penjelasan kepada Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya

Yth.Bapak / Ibu ………..……….……

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter Bayu Irvia Satria dan

kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H Adam

Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang pola kuman

dan jenis batu kandung empedu pada penderita batu kandung empedu yang

disesuaikan dengan usia dan kondisi yang di derita anak/kerabat Bapak / Ibu.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua/kerabat dari

………..untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan

anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu

untuk melakukan pemeriksaan tersebut diatas pada anak/kerabat yang sedang

menjalani penanganan dari penyakit yang dideritanya tersebut.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai

dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujuan Setelah Penjelasan

(PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan.Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan

terima kasih.

Hormat kami,

Peneliti

(57)

Lampiran 5

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : ………..……

Umur : ……… tahun L / P

Alamat :………..………..

Hubungan dengan pasien : Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu

tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan

pemeriksaan terhadap anak/kerabat saya :

Nama : ………., Umur:……...…… tahun

Alamat Rumah :……...………..

Yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang

dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti

sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa

paksaan.

Medan,

………2013

Yang memberikan penjelasan Yang membuat

pernyataan persetujuan

(58)

Lampiran 6

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN

PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :...

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan

pembahas

Gambar

Tabel  Judul
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan Usia
Tabel 4.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis batu empedu
Tabel 4.4 Distribubusi subjek penelitian berdasarkan BMI dan  jenis banis batu empedu
+3

Referensi

Dokumen terkait

MATRIX memiliki teknologi produk pewarna rambut yang dapat memberikan hasil warna dan kondisi rambut yang sempurna setelah dilakukan proses pewarnaan pada

Konsekwensi ini mengindikasikan kebutuhan anak didik/siswa tersebut, mengenai jenis motivasi, maka dapat dikatakan bahwa bila siswa menunjukkan tingkah laku belajar karena

Prinsip yang diterapkan dalam PTK adalah sebagai berikut: 1) Tidak mengganggu pekerjaan utama guru, yaitu mengajar. 2) Metode pengumpulan data tidak menuntut metode yang

Dengan keadaan pasar minyak kelapa sawit Korea Selatan yang semakin berkembang, bukanlah tidak mungkin untuk mengembangkan nominal ekspor Indonesia, mengingat

Pendidikan nonformal yang diselenggarakan juga dapat berupa lembaga kursus, lembaga pelatihan….khusus untuk kursus dan pelatihan, diselenggarakan bagi masyarakat yang

[r]

[r]

Beberapa peneliti sudah pernah melakukan sintesa N-suksinil kitosan, seperti Noerati (2007) yang mensintesis kitosan suksinat yang larut dalam air dengan menggunakan asam asetat