• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN KONFLIK MANUSIA DENGAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI SEKITAR KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN KONFLIK MANUSIA DENGAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI SEKITAR KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1

IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN KONFLIK MANUSIA DENGAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI SEKITAR KAWASAN

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

SKRIPSI

RUT PRISKILA NAINGGOLAN 141201049

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

2

2

IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN KONFLIK MANUSIA DENGAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI SEKITAR KAWASAN

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

SKRIPSI

Oleh:

RUT PRISKILA NAINGGOLAN 141201049

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

3

(4)

ii

(5)

ABSTRAK

RUT PRISKILA NAINGGOLAN: Identifikasi dan Pemetaan Konflik Manusia dengan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan BEJO SLAMET.

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di Indonesia merupakan habitat satwa liar yang terletak diantara dua provinsi yaitu Provinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) dan Provinsi Sumatera Utara. Tingginya aktivitas manusia meyebabkan meningkatnya kerusakan hutan di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik konflik manusia dengan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) secara spasial berdasarkan biofisik wilayah di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kec.

Bahorok. Konflik di identifikasi berdasarkan tutupan lahan, ketinggian, kelerengan, dan jarak dari sungai. Konflik yang terjadi di Kec. Bahorok berada di Desa Lau Damak dan Desa Timbang Lawan. Konflik antara manusia dengan harimau (Panthera tingris sumatrae) di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Bahorok terjadi di tutupan lahan perkebuan karet, sawit, dan tanah terbuka pada ketinggian 0-600 mdpl, kelerengan 8-15 % (Landai) 15-25 % (Bergelombang), dan jarak dari sungai sekitar 0-200 m, serta korban konflik adalah ternak masyarakat.

Kata kunci: Harimau Sumatra, Konflik Manusia-Harimau, TNGL, Tutupan Lahan

(6)

iv

ABSTRACT

RUT PRISKILA NAINGGOLAN: Identification and Mapping Human Conflict with Sumatran Tigers (Panthera tigris sumatrae) in the vicinity of the Gunung Leuser National Park Area. Supervised by PINDI PATANA and BEJO SLAMET.

Gunung Leuser National Park is one of the largest conservation areas in Indonesia, which is a wildlife habitat located between two provinces namely Nanggro Aceh Darussalam (NAD) Province and North Sumatra Province. The high level of human activity has caused increased damage to forests around the Gunung Leuser National Park (TNGL). The purpose of this study is to determine the characteristics of human conflict with Sumatran tigers (Panthera tigris sumatrae) spatially based on biophysical areas around the Gunung Leuser National Park Area, Kec. Bahorok. Conflict is identified based on land cover, altitude, slope, and distance from the river. Conflict that occurred in the district Bahorok is in Lau Damak Village and Timbang Lawan Village. Conflict between humans and tigers (Panthera tingris sumatrae) around the Gunung Leuser National Park area, Bahorok Subdistrict, occurs on the cover of rubber, oil palm, and open land at an altitude of 0-600 masl, slope 8-15% (Ramps) 15-25 % (Wavy), and the distance from the river is around 0-200 m, and the victims of conflict are community livestock.

Keywords: Sumatran Tiger, Human-Tiger Conflict, TNGL, Land Cover.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pamatang tanggal 21 Juni 1995 dari pasangan ayah Kitaman Nainggolan dan ibu Tiamsa Samosir (Alm). Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SD 091454 Pamatang dan lulus pada tahun 2008. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Dolok Panribuan dan lulus pada tahun 2011, Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, minat Manejemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi dalam kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva Indonesia (HIMAS) USU. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2016 di Kawasan Hutan Mangrove Sei Nagalawan Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Tesso Nilo Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau (5 Februari – 6 Maret 2018 ). Pada awal tahun 2018 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Identifikasi dan Pemetaan Konflik Manusia dengan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser” di bawah bimbingan Bapak Pindi Patana, S.Hut.,M.Sc dan Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si.

.

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul skripsi ini adalah “Identifikasi dan Pemetaan Konflik Manusia dengan Harimau sumatera (Panthera tingris sumatrae) di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc dan Bapak Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memerikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua saya, saudara- saudara serta teman-teman yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 12 April 2019

Rut Priskila Nainggolan

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP.. ... v

KATA PENGANTAR. ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Gunung Leuser ... 3

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ... 4

Status dan Ancaman ... 4

Habitat dan Pakan ... 4

Perilaku ... 5

Populasi ... 5

Konflik Satwa Liar ... 6

Tingkat Konflik Harimau ... 6

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Alat dan Bahan Penelitian ... 8

Pengumpulan Data ... 9

Prosedur Penelitian ... 9

Tahap persiapan ... 9

(10)

viii

Survei lapangan (Ground check) ... 9

Pengolahan data ... 9

Analisi Data ... 10

Peta tutupan lahan ... 10

Peta ketinggian dan kemiringan lereng ... 10

Peta jarak dari sungai ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan ... 12

Ketinggian Tempat ... 17

Jarak dari Sungai ... 18

Kelerengan Tempat ... 20

Informasi dan Presepsi Masyarakat Tentang Konflik Harimau ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA...24

(11)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Ketinggian Tempat ... 10

2. Kelerengan Tempat ... 10

3. Jarak dari Sungai ... 11

4. Luas Tipe Tutupan Lahan di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Bahorok Tahun 2006, 2011, 2016 ... 12

5. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Kelas Ketinggian Tempat ... 17

6. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Jarak dari Sungai ... 19

7. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Kelerengan ... 20

8. Kutipan Representatif dari Wawancara dengan Masyarakat di Kecamatan Bahorok ... 21

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Lokasi Penelitian ... 8

2. Peta Perubahan Tutupan Lahan di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Bahorok ... 13

3. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 – 2016 ... 14

4. Peta Ketinggian Tempat ... 18

5. Peta Buffer Sungai ... 19

6. Peta Kelerengan ... 20

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tahun 2006 – 2011 ... 27 2. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tahun 2011 – 2016 ... 28 3. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tahun 2006 – 2016 ... 29

(14)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki keaneakaragaman hayati yang sangat tinggi dan merupakan habitat yang cocok bagi spesies satwa liar. Akan tetapi kondisi hutan hingga saat ini mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Perubahan hutan sumatera akibat adanya kegiatan konversi hutan seperti perkebunan, pertambangan, penebangan liar, dan perambahan sehingga sumberdaya yang ada di hutan menjadi menurun (Mulyanto dan Jaya, 2004).

Aktivitas manusia yang mengkonversi hutan sebagai lahan perkebunan, pertanian dan perburuan merupakan tekanan yang sangat besar bagi satwa liar.

Berkurangnya habitat satwa liar dan hutan dengan luasan yang sedikit dan sumberdaya yang rendah yang tidak memenuhi syarat sebagai habitat bagi satwa liar. Ketika sumber makanan dan tempat berlindung sudah mulai terbatas, maka satwa liar akan mencari lokasi alternatif dengan mendatangi permukiman dan perkebunan yang pada akhirnya memicu konflik antara manusia dengan satwa liar yang biasanya selalu berakhir dengan kematian satwa liar (Hadadi et al., 2015).

Hutan sebagai habitat bagi satwa dan sumber penghidupan bagi manusia mampu memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung. Pentingnya pelestarian hutan sebagai penunjang kehidupan secara berlanjut mampu meningkatkan kelestarian hutan. Hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem habitat satwa untuk bertahan hidup, memanfaatkan ruang, mencari sumber pakan sama halnya dengan manusia. Kondisi ini memungkinkan untuk terjadinya perebutan sumberdaya hutan antara manusia dengan satwa liar sehingga mengakibatkan konflik antara keduanya, terkhusus dengan harimau sumatera (Panther tigris sumatrae). Konflik antara manusia dengan harimau tidak dapat di hindarkan karena adanya penggunan sumberdaya yang sama (Affandi, 2016).

Harimau menghadapi dua kali lipat ancaman dengan kehilangan habitat harimau, penggundulan hutan besar-besaran dan memburu bagian-bagian tubuh harimau sangat dihargai di pasar gelap asia tradisional digunakan sebagai obat- obatan, perhiasan, daya tarik dan dekorasi. Ancaman harimau sumatera di ambang

(15)

2

kepunahan karena perburuan, hilangnya spesies mangsa dan kehilangan habitat.

Penegakan yang ketat harus dilakukan di sumatera untuk menghentikan perburuan dan perdagangan harimau sumatera (Asiyah dan Fauzi, 2012).

Pendekatan pengunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang dapat memadukan, menggabungkan, mengatur dan menganalisis data. Salah satu kemampuan penting dari SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis dan pemodelan spasial untuk menghasilkan informasi baru (Fauzi et al., 2009).

Mengingat konflik manusia dengan harimau sumatera (KMH) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, maka penggunaan SIG untuk identifikasi dan pemetaan sebaran KMH menjadi penting dilakukan. Salah satu kasus KMH yang penting di kaji karena adanya kerugian baik pada satwa maupun manusia.

Seperti konflik manusia dengan harimau di kecamatan Bahorok kabupaten Langkat yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser perlu untuk di kaji.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

Menentukan karakteristik konflik manusia dengan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) secara spasial berdasarkan biofisik wilayah di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Kegunaan Penelitian

Pelitian ini berguna untuk:

Sebagai informasi mengenai konflik manusia dengan harimau sumatera (Panthera tingris sumatrae) dan sebagai refrensi untuk penelitian sejenis yaitu tentang konflik harimau sumatera di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dan wilayah administrasi Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

(16)

3

3

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Gunung Leuser

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di Indonesia yang terletak diantara dua provinsi yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. TNGL juga termasuk taman nasional yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang menjadi habitat dari berbagai jenis flora dan fauna (Hadiaty, 2005).

TNGL terdiri dari, Suaka Margasatwa kluet, 20.000 Ha, Suaka Margasatwa Gunung Leuser 416.500 Ha, Suaka Margasatwa Kappi 142.800 Ha, suaka Margasatwa Langkat Selatan 82.958 Ha, Suaka Margasatwa Sikundur 60.000 Ha dan dihuni oleh lima mamalia besar yang langka yaitu orang utan, badak, gajah, harimau dan beruang. Diperkirakan ada 130 jenis mamalia di hutan TNGL, berarti 25% dari sejumlah mamalia Indonesia dapat dijumpai di TNGL (YLI, 2009).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di kecamatan Bahorok yang berbatasan dengan resort Marike, Resort Bukit Lawang dan Resort Bahorok kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok, Kabupaten Langkat. Lokasi penelitian ini merupakan lokasi yang berpotensi sering terjadi konflik manusia dengan satwa liar sehingga sangat memungkinkan satwa liar masuki pemukiman, perkebunan, perladangan masyarakat.

Secara astronomis Kecamatan Bahorok berada antara 03020’30” - 03036’51” LU dan 98036’15” – 98059’06” BT. Luas wilayah 110.183 ha (1.101,83 km2) berbatasan:

Sebelah utara : Kecamatan batang serangan Sebelah selatan: Kabupaten Karo

Sebelah barat : Provinsi Aceh

Sebelah timur : Kecamatan Serapit, Kecamatan Salapian, Kecamatan Kutambaru ( BPS, 2016).

(17)

4

Harimau Sumatera (Panthera tingris sumatrae)

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah satu-satunya dari tiga subspesies harimau yang tersisa di Indonesia yang jumlahnya semakin menurun dari tahun ketahun sedangkan harimau subspesies lainnya seperti subspesies Jawa (P. t. sondaica) dan subspesies Bali (P. t. balica) telah punah. Harimau merupakan satwa yang memegang peranan penting dalam kehidupan satwa.

Status dan Ancaman

Harimau sumatera berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) berstatus kritis (Critically Endangered) harus dilindungi jangan sampai di ambang kepunahan. Harimau sumatera merupakan subspesies yang masih tersisa di Indonesia (Goodrich et al., 2008). Secara ilmiah harimau sumatera memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : carnivore Famili : Felidae Genus : Panthera

Spesies : Panthera Tingris

Sub spesies : Panthera Tingris Sumatrae.

Habitat dan Pakan

Habitat merupakan salah satu daya dukung keberlangsungan hidup harimau. Akan tetapi rusaknya habitat harimau menghadapi banyak ancaman yang kompleks dan tumpang tindih/saling terkait, sebagian didorong oleh populasi manusia yang meningkat dan peningkatan eksploitasi sumber daya alam khususnya selama abad terakhir. Hilangnya atau terfragmentasi ekosistem yang sehat menyebabkan penurunan dalam makanan dan peluang reproduksi bagi harimau, serta meningkatnya konflik dengan manusia. Di habitat aslinya, harimau sumatera terdapat di hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian antara 0 – 3.000 meter di atas permukaan laut (Dephut, 2007).

(18)

5

5

Keberadaan hewan mangsa merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan harimau sumatera. Beberapa satwa mangsa utama harimau sebagai predator, mangsa utama harimau adalah babi hutan (Sus sp.), rusa (Cervus unicolor), kijang (M. muntjak), sapi (Boselaphus tragocamelus), kambing hutan (Capricornis sumatraensis), tapir (Tapirus indicus), landak (Hystrix indica), kelinci (Lepus nigricollis) (Bagchi et al., 2003).

Perilaku

Wilayah jelajah harimau jantan lebih luas di bandingkan dengan harimau betina. Jarak maksimum pindah setiap harimau dalam satu hari berbeda- beda, kisarannya adalah 8,5-18,9 km2 (Priatna et al., 2012). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi luas jelajah harimau sumatera adalah ketersediaan satwa mangsa. Harimau merupakan satwa yang soliter, jarang dijumpai

berpasangan, kecuali pada harimau betina beserta anak-anaknya (Paiman et al., 2018).

Harimau biasanya melakukan penjagaan terhadap wilayah teritorinya dengan cara meninggalkan bau-bauan pada urine dan feses serta penandaan berupa cakaran di pohon pada lokasi tertentu yang mereka anggap strategis dan mampu menghidarkan dari gangguan harimau lainnya, terutama pejantan (Ganesa dan Aunurohim, 2012).

Populasi

Populasi harimau sumatra di habitat alaminya secara menyeluruh belum diketahui secara tepat, tetapi dapat dipastikan bahwa populasinya saat ini sudah dalam kondisi sangat kritis. Sebagian besar harimau sumatera mati akibat perburuan, sedangkan penurunan kualitas dan kuantitas habitat harimau sumatera akibat konversi hutan, eksploitasi hutan, penebangan liar, perambahan hutan, kebakaran hutan dan lain-lain. Kondisi seperti ini apabila tidak ditangani secara serius dan intensif dapat dipastikan bahwa populasi harimau sumatera di alam akan menurun secara cepat dan dalam waktu yang tidak lama akan punah seperti yang telah terjadi pada harimau Bali (Phantera tigris balica), harimau Kaspia (Phantera tigris virgata) dan harimau Jawa (Phantera tigris sondaica) yang sudah dianggap punah (Winarno dan Ameliya, 2009).

(19)

6

Harimau sebagai predator utama dalam rantai makanan dan mempengaruhi pada rantai makanan di dalam hutan. Saat ini harimau mempertahankan populasi liar yang di bawah pengendaliannya, sehingga dapat terjaganya keseimbangan antara vegetasi dan satwa mangsa secara harimau berkesinambungan (Ramadhanty, 2018).

Populasi harimau sumatera di alam bebas sekitar 450-600 ekor yang semakin berkurang karena hancurnya habitat, perburuan, bagian-bagian tubuh harimau yang di perdagangkan secara illegal dan dikarenakan adanya konflik dengan manusia ( Plowden dan Bowles, 1997).

Konflik Satwa Liar

Konflik merupakan suatu perwujudan perbedaan cara pandang antara berbagai pihak terhadap obyek yang sama. Konflik antara manusia dan satwaliar terjadi akibat sejumlah interaksi negatif baik langsung maupun tidak langsung antara manusia dengan satwaliar.

Kerugian pada manusia juga berdampak pada efek kejiwaan mental, biasanya masyarakat takut melakukan aktifitas ke ladang/sawah. Sehingga hal ini dapat mengakibatkan hilangnya/berkurangnya mata pencaharian masyarakat dan rasa diri tidak nyaman melakukan pekerjaan di ladang/sawah. Untuk itu diperlukannya suatu kebijakan yang bersifat penting dan strategis dalam menghadapi permasalahan konflik satwa yang mempunyai legitimasi hukum atau berdasarkan peraturan perundang-undangan (Wibowo et al., 2017).

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, degradasi habitat, transformasi penggunaan lahan menjadi perkebunan maupun perladangan dan meningkatnya penggembalaan ternak di sekitar kawasan hutan lindung dianggap

sebagai penyebab pemicu utama konflik manusia dengan satwa liar (Habib et al., 2015).

Tingkat Konflik Harimau

Di Sumatera akhir-akhir ini konflik manusia dengan harimau semakin meningkat, munculnya harimau ke permukiman sering membuat masyarakat resah dengan keberadaan harimau. Hal ini yang memicu sebagian masyarakat

(20)

7

7

berkeinginan untuk membunuh harimau. Konflik manusia dengan harimau dapat di kategorikan sebagai berikut:

1. Rendah, apabila daerah tumpang tindih antara aktivitas manusia dan harimau tidak terlalu nyata. Skenario ini terjadi jika daerah aktivitas manusia dan harimau memiliki batas yang jelas, di mana harimau tidak mampu meninggalkan hutan dan akses manusia ke dalam hutan sangat terbatas.

2. Sedang, apabila manusia memiliki akses ke sumberdaya hutan, sementara hutan tersebut memiliki daya dukung yang cukup untuk mendukung harimau pada kelimpahan.

3. Tinggi, pada daerah hunian manusia yang terisolasi, yang dikelilingi oleh habitat harimau yang sangat luas sehingga kemungkinan konflik juga menjadi lebih tinggi. Situasi ini mewakili pembangunan wilayah pemukiman di tengah hutan dengan kepadatan harimau yang tinggi (Nyhus dan Tilson, 2004).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (GIS) sering disebut sebagai alat (tool) yang dapat menyajikan informasi geografis mengenai permukaan rupa bumi dalam bentuk peta. SIG dapat menganalisis perubahan penggunaan lahan. Perlunya monitoring dan evaluasi mengenai penggunaan lahan dengan pendekatan sistem informasi geografis dapat memudahkan dan meningkatkan kinerja dari para pengambil kebijakan (policy maker) yang terkait dengan pengelolaan hutan dan lahan (Nugroho dan Prayogo, 2008).

Penggunaan sistem informasi geografis dapat membantu dalam perencanaan, pengawasan, pembuatan keputusan dan menjanjikan pengelolaan sumber daya serta pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih mudah dan sederhana. Sistem informasi gis merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensinya (Fauzi et al., 2009).

(21)

8

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dari bulan Juli sampai dengan Desember 2018.

Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GPS, kompas, kamera, laptop, dan alat tulis. Alat analisis data yang digunakan yaitu ArcGis10.3, Microsoft Excel, dan Google Earth.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data lapangan (ground check) dan data sekunder yaitu adalah peta administrasi Kecamatan Bahorok, peta batas kawasan TNGL, data sebaran titik daerah konflik, data tutupan lahan 2006, 2011 dan 2016, Kecamatan Bahorok dan studi literatur.

(22)

9

9 Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer, adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Data yang dikumpulkan yaitu data pengecekan lapangan (ground check) lokasi kejadian konflik yang disajikan dalam bentuk gambar/foto.

2. Data sekunder, diperoleh dari instansi atau lembaga terkait dan melalui studi literatur dari berbagai sumber. Data sekunder yang mendukung dalam penelitian ini yaitu peta administrasi kecamatan Bahorok, peta batas kawasan TNGL, data sebaran titik daerah konflik, data tutupan lahan 2006, 2011 dan 2016 Kecamatan Bahorok dan studi literatur.

Prosedur Penelitian Tahap persiapan

Menyiapkan seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan selama penelitian di lapangan. Pengumpulan data-data dari berbagai studi literatur dari berbagai sumber yaitu dari lembaga atau instansi yang terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser dan konflik harimau.

Survei lapangan (Ground check)

Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh titik lokasi dan informasi tentang kejadian konflik manusia dengan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), pengambilan data penggunaan lahan dan data lainnya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada tahap survei ini dilaksanakan pula pengamatan kondisi lapangan dan wawancara dengan masyarakat untuk mengetahui informasi kejadian dan persepsi masyarakat mengenai konflik manusia dengan harimau.

Pengolahan data

Karakteristik dan pemetaan konflik manusia dengan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dilakukan dengan mengumpulkan data titik konflik menggunakan GPS. Kemudian digunakan perangkat lunak Arcgis untuk memasukkan semua data sebaran titik-titik kejadian konflik yang ditemukan di lokasi penelitian.

(23)

10

Analisis Data Peta tutupan lahan

Peta tutupan lahan dibuat dengan menggunakan ArcGis 10.3 dari data tutupan lahan tahun 2006, 2011, dan 2016 untuk melihat kondisi biofisik permukaan bumi. Penutup lahan mendeskripsikan keadaan atau kondisi permukaan lahan (Land surface). Dalam pengklasifikasian tutupan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan Arcgis untuk menghasilkan tipe-tipe tutupan lahan seperti hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, perkebunan, pertanian lahan kering, lahan kering campuran, semak belukar, tanah terbuka, sawah, badan air, dan pemukiman.

Peta ketinggian dan kemiringan lereng

Peta ketinggian dan kemiringan lereng dihasilkan dari peta DEMNAS indonesia yang diperoleh dari http://tides.big.go.id/

Tabel 1. Ketinggian Tempat No Kelas Ketinggian (mdpl) 1 0 – 600

2 600 – 1200 3 1200 – 1900 4 1900 – 2500 5 > 2500

Tabel 2. Kelerengan Tempat

No Kelas Kelerengan Keterangan

1 0 – 8% Datar

2 8 – 15 % Landai

3 15 – 25 % Bergelombang

4 25 – 40 % Curam

5 > 40 % Sangat curam

DEM

Pemotongan sesuai dengan area studi

Proyeksi ke UTM

Peta Ketinggian

Analisis Topografi

Peta Kemiringan

(24)

11

11 Peta jarak dari sungai

Peta jarak dari sungai dibuat dari peta jaringan sungai yang di unduh dari http://tanahair.indonesia.go.id/ yang memungkinkan menghitung jarak suatu titik dari objek yang diinginkan.

Tabel 3. Jarak dari Sungai No Kelas (m)

1 0 – 100

2 101 – 200 3 201 – 300 4 301 – 400 5 401 – 600 6 601 – 800 7 801 – 1200

(25)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutupan Lahan

Tutupan lahan adalah kondisi kenampakan biofisik permukaan bumi yang dapat diamati. Hasil analisis diketahui bahwa luas seluruh daerah penelitian adalah sekitar 170.392,95 Ha yang meliputi wilayah Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok (Resort Marike, Resort Bukit Lawang dan Resort Bahorok) dan wilayah administrasi Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat.

Hasil klasifikasi tutupan lahan di lokasi penelitian dari tahun 2006 - 2016 yaitu badan air, belukar, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur dan sawah dan tanah terbuka. Tahun 2006 terdapat sembilan tipe tutupan lahan yaitu badan air, belukar, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur dan sawah. Tahun 2011 tutupan lahan berkurang menjadi delapan tipe tutupan lahan dimana pertanian lahan kering campur habis, sedangkan di tahun 2016 terjadi penambahan tutupan lahan menjadi sepuluh tipe tutupan lahan, yaitu pertanian lahan kering campur dan tanah terbuka.

Tabel 4. Luas Tipe Tutupan Lahan di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Bahorok Tahun 2006, 2011, dan 2016.

No Tipe Tutupan Lahan

Luas Tutupan Lahan 2006

(Ha)

(%)

Luas Tutupan Lahan 2011

(Ha)

(%)

Luas Tutupan Lahan 2016

(Ha)

(%)

1 Badan Air 233,56 0,14 233,56 0,14 233,56 0,14

2 Belukar 2.365,68 1,39 3.570,54 2,10 3.717,58 2,18 3 Hutan Lahan

Kering Primer

132.656,55 77,85 132.656,55 77,85 132.550,50 77,79 4 Hutan Lahan

Kering Sekunder

3.961,36 2,32 3.395,21 1,99 3.296,56 1,93

5 Pemukiman 170,64 0,10 170,64 0.10 170,64 0,10

6 Perkebunan 11.209,45 6,58 11.596,38 6,81 11.595,55 6,81 7 Pertanian Lahan

Kering

746,66 0,44 17.975,57 10,55 17.976,40 10,55 8 Pertanian Lahan

Kering Campur

18.056,13 10,60 - - 32,91 0,02

9 Sawah 992,92 0,58 794,50 0,47 794,50 0,47

10 Tanah Terbuka - - - - 24,73 0,01

Total 170.392,95 100 170.392,95 100 170.392,95 100

(26)

13

13

2006 2007-2011 2012-2016

Gambar 2. Peta Perubahan Tutupan Lahan di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Bahorok.

(27)

14

Gambar 3. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 - 2016

Tutupan lahan terluas tahun 2006 – 2016 yaitu hutan lahan kering primer yang merupakan wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, sedangkan di luar kawasan TNGL perkebunan dan pertanian lahan kering merupakan tutupan lahan yang dominan yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Bahorok. Peta perubahan tutupan lahan di sajikan pada Gambar 2.

Tipe tutupan lahan yang mengalami penambahan maupun penurunan luas yaitu belukar, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah dan tanah terbuka. Sedangkan tutupan lahan tidak mengalami perubahan luas adalah badan air dan pemukiman. Luasan tipe tutupan lahan di sajikan pada Tabel 4.

Perubahan luas tutupan lahan tertinggi dari tahun 2006 – 2016 yaitu pertanian lahan kering campur menjadi belukar seluas 605,79 Ha, perkebunan 443,84 Ha, pertanian lahan kering seluas 16.973,57 Ha. Di ikuti hutan lahan kering sekunder berubah menjadi belukar seluas 672,47 Ha. Perubahan penggunaan lahan 2006 - 2016 disajikan pada Lampiran 3.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2006 2011 2016

Tanah Terbuka

Sawah

Pertanian Lahan Kering Campur

Pertanian Lahan Kering

Perkebunan

Pemukiman

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Lahan Kering Primer

Belukar

Badan Air

(28)

15

15

Tahun 2006 - 2016 hutan lahan kering primer mengalami penurunan menjadi belukar luas 135,84 Ha, sedangkan hutan lahan kering sekunder berubah menjadi belukar seluas 672,42 Ha, padahal hutan lahan kering primer dan sekunder merupakan salah satu habitat harimau sumatera. Kuswanda et all (2010) jenis mamalia besar terestrial dengan indeks kerangaman tertinggi di temukan pada tipe habitat hutan primer sub pegunungan zona inti dan yang terendah pada hutan sekunder pegunungan pada zona pemanfaatan. Perubahan tutupan lahan merupakan salah satu faktor penyebab konflik harimau.

Beberapa perubahan luas tipe tutupan lahan dari tahun 2006 - 2011 adalah hutan lahan kering sekunder menurun menjadi belukar seluas 566,15 Ha, luas perkebunan menurun menjadi pertanian lahan kering seluas 55,73 Ha, luas pertanian lahan kering menurun menjadi sawah seluas 11,39 Ha. luas pertanian lahan kering campur menurun menjadi belukar seluas 638,71 Ha, perkebunan 442,67 Ha, pertanian lahan kering 16.974,75 Ha dan luas sawah menurun menjadi pertanian lahan kering seluas 209,81 Ha. Perubahan penggunaan lahan 2006 - 2011 disajikan pada Lampiran 1.

Pada tahun 2011 – 2016 tutupan lahan bertambah menjadi sepuluh tipe tutupan lahan yaitu badan air, belukar, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah dan tanah terbuka. Beberapa tipe tutupan lahan yang mengalami perubahan luas yaitu luas belukar menurun menjadi hutan lahan kering sekunder seluas 62,20 Ha, pertanian lahan kering campur seluas 32,91 Ha. Luas hutan lahan kering primer menurun menjadi belukar seluas 135,83 Ha, tanah terbuka seluas 24,73 Ha. Luas hutan lahan kering sekunder menurun menjadi belukar seluas 106,32 Ha, hutan lahan kering primer seluas 54,52 Ha, pertanian lahan kering seluas 0,00326072 Ha. Luas perkebunan menurun menjadi pertanian lahan kering seluas 2,00 Ha, dan luas pertanian lahan kering menurun menjadi perkebunan seluas 1,17 Ha. Selama selang waktu lima tahun banyak tutupan lahan yang mengalami perubahan. Perubahan penggunaan lahan 2011 - 2016 disajikan pada Lampiran 2.

Perubahan tutupan lahan secara khusus hutan di sekitar TNGL terjadi karena adanya kegiataan aktivitas manusia ataupun faktor lain. Gurning (2017)

(29)

16

mengemukakan bahwa pertambahan penduduk, jaringan sungai, jalan ke hutan, ketinggian dan kelerengan merupakan penyebab tingkat perubahan tutupan hutan di sekitar TNGL. Penduduk yang bermata pencaharian bertani memerlukan lahan sebagai tempat tinggal, pertanian/perladangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan dengan adanya akses jalan ke hutan, sungai, ketinggian dan kelerengan tempat, memudahkan perambah untuk memasuki hutan.

Perubahan tipe tutupan lahan sangat berpengaruh terhadap kehidupan satwa, terkhusus perubahan luasan hutan. Hutan sebagai habitat harimau terus mengalami penurunan luasan yang mengancam kehidupan harimau sumatera.

Sepanjang tahun 2006 – 2011 perubahan tutupan hutan lahan kering sekunder yang mengalami perubahan luas dan konflik harimau yang terjadi sepanjang tahun tersebut hanya sekali yaitu tahun 2010 di desa Lau Damak. Sedangkan di tahun 2011 – 2016 terjadi perubahan tutupan hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder dan di sepanjang tahun tersebut terjadi konflik harimau yaitu di tahun 2014 di Desa Timbang Lawan, dan di tahun 2018 terjadi lagi konflik harimau di Desa Timbang Lawan.

Peristiwa terjadinya konflik manusia dan harimau sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya luasan hutan yang merupakan habitat harimau.

Nyhus dan Tilson (2004) mengemukakan bahwa konflik manusia dengan harimau sumatera cenderung semakin tinggi di wilayah dengan laju kerusakan hutan yang tinggi. Fitrah et al., (2007) Adanya aktifitas masyarakat dengan mengubah lahan hutan menjadi lahan non hutan tentu akan mengganggu habitat alami harimau sumatera. Penurunan luasan hutan di lokasi penelitian disebabkan adanya perambahan hutan dan perlusan perkebunan milik masyarakat maupun perusahaan swasta. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan spesies endemik sumatera yang terancam punah. Penurunan jumlah individu harimau sumatera disebabkan oleh beberapa faktor seperti kerusakan habitat, perburuan satwa liar, alih fungsi lahan dan konflik dengan manusia. Kecamatan Bahorok merupakan Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser.

Selama 10 tahun terakhir di Kecamatan Bahorok pernah terjadi konflik harimau sumatera yaitu di Desa Lau Damak pada tahun 2010, Desa Timbang Lawan pada tahun 2014 dan 2018.

(30)

17

17 Ketinggian Tempat

Hasil analisis spasial diketahui bahwa ketinggian tempat di lokasi penelitian berkisar antara 0 – 2550 mdpl. Kelas ketinggian konflik dibagi ke dalam 5 kelas yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Kelas Ketinggian Tempat. No Kelas Ketinggian Luas

(Ha)

Jumlah titik Presentasi Konflik (%)

1 0 – 600 60.295,94 3 100

2 600 – 1200 34.631,14 0 0

3 1200 – 1900 16.240,27 0 0

4 1900 – 2500 2.194,62 0 0

5 > 2500 4,25 0 0

Berdasarkan faktor ketinggian bahwa konflik harimau sumatera yang terjadi di lokasi penelitian berada pada ketinggian 0 – 600 mdpl yang merupakan daerah dataran rendah yang menjadi habitat satwa-satwa lain sebagai pakan harimau dan di ketinggian tersebut harimau sumatera lebih aktif melakukan aktivitasnya. Dinata dan Sugardjito (2008) menyatakan frekuensi perjumpaan hewan mangsa antara setiap tipe habitat hutan secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata, walaupun cenderung lebih banyak dijumpai pada dataran rendah. Hewan mangsa dapat ditemukan menyebar di habitat hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan.

Hutan dengan dataran rendah memudahkan masyarakat melakukan berbagai aktivitas pemanfaatan lahan seperti, perambahan hutan, perburuan satwa liar, pembukaan wilayah hutan menjadikan sebagai perkebunan. Hal ini dapat mengakibatkan penyempitan wilayah jelajah dan kerusakan habitat harimau.

Lestarai (2006) Perambahan hutan oleh masyarakat sekitar yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan menyebabkan luas habitat bagi harimau dan satwa lain semakin menyempit.

Di Desa Timbang Lawan dan Desa Lau Damak adanya masyarakat dari luar maupun dari dalam daerah yang masih melakukan perburuan jenis satwa.

Aktivitas pemanfaatan lahan seperti perkebunan sawit/karet dan pengembalaan ternak di sekitar kawasan hutan dapat sebagai pemicu harimau sumatera untuk memangsa ternak milik masyarakat tersebut.

(31)

18

Gambar 4. Peta Ketinggian Tempat

Jarak dari Sungai

Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi mahkluk hidup.

Kecamatan Bahorok memiliki sumber air berupa cekungan atau kubangan, sungai-sungai kecil banyak di jumpai dibagian lembah dan dikelerengan yang sangat curam, sedangkan sungai besar dengan aliran sungai yang panjang seperti sungai Landak dan sungai Bahorok di temui pada bagian yang landai yang menjadi pembatas antara hutan dengan perkebunan/ladang serta pemukiman.

Bahkan masyarakat di lokasi penelitian sangat tergantung dengan keberadaan sungai.

Berdasarkaan hasil analisis di lapangan bahwa konflik yang terjadi di Desa Lau Damak dan Desa Timbang Lawan cukup dekat dengan sungai.

Berdasarkan jarak dari sungai konflik harimau sumatera yang terjadi di Desa Lau Damak tahun 2010 berjarak sekitar 101 – 200 m. Konflik harimau sumatera yang terjadi di Desa Timbang Lawan pada tahun 2014 dan 2018 berjarak sekitar 0 – 100 m. Sebaran titik konflik berdasarkan jarak dari sungai disajikan pada Tabel 6.

(32)

19

19

Tabel 6. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Jarak dari Sungai

No Kelas (m) Luas (Ha) Jumlah titik konflik Presentasi Konflik (%)

1 0 – 100 65.212,94 2 66,66

2 101 – 200 33.742,07 1 33,33

3 201 – 300 10.571,06 0 0

4 301 – 400 2.814,53 0 0

5 401 – 600 902,70 0 0

6 601 – 800 84,73 0 0

7 801 – 1200 37,68 0 0

Wilayah jelajah yang sangat luas memungkinan harimau menemukan sumber air atau sungai untuk minum dan berendam. Alikodra (2002) menyatakan air dipergunakan satwaliar untuk minum dan berkubang. Dapat di katakan bahwa sungai merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi harimau. Harimau sumatera lebih menyukai tempat yang memiliki sumber air, kerena di areal tersebut lebih mudah menemukan jenis satwa mangsanya. Priatna (2012) mengemukakan bahwa hewan mangsa biasanya berkumpul pada tempat-tempat sumber pakan yang melimpah, dimana daerah pinggiran alur sungai merupakan lahan yang sangat subur untuk jenis jenis vegetasi yang merupakan sumber pakan hewan mangsa. Tempat-tempat di sekitar jalur sungai mempunyai tutupan vegetasi yang rapat, sehingga sangat menguntungkan bagi harimau untuk memburu mangsanya dengan cara serangan mendadak atau penyergapan.

Gambar 5. Peta Buffer Sungai

(33)

20

Kelerengan Tempat

Topografi di lokasi penelitian sangat bervariasi pada setiap bagiannya, hasil analisis kelerengan konflik harimau sumatera yang terjadi di desa Lau Damak pada tahun 2010 yaitu di kelerengan 8 – 15 % (landai), sedangkan di desa Timbang Lawan pada tahun 2014 dan 2018 terjadi di kelerengan 15 – 25 %.

Sebaran titik konflik berdasarkan kelerengan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Kelerengan

No Kelas

Kelerengan %

Keterangan Luas (Ha)

Titik Konflik

Presentasi Konflik %

1 0 – 8% Datar 12.215,11 - 0

2 8 – 15 % Landai 10.588,88 1 33,33

3 15 – 25 % Bergelombang 10.718,61 2 66,66

4 25 – 40 % Curam 13.568,38 - 0

5 > 40 % Sangat curam 66.271,74 - 0

Konflik harimau yang terjadi di lokasi penelitian di temukan mulai dari daerah yang landai hingga daerah yang bergelombang karena harimau sumatera lebih mudah melakukan aktivitasnya pada daerah yang datar hingga bergelombang. Rudyansah (2007) mengemukakan bahwa bagi harimau sumatera kelerengan tempat tidak begitu menghambat aksesibilitasnya kecuali pada kemiringan yang ekstrim (sangat curam), namun demikian harimau merupakan hewan oportunis yang akan memilih daerah yang lebih gampang dilalui yaitu daerah yang landai karena kepadatan satwa mangsa yang tersedia lebih tinggi pada daerah tersebut.

Gambar 6. Peta Kelerengan Tempat

(34)

21

21

Informasi dan Presepsi Masyarakat Tentang Konflik Harimau

Presepsi masyarakat merupakan suatu sikap dan perilaku dalam tindakan masyarakat terhadap keberadaan harimau dan konflik yang terjadi di lokasi penelitiaan. Dalam penelitian ini informasi dan presepsi masyarakat mengenai konflik harimau diperoleh dengan mewawancarai tokoh masyarakat dan beberapa penduduk yang berada di lokasi penelitian. Informasi wawancara di sajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kutipan Representatif dari Wawancara dengan Masyarakat di Kecamatan Bahorok.

No Pernyataan/Ujaran Responden Pewakil

1 Rusaknya atau terganggunya habitat harimau sumatera di hutan, sehingga membuat harimau keluar dari habitat aslinya dan mendatangi perkebunan dan perladangan masyarakat.

M. Ginting, 50 tahun (L), suku karo, penduduk asli Desa Lau Damak, dulu merupakan anggota Bukit Barisan Tiger Rangers.

2 Adanya perburuan satwa liar baik satwa mangsa maupun perburuan harimau di hutan yang berasal dari dalam daerah maupun luar daerah Bahorok, yang menyebabkan berkurangnya satwa mangsa harimau di dalam hutan.

Ishal, 31 tahun (L), petani, suku melayu, penduduk asli Desa Timbang Lawan.

3 Adanya sifat balas dendam harimau, karena aktivitas manusia memburu ataupun membunuh keluarga harimau tersebut, sehingga harimau muncul lagi di desa tersebut

Saipul Bahri, 39 (L), suku melayu, penduduk asli, aparatur Desa Timbang Lawan.

4 Keadaan hutan yang sudah rusak, sehingga tidak mendukung untuk keberlangsungan kehidupan antara satwa yang ada di hutan.

Ibu Sipayung, 31 (P) Petani, suku simalungun, tinggal di Desa Lau Damak kurang lebih 15 tahun.

5 Semakin luasnya konversi lahan seperti pembukaan wilayah di sekitar hutan menjadi lahan pertanian ataupun perkebunan, menyebabkan sempitnya wilayah jelajah harimau.

Sempurna Sitepu, 40 tahun (L) Petani, suku Karo, penduduk asli Desa Lau Damak.

(35)

22

6 Cara pengembalaan ternak masyarakat yang melepas atau membiarkan ternaknya di ladang ataupun di perkebunan, dapat memicu harimau memangsa ternak masyarakat.

Agus Salim, 27 tahun (L) Guide, suku melayu, penduduk asli Desa Timbang Lawan.

7 Keberadaan harimau di hutan diganggu oleh orang- orang yang tidak bertanggungjawab dan banyaknya pertambahan luasan perkebunan di sekitar kecamatan Bahorok”.

Abdulrahim, 78 tahun (L) petani, suku batak toba, penduduk asli Desa Timbang Lawan

Pandangan masyarakat terhadap pemicu konflik manusia dengan harimau sumatera di lokasi penelitian berbeda-beda dan masyarakat cukup paham tentang penyebab konflik harimau sumatera yang terjadi di lokasi penelitian. Presepsi masyarakat penyebab konflik di dukung dengan pernyataan fitrah et all (2017) Adanya aktifitas masyarakat tradisional dengan mengubah lahan hutan menjadi lahan non hutan akan mengganggu habitat alami dan terjadinya penyempitan wilayah jelajah harimau sumatera sehingga harimau terpaksa mencari ruang gerak baru yaitu dengan mendatangi perkebunan dan pemukiman warga. Paiman et all (2018) mengemukakan perburuan satwa mangsa harimau di hutan dapat mengancam kelestarian harimau sumatera secara tidak langsung dan perburuan satwa harimau juga dapat mengurangi jumlah individu satwa.

Masyarakat yang melakukan kegiatan diperladangan maupun di perkebunan, apabila melihat adanya tanda-tanda seperti bekas cakaran pada pohon, feses, jejak kaki harimau biasanya masyarakat menyalakan api, membuat suara berisik seperti memukul-mukulkan benda sebagai bentuk pengusiran harimau. Upaya yang dilakukan masyarakat untuk meminimalisis serangan harimau terhadap ternak dengan membuat kandang ternak yang dikelilingi dengan kawat duri, karena yang menjadi korban selama konflik harimau yang terjadi adalah ternak milik masyarakat.

(36)

23

23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Konflik antara manusia dengan harimau (Panthera tingris sumatrae) di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Bahorok terjadi di tutupan lahan perkebuan karet, sawit, dan tanah terbuka pada ketinggian 0-600 mdpl, kelerengan 8-15 % (Landai) 15-25 % (Bergelombang), dan jarak dari sungai sekitar 0-200 m, serta korban konflik adalah ternak masyarakat.

Saran

Untuk menghasilkan informasi yang lebih banyak, di harapkan adanya penelitian selanjutnya dengan melihat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pemicu konflik harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

(37)

24

DAFTAR PUSTAKA

Affandi FR. 2016. Model Mitigasi Manusia Dan Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae Pocok, 1929) Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Program Pasca Sarjana Mangister Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitar Lampung. Bandar Lampung.

Alikodra HS. 2002. Pengeloaann Satwa Liar Jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK). Bogor.

Asiyah N, Fauzi M. 2012. Perancangan Buku Pop Up Sebagai Media Pendidikan Di Organisasi WFF-Indonesia. Inosains, 7 (2): 80-86.

Bagchi S, Goyal SP, Sankar K.. 2003. Prey Abundance And Prey Selection By Tigers (Panthera Tigris) In A Semi-Arid, Dry Deciduous Forest In Western India. Jurnal Zool, (260): 285-290.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Kecamatan Bahorok Dalam Angka. Stabat.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae). Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Dinata Y, Sugardjito J. 2008. Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) dan Hewan Mangsanya di Berbagai Tipe Habitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Biodiversitas, 9(3) : 222-226.

Fauzi Y, Susilo B, Mayasari ZM. 2009. Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial Dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Forum Geografi, 23(2): 101-111.

Fitrah W, Yoza D, Mardhiansyah M. 2017. Pengaruh Keberadaan Masyarakat Terhadap Kelestarian Populasi Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Di Sekitar Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) Desa Rantau Langsat. Jom Faperta UR, 4(2): 1-10.

Ganesa A, Aunurohim. 2012. Perilaku Harian Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Dalam Konservasi Ex-Situ Kebun Binatang Surabaya. Jurnal sains dan Seni ITS, 1(1): 48-53.

Goodrich J, Lynam A, Miquelle D, Wibisono H, Kawanishi K, Pattanavibool A, Htun S, Tempa T, Karki J, Jhala Y, Karanth U. 2008. Panthera tigris. The IUCN Red List of Threatened Species 2015. The IUCN Red List of Threatened Species, http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.1-18.

(38)

25

25

Gurning B. 2017. Monitoring Deforestasi di SPTN WilayahVI Besitang Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Habib A, Nazir I, Fazili MF, Bhat BA. 2015. Human-Wildlife Conflict-Causes, Consequences And Mitigation Measures With Special Reference To Kashmir. The Journal Of Zoology Studies, 2(1): 26-30.

Hadadi OH, Hartono, Haryono E. 2015. Analisis Potensi Habitat Dan Koridor Harimau Sumatera Di Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh, Kabupaten Kuantan Singing, Provinsi riau. 29(1): 40-50.

Hadiaty RK. 2005. Keanekaragaman Jenis Ikan Di Sung Balimbing Dan Katambe, Taman Nasional Gunung Leuser, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Biologi Indonesia, 3(9): 379-388.

Kuswanda W, Muhktar AS. 2010. Pengelolaan Populasi Mamalia Besar Terestrial Di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara (Management Of Population Terrestrial Big Mammals In Batang Gadis National Park, North Sumatra). Jurnal penelitian hutan dan konsevasi alam, 7(1) 57-74.

Lestari NS. 2006. Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae Pocock, 1929) Di Taman Nasional Way Kambas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulyanto L, Jaya INS. 2004. Analisis Spasial Degradasi Hutan Dan Deforestasi:

Studi Kasus Di PT. Duta Maju Timber, Sumatera Barat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 10(1): 29-42.

Nugroho SP, Prayogo T. 2008. Penerapan SIG Untuk Penyusunan Dan Analisis Lahan Kritis Pada Satuan Wilayah Pengelolaan Das Agam Kuantan, Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Teknik Lingkungan 9(2): 130-140.

Nyhus PJ, Tilson R. 2004. Characterizing Human-Tiger Conflict In Sumatra, Indonesia: Implications For Conservation. Faculty Scholarsip. Oryx, 38(1): 68-74.

Paiman A, Anggraini R, Maijunita. 2018. Faktor Kerusakan Habitat dan Sumber Air Terhadap Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Taman Nasional Sembilang. Jurnal Silva Tropika, 2(2): 22-28.

Plowden, C, Bowles D. 1997. The Illegal Market In Tiger Parts In Northern Sumatra, Indonesia. Oryx, 31(1): 69-66.

R

Priatna D, Santosa Y, Prasetyo LB, Kartono AP. 2012. Home Range And Movements Of Male Translocated Problem Tigers In Sumatra. Asian Journal Of Conservation Biology, 1(1): 20-30.

(39)

26

Priatna D. 2012. Pola Penggunaan Ruang Dan Model Kesesuaian Habitat Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae Pocock, 1929) Pasca Translokasi Berdasarkan Pemantauan Kalung GPS. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

OL 31 NO 1 JANUAR

Ramadhanty S. 2018. Peran World Wide Fund Dalam Menanggulangi Perdagangan Ilegal Harimau Sumatera di Riau. Journal of International Relations, 4(2): 155-164.

Rudiansyah. 2007. Pemodelan Spasial Kesesuain Habitat (Panthera tigris sumatrae pocock, 1929) Di Resort Ipuh-Seblat Seksi Konservasi Wilayah II Taman Nasional Kerinci Seblat. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Wibowo A, Ayu IG, Surwanto AS. 2017. Implementasi Kebijakan Dalam Penanggulangan Konflik Antara Manusia Dan Satwa Liar Di Propinsi Jambi (Ditinjau Dari Hukum Dan Kebijakan Publik). Prosiding. Seminar Nasional Penelitian Dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora. 7(2): 265- 274.

Winarno GD, Ameliya R. 2009. Pendugaan Populasi Harimau Sumatra dan Satwa Mangsanya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Biosfera, 26(1): 1- 7.

[YLI] Yayasan Leuser International, 2009. Buku Ajar Leuser. 2009. Yayasan Leuser Indonesia. Banda Aceh.

(40)

27

27

.

LAMPIRAN

1. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tahun 2006 - 2011

Luas Tutupan Lahan Tahun 2011 (Ha)

Tutupan Lahan A B Hp Hs Pm Pk Pt Sw Grand Total

Luas Tutupan Lahan Tahun 2006 (Ha)

A 233,56

233,56

B 2.365,68 2.365,68

Hp 132.656,55 132.656,55

Hs 566,15 3.395,21 3.961,36

Pm 170,64 170,64

Pk 11.153,72 55,73 11.209,45

Pt 735,26 11,39 746,66

Pc 638,71 442,67 16.974,75 18.056,13

Sw 209,82 783,11 992,92

Grand Total 233,56 3.570,54 132.656,55 3.395,21 170,64 11.596,38 17.975,57 794,5 170.393

Keterangan:

A : Badan Air B : Belukar

Hp : Hutan Lahan Kering Primer Hs : Hutan Lahan Kering Sekunder Pm : Pemukiman

Pk : Perkebunan

Pt : Pertanian Lahan Kering

Pc : Pertanian Lahan Kering Campur Sw : Sawah

(41)

28

2. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tahun 2011 – 2016

Luas Tutupan Lahan Tahun 2016 (Ha)

Luas Tutupan Lahan Tahun 2011 (Ha)

Tutupan

Lahan A B Hp Hs Pm Pk Pt Pc Sw T Grand Total

A 233,56 233,56

B 3.475,41 62,20 32,91 3.570,53

Hp 135,84 132.495,98 24,73 13.2656,6

Hs 106,32 54,52 3.234,36 3.395,21

Pm 170,64 170,64

Pk 11.594,37 2,00 11.596,38

Pt 1,17 17.974,39 17.975,57

Sw 794,50 794,50

Grand Total 233,56 3.717,58 132.550,50 3.296,56 170,64 11.595,55 17.976,40 32,91 794,50 24,73 170.393

Keterangan:

A : Badan Air B : Belukar

Hp : Hutan Lahan Kering Primer Hs : Hutan Lahan Kering Sekunder Pm : Pemukiman

Pk : Perkebunan

Pt : Pertanian Lahan Kering

Pc : Pertanian Lahan Kering Campur Sw : Sawah

T : Tanah Terbuka

(42)

29

29

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian  Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 1. Ketinggian Tempat  No  Kelas Ketinggian (mdpl)  1  0 – 600  2  600 – 1200  3  1200 – 1900  4  1900 – 2500  5  > 2500
Tabel 3. Jarak dari Sungai  No  Kelas (m)  1  0 – 100  2  101 – 200    3  201 – 300   4  301 – 400   5  401 – 600  6  601 – 800   7  801 – 1200
Gambar  2.  Peta  Perubahan  Tutupan  Lahan  di  Sekitar  Kawasan  Taman  Nasional  Gunung  Leuser  Kecamatan  Bahorok.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Zainoel Abidin (RSUDZA) perlu membuat perencanaan di bidang proteksi kebakaran untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.penilaian dari kelengkapan

Al-Râzî tidak memiliki sistem filsafat yang teratur, tetapi melihat masa hidupnya, ia mesti dipandang sebagai pemikir yang tegar dan liberal di dalam Islam,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking

Berorientasi Objek Ismi Amalia, S.Si., M.Kom.. Said

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Ganda Perempuan Pedagang di Pasar Jalan Trem Pangkalpinang menunjukkan sudah terjadi begitu saja dan tanpa ada

[r]

Produk yang akan dihasilkan dalam usaha ini adalah makanan ringan berupa dawet yang dibuat dengan memanfaatkan Jagung, yang digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Jagung..