• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengendalian Intensitas Cahaya Pada Rumah Kaca Menggunakan Fotodioda Berbasis Mikrokontroler AT89S52

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sistem Pengendalian Intensitas Cahaya Pada Rumah Kaca Menggunakan Fotodioda Berbasis Mikrokontroler AT89S52"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

VIKRI

052408107

PROGRAM STUDI D-3 FISIKA INSTRUMENTASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Judul

: SISTEM PENGENDALIAN INTENSITAS CAHAYA

PADA RUMAH KACA MENGGUNAKAN

FOTODIODA BERBASIS MIKROKONTROLER

AT89S52

Kategori

: TUGAS AKHIR

Nama

: VIKRI

Nomor Induk Mahasiswa

: 052408107

Program Studi

: DIPLOMA III FISIKA INSTRUMENTASI

Departemen

: FISIKA

Fakultas

: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (FMIPA USU)

Diluluskan di

Medan, Juli 2008

Diketahui

Dosen Pembimbing

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua

(3)

PERNYATAAN

SISTEM PENGENDALIAN INTENSITAS CAHAYA

PADA RUMAH KACA MENGGUNAKAN FOTODIODA

BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S52

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2008

(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah

Subhanahuwat’ala

, atas segala

karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis diberikan kemudahan dan

kelancaran dalam menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir dengan baik.

Sholawat

dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah

Sallallahu’alaihiwassalam

yang memberikan petunjuk dan selalu menjadi inspirasi dan teladan bagi penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih

sebesar–besarnya kepada Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, ketua departemen

Fisika Bapak DR.Marhaposan Situmorang, Ketua Jurusan DIII Fisika Instrumentasi

Bapak Drs.Syahrul Humaidi,M.Sc. Sekretaris Jurusan Departemen Fisika Ibu

Dra.Yustinon,M.Si. Dan khusus kepada Bapak Drs.Takdir Tamba.M.Eng.Sc selaku

Dosen Pembimbing penulis dalam penulisan dan penyusunan tugas akhir ini yang telah

banyak membantu juga memberikan kepercayaan dan waktu kepada penulis untuk dapat

menyelesaikan tugas akhir ini. Serta kepada seluruh staf dan Dosen pengajar di

Departemen Fisika FMIPA USU yang telah banyak membantu penulis selama menempuh

pendidikan di bangku perkuliahan.

Penulis memberikan penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua dan

seluruh keluarga atas dukungan dan do’anya kepada penulis sehingga penulis termotivasi

untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Kepada teman-teman Fisika Instrumentasi

yang telah memberikan dukungan moril pada penulis, Bang Bryan Habsyah atas segala

bantuan dan kerja samanya semoga Allah membalasnya dengan pahala terbaik, Ilham

Afandi sebagai teman satu tim dalam pelaksanaan praktek proyek, juga kepada Poniman

dan Rachmad Syahputra yang telah memberikan bantuan sehingga tugas akhir ini dapat

terselesaikan, dan kepada seluruh teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak mungkin

penulis sebutkan disini. Semoga Allah

Subhanahuwata’ala

melimpahkan kesejahteraan

dan keselamatan kepada kalian semua. Amin.

(5)

ABSTRAK

(6)

ABSTRACT

CONTROLLING LIGHT INTENSITY SYSTEM IN GREENHOUSE

USING FOTODIODA BASED ON MICROCONTROLLER AT89S52

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan

i

Pernyataan

ii

Penghargaan

iii

Abstrak

iv

Abstract

v

Daftar isi

vi

Daftar Tabel

ix

Daftar Gambar

x

BAB 1 Pendahuluan

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Batasan Masalah

3

1.3 Maksud danTujuan Penulisan

3

1.4 Metode Pengumpulan Data

4

1.5 Sistematika Penulisan

5

BAB 2 Tinjauan teoritis

7

2.1 Cahaya Matahari

7

2.1 Fotodioda Sebagai Sensor Cahaya

8

2.1.1 Gambaran Umum

8

2.1.2 Karakteristik Bahan Fotodioda

9

2.1.3 Prinsip Kerja Fotodioda

9

2.2 Penguat Operasional (Op-Amp)

10

2.2.1 Gambaran Umum

10

(8)

2.2.3 Penguat

Non-inverting

15

2.2.4 Penguat

Inverting

16

2.2.5 Penguat

Differensiator

17

2.2.6 Penguat Jumlah (

Summing Amplifier

)

19

2.3 Mikrokontroler AT89S52

20

2.3.1 Gambaran Umum

20

2.3.2 Fungsi Pin (Kaki) pada Mikrokontoler AT89S52

20

2.3.3

Register

pada Mikrokontoler AT89S52

23

2.3.4 Karakteristik Mikrokontroler AT89S52

25

2.3.5 Fasilitas Pendukung Mikrokontroler AT89S52

26

BAB 3 Rangkaian pada pengendalian intensitas cahaya

27

3.1 Rangkaian Penerima Sinar Infra Merah

27

3.1.1 Cara Kerja Rangkaian

27

3.1.2 Fungsi Rangkaian

28

3.2 Rangkaian Pengendali

Motor Stepper

29

3.2.1 Cara Kerja Rangkaian

29

3.2.2 Fungsi Rangkaian

31

3.3 Rangkaian

Power Supplay

(PSA)

31

3.3.1 Cara Kerja Rangkaian

31

3.3.2 Fungsi Rangkaian

32

3.4 Rangkaian Mikrokontroler AT89S52

32

3.4.1 Cara Kerja Rangkaian

32

3.4.2 Fungsi Rangkaian

33

BAB 4 Sistem rangkaian pengendali intensitas cahaya dan pemrograman

34

4.1

Sistem Rangkaian Keseluruhan dan pemrograman

34

4.2

Diagram Blok dan Cara Kerja Rangkaian Sistem Pengendalian

Intensitas Cahaya pada Rumah Kaca

36

(9)

4.3.1 Diagram Alir (

Flowchart

)

37

4.3.2 Program

39

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

41

5.1 Kesimpulan

41

5.1 Saran

42

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1

: Spesifikasi Sinar – Sinar yang Terdapat Pada Cahaya

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

: Klasifikasi Cahaya Matahari

7

Gambar 2.2 : Bentuk Fisik Fotodioda

8

Gambar 2.3 : Simbol Fotodioda

9

Gambar 2.4 : Rangkaian Dasar Penguat

Non-inverting

15

Gambar 2.5

: Rangkaian Dasar Penguat

Inverting

16

Gambar 2.6 : Rangkaian Dasar Penguat

Differensial

18

Gambar 2.7

: Rangkaian Dasar Penguat Jumlah (

Summing Amplifier

)

19

Gambar 2.8 : Konfigurasi pin (kaki) Pada Mikrokontroler AT89S52

21

Gambar 3.1 : Rangkaian Penerima Sinar Infra Merah

27

Gambar 3.2 : Rangkaian pengendali

motor stepper

29

Gambar 3.3 : Rangkaian

Power Supplay

(PSA)

31

Gambar 3.4 : Rangkaian Mikrokontroler AT89S52

33

Gambar 4.1 : Rangkaian Keseluruhan Dari Sistem Pengendalian Intensitas

Cahaya Pada Rumah Kaca

35

Gambar 4.2 : Diagram Blok Rangkaian Sistem Pengendalian Intensitas

Cahaya

36

Gambar 4.3 : Diagram Alir (

Flowchart

) Sistem Pengendalian Intensitas

(12)

ABSTRAK

(13)

ABSTRACT

CONTROLLING LIGHT INTENSITY SYSTEM IN GREENHOUSE

USING FOTODIODA BASED ON MICROCONTROLLER AT89S52

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cahaya merupakan elemen yang penting bagi makhluk hidup di muka bumi. Tanpa

adanya cahaya, tidak mungkin ada kehidupan pada planet bumi. Manusia, hewan dan

tumbuh - tumbuhan yang merupakan 3 elemen utama makhluk hidup di bumi mutlak

membutuhkan cahaya. Berbagai aktifitas yang dilakukan makhluk hidup memang

membutuhkan cahaya. Sehinggga tidak dapat dipungkiri lagi cahaya memang mutlak

diperlukan oleh makhluk hidup.

Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi planet bumi. Dengan

adanya energi dari cahaya matahari, maka setiap makhluk hidup dapat hidup dan dapat

melakukan perkembangan dengan baik. Tumbuh - tumbuhan merupakan makhluk

hidup yang mutlak membutuhkan cahaya dari matahari. Proses fotosintesis pada

tumbuh - tumbuhan hanya dapat terjadi dengan adanya bantuan cahaya matahari.

Rumah kaca (Green house) adalah bangunan di mana tanaman dibudidayakan.

rumah kaca terbuat dari gelas atau plastik. Rumah kaca dapat menjadi panas karena

radiasi elektromagnetik yang datang dari matahari dan memanaskan tumbuhan, tanah,

dan barang lainnya di dalam bangunan ini. Rumah kaca melindungi tanaman dari

panas dan dingin yang berlebihan, melindungi tanaman dari badai debu dan menolong

mencegah hama. Pengontrolan cahaya dapat mengubah tanah tak subur menjadi subur.

Rumah kaca digunakan untuk membudidayakan tanaman yang memiliki nilai jual

yang tinggi seperti tanaman hias dan buah - buahan.

Pada rumah kaca, sinar matahari dapat masuk dengan leluasa karena dinding

(15)

Sehingga dapat dikatakan cahaya yang berasal dari matahari dapat dimanfaatkan

secara optimal. Telah disebutkan sebelumnya bahwa cahaya matahari mutlak

diperlukan oleh setiap jenis tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis. Dengan adanya

cahaya matahari pada rumah kaca maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan

baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan pada

rumah kaca dapat berlangsung dengan baik dan tanaman juga dapat menghasilkan

produksi yang baik pula.

Namun sayangnya, sinar matahari yang tersedia dalam jumlah yang cukup

besar tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Karena adakalanya

sinar matahari tidak ada karena faktor alam dan cuaca, karena mendung atau hujan

misalnya. Hal ini tentu menjadi permasalahan dan dapat menggangu proses

fotosintesis tanaman yang dibudidayakan pada rumah kaca. Selain itu, rumah kaca

pada umumnya tidak dilengkapi perangkat yang dapat mengatasi hal tersebut. Karena

rumah kaca pada umumnya tidak dilengkapi peralatan yang dapat mensuplai

kebutuhan cahaya, apabila cahaya yang berasal dari sinar matahari tidak tersedia

karena faktor cuaca seperti mendung atau hujan dalam jangka waktu yang lama seperti

yang telah disebutkan diatas.

Untuk itu diperlukannya perangkat tambahan pada rumah kaca yang dapat

mengendalikan tingkat intensitas cahaya. Perangkat tambahan ini akan mendeteksi

tingkat intensitas cahaya dalam suatu ruangan (rumah kaca). Apabila intensitas cahaya

matahari pada rumah kaca terlalu besar sehingga dapat meningkatkan temperatur

dalam rumah kaca, maka atap pada rumah kaca akan diganti dengan warna yang lebih

gelap dengan digerakkan oleh motor stepper. Sedangkan bila intensitas cahaya

matahari mengalami penurunan, maka atap pada rumah kaca akan diganti dengan

(16)

cahaya matahari tidak tersedia akibat faktor cahaya, maka perangkat pengendalian

intensitas cahaya tersebut akan menghidupkan lampu secara otomatis dan akan

mematikan lampu apabila cahaya matahari telah kembali seperti sedia kala. Dengan

adanya perangkat pengendalian intensitas cahaya pada rumah kaca ini diharapkan

akan memaksimalkan pemanfaatan rumah kaca sebagai media untuk

membudidayakan tanaman, sehingga tanaman dapat mengalami perkembangan yang

baik serta menghasilkan produksi yang baik pula.

1.2 Batasan Masalah

Untuk membatasi penulisan dan penyusunan tugas akhir, maka perlu dibuat batasan

penulisan. Adapun pembatasan masalah dalam penulisan dan penyusunan tugas akhir

ini adalah sebagai berikut :

a. Pengontrolan intensitas cahaya oleh fotodioda.

b. Untuk mengurangi intensitas cahaya, maka atap pada rumah kaca diganti

dengan warna yang lebih gelap dengan digerakkan oleh motor stepper.

c. Untuk meningkatkan intensitas cahaya, maka atap pada rumah kaca diganti

dengan yang lebih terang (transparan) juga digerakkan oleh motor stepper.

d. Lampu akan hidup secara otomatis apabila intensitas cahaya yang masuk

masih kurang dan lampu akan mati secara otomatis apabila intensitas cahaya

yang masuk telah sesuai dengan yang diinginkan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dan maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Untuk menerapkan ilmu yang dipelajari di bangku perkuliahan secara nyata

(17)

2. Untuk melakukan suatu pengendalian intensitas cahaya pada rumah kaca

sehingga cahaya pada rumah kaca dapat dikendalikan secara otomatis, efektif

dan efisien.

3. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program

Diploma III di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara.

1.4 Metode Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini diperoleh melalui beberapa

metode. Adapun metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah

sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan.

Penulis mengumpulkan data dan teori yang dibutuhkan dalam penulisan tugas

akhir melalui buku-buku dan referensi lainnya yang berkaitan dengan tugas

akhir ini.

2. Lembar data (Datasheet) komponen yang dipakai pada alat

Lembar data (Datasheet) merupakan data-data yang dikeluarkan oleh produsen

komponen elektronika mengenai fungsi, karakteristik dan data-data penting

lainnya tentang komponen hasil produksi dari produsen komponen elektronika

yang bersangkutan

3. Pengujian Alat.

Data diperoleh setelah alat yang dibuat diuji dan diambil kesimpulan kemudian

dilakukan pengujian tersebut.

(18)

Penulis melakukan konsultasi dengan berdiskusi dan bertanya secara langsung

pada Dosen pembimbing penulis mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan penulisan tugas akhir ini.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini

adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan

tugas akhir, metode pengumpulan data untuk penulisan tugas

akhir, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Meliputi gambaran umum, prinsip kerja, spesifikasi dan

keunggulan sensor yang digunakan, gambaran umum

karakteristik perangkat penguat operasional (Penguat

operasional) dan berbagai aplikasi dari penguat operasional.

serta penjelasan mengenai mikrokontroler yang digunakan.

BAB III RANGKAIAN PADA SISTEM PENGENDALIAN

INTENSITAS CAHAYA

Pada bab ini dipaparkan mengenai rangkaian-rangkaian yang

digunakan pada sistem pengendalian intensitas cahaya yang

(19)

BAB IV SISTEM RANGKAIAN PENGENDALI INTENSITAS

CAHAYA DAN PEMROGRAMAN

Bab ini meliputi gambar rangkaian keseluruhan dari berbagai

rangkaian yang digunakan pada sistem pengendalian intensitas

cahaya yang telah digabungkan menjadi satu, kemudian tentang

diagram blok yang menjelaskan cara kerja sistem rangkaian,

program yang digunakan pada rangkaian, serta flowchart dari

pemrograman berikut penjelasan tentang flowchart tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini meliputi kesimpulan yang diperoleh mengenai sistem

pengendalian intensitas cahaya serta saran dan kritik yang

ditujukan demi perbaikan dan kesempurnaan dari penulisan

(20)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Cahaya Matahari

Spektrum sinar matahari terdiri dari sinar tampak dan tidak tampak. Sinar tampak

meliputi: merah, oranye, kuning, hijau dan ungu (diketahui sebagai warna pelangi).

Sinar-sinar tidak tampak antara lain adalah: Sinar Ultraviolet, Sinar-X, Sinar Gamma,

Sinar Kosmik, Mikrowave, Gelombang listrik dan Sinar Inframerah.

Gambar 2.1 Klasifikasi Cahaya Matahari

Sinar Inframerah (infrared ray - FIR) juga merupakan sinar tidak tampak yang

berada pada spektrum warna merah, mendekati spektrum sinar tampak. Dapat

dikatakan bahwa 80% cahaya matahari adalah sinar inframerah karena lebarnya

(21)

nm sampai 1200 nm. Sinar infra merah dikelompokkan dalam 3 zone : near infrared

ray (0,75-1,5 micron), middle infrared ray (1,5-4 micron) dan far infrared ray (FIR

4-1000 micron).

Tabel 2.1 Spesifikasi Sinar – Sinar yang Terdapat pada Cahaya Matahari

2.2 Fotodioda sebagai sensor cahaya

2.2.1 Gambaran umum

Sensor cahaya berfungsi untuk mendeteksi cahaya yang ada di sekitar kita. Sensor

yang terkenal untuk mendeteksi cahaya ialah fotodioda. Fotodioda merupakan piranti

semikonduktor dengan struktur p-n atau p-i-n untuk mendeteksi cahaya.

Gambar 2.2 Bentuk fisik fotodioda

Fotodioda biasanya digunakan untuk mendeteksi cahaya. Fotodioda adalah

piranti semikonduktor yang mengandung sambungan p-n, dan biasanya terdapat

lapisan intrinsik antara lapisan n dan p. Piranti yang memiliki lapisan intrinsik disebut

(22)

menimbulkan pasangan elektron-hole, kebanyakan pasangan tersebut menghasilkan

arus yang berasal dari cahaya.

2.2.2 Karakteristik bahan fotodioda

Fotodioda terdiri dari beberapa jenis berdasarkan bahan pembuatannya. Berikut ini

akan dijelaskan mengenai beberapa karakteristik dari bahan pembuatan dioda.

1. Silikon (Si) : arus lemah saat gelap, kecepatan tinggi, sensitivitas yang bagus

antara 400 nm sampai 1000 nm ( terbaik antara 800 sampai 900 nm).

2. Germanium (Ge): arus tinggi saat gelap, kecepatan lambat, sensitivitas baik

antara 600 nm sampai 1800 nm (terbaik 1400 sampai 1500 nm).

3. Indium Gallium Arsenida (InGaAs): mahal, arus kecil saat gelap, kecepatan

tinggi sensitivitas baik pada jarak 800 sampai 1700nm (terbaik antara 1300

sampai 1600nm).

2.2.3 Prinsip Kerja fotodioda

Fotodioda dapat dioperasikan dalam 2 mode yang berbeda:

1. Mode Fotovoltaik: seperti solar sel, penyerapan pada fotodioda menghasilkan

tegangan yang dapat diukur. Bagaimanapun, tegangan yang dihasilkan dari

tenaga cahaya ini sedikit tidak linier, dan range perubahannya sangat kecil.

2. Mode Fotokonduktivitas: disini, fotodioda diaplikasikan sebagai tegangan

revers (tegangan balik) dari dioda (yaitu tegangan pada arah tersebut pada

dioda tidak akan menhantarkan tanpa terkena cahaya) dan pengukuran

menghasilkan arus foto. ( hal ini juga bagus untuk mengaplikasikan tegangan

mendekati nol). Ketergantungan arus foto pada kekuatan cahaya dapat sangat

linier .

(23)

2.3 Penguat Operasioal (Penguat operasional)

2.3.1 Gambaran umum

Penguat operasional (Op - Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi

beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial yang telah dijelaskan di atas.

Penguat operasional memilki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki

penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional

memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V)

dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground).

Operational Amplifier atau di singkat Op - Amp merupakan komponen analog

yang popular digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Aplikasi

penguat operasional popular yang paling sering dibuat antara lain adalah rangkaian

inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Pada bagian ini akan dipaparkan

beberapa aplikasi penguat operasional yang paling dasar, dimana rangkaian feedback

(umpan balik) negatif memegang peranan penting. Secara umum, umpan balik positif

akan menghasilkan osilasi sedangkan umpan balik negatif menghasilkan penguatan

yang dapat terukur.

Penguat operasional pada dasarnya adalah differential amplifier (penguat

diferensial) yang memiliki dua masukan. Input (masukan) penguat operasional seperti

yang telah dimaklumi ada yang dinamakan input inverting dan non-inverting. Penguat

operasional ideal memiliki open loop gain (penguatan loop terbuka) yang tak

terhingga besarnya.

Ada dua aturan penting dalam melakukan analisa rangkaian penguat

operasional berdasarkan karakteristik penguat operasional ideal. Aturan ini dalam

beberapa literatur dinamakan golden rule, yaitu :

(24)

Aturan 2 : Arus pada input Penguat operasional adalah nol (i+ = i- = 0)

Inilah dua aturan penting penguat operasional ideal yang digunakan untuk

menganalisa rangkaian penguat operasional.

2.3.2 Karakteristik Ideal Penguat Operasional

Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena beberapa

keunggulan yang dimilikinya, seperti penguatan yang tinggi, impedansi masukan yang

tinggi, impedansi keluaran yang rendah dan lain sebagainya. Berikut ini adalah

karakteristik dari Penguat operasional ideal:

1. Penguatan tegangan lingkar terbuka

Penguatan tegangan lingkar terbuka (open loop voltage gain) adalah penguatan

diferensial Penguat operasional pada kondisi dimana tidak terdapat umpan

balik (feedback). Secara ideal, penguatan tegangan lingkar terbuka adalah:

A

VOL

=

Vo / Vid

=

A

VOL

=

Vo/(V1-V2)

=

Tanda negatif menandakan bahwa tegangan keluaran VO berbeda fasa dengan

tegangan masukan Vid. Konsep tentang penguatan tegangan tak berhingga

tersebut sukar untuk divisualisasikan dan tidak mungkin untuk diwujudkan.

Suatu hal yang perlu untuk dimengerti adalah bahwa tegangan keluaran VO

jauh lebih besar daripada tegangan masukan Vid. Dalam kondisi praktis, harga

AVOL adalah antara 5000 (sekitar 74 dB) hingga 100000 (sekitar 100

dB).Tetapi dalam penerapannya tegangan keluaran VO tidak lebih dari

(25)

operasional baik digunakan untuk menguatkan sinyal yang amplitudonya

sangat kecil.

2. Tegangan ofset keluaran

Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) VOO adalah harga tegangan

keluaran dari Penguat operasional terhadap tanah (ground) pada kondisi

tegangan masukan Vid = 0. Secara ideal, harga VOO = 0 V. Penguat operasional

yang dapat memenuhi harga tersebut disebut sebagai Penguat operasional

dengan CMR (common mode rejection) ideal.

Tetapi dalam kondisi praktis, akibat adanya ketidakseimbangan dan

ketidakidentikan dalam penguat diferensial dalam Penguat operasional

tersebut, maka tegangan ofset VOO biasanya berharga sedikit di atas 0 V.

Apalagi apabila tidak digunakan umpan balik maka harga VOO akan menjadi

cukup besar untuk menimbulkan saturasi pada keluaran. Untuk mengatasi hal

ini, maka perlu diterapakan tegangan koreksi pada Penguat operasional. Hal ini

dilakukan agar pada saat tegangan masukan Vid = 0, tegangan keluaran VO

juga = 0.

3. Hambatan Masukan

Hambatan masukan (input resistance) Ri dari Penguat operasional adalah besar

hambatan di antara kedua masukan Penguat operasional. Secara ideal

hambatan masukan Penguat operasional adalah tak berhingga. Tetapi dalam

kondisi praktis, harga hambatan masukan Penguat operasional adalah antara 5

(26)

biasanya diukur pada kondisi Penguat operasional tanpa umpan balik. Apabila

suatu umpan balik negatif (negative feedback) diterapkan pada Penguat

operasional, maka hambatan masukan Penguat operasional akan meningkat.

Dalam suatu penguat, hambatan masukan yang besar adalah suatu hal

yang diharapkan. Semakin besar hambatan masukan suatu penguat, semakin

baik penguat tersebut dalam menguatkan sinyal yang amplitudonya sangat

kecil. Dengan hambatan masukan yang besar, maka sumber sinyal masukan

tidak terbebani terlalu besar.

4. Hambatan Keluaran

Hambatan Keluaran (output resistance) RO dari Penguat operasional adalah

besarnya hambatan dalam yang timbul pada saat Penguat operasional bekerja

sebagai pembangkit sinyal. Secara ideal harga hambatan keluaran RO Penguat

operasional adalah = 0. Apabila hal ini tercapai, maka seluruh tegangan

keluaran Penguat operasional akan timbul pada beban keluaran (RL), sehingga

dalam suatu penguat, hambatan keluaran yang kecil sangat diharapkan.

Dalam kondisi praktis harga hambatan keluaran Penguat operasional

adalah antara beberapa ohm hingga ratusan ohm pada kondisi tanpa umpan

balik. Dengan diterapkannya umpan balik, maka harga hambatan keluaran

akan menurun hingga mendekati kondisi ideal.

5. Lebar Pita

Lebar pita (band width) BW dari Penguat operasional adalah lebar frekuensi

tertentu dimana tegangan keluaran tidak jatuh lebih dari 0,707 dari harga

(27)

ideal, Penguat operasional memiliki lebar pita yang tak terhingga. Tetapi

dalam penerapannya, hal ini jauh dari kenyataan.

Sebagian besar Penguat operasional serba guna memiliki lebar pita

hingga 1 MHz dan biasanya diterapkan pada sinyal dengan frekuensi beberapa

kiloHertz. Tetapi ada juga Penguat operasional yang khusus dirancang untuk

bekerja pada frekuensi beberapa MegaHertz. Penguat operasional jenis ini juga

harus didukung komponen eksternal yang dapat mengkompensasi frekuensi

tinggi agar dapat bekerja dengan baik.

6. Waktu Tanggapan

Waktu tanggapan (respon time) dari Penguat operasional adalah waktu yang

diperlukan oleh keluaran untuk berubah setelah masukan berubah. Secara ideal

harga waktu respon Penguat operasional adalah = 0 detik, yaitu keluaran harus

berubah langsung pada saat masukan berubah.Tetapi dalam prakteknya, waktu

tanggapan dari Penguat operasional memang cepat tetapi tidak langsung

berubah sesuai masukan. Waktu tanggapan Penguat operasional umumnya

adalah beberapa mikro detik hal ini disebut juga slew rate. Perubahan keluaran

yang hanya beberapa mikrodetik setelah perubahan masukan tersebut

umumnya disertai dengan oveshoot yaitu lonjakan yang melebihi kondisi

steady state. Tetapi pada penerapan biasa, hal ini dapat diabaikan.

7. Karakteristik Terhadap Suhu

Sebagai mana diketahui, suatu bahan semikonduktor yang akan berubah

karakteristiknya apabila terjadi perubahan suhu yang cukup besar. Pada

(28)

perubahan suhu. Tetapi dalam prakteknya, karakteristik Penguat operasional

pada umumnya sedikit berubah, walaupun pada penerapan biasa, perubahan

tersebut dapat diabaikan.

2.3.3 Penguat non-inverting

Prinsip utama rangkaian penguat non-inverting adalah seperti yang diperlihatkan pada

gambar 2.3 berikut ini. Seperti namanya, penguat ini memiliki masukan yang dibuat

melalui input non-inverting. Dengan demikian tegangan keluaran rangkaian ini akan

satu fasa dengan tegangan inputnya.

Gambar 2.4 Rangkaian dasar penguat non-inverting

Dengan menggunakan aturan 1 dan aturan 2, kita uraikan dulu beberapa fakta yang

ada, antara lain :

vin = v+

v+ = v- = vin.

Dari sini ketahui tegangan jepit pada R2 adalah vout – v- = vout – vin, atau iout = (vout

-vin)/R2. Lalu tegangan jepit pada R1 adalah v- = vin, yang berarti arus iR1 = vin/R1.

Hukum kirchoff pada titik input inverting merupakan fakta yang mengatakan bahwa :

(29)

Aturan 2 mengatakan bahwa i(-) = 0 dan jika disubsitusi ke rumus yang sebelumnya,

maka diperoleh

iout = iR1 dan Jika ditulis dengan tegangan jepit masing-masing maka diperoleh

(vout – vin)/R2 = vin/R1 yang kemudian dapat disederhanakan menjadi :

vout = vin (1 + R2/R1)

Jika penguatan G adalah perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan,

maka didapat penguatan penguat operasional non-inverting :

2.3.4 Penguat Inverting

Rangkaian dasar penguat inverting adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4,

dimana sinyal masukannya dibuat melalui input inverting. Seperti tersirat pada

namanya, bahwa fase keluaran dari penguat inverting ini akan selalu berbalikan

dengan inputnya. Pada rangkaian ini, umpan balik negatif di bangun melalui resistor

R2.

(30)

Input non-inverting pada rangkaian ini dihubungkan ke ground, atau v+ = 0. Dengan

mengingat dan menimbang aturan 1 (lihat aturan 1), maka akan dipenuhi v- = v+ = 0.

Karena nilainya = 0 namun tidak terhubung langsung ke ground, input penguat

operasional v- pada rangkaian ini dinamakan virtual ground. Dengan fakta ini, dapat

dihitung tegangan jepit pada R1 adalah vin – v- = vin dan tegangan jepit pada reistor R2

adalah vout – v- = vout. Kemudian dengan menggunakan aturan 2, di ketahui bahwa :

iin + iout = i- = 0, karena arus masukan penguat operasional adalah 0.

iin + iout = vin/R1 + vout/R2 = 0

Selanjutnya

vout/R2 = - vin/R1 atau

vout/vin = - R2/R1

Jika penguatan G didefenisikan sebagai perbandingan tegangan keluaran terhadap

tegangan masukan, maka dapat ditulis

Impedansi rangkaian inverting didefenisikan sebagai impedansi input dari sinyal

masukan terhadap ground. Karena input inverting (-) pada rangkaian ini diketahui

adalah 0 (virtual ground) maka impendasi rangkaian ini tentu saja adalah Zin = R1.

2.3.5 Penguat diffrensiator

Penguat Differensial bisa mengukur maupun memperkuat sinyal-sinyal kecil yang

terbenam dalam sinyal-sinyal yang jauh lebih besar. Empat tahanan presisi (1 %) dan

penguat operasional membentuk penguat differensial, seperti terlihat pada gambar

2.2.5 terminal inputnya ada dua, input (-) dan (+), dihubungkan dengan terminal

(31)

Sumber masukan penguat differensial ada 2, yaitu E1 dan E2. Jika E2

dihubung singkat, maka E1 mendapat penguatan pembalik sebesar -mR/R = -m.

Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah -mE1.

Jika E1 dihubung singkat, maka E2 akan terbagi antara R dan mR, sehingga terminal

positif dari penguat operasional menerima tegangan sebesar mendapat penguatan

pembalik sebesar mR/R = m. Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah

[image:31.612.247.394.292.382.2]

-mE2/(1+m), dengan penguatan sebesar (1+m).

Gambar 2.6 Rangkaian dasar penguat differensial

Karena itu tegangan keluaran akibat E1 adalah:

Dengan demikian jika E1 dan E2 sama-sama dimasukan, maka tegangan keluaran Vo adalah:

Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa tegangan keluaran dari Penguat

differensial sebanding dengan perbedaan tegangan masukan E1 dan E2. Pengali ini

(32)

2.3.6 Penguat jumlah (summing amplifier)

Penguat operasional sering digunakan sebagai penjumlah berbagai input sinyal.

[image:32.612.239.408.196.277.2]

Berikut ini adalah gambar dari summing amplifier.

Gambar 2.7 Rangkaian dasar penguat jumlah (summing amplifier)

Rangkaian summing amplifier mempunyai penguatan tegangan sebanyak dua

penguatan tegangan. Untuk penguatan tegangan 1 adalah sebagai berikut:

Untuk penguatan tegangan 2 adalah sebagai berikut:

(33)

2.4 Mikrokontroler AT89S52

2.4.1 Gambaran umum

Mikrokontroler AT89S52 adalah mikrokomputer CMOS 8 bit yang memiliki 8 KB

Programmable and Erasable Read Only Memory (PEROM). Set instruksi dan kaki

keluaran AT89S52 sesuai dengan standar industri 80C51 dan 80C52. Atmel AT89S52

adalah mikrokontroler yang sangat bagus dan fleksibel dengan harga yang relatif

murah untuk banyak aplikasi sistem kendali berkerapatan tinggi dari Atmel ini sangat

kompatibel dengan mikrokontroler MCS-51 misalnya mikrokontroler 8031 yang

terkenal dan banyak digunakan dan telah menjadi standar industri baik dalam jumlah

pin IC maupun set instruksinya.

Mikrokontroler AT89S52 merupakan versi terbaru dibandingkan

mikrokontroler AT89S51 yang telah banyak digunakan saat ini. AT89S52 mempunyai

kelebihan yaitu mempunyai flash memori sebesar 8Kbyte, RAM 256 byte serta 2

buah data pointer 16 bit.

2.4.2 Fungsi pin (kaki) pada Mikrokontroler AT89S52

Adapun fungsi dari masing-masing pin (kaki) dari mikrokontroler AT89S52 akan

dijelaskan berikut ini :

1. Pin 1 sampai pin 8

Pin 1 – 8 adalah port 1 yang merupakan saluran atau bus I/O 8 bit dua arah dengan

internal pull-up yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti

mengendalikan empat input TTL. Port ini juga digunakan sebagai saluran alamat

saat pemrograman dan verifikasi.

(34)

Merupakan masukan reset (aktif tinggi). Pulsa transisi dari rendah ke tinggi akan

me-reset mikrokontroler ini.

Gambar 2.8 Konfigurasi pin (kaki) pada mikrokontroler AT89S52

3. Pin 10 sampai pin 17

Pin 10 – pin 17 merupakan saluran atau bus I/O 8 bit dua arah dengan internal

pull-ups yang memiliki fungsi pengganti. Bila fungsi pengganti tidak dipakai

maka dapat digunakan sebagai port paralel 8 bit serbaguna. Selain itu, sebagian

port 3 dapat berfungsi sebagai sinyal kontrol saat proses pemrograman dan

verifikasi.

4. Pin 18 dan pin 19

Pin-pin ini merupakan jalur masukan ke penguat osilator berpenguat tinggi.

Mikrokontroler ini memiliki seluruh rangkaian osilator yang diperlukan pada chip,

kecuali rangkaian kristal yang mengendalikan frekuensi osilator. Oleh karena itu,

pin 18 dan 19 ini sangat diperlukan untuk dihubungkan dengan kristal. Selain itu

(35)

input rangkaian internal clock, sedangkan XTAL 2 merupakan output dari

inverting oscillator amplifier.

5. Pin 20

Pin 20 merupakan ground sumber tegangan dan diberi simbol “gnd”.

6. Pin 21 sampai pin 28

Pin-pin ini adalah port 2 yang merupakan saluran atau bus I/O 8 bit dua arah

dengan internal pull-ups. Saat pengambilan data dari program memori eksternal

atau selama pengaksesan data memori eksternal yang menggunakan alamat 16 bit

(MOVX@DPTR), port 2 berfungsi sebagai saluran /bus alamat tinggi (A8-A15).

Akan tetapi, saat mengakses data memori eksternal yang menggunakan alamat 8

bit (MOVX@DPTR), port 2 mengeluarkan isi P2 pada special function register.

7. Pin 29

Pin 29 merupakan program Store Enable (PSEN) merupakan sinyal pengontrol

untuk mengakses program memori eksternal agar masuk ke dalam bus selama

proses pemberian/pengambilan instruksi (fetching).

8. Pin 30

Pin 30 sebagai Adress Lacth Enable (ALE)/PROG merupakan penahan alamat

memori eksternal (pada port 1) selama mengakses ke memori. Pin ini juga

berfungsi sebagai pulsa/sinyal input pemograman (PROG) selama proses

pemograman.

9. Pin 31

Pin 31 adalah External Access Enable (EA) merupakan sinyal kontrol untuk

pembacaan memori program. Apabila diset rendah (L) maka mikrokontroler akan

melaksanakan seluruh instruksi dari memori program eksternal, sedangkan jika

(36)

memori program internal.. Port ini juga berfungsi sebagai tegangan pemograman

(Vpp=+12V) selama proses pemograman.

10.Pin 32 sampai pin 39

Pin 32-pin 39 adalah port 0 yang merupakan saluran bus I/O 8 bit open collector,

dapat juga digunakan sebagai multipleks bus alamat rendah dan bus data selama

adanya akses ke memori program eksternal. Saat proses pemograman dan

verifikasi, port 0 digunakan sebagai saluran/bus data. Pull-up eksternal diperlukan

selama proses verifikasi.

11.Pin 40

Pin 40 merupakan sumber tegangan positif yang diberi simbol Vcc.

2.4.3 Register pada Mikrokontroler AT89S52

Register adalah penampung data sementara yang terletak dalam CPU. Pada

mikrokontroler AT89S52, register-registe-rnya adalah sebagai berikut :

a. Register A ( Accumulator)

Accumulator ialah register 8 bit yang merupakan pusat dari semua operasi

accumulator, termasuk dalam operasi aritmatika dan operasi logika.

b. Register B

Register ini memiliki fungsi yang sama dengan register A.

c. Program counter (PC)

Program counter (Pencacah program) merupakan register 16 bit yang selalu

menunjukkan lokasi memori instruksi yang akan diakses.

d. Data pointer

(37)

82H untuk DPL dan 83H untuk DPH. Biasanya Data pointer digunakan untuk

mengakses data atau source kode yang terletak di memori eksternal.

e. Stack Pointer (SP)

Stack Pointer adalah register 8 bit yang mempunyai fungsi khusus sebagai

penunjuk alamat atau data paling atas pada operasi penumpukan di RAM.

Stack Pointer terletak di alamat 81H. Penunjuk penumpukan selalu berkurang

dua tiap kali data didorong masuk kedalam lokasi penumpukan dan selalu

bertambah dua tiap kali data ditarik keluar dari lokasi penumpukan.

f. Program Status Word

Program Status Word merupakan register yang berisi beberapa bit status yang

mencerminkan keadaaan mikrokontroler.

g. Bit Carry Flag (CY)

Bit carry merupakan bit ke 8 yang memiliki dua fungsi :

1. Carry akan menunjukkan apakah operasi penjumlahan mengandung

carry (sisa) atau apakah operasi pengurangan mengandung borrow

(kurang). Apabila operasi ini mengandung carry, bit ini akan diset agar

bernilai satu, sedangkan jika mengandung borrow, bit ini akan di set

agar bernilai nol (0).

2. Carry dimanfaatkan sebagai bit ke-8 untuk operasi pergeseran (shift)

atau perputaran.

h. Bit Auxiliary Carry (AC)

Bit ini menunjukkan adanya carry (bawaan) dari bit ketiga menuju bit keempat

atau dari empat bit rendah ke empat bit tinggi pada operasi aritmatika. Bit ini

jarang digunakan dalam program, tetapi digunakan oleh mikrokontroler secara

(38)

i. Bit Flag 0 (F0)

Bit ini menunjukkan apakah hasil operasi bernilai nol atau tidak. Apabila hasil

operasi adalah nol (0), bit ini akan diset agar bernilai 1, sedangkan apabila

hasil operasinya bukan nol (0) maka bit ini akan di-reset. Bit ini juga

digunakan pada perbandingan dua buah data. Jika kedua data bernilai sama

maka bit ini akan diset agar bernilai satu, sedangkan jika kedua data itu

berbeda maka bit ini akan direset agar bernilai nol (0).

j. Bit Register Select (RS)

RS0 dan RS1 digunakan untuk memilih bank register. Delapan buah register

ini merupakan register serbaguna. Lokasinya pada awal 32 byte RAM internal

yang memiliki alamat dari 00H sampai 1FH. Register ini dapat diakses melalui

simbol assembler (R0,R1,R2,R3,R4,R5,R6 dan R7).

2.4.4 Karakteristik Mikrokontroler AT89S52

Mikrokontroler AT89S52 mempunyai memori yang terdiri dari RAM internal dan

Special Function Register (SFR). RAM internal pada mikrokontroler AT89S52

memiliki ukuran 256 byte dan beralamatkan 00H-7FH serta dapat di akses

menggunakan RAM address register. RAM internal terdiri dari delapan buah register

(R0-R7) yang membentuk register banks. Special Function Register berada di alamat

80H-FFH. RAM ini berbeda pada lokasi dengan Flash PEROM dengan alamat

000H-7FFH.

Mikrokontroler AT89S52 menggunakan 256 bytes RAM dimana 128 bytes

bagian atas menempati alamat paralel ke special function register (SFR). Artinya 128

bytes bagian atas mempunyai alamat yang sama dengan SFR namun secara fisik

(39)

alamat yang digunakan pada instruksi menentukan apakah CPU mengakses 128 bytes

atas atau SFR. Instruksi yang menggunakan pengalamatan langsung akan mengakses

ruang SFR.

2.4.5 Fasilitas pendukung mikrokontroler AT89S52

Mikrokontroler AT89S52 adalah mikrokomputer yang sangat bagus dan fleksibel

dengan harga yang rendah untuk banyak aplikasi sistem kendali. Hal ini dikarenakan

mikrokontroler AT89S52 dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung yang

membuatnya sangat banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Adapun fasilitas

pendukung dari mikrokontroler AT89S52 adalah sebagai berikut :

a. Sesuai dengan produk-produk MCS-51.

b. Terdapat memori flash yang terintegrasi dalam sistem. Dapat ditulis ulang

hingga 1000 kali.

c. Beroperasi pada frekuensi 0 sampai 24MHz.

d. Tiga tingkat kunci memori program.

e. Memiliki 256 x 8 bit RAM internal.

f. Terdapat 32 jalur masukan/keluaran terprogram.

g. Tiga pewaktu/pencacah 6-bit (untuk AT89S52) & dua pewaktu/pencacah

16-bit (untuk AT89S51)

h. Memiliki 8 sumber interupsi (untuk AT89S52) & 6 sumber instruksi untuk

AT89S51

i. Kanal serial terprogram.

(40)

BAB 3

RANGKAIAN PADA SISTEM PENGENDALIAN INTENSITAS CAHAYA

3.1 Rangkaian penerima sinar infra merah

3.1.1 Cara kerja rangkaian

Pada rangkaian ini menggunakan fotodioda yang digunakan sebagai sensor cahaya

untuk mendeteksi tingkat intensitas cahaya. Fotodioda dioperasikan pada bias balik,

dimana fotodioda ini akan memiliki hambatan sekitar 15 - 20 Mohm jika tidak terkena

sinar infra merah, dan hambatannya akan berubah menjadi sekitar 80 - 300 Kohm jika

terkena sinar infra merah tergantung dari besarnya intensitas yang mengenainya.

Semakin besar intensitasnya, maka hambatannya semakin kecil.

[image:40.612.171.474.363.487.2]

`

Gambar 3.1 Rangkaian Penerima sinar infra merah

Pada rangkaian di atas, output dari fotodioda diumpankan ke basis transistor

tipe NPN C945, ini berarti untuk membuat transistor tersebut saturasi maka tegangan

yang keluar dari fotodioda harus lebih besar dari 0,7 volt. Syarat ini akan terpenuhi

jika fotodioda mendapatkan sinar infra merah. Analisanya sebagai berikut:

Jika tidak ada sinar infra merah yang mengenai fotodioda, maka hambatan pada

fotodioda 15 Mohm, sehingga:

2 330.000

5 0,107 1 2 15.000.000 330.000

R

Vo xVcc x Volt

R R

= = =

(41)

Vout akan diumpankan ke basis dari transistor C945, karena tegangannya hanya 0,107

Volt maka transistor tidak saturasi.

Jika ada sinar infra merah yang mengenai fotodioda, maka hambatan pada fotodioda

300 Kohm, sehingga:

2 330.000

5 2, 619

1 2 300.000 330.000

R

Vo xVcc x Volt

R R

= = =

+ +

Vout akan diumpankan ke basis transistor C945, karena tegangannya lebih besar dari 0,7 volt yaitu 2,619 Volt maka transistor akan saturasi.

Emiter transistor C945 diinputkan ke Penguat operasional LM 358 untuk diperkuat. LM358 merupakan IC penguat dengan dua Penguat operasional. Pada Penguat operasional pertama tegangan input akan diperkuat sampai maksimal 100 kali penguatan, dimana:

Ω =

K R

AV potensiometer 1

penguatan ini dapat diatur dengan mengatur hambatan pada potensiometer. Output

Penguat operasional pertama akan diperkuat lagi sampai maksimum 100 kali

penguatan. Dengan demikian penguatan dapat diatur sesuai dengan yang dikehendaki.

LED ini akan menyala jika sensor menerima sinar infra merah alam, dan akan mati

jika sensor tidak menerima sinar infra merah alam.

3.1.2 Fungsi rangkaian

Sensor ini berfungsi untuk mendeteksi keadaan terang atau gelap Sensor ini terdiri

dari fotodioda yang dihubungkan ke rangkaian penguat sinyal. Fotodioda memiliki

karakteristik berubahnya nilai hambatannya jika ada sinar infra merah yang

mengenainya. Matahari sendiri memancarkan sinar infra merah yang cukup besar.

Dengan demikian sensor ini dapat mengetahui ada/tidaknya sinar infra merah dari

matahari. Jika terkena sinar matahari, maka hambatan pada fotodioda ini akan

(42)

fotodioda ini akan berubah semakin besar. Perubahan inilah yang dijadikan sebagai

indikasi keadaan terang atau gelap.

3.2 Rangkaian pengendali motor stepper

3.2.1 Cara kerja rangkaian

Rangkaian ini menggunakan motor stepper dan driver stepper. Motor stepper

berfungsi untuk membuka ventilasi dan driver stepper berfungsi untuk mengendalikan

motor stepper.rangkaian pengendali motor stepper dapat dilihat pada gambar berikut:

[image:42.612.190.456.318.478.2]

Gambar 3.2 Rangkaian pengendali motor stepper

Driver ini berfungsi untuk memutar motor stepper searah dengan jarum jam

atau berlawanan arah dengan jarum jam. Rangkaian ini akan dikendalikan oleh

mikrokontroler AT89S52. Jadi dengan memberikan sinyal high secara bergantian ke

input dari rangkaian driver motor stepper tersebut, maka pergerakan motor stepper

sudah dapat dikendalikan oleh mikrokontroler AT89S52.

Rangkaian driver motor stepper ini terdiri dari empat masukan dan empat keluaran,

(43)

keluarannya dihubungkan ke motor stepper. Rangkaian ini akan bekerja memutar

motor stepper jika diberi sinyal high (1) secara bergantian pada ke-4 masukannya.

Rangkaian ini terdairi dari 4 buah transistor NPN TIP 122. Masing-masing

transistor dihubungkan ke P0.0, P0.1, P0.2 dan P0.3 pada mikrokontroler AT89S52.

Basis dari masing-masing transistor diberi tahanan 10 Kohm untuk membatasi arus

yang masuk ke transistor. Kolektor dihubungkan dengan kumparan yang terdapat pada

motor stepper, kemudian kumparan dihubungkan dengan sumber tegangan 12 volt.dan

emitor dihubungkan ke ground.

Jika P0.0 diberi logika high (1), yang berarti basis pada transistor TIP 122

mendapat tegangan 5 volt, maka transistor akan aktif. Hal ini akan menyebabkan

terhubungnya kolektor dengan emitor, sehingga kolektor mendapatkan tegangan 0 volt

dari ground. Hal ini menyebabkan arus akan mengalir dari sumber tegangan 12 volt ke

kumparan, sehingga kumparan akan menghasilkan medan magnet. Medan magnet ini

akan menarik logam yang ada pada motor, sehingga motor mengarah pada kumparan

yang memiliki medan magnet tesebut.

Jika kemudian P0.0 di beri logika low (0), yang berarti transistor tidak aktif

dan tidak ada arus yang mengair pada kumparan, sehingga tidak ada medan magnet

pada kumparan. Dan disisi lain P0.1 diberi logika high (1), sehingga kumparan yang

terhubung ke P0.1 akan menghasilkan medan magnet. Maka motor akan beralih

kearah kumparan yang terhubung ke P0.1 tersebut. Seterusnya jika logika high

diberikan secara bergantian pada input dari driver motor stepper, maka motor stepper

akan berputar sesuai dengan arah logika high (1) yang diberikan pada inputnya.

Untuk memutar dengan arah yang berlawanan dengan arah yang sebelumnya,

maka logika high (1) pada input driver motor stepper harus diberikan secara

(44)

3.2.2 Fungsi rangkaian

Rangkaian ini berfungsi untuk mengendalikan ventilasi sehingga dengan cara menutup

dan membuka ventilasi, kita dapat mengendalikan tingkat intensitas cahaya yang

masuk ke dalam ruangan tersebut. Rangkaian ini menggunakan motor stepper dan

driver stepper. Motor stepper berfungsi untuk membuka ventilasi dan driver stepper

berfungsi untuk mengendalikan motor stepper.

3.3 Rangkaian power supplay ( PSA )

3.3.1 Cara kerja rangkaian

Trafo CT merupakan trafo stepdown yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari

220 volt AC menjadi 12 volt AC. Kemudian 12 volt AC akan disearahkan dengan

menggunakan dua buah dioda, selanjutnya 12 volt DC akan diratakan oleh kapasitor

2200 F. Regulator tegangan 5 volt (LM7805CT) digunakan agar keluaran yang

dihasilkan tetap 5 volt walaupun terjadi perubahan pada tegangan masukannya. LED

hanya sebagai indikator apabila PSA dinyalakan. Transistor PNP TIP 32 disini

berfungsi untuk mensupplai arus apabila terjadi kekurangan arus pada rangkaian,

sehingga regulator tegangan (LM7805CT) tidak akan panas ketika rangkaian butuh

arus yang cukup besar. Tegangan 12 volt DC langsung diambil dari keluaran 2 buah

[image:44.612.178.460.568.676.2]

dioda penyearah.

(45)

3.3.2 Fungsi rangkaian

Rangkaian ini berfungsi untuk mensupplai tegangan ke seluruh rangkaian yang ada.

Rangkaian PSA yang dibuat terdiri dari dua keluaran, yaitu 5 volt dan 12 volt,

keluaran 5 volt digunakan untuk mensupplai tegangan ke seluruh rangkaian,

sedangkan keluaran 12 volt digunakan untuk mensuplai tegangan ke motor stepper.

3.4 Rangkaian Mikrokontroler AT89S52

3.4.1 Cara kerja rangkaian

Pin 31 External Access Enable (EA) diset high (H). Ini dilakukan karena

mikrokontroler AT89S52 tidak menggunakan memori eskternal. Pin 18 dan 19

dihubungkan ke XTAL 12 MHz dan kapasitor 33 pF. XTAL ini akan mempengaruhi

kecepatan mikrokontroler AT89S52 dalam mengeksekusi setiap perintah dalam

program. Pin 9 merupakan masukan reset (aktif tinggi). Pulsa transisi dari rendah ke

tinggi akan me-reset mikrokontroler ini. Pin 32 sampai 39 adalah Port 0 yang

merupakan saluran/bus I/O 8 bit open collector dapat juga digunakan sebagai

multipleks bus alamat rendah dan bus data selama adanya akses ke memori program

eksternal. Pada port 0 ini masing masing pin dihubungkan dengan resistor 4k7 ohm.

Resistor 4k7 ohm yan dihubungkan ke port 0 befungsi sebagai pull up( penaik

tegangan ) agar output dari mikrokontroler dapat men-trigger transistor. Pin 1 sampai

8 adalah port 1. Pin 21 sampai 28 adalah port 2. Dan Pin 10 sampai 17 adalah port 3.

Pin 39 yang merupakan P0.0 dihubungkan dengan resistor 330 ohm dan LED. Ini

dilakukan hanya untuk menguji apakah rangkaian minimum mikrokontroler AT89S52

sudah bekerja atau belum. Dengan memberikan program sederhana pada

(46)

bekerja dengan baik atau tidak. Jika LED yang terhubung ke Pin 39 sudah bekerja

sesuai dengan perintah yang diberikan, maka rangkaian minimum tersebut telah siap

digunakan. Pin 20 merupakan ground dihubungkan dengan ground pada power

supplay. Pin 40 merupakan sumber tegangan positif dihubungkan dengan + 5 volt

[image:46.612.225.423.212.422.2]

dari power supplay

Gambar 3.4 Rangkaian Mikrokontroler AT89S52

3.4.2 Fungsi rangkaian

Rangkaian ini menggunakan AT89S52 sebagai mikrokontrolernya. Adapun fungsi

dari rangkaian ini adalah sebagai pusat kendali dari seluruh sistem yang ada dan

sebagai pusat pemrosesan data hasil pengukuran intensitas cahaya oleh fotodioda yang

(47)

BAB 4

SISTEM RANGKAIAN PENGENDALI INTENSITAS CAHAYA DAN

PEMROGRAMAN

4.1Sistem rangkaian keseluruhan dan pemograman

Pada bab 3 sebelumnya, telah dipaparkan mengenai rangkaian-rangkaian yang

digunakan dalam sistem pengendalian intensitas cahaya pada rumah kaca. Terdapat 4

jenis rangkaian yang digunakan, yaitu rangkaian power supplay (PSA), rangkaian

penerima sinar infra merah, rangkaian pengendali motor stepper dan rangkaian

mikrokontroler AT89S52. Setiap rangkaian tersebut memiliki fungsi dan prinsip kerja

yang berbeda antara satu dengan lainnya seperti yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya.

Rangkaian elektronika merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa jenis

rangkaian yang berbeda baik fungsi dan prinsip kerja yang digabungkan menjadi satu

sehingga dapat menjalankan suatu fungsi kerja yang diinginkan. Begitu juga dengan

rangkaian sistem pengendalian intensitas cahaya pada rumah kaca ini, yang terdiri

terdiri dari beberapa rangkaian yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Mengenai

rangkaian keseluruhan sistem pengendalian intensitas cahaya pada rumah kaca dapat

(48)
(49)

4.2Diagram blok dan cara kerja rangkaian sistem pengendalian intensitas

[image:49.612.138.490.149.329.2]

cahaya pada rumah kaca

Gambar 4.2 Diagram blok rangkaian sistem pengendalian intensitas cahaya

Rangkaian sistem pengendali intensitas cahaya pada rumah kaca terdiri dari 9 diagram

blok utama, yaitu 2 buah fotodioda, 2 buah penguat sinyal LM 358, Mikrokontroler

AT89S52, driver motor stepper, motor stepper, driver relay, dan lampu. Sensor

cahaya yang digunakan adalah fotodioda yang dapat mendeteksi keadaan terang atau

gelap. Tegangan output dari fotodioda sangat kecil sehingga perlu dikuatkan lagi oleh

rangkaian penguat sinyal. Penguat sinyal yang dipakai adalah rangkaian non inverting

dengan LM 358 sebgai IC penguat sinyal. Selanjutnya tegangan keluaran yang telah

diperkuat oleh penguat sinyal dikirim ke mikrokontroler AT89S52 yang selanjutnya

akan diolah. Rangkaian sistem pengendali intensitas cahaya ini dapat mendeteksi tiga

tingkatan inrtensitas cahaya. Apabila kedua fotodioda terkena cahaya matahari, maka

atap pada rumah kaca akan diganti dengan warna yang lebih gelap untuk mengurangi

intensitas cahaya yang masuk. Hal ini mengindikasikan bahwa keadaan ”terang”, dan

lampu pada rumah kaca akan dimatikan secara otomatis. Jika hanya satu fotodioda

Sensor I Penguat Sinyal

Mikrokontroler AT89S52

Driver Motor Stepper

Motor Stepper

Sensor II Penguat Sinyal

(50)

terkena cahaya matahari, maka atap pada rumah kaca akan diganti dengan warna yang

lebih terang dan lampu akan dimatikan secara otomatis. Hal ini mengindikasikan

dalam keadaan ”redup”. Jika kedua fotodioda sama sekali tidak terkena cahaya

matahari, maka atap pada rumah kaca akan diganti dengan warna yang lebih terang

(transparan) dan lampu akan dihidupkan secara otomatis. Hal ini mengindikasikan

dalam keadaan ”gelap”. Untuk mengganti atap pada rumah kaca dengan warna yang

lebih gelap atau terang (transparan) maka digunakan motor stepper. Adapun untuk

mengendalikan pergerakan dari motor stepper maka digunakan driver motor stepper.

Sedangkan untuk menghidupkan dan mematikan lampu secara otomatis maka

digunakan driver relay. Driver relay pada prinsipnya menggunakan transistor sebagai

saklar otomatis. Apabila basis transistor diberikan tegangan lebih dari 0,7 volt, maka

transistor akan aktif yang menyebabkan collector akan terhubung ke emitor. Dengan

cara demikian, kita dapat mengaktifkan dan me-nonaktifkan relay dengan mudah.

4.3Diagram alir (flowchart)

4.3.1 Diagram alir (flowchart)

Adapun diagram alir (flowchart) dari sistem pengukuran dan pengendalian temperatur

(51)
[image:51.612.135.491.76.581.2]

Gambar 4.3 Diagram alir (Flowchart) sistem pengendalian intensitas cahaya

Program diawali dengan start yang berarti rangkaian dihidupkan. Kemudian

program akan mengecek apakah keadaan terang,redup atau gelap. Jika keadaan terang

(52)

mengecek apakah atap telah tertutup penuh atau belum, jika belum maka program

akan terus memerintahkan atap untuk menutup. Jika atap telah tertutup penuh maka

program akan memerintahkan atap untuk berhenti dan mematikan lampu. Kemudian

program akan kembali ke routine awal. Kemudian program akan mengecek apakah

keadaan redup atau gelap. Jika keadaan redup maka program akan memerintahkan

atap untuk membuka kemudian program akan mengecek apakah atap telah terbuka

penuh atau belum, jika belum maka program akan terus memerintahkan atap untuk

terbuka. Jika atap telah terbuka penuh maka program akan memerintahkan atap untuk

berhenti dan mematikan lampu. Kemudian program akan kembali ke routine awal.Jika

Keadaan tidak terang maka program akan mengecek apakah keadaan sama dengan

gelap. Jika keadaan gelap maka program akan memerintahkan atap untuk membuka

kemudian program akan mengecek apakah atap telah terbuka penuh atau belum jika

belum maka program akan terus memerintahkan atap untuk membuka. Jika atap telah

terbuka penuh maka program akan memerintahkan atap untuk berhenti dan

menghidupkan lampu, kemudian program akan kembali ke routine awal

4.3.2 Program

Adapun program yang digunakan pada sistem pengukuran dan pengendalian

temperatur adalah sebagai berikut :

sensor1 bit p1.1

sensor2 bit p1.0

saklar bit p2.0

kedua_sensor equ 0fch

utama:

mov p0,#0h cek_kedua_sensor:

mov a,p1

(53)
(54)

rl a

jnb p3.4,buka2 mov p0,#0h setb saklar

ret

delay:

mov r7,#100 dly:

mov r6,#40 djnz r6,$ djnz r7,dly ret

(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Fotodioda ini akan memiliki hambatan sekitar 15 - 20 Mohm jika tidak terkena

sinar infra merah (cahaya matahari) sehingga akan menghasilkan tegangan

sebesar 0,107 volt, dan jika terkena sinar infra merah (cahaya matahari)

hambatannya akan berubah menjadi sekitar 80 - 300 Kohm sehingga akan

menghasilkan tegangan sebesar 2,619 volt.

2. Tegangan keluaran fotodioda sebelum diolah oleh mikrokontroler AT89S52,

terlebih dulu dikuatkan oleh penguat sinyal IC LM 358. Hal ini dikarenakan

tegangan keluaran fotodioda sangat kecil.

3. Driver motor stepper yang digunakan untuk menggerakkan motor stepper

menggunakan prinsip transistor sebagai saklar elektronik. Jika basis pada

transistor mendapat tegangan 5 volt, maka transistor akan aktif. Hal ini akan

menyebabkan terhubungnya kolektor dengan emitor, sehingga kolektor

mendapatkan tegangan 0 volt dari ground. Hal ini menyebabkan arus akan

mengalir dari sumber tegangan 12 volt ke kumparan, sehingga kumparan akan

menghasilkan medan magnet. Medan magnet ini akan menarik logam yang ada

pada motor stepper, sehingga motor stepper mengarah pada kumparan yang

(56)

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan keakuratan hasil pengukuran oleh fotodioda, maka

jumlah fotodioda perlu ditambah agar data yang dibandingkan lebih banyak

sehingga hasil pengendalian lebih akurat.

2. Agar hasil pengendalian cahaya dapat diketahui maka perlu dibuat suatu

tampilan yang menyatakan keadaaan “terang”, “redup” atau “gelap”. Sehingga

akan lebih memudahkan dalam pengendalian intensitas cahaya.

3. Agar pengendalian intensitas cahaya pada rumah kaca lebih maksimal maka

perlu ditambah jumlah lapisan atap yang masing – masing menyatakan

(57)

Daftar Pustaka

Agfianto. 2004. Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55/ Teori dan Aplikasi. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gava Media.

Bhisop, Owen. 2004. Dasar-dasar Elektronika. Jakarta : Erlangga

Budiharto Widodo, Firmansyah. 2005. Elektronika Digital Dan Mikroprosesor. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta.

Mahyuddin. 2006. Pengantar Pemrograman Bahasa Rakitan. Medan : USU Press.

Milman Jacob, Halkias Christos. 1990. Elektronika Terpadu rangkaian dan sistem analog dan digital. Jakarta : Erlangga.

Petruzella, Frank D. 2005. Elektronika Industri. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi Cahaya Matahari
Tabel 2.1 Spesifikasi Sinar – Sinar yang Terdapat pada  Cahaya Matahari
Gambar 2.3 Simbol Fotodioda
Gambar 2.4 Rangkaian dasar penguat non-inverting
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga perancangan bucket runner dapat diterangkan alasan pengaruh perbandingan berat dan perbandingan variasi diameter jet nosel akan berpengaruh terhadap kinerja putaran

- Memahami teori antrian dan simulasi dapat membantu dalam finalisasi rancangan - Kuliah mimbar - Diskusi - Papan tulis - Overhead projector, transpara nsi 1: Chapter

• Melalui langkah pembelajaran model Discovery Based Learning dengan pendekatan saintifik TPACK menggunakan aplikasi Google classroom, Google meet peserta didik diharapkan

Penelitian yang telah dilakukan memberikan banyak data mengenai hasil penelitian. Pun begitu, akan dituliskan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.

berbeda nyata pengaruhnya dibandandingkan dengan perlakuan kontrol, tetapi tidak ada perbedaan pengaruh pemberian tambahan tepung wortel (P1), tepung labu kuning

Karakterisasi isolat AF-E6(12-13)-7 dari kayu batang durian kusik (D.dulcis Becc.) dilakukan dengan melihat senyawa fenolik yang telah ditemukan pada jenis durian

Terdapat 1 isolat memiliki ciri-ciri seperti morfologi makroskopis warna permukaan putih kehijauan dan warna dasar putih, sedangkan morfologi mikroskopis hifa

Sebanyak 3 subjek melakukan kesalahan pemahaman pada saat menyelesaikan masalah faktorisasi suku aljabar. Meskipun tidak ada kata-kata sulit dalam masalah, berdasarkan hasil