• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lisensi Kreativitas Bersama (Creative Commons License) Sebagai Alternatif Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lisensi Kreativitas Bersama (Creative Commons License) Sebagai Alternatif Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

LISENSI KREATIVITAS BERSAMA (CREATIVE COMMONS LICENSE) SEBAGAI ALTERNATIF PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA DI

INTERNET Oleh

HARSA WAHYU RAMADHAN

Keberadaan internet telah memudahkan pengguna internet dalam mengakses dan mendistribusikan informasi. Namun, hampir sebagian besar informasi di internet adalah ciptaan yang dilindungi hak cipta. Kondisi ini menimbulkan kesulitan tersendiri untuk mendapatkan ciptaan yang legal di internet. Di sisi lain, Organisasi Creative Commons menawarkan solusi dengan menyediakan lisensi

creative commons sebagai alternatif perjanjian lisensi hak cipta di internet. Pekembangan yang pesat atas penggunaan lisensi creative commons terhadap ciptaan yang diunggah ke internet berpotensi menimbulkan sengketa hukum secara global. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji mengenai pengaturan hukum lisensi creative commons berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002), keabsahan lisensi creative commons

sebagai perjanjian lisensi hak cipta di internet, dan akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan lisensi creative commons.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lisensi creative commons adalah salah satu bentuk perjanjian lisensi yang dimaksud Pasal 45 UUHC 2002 dengan memperjanjikan tanpa royalti. Berdasarkan pengaturan Pasal 47 UUHC 2002, sifat non eksklusif lisensi creative commons tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Lisensi creative commons merupakan kontrak elektronik dengan klausula baku yang telah memenuhi syarat sah perjanjian dan mengikat para pihak. Terdapat dua akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan lisensi creative commons, yaitu akibat hukum berupa wanprestasi dan akibat hukum berupa pelanggaran hak cipta. Kedua akibat hukum ini memberikan pilihan kepada pemegang hak cipta untuk menempuh pembatalan lisensi creative commons dan dapat disertai dengan tuntutan ganti rugi.

(2)

ABSTRACT

CREATIVE COMMONS LICENSE AS AN ALTERNATIVE COPYRIGHT LICENSE IN INTERNET

BY

HARSA WAHYU RAMADHAN

The internet presence has facilitated internet users easily in accessing and distributing information. However, most of information in internet are the works protected by copyright. This led internet users face difficulty to find legal copyrighted works in internet. On the other hand, Creative Commons Corporation offers solution by providing a set of licenses as an altenative copyright license in internet that enables authors who want to expand their work to the greater internet users legally and freely. The rapid growth of utilization of creative commons license for the uploaded copyrighted work in internet evoked potential legal disputes globally. Therefore, it matters to identify the legal arrangements of creative commons license based on Law of The Republic of Indonesia Number 19 Year 2002 concerning Copyright (Indonesian Copyright Law), the validity requirement of creative commons license as license agreement in internet, and legal impacts of violation of the terms of creative commons license.

This research is a normative research with descriptive research type. The problem approach of this research is a statute approach. Data used in this research are secondary data by being analysed qualitatively.

The results of this research show that creative commons license is one of a license agreement form which is referred to Article 45 of Indonesian Copyright Law by agreement without royalty. According to the provision of Article 47 of Indonesian Copyright Law, the non exclusive nature of creative commons license is not resulted unfair competition. Creative commons license is an electronic contract with standard clauses which qualified the validity requirement of contract and binds the parties. There are two legal impacts arising from the violation of the terms of creative commons license, that are legal impact based on breach of contract and legal impact based on copyright infringement. Both of these legal impacts give the options to copyright holder to take the annulment of contract and can be followed by lawsuit to seek legal remedies for damages.

(3)

LISENSI KREATIVITAS BERSAMA (CREATIVE COMMONS LICENSE)

SEBAGAI ALTERNATIF PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA DI INTERNET

Oleh

HARSA WAHYU RAMADHAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)

     

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 15 Maret 1992,

sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Wahyu

Sasongko dan Ibu Prianggarini Rahayu.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Rawalaut Bandar

Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 25

Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA

Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN). Selama kuliah, penulis pernah menjadi Wakil Ketua Umum

Himpunan Mahasiswa Perdata (HIMA Perdata) Fakultas Hukum Unila periode

(7)

MOTO

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan” (Q. S. Al Alaq: 1)

“As for me, All I Know is that I Know Nothing”

(Socrates)

(8)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT, suatu perjalanan telah sampai pada tujuan namun itu belum berarti perjuangan telah usai. Dengan segala kerendahan hati, terimalah

karya kecil ini sebagai salah satu pengungkap rasa terima kasihku atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan perlindunganmu dalam membesarkan dan mendidikku, teruntuk kedua orang tuaku tersayang, Ayahanda Wahyu Sasongko

dan Ibunda Prianggarini Rahayu yang selalu mendoakan yang terbaik untuk hidupku. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal atas amal

kebaikanmu.

Untuk kakakku, Arif Wahyadi dan adikku Priska Wahyu Rininta yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan pengorbanannya selama ini untuk

kebaikanku.

(9)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Mu Ya Allah, seraya menengadahkan

tangan, penulis mengucapkan Alhamdulillah, karena atas berkat ridho dan karunia Mu, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang amat sederhana ini, dengan judul

“Lisensi Kreativitas Bersama (Creative Commons License) sebagai Alternatif Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet” yang merupakan salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

segenap pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku ketua Bagian Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I atas nasihat,

saran, penjelasan, dan diskusi yang telah diberikan selama penulis

menyusun skripsi;

4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II atas

kesediaan waktu dalam memeriksa substansi skripsi ini dengan penuh

(10)

5. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I yang telah

memberikan masukan dan kritik yang positif dan konstruktif dengan penuh

ketelitian;

6. Ibu Diane Eka, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II atas masukan dan

kritiknya demi sempurnanya skripsi ini;

7. Bapak Muhtadi, S.H., M.H., dan Ibu Martha Riananda, S.H., selaku Dosen

Pembimbing Akademik atas arahan yang diberikan selama penulis

menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

telah membina dan membuka jalan untuk mendalami ilmu hukum;

9. Kedua orang tua penulis yang tercinta, yang telah banyak berkorban demi

kelancaran studi penulis. Demikian pula dengan kakak dan adik penulis

yang tersayang, atas perhatian dan semangatnya;

10.Seluruh netlabel di Indonesia yang membuat penulis mengetahui keberadaan Creative Commons dan terima kasih pula kepada Prof. Lawrence Lessig atas pemikiran briliannya tentang lisensi creative commons sehingga menjadi inspirasi penulisan skripsi ini;

11.Teman-teman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bismar,

Reza tares, Tya, Haikal, Aldi jamet, Iguh, Obaw, Jimbo, Merly,

Romadoni, Onya, Neil, Jonatan, Hans, Rusjana, Dimas, Kelvin, Wana,

Dio, Julio, Rama untuk segala obrolan abstrak dan diskusi ngawur di jam makan siang, untuk segala persiapan beberapa jam pra-uts dan uas, untuk

(11)

12.Wawan, Thorn, Dwi, Sofia, Ivan, Adian, Yogi, Dian, Jarwo, Brama,

Pandu, Samuel, Gilang, Ardika, Indra, Poda’ untuk setiap nada-nada

sumbang di ruang kedap suara, untuk semua tawa dimanapun itu;

13.Staf keperdataan, Pak Tarno dan Bu Siti atas segala bantuan yang

diberikan kepada penulis;

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu, penulis

mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tiada yang sempurna kecuali Allah SWT,

sehingga apabila para pembaca membuka lembaran-lembaran selanjutnya maka

akan banyak menjumpai kekurangan ataupun kekeliruan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca yang budiman

demi pengembangan dan semakin sempurnanya skripsi ini. Akhir kata, semoga

skripsi ini akan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada

umumnya.

Bandar Lampung, Juli 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTTO PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Hak Cipta ... 10

2.1.1 Sejarah Singkat Hak Cipta ... 10

2.1.2 Pengertian Hak Cipta dan Sifat Hak Cipta ... 14

2.1.2.1 Hak Moral ... 17

2.1.2.2 Hak Ekonomi ... 20

2.1.2.3 Hak Terkait ... 22

2.1.3 Pengertian Pencipta dan Pemegang Hak Cipta ... 23

2.1.4 Ciptaan-Ciptaan yang dilindungi Hak Cipta ... 26

2.2 Tinjauan Umum Pengalihan Hak Cipta ... 29

2.2.1 Cara Pengalihan Hak Cipta ... 29

2.2.2 Pengalihan Hak Cipta melalui Lisensi ... 30

2.2.2.1 Pengertian Umum Lisensi ... 30

2.2.2.2 Pengertian Lisensi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ... 31

2.2.3 Pengalihan Hak Cipta melalui Lisensi di Internet ... 33

2.2.3.1 Lisensi Hak Cipta Sebagai Kontrak Elektronik ... 33

2.2.3.2 Lisensi Hak Cipta Berdasarkan Syarat-Syarat Sah Elektronik ... 35

2.2.3.3 Lisensi Hak Cipta sebagai Alat Bukti Hukum yang Sah ... 37

2.3 Tinjauan Umum Lisensi Creative Commons (Lisensi Kreativitas Bersama) ... 40

2.3.1 Sejarah Singkat Creative Commons ... 40

2.3.1.1 Creative Commons Indonesia ... 43

(13)

2.3.2.1 Unsur-Unsur Lisensi Creative Commons ... 47

2.3.3 Jenis-Jenis Lisensi Creative Commons ... 49

2.3.3.1 Lisensi Creative Commons Atribusi atau Attribution (CC-BY) ... 51

2.3.3.2 Lisensi Creative Commons Atribusi Berbagi Serupa atau Attribution Share Alike (CC-BY-SA) ... 52

2.3.3.3 Lisensi Creative Commons Atribusi Tanpa Turunan atau Attribution No-Derivatives (CC-BY-ND) ... 52

2.3.3.4 Lisensi Creative Commons Atribusi Non-Komersial atau Attribution Non-Commercial (CC-BY-NC) ... 53

2.3.3.5 Lisensi Creative Commons Atribusi Non-Komersial Berbagi Serupa atau Attribution Non-Commercial Share-Alike (CC-BY-NC-SA) ... 54

2.3.3.6 Lisensi Creative Commons Atribusi Non-Komersial Tanpa Turunan atau Attribution Non-Commercial No-Derivative (CC-BY-NC-ND) ... 55

2.4 Kerangka Pikir ... 57

III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 59

3.2 Tipe Penelitian ... 59

3.3 Pendekatan Masalah ... 60

3.4 Sumber Data ... 60

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 61

3.6 Pengolahan Data ... 62

3.7 Analisis Data ... 63

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaturan Hukum Lisensi Creative Commons Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ... 64

4.2 Keabsahan Lisensi Creative Commons sebagai Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet ... 70

4.2.1 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Syarat Kesepakatan Para Pihak ... 73

4.2.2 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Syarat Kecakapan Para Pihak ... 75

4.2.3 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Keharusan Adanya Suatu Hal Tertentu ... 76

4.2.4 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Syarat Sebab yang Halal ... 79

4.3 Akibat Hukum terhadap Penggunaan Ciptaan yang Melanggar Ketentuan Lisensi Creative Commons ... 83

4.3.1 Akibat Hukum berupa Wanprestasi ... 84

4.3.2 Akibat Hukum berupa Pelanggaran Hak Cipta ... 90

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 95

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tiga Lapis Konstruksi Lisensi (Three Layers of Licenses)………. 44

2. Simbol Attribution………... 47

3. Simbol Non-Commercial……… 47

4. Simbol Share Alike………. 48

5. Simbol No-Derivative………. 48

6. Lisensi CC-BY……… 51

7. Lisensi CC-BY-SA……….. 52

8. Lisensi CC-BY-ND……….. 52

9. Lisensi CC-BY-NC……… 53

10. Lisensi CC-BY-NC-SA………... 54

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I - CREATIVE COMMONS LICENSE DEED

(HUMAN-READABLE SUMMARY)

LAMPIRAN II - CREATIVE COMMONS LICENSE LEGAL

CODE 3.0 UNPORTED

LAMPIRAN III - TERJEMAHAN NASKAH LISENSI CREATIVE

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi telah menghadirkan internet1 sebagai multimedia elektronik2 yang kian mempermudah masyarakat dalam mengakses dan mendistribusikan informasi. Namun dari beragam informasi yang diakses masyarakat melalui internet, tidak sedikit diantaranya merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta.3 Dalam ranah internet, suatu ciptaan dapat diidentifikasi dalam isi (konten) sebuah website yang memuat informasi berupa teks/tulisan, gambar, foto, audio, video, database, dan software.

Ciptaan yang ada di internet tentunya sangat potensial untuk digandakan dan disebarluaskan secara terus-menerus ke jutaan orang dalam waktu singkat. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kemampuan teknologi digital untuk menduplikasi atau membuat salinan (copy) ciptaan dengan kualitas yang sama dengan aslinya tanpa merusak atau mengurangi sumber aslinya. Oleh karena itu, seiring dengan

1 Internet adalah sebuah jaringan dari jaringan-jaringan komputer: “Internet is a network of computer networks. The very name internet comes from the concept of inter-networking, where multiple computer networks are joined together.” Lihat, Gerard R. Ferrera, et.al., Cyber Law: Text and Cases (Ohio: South-Western College Publishing, 2001), hlm. 3.

2 Multimedia adalah kemampuan sistem komputer yang tidak hanya mengolah informasi

dalam bentuk satu medium saja yakni angka dan teks melainkan juga gambar, grafis, suara, dan video. Lihat, Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 4-7.

3 Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan

(17)

2

meningkatnya akses masyarakat terhadap ciptaan yang ada di internet, maka hukum hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002) menjadi semakin relevan terhadap lebih banyak orang dibandingkan dengan 60 tahun yang lalu sebelum kemunculan internet.4

Dalam konteks teknologi pra-digital, hak cipta pada mulanya memang selaras jika dikondisikan untuk penggunaan secara manual terhadap ciptaan yang berbentuk fisik. Namun dalam konteks teknologi digital saat ini, akan menjadi semakin pelik ketika kegiatan seperti copy-cut-paste (menyalin-memotong-menempel), editing (menyunting) ataupun berbagi file (file sharing) justru menimbulkan hal yang kontradiktif terhadap eksistensi hak cipta.5 Pada gilirannya, keberadaan internet secara perlahan mendorong terjadinya pergeseran paradigma terhadap apa yang dapat dilindungi oleh hak cipta. Di sisi lain, kemunculan internet ternyata memungkinkan bertumbuhnya budaya berbagi (culture of sharing)6 yang memudahkan pencipta menyebarluaskan ciptaanya.

Ada kalanya seorang pencipta berkarya dengan tujuan semata-mata ingin berbagi dan tidak melulu didasarkan motivasi komersial. Bahkan di kalangan masyarakat Indonesia, masih ada yang bangga dan memaklumi bila ciptaanya dimanfaatkan orang lain. Berbagi merupakan suatu hal yang lazim di internet, seperti melalui

4 Internet baru dikembangkan pada awal dekade tahun 1960an oleh Departemen

Pertahanan Amerika Serikat. Lihat, Wikipedia, “The History of Internet,” diakses tanggal 15 Maret 2014, http://en.m.wikipedia.org/wiki/history_of_the_internet.

5 Neil Weinstock Netanel, Copyright’s Paradox (New York: Oxford University Press,

2008), hlm. 8 et seq. 6

(18)

3

jejaring sosial, surat elektronik (email), pengirim pesan (messenger), situs berbagi foto dan video.

Pencipta kadang kala mengunggah ciptaan ke internet dengan maksud berbagi namun hukum hak cipta justru membatasi jangkauan dari aktivitas berbagi. Hal ini karena sifat hak cipta yang langsung berlaku otomatis7 secara bawaan (by default) ketika suatu ciptaan diciptakan, sehingga siapapun yang memanfaatkan suatu ciptaan di internet dengan tanpa izin dari pencipta/pemegang hak cipta, maka seseorang dipandang telah melakukan pelanggaran hak cipta.

Pada praktiknya, pemberian izin hak cipta menjadi kerumitan tersendiri di internet. Pencipta mengalami kesulitan dalam memberikan izin karena luasnya penggunaan ciptaan di internet yang bersifat borderless dan menembus batas-batas yurisdiksi negara lain. Pemberian izin semakin dilematis karena efek perlindungan otomatis hak cipta terhadap ciptaan sering kali mengakibatkan ciptaan-ciptaan yang beredar di internet ditemukan dalam keadaan yang tidak jelas statusnya, apakah masih dilindungi hak cipta atau sudah berada dalam domain publik (public domain) dan bahkan tidak diketahui siapa pencipta sebenarnya.8 Ciptaan-ciptaan ini yang disebut dengan istilah orphan works9

7

Hak cipta tidak perlu didaftarkan melainkan timbul secara otomatis ketika suatu ciptaan dilahirkan. Lihat, Pasal 2 Ayat (1) UUHC 2002.

8 Herkko Hietanen, The Pursuit of Efficient Copyright Licensing – How Some Right Reserved Attempts to Solve The Problem of All Right Reserved (Disertasi Doktor, Lappenranta University of Technology, Finlandia, 2008), hlm. 119.

9

(19)

4

karena telah kehilangan informasi manajemen hak penciptanya.10. Izin tentu akan mudah diminta jika penciptanya dapat diketahui dan dapat dihubungi. Akan tetapi, persoalan akan menjadi sulit ketika pencipta tersebut tidak diketahui dan sulit dihubungi.

Pada hal yang bersamaan, UUHC 2002 menerapkan perlindungan hak cipta dengan penegakkan tindak pidana biasa dan tidak lagi dengan tindak pidana aduan.11 Artinya, aparat hukum dapat langsung menyelidiki dugaan pelanggaran hak cipta tanpa adanya laporan dari pencipta. Sayangnya, pelanggaran hak cipta baik yang dilakukan secara tidak sengaja maupun tanpa diketahui tetap dapat menimbulkan tuntutan hukum. Sementara itu setiap sirkulasi informasi yang beredar di internet terpendam potensi pelanggaran hak cipta oleh masyarakat pengguna internet dengan tanpa disengaja ataupun tanpa diketahui bahwa informasi berupa ciptaan itu telah dilindungi hak cipta secara otomatis. Di lain hal, masyarakat pengguna internet membutuhkan akses terhadap informasi dan pengetahuan yang berguna seperti buku, film, musik, foto, program komputer untuk digunakan dalam berbagai kegiatan baik dengan tujuan non-komersial atau bahkan komersial tanpa harus bersifat ilegal.

Kebutuhan masyarakat pengguna internet akan konten ciptaan legal yang ada di internet dan kebutuhan pencipta akan kemudahan pemberian izin/lisensi yang jelas perlu diakomodir. Untuk itu Creative Commons telah mengupayakan

10

Penjelasan Pasal 25 UUHC 2002 mendefinisikan informasi manajemen hak pencipta sebagai “informasi yang melekat secara elektronik pada suatu ciptaan atau muncul dalam hubungan dengan kegiatan pengunguman yang menerangkan suatu ciptaan, pencipta, dan kepemilikan hak maupun informasi persyaratan penggunaan, nomor atau kode informasi.”

11 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs (Bandung: P.T.

(20)

5

kebutuhan tersebut dengan memperkenalkan Lisensi Kreativitas Bersama (Creative Commons License) sebagai alternatif perjanjian lisensi hak cipta di internet.12 Creative Commons adalah sebuah organisasi nirlaba berkedudukan di California, Amerika Serikat, yang menyediakan serangkaian lisensi hak cipta yang terstandardisasi dan dapat dimanfaatkan pencipta sebagai media penyebarluasan ciptaan.13 Pencipta sebagai pemberi lisensi memberikan izin kepada publik/masyaraka pengguna internet sebagai penerima lisensi melalui lisensi creative commons (lisensi CC) untuk mengunakan ciptaannya secara bebas dan legal dengan penyerahan sebagian dari hak cipta yang dimilikinya seraya mempertahankan hak-hak yang lain (some rights reserved).

Creative Commons mewadahi kumpulan ciptaan yang telah dilisensikan dengan

lisensi CC untuk dapat digandakan, diumumkan, dimodifikasi, dan didistribusikan sesuai dalam batas-batas hukum hak cipta.14 Masyarakat pengguna internet dapat memanfaatkan konten terbuka (open content)15 yang sudah berlisensi CC untuk proyek-proyek kreatif yang akan diproduksi.

Lisensi CC telah digunakan oleh institusi seperti Bank Dunia, Kantor Berita Al-Jazeera, UNESCO hingga situs jejaring sosial (social networks) seperti Flickr Yahoo, Youtube, dan Vimeo.16 Lisensi CC juga digunakan oleh situs ensiklopedia

12

Bagi pencipta yang ingin melisensikan ciptaanya dengan lisensi CC, dapat mengunjungi situsCreative Commons dengan tautan http://creativecommons.org/choose.

13 Creative Commons, “About,” diakses tanggal 19 Februari 2014, http://

creativecommons. org/ about.

14 Ibid. 15

“Lisensi Bebas,” Appropedia, diakses tanggal 19 Februari 2014, http: // www. appropedia. org/ Lisensi_bebas: Isi terbuka (open content) adalah karya apa saja (termasuk artikel, gambar, suara dan video) yang dipublikasikan dan diizinkan untuk disalin oleh siapa saja. Isi dapat berada di domain umum (public domain) atau dibawah lisensi seperti lisensi Creative Commons”.

(21)

6

bebas, Wikipedia untuk menyebarkan konten-kontennya.17 Selain itu, lisensi CC adalah lisensi yang direkomendasikan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) untuk digunakan dalam kaitannya dengan

program Open Educational Resources/OER (Sumber Pendidikan Terbuka). OER merupakan bahan pengajaran, pembelajaran, dan penelitian yang dirilis dibawah lisensi terbuka yang mengizinkan akses, penggunaan, dan penggunaan kembali (reuse) bahan tersebut.18

Menurut Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ahmad M. Ramli, lisensi creative commons adalah jalan keluar yang baik dari keinginan para pencipta untuk menyebarluaskan dan memberikan akses sebesar-besarnya untuk publik atas ciptaannya.19 Ahmad M. Ramli juga mengatakan pemerintah mendukung penerapan lisensi creative commons di bidang pendidikan. Lisensi creative commons menyediakan peluang

bagi banyak orang untuk menjadi pintar tanpa harus membayar.20

Sejak berdiri pada tahun 2001, organisasi Creative Commons telah memiliki lebih dari 100 afiliasi di 70 negara di seluruh dunia21 dengan lebih dari 450 juta karya telah menggunakan lisensi CC.22 Dengan jumlah lisensi sebanyak itu sangat

17 Wikipedia, “History of Wikipedia,” diakses tanggal 6 Maret 2014,

wikipedia.org/wiki/history_of_wikipedia.

18

UNESCO dan Commonwealth of Learning, “Guidelines for Open Educational Resources (OER) in Higher Education,” 1 November 2011, hlm. 1-2. Tersedia di laman: http://www.col.org/PublicationDocuments/Guidelines_OER_HE.pdf.

19 Creative Commons Indonesia, “Audiensi Creative Commons Indonesia dengan Dirjen

HKI,” diakses tanggal 7 Maret 2014, creativecommons.or.id/2012/08/audiensi-creative-commons-indonesia-dengan-direktur-jenderal-hak-atas-kekayaan-intelektual/.

20 Tempo, Berbagi Lewat Lisensi, edisi 2-9 Desember 2012, hlm. 60-61.

21 Creative Commons, “CC Affiliate Network,” terakhir diubah tanggal 27 Februari 2014,

diakses tanggal 7 Maret 2014, http://wiki.creativecommons.org/affiliates.

22 Creative Commons, “CC Metrics,” terakhir diubah 15 September 2013, diakses tanggal

(22)

7

mungkin akan terjadi sengketa mengenai pelanggaran ketentuan lisensi CC. Lebih jauh lagi, permasalahan yang kemudian muncul adalah aspek teknis yuridis dan aspek praktis dari keabsahan dan pembuktian lisensi CC di yurisdiksi sebuah negara. Pengaturan hukum yang bagaimanakah agar pelaksanaan perjanjian lisensi CC dapat diberlakukan (enforceable) di Indonesia. Walaupun pernah terjadi beberapa sengketa sebelumnya seperti di Belanda (Adam Cury v. Audax Publishing BV),23 Spanyol (SGAE v. Fernandez),24 dan Jerman (Gerlach vs. DVU),25 belum tentu apakah lisensi CC juga dapat berlaku menurut hukum Indonesia.

Perkembangan yang pesat atas penggunaan lisensi CC di seluruh dunia tentu akan melahirkan pertanyaan mengenai kedudukan dan identifikasi pengaturannya dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sehubungan dengan itu, lisensi creative commons perlu dikaji secara komprehensif berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengenai lisensi hak cipta dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengkaji kontrak elektronik di internet.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi judul dalam penulisan skripsi ini adalah “Lisensi Kreativitas Bersama (Creative Commons License) Sebagai Alternatif Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet”.

23

Groklaw “Creative Commons License Upheld by Dutch Court,” diakses tanggal 7 Maret 2014, http://www.groklaw.net/articlebasic.php?story=20060316052623594.

24 Creative Commons, “SGAE vs. Fernadez,” diakses tanggal 7 Maret 2014,

http://wiki.creativecommons.org/SGAE_v._Fernandez.

25 Creative Commons, “Gerlach vs. DVU,” diakses tanggal 7 Maret 2014,

(23)

8

1.2 Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta?

2. Bagaimana keabsahan lisensi creative commons sebagai perjanjian lisensi hak cipta di internet?

3. Apa akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan lisensi creative commons?

Lingkup penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan penelitian ini adalah analisis lisensi creative commons sebagai alternatif perjanjian lisensi hak cipta di internet. Sedangkan lingkup bidang ilmu dari penelitian ini adalah Hukum Kekayaan Intelektual khususnya Hukum Hak Cipta dan Hukum Telematika yang mengkaji kontrak elektronik di internet.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai:

1. Pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

(24)

9

3. Akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan lisensi creative commons.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menambah khazanah bahan pemikiran dalam upaya pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum hak cipta yang dikaitkan dengan masalah lisensi hak cipta melalui media internet.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini adalah:

a. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi penulis khususnya mengenai lisensi creative commons sebagai perjanjian lisensi hak cipta di internet.

b. Sebagai bahan masukan maupun bahan bacaan bagi mahasiswa, akademisi dan praktisi hukum, para pekerja di bidang kesenian dan kesusastraan, serta instansi pemerintah terkait dalam rangka mengkaji lisensi hak cipta di internet pada umumnya dan lisensi creative commons pada khususnya.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Hak Cipta

2.1.1 Sejarah Singkat Hak Cipta

Hak cipta sejak awal kemunculannya selalu berkaitan dengan perkembangan

teknologi. Istilah hak cipta yang dikenal sekarang merupakan padanan istilah dari Copyright yang riwayatnya dimulai dengan ditemukannya mesin cetak pada tahun 1436 di Eropa. Mesin ini mempermudah perbanyakan karya-karya tulis yang ada

pada saat itu dalam jumlah besar. Diperkirakan bahwa sebelum mesin cetak ditemukan, jumlah buku yang beredar di Eropa hanya ribuan, namun hanya dalam

waktu 50 tahun, jumlah tersebut meningkat hingga 10 juta buku.26

Pertumbuhan jumlah buku yang pesat ini telah membuka peluang ekonomi baru bagi orang-orang untuk dapat menikmati hasil perbanyakan karya tulis. Dalam hal

ini timbul pertanyaan, siapakah yang berhak mendapat keuntungan materiil dari hasil penjualan suatu karya tulis yang dicetak dalam jumlah banyak? Apakah pengarang atau penerbit yang membiayai dan menanggung risiko penerbitan buku

tersebut?27

26 “History of Copyright,” diakses tanggal 7 Maret 2014, http:// www. historyofcopyright.

org/.

27 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, edisi ke-2, cetakan ke-3. (Bandung: P.T. Alumni,

(26)

11

Pada gilirannya muncul perusahaan-perusahaan di bidang penerbitan buku. Dalam rangka melindungi kepentingan bisnis mereka, para pengusaha penerbitan buku meminta kepada Raja untuk memberikan hak monopoli perbanyakan buku-buku

yang akan diterbitkan. Para pengusaha ini menginginkan agar hanya mereka yang memiliki hak memperbanyak (copyright) atas karya-karya tulis yang akan

diterbitkan. Dari sini cikal bakal rezim perlindungan hak cipta beranjak.

Permulaan perlindungan hak cipta di Eropa salah satunya dimulai di Inggris pada

tahun 1557. King Philip dan Queen Mary memberikan Royal Charter kepada Stationers Companysebuah perusahaan penerbitan yang berbasis di Londonhak monopoli untuk menyelenggarakan sistem registrasi dan percetakan

karya tulis. Dengan monopoli yang dipunyainya, pencetakan dan penerbitan karya tulis dalam bentuk buku hanya boleh dilakukan perusahaan ini atau

penerbit-penerbit lain yang terdaftar sebagai anggota Stationers Company. Hak-hak pengarang untuk memperbanyak karya tulis sama sekali diabaikan.28 Bahkan dalam praktiknya, tujuan diberikannya hak monopoli ini tidak lain dari upaya

pihak kerajaan melakukan sensor terhadap penerbitan yang berisi pandangan-pandangan yang melawan kekuasaan monarki ataupun yang menyimpang dari

agama kerajaan.

Gagasan bahwa pengaranglah yang berhak atas hak memperbanyak karya tulisnya kemudian diatur dalam Statute of Anne tahun 1710. Statute of Anne berisi

ketentuan tentang hak eksklusif seorang pengarang sebagai pemilik hak yang

(27)

12

memiliki kebebasan untuk mencetak karya tulisnya.29 Statute of Anne merupakan undang-undang hak cipta pertama di dunia dan besar pengaruhnya dalam sejarah perkembangan hak cipta karena untuk pertama kalinya seorang pengarang diakui

secara sah bahwa ia pemegang hak eksklusif atas karya tulisnya.30

Jika dicermati mengenai sejarah istilah Copyright, pada mulanya istilah Copyright

kurang begitu mempersoalkan siapa penciptanya, dan hanya melindungi kepentingan perusahaan penerbit. Kata Copyright memang bermakna the right to

copy atau hak untuk memperbanyak karya-karya tulis pada masa itu.31 Itulah sebabnya muncul reaksi terhadap doktrin Copyright di negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law seperti Prancis, Jerman, Italia, dan Belanda. Di

negara-negara ini muncul istilah: droit de auteur, auteursrecht, dan atau authors’s right. Pusat gagasan perlindungan diletakkan pada pencipta melalui konsep author’s

right yang artinya hak pengarang. Di Belanda, perlindungan bagi pencipta dituangkan dalam Auteurswet tahun 1912.32 Belanda membuat Auteurswet pada

tahun 1912 karena telah menandatangani dan meratifikasi Konvensi Berne.

Konvensi Berne diadakan karena kebutuhan akan perlindungan hak cipta yang terstandardisasi dan seragam yang dapat berlaku secara internasional. Sebelumnya, pada tahun 1866 di Swiss didirikan organisasi internasional Berne

Copyright Union yang mengadministrasikan dan melindungi pelbagai ciptaan

29 Damian, op. cit., hlm. 50: Pasal 1 Statute of Anne: “…The Author of any Book or Books already printed, who hath not transferred to any other Copy or Copies of such Books … or the Bookseller or Booksellers, Printer od Printers, or other Person or Person, who hath or have purchased or acquired the Copy or Copies of any Book or Books, shall have the sole Right and liberty of printing such Book or Books for the term of twenty one years to commonce from the 10th April (1710)…”

30Ibid., hlm. 50. 31

Agus Sardjono, Hak Cipta dalam Desain Grafis (Jakarta: Yellow Dot Publishing, 2008), hlm. 16.

(28)

13

manusia yang mencipta di bidang sastra (literary) dan seni (artistic). Pendirian Bern Copyright Union ini kemudian diikuti dengan dilaksanakannya Berne

Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne)

pada tahun 1886 yang menetapkan mengenai aturan hak cipta di negara-negara berdaulat.33

Pada masa kemerdekaan Indonesia, Auteurswet 1912 yang diundangkan melalui Staatblad No. 600 tahun 1912, diberlakukan pula terhadap bangsa Indonesia

berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Sejak saat itu rezim hak cipta mulai berlaku di Indonesia. Selanjutnya, perkembangan hukum hak cipta dilanjutkan dalam konvensi-konvensi internasional yang berusaha

menyesuaikan perlindungan hak cipta dengan kemajuan teknologi dan kepentingan perdagangan. Beberapa konvensi internasional itu diantaranya:

International Convention Protection for Performers, Producers of Phonograms

and Broadcasting Organizations (Konvensi Roma) tahun 1961, Universal Copyright Covention tahun 1955, Trade Related Aspect on Intellectual Property

Rights (TRIPs) tahun 1994 dan WIPO Copyright Treaty tahun 1996. Peraturan dalam konvensi internasional ini kemudian menjelma dalam bentuk

undang-undang ataupun peraturan lainnya di berbagai negara yang meratifikasi konvensi tersebut. Indonesia terakhir kali merevisi Undang-Undang Hak Cipta pada tahun 2002 untuk menyesuaikannya dengan perkembangan konvensi internasional di

bidang hak cipta.

(29)

14

2.1.2 Pengertian Hak Cipta dan Sifat Hak Cipta

Hak cipta (copyright) merupakan salah satu dari bagian hak kekayaan intelektual (Intellectual Property Rights). Selain hak cipta, hak kekayaan intelektual juga

mencakup hak kekayaan industri (Industrial Propety Rights) yang terdiri dari: paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trademark), desain tata

letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), rahasia dagang (trade secret), penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair

competition),34 indikasi geografis (geographical indications), dan varietas

tanaman baru.35

Pada awalnya pengertian hak cipta di Indonesia pertama kali diartikan oleh Pasal

1 Auteurswet 1912 sebagai hak pengarang, yaitu hak tunggal dari pengarang, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan

kesusastraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh

undang-undang.36

Istilah auteursrecht atau hak pengarang kemudian digantikan menjadi hak cipta. Istilah ini pertama kalinya diusulkan dalam Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1952. Istilah hak cipta sengaja dipilih agar tidak hanya para pengarang

34 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Tangerang: 2006), hlm. 1.

35

Tim Lindsey et al., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung: Asian Law Group Pty Ltd dan P.T. Alumni, 2002), hlm. 3

(30)

15

tetapi juga pelukis dan lain-lain.37 Dengan demikian, istilah hak cipta digunakan untuk memperluas cakupan pengertiannya.

Setelah Auteurswet 1912 dicabut, diterbitkan undang-undang nasional tentang hak cipta. Dalam kurun waktu yang relatif pendek, Pemerintah Indonesia telah

memberlakukan empat Undang-Undang Hak Cipta, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.

Pengaturan hak cipta di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sistem civil law

atau sistem eropa kontinental yang diwarisi dari hukum Belanda. Pengertian hak cipta yang berlaku di sistem eropa kontinental umumnya diartikan tidak hanya melindungi kepentingan ekonomi pencipta semata, tetapi juga melindungi hak

moral pencipta.38

Pada esensinya hak cipta mengandung dua macam hak, yaitu hak ekonomi dan

hak moral. Hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan (right to publish atau right to perform) dan hak untuk memperbanyak (right to copy atau mechanical

right). Adapun hak moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya

37 J.C.T. Simorangkir, Undang-Undang Hak Cipta 1982 (Jakarta: Djambatan, 1982), hlm. 5-7. 38

Jill McKeough dan Andrew Stewart, Intelletual Property in Australia, 2nd edition

(31)

16

dalam ciptaan (attribution right atau right of paternity) dan hak pencipta untuk melarang orang lain merusak dan memutilasi ciptaannya (right of integrity).39

Menurut Pasal 1 angka 1 UUHC 2002, dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak

mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Hak eksklusif (exclusive rights) bagi pencipta artinya hak yang semata-mata

diperuntukkan bagi penciptanya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau yang menerima hak itu.40 Hak

cipta timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan selesai dibuat. Dengan demikian, suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak atau belum

diumumkan, kedua-duanya memperoleh perlindungan hak cipta.

Hak cipta bukanlah suatu hak yang berlakunya secara absolut. Hak cipta dibatasi dengan adanya frase dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHC 2002 yang

menyatakan “dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku”. Pembatasan dimaksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap pemanfaatan hak cipta tidak sewenang-wenang dan harus

memperhatikan pembatasan hak cipta yang diatur dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 UUHC 2002. Pemanfaatan hak cipta juga harus mempertimbangkan

(32)

17

apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum.41 Hak cipta adalah suatu bentuk monopoli yang terbatas (limited monopoly) yang artinya hak cipta tidak selamanya berlaku, melainkan ditentukan oleh jangka waktu

berlakunya hak cipta agar bisa menjadi domain publik (public domain) dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat.

Hak cipta dianggap sebagai hak kebendaan yang tidak berwujud42 yang dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, baik melalui pewarisan, wasiat,

hibah atau perjanjian tertulis.43 Selain itu, hak cipta juga dianggap sebagai benda bergerak44 dan tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.45 Berikut ini akan dijelaskan dua komponen hak yang terkandung dalam

hak cipta, yaitu:

2.1.2.1 Hak Moral

Pengakuan terhadap hak moral merepresentasikan sebuah bentuk apresiasi dan penghormatan publik kepada pencipta atas ekspresi kreatifnya. Adapun yang dimaksud hak moral (moral rights) adalah hak yang melekat pada diri pencipta

atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun.46 Hak ini mengikuti pencipta, meskipun hak ekonomi atas ciptaan tersebut telah

41 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights)

(Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 62.

42

Soelistyo, op. cit., hlm. 50.

43 Lihat, Pasal 3 Ayat (2) UUHC 2002. 44 Lihat, Pasal 3 Ayat (1) UUHC 2002. 45

Lihat, Pasal 4 UUHC 2002.

46 Lihat, Penjelasan Umum UUHC 2002, Tambahan Lembaran Negara Republik

(33)

18

dialihkan kepada pihak lain. Hak moral dapat dipindahkan dengan syarat harus berdasarkan atas wasiat pencipta yang sudah meninggal.47

Dalam Konvensi Berne, hak moral diatur dalam Pasal 6bis. Namun dalam TRIPs, negara anggota konvensi tidak diwajibkan untuk mencantumkan hak moral ini dalam peraturan perundang-undangan hak cipta mereka.48

Ada dua komponen umum yang terkandung dalam hak moral yang diantaranya adalah:

1. Hak Atribusi (The right of Paternity, Attribution, or Acknowledgement)

Hak ini mengharuskan identitas pencipta dilekatkan pada ciptaan, baik dengan nama sendiri maupun samaran. Dalam hal-hal tertentu, dan atas dasar

pertimbangan yang rasional dari pencipta. ia dapat meniadakan identitas dirinya dan membiarkan ciptaanya berstatus anonim. Hal ini dapat dilakukan dalam kondisi dan dengan alasan yang dapat diterima (reasonable in

circumstances).49 Pada dasarnya hak atribusi adalah pengakuan terhadap pencipta asli yang telah menciptakan karyanya. Hak ini berfungsi untuk

mencegah kesalahan identifikasi yang tidak akurat terhadap pencipta yang sebenarnya dan melindungi pencipta dari pengklaiman orang lain sebagai pencipta asli.

2. Hak Integritas (The right of Integrity)

Representasi yang paling menonjol dari hak integritas adalah citra pribadi dan

reputasi yang melekat pada diri pencipta. Melalui hak ini, pencipta dapat melindungi ciptaannya dan judul ciptaannya dari perusakan (distortion),

47

Lihat, Penjelasan Pasal 24 UUHC 2002.

(34)

19

pemotongan (mutilation) atau perubahan lain (modification) tanpa izin pencipta. Pencipta hanya dapat menyetujui adaptasi dan perubahan ciptaanya bila tidak mengganggu reputasinya.50

Pengaturan lebih lanjut mengenai hak moral dapat ditemukan pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 33, Pasal 55 dan Pasal 72 Ayat (6) dan (7) Undang-Undang

No. 19 Tahun 2002. Secara restriktif, UU Hak Cipta Indonesia melarang setiap orang melanggar hak moral pencipta tanpa persetujuannya dengan cara-cara:

1. meniadakan atau mengubah nama pencipta atau nama samaran pencipta yang tercantum pada ciptaan ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum;51

2. mencantumkan nama pencipta yang meniadakan identitas dirinya atau mencantumkan nama sebagai pencipta padahal dia bukan penciptanya;

3. mengganti atau mengubah judul ciptaan dan anak judul ciptaan;52 4. mengubah isi ciptaan;

5. meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi

manajemen pencipta.53

Pencipta atau ahli warisnya berhak menggugat pelanggaran-pelanggaran di atas ataupun menuntut pelaksanaan dari hak moral tersebut walaupun hak ekonominya

telah diserahkan seluruhnya.

50Ibid.

51

Lihat, Pasal 55 jo. Pasal 24 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 24 Ayat (2) UUHC 2002.

(35)

20

Dalam konteks penggunaan teknologi digital, perlu juga diperhatikan bahwa hak informasi manajemen hak pencipta (electronic rights management information) merupakan hak moral bagi penciptanya yang melekat pada ciptaan.

Jangka waktu perlindungan hak moral yang berhubungan dengan hak atribusi (seperti: pencantuman nama/nama samaran pencipta) berlaku tanpa batas waktu.

Sedangkan hak moral yang berkenaan dengan hak integritas (seperti: mengubah/merusak ciptaan dan judul ciptaan) berlaku sesuai dengan masa

berlakunya perlindungan jenis ciptaan yang telah dibuat.54

2.1.2.2 Hak Ekonomi

Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta

produk hak terkait.55 Hak ekonomi (economic rights) atas suatu ciptaan dimiliki oleh pemegang hak cipta, yaitu pencipta itu sendiri ataupun pihak lain yang

menerima hak itu. Hak ini mencakup segala manfaat ekonomi yang dapat diperoleh atas pengumuman dan atau perbanyakan ciptaan.

Pencipta memiliki hak untuk mengumumkan ciptaan yang terbagi tiga macam

hak, yaitu:

1. Hak untuk mempublikasikan atau menerbitkan (right to publish), biasanya berhubungan dengan ciptaan yang berupa karya tulis (literary works).56

2. Hak untuk mempertunjukkan (right to perform), biasanya berhubungan dengan ciptaan yang berupa karya musik atau yang bersifat visual (musical

54

Lihat, Pasal 33 UUHC 2002.

(36)

21

and visual works). Hak untuk mempertunjukkan meliputi kegiatan seperti

mempertunjukkan ciptaan kepada publik, mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun,57 pembacaan, menyiarkan ciptaan,

memamerkan,58 menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, memainkan karya musik, drama, tari, sastra, folklore;59

3. Hak untuk mendistribusikan (right to distribute), pencipta mempunyai hak untuk mengedarkan, menjual, mengimpor, ataupun menyewakan ciptaanya.60

Pencipta juga memiliki hak untuk memperbanyak yang terbagi dalam dua macam hak, yaitu:

1. Hak Perbanyakan

Hak ini berkenaan dengan perbanyakan atau reproduksi suatu ciptaan. Hak ini juga disebut mechanical right karena berkaitan dengan teknologi mesin yang

dapat menggandakan ciptaan. Perbanyakan artinya penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama

termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.61 2. Hak Adaptasi

Dalam UUHC 2002, kegiatan adaptasi termasuk perbuatan perbanyakan khususnya perbuatan mengalihwujudkan bentuk dan media ekspresi ciptaan. Namun ciptaan hasil adaptasi dan pencipta karya adaptasi dapat dilindungi hak

cipta sepanjang kegiatan adaptasi tersebut atas izin pencipta ciptaan asli.

57 Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUHC 2002. 58 Lihat, Pasal 1 angka 5 UUHC 2002. 59

Lihat, Pasal 1 angka 10 UUHC 2002.

60Ibid.

(37)

22

Pencipta mempunyai hak untuk mengadaptasi ciptaanya sendiri yang meliputi kegiatan: menerjemahkan, mengaransemen,62 mengalihwujudkan, membuat saduran dan tafsir, membuat kompilasi atau bunga rampai, dan membuat

database (kompilasi data).63

Dengan demikian hak ekonomi pencipta secara garis besar mencakup:

1. Hak Perbanyakan (Reproduction Right atau Mechanical Right). 2. Hak Adaptasi (Adaptation Right).

3. Hak Distribusi (Distribution Right). 4. Hak Pertunjukkan (Performing Right). 5. Hak Publikasi (Publication Right).64

2.1.2.3 Hak Terkait

UUHC 2002 mengatur hak yang masih terkait erat dengan hak cipta, yaitu hak

terkait (neighboring rights). Hak terkait perlu diadakan karena perkembangan teknologi perekaman suara dan gambar yang hasil ciptaan dari teknologi itu perlu diberi perlindungan.65 Hak terkait tidak akan timbul bila tidak ada izin dari

pencipta asli untuk menggunakan ciptaannya. Hak terkait baru diakui secara internasional di Roma pada tahun 1960 dengan dibentuk suatu konvensi khusus

yang mengatur tentang hak terkait ini, yaitu International Convention Protection for Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations.

62

Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUHC 2002.

63 Lihat, Pasal 12 huruf l dan Penjelasan Pasal 12 huruf l UUHC 2002.

64 Julien Hofman, Introducing Copyright: A Plain Language Guide to Copyright in the 21st Century (Vancouver: Commonwealth of Learning, 2009), hlm. 40-42.

(38)

23

Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak

dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang

karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain.66

2.1.3 Pengertian Pencipta dan Pemegang Hak Cipta

Pencipta sebagai subjek hukum dalam UUHC 2002 dapat individu ataupun kelompok dan juga badan hukum dengan ketentuan namanya disebut dalam

ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta. Pasal 1 angka 2 UUHC 2002 mendefinisikan pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,

imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Berbeda dengan pemegang hak cipta yang

mempunyai dua arti, yaitu pencipta sebagai pemilik hak cipta ataupun pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.67 Seorang pencipta pasti memiliki hak

moral dan hak ekonomi, sedangkan pemegang hak cipta dapat memiliki hak ekonomi tetapi belum tentu memiliki hak moral.

(39)

24

UUHC menentukan siapa saja yang dianggap sebagai pencipta apabila suatu ciptaan lahir dalam keadaan:

1. Kegiatan ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada

pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai pencipta ceramah tersebut.68

2. Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal

tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas

bagian ciptaannya itu.69

3. Orang yang merancang ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain di bawah pimpinan atau pengawasannya dengan bimbingan, pengarahan, ataupun

koreksi, maka yang dianggap pencipta adalah orang yang merancang ciptaan tersebut.70

4. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja biasa di lembaga swasta atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat ciptaan berdasarkan pesanan itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila

diperjanjikan lain antara pihak pemesan dan pihak yang mengerjakan pesanan.71

68 Lihat, Pasal 5 UUHC 2002. 69

Lihat, Pasal 6 UUHC 2002.

70 Lihat, Pasal 7 UUHC 2002.

(40)

25

5. Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya.72

UUHC 2002 menentukan siapa yang dianggap sebagai pemegang hak cipta, yaitu: 1. Instansi pemerintah yang memesan suatu ciptaan dalam hubungan dinas, maka

yang dianggap sebagai pemegang hak cipta adalah pihak instansi pemerintah, kecuali diperjanjikan lain.73 Apa yang dimaksud hubungan dinas adalah

hubungan kepegawaian antara pegawai negeri dengan instansinya.74

2. Negara sebagai pemegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya, folklor dan hasil kebudayaan

rakyat yang menjadi milik bersama.75

3. Negara memegang hak cipta terhadap ciptaan baik yang sudah diterbitkan atau

belum diterbitkan jika pencipta dan penerbitnya tidak diketahui untuk kepentingan penciptanya.76

UUHC 2002 juga mengakui pencipta terhadap ciptaannya yang dilindungi hak terkait (neighboring rights) yang terdiri dari:

1. Aktor, Penyanyi, Pemusik, Penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan,

mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.

72 Lihat, Pasal 9 UUHC 2002.

73 Lihat, Pasal 8 Ayat (1) UUHC 2002. 74

Lihat, Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) UUHC 2002.

(41)

26

2. Orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memproduksi rekaman suara yang disebut Produser Rekaman Suara.

3. Badan hukum yang menyelenggarakan atau melakukan siaran atas suatu karya

siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik yang disebut Lembaga Penyiaran.77

Ketentuan di atas tidak berlaku apabila seseorang atau badan hukum keberatan dan dapat membuktikan di pengadilan siapa pencipta atau pemegang hak cipta

yang sebenarnya.

2.1.4 Ciptaan-ciptaan yang dilindungi Hak Cipta

Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam

lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.78 Suatu ide, gagasan atau inspirasi tidak dilindungi hak cipta. Ciptaan yang dilindungi hak cipta harus memiliki

bentuk yang khas (unique), bersifat pribadi (personal) dan menunjukkan keaslian (original) yang berbentuk nyata (fixed) sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca,

didengar.79 Untuk ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan satu bentuk kesatuan yang nyata juga dilindungi sebagai obyek hak

cipta

77

Lihat, Pasal 1 angka 10; angka 11; angka 12 UUHC 2002.

(42)

27

Ciptaan yang dilindungi UUHC 2002 terbagi dalam dua kelompok, yaitu ciptaan yang sifatnya asli dan ciptaan yang bersifat derivatif atau turunan. Ciptaan yang bersifat asli terdiri dari:

1. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;

2. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4. lagu atau musik dengan atau tanpa teks

5. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

6. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;

7. arsitektur 8. peta; 9. seni batik;

10.terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai.80

Ciptaan-ciptaan ini berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga

50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.81 Khusus untuk badan hukum ciptaan asli berlaku selama 50 tahun.82 Walaupun ciptaan terjemahan, tafsir, saduran, dan

bunga rampai sifat ciptaannya bersifat turunan dari ciptaan asli, namun UUHC 2002 memberi perlindungan yang sama jangka waktu berlakunya dengan ciptaan asli.

Ciptaan yang bersifat derivatif atau turunan terdiri dari: 1. program komputer;

80

Lihat, Pasal 12 jo Pasal 29 Ayat (1) UUHC 2002.

(43)

28

2. sinematografi; 3. fotografi; 4. database;

5. karya hasil pengalihwujudan;

6. perwajahan karya tulis (typholographical arrangement);83

7. karya rekaman gambar atau rekaman suara; 8. karya siaran.84

Ciptaan-ciptaan turunan ini berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan bagi ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan; diterbitkan bagi ciptaan perwajahan karya

tulis; dipertunjukkan, dimasukkan ke dalam media audiovisual bagi karya rekaman gambar dan selesai direkam bagi karya rekaman suara. Khusus karya

siaran berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak pertama kali disiarkan.85

Ada jenis ciptaan-ciptaan yang memang tidak dilindungi hak cipta sama sekali yang menurut Pasal 13 UUHC 2002 terdiri dari: (1) hasil rapat terbuka

lembaga-lembaga negara; (2) peraturan perundang-undangan; (3) pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah; (4) putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan (5) keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

83

Lihat, Pasal 12 jo. Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) UUHC 2002.

84 Lihat, Pasal 49 UUHC 2002.

(44)

29

2.2 Tinjauan Umum Pengalihan Hak Cipta

2.2.1 Cara Pengalihan Hak Cipta

Dalam ketentuan Pasal 3 Ayat (2) UUHC 2002, hak cipta dapat beralih atau

dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena: 1. pewarisan;

2. hibah; 3. wasiat;

4. perjanjian tertulis; atau

5. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.86

Pengalihan hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan

secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil.87 Artinya, jika pengalihan hak tidak dilakukan secara tertulis melainkan melalui lisan saja, maka kemungkinan pengalihan hak cipta tersebut tidak akan cukup mengikat secara

hukum.

Cara pengalihan hak cipta yang paling sering digunakan adalah melalui perjanjian tertulis. Ada dua cara pengalihan hak cipta khususnya hak ekonomi melalui

perjanjian tertulis yang dikenal dalam praktik, yang pertama adalah pengalihan hak cipta dari pencipta kepada pemegang hak cipta dalam bentuk assignment

(overdracht) atau dapat diterjemahkan dengan istilah penyerahan yang

(45)

30

menyebabkan kepemilikan hak cipta berpindah seluruhnya dan selama-lamanya kepada pihak yang mendapat penyerahan. Sedangkan cara kedua adalah dengan memberikan izin atau lisensi (license/licentie) berdasarkan suatu perjanjian yang

mencantumkan hak-hak pemegang hak cipta dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dalam kerangka eksploitasi ciptaan yang

hak ciptanya tetap dimiliki oleh pencipta.88

2.2.2 Pengalihan Hak Cipta melalui Lisensi

2.2.2.1 Pengertian Umum Lisensi

Secara umum lisensi merupakan adopsi penuh dari kata license (noun) dalam

bahasa Inggris yang memiliki arti “permission from someone in authority for somebody to do something”.89 Pada dasarnya lisensi merupakan suatu bentuk pemberian izin oleh seseorang atas sesuatu yang menjadi haknya kepada pihak

lain untuk menerima hak tersebut.

Dalam Black's Law Dictionary, lisensi diartikan: “A revocable permission to commit some act that would otherwise be unlawful….90 Berdasarkan pengertian

ini, lisensi merupakan suatu izin yang dapat ditarik kembali untuk melakukan satu atau serangkaian perbuatan yang jika dilakukan tidak dalam rangka pemberian

izin itu, maka perbuatan tersebut tidak sah. Pihak yang memberikan lisensi

88 Damian, op. cit., hlm. 113-114.

89 A.S Hornby dan E. C. Parnwell, Oxford Progressive English Reader’s Dictionary, Indonesian Edition(Kuala Lumpur: Oxford University Press dan P.T. Indira, 1972), hlm. 297.

90 Bryan A. Garner, Black's Law Dictionary, 7th Edition (Minnesota: West Group, 1999),

(46)

31

tersebut disebut licensor (pemberi lisensi), dan pihak yang menerima lisensi disebut dengan licensee (penerima lisensi).91

2.2.2.2 Pengertian Lisensi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Menurut Pasal 1 angka 14 UUHC 2002, lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk

mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Pemegang hak cipta (licensor) berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan

hak eksklusifnya dalam lingkup perbuatan mengumumkan dan memperbanyak suatu ciptaan92 selama jangka waktu tertentu dan berlaku untuk seluruh wilayah

Negara Republik Indonesia.93 Dalam hal ini, bisa saja pihak licensee diberikan izin untuk memperbanyak, tetapi tidak diberikan izin untuk mengumumkan, mengedarkan, menjual, atau menerjemahkan. Licensee dapat dianggap melakukan

pelanggaran hukum, setidaknya melanggar perjanjian lisensi, jika melakukan hal-hal yang dilarang atau melampaui apa yang telah ditentukan dalam lisensi.

Pelaksanaan perjanjian lisensi wajib disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi kecuali diperjanjikan lain.94

Frase “kecuali diperjanjikan lain” artinya perjanjian lisensi dapat dilaksanakan tanpa pembayaran royalti apabila para pihak berkehendak. Seandainya royalti telah diperjanjikan, maka jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang

91 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis – Lisensi (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada,

2001), hlm. 8.

92

Lihat, Pasal 45 Ayat (1) UUHC 2002.

(47)

32

hak cipta/licensor oleh licensee adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.95

Lisensi menurut Pasal 46 UUHC 2002 pada prinsipnya selalu bersifat non-eksklusif yang mengandung arti bahwa pencipta/pemegang hak cipta masih dapat mengalihkan hak ciptanya dengan memberikan lisensi yang sama kepada pihak

ketiga. Apabila diperjanjikan lain suatu lisensi dapat bersifat eksklusif dan pencipta/pemegang hak cipta tidak boleh memberikan lisensi kepada pihak ketiga

lainnya. Perjanjian lisensi yang bersifat ekslusif seperti itu biasanya berpotensi disalahgunakan untuk memonopoli pasar sehingga merugikan perekonomian Indonesia dan mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Untuk itu suatu

perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) agar mempunyai akibat hukum kepada pihak ketiga.96

Tujuannya tidak lain adalah untuk memeriksa apakah suatu perjanjian lisensi memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Jika terbukti memuat ketentuan seperti itu maka Ditjen HKI wajib menolak perjanjian

lisensi tersebut.

(48)

33

2.2.3 Pengalihan Hak Cipta Melalui Lisensi di Internet

2.2.3.1 Lisensi Hak Cipta Sebagai Kontrak Elektronik

Pelaksanan perjanjian lisensi hak cipta yang dilakukan di internet pada dasarnya

merupakan suatu perbuatan hukum dalam lingkup privat yang dilakukan dengan menggunakan komputer dan jaringan komputer yang disebut dengan transaksi

elektronik97

Transaksi elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk

kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak.98 Menurut Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kontrak elektronik adalah

perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat

keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi atau sistem komunikasi elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan

informasi elektronik.99 Sistem elektronik diselenggarakan oleh penyelenggara sistem elektronik yang memenuhi syarat minimal secara andal, aman, dan

97

Lihat, Pasal 1 angka 2, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58.

98 Lihat, Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189.

(49)

34

bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.100

Lisensi hak cipta yang dituangkan dalam bentuk kontrak elektronik dipandang sebagai suatu bentuk perikatan keperdataan yang dilahirkan dari perjanjian atau kontrak. Perjanjian menurut rumusan Pasal 1313 Kitab Undang–Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata) didefinisikan sebagai: “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.101

Rumusan pasal ini memberikan konsekuensi bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).

Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dapat juga

terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

P

Gambar

Gambar
Gambar 1. – Tiga Lapis Konstruksi Lisensi ( Three Layers of Licenses).128
Gambar 7. – Lisensi CC-BY-SA.

Referensi

Dokumen terkait

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang di capai, dengan cara menganalisis sebe- rapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunariyo, 2002).

Besar dan kecilnya risiko cedera yang ditimbulkan oleh kecelakaan tersebut bergantung pada jenis olahraga yang dilakukan dan pihak-pihak yang terkait dengan

Hukum Konstitusi, sebagai ilmu, adalah Hukum cabang atau spesialisasi Hukum Tata Negara yang mempelajari konstitusi sebagai obyek material dan hukum dasar sebagai obyek

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi Spirulina dengan dosis yang berbeda pada pakan ikan dengan kadar protein yang berbeda berpengaruh terhadap laju pertumbuhan

Pasien laki-laki usia 28 tahun datang dengan keluhan nyeri di ulu hati, mual, dan muntah darah sejak 2 hari yang lalu.. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data, antara lain: (1) mengidentifikasi profil miskonsepsi siswa pada materi hukum Archimedes antara sebelum

Akibat konduktivitas tinggi, sirkulasi panas dari nyala api ke reaktan baru lebih cepat terjadi atau lebih mudah, sehingga proses preheating terjadi lebih cepat [3].. 2.7

Hal ini ternyata berlaku juga untuk mimpi, dimana jika pikiran kita terbangun dan berfungsi dengan normal di mimpi maka sesuai hukumnya, kita bisa menentukan apa tindakan yang