• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Jumlah Individu Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang) Dengan Menggunakan Camera Trap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pendugaan Jumlah Individu Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang) Dengan Menggunakan Camera Trap"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN JUMLAH INDIVIDU HARIMAU SUMATERA

(Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG

LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) DENGAN

MENGGUNAKAN CAMERA TRAP

SKRIPSI

Oleh:

DELCIA SEPTIANI

071201003

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENDUGAAN JUMLAH INDIVIDU HARIMAU SUMATERA

(Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG

LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) DENGAN

MENGGUNAKAN CAMERA TRAP

SKRIPSI

Oleh:

DELCIA SEPTIANI

071201003/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi :Pendugaan Jumlah Individu Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang) Dengan Menggunakan Camera Trap

Nama : Delcia Septiani

NIM : 071201003

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc Ketua

Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

(4)

ABSTRAK

DELCIA SEPTIANI : Pendugaan Jumlah Individu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang) Dengan Menggunakan Camera Trap, dibimbing oleh PINDI PATANA dan

MA’RIFATIN ZAHRA.

Pendugaan jumlah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dilakukan di Taman Nasoinal Gunung Leuser SPTN Wilayah VI Besitang. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2010 sampai dengan April 2011. Tujuan untuk menduga jumlah individu Harimau Sumatera dan untuk menghitung tingkat kehadiran Harimau Sumatera berdasarkan tipe tutupan lahan di lokasi penelitian. Metode pendugaan jumlah individu dilakukan dengan menggunakan camera trap. Camera trap dipasang berpasangan ditiap sel dan aktif dilapangan selama 60 hari. Untuk mengetahui jumlah individu yang berhasil terekam, dilakukan identifikasi berdasarkan pola loreng yang terdapat dibagian perut dan berdasarkan jenis kelamin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 individu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) SPTN Wilayah VI Besitang. Individu yang terdapat di daerah penelitian masing-masing berkelamin jantan dan terekam pada ketinggian 500-2000 mdpl. Daerah jelajah harimau diperkirakan menurun saat berada dihabitat yang lebih tinggi dari permukaan laut akibat satwa mangsa banyak ditemukan di ketinggian antara 1700-2000 mdpl. Harimau Sumatera hanya dijumpai pada hutan primer dengan total kehadiran dua individu sebanyak 9 kali, Individu 1 sebanyak 3 kali sedangkan Individu 2 sebanyak 6 kali.

(5)

ABSTRACK

DELCIA SEPTIANI : Utilizing Camera Trap to estimate Sumatera Tiger

quantity in Gunung Leuser Nasional Park (SPTN RegionVI Besitang), guided by

PINDI PATANA and MA’RIFATIN ZAHRA.

The Purpose of this research was to estimate Sumatera Tiger quantity and to calculate attendance rate of Sumatera Tiger in Gunung Leuser Nasional Park (SPTN RegionVI Besitang) based on land cover type. This research was conducted from March 2010 to April 2011 in Gunung Leuser Nasional Park (SPTN Region VI Besitang). The method was utilizing Camera Trap. Camera Trap was put on pairs in every cell and operated for 60 days. For knowing the quantity that has recorded, it was done identifiying based on the stripes’ tiger pattern that was found in part of its stomach and based on sex.

The results showed that there were 2 Sumatera Tigers in the location. Both of them were male and recorded on altitude 500-2000 m . The cross land areas of them was predicted to decline when they were on the higher area, so there were many prey animal of them that was found between altitude 1700-2000 m. Both of them have found in the primary forest only . Attendance quantity of them were 9 times, the first tiger had 3 times and the second tiger had 6 times.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tapak Tuan, Aceh Selatan pada tanggal 5 September 1989 dari ayah Rahman jamal dan ibu Nur Fahmi. Penulis merupakan putri ke tiga dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMU Negeri 8 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Penelurusan Minat dan Bakat. Penulis memilih jurusan Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti kuliah, penulis aktif sebagai anggota Mahasiswa kehutanan USU, Sebagai Asisten Praktik Pengenalan Ekosisten Hutan (PEH) tahun 2010. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstrauniversitas Himpunan Mahasiswa Silva.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pendugaan Jumlah Individu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang) dengan

Menggunakan Camera Trap .“

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc dan Ibu Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada ujian akhir.

Penelitian ini bekerja sama dengan Leuser International Foundation (LIF). Terima kasih kepada GV. Reddy (Ecosystem manager), Tarmizi (Manager

Program Large Mammal), Eka Ramadiyanta beserta seluruh staff LIF yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan dan dukungan kepada penulis untuk dapat mengikuti penelitian harimau di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang).

Terima kasih kepada teman-teman Tim Tiger 1, 2, 3. Syarifuddin A.N., Dahlawi, Agus winarno, Wasdi Andri, Edi Siaren, Ijarwoto dan khususnya Ricky Darmawan Priatmojo atas motivasi yang diberikan dan bantuan dalam

(8)

seluruh rekan Manajemen Hutan 2007 yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staff pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu Kehutanan Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Mei 2011

(9)

DAFTAR ISI

Daerah Jelajah dan Kepadatan Harimau Sumatera ... 11

Aktivitas Harimau Sumatera ... 12

Satwa Mangsa Harimau Sumatera ... 13

Identifikasi individu harimau ... 21

Menghitung daerah jelajah Harimau Sumatera ... 21

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Hasil Penelitian ... 23

Titik Pemasangan Camera Trap ... 23

Keberadaan Harimau Sumatera dan jenis tutupan lahan ... 24

Waktu dan Lokasi Penemuan Harimau Sumatera ... 25

Hasil Identifikasi individu Harimau Sumatera ... 29

Daerah jelajah Harimau Sumatera ... 31

Aktifitas Harimau Sumatera ... 34

Pembahasan ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hlm.

1. Waktu dan Lokasi Penemuan Harimau Sumatera ... 26 2. Titik koodinat camera trap yang mengambil gambar Individu 1

dan Individu 2 ... 31 3. Jarak pergerakan individu-individu Harimau Sumatera di lokasi

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm.

1. Peta Sebaran Harimau Sumatera ... 8

2. Lokasi penelitian ... 18

3. Petak (grid) dan anak petak (sel) pemasangan Camera trap ... 19

4. Sketsa letak Camera trap ... 20

5. Peta Lokasi Pemasangan camera trap survey Harimau Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser... 23

6. Peta Lokasi Pemasangan camera trap survey Harimau Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser berdasarkan tipe tutupan lahan ... 25

7. Potongan gambar sebelah kanan Individu 1 ... 29

8. Potongan gambar sebelah kiri Individu 1 ... 29

9. Potongan gambar sebelah kanan Individu 2 ... 30

10. Potongan gambar sebelah kiri Individu 2 ... 30

11. Peta lokasi temuan Harimau Sumatera dan jalur yang ditempuh oleh masing-masing individu ... 32

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hlm.

1. Titik pemasangan seluruh camera trap ... 47

2. Peta lokasi pemasangan camera trap survei Harimau Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2010 Berdasarkan Ketinggian Tempat ... 49

3. Peta lokasi pemasangan camera trap survei Harimau Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2010 Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan ... 50

4. Jenis-jenis satwa yang terekam oleh camera trap. ... 51

5. Temuan satwa liar di setiap lokasi pemasangan camera trap. ... 52

6. Waktu kemunculan Harimau Sumatera di lokasi penelitian ... 54

7. Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). ... 55

8. Surat Perintah Tugas. ... 56

(14)

ABSTRAK

DELCIA SEPTIANI : Pendugaan Jumlah Individu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Taman Nasional Gunung Leuser (SPTN Wilayah VI Besitang) Dengan Menggunakan Camera Trap, dibimbing oleh PINDI PATANA dan

MA’RIFATIN ZAHRA.

Pendugaan jumlah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dilakukan di Taman Nasoinal Gunung Leuser SPTN Wilayah VI Besitang. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2010 sampai dengan April 2011. Tujuan untuk menduga jumlah individu Harimau Sumatera dan untuk menghitung tingkat kehadiran Harimau Sumatera berdasarkan tipe tutupan lahan di lokasi penelitian. Metode pendugaan jumlah individu dilakukan dengan menggunakan camera trap. Camera trap dipasang berpasangan ditiap sel dan aktif dilapangan selama 60 hari. Untuk mengetahui jumlah individu yang berhasil terekam, dilakukan identifikasi berdasarkan pola loreng yang terdapat dibagian perut dan berdasarkan jenis kelamin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 individu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) SPTN Wilayah VI Besitang. Individu yang terdapat di daerah penelitian masing-masing berkelamin jantan dan terekam pada ketinggian 500-2000 mdpl. Daerah jelajah harimau diperkirakan menurun saat berada dihabitat yang lebih tinggi dari permukaan laut akibat satwa mangsa banyak ditemukan di ketinggian antara 1700-2000 mdpl. Harimau Sumatera hanya dijumpai pada hutan primer dengan total kehadiran dua individu sebanyak 9 kali, Individu 1 sebanyak 3 kali sedangkan Individu 2 sebanyak 6 kali.

(15)

ABSTRACK

DELCIA SEPTIANI : Utilizing Camera Trap to estimate Sumatera Tiger

quantity in Gunung Leuser Nasional Park (SPTN RegionVI Besitang), guided by

PINDI PATANA and MA’RIFATIN ZAHRA.

The Purpose of this research was to estimate Sumatera Tiger quantity and to calculate attendance rate of Sumatera Tiger in Gunung Leuser Nasional Park (SPTN RegionVI Besitang) based on land cover type. This research was conducted from March 2010 to April 2011 in Gunung Leuser Nasional Park (SPTN Region VI Besitang). The method was utilizing Camera Trap. Camera Trap was put on pairs in every cell and operated for 60 days. For knowing the quantity that has recorded, it was done identifiying based on the stripes’ tiger pattern that was found in part of its stomach and based on sex.

The results showed that there were 2 Sumatera Tigers in the location. Both of them were male and recorded on altitude 500-2000 m . The cross land areas of them was predicted to decline when they were on the higher area, so there were many prey animal of them that was found between altitude 1700-2000 m. Both of them have found in the primary forest only . Attendance quantity of them were 9 times, the first tiger had 3 times and the second tiger had 6 times.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki tiga dari delapan sub spesies harimau yang ada di dunia, namun dua di antaranya, yaitu Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan Harimau Bali (Panthera tigris balica) telah dinyatakan punah, masing-masing pada tahun 1940- an dan 1980-an (Seidensticker dkk., 1999), sedangkan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Duni spesies harimau sumatera yang tersisa dan hidup pada habitat yang terfragmentasi dan terisolasi satu dengan lainnya. Harimau Sumatera hanya terdapat di Sumatera dan merupakan sub spesies dengan ukuran tubuh rata-rata terkecil di antara sub spesies harimau yang ada saat ini (Kitchener, 1999).

Alih fungsi kawasan hutan secara besar-besaran menyebabkan hilangnya habitat hutan atau terpotongnya blok kawasan hutan yang luas menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah-pisah. Kompetisi ruang dan sumber pakan antara manusia dan harimau telah mendorong masyarakat untuk memusuhi dan membunuh satwa ini. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau secara dramatis di Asia (Seidensticker dkk., 1999).

(17)

dikarenakan populasi mereka yang semakin terpencar-pencar dan terisolir, dan

dikarenakan semakin meningkatnya intensitas pemanfaatan lahan (Franklin dkk., 1999).

Saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera yang ada di alam diperkirakan sekitar 400 - 500 ekor. Berdasarkan publikasi PHPA, pada tahun 1992 populasi Harimau Sumatera diperkirakan hanya tersisa 400 ekor yang tersebar di 5 (lima) Taman Nasional (Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak dan Bukit Barisan Selatan) dan 2 (dua) di Suaka Margasatwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara sekitar 100 ekor lainnya berada di luar ketujuh kawasan konservasi tersebut (Abdillah, 2009).

Dari kelima Taman Nasional yang ada, populasi terbanyak yaitu 110 ekor harimau terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Utara (Griffiths, 1994), sementara sisanya berada di taman-taman lain yang jumlahnya diperkirakan separuh atau bahkan lebih sedikit dari populasi yang ada di sana (Franklin dkk., 1999).

(18)

Penelitian ini secara tidak langsung membantu pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang terkait, dalam hal ini Yayasan Leuser Internasional, dalam upaya pelestarian satwa endemik yang terancam punah khususnya Harimau Sumatera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah Harimau Sumatera yang terdapat dilokasi penelitian dengan menggunakan camera trap.

Tujuan Penelitian

1. Untuk menduga jumlah individu Harimau Sumatera di areal Taman Nasional Gunung Leuser SPTN Wilayah VI Besitang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk menghitung tingkat kehadiran Harimau Sumatera berdasarkan tipe tutupan lahan di lokasi pengamatan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Menjadi referensi bagi pemerintah dalam menanggulangi populasi Harimau Sumatera yang semakin menurun.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Harimau merupakan satwa yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan (top predator) di hutan tropis. Peranannya sebagai top predator, menjadikan harimau menjadi salah satu satwa yang berperan penting dalam keseimbangan ekosistem. Keberadaannya sangat rawan terhadap kepunahan dibandingkan dengan jenis satwa lain apabila kawasan hutan terpisah-pisah menjadi blok-blok hutan kecil yang tidak mampu mendukung populasi hewan mangsa (Woodroffe dan Ginsberg, 1998).

Taksonomi Harimau Sumatera

Harimau Sumatera secara taksonomi dalam biologi termasuk dalam: Kingdom : Animalia

Subspesies : Panthera tigris sumatrae

(IUCN, 2010).

Perilaku Harimau Sumatera

(20)

jantan dengan betina dan anak saat makan atau istirahat. Tidak seperti kebanyakan jenis kucing lain, harimau dengan mudah memasuki air. Selama musim panas mereka akan berendam di danau atau kolam sepanjang hari yang panas.

Umumnya harimau berburu antara sore dan pagi hari, tetapi dalam beberapa kondisi harimau berburu siang hari. Hewan mangsa harimau adalah seluruh satwa yang ada di habitat mereka, yang terdiri dari berbagai jenis rusa, babi, kerbau dan banteng. Harimau juga memangsa anak gajah dan badak, serta jenis lainnya yang lebih kecil, termasuk monyet, burung, reptil dan ikan. Harimau sewaktu-waktu membunuh leopard dan jenis mereka sendiri, serta karnivora lainnya, termasuk beruang yang beratnya mencapai 170 kg.

Sifat khas harimau adalah mencengkeram leher mangsanya setelah berhasil dirubuhkannya. Harimau mencengkeram leher mangsanya ini untuk melindungi diri dari tanduk dan kaki mangsanya serta mencegah hewan mangsa tersebut tegak kembali. Harimau lebih suka menggigit bagian belakang leher dan membunuh mangsanya dengan cara mematahkan tulang belakang, kemudian akan menyeret mangsanya tersebut ke daerah yang ternaungi oleh vegetasi pohon.

Harimau dapat memakan 18 - 40 kg daging mangsanya dalam sekali makan. Jika masih bersisa, biasanya ia kembali ke tempat tersebut untuk makan sisa-sisa perburuan. Mangsa yang besar ditangkap satu kali seminggu. Walaupun mempunyai keahlian berburu yang tinggi, harimau sering tidak berhasil memperoleh mangsa. Berburu mangsa biasanya dilakukan secara individu tetapi sesekali harimau juga berburu secara berkelompok.

(21)

diri dan melihat manusia sebagai makanan sehingga manusia menjadi target karena dianggap hewan mangsa yang mudah ditangkap. Harimau yang memangsa manusia mungkin mengajarkan kepada anaknya bahwa manusia adalah mangsa. Tetapi kematian atau luka disebabkan oleh harimau ataupun harimau yang melindungi anaknya, tidak selamanya menjadi petunjuk bahwa harimau pemakan manusia (Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2009).

Biologi Harimau Sumatera

Harimau Sumatera melahirkan sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh letak geografi (Semiadi dan Taufiq, 2006). Pendapat yang sama disampaikan oleh Taman Nasional Bukit Tigapuluh (2009), yang menyatakan bahwa musim kawin harimau sepanjang tahun, tetapi sebagian besar terjadi di akhir bulan November sampai awal April. Harimau mengalami estrus selama rata-rata tujuh hari, dengan siklus 15-20 hari. Satu kelompok harimau rata-rata berjumlah 2,98 ekor. Satu ekor betina biasanya diikuti oleh 2-3 ekor anaknya, sampai anak tersebut berumur 18-24 bulan, baik jantan maupun betina. Interval antar kelahiran 20 - 18-24 bulan, tetapi dalam kasus di mana anak hilang pada dua minggu pertama, interval antar kelahiran hanya 8 bulan. Sedangkan terakhir bereproduksi pada umur 14 tahun. Harimau dapat hidup sampai berumur 26 tahun. Kematian anak Harimau dapat disebabkan oleh kehilangan kelompok, kebakaran, banjir atau pembunuh anak.

(22)

Guggisberg (1975), 140 kg untuk yang jantan dan 90 kg pada hewan betina (Semiadi dan Taufiq, 2006).

Anak harimau mempunyai berat 780 untuk 1600 gram saat lahir, membuka mata mereka setelah 6 sampai 14 hari, dirawat selama 3 sampai 6 bulan, dan memulai perjalanan dengan induknya ketika berusia 5 atau 6 bulan. Mereka diajarkan bagaimana cara berburu mangsa, dan mereka mampu berburu ketika berumur 11 bulan. Biasanya terpisah dari induk ketika berusia 2 tahun, tetapi dapat menunggu tahun lain. Kematangan seksual dicapai pada harimau betina pada umur 3 sampai 4 tahun dan pada harimau jantan pada umur 4 sampai 5 tahun. Sekitar setengah dari seluruh anak harimau tidak bertahan hidup lebih dari 2 tahun (Schaller, 1967).

Habitat Harimau Sumatera

(23)

memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia (Dinata dan Sugardjito, 2008). Adanya aktivitas manusia pada suatu

kawasan menyebabkan hidupan liar cenderung menghindar (Griffiths dan Schaick, 1994). Harimau cenderung menghindari suara gergaji

mesin (chainsaw) para pembalak dan menghindari area di mana dilakukannya aktivitas perburuan oleh pemburu liar (Hutajulu, 2007). Peta sebaran Harimau Sumatera dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Peta Sebaran Harimau Sumatera

(Santiapillai dan Ramono, 1985)

Harimau Sumatera dijumpai di hutan-hutan dataran rendah sampai dengan pegunungan. Wilayah penyebarannya pada ketinggian 0- 2.000 mdpl, tetapi kadang-kadang juga sampai ketinggian lebih dari 2.400 mdpl. Hutan dataran rendah merupakan habitat utama harimau sumatera dengan kepadatan 1-3 ekor per

Aceh

North Sumatra

West Sumatra

Bengkulu

South Sumatra

(24)

100 km2, sedangkan daerah pegunungan 1 ekor per 100 km2. Namun, tingginya kerusakan hutan dataran rendah di Sumatera (65-80%) menyebabkan harimau

bergerak ke atas menuju hutan perbukitan dan pegunungan (Dinata dan Sugardjito, 2008).

Tipe lokasi yang biasanya menjadi pilihan habitat Harimau Sumatera bervariasi, dengan ketinggian antara 0 – 3.000 meter dari permukaan laut, seperti :

1. Hutan hujan tropik, hutan primer dan sekunder pada dataran rendah sampai dataran tinggi pegunungan, hutan savana, hutan terbuka, hutan pantai, dan hutan bekas tebangan.

2. Pantai berlumpur, mangrove, pantai berawa payau, dan pantai air tawar 3. Padang rumput terutama padang alang-alang

4. Daerah datar sepanjang aliran sungai, khususnya pada sungai yang mengalir melalui tanah yang ditutupi oleh hutan hujan tropis

5. Juga sering terlihat di daerah perkebunan dan tanah pertanian 6. Selain itu juga banyak harimau ditemui di areal hutan gambut. (Sinaga, 2005).

Sebagai hewan pemangsa utama (top predator), harimau memerlukan wilayah habitat yang luas supaya dapat hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu, kepadatan hewan mangsa sebagai sumber pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung keberlanjutan populasi harimau. Ketersediaan hewan mangsa ini juga memainkan peran penting dalam menentukan daerah jelajah individu harimau (Dinata dan Sugardjito, 2008).

(25)

sumber air, dan tutupan vegetasi yang rapat untuk tempat menyergap mangsa (Lynam dkk.,2000). Sunquist (1981) berpendapat bahwa harimau menyukai habitat pinggir sungai (riverine habitat). Sungai merupakan tempat berkumpul satwa dan keberadaan harimau dekat dengan sungai kemungkinan berhubungan dengan pemangsaan. Dinata dan Sugardjito (2008) juga menyebutkan bahwa harimau lebih memilih kawasan yang dekat dengan sungai agar lebih mudah melakukan penyergapan terhadap hewan mangsa. Tempat-tempat di sekitar alur sungai mempunyai tutupan vegetasi yang rapat, sehingga sangat menguntungkan harimau yang memburu mangsanya dengan cara serangan mendadak atau penyergapan. Menurut Karanth (2001), harimau merupakan jenis yang suka air dan perenang yang handal. Suhu harian yang mencapai 330C tergolong tinggi memungkinkan bagi harimau untuk menurunkan suhu tubuh dengan berendam di sungai.

Hutan Primer dan Hutan Sekunder

Hutan Primer mengacu pada tidak disentuh, hutan murni yang ada dalam kondisi asli nya. Hutan ini belum dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Hutan hujan primer sering ditandai dengan langit-langit penuh kanopi dan biasanya terdiri dari beberapa lapis. Lantai hutan umumnya dari vegetasi berat karena kanopi yang penuh memungkinkan cahaya masuk yang sangat kecil. Hutan primer adalah jenis yang paling beragam secara hayati hutan (Butler, 1994).

(26)

sekunder ditandai (tergantung tingkat degradasi) oleh struktur kanopi kurang berkembang, pohon-pohon yang lebih kecil, dan keanekaragaman kurang (Butler, 1994).

Daerah Jelajah dan Kepadatan Harimau Sumatera

Kajian yang dilakukan oleh Franklin dkk. (1999) menunjukkan bahwa daerah jelajah Harimau Sumatera betina dewasa berkisar antara 40 – 70 km2, sedangkan Griffith (1994) dalam Tilson dkk. (1994) memperkirakan bahwa daerah jelajah Harimau Sumatera jantan dewasa sangat bervariasi, yaitu antara 180 km2 pada kisaran ketinggian antara 100 – 600 meter di atas permukaan laut (mdpl.), 274 km2 pada kisaran ketinggian antara 600 – 1.700 mdpl., dan 380 km2 pada ketinggian di atas 1.700 mdpl. Daerah jelajah satu harimau jantan dewasa dapat mencakup daerah jelajah dua betina dewasa (Franklin dkk., 1999). Australian Zoo Organization (2004) menyatakan bahwa Harimau Sumatera jantan mempunyai daerah jelajah sekitar 380 km2 dan untuk betina hanya setengahnya. Seekor harimau betina penetap dapat melakukan pergerakan lebih dari 10 km per

hari dan harimau jantan pengembara mencapai ratusan km per minggu (Karanth dan Chundawat, 2002: Sunquist, 1981).

(27)

hutan dataran rendah (Borner 1978). Griffith (1994) memperkirakan bahwa kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh semakin berkurangnya ketersediaan satwa mangsa dengan semakin meningkatnya ketinggian (Departemen Kehutanan, 2007).

Deforestasi yang terjadi akibat penebangan pohon menyebabkan menurunnya biomassa vegetasi yang berarti juga menurunnya kualitas habitat. Penurunan kualitas habitat ini sangat mempengaruhi populasi hewan-hewan mangsa karena berkurangnya sumber pakan dan naungan vegetasi sebagai tempat berlindung (Dinata dan Sugardjito, 2008).

Aktivitas Harimau Sumatera

Pola aktivitas Harimau Sumatera dapat dikatakan mengikuti pola aktivitas satwa mangsa, yaitu krepuskular dan diurnal (seperti kijang, beruk, babi hutan dan pelanduk) dan nokturnal (seperti rusa sambar). Kemungkinan hal tersebut berhubungan dengan pemangsaan. Perubahan pola aktivitas harian harimau sumatera juga kemungkinan disebabkan oleh tekanan dari manusia yang banyak beraktivitas di dalam kawasan dan di pinggir kawasan sehingga menyebabkan perubahan kualitas habitat dan menurunnya kelimpahan satwa mangsa utama (Hutajulu, 2007).

(28)

krepuskular (senja menjelang malam), dan hewan metaturnal (aktif di sebagian malam juga sebagian siang) (Alamendah, 2010).

Satwa Mangsa Harimau Sumatera

Sebagai predator, harimau memangsa berbagai jenis hewan, termasuk burung, reptilia, amfibia, ikan dan bahkan hewan invertebrata, namun kelas mamalia khususnya hewan ungulata merupakan pakan utamanya. Keberadaan

hewan mangsa merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan Harimau Sumatera (Dinata dan Sugardjito, 2008).

Pakan utama Harimau Sumatera adalah Rusa dan Babi Hutan. Dalam keadaan tertentu Harimau Sumatera juga memangsa berbagai jenis mangsa alternatif lain, seperti Kijang, Kancil, Beruk, Landak, Trenggiling, Beruang Madu dan Kuau Raja. Keberadaan harimau sangat dipengaruhi oleh keberadaan satwa mangsanya (Departemen Kehutanan, 2007).

Pada siang hari, kemungkinan harimau memangsa jenis-jenis yang melakukan aktivitas seperti Babi Hutan, Beruk dan Kijang, dan pada malam hari melakukan pemangsaan terhadap Rusa dan Kancil (Hutajulu, 2007). Babi sebagian besar aktif pada malam hari, tetapi juga secara periodik pada siang hari, terutama ketika cuaca sejuk. Beruk dan kijang adalah hewan yang aktif pada siang hari. Kancil aktif pada malam dan siang hari. Rusa aktif terutama pada malam hari, juga pada pagi hari dan menjelang petang (Payne dkk.,2000).

(29)

Pada habitat pegunungan dengan mangsa yang tersedia sangat terbatas dan hutan cukup rapat, luasan area 100 km2 hanya akan mampu menampung seekor harimau. Di habitat aslinya, sebagai akibat dari maraknya pembukaan hutan, secara langsung akan menurunkan ketersediaan sumber pakan bagi harimau, khususnya dari kelompok rusa dan babi (Semiadi dan Taufiq, 2006).

Camera Trap

Camera trap bukan alat baru dalam satwa liar ilmu pengetahuan. Ini

ditemukan di akhir 1890-an, sebelum yang pertama kali digunakan di lapangan pada 1913 (Sanderson dan Trolle, 2005). Dalam dekade belakangan ini, telah banyak digunakan di dunia, dengan kenaikan tahunan sebesar 50%. Hasil ini

penelitian telah dipublikasikan di internasional diakui jurnal (Rowcliffe dan Carbone, 2008).

Camera trap berfungsi untuk mendapatkan gambar satwa liar di alam yang

sulit untuk ditemui dengan pertemuan langsung. Camera trapping adalah tehnik yang semakin banyak digunakan untuk memonitor satwa yang sulit ditemui, karena kamera dapat ditinggalkan di lapangan dan akan memicu pengambilan foto saat dilewati oleh satwa. Hasil foto dapat digunakan sebagai perhitungan kasar dari kelimpahan relatif, perkiraan dari jumlah populasi minimum suatu spesies berdasarkan pada pengenalan secara individual atau perkiraan dari kelimpahan berdasarkan cara menangkap tandai dan tangkap kembali (capture mark recapture) (Maddox dkk., 2004).

(30)

dimana tercatat kemunculan beberapa individu harimau tertentu (Franklin dkk., 1999).

Camera trap dipasang secara berpasangan pada setiap lokasi dan titik

koordinat serta ketinggian lokasi direkam dengan GPS (Global Positioning System). Jarak antar lokasi camera trap ditentukan dari luas daerah jelajah

minimum Harimau Sumatera. Berdasarkan hasil penelitian Franklin dkk. (1999) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung, luas jelajah minimum Harimau Sumatera betina adalah 49 km2, sehingga diperoleh jarak maksimal antar stasiun

camera trap tidak melebihi 3,95 km (Hutajulu, 2007). Menurut Franklin dkk. (1994) Penghitungan luas daerah jelajah harimau dengan

menggunakan data camera trap kurang akurat untuk menggambarkan wilayah jelajah sebenarnya. Ukuran sampel kecil sangat sensitif untuk menggambarkan home range suatu individu jenis (Pete, 2005).

Pada kebanyakan studi dengan menggunakan camera trap, jumlah kamera merupakan faktor pembatas, akan tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan desain sampel yang baik. Apabila jumlah kamera yang digunakan sedikit maka solusinya adalah dengan membagi lokasi studi menjadi beberapa petak area dengan luas yang lebih kecil, kemudian pemasangan kamera dilakukan per bagian area yang lebih kecil tersebut satu demi satu . Lokasi dan lama waktu pemasangan camera trap merupakan dua faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan data yang mencukupi dan mewakili untuk suatu area penelitian (Karanth dan Nicholas, 2002).

Seperti manusia, kebanyakan satwa liar menggunakan jalur-jalur yang ada di

(31)

dalam hutan dapat digunakan sebagai lokasi pemasangan camera trap

(Asriana, 2007).

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO) menetapkan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatra pada tahun 2004 sekaligus sebagai cagar

biosfer pada tahun 1981. kawasan ini sangat penting bukan hanya karena keanekaragaman hayatinya yang tinggi tetapi juga karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitarnya (Balai TNGL, 2006).

TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 ha yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi TNGL meliputi Kabupaten terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten ini mengambil nama dari ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut di Nanggroe Aceh Darussalam. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

(32)

daerah aliran sungai yang mensuplai air untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara. Namun keadaan terkini TNGL mengalami degradasi dan deforestrasi akibat perambahan hutan dan alih guna lahan di beberapa lokasi (Waruwu, 1984).

(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 s.d April 2011. Lokasi pemasangan camera trap pada Grid I (N25W27) dan II (N26W26) yang berada di areal Taman Nasional Gunung Leuser SPTN Wilayah VI Besitang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Gambar 2. Lokasi penelitian

Bahan dan Alat Penelitian

(34)

Prosedur Penelitian

Penentuan sampling

Populasi dari penelitian ini adalah Taman Nasional Gunung Leuser SPTN Wilayah VI Besitang dengan luas 1.258,25 km2. Penelitian ini menggunakan grid (petak contoh) dengan luas 289 km2 (17 km x 17 km) sebagai sampel, dengan pertimbangan bahwa daerah jelajah terluas harimau di Asia Tenggara diperkirakan 250 km2. Oleh sebab itu, penentuan petak seluas 289 km2 diperkirakan cukup luas untuk memungkinkan penaksiran penggunaan wilayah yang sebenarnya oleh harimau. Tiap petak diberi identitas (ID Petak) untuk kepentingan pengelolaan data. Grid system (Sistem petak) yang meliputi seluruh Pulau Sumatera telah dikembangkan oleh proyek konservasi harimau WCSIP (Wildlife conservation Society Indonesian Program) dan secara umum telah disepakati dan digunakan oleh organisasi lain, seperti ZSL (Zoological Society of London), FFI (Flora Fauna International), dan WWF-Riau (World Wildlife Fund - Riau), dan saat ini telah digunakan untuk survai mamalia besar di seluruh Pulau Sumatera. Setiap petak dibagi menjadi 16 anak petak (cells) berukuran identik 4,25 km x 4,25 km.

17 km

17 km

4,25 km

4,25 km

(35)

Penggunaan camera trap

Camera trap dipasang ± 45 cm dari permukaan tanah. Kamera ini

diikatkan pada kayu yang telah dipotong dan ditancapkan ke tanah. Pada tiap sel dipasang dua buah camera trap yang saling berhadapan dengan jarak 7-10 meter. Penentuan lokasi pemasangan camera trap berdasarkan atas temuan jejak satwa yang paling dominan. Sketsa pemasangan camera trap dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4. Sketsa Letak Camera trap

Jarak rata-rata camera trap antar sel adalah 3-6 km. Jarak rata-rata ini sesuai dengan penelitian menggunakan camera trap di daerah hutan tropis lainnya dan juga sesuai rekomendasi dari WCS Program India. Camera trap akan diaktifkan selama 2 periode dengan lama waktu tiap periode adalah 30 hari.

(36)

Pengumpulan Data

Foto-foto Harimau Sumatera yang didapatkan selama kegitaan penelitian berlangsung, di masukkan kedalam tabel waktu dan lokasi penemuan Harimau Sumatera (Tabel 1). Tabel tersebut menginformasikan keberadaan Harimau Sumatera berdasarkan sel dan tanggal perekaman gambar. Foto-foto yang didapat diidentifikasi jenis kelamin dengan melihat foto dari hasil camera trap dilapangan.

Identifikasi individu harimau

Foto-foto harimau dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, pola loreng, ciri-ciri yang berbeda secara morfologis dan berdasarkan dimensi badan yang mendasar. Kemudian dikembangkan data base referensi dari foto-foto harimau yang bermutu ini sehingga terlihat gambar harimau yang telah diidentifikasi dari arah kanan dan kiri, dan mungkin juga dari arah depan dan belakang. Setelah kumpulan referensi ini dibuat maka semua foto dapat diklasifikasikan secara tepat. Identifikasi dilakukan berdasarkan panggul, bahu, panjang pendek loreng pada ekor, loreng bagian luar maupun bagian dalam pada kaki depannya dan kadang-kadang pipi atau dahi kalau gambar diambil dari arah depan (Franklin dkk, 1999).

Menghitung Daerah Jelajah Harimau Sumatera

(37)

dihubungkan hingga menjadi sebuah poligon, sehingga didapatkan daerah jelajah minimum tiap individu. Kemudian dihitung luasan daerah jelajah tersebut dengan menggunakan menggunakan program X-Tools pada software Arc-view 3.3.

Aktivitas Harimau Sumatera

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Titik Pemasangan Camera Trap

Pendugaan jumlah individu Harimau Sumatera di SPTN Wilayah VI Besitang dilakukan pada 3 grid penelitian, yaitu Grid I (N25W27), II (N26W26), dan III (N26W27) dengan jumlah sel yang terpasang camera trap sebanyak 32 sel. Pada Grid I terdapat 16 titik pemasangan, Grid II terdapat 10 titik pemasangan, dan Grid III terdapat 6 titik pemasangan. Titik-titik pemasangan dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 5. Peta Lokasi Pemasangan camera trap survey Harimau Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser

(39)

Sel 27, Sel 28, Sel 31, dan Sel 32 tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan camera trap, karena sudah tidak ada lagi vegetasi pohon yang tumbuh di lokasi tersebut akibat adanya perambahan hutan. Sedangkan Sel 20 tidak termasuk dalam kawasan taman nasional, sehingga tidak perlu dilakukan pemasangan camera trap.

Untuk mengantisipasi kehilangan camera trap pada waktu dilapangan, peneliti menempelkan informasi singkat seputar kegiatan penelitian. Hal ini cukup mempengaruhi kondisi keamanan camera trap. Dari 32 titik pemasangan, terdapat satu titik (3,125 %) yang mengalami kehilangan camera trap. Kamera tersebut diletakkan di jalur satwa yang masih aktif pada Sel 40 Grid II. Sampai saat ini kamera tidak ditemukan dan dugaan kuat yang mengambil camera trap tersebut adalah pemburu satwa liar yang mencoba menghilangkan jejak bukti Camera trap tersebut diketahui hilang pada saat akan dilakukan pengecekan.

Setelah kejadian tersebut, sel-sel yang letaknya bersebelahan dengan sel yang kehilangan camera trap, yaitu Sel 39, Sel 43, dan Sel 44 pada Grid III, tidak dilakukan pemasangan camera trap pada tahap dua untuk mengantisipasi terjadinya kehilangan maupun kerusakan pada kamera. Akibatnya, hasil yang didapatkan pada sel-sel ini, hanya merupakan hasil rekaman camera trap pada satu priode pemasangan atau sekitar satu bulan.

Keberadaan Harimau Sumatera dan Jenis Tutupan Lahan

(40)

alami. Titik pemasangan camera trap berdasarkan jenis tutupan lahan dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Peta Lokasi Pemasangan camera trap survey Harimau Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser Berdasarkan Jenis Tutupan Lahan

Dari 32 titik pemasangan camera trap, terdapat 9 titik pemasangan berada pada hutan primer, dan 23 titik terdapat pada hutan sekunder. Dari seluruh titik pemasangan, didapat 6 titik yang mendapatkan gambar Harimau Sumatera. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa 6 titik tersebut berada pada tegakan hutan primer.

Waktu dan Lokasi Penemuan Harimau Sumatera

Dari 32 sel yang dipasang camera trap, terdapat 6 sel yang berhasil memperoleh gambar Harimau Sumatera. Gambar harimau yang terdapat di 6 sel

(41)

Tabel 1. Waktu dan Lokasi Penemuan Harimau Sumatera

Grid Sel

Ketinggian (mdpl)

Tanggal Rekam

Foto

Jenis Kelamin

Jenis Tutupan Lahan

Kanan Kiri

I 6 1.927 27 Maret

2010 *kamera mati Jantan Hutan Primer

I 7 947 7 April

2010 Jantan Hutan Primer

I 7 947 9 April

(42)

Lanjutan Tabel 1

Grid Sel

Ketinggian (mdpl)

Tanggal Rekam

Foto

Jenis

Kelamin Jenis Tutupan Lahan

Kanan Kiri

I 7 947 29 April

2010 *kamera mati Jantan Hutan Primer.

I 7 947 30 April

2010 *kamera mati Jantan Hutan Primer

I 10 1.798 3 April

(43)

Lanjutan Tabel 1

Grid Sel

Ketinggian (mdpl)

Tanggal Rekam

Foto

Jenis

Kelamin Jenis Tutupan Lahan

Kanan Kiri

I 11 706 27 Maret

2010 Jantan . Hutan Primer

I 14 1.710 16 April

2010 Jantan Hutan Primer

I 15 539 24 Maret

(44)

Saat ditinggalkan dilapangan, satu kamera yang berada pada Sel 6 dan Sel 7 Grid I mati lebih cepat dari waktu yang telah diprediksi. Dugaan kuat yang menyebabkan kamera lebih cepat mati adalah kelembaban udara. Pada musim penghujan, baterai pada kamera akan lebih cepat mati daripada musim kemarau.

Hasil Identifikasi Individu Harimau Sumatera

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan, diperoleh 2 individu Harimau Sumatera yang berada di lokasi penelitian. Gambar-gambar yang berhasil diperoleh selanjutnya dipisahkan berdasarkan sisi kanan dan kiri. Kemudian diidentifikasi dengan melihat pola loreng yang terdapat pada bagian perut harimau.

Individu 1

Gambar 7 . Potongan gambar sebelah kanan Individu 1; (a) Sel 14 Grid I ; (b) Sel 6 Grid I ; (c) Sel 10 Grid I

Gambar 8 . Potongan gambar sebelah kiri Individu 1 ; (a) Sel 14 Grid I ; (b) Sel 10 Grid I

(a) (b) (c)

(45)

Individu 2

Gambar 9. Potongan gambar sebelah kanan Individu 2 pada: (a) Sel 15 Grid I; (b) Sel 11 Grid I; (c) Sel 7 Grid I tanggal 7 April 2010; (d) Sel 7 Grid I tanggal 9 April 2010; (e) Sel 7 Grid I tanggal 29 April 2010

Gambar 10. Potongan gambar sebelah kiri Individu 2 pada: (a) Sel 15 Grid I; (b) Sel 11 Grid I; (c) Sel 7 Grid N25W27 tanggal 7 April 2010; (d) Sel 7 Grid I tanggal 30 April 2010

(a)

(d)

(b)

(e)

(c)

(a) (b)

(46)

Dari hasil identifikasi yang dilakukan, individu-individu Harimau Sumatera yang berada di lokasi penelitian semuanya memiliki jenis kelamin jantan. Identifikasi ini dilakukan dengan melihat gambar utuh yang didapatkan dari masing-masing individu.

Daerah Jelajah Harimau Sumatera

Individu yang telah teridentifikasi selanjutnya dideteksi lokasi keberadaannya berdasarkan titik koordinat camera trap yang mengambil gambar individu yang sama. Lokasi keberadaan Individu 1 dan 2 dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2. Titik koodinat camera trap yang mengambil gambar Individu 1 dan Individu 2 Individ

(47)

koordinat pemasangan camera trap. Titik-titik temuan harimau tersebut dihubungkan dengan garis lurus berdasarkan waktu perekaman gambar harimau yang telah diidentifikasi. Sehingga terbentuklah dugaan jalur yang ditempuh oleh masing-masing individu Harimau Sumatera. Dugaan jalur yang ditempuh oleh masing-masing individu harimau dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 11. Peta lokasi temuan Harimau Sumatera dan jalur yang ditempuh oleh masing-masing individu

(48)

Beda halnya dengan individu yang ke-2. Individu ini terekam pada Sel 15, Sel 11, dan Sel 7 dengan ketinggian masing-masing 539 mdpl., 706 mdpl., dan 974 mdpl. Individu ini pertama kali terekam camera trap pada tanggal 24 Maret 2010 di Sel 15 Grid I. Sembilan hari kemudian individu tersebut terekam di Sel 11 pada grid yang sama. Lalu muncul pada tanggal 7, 9, 29 dan 30 April 2010 di Sel 7 grid yang sama. Sehingga dapat dilihat bahwa jarak tempuh individu ini berkisar 8,2 km.

Individu 1 melewati Sel 6, Sel 10, dan Sel 14 dengan jarak tempuh 6,95 km dalam waktu 20 hari, sehingga pergerakan individu ini sekitar 0,3475 km/hari. Sedangkan Individu 2 melewati Sel 15, Sel 11, dan Sel 7 dengan

jarak tempuh 8,2 km dalam waktu 14 hari, sehingga pergerakan individu ini sekitar 0,586 km/hari. Luasan daerah jelajah minimum individu didapatkan dengan cara menghubungkan titik-titik penemuan individu Harimau Sumatera sehingga membentuk bangun datar sehingga bisa diketahui luasan bangun datar tersebut. Jarak pergerakan individu-individu Harimau Sumatera dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3. Jarak pergerakan individu-individu Harimau Sumatera di lokasi penelitian.

Individu Jumlah

Sel

Jarak Pergerakan

(Km) Luas minimum Home range

(Km2)

Maks Min

1 3 4,7 2,25 4,94

2 3 4,7 3,5 7,48

(49)

individu 1, yaitu seluas 7,48 km2 dengan terjauh/maksimum 4,7 km dan pergerakan terdekat/minimum 3,5 km.

Aktifitas Harimau Sumatera

Data ini diperoleh dari hasil gambar yang telah diidentifikasi dengan menggunakan program Marker. Pergerakan Harimau Sumatera yang terekam oleh camera trap berbeda-beda untuk setiap individu (Lampiran 6). Pola aktivitas

Harimau Sumatera di lokasi penelitian berdasarkan data kemunculan harimau yang tertangkap camera trap pada siang dan malam hari dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 12. Pola Aktifitas Harimau Sumatera di lokasi penelitian

(50)

Pembahasan

Individu-individu yang terekam oleh camera trap berada jauh dari populasi penduduk. Daerah yang mendapatkan gambar Harimau Sumatera ini berada di daerah yang terisolasi dari kegiatan penduduk. Tidak satu pun hasil gambar dari camera trap menunjukkan adanya aktivitas manusia di lokasi terekamnya Harimau Sumatera.

Seluruh gambar Harimau Sumatera ditemukan pada areal hutan primer, Tidak satu pun gambar harimau ditemukan pada hutan sekunder. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Sinaga (2005) menyatakan bahwa habitat Harimau Sumatera bervariasi seperti hutan primer dan sekunder pada dataran rendah sampai dataran tinggi pegunungan.

(51)

keberadaan manusia sebanyak 35 frame, dan pada Grid III hanya mendapatkan 4 frame.

Menurut gambar yang terekam camera trap, Individu 1 selalu berada pada ketinggian di atas 1.700 di atas permukaan laut (mdpl), sedangkan luasan daerah jelajah minimum individu ini adalah 4,94 Km2. Menurut Griffith (1994) dalam Tilson dkk. (1994), daerah jelajah Harimau Sumatera jantan dewasa adalah 380 km2 pada ketinggian di atas 1.700 mdpl. Individu 2 berada pada ketinggian diantara 500-1.000 mdpl dan luasan daerah jelajah minimum individu ini adalah 7,48 Km2. Menurut Griffith (1994) dalam Tilson dkk. (1994) daerah jelajah Harimau Sumatera jantan dewasa yaitu antara 180 km2 pada kisaran ketinggian antara 100 – 600 mdpl., 274 km2 pada kisaran ketinggian antara 600 – 1.700 mdpl. Franklin dkk. (1999) mengungkapkan bahwa penghitungan luas daerah jelajah harimau dengan menggunakan data camera trap kurang akurat untuk menggambarkan wilayah jelajah sebenarnya. Pete (2005) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa ukuran sampel kecil sangat sensitif untuk menggambarkan home range suatu individu jenis. Sepatutnya, dibutuhkan data monitoring camera

trap yang lebih lama pada wilayah yang lebih luas sehingga dapat menyediakan

data yang lebih akurat untuk menggambarkan daerah jelajah sebenarnya.

(52)

Harimau Sumatera dari permukaan laut, maka daerah jelajahnya akan semakin besar, demikian juga sebaliknya. Griffith (1994) memperkirakan bahwa kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh semakin berkurangnya ketersediaan satwa mangsa dengan semakin meningkatnya ketinggian. Sehingga Harimau Sumatera akan memperluas daerah jelajahnya untuk mencari satwa mangsa.

Dalam waktu 20 hari, Individu 1 mampu menempuh jarak 6,95 km, sedangkan Individu 2 mampu menempuh jarak 8,2 km dalam waktu 19 hari. Padahal, menurut Karanth & Chundawat (2002) dan Sunquist (1981) seekor harimau betina penetap dapat melakukan pergerakan lebih dari 10 km per hari dan harimau jantan pengembara mencapai ratusan km per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa camera trap tidak mampu mendeteksi keberadaan Harimau Sumatera secara detail, tetapi dapat memperkirakan jumlah populasi minimum suatu spesies berdasarkan pengenalan secara individual. Pergerakan Harimau Sumatera dengan jarak yang pendek ini diduga karena topografi di Taman Nasional Gunung Leuser yang berbukit-bukit. Pada areal yang topografinya datar, harimau lebih leluasa melakukan pergerakan.

(53)

suka air dan perenang yang handal. Suhu harian yang mencapai 330C tergolong tinggi memungkinkan bagi harimau untuk menurunkan suhu tubuh dengan berendam di sungai. Lynam dkk., (2000) menyatakan bahwa pada prinsipnya untuk mempertahankan hidup, Harimau Sumatera memerlukan tiga kebutuhan dasar yaitu ketersediaan hewan mangsa yang cukup, sumber air, dan tutupan

vegetasi yang rapat untuk tempat menyergap mangsa. Menurut Dinata dan Sugardjito (2008) harimau lebih memilih kawasan yang dekat dengan

sungai agar lebih mudah melakukan penyergapan terhadap hewan mangsa. Tempat-tempat di sekitar alur sungai mempunyai tutupan vegetasi yang rapat, sehingga sangat menguntungkan harimau yang memburu mangsanya dengan cara serangan mendadak atau penyergapan.

(54)

Di lokasi yang mendapatkan gambar harimau terdapat jenis satwa mangsa

harimau. Satwa yang dijumpai di areal tersebut adalah Rusa (Cervus unicolor), Kuau raja (Argusianus argus), Landak (Hystrix brachyura), Beruk (Macaca

nemestrina), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Babi Hutan (Sus scrofa),

Kijang (Muntiacus muntjak). Departemen Kehutanan (2007) menyatakan bahwa Pakan utama Harimau Sumatera adalah Rusa dan Babi Hutan. Dalam keadaan tertentu Harimau Sumatera juga memangsa berbagai jenis mangsa alternatif lain, seperti Kijang, Kancil, Beruk, Landak, Trenggiling, Beruang Madu dan Kuau Raja. Keberadaan harimau sangat dipengaruhi oleh keberadaan satwa mangsanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dinata dan Sugardjito (2008) yang menyatakan bahwa sebagai predator, harimau memangsa berbagai jenis hewan, termasuk burung, reptilia, amfibia, ikan dan bahkan hewan invertebrata, namun kelas mamalia khususnya hewan ungulata merupakan pakan utamanya. Keberadaan hewan mangsa merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan Harimau Sumatera.

Di lokasi yang didapatkan gambar Individu 1, didapatkan juga satwa

mangsanya berupa Beruang Madu (Helarctos malayanus), Rusa (Cervus unicolor), Babi Hutan (Sus scrofa), Beruk (Macaca nemestrina), Landak (Hystrix brachyura), dan Kuau Raja (Argusianus argus). Sementara Di

lokasi yang didapatkan gambar Individu 2, hanya didapatkan juga satwa

mangsanya berupa Beruang Madu (Helarctos malayanus), Rusa (Cervus unicolor), Kijang (Muntiacus muntjak) dan Landak (Hystrix brachyuran). Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan

(55)

mangsa di hutan dengan ketinggian 100-600 mdpl lebih banyak dibandingkan di hutan dengan ketinggian 600- 1.700 mdpl. Semakin tinggi letak geografis habitat hutan semakin kecil variasi vegetasinya yang mempengaruhi pula kepadatan satwanya. Hal ini diduga akibat tingginya laju perburuan satwa dan penebangan pohon pada hutan daratan rendah saat ini. Menurut Dinata dan Sugardjito (2008) deforestasi yang terjadi akibat penebangan pohon menyebabkan menurunnya biomassa vegetasi yang berarti juga menurunnya kualitas habitat. Penurunan kualitas habitat ini sangat mempengaruhi populasi hewan-hewan mangsa karena berkurangnya sumber pakan dan naungan vegetasi sebagai tempat berlindung. Griffiths dan Schaick (1994) menyatakan bahwa adanya aktivitas manusia pada suatu kawasan menyebabkan hidupan liar cenderung menghindar. Sedikitnya satwa mangsa yang berada di daerah dengan ketinggian di bawah 1.000 mdpl

diduga menjadi faktor jauhnya jarak yang ditempuh Individu 2 daripada Individu 1. Dalam waktu 20 hari, Individu 1 mampu menempuh jarak 6,95 km.

(56)

jantan lebih luas daripada harimau betina. Franklin dkk. (1999) memperkirakan bahwa daerah jelajah Harimau Sumatera betina dewasa berkisar antara 40 – 70 km2, sedangkan Griffith (1994) dalam Tilson dkk. (1994) memperkirakan bahwa daerah jelajah Harimau Sumatera jantan dewasa sangat bervariasi, yaitu antara 180 km2 pada kisaran ketinggian antara 100 – 600 mdpl , 274 km2 pada kisaran ketinggian antara 600 – 1.700 mdpl., dan 380 km2 pada ketinggian di atas 1.700 mdpl. Daerah jelajah satu harimau jantan dewasa dapat mencakup daerah jelajah dua betina dewasa (Franklin dkk., 1999). Australian Zoo Organization (2004) menyatakan bahwa Harimau Sumatera jantan mempunyai daerah jelajah sekitar 380 km2 dan untuk betina hanya setengahnya.

Hasil pendugaan populasi Harimau Sumatera di lokasi penelitian yang

mempunyai luas 578 km2 adalah 2 individu. Sementara, Semiadi dan Taufiq (2006) menyatakan bahwa pada habitat pegunungan dengan

(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah individu Harimau Sumatera yang terekam oleh camera trap di Taman Nasional Gunung Leuser SPTN Wilayah VI Besitang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara sebanyak 2 individu

2. Harimau Sumatera hanya dijumpai pada hutan primer dengan total kehadiran dua individu sebayak 9 kali, Individu 1 sebanyak 3 kali sedangkan Individu 2 sebanyak 6 kali.

Saran

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, H. 2009. Mengenal Harimau Sumatera. Sumatera Rainforest Institute (SRI).

Alamendah, 2010. Hewan Nokturnal binatang malam. Diakses dari

Asriana, D., 2007. Komposisi dan Kelimpahan Mamalia di Perkebunan Kelapa Sawit PT Asiatic Persada Jambi. Skripsi. Fakultas Biologi UNJ, Jakarta. Australian Zoo Organization. 2004. Sumatran Tiger. www.zoo.org.au. Sesuai

tanggal 10 Juli 2004.

Azlan, M. 2009. The use of camera traps in Malaysian rainforests. Journal Of Tropical Biology And Conservation 5: 81 - 86, 2009. Department of Zoology, Faculty of Resource Science and Technology, Universiti Malaysia Sarawak, 94300, Kota Samarahan, Sarawak.

Balai TNGL. 2006. Renstra pengelolaan TNGL. File. Tidak diterbitkan. Medan. Borner, M. 1978. Status and Conservation of the Sumatran tiger. Carnivore 1

(3):27:34.

Butler, R.A., 1994. Types Of Rainforests. Diakses dari

.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan rencana aksi konservasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) 2007-2017.

Dinata, Y., dan Jito Sugardjito (2008) Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) dan Hewan Mangsanya di Berbagai Tipe Habitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Jurnal Biodiversitas. 7(3): 222-226. Fakultas Biologi, Universitas Nasional (UNAS), Jakarta.

Franklin, N., S. Bastoni, D. Siswomartono, J. Manansang, dan R. Tilson .1999. Last of the Indonesian tigers: a cause for optimism dalam Siedensticker, J., Christie, S. & Jackson, P. (eds.). Riding the tiger: Tiger conservation in human dominated landscapes. Cambridge: Cambridge University Press. P: 130–147.

(59)

Griffiths M. dan C. P. v. Schaick 1994. The Impact of Human Traffic on the Abundance and Activity Periods of Sumatran Rain Forest Wildlife Conservation Biology 7 (3): 623-626.

Guggisberg, C.A.W. 1975. Wild Cats of the World. Taplinger. New York dalam Nowak, R. M., dan J. L. Paradiso, 1983. Walker’s mammals of the world, 4th edition. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London. Hlm. 1087.

Hutajulu, M.B. 2007. Studi Karakteristik Ekologi Harimau Sumatera (Panthera Tigris sumatrae Pocock, 1929) berdasarkan camera trap di Lansekap Tesso Nilo–Bukit Tigapuluh, Riau. Tesis. Pasca Sarjana Biologi. Universitas Indonesia. Depok.

Karanth, K U dan Nichols, J D. 2002. Monitoring Tigers and Their Prey:a Manual for Researchers, Managers and Conservationists in Tropical Asia. Centre for Wildlfe Studies. Banglore. India.

Karanth dan Chundawat. 2002. Ecology of the tiger: Implications for population monitoring, in Karanth K.U. and Nichols J.D. (eds.). Monitoring tigers and their prey: a manual for researchers, managers and conservationists in tropical Asia. Centre for Wildlife Studies: Bangalore: p: 9-21

Kitchener, A. C. 1999. Tiger distribution, phenotypic variation and conservation issues dalam Seidensticker J., S. Christie, P. dan Jackson, editor. Riding the tiger: tiger conservation in human-dominated landscape. Cambridge University Press, Cambridge, UK. P: 19- 39

Linkie, M., Wibisono, H.T., Martyr, D.J. & Sunarto, S. 2008. Panthera tigris ssp. sumatrae. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.4. Diakses dari Lubis, A. H., 2009. Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasoinal Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Pasca Sarjana Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Lynam, A.J., T. Palasuwan, J. Ray, dan S. Galster. 2000. Tiger Survey Techniques and Conservation Handbook. Bangkok: Wildlife Conservation Society-Thailand Program.

Maddox, M.T, Priatna, D, Gemita, E dan Salampessy, A. 2004. Pigs, Palms, People and Tigers (Survival of The Sumateran Tiger in a Comercial Landscape). Jambi Tiger Project-Zoological Society of London, Report 2002-2004.

Payne, J., C. M. Francis, K. Phillipps, dan S. N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam. The Sabah Society Malaysia dan Wildlife Conservation Society Indonesia Program. Prima Centra. Jakarta.

(60)

Pete L. 2005. Kernel Home Range Estimation for ArcGIS, using VBA and ArcObjects. User Manual. Department of Fisheries and Wildlife Sciences, Virginia Tech, 149 Cheatham Hall, Blacksburg. 62 p.

Rowcliffe, J.M. dan C. Carbone. 2008. Surveys using camera traps: are we looking to a brighter future?. Animal Conservation 11:185–186

Sanderson, J.G. dan M. Trolle. 2005. Monitoring Elusive Mammals. American Scientist 93:148-155.

Santiapillai, C. dan W.S. Ramono. 1985. On the status of the tiger (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1892) in Sumatra. Tigerpaper 12 (4): 23-9

Schaller, G. B. 1976. The mouse that barks dalam Nowak, R. M., dan J. L. Paradiso, 1983. Walker’s mammals of the world, 4th edition. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London. Hal 1089-1091.

Seidensticker, J., S. Christie, dan P. Jackson. 1999. Introducing the tiger dalam Seidensticker J., S. Christie, P. dan Jackson, editor. Riding the tiger: tiger conservation in human dominated landscape. Cambridge University Press, Cambridge, UK. P: 1-3

Semiadi, G., dan R.T. P. Nugraha. 2006. Profil Reproduksi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Tingkat Penangkaran. Jurnal Biodiversitas. 7(4):368-371. Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong.

Sinaga, W.H., 2005. Konservasi Harimau Sumatera Secara Komprehensif . diakses melalu 2011

Sunquist, M. E. 1981. The social organization of tigers (Panthera tigris) in Royal Chitawan National Park, Nepal. Smithsonian contributions to zoology 336:1-98.

Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 2009. http://www.bukit30.org/fauna.php [21 Oktober 2010 20.08]

(61)

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725

Waruwu, F. A., 1984. Kesadaran Hukum Masyarakat Membantu Usaha Pelestarian Lingkungan. Duta lingkungan. Duta rimba no. 56. Perum Perhutani

Wibisono, H.T. 2007. Tutorial Program Capture Model Mo dan Mh. Wildlife

Conservation Society. Bogor.

Wibisono, H.T. 2007. Protokol Survai Pengamatan Harimau Sumatera dan Mamalia Besar: Pendekatan Patch Occupancy. Wildlife Conservation Society. Bogor.

(62)

Lampiran 1. Titik pemasangan seluruh camera trap di lokasi penelitian

(LU) Pasang Cek/pasang lagi Bongkar

(63)

18 N26W26 18 98° 04' 28" 3° 58' 42" 80 27 Agustus 2010 27 September 2010 28 Oktober 2010 Hutan Sekunder

19 N26W26 19 98° 06' 23" 3° 57' 46" 71 28 Agustus 2010 23 September 2010 29 Oktober 2010 Hutan Sekunder

20 N26W26 21 98° 03' 14" 3° 56' 47" 72 04 Agustus 2010 24 September 2010 20 Oktober 2010 Hutan Sekunder

21 N26W26 22 98° 04' 48" 3° 56' 26" 95 02 Agustus 2010 22 September 2010 27 Oktober 2010 Hutan Sekunder

22 N26W26 23 98° 06' 27" 3° 56' 47" 57 06 Agustus 2010 23 September 2010 29 Oktober 2010 Hutan Sekunder

23 N26W26 25 98° 03' 21" 3° 54' 45" 60 03 Agustus 2010 01 Oktober 2010 26 Oktober 2010 Hutan Sekunder

24 N26W26 26 98° 04' 47" 3° 55' 04" 118 30 September 2010 30 September 2010 25 Oktober 2010 Hutan Sekunder

25 N26W26 29 98° 02' 46" 3° 52' 23" 104 04 Agustus 2010 04 Oktober 2010 26 Oktober 2010 Hutan Sekunder

26 N26W26 30 98° 04' 36" 3° 52' 27" 98 05 Agustus 2010 02 Oktober 2010 25 Oktober 2010 Hutan Sekunder

27 N26W27 39 97° 58' 33" 3° 55' 59" 470 22 Agustus 2010 16 Oktober 2010 16 Oktober 2010 Hutan Sekunder

28 N26W27 40 98° 00' 56" 3° 56' 38" 89 15 Agustus 2010 14 Oktober 2010 14 Oktober 2010 Hutan Sekunder

29 N26W27 43 97° 58' 29" 3° 53' 15" 757 20 Agustus 2010 19 Oktober 2010 19 Oktober 2010 Hutan Sekunder

30 N26W27 44 98° 00' 39" 3° 54' 10" 144 17 Agustus 2010 17 Oktober 2010 17 Oktober 2010 Hutan Sekunder

31 N26W27 47 97° 59' 08" 3° 51' 58" 599 23 Agustus 2010 08 Oktober 2010 28 Oktober 2010 Hutan Sekunder

(64)
(65)
(66)

Lampiran 4. Jenis-jenis Satwa yang terekam oleh camera trap.

No Satwa liar Nama latin Total Sel

1 Harimau sumatera Panthera tigris sumatrae 6

2 Gajah Sumatera Elephas maximus sumatrae 4

3 Macan Dahan Neofelis nebulosa 6

4 Beruang Madu Helarctos malayanus 14

5 Binturong Artictis binturong 2

6 Kucing Emas Felis temminckii 5

7 Kucing Batu Felis bengalensis 2

8 Kucing Hutan Prionailurus bengalensis 3

9 Rusa Cervus unicolor 11

10 Kambing Hutan Capricornis sumatrensis 8

11 Kijang Muntiacus muntjak 15

12 Babi Hutan Sus scrofa 19

13 Monyet Ekor panjang Macaca fascicularis 1

14 Beruk Macaca nemestrina 20

15 Kedih Presbytis thomasi 7

16 Babi Batang Arctonyx collaris 1

17 Musang Galing Paguma larvata 4

18 Musang Leher Kuning Martes flavigula 5

19 Musang Belang Diplogale derbyanus 8

20 Linsang-linsang Prionodon linsang 7

21 Landak Hystrix brachyuran 21

22 Trenggiling Manis javanicus 2

(67)

Lampiran 5. Temuan Satwa Liar disetiap Lokasi Pemasangan Camera Trap

Satwa I (N25W27) II (N26W26) III (N26W27)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 5 6 7 9 10 13 14 7 8 11 12 15 16

Harimau sumatera * * * * * *

Gajah Sumatera * * * *

Macan Dahan * * * * * *

Beruang Madu * * * * * * * * * * * * * *

Binturong * *

Kucing Emas * * * * *

Kucing Batu * *

Kucing Hutan * * *

Rusa * * * * * * * * * * *

Kambing Hutan * * * * * * * *

Kijang * * * * * * * * * * * * * * *

Babi Hutan * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Monyet Ekor

panjang *

Beruk * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Kedih * * * * * * *

Babi Batang *

(68)

Lanjutan lampiran 5.

Satwa N25W27 N26W26 N26W27

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 5 6 7 9 10 13 14 7 8 11 12 15 16 Musang Leher

Kuning * * * * *

Musang Belang * * * * * * * * *

Linsang-linsang * * * * * * *

Landak * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Trenggiling * *

Tupai *

Kancil * * * * *

Kuwau * * * * * * * * * * * * * * *

Burung * * * * * * * * * * * * * * *

Kelelawar * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Tikus * * * * * * * * * *

Ayam Hutan * *

Biawak *

Manusia * * * *

Keterangan : * Ada

(69)
(70)
(71)

Lampiran 9. Gambar satwa yang terekam camera trap

1. Harimau Sumatera

(Panthera tigris sumatrae)

2. Gajah Sumatera

(Elephas maximus sumatrae)

3. Macan Dahan

(Neofelis nebulosa)

4. Beruang Madu

(Helarctos malayanus)

5. Binturong

(Artictis binturong)

6. Kucing Emas

(72)

7. Kucing Batu

(Felis bengalensis)

8. Kucing Hutan

(Prionailurus bengalensis)

9. Rusa

(Cervus unicolor)

10. Kambing Hutan

(Capricornis sumatrensis)

11. Kijang

(Muntiacus muntjak)

12. Babi Hutan

(73)

13. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

14. Beruk

(Macaca nemestrina)

15. Kedih

(Presbytis thomasi)

16. Babi Batang

(Arctonyx collaris)

17. Musang Galing

(Paguma larvata)

(74)

19.Musang Belang

(Diplogale derbyanus)

20.Linsang-linsang

(Prionodon linsang)

21.Landak

(Hystrix brachyuran)

22.Trenggiling

(Manis javanicus)

23.Tupai

(Tupaia sp)

24.Kancil

(75)

25.Kuau Raja

(Argusianus argus)

26.Burung

(Aves sp.)

27.Kelelawar

(Cynopterus sp)

28.Tikus

(Leopaldamys sp)

29.Ayam Hutan

(Lophura inornata)

30.Biawak

Gambar

Gambar satwa yang terekam camera trap .............................................
Gambar 1. Peta Sebaran Harimau Sumatera
Gambar 2. Lokasi penelitian
Gambar 3. Petak (grid) dan anak petak (sel) pemasangan camera trap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berorientasi Objek Ismi Amalia, S.Si., M.Kom.. Said

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam proyek CCDP – IFAD adalah faktor pendidikan, pekerjaan sampingan,

[r]

Zainoel Abidin (RSUDZA) perlu membuat perencanaan di bidang proteksi kebakaran untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.penilaian dari kelengkapan

Ê òîìó æå, åñëè âàñ âñå æå, ÷òî-òî íå óñòðîèëî âû ìîæåòå âåðíóòü ëþáîé òîâàð Amway â òå÷åíèè 90 äíåé..  èõ ñîñòàâ âõîäÿò ðàñòèòåëüíûå

Pemimpin pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kultur organisasi serta iklim yang kondusif bagi upaya meningkatkan pertumbuhan dan mempertinggi pengembangan

Produk yang akan dihasilkan dalam usaha ini adalah makanan ringan berupa dawet yang dibuat dengan memanfaatkan Jagung, yang digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Jagung..