PENGARUH PERSEPSI NILAI ANAK TERHADAP JUMLAH ANAK PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BAKTIRAJA
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2013
TESIS
Oleh
NOVA SONTRY N SIREGAR 117032197/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PERSEPSI NILAI ANAK TERHADAP JUMLAH ANAK PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BAKTIRAJA
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NOVA SONTRY N SIREGAR 117032197/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI NILAI ANAK TERHADAP JUMLAH ANAK PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BAKTIRAJA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Nova Sontry Node Siregar Nomor Induk Mahasiswa : 117032197
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D)
Ketua Anggota (Dra. Syarifah, M.S)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal: 22 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S
2. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH PERSEPSI NILAI ANAK TERHADAP NILAI ANAK PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BAKTIRAJA
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2013
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
ABSTRAK
Anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dihubungani oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Yang dimaksud dengan persepsi nilai anak oleh orang tua adalah tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Kepala BKKBN, mengatakan laju pertumbuhan penduduk atau LPP tahun 2012 ditargetkan menjadi 1,3% pertahun. Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini mencapai 240 juta lebih dengan laju pertumbuhan 1,49% per tahun. LPP 1,49%. Ini harus diturunkan agar tidak terjadi ledakan penduduk. Kondisi d
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah seluruh keluarga yang usia istrinya berumur ≥ 45 tahun yang bertempat tinggal di Kecamatan Baktiraja pada bulan April 2013 sebanyak 642 orang. Sampel adalah seluruh keluarga yang istrinya berumur ≥ 45 tahun yang jumlahnya 72 orang dengan tehnik pengambilan sampel adalah sampel secara gugus sederhana dengan purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan tahapan analisis meliputi analisis univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (Regresi Logistik Ganda).
i Kabupaten Humbang Hasundutan rata-rata angka kelahiran pada tahun 2008 mencapai 3,05%, tahun 2009 mencapai 2,9%, tahun 2010 mencapai 2,95%, dan tahun 2011 mencapai 3,03%. Dari angka tersebut Kabupaten Humbang Hasundutan berkontribusi dalam menyumbangkan tingginya jumlah penduduk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman (p=0,007), kebutuhan (p=0,019) dan motivasi (p=0,029) mempunyai hubungan yang bermakna dengan jumlah anak, tetapi hanya motivasi yang terbukti berpengaruh. Nilai Percentage Correct menunjukkan variabel pengalaman bias menjelaskan pengaruhnya persepsi nilai anak terhadap jumlah anak sebesar 73,6%, sedangkan sisanya 26,4% dipengaruhi faktor-faktor lain.
Disarankan kepada petugas kesehatan agar meningkatkan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) tentang persepsi nilai anak terhadap jumlah anak dengan meningkatkan program Keluarga Berencana (KB).
ABSTRACT
Child has a universal value, but the value of the child is very dihubungani by socio-cultural factors and others. What is meant by the perception of the value of children by parents is to understand the child's response, in the form of an opinion to have choices among oriented on a matter that is essentially open in a situation that comes from outside. BKKBN head, said the rate of population growth or LPP in 2012 is targeted to be 1.3% per year. The population of Indonesia at present to 240 million over the growth rate of 1.49% per year. LPP 1.49%. It should be lowered to prevent the population explosion,. Conditions in the District Humbang Hasundutan average birth rate in 2008 reached 3.05%, reaching 2.9% in 2009, reaching 2.95% in 2010, and in 2011 reached 3.03%. Of that number Kabupeten Humbang Hasundutan contribute in donating the high number of residents
This type of research is observational with cross sectional approach. Population is the whole family that his wife aged ≥ 45 years who reside in the district in April 2013 Baktiraja many as 642 people. Sample of the whole family that his wife is aged ≥ 45 years with a number of 72 sampling technique is simple cluster samples by purposive sampling. The data were analyzed was performed with analysis stage include univariate, bivariate (chi-square) and multivariate (logistic regression Ganda).
The results showed that experience (p = 0.007), requirement (p = 0.019) and motivation (p = 0.029) had a significant correlation with the number of children., But the only experience that proved influential. Correct Percentage values indicate experience variable bias to explain the effect of the child's perception of the value of the number of children of 73.6%, while the remaining 26.4% influenced by other factors.
It is recommended that health practitioners in order to improve the Information, Education and Communication (IEC) on the child's perception of the value of the number of children by improving family planning programe (KB).
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Tesis yang
berjudul “Pengaruh Persepsi Nilai Anak terhadap Jumlah Anak di Kecamatan
Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013”.
Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam penyusunan Tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku pembimbing utama yang telah banyak
memberikan kesempatan dan waktunya untuk membimbing penulis hingga
4. Dra. Syarifah, M.S, selaku pembimbing kedua yang juga telah memberikan
kesempatan dan waktunya untuk membimbing penulis hingga selesainya
penulisan tesis ini.
5. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si dan Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes, selaku penguji tesis
yang telah memberikan masukan demi perbaikan tesis ini.
6. Seluruh dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang berharga bagi penulis dan
membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada Suami D. Sinaga yang selalu sabar saat ditinggalkan selama mengikuti
pendidikan dan terima kasih atas semangat, dorongan, kasih sayang dan doanya.
8. Orang tua saya M Siregar/M Tambunan yang telah banyak membantu dan
mendukung saya hingga terselesaikannya tesis ini.
9. Seluruh staff pegawai di Kecamatan Baktiraja, terimakasih atas bantuan, ijin
hingga seluruh proses dalam penyusunan tesis ini dapat berjalan lancar.
10. Seluruh pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya tesis ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Oktober 201
RIWAYAT HIDUP
Nova Sontry Node Siregar, lahir di Sipirok Tapanuli Selatan pada tanggal tiga
belas November tahun seribu sembilan ratus delapan puluh delapan. Anak dari Bapak
M.D. Siregar, ibu M br Tambunan.
Menikah dengan Dompak Sinaga pada tahun 2012 dan belum memiliki anak.
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Inpres 102054 Kecamatan Bedagai dan lulus
pada tahun 2000, melanjutkan pendidikan SMP di SMP Negeri 3 Doloksanggul dan
lulus pada tahun 2003, melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1
Doloksanggul dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2009 menyelesaikan pendidikan
Ahli Madya Kebidanan di Akademi Kebidanan Kesehatan Baru Doloksanggul,
kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Prima Indonesia pada tingkat
Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat lulus tahun 2011. Mulai September 2011
mengikuti pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Pada tahun 2010 mulai bekerja sebagai staf di Akademi Kebidanan
Kesehatan Baru Doloksanggul, tahun 2011 hingga saat ini bekerja sebagai dosen
tetap sekaligus Ketua Program Studi Kebidanan di Akademi Kebidanan Kesehatan
DAFTAR ISI
3.3.2. Sampel ... 36
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39
3.5.1. Variabel ... 39
3.5.2. Defenisi Operasional ... 40
3.6. Metode Pengukuran ... 41
3.7. Metode Analisa Data ... 44
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 45
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45
4.1.1. Keadaan Geografis ... 45
4.3.3. Hubungan Kebutuhan terhadap Jumlah Anak ... 56
4.3.4. Hubungan Motivasi terhadap Jumlah Anak ... 57
4.3.5. Hubungan Budaya terhadap Jumlah Anak ... 57
4.4. Analisa Multivariat ... 58
BAB 5. PEMBAHASAN ... 60
5.1. Pengaruh Pesepsi Nilai Anak berdasarkan Pengalaman terhadap Jumlah Anak ... 60
5.2. Pengaruh Pesepsi Nilai Anak berdasarkan Harapan terhadap Jumlah Anak ... 61
5.3. Pengaruh Pesepsi Nilai Anak berdasarkan Kebutuhan terhadap Jumlah Anak ... 62
5.4. Pengaruh Pesepsi Nilai Anak berdasarkan Motivasi terhadap Jumlah Anak ... 63
5.5. Pengaruh Pesepsi Nilai Anak berdasarkan Budaya terhadap Jumlah Anak ... 65
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
6.1. Kesimpulan ... 68
6.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi ... 33
3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38
4.1. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden menurut Jawaban Pertanyaan Pengalaman di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 ... 48
4.2. Distribusi Persepsi Responden Berdasarkan Pengalaman ... 48
4.3. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden menurut Jawaban Pertanyaan Harapan di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 ... 49
4.4. Distribusi Persepsi Responden Berdasarkan Harapan ... 50
4.5. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden menurut Jawaban Pertanyaan Kebutuhan di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 ... 50
4.6. Distribusi Persepsi Responden Berdasarkan Kebutuhan ... 51
4.7. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Motivasi di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 ... 51
4.8. Distribusi Persepsi Responden Berdasarkan Motivasi ... 52
4.9. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Budaya di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 ... 53
4.10. Distribusi Persepsi Responden Berdasarkan Budaya ... 53
4.11. Distribusi Persepsi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 54
4.13. Tabulasi Silang Variabel Harapan terhadap Jumlah Anak pada Masyarakat di Kecamatan Baktiraja ... 55
4.14. Tabulasi Silang Variabel Kebutuhan terhadap Jumlah Anak pada Masyarakat di Kecamatan Baktiraja ... 56
4.15. Tabulasi Silang Variabel Motivasi terhadap Jumlah Anak pada Masyarakat di Kecamatan Baktiraja ... 57
4.16. Tabulasi Silang Variabel Budaya terhadap Jumlah Anak pada Masyarakat di Kecamatan Baktiraja ... 57
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuisioner... 74
2. Hasil Uji Statistik ... 77
3 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 99
ABSTRAK
Anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dihubungani oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Yang dimaksud dengan persepsi nilai anak oleh orang tua adalah tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Kepala BKKBN, mengatakan laju pertumbuhan penduduk atau LPP tahun 2012 ditargetkan menjadi 1,3% pertahun. Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini mencapai 240 juta lebih dengan laju pertumbuhan 1,49% per tahun. LPP 1,49%. Ini harus diturunkan agar tidak terjadi ledakan penduduk. Kondisi d
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah seluruh keluarga yang usia istrinya berumur ≥ 45 tahun yang bertempat tinggal di Kecamatan Baktiraja pada bulan April 2013 sebanyak 642 orang. Sampel adalah seluruh keluarga yang istrinya berumur ≥ 45 tahun yang jumlahnya 72 orang dengan tehnik pengambilan sampel adalah sampel secara gugus sederhana dengan purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan tahapan analisis meliputi analisis univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (Regresi Logistik Ganda).
i Kabupaten Humbang Hasundutan rata-rata angka kelahiran pada tahun 2008 mencapai 3,05%, tahun 2009 mencapai 2,9%, tahun 2010 mencapai 2,95%, dan tahun 2011 mencapai 3,03%. Dari angka tersebut Kabupaten Humbang Hasundutan berkontribusi dalam menyumbangkan tingginya jumlah penduduk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman (p=0,007), kebutuhan (p=0,019) dan motivasi (p=0,029) mempunyai hubungan yang bermakna dengan jumlah anak, tetapi hanya motivasi yang terbukti berpengaruh. Nilai Percentage Correct menunjukkan variabel pengalaman bias menjelaskan pengaruhnya persepsi nilai anak terhadap jumlah anak sebesar 73,6%, sedangkan sisanya 26,4% dipengaruhi faktor-faktor lain.
Disarankan kepada petugas kesehatan agar meningkatkan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) tentang persepsi nilai anak terhadap jumlah anak dengan meningkatkan program Keluarga Berencana (KB).
ABSTRACT
Child has a universal value, but the value of the child is very dihubungani by socio-cultural factors and others. What is meant by the perception of the value of children by parents is to understand the child's response, in the form of an opinion to have choices among oriented on a matter that is essentially open in a situation that comes from outside. BKKBN head, said the rate of population growth or LPP in 2012 is targeted to be 1.3% per year. The population of Indonesia at present to 240 million over the growth rate of 1.49% per year. LPP 1.49%. It should be lowered to prevent the population explosion,. Conditions in the District Humbang Hasundutan average birth rate in 2008 reached 3.05%, reaching 2.9% in 2009, reaching 2.95% in 2010, and in 2011 reached 3.03%. Of that number Kabupeten Humbang Hasundutan contribute in donating the high number of residents
This type of research is observational with cross sectional approach. Population is the whole family that his wife aged ≥ 45 years who reside in the district in April 2013 Baktiraja many as 642 people. Sample of the whole family that his wife is aged ≥ 45 years with a number of 72 sampling technique is simple cluster samples by purposive sampling. The data were analyzed was performed with analysis stage include univariate, bivariate (chi-square) and multivariate (logistic regression Ganda).
The results showed that experience (p = 0.007), requirement (p = 0.019) and motivation (p = 0.029) had a significant correlation with the number of children., But the only experience that proved influential. Correct Percentage values indicate experience variable bias to explain the effect of the child's perception of the value of the number of children of 73.6%, while the remaining 26.4% influenced by other factors.
It is recommended that health practitioners in order to improve the Information, Education and Communication (IEC) on the child's perception of the value of the number of children by improving family planning programe (KB).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan.
Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan
sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk
tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan melalui berbagai sumber daya yang
melekat, dan perwujudan keluarga kecil yang berkualitas, serta upaya untuk
menskenario kuantitas penduduk dan persebaran kependudukan. Adapun yang
dimaksud dengan kuantitas penduduk meliputi jumlah, struktur komposisi, dan
pertumbuhan penduduk yang ideal melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan
angka kematian,dan persebaran penduduk yang merata. Jumlah penduduk, komposisi
umur, dan laju pertambahan atau penurunan penduduk dipengaruhi oleh fertilitas
(kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan tempat) karena ketiga
variabel tersebut merupakan komponen–komponen yang berpengaruh terhadap
perubahan penduduk (Lucas, 1990).
Salah satu filosofi yang berkembang di sebagian besar masyarakat Indonesia
mengatakan banyak anak, banyak rejeki. Setiap keluarga umumnya mendambakan
anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa
jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua,
pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap
sebagai suatu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua (Haryono,
2011).
Jumlah kelahiran di dunia lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
kematian. Dengan 19 kelahiran per 1000 populasi, diperkirakan ada 360.000
kelahiran per hari terjadi di dunia. Dan dengan 8 kematian per 1000 populasi, ada
sekitar 151.600 orang yang meninggal setiap hari di seluruh dunia. Jumlah penduduk
dunia yang mencapai 7 milliar di bulan Oktober 2011, jumlahnya lebih banyak 1
milliar dibandingkan 12 sampai 13 tahun lalu. Artinya, setiap 13 tahun penduduk
dunia bertambah 1 milliar orang. Dari jumlah 7 milliar orang di dunia, Indonesia
adalah Negara penyumbang pertambahan penduduk kelima terbesar di dunia.
Sedangkan Negara yang jumlah penduduknya besar belum tentu menjadi
penyumbang terbanyak. Meski Cina memiliki populasi terbanyak penduduk dunia
(1,34 milliar), namun untuk pertambahan penduduknya Cina kalah jauh dari India.
Indonesia yang jumlah penduduknya lebih sedikit dari Amerika justru pertambahan
penduduknya melebihi Amerika (UNFPA, 2011).
Negara Republik Indonesia yang memiliki luas kurang lebih
1,904,569 km2 dan saat ini jumlah penduduk Indonesia 2012 diperkirakan sekitar
257.516.167 jiwa. Berdasarkan sensus penduduk 2010, diketahui bahwa pertumbuhan
penduduk sudah melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237 juta jiwa dengan laju
Karenanya, di tahun 2012, pertumbuhan penduduk ditargetkan harus mencapai 1,3%
atau menurun dibanding tahun 2011 yang mencapai 1,49% (BPS, 2012).
Hasil survey penduduk 2004-2008, rata-rata kelahiran di Provinsi Sumatera
Utara adalah pada tahun 2004 mencapai 2,96%, 2005 mencapai 2,63%, 2006
mencapai 2,58%, 2007 mencapai 2,52% dan di tahun 2008 mencapai 2,49%. Laju
pertumbuhan penduduk ini harus segera dikendalikan untuk menghindari ledakan
penduduk 50 tahun mendatang (BPS, 2010).
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Sugiri Syarief, mengatakan laju pertumbuhan penduduk atau LPP tahun 2012
ditargetkan menjadi 1,3% pertahun. "Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini
mencapai 240 juta lebih dengan laju pertumbuhan 1,49% per tahun. LPP 1,49%. Ini
harus diturunkan agar tidak terjadi ledakan penduduk," kata Sugiri. Sugiri
menjelaskan ledakan jumlah penduduk akan menimbulkan berbagai permasalahan
diantaranya ancaman ketersediaan pangan, lahan, energi, dan sebagainya.
Pengendalian jumlah penduduk merupakan salah satu cara untuk
mengendalikan banyaknya penduduk. Dan pengendalian jumlah penduduk lainnya
adalah mortalitas (kematian) dan migrasi (perpindahan tempat).
Laju
pertumbuhan ini disebabkan tiga faktor, yakni kelahiran, kematian dan migrasi
(BKKBN, 2012).
Fertilitas yang tinggi
cenderung merugikan kesehatan ibu dan anak. Jarak anak, Jarak kelahiran yang dekat
cenderung menurunkan berat badan bayi dan resiko kematian bayi (DepKes RI,
Meningkatkan kesehatan ibu merupakan salah satu dari delapan Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs) yang diadopsi pada KTT Milenium 2000. Target
utama adalah untuk mengurangi rasio kematian ibu (AKI) sebesar tiga perempatnya
antara 1990 dan 2015. Menurut data terbaru yang diliris PBB perkiraan jumlah global
kematian ibu dan angka kematian ibu turun sebesar sepertiga sejak 1990. Meskipun
ada kemajuan yang signifikan di seluruh wilayah berkembang, penurunan persentase
rata-rata tahunan AKI global adalah 2,3%, kurang dari target MDGs sebesar 5,5%.
Tingkat penurunan tahunan sebesar 1,7% di Afrika Sub Sahara, dimana tingkat
kematian ibu paling tinggi, lebih lambat daripada di wilayah lain (Childinfo, 2011).
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi
307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan
angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi
akibat komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani,
masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Dengan kondisi ini,
pencapaian target MDGs untuk AKI akan sulit dicapai. BPS memproyeksikan bahwa
pencapaian AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu melahirkan per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan target MDGs akan dapat terwujud hanya
jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya
(Bappenas, 2007, 2010).
Laporan tahunan yang telah diliris oleh organisasi Save the Children,
mengatakan bahwa Indonesia berhasil mengurangi angka kematian bayi sebesar 48%
bayi di 186 negara. Dimana terhitung melebihi dari sepertiga dari semua angka
kematian bayi baru lahir. Tiga penyebab utama dari kematian bayi adalah kelahiran
premature, infeksi berat, dan komplikasi selama kelahiran. Indonesia masih menjadi
salah satu Negara dengan angka kematian tertinggi dengan indeks dua pertiga dari
tiga juta angka kematian bayi yang terjadi secara global per tahun. Hal ini terjadi
karena populasi yang besar di Indonesia (BPS, 2012).
Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan rata-rata usia kawin pertama
justru cenderung menurun (lebih muda) menjadi sekitar 19 tahun. Putus sekolah
mendorong orang untuk menikah muda. Semakin muda menikah, semakin besar
peluang memiliki banyak anak. Hal ini akan diperparah oleh kondisi tanpa pelayanan
KB. Dampaknya, resiko kematian ibu, bayi, dan anak akan meningkat. Ini dapat
berpengaruh terhadap pencapaian IPM dan Millenium Development Goals (MDGs).
Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari
adanya “”empat terlalu” yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua
(usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak
lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran (jarak antar
kehamilan kurang dari 2 tahun). Kondisi kehamilan yang tidak ideal (kehamilan
dengan 4 terlalu) saat ini di Indonesia berdasarkan hasil SDKI 2007, seperti yang
disampaikan Kepala BKKBN pada Pertemuan Tahunan PKMI tahun 2010, yaitu:
kehamilan yang terlalu muda 3% ; kehamilan yang terlalu tua 4,7% ; jarak kehamilan
terlalu dekat 5,5% ; kehamilan yang terlalu banyak 8,1% (BKKBN, 2009; Syarief,
Penduduk, masyarakat dan kebudayaan mempunyai hubungan yang erat
antara satu sama lainnya. Dimana penduduk adalah sekumpulan manusia yang
menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Sedangkan masyarakat merupakan
sekumpulan penduduk yang saling berinteraksi dalam suatu wilayah tertentu dan
terikat oleh peraturan-peraturan yang berlaku di dalam wilayah tersebut. Masyarakat
tersebutlah yang menciptakan dan melestarikan kebudayaan, baik yang mereka dapat
dari nenek moyang mereka ataupun kebudayaan baru yang tumbuh seiring dengan
berjalannya waktu.
Gibson (1989), dalam buku Organisasi dan manajemen Perilaku Notoatmodjo
(2003), Struktur memberikan definisi tentang persepsi yaitu sebagi proses kognitif
yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya
terhadap objeknya. Gibson juga menjelaskan bahwa setiap individu memberi arti
kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat
situasi sering sekali dipengaruhi oleh perhatian, kebutuhan, pengalaman dan budaya.
Oleh karena itu penduduk, masyarakat dan kebudayaan merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan sendiri berarti hasil karya manusia untuk
melangsungkan ataupun melengkapi kebutuhan hidupnya yang kemudian menjadi
sesuatu yang melekat dan menjadi ciri khas dari pada manusia (masyarakat)
tersebut. Masyarakat dan kebudayaan terus berkembang dari masa ke masa (BPS,
2011).
Salah satu upaya pengendalian jumlah penduduk adalah pendekatan
anak. Anak memiliki nilai universal yang dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Yang
dimaksud dengan persepsi nilai anak oleh orangtua adalah merupakan tanggapan
dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki di
antara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka
untuk situasi yang datangnya dari luar (BKKBN, 2009).
Bulatao dan Lee (1983) dalam Shapiro (1997), menemukan hubungan positif
antara nilai anak dan jumlah anak yang diinginkan. Ketika anak dipersepsikan
memiliki kegunaan dan manfaat yang besar maka orang tua menginginkan jumlah
anak yang lebih banyak. Sementara itu, ketika orang tua berpersepsi bahwa biaya atau
beban karena memiliki anak lebih besar, maka orang tua menginginkan anak yang
lebih sedikit (Shapiro, 1997). Walaupun demikian, ada faktor lain, seperti
pendapatan, latar belakang sosial dan budaya, modernisasi, serta kebijakan
pemerintah yang secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap
jumlah anak yang diinginkan.
Fawcett (1986) dalam Lucas (1990), mengemukakan bahwa ada enam nilai
anak bagi orang tua, yaitu (1) perekat cinta kasih, (2) sumber tenaga kerja, (3)
asuransi di hari tua, (4) pelangsung keturunan, (5) sumber rezeki, (6) anak sebagai
teman, penolong dan pelindung. Persepsi tentang nilai anak akan dapat
mempengaruhi jumlah anak yang diinginkan atau dimiliki. Sebagian orang
berpendapat bahwa jumlah anak banyak dapat merupakan asset keluarga yang
menguntungkan karena dapat diharapkan untuk membantu keluarga, khususnya di
banyak hanyalah merupakan beban ekonomi keluarga yang tidak ringan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa banyaknya jumlah anak akan menyebabkan juga banyaknya waktu,
tenaga, dan biaya yang dikeluarkan sebagai kewajiban dan rasa tanggung jawab orang
tua.
Dalam kultur masyarakat Batak, pencapaian manusia terdiri dari 3 tingkatan
3 H yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (kebahagiaan), dan hasangapon
(kehormatan). Bagi manusia Batak, pencapaian 3 H merupakan ukuran keberhasilan
pencapaian dan kesuksesan seseorang. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai 3H
tersebut, bekerja keras menuntut ilmu agar bisa mamora (kaya). Maka manusia Batak
menjadi petarung, berjuang keras untuk mencapai hamoraon, dan menjadi kaya
secara finansial dan material. Manusia Batak tidak akan segan-segan mangaranto,
pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari kekayaan material. Berjuang
dengan segala usaha dan modal di pangarantoan, perantauan, untuk bisa mendapatkan
kekayaan. Kalau perlu merantau ke seluruh penjuru dunia (Silaban, 2013).
Ukuran umum hagabeon dalam bangso Batak adalah bila mempunyai
keturunan baoa (laki) dan boru (perempuan) yang juga kemudian mempunyai
keturunan lagi. Jadi bila seseorang dalam hidupnya sudah mempunyai cucu dari anak
laki-laki, cucu dari anak perempuan, serta semua anaknya baik laki dan perempuan
sudah berumah tangga dan mempunyai keturunan, maka ia disebut gabe.
Hagabeonnya menjadi sempurna ketika masih hidup ia masih bisa melihat cicit
(apalagi kalau dari cucu perempuan dan cucu laki-laki). Itulah puncak sempurna
Adapun hasangapon, agak sulit mencari padanan katanya dalam Bahasa
Indonesia. Secara harafiah, sangap bisa diartikan sebagai terpuji, atau tauladan,
terhormat, nyaris tanpa cela. Seseorang yang dianggap sangap, berarti ia menjadi
pribadi sempurna, manusia yang mencapai status tinggi dalam kehidupan, dan tidak
ada cemoohan dari orang lain. Biasanya seseorang menjadi sangap, bila dalam tingkat
tertentu ia juga mempunyai hamoraon dan mempunyai hagabeon. Karena itu ,
sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan seseorang sudah mencapai hasangapon
sekarang ini.
Filosofi 3 H tersebut sebenarnya sah-sah saja, dan sepanjang itu digunakan
secara positif. Seseorang berusaha dalam hidupnya untuk mencapai 3H secara utuh
dan tanpa cacat. Tapi bila hal itu dilakukan dengan cara-cara yang kurang terpuji,
maka masyarakat tentu akan menilai apa sesungguhnya yang bisa dicapai dalam 3 H
(hasangapon, hamoraon, hagabeon). Dan sesungguhnya ia tidak mencapai
hasangapon.
Prinsip 3 H (hasangapon, hamoraon, hagabeon) ini kurang lebih mempunyai
persamaan dengan Teori Kebutuhan dari Maslow. Menurut Maslow pencapaian
tertinggi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya ketika ia bisa mencapai jati diri
yang “self esteem”, bijaksana dan welas asih, penuh kasih sayang (Silaban, 2008).
Di Kabupaten Humbang Hasundutan rata-rata angka kelahiran pada tahun
2008 mencapai 3,05%, tahun 2009 mencapai 2,9%, tahun 2010 mencapai 2,95%, dan
tahun 2011 mencapai 3,03%. Dari angka tersebut Kabupeten Humbang Hasundutan
Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Bapak Simamora, mengatakan
pada masyarakat Kecamatan Baktiraja, pengaruh budaya sangat erat kaitannya
dengan penentuan jumlah anak, dengan banyak anak maka pencapaian filosofi 3 H
menjadi sempurna. Khususnya di Kecamatan Baktiraja, karena merupakan daerah
bonaposogit dari beberapa marga maka penilaian tentang nilai anak tinggi untuk
meneruskan keturunan dari masing-masing marga.
Dalam Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan jumlah rata-rata
anak di Kabupaten Humbang Hasundutan di tiap kecamatan pada tahun 2012 adalah
Kecamatan Parlilitan sebanyak 188 jiwa, Baktiraja 112 jiwa, Paranginan sebanyak
157 jiwa, Paranginan 265 jiwa, Sigompul sebanyak 625 jiwa, Matiti sebanyak 541
jiwa, Onan ganjang sebanyak 179 jiwa, Pakkat sebanyak 471 jiwa, Tarabintang
sebanyak 181 jiwa, Hutapaung sebanyak 401 jiwa dan Kecamatan Bonan dolok
sebanyak 101 jiwa. Secara keseluruhan jumlah kelahiran di Kabupaten Humbang
Hasundutan tahun 2012 sebanyak 3.482 jiwa.
Data pada Profil Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan,
jumlah pasangan yang istrinya berumur ≥ 45 tahun adalah sebanyak 642 orang.
Tersebar di 7 desa di Kecamatan Baktiraja yaitu 53 keluarga di Desa Siunong-unong
Julu, 71 keluarga di Desa Simamora, 122 keluarga di Desa Sinambela, 162 keluarga
di Desa Simanullang, 72 keluarga di Desa Simangulampe, 60 keluarga di Desa
Marbun Tonga dan 102 keluarga di Desa Tipang.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Desa Pakkat Toruan Kecamatan
mengatakan banyak anak, banyak rejeki 68% (32% di antaranya mengatakan banyak
anak, beban ekonomi meningkat). Alasan mengatakan banyak anak banyak rejeki
adalah karena anak adalah tempat berlindung di hari tua (57%), anak dapat membantu
orangtua bekerja (31%), anak memberikan kesenangan kepada orang tua (12%).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mencoba untuk
mengetahui pengaruh persepsi nilai anak pada istri ≥ 45 tahun terhadap jumlah anak
di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.2 Permasalahan
Masih tingginya persepsi nilai anak terhadap jumlah anak pada masyarakat di
Kecamatan Baktiraja dan belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi nilai anak terhadap jumlah anak.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh persepsi nilai anak yang meliputi pengalaman,
harapan, kebutuhan, motivasi dan budaya nilai anak terhadap jumlah anak pada
masyarakat di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh persepsi nilai anak yang meliputi pengalaman, harapan,
kebutuhan, motivasi, dan budaya nilai anak terhadap jumlah anak pada masyarakat di
1.5 Manfaat Penelitian
Setelah dilakukannya penelitian ini, dapat menambah wawasan dan
kemampuan peneliti dalam penerapan teori yang telah didapat selama pendidikan di
Fakultas Kesehatan Masyarakat, sehingga diharapkan ada perubahan perilaku yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anak Lahir
2.1.1 Definisi Anak Lahir
Anak lahir hidup adalah banyaknya kelahiran hidup dari sekelompok atau
beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya. Indikator Anak Lahir Hidup
atau juga sering disebut dengan Children Ever Born mengandung pengertian yang
bersifat ‘longitudinal’ dan bukan gambaran penampang lintang. Indikator Anak Lahir
Hidup ini diperoleh dari informasi atas pertanyaan ‘berapa jumlah anak yang telah
Ibu lahirkan selama ini?’. Rata-rata jumlah anak lahir hidup menurut umur
mencerminkan perjalanan fertilitas ibu sampai pada umur yang bersangkutan. Oleh
karena itu polanya akan menunjukkan bahwa secara rata-rata Ibu yang masih muda
mempunyai anak yang lebih sedikit dibanding dengan Ibu yang lebih tua umurnya.
Pada perempuan yang berusia 45-49 tahun, rata-rata Anak Lahir Hidup dapat disebut
sebagai paritas lengkap (completed family size), yaitu jumlah anak yang sudah tidak
bertambah lagi.
Angka lahir hidup ini bermanfaat untuk mengetahui rata-rata jumlah anak
yang dilahirkan hidup oleh sekelompok wanita mulai memasuki masa reproduksi
hingga saat wawancara. Jumlah anak yang diinginkan dikategorikan berdasarkan
jumlah anak lahir hidup yang mendasari besar keluarga. Keluarga dikatakan sebagai
jumlah anak yang diinginkan menjadi: 1) sedikit, jika keluarga menginginkan
sebanyakbanyaknya memiliki dua anak; 2) sedang, jika keluarga menginginkan anak
sebanyak tiga hingga lima anak; 3) banyak, jika keluarga menginginkan sedikitnya
memiliki enam anak (BPS, 2011)
2.1.1
.
Jumlah anak yang lahir hidup dibagi dengan jumlah wanita kelompok umur
tertentu.
Cara Perhitungan Anak Lahir Hidup
Rumus:
dimana:
i = Kelompok umur
ALHi
= Wanita kelompok umur tertentu
= Anak lahir hidup menurut kelompok umur wanita yang melahirkan
ALH = Anak Lahir Hidup
2.1.3 Faktor-faktor Penunjang dan Penghambat Kelahiran
1.
Kelahiran (natalitas) bersifat menambah jumlah penduduk. Faktor-faktor
penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain:
2.
Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan
malu.
3.
Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua.
4.
5.
Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum
ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.
Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi
besar.
1.
Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:
2.
Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah
anak.
3.
Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun
dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
4.
Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
5.
Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak
diberikan hanya sampai anak ke – 2.
Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.
1.
Faktor – faktor penunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara
antara lain :
Kepercayaan dan agama
Faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada agama
atau kepercayaan tertentu yang tidak membolehkan penganutnya mengikuti KB.
Dengan sedikitnya peserta KB berarti kelahiran lebih banyak dibanding bila
2. Tingkat pendidikan
3.
Semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan yang berarti
pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan mengakibatkan orang
merencanakan jumlah anak secara rasional.
Kondisi perekonomian
4.
Penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan jumlah
anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika suatu negara berlaku
seperti itu maka penduduknya menjadi banyak.
Kebijakan pemerintah
5.
Kebijakan pemerintah mempengaruhi apakah ada pembatasan kelahiran atau
penambahan jumlah kelahiran. Selain itu kondisi pemerintah yang tidak stabil
misalnya kondisi perang akan mengurangi angka kelahiran
Adat istiadat di masyarakat
6.
Kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi jumlah penduduk.
Misalnya nilai anak, ada yang menginginkan anak sebanyak-banyaknya, ada
yang menilai anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan atau sebaliknya,
sehingga mengejar untuk mendapatkan anak laki-laki atau sebaliknya.
Kematian dan kesehatan
Kematian dan kesehatan berkaitan dengan jumlah kelahiran bayi. Kesehatan
yang baik memungkinkan bayi lebih banyak yang hidup dan kematian bayi yang
7. Struktur Penduduk
Penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah kelahiran lebih
tinggi dibandingkan yang usia non produktif (Marduta, 2011).
2.2 Nilai Anak dalam Keluarga
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak mempunyai nilai tertentu bagi orang tua.
Anak yang diibaratkan sebagai titipan Tuhan bagi orang tua memiliki nilai tertentu
serta menuntut dipenuhinya beberapa konsekuensi atas kehadirannya. Latar belakang
sosial yang berbeda, tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan
suatu kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan,
menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak.
Anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dihubungani
oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Yang dimaksud dengan persepsi nilai anak
oleh orang tua adalah tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu
pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal
yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Pandangan orang
tua mengenai nilai anak dan jumlah anak dalam keluarga dapat merupakan hambatan
bagi keberhasilan program KB.
Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak
dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya, selain itu akan merupakan
jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Banyak masyarakat di
penelitian Mohamad Koesnoe di daerah Tengger dalam Siregar (2003), petani yang
mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja.
Studi lain yang dilakukan oleh proyek Value Of Children (VOC) menemukan bahwa
keluarga-keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai
anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan
rasa aman bagi keluarganya.
Salah satu dari tahap pertama proyek Value Of Children adalah
mengembangkan sistem nitro Hoffman and Hoffman ke dalam suatu kerangka kerja
yang lebih luas yang memasukkan semua dimensi nitro anak, termasuk manfaat dan
beban ekonomi, biaya alternatif, manfaat dan beban psikologi atau emosional dan
beban sosial. Juga dimasukkan pilihan antara jenis kelamin, suatu dimensi penting
yang sering dilupakan dalam penelitian-penelitian ekonomi. Berbagai laporan
menggali perbedaan-perbedaan antar sampel nasional dan juga antar kelompok dalam
setiap sampel itu. Secara umum disimpulkan bahwa orang tua di desa lebih
menitikberatkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari
tua) dari anak-anak, sedangkan orang tua di kota (terutama yang berpendidikan
tinggi) menekankan aspek emosional dan psikologisnya.
Pada negara berkembang di daerah pedesaan beban ekonomi biasanya jauh
lebih rendah bila anak tidak sekolah. Pada usia yang sangat dini anak mulai dapat
menyokong penghasilan keluarga dengan bekerja di sawah, mengembala ternak dan
mengerjakan pekerjaan lain. Dengan bertambahnya usia orang tua, anak-anak dapat
Cadwell (1979) dalam Siregar (2003) mengatakan hal ini dengan cara lain yaitu di
negara maju, kekayaan mengalir dari orang tua ke anak, sedangkan di negara
berkembang sebaliknya kekayaan mengalir dari anak ke orang tua. Jika anak
merupakan sumber utama jaminan ekonomi maka masyarakat tersebut akan
mengalami fertilitas yang tinggi.
Singarimbun (1974) dalam Siregar (2003) melakukan penelitian pada
penduduk di sekitar Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah anak yang dianggap
ideal 4 dan 5 orang anak. Motivasi untuk mempunyai jumlah anak yang sedikit dan
nilai-nilai tentang anak merupakan aspek yang penting. Kadang-kadang jumlah anak
yang diinginkan lebih besar daripada jumlah anak yang mampu dirawat dengan baik.
Bagaimanapun juga keputusan untuk menambah anak atau tidak terserah pada
keputusan pasangan suami istri dan keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari
konteks sosial budaya. Tetapi yang jelas, perubahan sosial mutlak diperlukan untuk
mendukung Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.
Beberapa batasan mengenai nilai yang dikemukakan oleh Nicholas Roscher
dalam Srisoeprapto (1998) sebagai berikut : (1) Suatu benda barang yang memiliki
nilai atau bernilai, apabila orang menginginkannya kemudian berusaha atau
menambah keinginan untuk memilikinya, (2) Nilai adalah sesuatu yang mampu
menimbulkan penghargaan, (3) Nilai adalah dorongan untuk memperhatikan objek,
kualitas atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan, (4) Nilai merupakan suatu
objek dari setiap keinginan, (5) Nilai adalah harapan atau setiap keinginan atau dipilih
dan (6) Nilai adalah konsep, eksplisit atau implisit, yang berbeda dari setiap orang
atau kelompok, keinginan mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan
perbuatan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu
konsep yang di dalamnya terdapat ide, gagasan yang mengandung kebenaran yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dihargai dan dipelihara. Dengan
demikian, nilai mengandung harapan atau keinginan yang dijadikan oleh manusia
sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Mengenai nilai anak bagi
orang tua juga sekaligus menentukan pilihan, apakah ia harus memiliki anak atau
tidak. Bila ingin memiliki anak berapa jumlah yang diinginkan?
2.2.1 Kategori Nilai Anak
Operasionalnya konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan
Arnold dan Fawcett dalam Lucas (1990), dengan memiliki anak orang tua akan
memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Apa yang
diperoleh dapat dikelompokkan pada empat kelompok nilai, yakni nilai positif, nilai
negatif, nilai keluarga besar, dan nilai keluarga kecil. Keempat kategori nilai anak
tersebut meliputi sebagai berikut :
1. Nilai positif ( Manfaat )
a. Manfaat emosional, yaitu anak membawa kegembiraan, kebahagia-an
kedalam hidup orang tuanya dan sahabat bagi orang tuanya.
b. Manfaat ekonomi dan ketenangan, yaitu anak dapat membantu ekonomi orang
tuanya, karena dapat membantu bekerja disawah atau diperusahaan keluarga
mengerjakan tugas dirumah ( sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan
yang menghhasilkan uang ).
c. Pengembangan diri , yakni karena pemeliharaan anak adalah pengalaman
belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih
bertanggung jawab. Tanpa anak orang tua telah menikah tidak selalu dapat
diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya.
d. Mengasuh anak, yakni orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan
dari mengawasi anak-anak dan mengajari mereka hal-hal baru. Mereka
bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
e. Kerukunan dan penerus keluarga, anak memperkuat ikatan perkawinan antara
suami isteri dan mengisi keutuhan perkawinan. Mereka bisa meneruskan garis
keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.
2. Nilai Negatif
a. Biaya emosional
Orang tua sangat kwatir terhadap anak-anaknya, terutama tentang perilaku
anak-anaknya, keamanan, dan kesehatan,
b. Biaya ekonomi
Ongkos yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan anak semakin besar,
c. Keterbatasan biaya alternative
d. Kebutuhan fisik
Begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh
anak, orang tua akan lebih lelah,
e. Pengorbanan kehidupan pribadi suami isteri
Waktu untuk dinikmati oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua
berdebat tentang pengasuhan anak.
3. Nilai Keluarga Besar (alasan mempunyai keluarga “Besar”)
a. Hubungan Sanak Saudara
Anak membutuhkan kakak dan adik (sebaliknya anak tunggal dimanjakan dan
kesepian).
b. Pilihan Jenis Kelamin
Mungkin orang tua mempunyai keinginan khusus untuk seorang anak lelaki
atau anak perempuan, atau suatu kombinasi tertentu. Orang tua ingin paling
tidak mempunyai satu anak dari masing-masing jenis kelamin atau jumlah
yang sama dari kedua jenis kelamin.
c. Kelangsungan Hidup Anak
Orang tua membutuhkan banyak anak untuk menjamin agar beberapa akan
hidup terus sampai dewasa dan membantu mereka pada masa tua.
4. Nilai Keluarga Kecil (alasan mempunyai keluarga “Kecil”)
a. Kesehatan Ibu
b. Beban Masyarakat
Dunia ini menjadi terlalu padat. Terlalu banyak anak sudah merupakan beban
bagi masyarakat.
2.3 Persepsi
2.3.1 Pengertian Persepsi
Persepsi adalah tanggapan langsung atas sesuatu (Fajri dan Senja, 2004,
dalam Dian, 2011). Tanggapan adalah mereaksi stimulus dengan membangun kesan
pribadi yang berorientasi kepada pengamatan masa lalu, pengamatan masa sekarang,
dan harapan masa yang akan datang (Sumanto 1990 dalam Dian 2011).
Menurut Sondang O. P. Siagian (2004) dalam Dian 2011, persepsi adalah
bahwa apa yang ingin dilihat oleh seseorang belum tentu sama dengan fakta yang
sebenarnya, keinginan itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat
atau mengalami hal yang sama memberikan interprestasi yang berbeda tentang apa
yang dilihat atau dialaminya itu.
Persepsi juga merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi kedalam otak manusia. melalui persepsi manusia terus-menerus
mengadakan hubungan dengan lingkungannya. hubungan ini dilakukan dengan
inderanya (Slameto, 1991). Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. (Rahmat, 2005). Sedangkan menurut Walgito (2001),
rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu
yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan
mengolah proses informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher
percive their word through information processing” (Wilson. D, 2000). Pendapat lain
dikemukakan oleh Maramis (1998) dalam Dian 2011, persepsi adalah daya mengenal
barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses
mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat
rangsang.
Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi
tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan
arti atau tanggapan yang berbeda-beda.
2.3.2 Ciri dan Karakteristik Persepsi
Irwanto (Umi Amalia, 2003) mengemukakan ciri-ciri umum persepsi adalah
sebagai berikut ;
a. Rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai dengan moralitas tiap-tiap
indera, yaitu sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk
penglihatan, bau untuk penciuman, suhu bagi perasa, bunyi bagi pendengaran,
sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
b. Dunia persepsi mempunyai dimensi ruang (sifat ruang), kita dapat menyatakan
c. Dimensi persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat-lambat, tua-muda,
dan lain sebagainnya.
d. Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur
yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan kontek ini merupakan
keseluruhan yang menyatu, contohnya kita melihat meja tidak berdiri sendiri
tetapi diruang tertentu, posisi atau letak tertentu.
e. Dunia persepsi adalah dunia penuh arti, kita cenderung melakukan pengamatan
atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada
hubungannya (dengan tujuan yang ada pada diri kita).
Irvin T. Rock (Muchtar, T. W. 2007: 14-15) menjelaskan, karakteristik
seseorang terhadap suatu objek meliputi :
a. Proses mental yang berfikir, yang menimbang hal-hal yang dianggap paling
baik dari beberapa macam pilihan.
b. Perseptor dalam mempersiapkan sesuatu tidak terlepas dari latar belakang
perseptor.
c. Persepsi dapat dijadikan dasar bagi seseorang untuk menseleksi dan mengambil
tindakan.
d. Secara umum dalam mempersepsikan sesuatu, seseorang harus dibekali
pengetahuan, panca indera, dan kesadaran lingkungan.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa dunia persepsi mempunyai dimensi
ruang dan waktu dengan struktur yang menyatu dengan konteksnya. Pengalaman
diterimanya. Luas sempitnya individu dalam mempersepsikan sesuatu akan
dipengaruhi oleh latar belakang individu.
2.3.3 Proses Terbentuknya Persepsi
Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang
sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana ada
informasi yang diperoleh lewat memory organisme yang hidup. Fakta ini
memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi
individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir
yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi (Hill, 2000).
Menurut Mulyana (2005) persepsi sosial adalah proses menangkap arti
obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia
bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap
orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip
penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah :
1. Persepsi berdasarkan pengalamanPola-pola perilaku manusia berdasarkan
persepsi mereka mengenai realitas (sosial) yang telah dipelajari (pengalaman).
Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan
membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau
pengalaman yang mirip.
2. Persepsi bersifat selektif Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective
attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau
apa yang ingin kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor
utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian
adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
3. Persepsi bersifat dugaan Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek
lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung
pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita
tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera
kita. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan
suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang
manapun. Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian
informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu
skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu
makna lebih umum.
4. Persepsi bersifat evaluatif Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena
masing-masing melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan
kepentingannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis yang
mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat
pribadi dan subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi.
5. Persepsi bersifat kontekstual Konteks merupakan salah satu pengaruh paling
kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek
oleh karenanya juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah
suatu faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur
objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan
kelengkapan.
Agar seseorang dapat menyadari dan dapat melakukan persepsi ada beberapa
syarat yang perlu dipenuhi, yaitu : a) Adanya objek yang dipersepsi. Objek
menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat
datang dari luar langsung mengenai indera dan dapat datang dari dalam yang
langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) tapi berfungsi sebagai reseptor. b).
Adanya indera atau reseptor, yaitu sebagai alat untuk menerima stimulus. c).
Diperlukan adanya perhatian sebagai langkah awal menuju persepsi. Jika rangsangan
merupakan faktor eksternal dalam proses pengamatan maka faktor individu
merupakan faktor internal. Menghadapi rangsangan dari luar itu seseorang bersikap
selektif untuk menentukan rangsangan mana yang akan diperhatikan sehingga
menimbulkan kesadaran. Melalui proses selektif terhadap suatu rangsangan,
seseorang dapat mempunyai tanggapan atau pendapat tentang objek tertentu. Dalam
hal ini persepsi dapat diukur dari proses memberikan nilai terhadap objek tertentu
dari orang tersebut.
2.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi
Notoatmodjo (2005), menyebutkan ada banyak faktor yang akan
menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian kita. Faktor penyebab
Faktor eksternal adalah faktor melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal
adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.
a. Faktor eksternal
1. Kontras: cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat
kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
2. Perubahan intensitas: suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya
yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian tinggi akan
menarik perhatian kita.
3. Pengulangan (repetition): iklan yang diulang-ulang akan lebih menarik
perhatian kita, walaupun sering kali kita merasa jengkel dibuatnya.
4. Sesuatu yang baru (novelty): suatu stimulus yang baru akan lebih menarik
perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui.
5. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak: suatu stimulus yang menjadi
perhatian orang banyak akan orang yang menjadi perhatian orang banyak akan
menarik perhatian kita.
b. Faktor internal
Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana
seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus yang
sama dapat dipersepsikan secara berbeda.
1. Pengalaman/ Pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang
Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan
terjadinya perbedaan interpretasi.
2. Harapan (expectation)
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.
3. Kebutuhan
Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara
berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan
merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan
merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah.
4. Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasi
untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu
yang negative.
5. Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada.
Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan semuanya
serba indah.
6. Budaya
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan
orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan
Krech dan Crutchfield (1977), menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor
fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan,
pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya,
atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis
atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli
tersebut.
Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf
yang ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf
individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun
stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang
berkonsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan.
Jalaludin Rakhmat (1999 :55-56) dengan rinci mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut :
a. Faktor yang bersifat fungsional, diantaranya kebutuhan, pengalaman,
motivasi, perhatian, emosi dan suasana hati.
b. Faktor yang bersifat struktural diantaranya intensitas rangsangan, ukuran
rangsangan, perubahan rangsangan dan pertentangan rangsangan.
c. Faktor kulturan atau kebudayaan yaitu norma-norma yang dianut oleh
individu.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sarlito Wirawan (1984 : 97) yang
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah
a. Kuat lemahnya rangsangan, yang ditemukan oleh kejelasan, pengulangan
gerak, ukuran dan bentuk rangsangan. Makin kuat rangsangan, makin kuat
pula kerja indera. Cara kerja alat indera menentukan cepat tepatnya dan
lancarnya proses terjadinya persepsi.
b. Kadar intensitas kebutuhan, besarnya perhatian, kebutuhan dan kesiapan yang
dimiliki individu menyebabkan terjadinya persepsi.
c. Pengalaman individu tentang stimulus atau rangsangan yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi
oleh faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu
yang bersangkutan dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan dari
persepsi ini bahwa individu akan menyimpulkan pendapat dan kesan berupa senang
atau tidak senangnya, baik ataupun buruk dan adanya kesiapan untuk menerima
ataupun menolak rangsangan yang diterimanya.
Sedangkan faktor-faktor penyebab kesalahan dalam persepsi adalah sebagai
berikut :
a. Informasi yang kurang cukup, faktor ini merupakan penyebab utama dalam
kesalahan menafsirkan pesan.
b. Stereotype, yaitu merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai
sifat-sifat objek yang dikelompokan pada konsep-konsep tertentu.
c. Kesalahan dalam logika, kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita
mempunyai pandangan umum terhadap suatu objek. Misalnya apabila
d. Kita beranggapan bahwa orang tersebut bersifat angkuh, maka hal ini akan
menjadi penyebab kesalahan persepsi.
e. Hallo effect dan devil effect, dalam hal ini orang beranggapan bahwa jika
suatu objek atau seseorang berbuat sesuatu, maka selanjutnya orang tersebut
akan menambahkan dengan ciri-ciri tertentu pula.
2.4 Landasan Teori
Sebuah teori dalam Notoatmodjo (2005), menyebutkan ada banyak faktor
yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor ekternal dan faktor internal.
Tabel. 2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi
Faktor Eksternal Faktor Internal
Kontras
Perubahan Intensitas Pengulangan (repetition) Sesuatu yang baru (novelty)
Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak
Pengetahuan/pengalaman Harapan (expectation) Kebutuhan
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori dalam Notoatmodjo (2005), maka peneliti merumuskan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independen dalam penelitian persepsi nilai anak adalah pengalaman,
harapan, kebutuhan, motivasi dan budaya (nilai anak) sedangkan variabel dependen
adalah jumlah anak. Persepsi Nilai Anak 1. Pengalaman 2. Harapan 3. Kebutuhan 4. Motivasi
5. Budaya (nilai anak)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan pendekatan
potong lintang (cross sectional) artinya terhadap subjek yang di teliti hanya diamati
tanpa memberikan perlakuan dan dilakukan dengan satu pengukuran dalam waktu
bersamaan antara variabel bebas (pengalaman, harapan, kebutuhan, motivasi dan nilai
anak) dan variabel terikat (jumlah anak) pada masyarakat yang berada di wilayah
Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang
Hasundutan tahun 2013. Alasan pemilihan lokasi adalah karena di Kecamatan
Baktiraja jumlah anak masih tinggi.
3.2.2 Waktu Penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang istrinya berumur ≥
45 tahun yang bertempat tinggal di Kecamatan Baktiraja pada bulan Januari 2013
yaitu sebanyak 642 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh istri yang berumur ≥ 45 tahun
yang tinggal di Kecamatan Baktiraja. Besar sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis satu populasi (Lemeshow,
1997):
� =
�Z1−α
2 Po (1−Pa ) + Z1−β Pa (1−Pa )� 2
(Pa − Po )2
Dimna:
� : Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z1−α
2 : Deviat baku alpha untuk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
Z1−β : Deviat baku betha, untuk β= 0,20, maka nilai baku normalnya 0,842
Po : Proporsi keluarga yang menerapkan 2 anak lebih baik yaitu 7,7%
Pa-Po : Beda proporsi yang kemaknaannya ditetapkan sebesar = 0,10
Pa : Perkiraan proporsi keluarga yang menerapkan 2 anak lebih baik =
� ≥�1,96. 0,08 (1−0,18) + 0,84 0,08 (1−0,18)�
2
(0,18− 0,08 )2
n ≥ 72 orang.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan
menentukan kriteria sampel penelitian yaitu :
1. Ibu yang berumur ≥ 45 tahun
2. Ibu yang tidak menginginkan anak lagi
3. Ibu yang tinggal di Kecamatan Baktiraja
4. Ibu yang dapat membaca dan bersedia diwawancarai
3.4 Metode Pengumpulan Data
Digunakan 2 cara pengumpulan data, yaitu:
1) Data Primer, adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung
melalui wawancara dengan berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan,
dimana akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
2) Data sekunder, diperoleh dari Puskesmas dan Kantor Camat Kecamatan
Baktiraja dan instansi terkait lainnya.
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Bila seorang ingin mengukur berat suatu benda maka dia
harus menggunakan timbangan. Untuk mengetahui apakah kuisioner yang kita susun
mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi
menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan jika
nilai r hitung > r tabel (=0.361 pada taraf signifikansi 5%, df = 28) maka pertanyaan
valid, dan jika nilai r hitung < r tabel maka pertanyaan tidak valid (Riduwan, 2002;
Notoatmodjo, 2005; Ancok, 2006).
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya/ diandalkan. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran
atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali
dalam waktu yang berlainan. Pengukuran reliabilitas menggunakan uji statistik
Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan
nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Riduwan, 2002; Nursalam, 2008).
Uji coba kuesioner sebagai alat pengumpul data dilakukan pada 30 orang
isteri yang berumur > 45 tahun di Desa Dolok Margu Kecamatan Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap
pertanyaan untuk setiap variabel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Butir Pertanyaan Corrected Item
Total Correlation Status