• Tidak ada hasil yang ditemukan

BULLET Nama Wahyuni Ramadhanti at BULLET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BULLET Nama Wahyuni Ramadhanti at BULLET"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Nama

:

Wahyuni Ramadhanti

Kelas

:

X MIA 2

No.Urut

:

19

Judul Tugas :

(2)

A. LATAR BELAKANG

(3)

lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?

2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus yang ada di Sangiran?

3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di museum sangiran

4. Bagaimana pengembangan situs sangiran?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?

2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus yang ada di Sangiran?

3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Purbakala Sangiran?

4. Bagaimana pengembangan Museum Purbakala Sangiran?

D. MANFAAT PENULISAN

1. Mengenali keadaan geologi umum daerah Sangiran dan membandingkannya dengan data literatur.

(4)

PEMBAHASAN

A. Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.

Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World Heritage List” Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

(5)

menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.

Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.

Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang

berbentuk seolah seperti kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome. Situs Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut Sangiran Dome.

(6)

pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.

Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan. Dengan demikian kawasan sangiran pada kala pleistocen menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.

Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.

(7)

memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto & Simanjuntak 1995).

Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR. Von Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian terkenal dengan istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal dari lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).

B. Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus

(8)

yang berasal dari Formasi Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7 – 0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus klasik yang berasal dari Formasi Kabuh (Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 – 400.000 tahun. Jenis kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di Sangiran. Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus progresif yang berasal dari Formasi Notopuro (Plestosen Atas) dan mempunyai umur antara 400.000 – 100.000 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah temuan Homo soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah et.al. 1990).

Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :

1. Formasi Kalibeng

Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi Kalibeng di bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4 juta tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam. Di dalam lapisan lempung biru, selain mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun lalu. Dengan lapisan:

 Lapisan napal (Marl)

(9)

 Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal  Lapisan balanus batu gamping

 Lapisan lahar bawah dari endapan air payau

2. Formasi Pucangan

Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun yang lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang mengandung cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d 700 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:

 Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar  Lapisan batuan kongkresi

 Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)  Lapisan batuan nodul

 Lapisan batuan diatome warna kehijauan

3. Formasi Grenzbank

(10)

4. Formasi Kabuh

Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ini meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro.

Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh. Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii (banteng).

Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:  Lapisan konglomerat

 Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas  Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)  Lapisan pasir halus silang siur

(11)

Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiran ini sekitar 500.000 – 250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas vulkanik. Lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak persegi. Selain itu, lapisan ini juga ditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga banyak ditemukan alat serpih, fosil kerbau dan kijang.

Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa. Erosi K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:

 Lapisan lahar atas  Lapisan teras

 Lapisan batu pumice

6. Formasi Teras Solo (Kali Pasir)

Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.

C. Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Sangiran

(12)

adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.

Koleksi Museum Sangiran

1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .

2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).

3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .

4. Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis

5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak

6. Koleksi lainnya

(13)

 Fosil kayu

Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi pucangan

 Fosil batang pohon

Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi pucangan

b. Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus

Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.

c. Tulang paha

Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan atas.

d. Tengkorak kerbau

Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi berumur 700.000-500 tahun

e. Gigi Elephas Namadicus

Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh

 Fragmen gajah purba

Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:  Mastodon

 Stegodon

(14)

Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan pucangan atas.

g. Ruas tulang belakang (Vertebrae)

Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah. h. Tulang jari (Phalanx)

Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh. i. Rahang atas Elephas Namadicus

Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.

j. Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)

Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas kala pleistosen bawah k. Tulang kering

Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas.

l. Fosil Molusca a. Klas Pelecypoda b. Klas Gastropoda

(15)

 Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan

 Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan

 Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan

Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:

1) Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya. Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan kepada pemerintah.

2) UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )

Meskipun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;

a. Daerah yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.

b. Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman pendudukan Belanda.

(16)

D. Pengembangan Museum Purbakala Sangiran

Sejak dibangun pada 2005 silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan Kalijambe, akhirnya diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain Engginering Plan Sangiran, Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini, ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di dalam Cluster Krikilan yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada tiga Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung, Cluster Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu yang terletak di wilayah Kab. Karanganyar.

Tiap Cluster tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-masing bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan Cluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten Karanganyar. Selain itu ada beberapa upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :

(17)

interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.

 Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.

 Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.

 Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada publik nasional.

Museum Sangiran yang mempunyai 14.000 an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik wisata purba yang menakjubkan. Di museum I, pengunjung dapat menyaksikan pameran fosil-fosil asli dan peralatan manusia purbakala. Kemudian dimuseum II dihadirkan 12 langkah kemanusiaan, mulai dari terciptanya alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan Jawa, kedatangan manusia pertama, proses evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu dan perkembangannya hingga menjadi manusia modern. Sedang museum III dipertunjukkan tentang zaman keemasan Homo Erectus Sangiran yang bterjadi sekitar 500.000 tahun .

(18)

dunia. Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri mengharapkan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan tidak hanya kalangan peneliti. Sragen telah menjadi City of Java Man yang memiliki situs yang mengungkap rahasia sejarah manusia purba. Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus sejarah perjalanan manusia purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah berusia lebih dari 1,8 juta tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa digali, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil ini dan menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sangiran adalah sebuah Situs sangiran (Situs Manusia Purba) di jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.

2. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios souvenir khas Sangiran.

3. Keadaan geo-stratigrafi Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :

(19)

 Formasi Kabuh  Formasi Notopuro

 Formasi Teras Solo (Kali Pasir)

4. Upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :

 Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.

 Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.

 Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.

 Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada publik nasional.

B. SARAN

Sebagai warga negara yang baik dan khususnya kita sebagai mahasiswa harus bisa melestarikan kekayaan budaya baik itu wisata maupun sejarah bangsa. Agar tidak punah oleh waktu. Selain itu kita juga harus bisa menjaganya agar tetap lestari dan berkembang.

(20)

Santosa, Hery. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas SanataDharma.

Referensi

Dokumen terkait