MODALITAS PADA TEKS NASKAH KABA MINANGKABAU
“ANGGUN NAN TUNGGA SI MAGEK JABANG”
EPISODE : KE BALAI NAN KODO BAHA
TESIS
Oleh
ITA KHAIRANI
087009013/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
152
MODALITAS PADA TEKS NASKAH KABA MINANGKABAU
“ANGGUN NAN TUNGGA SI MAGEK JABANG”
EPISODE : KE BALAI NAN KODO BAHA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ITA KHAIRANI
087009013/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
152
Judul Tesis : MODALITAS PADA TEKS NASKAH KABA MINANGKABAU “ANGGUN NAN TUNGGA SI
MAGEK JABANG” EPISODE : KE BALAI NAN KODO BAHA
Nama Mahasiswa : Ita Khairani Nomor Pokok : 087009013 Program Studi : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D) (Dr. Matius C.A. Sembiring,M.A.) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Tengku Silvana Sinar, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B., M.Sc)
152
Telah diuji pada
Tanggal 29 Maret 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Amrin Saragih,M.A.,Ph.D
Anggota : 1. Dr. Matius C.A. Sembiring,M.A.
2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.
152
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Modalitas Pada Teks Naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode : Ke Balai Nan Kodo Baha.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan realisasi modalitas, menemukan modalitas yang dominan, dan bagaimana realisasi modalitas tersebut pada teks naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode : Ke Balai Nan Kodo Baha (selanjutnya disebut ANTSMJ Episode : KBNKB) berdasarkan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah data tertulis pada teks naskah ANTSMJ Episode : KBNKB yang disampaikan oleh seorang tukang kaba atau sijobang.
Peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan dan penginterpretasian data dengan melakukan kegiatan pemaparan dan deskripsi terhadap objek penelitian. Data dikumpulkan dengan teknik baca, simak dan catat. Analisis data merupakan analisis isi dari modalitas secara deskriptif. Analisis modalitas dilakukan dengan membaginya menjadi dua yaitu modalisasi dan modulasi. Modalisasi terbagi menjadi dua yaitu probabilitas dan keseringan, sedangkan modulasi terbagi menjadi dua yaitu keharusan dan kecenderungan.
Berdasarkan hasil analisis modalitas diperoleh hasil penelitian bahwa dalam teks naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB terdiri dari 1368 klausa dan ditemukan sebanyak 897 modalitas yang terdiri dari modalisasi (Probabilitas dan Keseringan) dan modulasi (Keharusan dan Kecenderungan), serta ditemukan modalitas yang dominan pada Probabilitas Menengah 315 (35,11%)
Temuan penelitian telah menunjukkan bahwa teks naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB memiliki modalitas sebesar 621 atau 69,24% dibanding jenis modalitas Modulation (modulasi) sebesar 276 atau 30,76%. Dilihat dari struktur modalitas di dalam teks naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB Dengan dominannya modalitas Modalization (Modalisasi) pada Probabilitas Menengah maka dapat dikatakan bahwa realitas budaya masyarakat Minang yang cenderung mengungkapkan sesuatu tersebut secara tidak langsung, melainkan dengan menggunakan kemungkinan – kemungkinan yang besar terjadi. Dalam cerita ini penutur juga berusaha mendidik pendengar dengan mencoba memberikan gambaran ataupun dampak yang akan terjadi yang akan terjadi jika sesuatu hal yang akan dilakukannya. Dan dengan adanya fenomena seperti ini memaksa kita untuk berhati – hati, dengan tidak mengambil sesuatu unsur begitu saja, dan tidak boleh menyalahkan begitu saja.
152
ABSTRACT
The title of this research is The Modalities of Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” manuscript Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha.
The objective of the study is to describe realization of modalities, to find the dominant type of modality, and how is the modality realized in the Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tunda Si Magek Jabang” Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha (furthermore spelled as ANTSMJ Episode: KBNKB) manuscript, based on Systemic-Functional Linguistics (SFL) Theory. The method used in this research is descriptive-qualitative. The research data consist of written data from ANTSMJ Episode: KBNKB text, which are usually performed by a tukang kaba or sijobang.
The researcher take part as the main instrument in identifying and interpreting. The data by carrying out several exposition and description toward the text. Data are identified by several techniques such as reading, observing, and notation technique. The data analysis done by dividing them into two parts, which are modalization and modulation. Modalization into two parts, which are probabilities and frequency, whereas modulation are requirements and frequency.
Based on the result of the analysis of modality obtained, the Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode: KBNKB manusript are consist of 1368 clauses, also 897 modality that consist of modalitation (Probabilities and frequency), and modulation (Requirements and Frequency), and also have found that the dominant modality is at 315 Middle Probability (35,11%).
The findings have shown that the manuscript of Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode: KBNKB have 621 or 69,24% modality compared to 276 or 30,76% modulation. Viewed from the manuscript’s structure of modalitation based on Middle Probability, thus can be considered that the society of Minangnese frequently expresses something indirectly, instead by using probabilities. Based on the findings text, the speaker tries to educate the listeners by describing what would happen if we do or done something. And based on this phemomenon, we are expected to be cautious and wise.
152
KATA PENGANTAR
Tesis ini berjudul “ Modalitas Pada Teks Naskah Kaba Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode : Ke Balai Nan Kodo Baha.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai bahan rujukan penelitian teks selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan modalitas pada tutur kata masyarakat Minangkabau. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pakar dan pendidik bahasa dalam hal memperkaya khasanah kepustakaan linguistik bahasa Minangkabau sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia. Serta dapat bermanfaat bagi pihak – pihak tertentu sebagai bahan pertimbangan dalam rangka upaya pembinaan dan pelestarian bahasa Minangkabau.
Penulis menyadari Tesis penelitian ini belum sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik konstruktif dari pembaca demi penyempurnaannya.
Medan, 29 Maret 2010
152
UCAPAN TERIMA KASIH ﻢﻴﺣﺮﻟاﻦﻤﺣﺮﻟاﷲاﻢﺴﺑ
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah S.W.T. atas rahmad dan hidayahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Kemudian ucapan shalawat dan salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad S.A.W. karena syafaatnya manusia dapat menuntut ilmu pengetahuan dan ilmu agama di bumi ini. Penulis menyadari tesis ini tidak akan terwujud seperti ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan sepenuh hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari pembimbing I, Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. dan Pembimbing II,
Bapak Dr. Matius C.A. Sembiring, M.A. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih, semoga jasa baik tersebut menjadi amal ibadah sepanjang hayat.
Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik moril maupun material dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,M.Sc,(CTM), Sp.A(K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana. 3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Bapak Drs. Umar Mono, M.Hum.
152
4. Semua Dosen Program Studi Linguistik USU yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis sejak awal memasuki bangku kuliah sampai tahap penyelesaian tesis ini.
5. Kepada seluruh staf administrasi pada Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu saya dalam penyelesaian adminsitrasi.
6. Kepangkuan Ayahanda Khairul Usman dan Ibunda Kasmariati, atas tetesan keringat dan air mata telah membesarkan ananda. Rasa-rasanya ananda tak kuasa membalas kebaikan kedua orang tua yang berhati mulia ini.
7. Istimewa saudara-saudaraku tercinta, Adinda Khairian Sabri, Isni Khairina, dan Khairandi Syahputra; dan seluruh keluarga di Padang, tanpa kehadiran, pengertian, dan pengorbanan kalian tesis ini tidak pernah terwujud.
8. Rekan-rekanku seperjuangan, Mahasiswa/i Sekolah Pascasarjana angkatan 2008/2009, yang telah memberikan ketulusan dalam berbagi rasa dan saling membantu selama dalam proses belajar bersama. Semoga Allah tetap mempersatukan kita.
Akhirnya, semoga bantuan, dukungan dan budi baik yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut mendapat balasan yang berganda dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Amin ya rabbal alamin.
Medan, Maret 2010 Penulis,
152
RIWAYAT HIDUP
Nama : ITA KHAIRANI
Tempat/ Tgl. Lahir : Medan / 24 Juli 1987 Jenis Kelamin : Wanita
Alamat Tempat Tinggal : Jl. Tapiannauli No.8 Medan Nomor Ponsel : 081973960865
Alamat Email :
PENDIDIKAN FORMAL
Taman Kanak – kanak : TK Ulumul Qur’an Teladan Barat Medan
SD : SD Negri 13 Padang
SLTP : SLTP Negri 14 Padang
SMU : SMU Negri 13 Medan
152
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………... i
ABSTRACT ……… ii
KATA PENGANTAR ……….. iii
UCAPAN TERIMA KASIH ……… iv
RIWAYAT HIDUP ………. vi
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR TABEL ………. x
DAFTAR BAGAN ……… xi
DAFTAR LAMPIRAN ………. xii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..……… 1
1.2 Pembatasan Masalah ……….. 7
1.3 Perumusan Masalah ………. 7
1.4 Tujuan Penelitian ……… 8
1.5 Manfaat Penelitian ………. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 10
2.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) ……… 10
2.2 Analisis Wacana ……….. 14
152
2.4 Modalitas ……… ……… 20
2.4.1 Jenis Modalitas ………. 22
2.4.2 Nilai Modalitas ………. 25
2.4.3 Realisasi Modalitas ……….. 26
2.5 Teks ……… 29
2.6 Kaba (Kabar) ………. 32
2.7 Klausa ……… 34
2.8 Penelitian Terdahulu ……….. 35
BAB III METODE PENELITIAN ………. 38
3.1 Desain Penelitian ……… 38
3.2 Sumber Data ……….. 38
3.3 Teknik Pengumpulan Data ……… 39
3.4 Teknik Analisis Data ………. 39
3.5 Populasi ……….. 40
3.6 Sampel ……… 40
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 42
4.1 Temuan Penelitian ……….. 42
4.2 Pembahasan ……… 42
4.2.1 Jenis Modalitas Pada Teks Naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB ……… 42
152
4.2.3 Realisasi Modalitas Pada Teks Naskah Kaba ANTSMJ
Episode : KBNKB ………. 46
4.2.4 Rata – rata Tingkat Keseringan Kemunculan Pada Teks Naskah Kaba ANTSMJ Episode : KBNKB ……….. 88
4.3 Diskusi ………. 89
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………... 93
5.1 Simpulan ………. 93
5.2 Saran ……… 96
152
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hal.
1. Modalization & modulation ………. 23
2. Jenis modalitas dalam dua Bahasa: bahasa Indonesia dan bahasa Minang……….. 24
3. Jenis dan Nilai Modalitas ………... 26
4. Persentase Jenis Modalitas Teks Naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB……….... 44
5. Persentase Modalisasi Pada Teks Naskah Kaba “ANTSMJ Episode : KBNKB……….... 47
6. Contoh Realisasi Modalisasi Probabilitas ……… 48
7. Contoh Realisasi Modalisasi Keseringan ………. 59
8. Persentase Modulasi Pada Teks Naskah Kaba “ANTSMJ Episode : KBNKB ……… 67
9. Contoh Realisasi Modulasi Keharusan ……… 68
10. Contoh Realisasi Modulasi Kecenderungan ……… 75
152
DAFTAR BAGAN
Nomor Judul Hal.
152
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Hal.
1. Teks Naskah Kaba “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang
152
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Modalitas Pada Teks Naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode : Ke Balai Nan Kodo Baha.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan realisasi modalitas, menemukan modalitas yang dominan, dan bagaimana realisasi modalitas tersebut pada teks naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode : Ke Balai Nan Kodo Baha (selanjutnya disebut ANTSMJ Episode : KBNKB) berdasarkan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah data tertulis pada teks naskah ANTSMJ Episode : KBNKB yang disampaikan oleh seorang tukang kaba atau sijobang.
Peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan dan penginterpretasian data dengan melakukan kegiatan pemaparan dan deskripsi terhadap objek penelitian. Data dikumpulkan dengan teknik baca, simak dan catat. Analisis data merupakan analisis isi dari modalitas secara deskriptif. Analisis modalitas dilakukan dengan membaginya menjadi dua yaitu modalisasi dan modulasi. Modalisasi terbagi menjadi dua yaitu probabilitas dan keseringan, sedangkan modulasi terbagi menjadi dua yaitu keharusan dan kecenderungan.
Berdasarkan hasil analisis modalitas diperoleh hasil penelitian bahwa dalam teks naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB terdiri dari 1368 klausa dan ditemukan sebanyak 897 modalitas yang terdiri dari modalisasi (Probabilitas dan Keseringan) dan modulasi (Keharusan dan Kecenderungan), serta ditemukan modalitas yang dominan pada Probabilitas Menengah 315 (35,11%)
Temuan penelitian telah menunjukkan bahwa teks naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB memiliki modalitas sebesar 621 atau 69,24% dibanding jenis modalitas Modulation (modulasi) sebesar 276 atau 30,76%. Dilihat dari struktur modalitas di dalam teks naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode : KBNKB Dengan dominannya modalitas Modalization (Modalisasi) pada Probabilitas Menengah maka dapat dikatakan bahwa realitas budaya masyarakat Minang yang cenderung mengungkapkan sesuatu tersebut secara tidak langsung, melainkan dengan menggunakan kemungkinan – kemungkinan yang besar terjadi. Dalam cerita ini penutur juga berusaha mendidik pendengar dengan mencoba memberikan gambaran ataupun dampak yang akan terjadi yang akan terjadi jika sesuatu hal yang akan dilakukannya. Dan dengan adanya fenomena seperti ini memaksa kita untuk berhati – hati, dengan tidak mengambil sesuatu unsur begitu saja, dan tidak boleh menyalahkan begitu saja.
152
ABSTRACT
The title of this research is The Modalities of Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” manuscript Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha.
The objective of the study is to describe realization of modalities, to find the dominant type of modality, and how is the modality realized in the Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tunda Si Magek Jabang” Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha (furthermore spelled as ANTSMJ Episode: KBNKB) manuscript, based on Systemic-Functional Linguistics (SFL) Theory. The method used in this research is descriptive-qualitative. The research data consist of written data from ANTSMJ Episode: KBNKB text, which are usually performed by a tukang kaba or sijobang.
The researcher take part as the main instrument in identifying and interpreting. The data by carrying out several exposition and description toward the text. Data are identified by several techniques such as reading, observing, and notation technique. The data analysis done by dividing them into two parts, which are modalization and modulation. Modalization into two parts, which are probabilities and frequency, whereas modulation are requirements and frequency.
Based on the result of the analysis of modality obtained, the Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode: KBNKB manusript are consist of 1368 clauses, also 897 modality that consist of modalitation (Probabilities and frequency), and modulation (Requirements and Frequency), and also have found that the dominant modality is at 315 Middle Probability (35,11%).
The findings have shown that the manuscript of Kaba Minangkabau ANTSMJ Episode: KBNKB have 621 or 69,24% modality compared to 276 or 30,76% modulation. Viewed from the manuscript’s structure of modalitation based on Middle Probability, thus can be considered that the society of Minangnese frequently expresses something indirectly, instead by using probabilities. Based on the findings text, the speaker tries to educate the listeners by describing what would happen if we do or done something. And based on this phemomenon, we are expected to be cautious and wise.
152
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah yang beragam itu masih tetap dipakai sebagai alat komunikasi di daerah, bahkan bahasa daerah itu dipelihara oleh Negara seperti tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 yang menyatakan bahwa “bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat perhubungan oleh masyarakat bahasa setempat dibina dan dipelihara oleh Negara.”
152
situasi sosial yang berbeda. Peranan dan fungsi bahasa bergantung kepada situasi dan kondisi, dengan kata lain bergantung kepada konteks.
Sebagai alat komunikasi bahasa senantiasa berkembang, demikian halnya dengan bahasa Minangkabau. Oleh karena itu bahasa setiap saat perlu dibahas dan dipelajari supaya benar – benar berarti dalam kehidupan. Dalam fungsinya, sebagai alat pengembangan kebudayaan daerah, bahasa Minangkabau (selanjutnya disingkat menjadi BM) masih dipakai di dalam kesusasteraan daerah Minangkabau seperti dalam upacara tradisional seperti randai, dan kaba. Selanjutnya dalam bidang kesenian daerah seperti musik tradisional yang diiringi dengan saluang, talempong, dan gendang pada umumnya menggunakan BM sebagai bahasa pengiring. Begitu pula dalam upacara – upacara adat lain seperti Tagak Batu (Acara penegakkan batu pertama di kuburan), Anak Pisang (Acara sebelum perkawinan yang digelar di rumah saudara perempuan dari ayah), Tagak Gala (Acara pemberian gelar bagi mempelai pria yang akan melangsungkan pernikahan), Baralek (Perhalatan Perkawinan). Atau dalam kesenian budaya seperti saluang, randai, rabab, dan kaba. Keseluruhan kebudayaan yang dianggap khas daerah berkembang melalui sarana BM.
152
masih digunakan sebagai media komunikasi dapat berkembang ke arah mutu pemakaian yang lebih baik adalah melalui berbagai penelitian.
Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) memfokuskan kajiannya pada teks atau wacana. Teks atau wacana menurut LFS dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial. Teks dalam perspektif LFS merupakan produk konteks yang terdiri atas konteks linguistik dan konteks sosial. Dengan kata lain makna teks tergantung pada konteks. Maka analisis yang relevan dengan kajian LFS adalah analisis fungsional. Dengan kajian ini dapat ditunjukkan bahwa makna satu klausa bergantung pada konteksnya.
Dengan pendekatan LFS ini peneliti sebagai pembaca teks, harus dapat mengembangkan keterampilan agar bisa memahami posisi ideologi yang diberi tanda, mungkin untuk menolak atau menyatakan ketidaksetujuan kita terhadap teks – teks tersebut. Ini berarti bahwa kita memerlukan cara untuk menyatakan bahwa bahasa tidak hanya untuk mengungkapkan sesuatu tetapi juga secara aktif membangun pandangan kita terhadap dunia.
152
Modalitas adalah pandangan, pertimbangan, atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap makna paparan pengalaman dalam klausa yang disampaikan dalam interaksi. Di dalam berbahasa banyak terjadi kemungkinan – kemungkinan dan tidak terbatas hanya pada pilihan ‘ya’ dan ‘tidak’ saja. Kemungkinan – kemungkinan tersebut terjadi diantara keduanya yaitu antara batas positif ‘ya’ dan batas negatif ‘tidak’ seperti ‘mungkin’, ‘kadang-kadang’, ‘selalu’, ‘jarang’ dan lain – lain. Kemungkinan – kemungkinan yang terjadi diantara ‘ya’ dan ‘tidak’ inilah yang disebut dengan modalitas (modality).
Selanjutnya Saragih (2001:80) menyatakan bahwa “secara garis besar modalitas terdiri atas modalisasi yang merupakan pertimbangan pemakai bahasa terhadap proposisi yaitu informasi yang dinyatakan atau ditanyakan sedangkan modulasi yang merupakan pertimbangan pemakai bahasa terhadap proposal yaitu barang dan jasa yang ditawarkan atau diminta.” Selanjutnya modalisasi terdiri atas probabilitas dan keseringan sedangkan modulasi terdiri atas keharusan dan kecenderungan.
152
Masalahnya, sebagaimana dialami oleh adat atau unsur- unsur budaya tradisional lainnya, seperti kesenian misalnya, Bakaba sudah mulai kehilangan peminatnya. Berbagai kesenian tradisional kini telah banyak yang dimodifikasi, sehingga berubah dari bentuk aslinya. Bakaba yang selama ini dilaksanakan secara individual oleh tukang kaba tampaknya mulai kehilangan “darah” untuk mempertahankan kehidupannya. Tukang kaba makin langka, dan jumlah tukang kaba yang muda sangat sedikit.
152
Mengkaji modalitas di dalam naskah kaba tersebut merupakan suatu cara mempertahankan salah satu tradisi lisan yang ada di Minang yang harus diwariskan pada generasi penerus BM. Kaba berisi pendidikan dan pengajaran, khususnya wanita di Minang yang menganut sistem matrilineal. Di dalam pendidikan dan pengajaran terdapat perintah, ajakan, saran, keharusan. Semua ini merupakan realisasi dari modalitas. Dengan demikian kajian modalitas sangat relevan dan urgen.
Berikut ini adalah contoh modalitas pada salah satu teks naskah Kaba ANTSMJ Episode : KBNKB.
“ Mulonyo kami ondak balimau, balimau di piriang pocah, mulonyo kami dek
maimbau, kok tak bamandeh areh rumah”. (Rosyadi : 11)
“ Mulanya kami hendak berlimau, berlimau di piring pecah, mulanya kami hendak memanggil, karena tidak ada ibu di atas rumah.”
Kata ondak pada klausa di atas merupakan realisasi modalitas. Oleh karena itu realisasi teks pada naskah kaba tersebut membutuhkan suatu pendekatan yang tepat. Penelitian ini mencoba menganalisis modalitas pada teks naskah Kaba Minangkabau tersebut dan mencoba merealisasikan modalitas berdasarkan jenisnya, serta mendeskripsikan jenis modalitas apakah yang paling dominan dalam teks cerita tersebut dan bagaimanakah realisasinya di dalam setiap teks.
152
1.2 Pembatasan Masalah
Sudjana (2002:112) mengatakan, “Pembatasan dan penyempitan topik akan memungkinkan penulis untuk mengadakan penelitian yang lebih intensif mengenai masalahnya. Dengan pembatasan masalah itu penulis akan lebih bebas memilih hal-hal yang mudah dikembangkan.” Berdasarkan pendapat ini, pembatasan masalah adalah untuk menghindari pembahasan yang meluas serta pemberi arah pada pelaksanaan penelitian.
Penelitian ini dibatasi hanya pada jenis modalitas yang terdapat di dalam naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode : Ke Balai Nan Kodo Baha.(1995) Oleh Rosyadi, Mintosih Sri, dan Soeloso.
1.3 Perumusan Masalah
Arikunto (2002:26) mengatakan, “Apabila telah diperoleh informasi yang cukup dari studi eksploraritas maka masalah yang diteliti menjadi jelas agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya.”
Modalitas dalam masyarakat Minangkabau menyangkut berbagai aspek. Penelitian ini terfokus pada masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
152
2. Jenis modalitas apakah yang paling dominan dipakai pada naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha ?
3. Bagaimanakah realisasi modalitas itu dalam setiap teks pada naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha ?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah, sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan modalitas pada teks naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha.
2. Menentukankan jenis modalitas yang paling dominan pada naskah Kaba Minangkabau “Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang” Episode: Ke Balai Nan Kodo Baha.
152
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari temuan penelitian ini sebagai berikut. 1. Temuan Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti sebagai bahan
rujukan penelitian sistemik selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan modalitas pada tutur kata masyarakat Minangkabau.
2. Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pakar dan pendidik bahasa dalam hal memperkaya khasanah kepustakaan linguistik bahasa Minangkabau sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)
Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan
pendekatan sistemik dikenal sebagai penyedia kerangka deskriptif dan penafsiran
yang sangat berguna untuk memandang bahasa sebagai sumber daya strategis dan
pemberi makna. Dalam perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain
(sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Persepsi LFS adalah
bahasa diperlukan manusia untuk melakukan tiga fungsi, yakni menggambarkan,
mempertukarkan, dan merangkai pengalaman. Ketiga fungsi ini merupakan hakikat
hidup dan kebutuhan manusia normal.
Pada dasarnya dalam Perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain
(sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Dua konsep dasar
teori LFS adalah :
a. Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud sebagai semiotik
sosial,
b. Bahasa merupakan teks yang konstrual (saling menentukan dan merujuk)
dengan konteks sosial.
Para pakar linguistik sistemik memiliki minat dan perhatian bagaimana orang
memakai bahasa untuk berinteraksi satu sama lain dalam kehidupan sosial. Minat ini
Pemakaian bahasa bersifat fungsional, fungsinya ialah untuk memberi makna –
makna , makna – makna tersebut dipengaruhi oleh konteks sosial budaya. Dan proses
pemakaian bahasa merupakan proses semiotik, yaitu proses pemberian makna dengan
cara memilih.
Dari teori diatas dapat disimpulkan menjadi empat aspek yaitu fungsional,
semantik, kontekstual, dan semiotik. Sedangkan Pendekatan sistemik terhadap bahasa
yang bersifat fungsional disebabkan dua hal antara lain.
1. Sebab Pendekatan sistemik selalu menanyakan hal – hal yang bersifat
fungsional tentang bahasa : teori sistemik menanyakan bagaimana orang
menggunakan bahasa.
2. Sebab Pendekatan sistemik menafsirkan sistem linguistik secara
fungsional : pakar sistemik menanyakan bagaimana bahasa disusun untuk
dipakai?.
Konsep fungsional dalam LFS memiliki tiga pengertian yang saling
berhubungan. Pertama, pengertian fungsional menurut LFS adalah bahasa terstruktur
berdasarkan fungsi yang akan dimainkan oleh bahasa dalam kehidupan manusia. Hal
ini disebut fungsional berdasarkan tujuan pemakaian bahasa, yang kedua adalah
metafungsi bahasa, yakni fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa. LFS merumuskan
bahwa fungsi bahasa dalam kehidupan manusia mencakupi tiga kategori, seperti telah
diuraikan terdahulu, yaitu (1) memaparkan pengalaman yang diistilahkan sebagai
fungsi ideasional (ideational function), (2) mempertukarkan pengalaman yang
pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi tekstual (textual function). Yang ketiga
dalam LFS dikatakan bahwa setiap unit bahasa adalah fungsional terhadap unit yang
lebih besar, yang di dalamnya unit itu menjadi unsur. Dengan pengertian fungsional
ketiga ini ditetapkan bahwa morfem fungsional di dalam kata, kata fungsional dalam
grup atau frase, grup atau frase fungsional dalam klausa, dan klausa menjadi unsur
fungsional dalam klausa kompleks.
LFS sebagai bagian dari pendekatan linguistik fungsional melihat bahasa
sebagai fenomena sosial, berkait dengan sosiologi dan hanya dipahami dalam konteks
sosial. Semiotik sosial menganalisis bahasa, wacana atau teks merupakan sebuah
aktivitas semiotik. Semiotik pemakaian bahasa terdiri dari semiotik denotatif dan
semiotik konotatif.
Semiotik denotatif memiliki arti dan bentuk. Dalam pemakaian bahasa
semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan antar strata (level) aspek bahasa yang
terdiri atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar), dan bunyi (phonology) atau
tulisan (graphology). Semiotik denotatif bahasa menunjukan bahwa arti
direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Semiotik
denotasi bahasa menunjukan bahwa semantik direalisasikan tata bahasa dan
tatabahasa direalisasikan oleh bunyi (fonologi) dalam bahasa lisan atau tulisan
(grafology) dalam bahasa tulisan.
Semiotik konotatif hanya memiliki arti dan tidak memiliki bentuk. Dalam
pemakaian bahasa semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan
konteks sosial (register). Sebagai semiotik konotatif, konteks sosial membentuk
strata dengan ideologi menempati strata tertinggi yang memiliki sifat abstrak dan
kemudian diikuti oleh budaya dan konteks situasi. Semiotik konotatif pemakaian
bahasa menunjukan bahwa ideologi tidak memiliki bentuk dan meminjam budaya
sebagai bentuknya. Ideologi direalisasikan oleh budaya yang juga tidak memiliki
bentuk dan budaya direalisasikan oleh konteks situasi. konteks situasi meminjam
semiotik yang berada dibawahnya yaitu bahasa. Bahasa sebagai semiotik sosial
adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial atau bahasa fungsional di dalam
konteks sosial.
Kajian LFS difokuskan pada teks. Teks adalah unit arti dan wujud sebagai
hasil interaksi dalam konteks sosial. LFS juga memberi perhatian yang seimbang
terhadap arti dan bentuk. Hal ini terjadi karena ’arti’ harus direalisasikan oleh
bentuk. Artinya ‘arti’ dapat direalisasikan bunyi, kata, frase, klausa atau kalimat.
Dalam perspektif LFS bahasa berfungsi atau fungsional di dalam konteks
sosial. Ada tiga pengertian yang terdapat dalam konsep fungsional yaitu :
1. Bahasa terstruktur sesuai dengan kebutuhan manusia akan bahasa.
2. Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia mencakup tiga hal, yaitu
memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan dan merangkaikan
pengalaman manusia. Ketiga fungsi ini disebut metafungsi bahasa.
Masing – masing fungsi menentukan struktur bahasa atau tata bahasa.
Dengan demikian, tata bahasa merupakan teori penglaman manusia yang
3. Setiap unit bahasa adalah fungsional terhadap unit yang lebih besar
maksudnya unit – unit nomina, verba, adverbia, preposisi atau unit
lainnya berfungsi dalam tugasnya masing – masing untuk membangun
klausa.
Konteks pemakaian bahasa dibatasi sebagai segala sesuatu yang berada di luar
teks atau pemakaian bahasa. Konteks mengacu kepada segala sesuatu yang
mendampingi teks. Dalam perspektif LFS konteks mencakup dua pengertian yakni
1)konteks linguistik (yang disebut konteks internal), 2) konteks sosial (konteks
eksternal). Jadi LFS tidak hanya suatu teori untuk analisis tertentu, tetapi merupakan
satu kerangka teori linguistik umum yang dapat digunakan untuk melakukan analisis
mulai dari tataran fonologi sampai tataran di atas wacana.
2.2 Analisis Wacana
Analisis wacana menggunakan pendekatan linguistik fungsional sistemik
yang dipelopori oleh Halliday (1985) dan Matthiessen (1992) dan para pakar sistemik
lain yang memfokuskan analisis pada organisasi kalimat serta hubungan antara
kalimat dengan wacana. Pendekatan fungsional sistemik menetapkan wacana sebagai
satu unit makna yang menjadi objek dasar kajian. Kontribusinya terhadap
pemahaman teks dimana analisis linguistik mampu menunjukkan bagaimana dan
mengapa sebuah teks mempunyai arti seperti yang dikandungnya.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara
lisan atau tertulis. Wacana adalah organisasi bahasa diatas kalimat atau diatas klausa,
dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau
klausa. Seperti pertukaran-pertukaran percakapan atas teks-teks tertulis
(Stubbs,1983:10)
Halliday dan Hasan (1992:28) dalam buku-bukunya mengakui peranan
unsur-unsur situasi di dalam pelahiran bentuk wacana, analisis terhadap kohesi
(pertalian bentuk) dan koherensi (pertalian semantik) wacana yang utuh harus
ditandai dengan penandaan semantis yang berupa kepaduan informasi , dan
penandaan gramatikal, seperti penggantian, penunjukan, pengulangan, penghilangan,
perangkaian, dan pertalian leksikal. Apapun bentuk dan sifatnya, wacana selalu
mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa. Dengan demikian, wacana mempelajari
bahasa dalam pemakaiannya atau dinamakan juga pragmatik. Dalam hal ini
pemahaman wacana lebih ditekankan pada hasil, bukan proses. Dimaksudkan dengan
hasil adalah hasil rekaman kebahasaan yang utuh dalam peristiwa komunikasi lisan
atau tulis.
2.3 Metafungsi Bahasa
Metafungsi bahasa merupakan fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa oleh
penutur bahasa. dalam konsep teoritis metafungsi memberikan kemampuan kepada
pertemuan yang telah membentuk bentuk tata bahasa. Dengan kata lain, konsep
metafungsi yang menghubungkan antara bentuk-bentuk internal bahasa dan
kegunaannya dalam semiotik konteks sosial. Sistem semiotik sosial adalah sistem
makna yang direalisasikan melalui sistem linguistik. Sistem semiotik linguistik
adalah semantik, yaitu suatu bentuk realisasi dari semiotik sosial. Bahasa memiliki
tiga fungsi dalam kehidupan manusia yaitu memaparkan, mempertukarkan dan
merangkai pengalaman.
Metafungsi memiliki tiga komponen yaitu ideasional, interpersonal, dan
tekstual. Sedangkan jika seseorang merealisasikan pengalamannya yang bukan
merupakan pengalaman linguistik dapat berupa kenyataan dalam kehidupan manusia
atau kejadian sehari-hari. Pengalaman bukan linguistik dan direalisasikan kedalam
pengalaman linguistik terdiri dari tiga unsur yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan.
Sinar (2003) mengatakan bahwa ”Metafungsi bahasa mempunyai 3 (tiga)
komponen yaitu interpersonal, ideasional dan tekstual adalah tiga makna abstrak
(nuansa makna) yang dikandung dalam klausa atau teks.” Sumber ideasional
berhubungan dengan pemahaman dari pengalaman : apa yang telah terjadi, termasuk
apa yang dilakukan seseorang terhadap siapa, dimana, kapan, kenapa dan bagaimana
hubungan logikal terjadi antara satu dengan yang lainnya. Sumber interpersonal
membahas hubungan sosial: bagaimana masyarakat berinteraksi, termasuk perasaan
makna ideasional dan interpersonal disebarkan pada semiosis, termasuk interkoneksi
antara aktivitas dan bahasa (tindakan, gambar, musik, dll).
Makna ideasional memiliki fungsi yang berhubungan dengan dunia realitas
dalaman dan luaran; yaitu bahasa adalah memaparkan tentang sesuatu. Apabila
seseorang mempunyai refleksi terhadap dunia fenomena diluar atau dunia dalaman
kesadaran seseorang, representasi dari refleksi tersebut mengambil bentuk. Bentuk ini
disebut fungsi eksperensial (experential). Selain fungsi eksperensial, di dalam konsep
fungsi ideasional ada fungsi atau makna logis ”logical” yang menyimpan informasi
tentang cara satu situasi berhubung dengan situasi lainnya.
Makna interpersonal memiliki fungsi sebagai klausa pertukaran yang
merepresentasikan hubungan peran pertuturan. Apabila dua penutur menggunakan
bahasa untuk berinteraksi, satu hal yang dilakukan mereka adalah menjalin hubungan
sosial diantara mereka. Disini mereka mulai menyusun dua jenis peran atau fungsi
pertuturan yang fundamental yaitu memberi dan meminta informasi. Sistem klausa
direpresentasikan melalui struktur moda klausa yaitu modus dan residu
Makna tekstual merupakan sebuah interpretasi bahasa dalam fungsinya
sebagai pesan, yaitu berfungsi sebagai pembentuk teks dalam bahasa. Fungsi ini
memberi kemampuan kepada seseorang untuk membedakan sebuah teks sebagai
bahasa yang termotivasi secara fungsional dan kontekstual. Pada tingkat teks, makna
ini terdiri dari bagaimana unsur-unsur interklausa di organisir untuk menyatukan
adanya fungsi tekstual pada sebuah teks yang diorganisir atau dibentuk. Makna
tekstual bahasa dalam fungsinya sebagai sebuah pesan direalisasikan memalui sistem
tema bahasa. Sistem tema dari sebuah klausa direpresentasikan oleh struktur tematik
klausa yang terdiri dari tema dan rema.
Fungsi
Antarpersona Fungsi
Tesktual
Pelibat
Medan Semantik Sarana (Wacana)
Fungsi Negosiasi Eskperensial
Ideasi/ Identifikasi
Konjungsi
Lexicogrammar Mood Tema / Transitivitas/ Rema Ergativitas
Fonologi/ Grafologi/ Tanda
Bagan 1 : Konstruk Analisis Berdasarkan Saragih (2010:43)
Ideologi
Budaya
Konteks sosial terjadi dari tiga unsur, yaitu konteks situasi, konteks budaya,
dan konteks ideologi. Ketiga unsur konteks sosial tersusun di atas teks. Bahasa,
terdiri atas tiga bagian atau tingkat, yakni semantik, tata bahasa atau leksikogramar,
dan ekspresi. Ekspresi dapat berupa bunyi (fonologi), tulisan (grafologi), atau isyarat.
Ketika unsur bahasa dan ketiga unsur konteks sosial membentuk semiotik yang
berstrata banyak (multistratified semiotics), Anak panah menunjukkan arah realisasi,
yakni ideologi direalisasikan budaya, yang selanjutnya direalisasikan oleh situasi,
yang seterusnya direalisasikan oleh semantik, yang selanjutnya direalisasikan oleh
leksikogramar, yang akhirnya diekspresikan oleh fonologi, grafologi, atau isyarat.
Secara rinci pada fungsi ideasional direalisasikan oleh Medan makna, fungsi
anatarpersona direalisasikan oleh Pelibat, dan fungsi tekstual direalisasikan oleh
Sarana atau Cara. Pada strata budaya tidak ada pemisahan realisasi ketiga unsur
metafungsi. Strata Budaya mengatur atau menentukan unsur medan apa yang
ditetapkan bergabung dengan pelibat, dan sarana tertentu. Dengam kata lain, budaya
mengatur apa (medan) yang boleh dilakukan siapa (pelibat) dan dengan (sarana) atau
cara bagaimana. Strata ideologi merupakan unsur tertinggi yang menentukan budaya.
Realisasi ketiga metafungsi bahasa terdapat pada strata ideologi. Spesifikasi realisasi
masing-masing unsur metafungsi terjadi pada strata situasi, semantik (wacana), dan
2.4 Modalitas
Modalitas adalah sarana linguistik yang memungkinkan penutur dapat
mengekspresikan ujaran yang berbeda-beda dari komitmen atau keyakinan pada suatu
proposisi yang diucapkannya. Keraf dalam Ramadian (1995:16) menamakan
modalitas denga keterangan kecaraan. Keraf membagi Modalitas atas tujuh bagian
yaitu : 1) kepastian, 2) kesangsian, 3) pengakuan, 4) keinginan, 5) ajakan, 6) larangan
dan 7) keherananan.
Menurut pandangan Halliday (1994 :75) “modality means the speaker’s
judgement of the probabilities or the obligations, involved in what he is saying”.
Maksudnya modalitas merupakan pertimbangan pemakai bahasa berupa
kemungkinan atau keharusan terhadap apa yang disampaikannya.
Menurut Saragih (2001 : 79) “modalitas adalah pandangan, pendapat pribadi,
sikap atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan pengalaman yang
disampaikannya dalam interaksi.” Modalitas, sebenarnya tidak punya arti khusus,
tetapi bertugas untuk menunjukkan cara (modus) yang digunakan seseorang untuk
menyatakan makna pikirannya atau bahkan upayanya untuk mengubah arti suatu
ungkapan. Misalnya pada kalimat ’saya ingin mandi’, mengandung pengertian bahwa
si pembicara bermaksud untuk membersihkan diri karena sudah terlalu lelah selama
perjalanan jauh yang telah ditempuhnya, sedangkan pada kalimat ’saya ingin kamu
segera mandi’ menyatakan separuh perintah pada lawan bicara untuk mandi agar
Modalitas adalah makna yang merupakan pendapat pribadi, pertimbangan,
‘bumbu’, atau ‘penyedap’ makna yang disampaikan dalam klausa, yang berbeda dari
seseorang ke orang lain. Modalitas ‘memberi bumbu’ atau ‘memberi penyedap’
terhadap fugsi ujar, dan terletak antara titik atau polar positif dan negatif sesuatu
fungsi ujar.
Dengan demikian modalitas adalah makna antara ya dan tidak. Jika makna ya
menunjukkan kegiatan atau aktifitas yang berlangsung sepenuhnya atau 100% dan
makna tidak menunjukkan kegiatan atau aktifitas tidak berlangsung atau 0%,
modalitas menunjukkan eksekusi atau pelaksanaan kegiatan atau aktifitas antara 0%
sampai 100%. Antara ya dan tidak terdapat sejumlah makna, seperti ingin, mau,
bermaksud, mungkin, akan, berencana, dan pasti. Modalitas mengodekan
pengalaman subjektif. Dalam klausa ”Dia pasti datang” yang dikatakan seseorang,
makna pasti itu belum tentu pasti pada seseorang menjadi mungkin atau akan pada
orang lain. Dengan kata lain, sesuatu modalitas tingkat tinggi pada seseorang
mungkin masih merupakan modalitas tingkat rendah atau tengah pada orang lain.
Dengan kata lain, modalitas menyampaikan pengalaman berbeda – beda pada masing
– masing orang.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sejumlah istilah yang
diperkenalkan oleh Saragih (2001). Hal ini disebabkan karena istilah yang digunakan
oleh Saragih lebih sistematis dan lebih tepat karena telah diaplikasikan dalam bahasa
2.4.1 Jenis Modalitas
Berdasarkan jenisnya Halliday (1994:88-89) mengatakan bahwa modalitas
dapat dibedakan menurut jenisnya, yaitu modalization dan modulation. Kedua jenis
modalitas tersebut dapat diraliasasikan menjadi: 1) probability : ‘possibly, probably
dan certainly’ dan 2) usuality : ‘sometimes, usually dan always’ sedangkan
modulation direalisasikan oleh i) obligation :’allowed to, supposed to, required to’
Saragih (2001:80) menyatakan bahwa secara garis besar berdasarkan jenisnya,
modalitas terdiri atas.
1. Modalisasi (modalization) yang merupakan pendapat atau pertimbangan
pribadi pemakai bahasa terhadap proposisi (proposition) yaitu informasi
yang dinyatakan atau ditanyakan.
2. Modulasi (modulation) yang merupakan pendapat atau pertimbangan
pribadi terhadap proposal (proposal) yaitu barang dan jasa yang ditawarkan
atau diminta. Keduanya terletak antara polar positif ‘ya’ dan polar negative
‘tidak’ dari setiap aksi.
Modalisasi terjadi dari Kemungkinan dengan tingkat-tingkat kemungkinan
terjadinya sesuatu kegiatan atau aktifitas dan Keseringan dengan tingkat-tingkat
seringnya sesuatu aktifitas atau kegiatan berlangsung. Modulasi terdiri atas
Keharusan dengan tingkat-tingkat pentingnya sesuatu kegiatan atau aktifitas
dilakukan dan Kecenderungan dengan tingkat-tingkat keterpanggilan atau keterikatan
seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu kegiatan atau aktifitas.
2.4.2 Nilai Modalitas
Saragih (2001:92) menyatakan berdasarkan nilai (value), tingkat
kemungkinan terjadi atau tingkat kedekatannya terhadap ‘ya’ atau ‘tidak’, masing –
masing unsur modalitas, seperti probabilitas, keseringan dan kecenderungan dapat
1. Tinggi, yakni aksi yang paling dekat ke polar ‘ya’ dan paling mungkin
terjadi,
2. Menengah, yakni aksi antara tingkat tinggi dan rendah, dan
3. Rendah, yakni aksi yang paling dekat ke polar ‘tidak’ dan paling mungkin
tidak terjadi.
Masing-masing dari keempat jenis Modalitas itu (Kemungkinan, Keseringan,
Keharusan, dan Kecenderungan) dibagi atas tiga kelompok berdasarkan intensitas
atau nilainya untuk tujuan praktis, yakni tingkat Tinggi yang dekat ke titik ya atau
titik kegiatan atau aktifitas dilakukan dan tingkat Rendah yang dekat ke titik tidak
atau titik kegiatan atau aktifitas tidak dilakukan. Antara kedua titik Tinggi dan
Rendah terdapat titik Tengah.
Berikut ini adalah bagan jenis dan nilai modalitas yang dikutip dari Saragih
(2001:81)
Tabel 3. Jenis dan Nilai Modalitas
Polar Positif Modalitas
Probabilitas Keseringan Keharusan Kecenderungan
Tinggi Pasti Selalu Wajib Ditetapkan
Menengah Mungkin Bisa Diharapkan Mau
Rendah Barangkali Kadang-kadang Boleh Ingin
Polar Negatif
2.4.3. Realisasi Modalitas
Modalitas pada lazimnya direalisasikan oleh unsur leksikal atau kata, seperti
predikator. Modalitas lazimnya menyatu dengan klausa, seperti dalam klausa “Dia
pasti datang hari ini.” Jika modalitas direlokasi dengan pengertian dikodekan oleh
klausa tersendiri sehingga terbentuk klausa kompleks, pengodean modalitas ini
disebut metafora. dalam ‘dia akan datang’, ‘dia pasti datang’. Akan tetapi modalitas
dapat direaliasasikan oleh frase dan klausa.
Metafora modalitas merupakan relokasi pertimbangan pribadi, pendapat, atau
perasaan ke dalam klausa yang lazimnya direalisasikan oleh kata. Dengan
kelazimannya sebagai pendapat pribadi atau komentar terhadap fungsi ujar dengan
realisasinya kata, modalitas, seperti ‘mungkin’, ‘akan’, ‘pasti’, ‘jarang’, ‘kadang –
kadang’, ‘sering’, ‘selalu’, ‘harus’, ‘ingin’, ‘diharapkan’, ‘wajib’, ‘cenderung’ dan
lain sebagainya. Pemicu pertama metafora adalah perubahan bahasa lisan menjadi
bahasa tulisan yang mengakibatkan kepadatan leksikal dan akhirnya menyangkut
nominalisasi. Nilai modalitas yang merupakan tingkat intensitas reaksi emosi
pemakai bahasa dalam modalitas mencakupi area yang sangat luas. Area arti itu
secara rinci dapat mencakup pertimbangan, perspektif, sikap atau pendapat pribadi
pembicara berkenaan dengan informasi serta barang dan jasa yang dipertukarkan.
Dengan cakupan yang luas modalitas direalisasikan oleh unsur leksikal, frase, klausa
dan aspek linguistik lain seperti bunyi dan partikel.
Modalitas dapat dikodekan oleh kata. Jenis kata adverbial, adjektiva, verba,
nomina dan kata bantu (auxiliary) khususnya dalam bahasa Inggris. Berikut ini adalah
a. Adverbia
1. Dengan pasti dia mengerjakan tugas itu.
2. Dengan ragu dia menemui pacarnya.
3. Secara pasti dia berjalan.
b. Adjektiva
1. Dia sering datang
2. Saya ragu dia datang
3. Dia sering datang
c. Nomina
1. Ada kepastian dia datang
2. Terjadi keraguan apakah dia datang
d. Verba
1. Saya terpanggil melakukan tugas itu
2. Kami diwajibkan datang
3. Dia diharapkan datang
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frase dapat merealisasikan modalitas
seperti : Di dalam keraguan dia melakukan tugas itu. Disamping keraguan, ada
kepastian dia datang.
Klausa adalah satuan sintaksis yang merupakan unit bahasa tertinggi dan
ketiga metafungsi bahasa. Klausa merupakan tataran frase dan dibawah tataran
kalimat.
Contoh realisasi modalitas dalam klausa :
1. Saya ragu dia datang.
2. Saya yakin ada penyelesaiannya.
Modalitas adalah makna yang merupakan pendapat pribadi, pertimbangan,
‘bumbu’, atau ‘penyedap’ makna yang disampaikan dalam klausa, yang berbeda dari
seseorang ke orang lain. Modalitas ‘memberi bumbu’ atau ‘memberi penyedap’
terhadap fugsi ujar, dan terletak antara titik atau polar positif dan negatif sesuatu
fungsi ujar
Modalitas dapat juga direalisasikan oleh aspek budaya seperti warna, simbol.
Misalnya, dalam klausa ”dia memakai baju kuning” yang berarti kecemburuan.
Kecemburuan adalah modalitas, bagian dari probabilitas. Demikian juga intonasi
suara. Pertanyaan kepasrian (question tag) seperti kan, bukan juga merupakan
modalitas.
Contoh :
1. Dia datang kan?
2. Dia datang, bukan?
2.5. Teks
Istilah wacana selalu diartikan dalam istilah teks. Kedua istilah ini selalu
secara bersamaan yang mengandung arti yang sama oleh penutur dan penulis, oleh
karena itu, konsep wacana dan teks sukar dicari batasan yang jelas.
Halliday dan Hasan (1985:10) mengatakan bahwa teks adalah unit dari
penggunaan bahasa. Bukan unit gramatika seperti klausa dan kalimat; dan bukan
didefinisikan mengikuti ukurannya.
Pandangan Halliday juga mengatakan bahwa teks menggunakan bahasa yang
sumbernya dari sarana lisan dan tulisan dengan ukuran sepanjang apapun, yang
membentuk satuan keseluruhan.
Sebagai unit bahasa teks terdiri atas tanda – tanda dan merepresentasikan
kejadian – kejadian yang dialami manusia atau benda – benda dan keadaan yang
bermakna, simbol – simbol yang mengkonstruksikan isi / bentuk dan menghasilkan
struktur dan mempunyai kesatuan tekstur. Tekstur teks menghasilkan pesan yang
kohesif dan koheren. Aspek kohesi dan koherensi tekstual memegang peranan
penting menunjukkan penyatuan wacana di dalam bahasa dan menandai keterikatan
teks secara bersama sebagai potensi yang digunakan penutur dan penulis wacana.
Pengertian wacana secara umum cenderung digunakan di dalam membicarakan
hal-hal yang berorientasi kepada faktor sosial, sementara istilah teks cenderung
digunakan dalam membicarakan hal-hal yang berdasarkan kepada bahasa.
Pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks. Teks terdiri atas makna
– makna walaupun teks terdiri atas kata – kata dan kalimat. Teks pada dasarnya
merupakan satuan makna. Teks harus dipandang dari dua sudut yang bersamaan yaitu
produk, teks merupakan luaran, sesuatu yang dapat direkam dan dipelajari karena
mempunyai susunan tertentu teks dan dapat dideskripsikan dengan peristilahan yang
sistemik. Teks juga merupakan suatu proses dalam pengertian bahwa teks terbentuk
melalui proses pemilihan makna terus menerus.
Berdasarkan defenisi tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa teks
menggunakan bahasa yang sumbernya dari sarana lisan dan tulisan dengan ukuran
tidak terbatas; unit dari penggunaan bahasa; bukan unit tata bahasa (gramatikal unit)
seperti kata, frase, klausa dan kalimat. Teks sebagai unit arti dapat direalisasikan oleh
berbagai unit tata bahasa. Hal ini berarti bahwa teks dapat berupa satu naskah (buku),
paragraf, klausa kompleks, klausa, frase, atau bunyi.
Hal yang penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila
dituliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat-kalimat, namun
sesungguhnya terdiri dari makna-makna. Memang makna-makna itu harus
diungkapkan atau dikodekan dalam kata-kata dan struktur dan selanjutnya dapat
diungkapkan lagi, dikodekan kembali, dalam bunyi-bunyi atau lambang-lambang
tulis. Teks itu harus dikodekan dalam sesuatu untuk dapat dikomunikasikan , tetapi
sebagai sesuatu yang menandai teks itu pada dasarnya adalah satuan makna. Teks
bukan sesuatu yang dapat diberi batasan seperti sejenis kalimat, melainkan lebih
2.6. Kaba (Kabar)
Menurut Junus (1984:17) Kaba berbentuk prosa lirik. Bentuk ini tetap
dipertahankan bila ia diterbitkan dalam bentuk buku. Kaba merupakan jenis sastra
lisan Minangkabau yang berkembang dan dikenal oleh masyarakat. Pengertian kaba
itu sendiri adalah cerita. Sebagai sastra lisan, kaba penyampaiannya diiringi dengan
instrumen musik tradisional, seperti puput, seruling, gendang, rebab dan dulung.
Akibat penyampaian secara lisan ini, tidak jarang isi ceritanya menjadi bervariasi.
Kesatuan Kaba bukan kalimat dan bukan baris. Kesatuannya ialah
pengucapan dengan panjang tertentu yang terdiri dari dua bagian yang berimbang.
Keduanya dibatasi oleh caessura ’pemenggalan puisi’
Keadaan ini dapat terlihat pada contoh berikut.
lamolah maso / antaronyo //bahimpun / urang samonyo//
hino mulie / miskin kayo // bahimpun / lareh nan panjang//
Menurut Rosyadi, dkk (1995:6) Bakaba merupakan perangkat adat
Minangkabau yang memiliki peranan yang sangat penting, karena ia bukan hanya
sekedar karya seni (seni vokal dan sastra), melainkan ia merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari struktur adat dan budaya Minangkabau itu sendiri, dan menjadi
media transformasi nilai – nilai budaya Minangkabau. Di dalam pergelaran, kaba
tersebut disajikan dalam suasana reatrikal, sehingga dapat memberi nilai keindahan
dan kenikmatan yang tidak akan dijumpai kalau dibaca dari buku. Kemampuan
pemain instrumen dan keahlian tukang kaba dalam memberikan penekanan tertentu
Dari segi isi, pada umumnya kaba bertolak dari mitos, namun pada
perkembangan selanjutnya kaba mempersoalkan kenyataan hidup yang ditemukan
dalam masyarakat sehari-hari, seperti masalah perkawinan, ketidaksetiaan, harta
pusaka dan ketidakadilan. Contohnya Kaba Bujang Paman (1963) berhubungan
dengan peristiwa yang benar – benar terjadi di Koto Anau, Solok. Kaba Siti Mariam
(1962) tentang peristiwa yang terjadi antara Bukittinggi dan Medan, dsb.Bahasa kaba
tidak sama dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Minangkabau. Kaba menggunakan gaya bahasa yang lazim disebut prosa liris atau
prosa berirama.
Disamping sebagai hiburan, dengan pengantar yang berbentuk pantun, tukang
kaba mengisyaratkan tujuan penyampaian kaba kepada para pendengar dan pembaca
yakni sebagai pedoman hidup.
Ada dua kelompok kaba, yang klasik dan tak klasik. Kaba klasik mempunyai
ciri berikut :
1. Ceritanya mengenai perebutan kuasa antara dua kelompok, satu darinya
adalah orang (dari luar) bagi suatu kesatuan keluarga.
2. Ceritanya dianggap berlaku pada masa lampau yang jauh, tentang anak raja
dengan kekuatan supranatural.
Sedangkan kaba tak – klasik mempunyai ciri yang lain lagi, yaitu :
1. Bercerita tentang seorang anak muda yang pada mulanya miskin, tapi karena
menyumbangkan kekayaannya bagi kepentingan keluarga matrilinealnya,
sehingga ia berbeda dari mamaknya.
2. Ceritanya dianggap berlaku pada masa lampau yang dekat, akhir abad 19 atau
permulaan abad 20. Ia bercerita tentang manusia biasa, tanpa kekuatan
supranatural.
Perbedaan kaba klasik dan tidak klasik adalah kaba klasik mungkin dapat
ditemui dalam bentuk naskah atau dalam bentuk tradisi lisan. Tapi tak demikian
halnya dengan kaba tak klasik yang ditemui dalam bentuk bercetak. Contoh kaba
klasik adalah Cindue Mato, Anggun Nan Tungga, Manjau Ari, Malin Deman, Umbuik
Mudo, Sabai Nan Aluih, dll. Contoh kaba tak klasik adalah Amai Cilako, Siti Nurlela,
dan Siti Mariam.
2.7. Klausa
Menurut pandangan LFS, dalam Saragih (2001:3) klausa adalah unit tata
bahasa yang tertinggi dan sempurna, karena klausa sekaligus membawa ketiga
metafungsi bahasa.
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata – kata berkonstruksi
predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase,
yang berfungsi sebagai subjek, sebagai predikat, dan sebagai keterangan. Selain
fungsi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh
dikatakan bersifat wajib, sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib. Hal tersebut
1. kamar mandi
2. adik mandi
Maka dapat dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa
karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi tidaklah bersifat predikatif.
Sebaliknya, konstruksi adik mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen
adik dan komponen mandi bersifat predikatif; adik adalah pengisi fungsi subjek dan
mandi adalah pengisi fungsi predikat.
Dari semua unit bahasa (morfem, kata, frase / grup, dan klausa), hanya klausa
yang sekaligus merealisasikan aksi bersamaan dengan arti lain (paparan dan
perangkaian) sehingga dapat dikatakan klausa adalah unit tata bahasa yang secara
lengkap merealisasikan makna paparan, pertukaran dan perangkaian sekaligus.
Klausa bersifat multifungsi dengan pengertian satu klausa dapat dianalisis dari
berbagai segi.
2.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kajian pada
penelitian ini sebagai berikut.
1. Syifa Asriany (2003) dalam tesis “Modalitas pada Cerita Rakyat Karo Seri
Turi-Turin Karo Beru Dayang Jile-Jile Suatu Kajian Fungsional Sistemik”
melakukan penelitian modalitas pada cerita rakyat karo. Penelitian ini
mendeskripsikan pemakaian modalitas pada cerita tersebut. Teori yang
Saragih (2001) yang menyatakan bahwa modalitas adalah pandangan,
pendapat pribadi atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan pengalaman
yang disampaikannya dalam interaksi berupa kemungkinan atau keharusan.
Modalitas terdiri atas modalisasi dan modulasi. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa cerita rakyat karo menggunakan modalitas. Selanjutnya
jenis modalitas yang paling dominan digunakan adalah jenis modalitas
modulasi yang bersifat subjektif dengan tingkat keseringan kemunculan
modalitas yang tinggi terdapat pada jenis cerita turi – turin padan pengindo
(TTPP).
2. Meisuri (2009) dalam jurnal “ Penggunaan Modalitas dalam Bahasa
Minangkabau” melakukan penelitian modalitas pada bahasa masyarakat
Minangkabau. Penelitian ini mendeskripsikan empat bentuk modalitas di
dalam penggunaannya dalam bahasa Minangkabau, serta apakah terdapat
unsur lain dari modalitas yang dianggap penting di dalam bahasa
Minangkabau. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori
Semantis menurut Bloomfield (1933) yang menyatakan bahwa modalitas
merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa, dan ini berarti bahwa
setiap bahasa alami pasti mempunyai unsur-unsur leksikal dalam tuturannya,
meskipun masih tetap terdapat ciri – cirri khusus modalitas pada bahasa yang
berlainan. Modalitas dibagi menjadi 4 jenis yaitu intensional, epistemik,
deontik, dan dinamik. Kajiannya pada buku – buku teks. Datanya diambil dari
mengandung makna sikap penutur terhadap sesuatu kejadian atau keadaan.
Modalitas waktu “KALA” yang menggambarkan tahapan waktu terjadinya
peristiwa dan keadaan dengan penggunaan pemarkah leksikal seperti ‘ka’,
‘sadang’, ‘alah’ dan ‘alun’.
3. Nilzami (2009) dalam jurnal “Modalitas dalam Bahasa Minangkabau”.
Penelitian ini mengkaji apakah bahasa Minangkabau mempunyai pengungkap
modalitas yang berkaitan dengan subkategori modalitas intensional,
epistemik, deontik dan dinamik. Teori yang digunakan yaitu teori semantis
menurut Quirk et al dan Perkins yang menghubungkan modalitas boulomaik
dengan kaidah psikologis yang dianggapnya merupakan bagian dari hukum
alam berdasarkan pada subkategorisasi modalitas itu juga menyangkut
disposisi terhadap keberlangsungan peristiwa non aktual . Metode yang
digunakan adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan datanya adalah
dengan mengumpulkan data dengan mencatat dari interview informan yang
bahasa ibunya Bahasa Minangkabau dan juga disertai dengan kajian pustaka.
Maka hasilnya dapat ditemukan bahwa modalitas adalah cakupan terminologi
pada penutur yang memungkinkan penutur atau pembicara untuk
mengekspresikan tataran yang berbeda-beda dari komitmen atau keyakinan
pada suatu proposisi yang diucapkannya. Bentuk yang menggambarkan
modalitas dari sikap pembicara dengan mensubkategorisasikan modalitas
yaitu modalitas intensional, modalitas epistemik, modalitas deontik, modalitas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah suatu penelitian kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data yang
diperoleh sebagai bahan analisis adalah bentuk kepustakaan. Menurut Surakhmad
(2000:147), “Metode deskriptif membicarakan beberapa kemungkinan untuk
memecahkan masalah aktual, dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau
mengklasifikasikannya, menganalisis dan menginterpretasikannya.” Jadi, metode
penelitian deskriptif adalah suatu metode yang memecahkan masalah dengan jalan
mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis serta
menginterpretasikannya. Tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk mengetahui
modalitas yang dominan serta fungsinya pada setiap cerita tersebut.
3.2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah data tertulis yang merupakan teks naskah
Kaba Minangkabau Anggun Nan Tungga Si Magek Jabang, Episode : Ke Balai Nan
Kodo Baha dalam Rosyadi, dkk yang diterbitkan oleh Proyek Pengkajian dan
Pembinaan Nilai – Nilai Budaya Pusat, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini menggunakan teknik
studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan mempelajari data sebagai informasi
sebanyak mungkin dari berbagai sumber kepustakaan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data digunakan teknik dasar simak dan teknik lanjutan
simak catat. Teknik ini digunakan karena sumber data penelitian ini adalah data tulis.
Data yang telah terkumpul yang bersumber dari teks naskah Kaba Minangkabau
tersebut kemudian diperiksa yaitu dengan cara sebagai berikut.
1. Membaca seluruh teks naskah Kaba Minangkabau dengan cermat dan teliti.
2. Mengidentifikasi dan mengamati klausa demi klausa yang terdapat pada teks
naskah Kaba Minangkabau tersebut untuk kemudian dianalisis.
3.4 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis seluruh data
yang tersedia. Untuk menganalisis data dilakukan prosedur analisis sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi modalitas dalam klausa yang terdapat pada teks naskah kaba
ANTSMJ Episode: KBNKB.
2. Mengelompokkan modalitas yang terdiri atas modalisasi dan modulsasi.
3. Menentukan proporsi masing – masing jenis modalitas.
Analisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan teknik mengurai teks
menjadi klausa adalah untuk menjaring komponen klausa; pilihan leksikal (kosa kata)
dan struktur tatabahasa untuk mengetahui bagaimana tatabahasa itu digunakan yang
berhubungan erat dengan makna. Dalam menganalisis makna Antarpersona, peneliti
berfokus pada struktur tatabahasa yang direalisasikan oleh 1)Pilihan Modalitas
(Modalisasi dan Modulasi), dan nilai Modalitas (Tinggi, Menengah, Rendah) yang
berfungsi menunjukkan sikap semiotik penutur Kaba Minangkabau.
3.5. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Kegunaan populasi sebagai
sumber data penelitian yang menjelaskan karakteristik tertentu mengenai sekumpulan
objek yang lengkap, jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada di dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Dengan demikian, yang menjadi populasi penelitian
ini adalah seluruh klausa yang terdapat di dalam teks naskah Kaba Minangkabau
“ANTSJ, Episode :KBNKB” yang terdiri atas 1368 klausa dan 897 modalitas.
3.6. Sampel
Sampel secara sederhana dapat diartikan sebagian dari populasi yang menjadi
sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Sampel merupakan
maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Berhubung populasi sumber data
dapat di proses, maka sampel tidak diambil.
Surakhmad (2000) mengatakan bahwa semakin besar populasi yang
digunakan, maka semakin akurat hasil penelitian tersebut. Bila tidak mungkin seluruh
populasi dianalisis, maka diambil sampel. Walaupun secara prinsipil tidak ada
ketentuan untuk menentukan berapa persen sampel tersebut harus diambil dari
populasi, namun untuk lebih validnya suatu penelitian maka ditetapkan semua klausa
yang terdapat pada teks cerita Kaba Minangkabau yang terdiri dari 1368 klausa dan
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Temuan Penelitian
Setelah data terkumpul dan dianalisis, ditemukan jenis dan kedominanan serta
tingkat keseringan kemunculan modalitas yang terdapat pada teks naskah kaba
tersebut.
Analisis modalitas pada teks naskah kaba ini dilakukan dengan cara menjaring
modalitas yang terdapat dalam teks, baik modalitas murni (pasti, mungkin,barangkali,
selalu, biasa, akan, harus, kadang-kadang, wajib, diharapkan, ingin, boleh, ditetapkan,
hendak, dll.) maupun modalitas dalam bentuk metafora (saya tahu, saya yakin, saya
berniat, saya bersyukur, saya bermaksud, berharap, dll). Peneliti tidak membuat
klasifikasi antara kedua jenis modalitas ini, melainkan menganalisisnya sebagai
bentuk yang sama, karena perhatian utama adalah pada makna, yang digolongkan
berdasarkan jenis modalitas dan nilai yang dikandungnya (tinggi, menengah dan
rendah).
4.2Pembahasan
4.2.1 Jenis Modalitas pada Teks Naskah Kaba Minangkabau ANTSMJ
Episode: KBNKB
Ungkapan modalitas yang terdapat pada teks naskah tersebut yaitu pada