• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Dan Konsep Perancangan Kota Pada Kawasan Rawan Bencana Tsunami Kasus: Kota-Kota Pantai Barat Daya Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prinsip Dan Konsep Perancangan Kota Pada Kawasan Rawan Bencana Tsunami Kasus: Kota-Kota Pantai Barat Daya Aceh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA

PADA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI

KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH

Achmad Delianur Nasution

Program Studi Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana USU

Abstrak. Salah satu permasalahan terpenting pasca bencana Tsunami Aceh adalah bagaimana melakukan

pembangunan kembali kota-kota yang tanggap terhadap bencana tsunami namun tetap dapat memberikan kenyamanan dan kemakmuran kepada kehidupan penduduknya. Makalah ini akan membahas kota-kota pesisir barat daya Aceh pasca Tsunami berdasarkan perspektif konsep kota yang tanggap bencana tsunami dan teori-teori perancangan kota, dikaitkan dengan data-data tentang tingkat kerusakan di lapangan. bahwa perancangan kembali kawasan dan kota-kota pesisir Aceh ini dapat menjadi ruang di mana manusia dapat memenuhi kebutuhan fisik dan spritualnya sekaligus melindungi warga dari bencana alam yang mungkin akan berulang, minimal mengurangi resiko kerusakan.

Katakunci : Bencana Tsunami, Perancangan Kota, Aceh Barat Daya

1. Pendahuluan

Kota adalah bagian dari ketinggian peradaban umat manusia. Peradaban dunia juga lahir dan besar di kota-kota besar kuno zaman dahulu. Kenneth Clark (1959) mengatakan bahwa peradaban (civilization) tercapai ketika manusia dapat memperoleh penghidupan yang layak dan terbebas dari apa yang disebutnya sebagai ‘day to day struggle the existence and the night to night struggle from the fear’. Semua itu dapat dicapai dengan adanya keseimbangan kualitas antara pikiran dan perasaan, suatu kesempurnaan di mana dapat tercapai keadilan, keindahan fisik dan sebagainya.

Berbagai konsep dalam mengakomodasi dan mengembangkan peradaban manusia dalam suatu wadah bernama ‘kota’ telah berkembang sejak perencanaan kota-kota klasik, kota-kota Medieval, Renaisance, hingga pemikiran dan konsep kota-kota modern abad ke 21. Tetapi seperti apapun konsep yang diterapkan, kota

(2)

Marco Kusumawijaya, seorang pengamat perkotaan Indonesia, dalam salah satu tulisannnya di majalah nasional Tempo beberapa waktu lalu mengungkapkan :

“... membangun kembali Aceh bukan hanya membangun kembali rumah-rumah, melainkan kota-kota. Dan sebuah kota tidak sama dengan penjumlahan kuantitatif rumah-rumah. Kota itu merekam, dan adalah wujud material masyarakatnya. Meskipun apa yang di permukaannya telah hancur, denahnya yang tersisa adalah sebuah jejak yang mengandung kenangan, struktur, hubungan dengan alam dan sejarah, dengan geografi dan biografi. Dan semua itu mendekam dalam kenangan masyarakat. Kini waktunya menambah di atas jejak itu, ke dalam sistem itu, yang menyikapi bencana alam sebagai sesuatu yang niscaya, seperti flu atau hujan, hanya dengan frekuensi yang lebih jarang.” (Marco Kusumawijaya , 2005)

Dengan pengalaman bencana maha dahsyat ini, kita mestinya dapat mengembangkan ide-ide konstruktif untuk membangun kota dan mempertahankannya sebagai wadah peradaban kita. Makalah ini akan membahas kota-kota pesisir barat daya Aceh pasca Tsunami berdasarkan teori-teori perancangan kota, dikaitkan dengan data-data tentang tingkat kerusakan di lapangan. Dengan satu tujuan, bahwa pembangunan kembali kawasan dan kota-kota pesisir Aceh ini dapat menjadi ruang di mana manusia dapat memenuhi kebutuhan fisik dan spritualnya sekaligus melindungi warga dari bencana alam yang mungkin akan berulang, minimal mengurangi resiko kerusakan.

2. Bencana Tsunami 2.1 Prinsip-Prinsip Bencana

Tsunami adalah serangkaian gelombang tinggi yang disebabkan oleh perpindahan sejumlah besar air laut secara tiba-tiba. Tsunami disebabkan oleh gempa bawah laut, meletusnya gunung berapi di bawah laut, tanah longsor atau perpindahan tanah di bawah air, jatuhnya meteor atau tanah pesisir yang longsor ke dalam laut. Tsunami yang terjadi secara lokal biasanya

terjadi dalam waktu yang tidak cukup untuk memberi peringatan dan mungkin juga diiringi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa pemicu seperti tanah bergerak, surface faulting, liquefaction, atau tanah longsor. Tsunami jauh bisa berjalan selama berjam-jam sebelum menerpa pesisir.

Di lautan terbuka, tinggi tsunami bisa hanya mencapai beberapa kaki, tetapi bisa bergerak sampai 500 mil/jam (804,5 km/jam). Ketika tsunami memasuki perairan dekat pesisir, kecepatannya berkurang, panjang ombaknya berkurang, dan tingginya bertambah secara drastis. Namun, ombak pertama biasanya bukan ombak terbesar, beberapa ombak yang lebih besar dan ganas seringkali mengkuti ombak pertama. Walau kecepatan tsunami biasanya berkurang saat mendekati pesisir, gelombang tetap bergerak lebih cepat dari kemampuan seorang pelari jarak jauh olympiade – lebih dari 15 mil/jam (24,135 km/jam)

Tidak seperti gempa bumi yang dapat merusak wilayah luas, biasanya ratusan mil persegi, tsunami merusak sepanjang pesisir linear, dan biasanya mencapai daratan. Ketika mendarat di pesisir, gelombang akan terpantul kembali ke laut, dan dapat menyerang pesisir dalam bentuk gelombang beruntun.

Indikasi kasat mata pertama dari datangnya tsunami adalah surutnya air (drawdown) yang disebabkan oleh lembah gelombang yang mendahului gelombang besar yang sedang menuju daratan.

2.2 Prinsip-prinsip Penanganan dan Pencegahan

(3)

Aceh dan Sumatera Utara. 7 Prinsip yang dimuat dalam buku tersebut adalah :

1. Kenali risiko Tsunami di daerah anda 2. Hindari pembangunan baru di daerah

terpaan Tsunami untuk mengurangi korban di masa mendatang

3. Atur pembangunan baru di daerah terpaan Tsunami untuk memperkecil kerugian di masa mendatang

4. Rancang dan bangun-bangunan baru untuk mengurangi kerusakan

5. Lindungi pembangunan yang telah ada dari kerugian Tsunami dengan membangun kembali, perencanaan dan pemanfaatan kembali

6. Ambil tindakan pencegahan khusus dalam mengatur dan merancang infrastruktur dan fasilitas utama untuk mengurangi kerusakan

7. Rencanakan evakuasi

Dalam bahasan tentang perencanaan tata guna lahan ditetapkan 5 strategi sbb. :

1. Daerah yang paling rawan bencana tsunami diperuntukkan sebagai ruang terbuka

2. Mengambil alih daerah bahaya tsunami untuk fungsi ruang terbuka

3. Pembatasan pembangunan melalui peraturan tata guna lahan

4. Mendukung perencanaan tata guna lahan melalui perencanaan peningkatan modal dan anggaran

5. Menyesuaikan program-program lain dan persyaratannya

3. Prinsip-Prinsip Perancangan Kota

3.1 Tujuan Perancangan Kota

Spreiregen (1965) menyebutkan bahwa pada prinsipnya tujuan perancangan kota adalah :

- Membuat kota lebih manusiawi

- Menghubungkan bentuk fisik kota dengan keadaan alam, misal : orientasi - Menselaraskan urban dengan alam

- Menciptakan ruang-ruang kota yang berkualitas

- Menjadikan kota sebagai suatu pelabuhan keanekaragaman

3.2 Dimensi Alam Dalam Perancangan Kota

Michael Hough (1989) mengutip McHarg, Lewis dan ahli-ahli lingkungan kota lainnya mengemukakan adannya keterhubungan antara proses kehidupan dengan proses fisik bumi, iklim, air, tumbuhan, dan binatang; suatu tranformasi terus menerus dari materi yang hidup maupun tak hidup; elemen-elemen ini menjadi bagian dari keberlanjutan bumi dan menjadi dasar dari bentuk lingkungan binaan. Doktrin perancangan pada awal arsitektur modern seperti “Form Follow Function” tidak lagi dapat menjadi satu-satunya dasar bagi bentuk lingkungan binaan. Prinsip “Design with Nature” kini telah menjadi bagian dari praktik-praktik perancangan sehingga dapat lebih menyesuaikan dengan proses perkembangan alam.

Hal ini sesuai dengan tujuan perancangan kota yang di kemukakan oleh Spreiregen (1965), yaitu menselaraskan urban dengan alam, dimana kota menjadi tempat manusia meningkatkan kualitas kehidupan dan membangun peradabannya.Oleh Karena itu menurut Hough (1989) dasar-dasar dari bentukan perancangan kota secara fisik adalah proses alam.

Shirvani (1985) menyebutkan bahwa dimensi alam dalam perancangan kota terdiri dari :

- Iklim kota dan kualitas udara. Menyangkut iklim kota baik secara makro ataupun mikro serta faktor-faktor penyebab dan penghindaran terhadap polusi udara, seperti kepadatan lalulintas, limbah industri, sampah kota dan lain-lain.

Iklim makro dalam kasus Indonesia khususnya Aceh adalah beriklim tropis sedangkan iklim mikro sangat

bergantung kepada bentukan bangunan yang dapat mengarahkan angin di suatu lingkungan binaan, material penutup tanah yang dapat mempengaruhi suhu, serta tanaman yang dapat

mempengaruhi arah angin dan suhu lingkungan dan polusi udara.

(4)

matahari dan akses kepada cahaya matahari. Dalam kasus iklim tropis hal ini bukan menjadi maslah besar karena matahari bersinar sepanjang tahun. Oleh karena itu dapat berpotensi sebagai sumber energi yang terbarui terutama untuk daerah pantai bersama-sama energi angin.

- Geologi dan tanah kota. Merancang kota tidak hanya mempertimbangkan apa yang terlihat dipermukaan tanah tetapi juga harus mempertimbangkan apa yang ada dibawah permukaan tanah serta sifat-sifat tanah seperti kekuatan tanah, potensi longsor, daerah resapan air, daerah genangan banjir, daerah rawan gempa dan lain-lain. Untuk pengendalian pada tempat-tempat berbahaya, perancangan kota perlu perangkat pengendalian berupa kebijakan pemerintah, sehingga masyarakat tidak tinggal didaerah rawan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sosialisasi, insentif pajak, dan peraturan daerah.

Dalam konteks kawasan Pantai Barat Aceh, perlu ada peraturan daerah yang mengatur tentang tata guna lahan dan bangunan pada kawasan yang rawan gempa dan tsunami. Serta adanya sistem peringatan dini tentang bencana.

- Hidrologi dan kualitas air kota. Penyediaan air bersih dan sistem air kotor kota yang efektif serta pengontrolan polusi air merupakan persoalan umum didaerah perkotaan. Pembangunan kota pada umumnya akan memerikan efek pada pola penyerapan air tanah, genangan serta aliran air. Spirn (1980:102) dalam Shirvani (1985:87) menyebutkan bahwa “natural drainage system” yang telah dibangun di Woodland, Texas, telah melindungi warga dari banjir dan memberikan air dengan kulitas tinggi dengan biaya yang lebih murah. Salah satu cara yang digunakan dalam sisitem ini adalah dengan sesedikit mungkin merusak vegetasi dan kontur tanah eksisiting sehingga dapat mempertahankan permeabilitas tanah. Pada iklim tropis lembab dan basah seperti Indonesia, vegetasi mempunyai peranan penting

dalam proses penyerepan dan pengendalian air permukaan berupa air hujan dan banjir, sehingga mempertahankan vegetasi dan pepohonan eksisiting serta seminimal mungkin merubah kontur merupakan salah satu prinsip perancangan kota yang penting diterapkan di daerah rawan tsunami.

- Vegetasi Kota. Mengingat manfaatnya yang banyak terhadap manusia dan lingkungan, peranan vegetasi dan pepohonan dalam perancangan kota adalah merupakan suatu hal yang mendasar dan universal. Penerapannya harus terintegrasi dengan dan perencanaan hutan kota dan regional baik pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan fisik.

- Kehidupan alamliar di Kota. Dalam perancangan kota kehidupan alamliar adalah suatu hal yang harus diambil peduli, karena mereka berperan dalam keseimbangan ekosistem. Perusakan keseimbangan ekosistem secara langsung maupuntidak langsung akan berakibat kepada manusia walaupun baru disadari dalam jangka panjang.

Dalam prespektif pembahasan perancangan kota dari dimensi alam, tsunami bukan semata-mata dilihat sebagai bencana, tetapi sebagai suatu proses fisik alam, dimana manusia harus dapat mengambil kaedah dan faedah sehingga dapat membentuk suatu lingkungan binaan yang tanggap terhadap proses alam. Dalam pembahasan ini secara khusus ditujukan untuk menentukan prinsip atau kriteria perancangan kota yang tanggap terhadap tsunami.

3.3 Dimensi Manusia Dalam Perancangan Kota

(5)

baik. Berkaitan dengan hal ini perancangan kota membutuhkan partisipasi masyarakat.

3.4 Dimensi Fisik Perancangan Kota

Menurut Hamid Shirvani ada delapan elemen fisik dalam perancangan kota :

1. Tata Guna Lahan

2. Bentuk dan Massa bangunan 3. Sirkulasi dan Parkir

4. Ruang Terbuka 5. Jalur Pedestrian 6. Pendukung Aktifitas 7. Tata Informasi 8. Preservasi

4. Kondisi Kota-Kota Pantai Barat Daya Aceh

4.1. Sebelum Bencana

Tipologi permukiman pesisir barat daya Aceh umumnya memiliki pola sbb. :

• Pada umumnya kota, kampung atau permukiman di daerah pesisir barat daya Aceh berbentuk pita (ribbon shape city). Kota seperti ini didominasi oleh pola jalan yang memanjang sebagai jalur

transportasi, mengakibatkan perkembangan kota juga memanjang sepanjang jalur ini dan terhambatnya perluasan areal ke samping. Sepanjang

lembah pegunungan, sepanjang jalur transportasi darat utama adalah bagian-bagian yang memungkinkan terciptanya bentuk seperti ini. (Northam, 1975). Pada kasus, tipologi seperti ini terbentuk karena adanya ‘kendala’,

yaitu pantai di satu sisi dan perbukitan di sisi lain, sehingga ‘space’ untuk perkembangan areal kota hanya mungkin memanjang saja.

• Bangunan-bangunan yang berada dalam tanah negara, yaitu berada pada jarak 150 m dari garis pantai umumnya berorientasi ke arah laut dengan pola menyebar. Umumnya massa bangunan terletak pada garis utara –selatan. Pada daerah sempadan ini juga terdapat beberapa pusat aktivitas nelayan, seperti dermaga dan tempat pelelangan ikan • Di belakang daerah sempadan terdapat

pola permukiman linier yang berorientasi ke arah jalan. Dengan posisi seperti ini bangunan umumnya membelakangi laut. Setiap lebih kurang dua kavling bangunan terdapat jalan lingkungan yang posisinya kurang lebih sejajar pantai. Di antara permukiman yang berorientasi ke laut dan permukiman yang berorientasi ke jalan terdapat jalan kampung (gang).

• Berjarak sekitar 3 blok perumahan terdapat jalan arteri yang sekaligus posisinya merupakan batas antara daerah landai dan perbukitan.

(6)
(7)

4.2. Sesudah Bencana

Lokasi Survey Di Kota-Kota Pantai Barat Daya Aceh.

Survey dilakukan oleh Tim Relawan Arsitek sebagai bentuk kerjasama Program Pasca Sarjana Arsitektur USU, Ikatan Arsitek Indonesia cq. IAI Sumatera Utara dan Emergency Architect, Perancis. Survey dilakukan dari tanggal 20 Januari – 26 Januari 2005 meliputi kota-kota kecamatan dan desa pada kecamatan yang membentang sepanjang pesisir barat daya aceh antara kota Meulaboh hingga Kota Blang Pidie, yaitu :Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupeten Aceh Barat Daya. Kota kecamatan dalam tiga kabupaten tersebut yang disurvey adalah (1)Kuala (2)Manggeng (3)Tangan-tangan (4)Susoh (5)Keuda Batee (6)Johan Pahlawan (7)Merbau (8)Samatiga (9)Arongan Lambalek (10) Darul Makmur

Peta Lokasi Survey di Aceh Barat Daya

Dari survey di lapangan diperoleh data bahwa dengan berbagai variasi di berbagai lokasi, rata-rata bangunan yang hancur total berada dalam jarak 250 meter dari garis pantai.

5. Prinsip-Prinsip Perancangan Kota Di Pantai Barat Daya Aceh Pasca Gelombang Tsunami

Beberapa pilihan dalam proses perancangan kota yang rawan tsunami adalah :

- membentuk kota baru di tempat yang kemungkinan besar tidak terjangkau gelombang tsunami. Pilihan ini akan mengarah kepada pembentuka kota baru yang jauh dari pantai atau berada di ketinggian.

- Merehabilitasi kota lama dengan membentuk benteng-benteng terhadap gelombang tsunami yang secara fisik dapat berupa hutan bakau atau tanaman kearas atau bendungan beton.

5.1. Tata Guna Lahan

Rencana tata guna lahan pasca gempa dan tsunami di kota-kota pesisir didasarkan kepada perkiraan tingkat keamanan lokasi bangunan dan aktivitas terhadap ancaman tsunami, sbb ;

• Daerah bibir pantai yang bersentuhan dengan laut ditempatkan dermaga dan

pemecah ombak

• Daerah sempadan pantai sampai ke sisi jalan arteri merupakan daerah penghijauan dengan tanaman-tanaman yang dapat menyerap energi ombak dan menahan terpaan ombak. Kawasan ini juga dapat merupakan ruang terbuka publik

• Jalan arteri pada batas antara kawasan pantai dan perbukitan

• Areal permukiman ditempatkan pada daerah perbukitan dengan sistem konstruksi tahan gempa KEUDE LNTEUNGBUNGO NG PULO JEURAM

S UA K PUNTONG V ILLA GE

K UALA BARO V ILLA GE LANGKA K

VILLAGE K UALA TUHA VILLAGE KUALA TADU V ILLAGE SIMP ANG PEUT

SUNGAI MAS J OHAN PAHLWAN SUB REGENCYMEURUBOSUB REGENCY

(8)

• Di antara jalan arteri dan kawasan permukiman di perbukitan dijadikan jalur hijau

5.1. a. Sirkulasi Kendaraan

Sirkulasi utama tegak lurus dari arah pantai menuju perbukitan dibuat lebar dan langsung menuju titik evakuasi di kawasan yang lebih tinggi untuk memudahkan masyarakat menyelamatkan diri jika bahaya Tsunami datang

Potongan Melintang Perancangan Kawasan Kota/Desa

5.1.b. Sirkulasi Pejalan Kaki (pedestrian) Sirkulasi pejalan kaki merupakan bagian integratif dari perencanaan jalur-jalur untuk menyelamatkan diri saat bencana terutama pada jalan utama yang tegak lurus dari arah laut menuju ke perkampungan pada topoghrafi yang lebih tinggi

5.3. Bentuk dan Massa Bangunan

Orientasi bangunan sebaiknya menghadap ke laut atau memungkinkan penerimaan informasi secara cepat tentang bahaya yang mengancam dari pantai. Konstruksi bangunan sebaiknya tahan gempa atau cukup tahan sementara masyarakat menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman.

Daftar Pustaka

Epp, Eduard; Perks, William T.; Perron, Richard; Sale, Chris; Vliet, David Van (1996) Sustainable Community Design, The Canada Mortgage and Housing Corporation, Faculty of Architecture, University Manitoba.

http://www.cadlab.umanitoba.ca/uofm/la/sus tainable/index.html

Shirvani, Hamid (1985) The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Inc. New York

Kenneth Clark (1959)

Marco Kusumawijaya , Tempo, Februari 2005

Spreiregen, Paul D. (1965) Urban Design; The Architecture of Towns Ans Cities, McGraw-Hill Book Company, New York

National Tsunami Hazard Program bersama NOAA, USGS, FEMA, NSF, dan Negara Bagian Alaska, California, Hawaii, Oregon dan Washington Designing for Tsunamis : Seven Principles for Planning and Designing pada Maret 2001. Terjemahan dalam bahasa Indonesia pada Januri 2005 dengan judul Menghadapi Tsunami, oleh Komisi Darurat Kemanusiaan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Aceh dan Sumatera Utara

Northam, 1975 Sketsa Rekomendasi Recovery Kawasan

Pesisir

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengalisis penerapan media sosial KPU Kota Surabaya dalam sosialisasi Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2018. Hal ini

Faktor lingkungan dan prilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Panyabungan adalah perilaku tidak menggunakan kelambu pada malam hari, tidak

Abstrak.Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia yang disebut patogen oportunistik, bakteri ini menjadi problema serius pada pasien rumah sakit yang

Scope If useful, may be summarised at this level. Records the critical hardware used in the applied process. Records the critical hardware used in the applied

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor penyebab anak putus sekolah pada tingkat SMA, dengan titik kajiannya pada pendapatan

Mayoritas responden (86,7%) merasa sangat puas terhadap proses Clapp_GPI dalam penyusunan RPJM-Desa dilaksanakan dengan semua prosesnya harus dijamin adanya

[r]

Dasar Materi Pokok Indikator Soal. Jenis Soal