• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah dan Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah dan Kelapa Sawit"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN HIDROLISAT LIGNOSELULOSA SEBAGAI

BIOHERBISIDA UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA

PADI SAWAH DAN KELAPA SAWIT

BUSTANIL ARIFIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah Dan Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Februari 2015

Bustanil Arifin

(4)

RINGKASAN

BUSTANIL ARIFIN. Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah dan Kelapa Sawit. Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA, DWI GUNTORO dan MUHAMMAD SYAKIR.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi hidrolisat lignoselulosa sebagai bioherbisida dalam mengendalikan gulma pada padi sawah dan kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan di Green House Cikabayan dan Laboratorium Ecotoxicology Waste and Bioagent, IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni 2013 sampai Juli 2014. Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan. Percobaan pertama disusun dalam rancangan acak kelompok satu faktor dengan 6 perlakuan. Perlakuan yang digunakan: kontrol (air), hidrolisat jerami padi 200 g l-1, hidrolisat sekam padi 133 g l-1 + gas SO2, hidrolisat sekam padi 150 g l-1, hidrolisat Percobaan kedua juga disusun dalam rancangan acak kelompok satu faktor dengan 6 perlakuan. Perlakuan yang digunakan: kontrol (air), hidrolisat gambut adalah jumlah total gulma yang berkecambah, persen penekanan, dan jumlah spesies gulma yang berkecambah. Peubah yang diamati pada fase early post emergence adalah tinggi gulma, daun normal, daun rusak, dan persen kerusakan. Peubah yang diamati pada fase post emergence adalah tinggi gulma, daun normal, daun rusak, kerusakan visual, bobot kering dan persen penekanan.

Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa berpotensi sebagai bioherbisida preemergence yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan perkecambahan individu gulma total dan tingginya persen penekanan perkecambahan gulma. Hidrolisat bagase tebu 200 g l-1 menunjukkan persen penekanan tertinggi sebesar 70% pada 1 minggu setelah aplikasi (msa) terhadap perkecambahan gulma Fimbristylis miliacea (L) Vahl., sedangkan hidrolisat sekam padi 150 g l-1 pada 2 dan 3 msa menunjukkan persen penekanan sebesar 44% dan 31% terhadap perkecambahan gulma total. Hidrolisat sekam padi 133 g l-1 + gas SO2 mempunyai kemampuan penekanan

(5)

lignoselulosa tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit padi var. Ciherang fase early post emergence. Perlakuan hidrolisat lignoselulosa juga berpotensi sebagai bioherbisida post emergence terhadap gulma F. miliacea, L. octovalvis dan L. chinensis berdasarkan kerusakan pada daun gulma dan skor kerusakan namun tidak mempengaruhi bobot kering gulma. Kerusakan yang ditimbulkan menyerupai kerusakan akibat herbisida kontak yang ditandai dengan gejala kelayuan dan bercak terbakar pada daun dalam waktu yang cepat setelah aplikasi.

Hasil percobaan kedua menunjukkan hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2, hidrolisat cangkang sawit 171 g l-1, hidrolisat sekam padi 200 g l-1 dan

hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1 berpotensi sebagai bioherbisida preemergence dengan menghambat perkecambahan gulma Axonopus compressus, Paspalum conjugatum dan Borreria alata kecuali hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2. Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 memperlihatkan persen

penekanan tertinggi dari perlakuan yang lain pada minggu pertama 78%, minggu kedua 47% dan minggu ketiga 44% setelah aplikasi. Perlakuan hidrolisat lignoselulosa juga berpotensi sebagai bioherbisida fase early post emergence berdasarkan peubah tinggi gulma, daun rusak dan persen kerusakan pada gulma A. compressus, Eleusine indica, Cyperus kyllingia dan B. alata kecuali perlakuan hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2. Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 +

gas SO2 memperlihatkan persen kerusakan tertinggi untuk gulma A. compressus

98% dan E. indica 100%. Hidrolisat sekam padi 200 g l-1 menyebabkan kerusakan tertinggi pada gulma C. kyllingia 81% dan hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1 menyebabkan kerusakan tertinggi terhadap gulma B. alata 100%. Perlakuan hidrolisat lignoselulosa berpotensi sebagai bioherbisida post emergence berdasarkan kerusakan pada daun gulma dan skor kerusakan pada gulma A. compressus, C. kyllingia,A. intrusa dan B. alata. Hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2 tidak berpotensi sebagai bioherbisida terhadap gulma A. compressus,

A. intrusa dan B. alata. Semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa tidak berpengaruh terhadap bobot kering gulma uji. Kerusakan yang ditimbulkan menyerupai kerusakan akibat herbisida kontak.

(6)

SUMMARY

BUSTANIL ARIFIN. Utilization of Lignocellulosic Hydrolyzate as Bioherbicide for Weeds Control in Rice Field and Palm Oil Plant. Supervised by HERDHATA AGUSTA, DWI GUNTORO and MUHAMMAD SYAKIR.

The purpose of the study was to determine the potential of lignocellulosic hydrolyzate as bioherbicide for weed control in the rice field and oil palm plantations. This experiment was conducted at Cikabayan Green House and Ecotoxicology Waste and Bioagent Laboratory, IPB, Dramaga Bogor, West Java from June 2013 to July 2014. This study consisted of two experiments. The first experiment was arranged in a randomized complete block design with 6 treatment factors. The treatments used were control (water), rice straw 200 g l-1 hydrolyzate, rice husk 133 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate, rice husk 150 g l-1 hydrolyzate, oil palm

shell 133 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate, and sugarcane bagase 200 g l-1 hydrolyzate.

The treatment was tested to weed rice crops in three phases namely preemergence, with 4 replication, early post-emergence and post-emergence with 3 replications. Tests were also conducted on the rice plant varieties Ciherang at preemergence and early post emergence phase with 3 replications. The second experiment was arranged in a randomized complete block design with 6 treatment factors. The treatments used were control (water), sapric peat 100 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate,

corn cobs 100 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate, oil palm shell 171 g l-1 hydrolyzate,

rice husk 200 g l-1 hydrolyzate and saw dust 200 g l-1 hydrolyzate. The treatment was tested to weed of palm oil plant in 3 phases namely preemergence with 4 replications, early post-emergence and post-emergence with 3 replications. Variables measured at preemergence phase were the total number of germinated weeds, suppression percentage, and number of germinated weed species. The observation variables in early post-emergence phase were weed height, normal leaf, damaged leaf and percentage of damage. Parameters observed in the phase of post-emergence were weed height, normal leaf, damaged leaf, visual impairment, dry weight and suppression percentage.

The first experiment results showed that all lignocellulosic hydrolyzate solution had potency as preemergence bioherbicide indicated by inhibited of total individual weed germination and very high of percentage of suppression weed germination. Sugarcane bagase 200 g l-1 hydrolyzate showed the highest of suppression percentage of 70% at 1 week after application (waa), especially on the germination of Fimbristylis miliacea (L) Vahl., while rice husks 150 g l-1 hydrolyzate at 2 and 3 waa showed the suppression percentage by 44% and 31% of the total weed germination. Rice husk 133 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate was not

(7)

Lignocellulosic hydrolyzate also had potency as bioherbicide at post-emergence to F. miliacea, L. octovalvis and L. chinensis weeds based on leaves weed damage and highest score of damage but did not significantly affect the dry weight of weeds. The bioherbicide effect had a similar mechanism as contact herbicide which is characterized by symptoms of withering and splotches of burning on the leaves in a short time after application.

The results of second experiment showed that corn cobs 100 g l-1 + SO2 gas

hydrolyzate, oil palm shell 171 g l-1 hydrolyzate, rice husk 200 g l-1 hydrolyzate and saw dust 200 g l-1 hydrolyzate had potency as bioherbicide at preemergence by inhibiting weeds germination of Axonopus compressus, Paspalum conjugatum and Borreria alata except sapric peat 100 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate. Corn cob

100 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate showed the highest of suppression percentage than

other treatments of 78%, 47% and 44% at first, second, and third week after aplication respectively. Lignocellulosic hydrolyzate treatments also had potency as bioherbicide at early post-emergence phase based on weed height, leaves damaged and percentage of leaves weed damage to A. compressus, Eleusine indica, Cyperus kyllingia and B. alata weeds except sapric peat 100 gl 1 + SO2 gas hydrolyzate. Corn cob 100 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate showed the highest of

damage percentage of A. compressus and Eleusine indica weeds by 98% and 100% respectively. Rice husk 200 g l-1 hydrolyzate caused highest damage of Cyperus kyllingia weed by 81% and saw dust 200 g l-1 hydrolyzate caused highest damage of B. alata weed by 100%. Lignocellulosic hydrolyzate treatments also had potency as bioherbicide at post-emergence A. compressus, C. kyllingia, A. intrusa and B. alata weeds based on leaves weed damage and highest score of damage. Sapric peat 100 g l-1 + SO2 gas hydrolyzate had no potency as a

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PEMANFAATAN HIDROLISAT LIGNOSELULOSA SEBAGAI

BIOHERBISIDA UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA

PADI SAWAH DAN KELAPA SAWIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah dan Kelapa Sawit

Nama : Bustanil Arifin

NIM : A252120051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Herdhata Agusta Ketua

Dr Dwi Guntoro, SP, M.Si Anggota

Dr Ir Muhammad Syakir, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa

ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan yang berjudul “Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah dan Kelapa Sawit”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Herdhata Agusta, Dr Dwi Guntoro, SP, M.Si dan Dr Ir Muhammad Syakir, MS selaku pembimbing tesis yang telah memberikan masukan dan saran untuk pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua Orang Tua, saudara-saudaraku atas do’a dan dorongan semangat selama perkuliahan dan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura angkatan 2012 serta kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2015

(13)

DAFTA R ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

RINGKASAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Sumber Lignoselulosa 4

Gulma 5

Alelokimia 6

3 METODE 8

Bahan 8

Alat 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Prosedur Analisis Data 9

Pelaksanaan Penelitian 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Hasil 13

Pembahasan 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 32

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan senyawa kimia larutan hidrolisat lignoselulosa berdasarkan persen area dan gugus fungsi pada konsentrasi 67 g l-1 14 2 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah individu gulma total tanaman padi

fase preemergence 16

3 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah spesies gulma pada tanaman padi

fase preemergence 16

4 Pengaruh perlakuan terhadap perkecambahan benih padi var. Ciherang

fase preemergence 16

5 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan benih padi var. Ciherang

fase preemergence 17

6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah total gulma tanaman kelapa sawit

fase preemergence 18

7 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah spesies gulma kelapa sawit fase

Preemergence 18

8 Pengaruh perlakuan terhadap gulma pada tanaman padi sawah fase early

post emergence 19

9 Pengaruh perlakuan terhadap bibit padi var. Ciherang pada fase early

post emergence 20

10 Pengaruh perlakuan terhadap gulma kelapa sawit fase early post

emergence 20

11 Pengaruh perlakuan terhadap gulma pada tanaman padi sawah fase post

emergence 22

12 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma pada padi sawah fase

post emergence 22

13 Pengaruh perlakuan terhadap gulma kelapa sawit fase post emergence 23 14 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma kelapa sawit fase post

emergence 24

DAFTAR GAMBAR

1 Peta sebaran persentase produksi tanaman pangan dan perkebunan pada 4 pulau besar di Indonesia (data statistik Kementan RI, 2014) 5 2 Persiapan bahan lignoselulosa (cangkang sawit ) 10 3 Peralatan hidrolisis larutan lignoselulosa 11 4 Pengaruh perlakuan sekam padi 150 g l-1 dan kontrol 15 5 Pengaruh perlakuan terhadap perkecambahan benih padi var. Ciherang

pada 6 hsa 17

6 Pengaruh perlakuan tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 dan kontrol 18

7 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan anakan gulma L.octovalvis

fase early post emergence pada 6 hsa 19

8 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan anakan gulma B. alata fase

early post emergence pada 6 hsa 21

9 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan anakan gulma L.chinensis

fase post emergence 6 hsa 21

10 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan anakan gulma A. intrusa fase

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi tanaman pangan dan perkebunan Indonesia pada Tahun 2012

(ton) 32

2 Kandungan senyawa kimia larutan hidrolisat lignoselulosa berdasarkan persen area dan gugus fungsi pada konsentrasi 67 g l-1 33 3 Grafik waktu retensi (menit) larutan hidrolisat lignoselulosa hasil

analisis Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) 35 4 Gulma yang berkecambah pada uji larutan hidrolisat lignoselulosa fase

preemergence 38

5 Pengaruh larutan hidrolisat lignoselulosa terhadap gulma padi sawah

pada fase preemergence 39

6 Pengaruh larutan hidrolisat lignoselulosa terhadap perkecambahan benih

padi var. Ciherang pada fase preemergence 39

7 Pengaruh larutan hidrolisat lignoselulosa terhadap gulma pada kelapa

sawit fase preemergence 40

8 Pengaruh larutan hidrolisat lignoselulosa terhadap gulma F. miliacea, E. crus-galli, L. chinensis,dan L. octovalvis fase early post emergence 40 9 Pengaruh perlakuan hidrolisat lignoselulosa terhadap bibit padi var.

Ciherang fase early post emergence 42

10 Pengaruh perlakuan hidrolisat lignoselulosa terhadap gulma A. compressus, E. indica, C. kyllingia, dan B. alata fase early post

emergence 43

11 Pengaruh perlakuan hidrolisat lignoselulosa terhadap gulma F. miliacea, L. chinensis, dan L. octovalvis fase post emergence 45 12 Pengaruh larutan hidrolisat lignoselulosa terhadap gulma A. compressus,

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang luas. Secara statistik luasan tanaman padi mencapai 13.8 juta ha pada tahun 2013 kemudian diikuti ubi kayu, jagung dan tanaman pangan yang lain. Perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang terluas dimana tahun 2012 mencapai 9.5 juta ha diikuti oleh tanaman kelapa, karet dan tanaman perkebunan yang lain (Kementan RI 2014). Peningkatan produksi Pertanian akan diikuti dengan limbah yang dihasilkan selama panen maupun waktu pengolahan. Limbah padat dari kegiatan pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan jika tidak di tangani dengan baik dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan akibat dari pembakaran maupun proses dekomposisi bahan organik yang tidak terkontrol sehingga meningkatnya pencemaran udara akibat emisi gas CH4 dan

CO2. Limbah padat tanaman pangan dan perkebunan berupa lignoselulosa

merupakan sumber bahan organik terbarukan. Lignoselulosa umumnya memiliki komposisi selulosa sebesar 40 - 50% dari berat kering bahan, hemiselulosa menempati 20 - 30% dan sisanya adalah lignin 10 - 25% (Saha 2004; Menon & Rao 2012).

Ketersediaan lignoselulosa yang melimpah, terutama dari tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan menjadikan bahan ini terus dicari nilai tambahnya melalui proses konversi baik proses fisika, kimia maupun biologi. Sumber lignoselulosa terbesar terdapat pada tanaman padi, jagung, kelapa sawit, dan tebu. Menurut Kementan RI (2014) pada tahun 2013 produksi padi nasional mencapai 71.27 juta ton gabah kering giling, produksi jagung mencapai 18.5 juta ton sedangkan untuk tanaman perkebunan produksi kelapa sawit nasional tahun 2012 mencapai 25.20 juta ton Tandan Buah Segar (TBS) dan tebu mencapai 2.59 juta ton. Menurut Kim dan Dale (2004) potensi jerami kurang lebih 1.4 kali dari hasil panen, berarti terdapat 99.7 juta ton jerami yang dihasilkan pada tahun 2013. Menurut Richana et al. (2007) tongkol jagung diperkirakan 40 – 50% dari berat jagung bertongkol, maka akan terdapat 8.3 juta tongkol jagung pada tahun 2013. Menurut Misran (2005) bagase tebu yang dihasilkan oleh pabrik gula sebesar 35 - 40% dari setiap tebu yang diproses, maka pada tahun 2012 akan terdapat 1 juta ton bagase tebu. Kurniati (2008) pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah tandan kosong sebesar 22% dari TBS yang diolah dan 7% adalah cangkang sawit maka akan ada 388 ribu ton cangkang sawit pada tahun 2012. Potensi limbah padat maupun cair tergantung jenis dan varietas serta proses pasca panen yang dilakukan terhadap tanaman tersebut.

(18)

2

53.8% dan penurunan kepadatan malai padi sebesar 50.1% kerugian yang ditimbulkan juga tergantung dari ekotipe gulma E. crus-galli. Gulma pada perkebunan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam memanfaatkan unsur hara dan air serta kemungkinan gulma menjadi tanaman inang bagi hama atau penyakit, dapat menghambat jalan para pekerja selain itu juga gulma akan menambah biaya produksi untuk perawatan dan pengendalian gulma.

Berkurangnya tenaga kerja mendorong petani beralih menggunakan herbisida sintetik dalam mengendalikan gulma karena dinilai lebih efisien, murah dan cepat akan tetapi penggunaan herbisida sintetik yang tidak tepat dapat berakibat buruk seperti pencemaran lingkungan, sumber air, kerusakan tanah, dan keracunan akibat residu pestisida pada produk pertanian sehingga perlu alternatif lain dalam pengendalian gulma, salah satunya pembuatan herbisida alami berbahan baku lignoselulosa. Herbisida dari bahan alami merupakan suatu alternatif yang bijaksana karena lebih mudah terurai dibandingkan dengan senyawa sintetik, untuk mengantisipasi keadaan tersebut para peneliti mencoba menggunakan bahan alami sebagai pengganti bahan - bahan sentetik. Senyawa kimia yang berasal dari alam, terutama tumbuhan mempunyai peluang yang cukup besar untuk menggantikan produk sintetik, karena senyawa dari bahan alam mengalami degradasi lebih cepat dibandingkan dengan bahan sintetik. Beberapa penelitan yang mendukung yaitu: El-Rokiek et al. (2010) menyatakan umbi dan tajuk Cyperus rotundus mengandung senyawa fenolat dan menekan pertumbuhan E. crus-galli.; dan Delsi (2012) menyatakan bahwa senyawa alelopati C. rotundus dapat menekan perkecambahan biji gulma berdaun lebar yaitu: Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata. Penggunaan senyawa alelokimia dari degradasi lignoselulosa bermanfaatkan untuk pengendalian gulma dan berpotensi dikembangkan sebagai bioherbisida, hal tersebut akan mendukung teknologi budidaya tanaman ramah lingkungan.

Perumusan Masalah

Limbah pertanian berupa lignoselulosa berpotensi dimanfaatkan dalam penyediaan senyawa kimia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lignoselulosa selama ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk bahan bakar dalam industri, hal ini disebabkan sulitnya memutuskan ikatan antara selulosa, hemiselulosa dan lignin. Degradasi lignoselulosa dapat dilakukan secara fisika, fisika kimia, kimia dan biologi metode - metode tersebut dapat mempercepat proses hidrolisis untuk menghasilkan etanol. Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida, yaitu selulosa dan hemiselulosa sehingga menjadi monomer gula penyusunnya. Tahap awal dalam hidrolisis lignoselulosa terlebih dahulu biomassa dikeringkan dan kemudian dilakukan penghalusan untuk memperluas permukaan biomassa agar membantu pelepasan ikatan lignin terhadap selulosa dan hemiselulosa.

(19)

3 atas asam kumarat, asam ferulat, asam hidroksibensoat, dan asam vanilat. Gambut merupakan sumber daya alam dengan kandungan lignin hingga 57%, di daerah Air Sugihan kandungan gugus fenolat hingga 140 ppm (Agusta et al. 2002). Degradasi lignoselulosa secara anaerob akan menghasilkan beberapa senyawa antara lain adalah asam butirat, asam format, asam laktat, CH4, H2S,

etilen, dan asam-asam organik lainnya seperti asam-asam fenolat dimana sebagian besar asam-asam tersebut bersifat racun bagi tanaman (Tsusuki & Kondo 1995). Menurut Ningsih et al. (2012) hidrolisis menggunakan asam sulfat pekat pada suhu 121 OC selama 60 menit dapat memicu terbentuknya inhibitor bersifat racun dimana glukosa akan terdegradasi membentuk hydroxymethylfurfural, sedangkan degradasi lignin akan membentuk senyawa-senyawa fenol.

Limbah lignoselulosa (cangkang sawit, jerami padi, sekam padi, tongkol jagung, bagase tebu, serbuk kayu dan gambut) berpotensi sebagai bahan baku untuk memproduksi bioherbisida sebagai pengganti herbisida sintetik. Ketersediaan lignoselulosa yang melimpah dan tersedia sepanjang tahun merupakan potensi yang harus dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kurangnya informasi menjadi kendala dalam pemanfaatan limbah lignoselulosa sebagai bahan baku bioherbisida terutama cara memproduksi senyawa fenolat yang tepat dan efisien sebagai alternatif pengendalian gulma ramah lingkungan. Penelitian pemanfaatan limbah lignoselulosa dengan teknik hidrolisis pada suhu 280 OC dan gas SO2 dalam tabung reaktor vakum udara diharapkan dapat mendegradasi lignin

menjadi senyawa fenolat yang berpotensi sebagai bioherbisida.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi hidrolisat limbah lignoselulosa (jerami padi, sekam padi, cangkang sawit, bagase tebu, tongkol jagung, gambut saprik dan serbuk kayu) sebagai bioherbisida untuk mengendalikan gulma pada tanaman padi sawah dan gulma pada tanaman kelapa sawit.

Hipotesis

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka disusunlah hipotesis sebagai berikut:

1. Limbah Pertanian yang berlignoselulosa dapat dihidrolisis menjadi Bio Herbisida.

(20)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Lignoselulosa

Saat ini nilai tambah dari limbah pertanian yang berupa lignoselulosa sangat rendah sekali. Limbah lignoselulosa tanaman padi berupa jerami (batang, daun dan tangkai malai) dan sekam padi. Tanaman jagung berupa berangkasan, kelobot, dan tongkol jagung. Tanaman kelapa sawit berupa tandan kosong, pelepah, batang tua, serat dan cangkang kelapa sawit sedangkan pada tanaman tebu berupa bagase dan daun tebu. Lignoselulosa merupakan komponen struktur utama dari tanaman berkayu dan tidak berkayu yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lignoselulosa merupakan komponen organik yang melimpah di alam. Menurut Prassad et al. (2007) jerami padi memiliki kandungan selulosa 29 – 34%, hemiselulosa 23 - 25% dan lignin 17 – 19%. Sekam padi memiliki kandungan selulosa 28 – 35%, hemiselulosa 11 – 29% dan lignin 15 – 20% (Abbas et al. 2010). Tongkol jagung mengandung selulosa 45%, hemiselulosa 35% dan lignin 15% (Howard et al. 2003). Bagase tebu mengandung selulosa 52.7%, hemiselulosa 20% dan lignin 24.2% (Samsuri et al. 2007). Cangkang kelapa sawit mengandung selulosa 26.6%, hemiselulosa 27.7% dan lignin 29.4% (Lim et al. 2012). Limbah lignoselulosa dari tanaman berkayu menurut Howard et al. (2003) mengandung selulosa 40 – 55%, hemiselolosa 24 – 40% dan lignin 18 – 25%. Besaran persentase kandungan senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin tidak tetap karena sangat dipengaruhi usia, bagian tanaman dan lokasi sumber bahan lignoselulosa.

Ketersedian limbah lignoselulosa yang berlimpah dan pemanfaatan tidak menyebabkan peningkatan harga pangan merupakan suatu nilai tambah bagi Indonesia. Menurut Kementan RI (2014) berdasarkan data statistik angka tetap 2012 terhadap produksi tanaman padi, jagung, kelapa sawit dan tebu (lampiran 1). Produksi tanaman kelapa sawit paling tinggi terdapat di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan dengan persentase sebesar 71.6% dan 25.5%, pada pulau Sulawesi persentase produksi tertinggi oleh jagung 15.2% sedangkan pulau Jawa produksi secara persentase nasional tertinggi adalah tanaman padi 52.9%, jagung 55.3% dan tebu 63.7%. (Gambar 1). Peningkatan produksi suatu tanaman akan selalu diikuti oleh peningkatan limbah pertanian. Limbah pertanian yang berupa lignoselulosa berpeluang menjadi penggerak peningkatan ekonomi rakyat yang berbasis pertanian.

(21)
(22)

6

tetapi dilapangan gulma dari spesies yang sama kadangkala memberikan respon yang berbeda terhadap herbisida tertentu akibat dari kondisi lingkungan tumbuh yang tidak sama, ternaungi atau tidak, fase tumbuh yang tidak sama (kecambah dan dewasa) akan memberikan respon yang berbeda apalagi antar jenis gulma walaupun dalam satu golongan. Gulma dari spesies yang sama terkadang menunjukkan respon yang berbeda terhadap herbisida apalagi antar jenis gulma. Berdasarkan respon gulma terhadap herbisida tersebut, maka gulma dapat digolongkan menjadi:

a. Gulma rumputan (grasses)

Semua jenis gulma yang termasuk dalam famili poaceae atau gramineae adalah kelompok rumput-rumputan dengan ciri utama yaitu tulang daun sejajar dengan tulang daun utama, berbentuk pita, dan terletak berselang seling pada ruas batang dengan batang berbentuk silindris beruas dan berongga.

b. Gulma golongan tekian (sedges)

Gulma ini termasuk dalam golongan tekian gulma yang termasuk dalam golongan ini memiliki ciri utama letak daun berjejal pada pangkal batang, bentuk daun seperti pita, tangkai bunga tidak beruas dan berbentuk silindris, segi empat atau segitiga.

c. Gulma golongan berdaun lebar (broadleaves)

Gulma yang tidak termasuk di dalam famili poaceae dan cyperaceae adalah gulma daun lebar dimana ciri-ciri gulma ini sangat beragam tergantung familinya akan tetapi secara umum daun gulma golongan ini adalah lonjong, bulat menjari, atau berbentuk hati dengan akar tunjang maupun serabut Kropff dan Moody (1992) menyatakan hasil pertanian hilang sebesar 10% akibat terjadinya kompetisi antara gulma dengan tanaman hanya karena sumber cahaya, jika dibiarkan tak terkendali penurunan hasil tanaman mencapai kisaran 20 - 100% tergantung jenis tanaman dan lingkungan. Gulma sebagai salah satu komponen ekosistem pertanian memiliki pengaruh negatif terhadap tanaman pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung walaupun kadang kala pengendalian gulma tidak selamanya memberikan pengaruh positif terhadap tanaman budidaya oleh karena itulah petani diharapkan melakukan pengendalian gulma secara bijaksana dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem pertanaman.

Alelokimia

(23)

7 kehidupan tanaman utama dari pratanam sampai panen. Keterbatasan tenaga kerja dan efisiensi menyebabkan petani meninggalkan pengendalian gulma secara mekanik dan beralih ke pengendalian secara kimia yaitu penggunaan herbisida sintetik. Penggunaan herbisida sintetik yang tidak sesuai dosis dan serampangan mengakibatkan tercemarnya produk hasil pertanian sehingga tidak aman untuk dikonsumsi. Bahan pangan organik harus diproduksi dengan tidak menggunakan input sintetik modern seperti pestisida, pupuk anorganik dan Genetically Modified Organism (GMO) hal inilah mendorong para peneliti untuk mencari alternatif pengendalian gulma yang ramah terhadap lingkungan salah satunya menggunakan senyawa alelokimia yang bersifat racun terhadap gulma.

Junaedi et al. (2006) menyatakan pada tahun 1994 telah dibentuk asosiasi berskala internasional dengan nama International Allelopathy Society (IAS) sehingga alelopati telah menjadi bagian keilmuan tersendiri. Alelopati berasal dari kata allelon (saling) dan pathos (menderita), seiring dengan perkembangan penelitian alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung oleh tumbuhan terhadap tumbuhan yang lain maupun terhadap mikroorganisme, baik berupa penghambatan maupun perangsangan terhadap pertumbuhan akibat adanya senyawa alelokimia yang dilepaskan oleh tumbuhan ke lingkungan melalui penguapan, pencucian, eksudasi akar, dekomposisi residu tanaman, dan proses alami lainnya berupa senyawa seperti fenolat, flavonoid, alkaloid, terpenoid dan glikosida sianogen (Einhellig, 1995; Rice, 1995).

Senyawa alelokimia dapat dihasilkan dari gulma, tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman kehutanan dan tanaman hortikultura yang berlignoselulosa. Beberapa penelitian mengenai senyawa alelokimia yang berpotensi sebagai bioherbisida: Syakir (2005) menyatakan pengomposan limbah sagu selama 1 – 2 bulan menghasilkan beberapa jenis asam fenolat yaitu asam kumarat, asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat, ferulat, sinapat dan siringat dimana peningkatan senyawa tersebut maka akan diikuti dengan semakin menurunnya kandungan lignin.; Khaliq et al. (2012) menyatakan senyawa alelopati sorgum dan bunga matahari dapat mengendalikan gulma Euphorbia dracunculoides L.; Dilipkumar et al. (2013) menyatakan senyawa alelopati dari daun bunga tanaman bunga matahari dapat menghambat perkecambahan gulma; Nongmaithem et al. (2012) melakukan pengujian senyawa alelopati dari ektrak tanaman kacang-kacangan dan beberapa ektrak gulma seperti Ageratum conyzoides, Blumea lacera, Ocimum sanctum, Physalis minima dan Amaranthus tricolor yang memperlihatkan kemampuan sebagai bioherbisida.

(24)

8

2010; Herawati & Wibawa 2010). Menurut Sjostrom (1995) degradasi lignoselulosa menjadi asam asetat dan fenol dapat dilakukan pada suhu tinggi dengan peruraian sebagai berikut: hemiselulosa terdegradasi pada 200 – 260 OC, selulosa pada 240 – 350 OC dan lignin pada suhu 280 - 500 OC. Lignin pada proses hidrolisis menjadi penghambat untuk meningkatkan hasil glukosa dan gula sederhana lainnya karena lignin mengikat kuat selulosa dan hemiselulosa dan apabila terdegradasi lanjut akan menghasilkan senyawa fenolat. Menurut Oudejans (1991) senyawa turunan fenolat merupakan racun oksidasi di dalam sel yang mencegah pembentukan ATP sehingga menyebabkan membran sel larut dan rusak. Sedangkan menurut Einhellig (1995) senyawa fenolat pada tumbuhan dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme meliputi pembelahan dan pemanjangan sel, pengaturan pertumbuhan akibat terganggunya proses pengambilan hara, fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sintesis protein, penimbunan karbon, dan sistesis pigmen, permeabilitas membran dan mengubah fungsi enzim spesifik. Membran sel yang terkena semprotan senyawa fenolat akan mengalami kerusakan sehingga warna daun berubah menjadi coklat terbakar menyerupai kerusakan yang disebabkan oleh herbisida kontak.

3

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah gulma golongan rumput-rumputan: Echinochloa crus-galli (L.) Beauv, Raeuschel, Leptochloa chinensis (L.) Nees, Axonopus compressus (SW) Beauv dan Eleusine indica (L.) Gaertn; gulma golongan teki: Cyperus kyllingia L dan Fimbristylis miliacea (L) Vahl; gulma golongan daun lebar: Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven, Asystasia intrusa Blume dan Borreria alata (Aubl) DC sedangkan hidrolisat yang digunakan berasal dari lignoselulosa jerami dan sekam padi var. Mentik Wangi, tongkol jagung var. SG75 (Syngenta), bagase tebu var. PS 862, cangkang sawit (PTPN 8), serbuk kayu sengon dan gambut saprik (Riau) dengan dua perlakuan yaitu menggunakan gas SO2 dan tidak dalam proses pembuatannya

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari timbangan digital, oven, reaktor mini, pompa vakum, cawan petri dan alat penghancur.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(25)

9

Prosedur Analisis Data

Analisis data gulma tanaman Padi :

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Analisis data dilakukan terpisah untuk data uji preemergence, early post emergence dan post emergence. Perlakuan yang digunakan ada 6 perlakuan. Uji preemergence pada gulma padi sawah dengan 4 ulangan sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Uji preemergence pada benih padi var. Ciherang, uji early post emergence pada bibit padi var. Ciherang maupun gulma, dan uji post emergence dengan 3 ulangan sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Uji early post emergence pada gulma terdiri dari 10 gulma uji sedangkan pada bibit padi var. Ciherang terdiri dari 10 bibit padi. Uji post emergence setiap satuan percobaan terdiri dari 1 gulma uji. Perlakuan percobaan ini sebagai berikut :

P0 = kontrol

Dengan Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah : Yij: μ + τi+ ρj+ εij

Dimana :

i = larutan hidrolisat ke - 0,1,2, ...5 j = ulangan ke - 1, 2, 3;

Yij = respon tanaman terhadap pemberian larutan hidrolisat ke-i dan ulangan ke-j;

μ = rataan umum

τi = pengaruh pemberian larutan hidrolisat ρj = pengaruh Kelompok ke –j

εij = galat percobaan

Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % selanjutnya di uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Analisis data gulma tanaman Kelapa Sawit :

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Analisis data dilakukan terpisah untuk data uji preemergence, early post emergence dan post emergence. Uji pada preemergence dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan sehingga diperoleh 24 satuan percobaan, uji early post emergence dan post emergence hanya dilakukan 3 ulangan sehingga di peroleh 18 satuan percobaan. Uji early post emergence setiap satuan percobaan terdiri dari 10 gulma uji sedangkan pada post emergence setiap satuan percobaan terdiri dari 1 gulma uji. Perlakuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

L0 = Kontrol

L1 = Hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2

L2 = Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2

(26)
(27)
(28)

12

sedangkan pada 7 hsa peubah yang diamati tinggi plumula, panjang radikula, jumlah akar primer dan persen penekanan pertumbuhan. Perhitungan persentase penekanan perkecambahan pada benih padi sawah dengan rumus sebagai berikut :

Sedangkan untuk perhitungan persentase penekanan pertumbuhan plumula, radikula dan akar primer sebagai berikut :

Uji Potensi Larutan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida EarlyPost

Emergence pada Gulma Padi Sawah dan Gulma Kelapa Sawit

Uji gulma fase early post emergence diawali dengan menyiapkan anakan gulma uji. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 anakan gulma. Percobaan dilakukan terhadap gulma tanaman padi yaitu: E. crus-galli, F. miliacea, L. octovalvis dan L. chinensis, sedangkan untuk gulma tanaman kelapa sawit menggunakan anakan gulma A. compressus, E. indica, C. kyllingia, dan B. alata yang dikecambahkan dalam pot yang berdiameter 5.5 cm. Penyemprotan larutan hidrolisat 4 ml dilakukan ketika gulma berusia 2 minggu. Peubah yang diamati persentase kerusakan dengan rumus sebagai berikut :

Uji Potensi Larutan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida Post

Emergence pada Gulma Padi Sawah dan Gulma Kelapa Sawit

Lokasi Pengambilan gulma uji pada tanaman padi di Sawah Baru Desa Babakan Raya Dramaga dimana gulma yang digunakan adalah L. chinensis, F. miliacea, dan L. octovalvis. Gulma di seleksi agar pertumbuhan seragam di green house, sedangkan pada gulma tanaman kelapa sawit lokasi pengambilan gulma uji di lakukan di kebun kelapa sawit Cikabayan kampus IPB Dramaga dimana gulma yang digunakan adalah A. compressus, C. kyllingia, B. alata dan A. intrusa gulma kemudian gulma di tumbuhkan di green house. Gulma diletakkan dalam wadah terpal (1 m x 6 m) yang telah berisi air dengan ketinggian 3 sampai 4 cm.

(29)

13 Nilai skoring visual sebagai berikut: 0= Tidak ada keracunan, 0-5% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal, 1= Keracunan ringan, >5-10% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal, 2= Keracunan sedang, >10-20% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal, 3= Keracunan berat, >20-50% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal, 4= Keracunan sangat berat, >50% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal hingga mengering, rontok, dan tanaman mati (Komisi Pestisida, 2000). (d). Bobot kering gulma diperoleh dengan cara memanen gulma pada 6 HSA yaitu dengan memotong gulma pada permukaan media tanam. Gulma kemudian dioven pada suhu 80 OC selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik; (e). Nilai persen kerusakan dihitung dengan mengkonversi data bobot kering (Bk) menjadi nilai persen kerusakan, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kandungan Bahan Aktif

Dari hasil analisis Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) di Lab. Kesehatan DKI Jakarta terhadap larutan hidrolisat lignoselulosa: jerami padi, sekam padi, cangkang sawit, bagase tebu, tongkol jagung, gambut saprik dan serbuk kayu diperoleh senyawa kimia hasil hidrolisis lignoselulosa (Tabel 1). Senyawa aktif yang memiliki persen area terbesar yang terkandung dalam larutan hidrolisat jerami padi yaitu: 1-(4 hydroxy-3,5 dimethoxyphenyl), ethanone sebesar 20.9%, hidrolisat sekam padi dan hidrolisat tongkol jagung yaitu 4-oxo-pentanoic acid 11.1 dan 33.2%, hidrolisat cangkang sawit yaitu phenol 16.7%, hidrolisat bagase tebu yaitu 2-methoxy, phenol 32.1%, hidrolisat gambut saprik yaitu homovanillyl alcohol 28.13%, dan pada hidrolisat serbuk kayu yaitu 2,6-dimethoxy, phenol 21%.

(30)

14

Tabel 1 Kandungan senyawa kimia larutan hidrolisat lignoselulosa berdasarkan persen area dan gugus fungsi pada konsentrasi 67 g l-1

(31)
(32)

16

Hasil pengamatan terdapat 4 gulma dominan yang berkecambah yaitu: F. miliacea,L. octovalvis, L. chinensis dan A. sessilis (Lampiran 4). Perkecambahan gulma F. miliacea lebih rendah dibandingkan kontrol pada 1 - 3 msa namun pada 2 msa perlakuan cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2 dan pada 3 msa perlakuan

jerami padi 200 g l-1 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perkecambahan gulma L. octovalvis pada 1 - 3 msa lebih rendah dari kontrol walaupun perlakuan jerami padi 200 g l-1 pada 1 msa dan semua perlakuan pada 2 – 3 msa tidak berbeda nyata

F.miliacea L.octovalvis L.chinensis A.sesilis Gulma lain

1

angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada taraf 5% .

Semua perlakuan bioherbisida pada 3 hsa dapat menghambat perkecambahan benih padi var. Ciherang (Lampiran 6). Perlakuan cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2 dan bagase tebu 200 g l-1 tetap menghambat

perkecambahan benih padi pada 4 – 6 has (Tabel 4). Berdasarkan pengamatan peubah tinggi plumula, panjang radikula dan jumlah akar primer semua perlakuan bioherbisida memberikan penekanan terhadap pertumbuhan benih padi var. Ciherang fase preemergence (Gambar 5). Sekam padi 133 g l-1 + gas SO2

memperlihatkan nilai persen penekanan terendah untuk radikula dan jumlah akar primer sedangkan jerami padi 200 g l-1 memperlihatkan nilai persen penekanan terendah untuk plumula (Tabel 5).

Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap perkecambahan benih padi var. Ciherang fase preemergence

Perlakuan Kecambah Penekanan perkecambahan (%)

2hsa 3hsa 4hsa 5hsa 6hsa 7hsa 2hsa 3hsa 4hsa 5hsa 6hsa 7hsa

(33)

17

Gambar 5 Pengaruh perlakuan terhadap perkecambahan benih padi var. Ciherang pada 6 hsa: A. jerami padi 200 g l-1; B. sekam padi 133 g l-1 + gas SO2

; C. sekam padi 150 g l-1; D. cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2; E.

bagase tebu 200 g l-1; F. kontrol.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan benih padi var. Ciherang fase preemergence

Perlakuan

Pertumbuhan Penekanan pertumbuhan (%)

Plumula

Uji pada gulma kelapa sawit

Larutan hidrolisat lignoselulosa berpotensi sebagai bioherbisida preemergence pada gulma tanaman kelapa sawit. Potensi diperlihatkan oleh tertekannya jumlah individu total gulma yang berkecambah dan nilai persen penekanan yang berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 7). Larutan hidrolisat lignoselulosa menyebabkan total individu gulma yang berkecambah lebih rendah dibandingkan kontrol pada 1 – 3 msa. Perlakuan hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 dapat menekan perkecambahan 78% pada 1 msa, 47% pada 2 msa

dan 44% pada 3 msa (Tabel 6). Kemampuan penekanan perkecambahan oleh semua perlakuan semakin melemah dengan bertambahnya waktu pengamatan dari 1 – 3 msa (Gambar 6).

A B C

D E F

A B C

(34)
(35)
(36)

20

a angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada taraf 5%.

(panjang akar diukur pada 14 hsa)

Uji pada gulma kelapa sawit

Perlakuan hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2, cangkang sawit 171

g l-1, sekam padi 200 g l-1 dan serbuk kayu 200 g l-1 berpotensi sebagai bioherbisida fase early post emergence pada gulma A. compressus, E. indica, C. kyllingia, dan B. alata berdasarkan kerusakan pada daun gulma uji dan nilai persen kerusakan (Tabel 10). Hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2 tidak

berbeda nyata pengaruhnya dengan kontrol pada semua anakan gulma. Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 menyebabkan kerusakan tertinggi pada A.

compressus. Hidrolisat sekam padi 200 g l-1 menyebabkan kerusakan tertinggi pada C. kyllingia sedangkan hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1 menyebabkan kerusakan tertinggi pada B. alata. Semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi C. kyllingia sedangkan pada B. alata perlakuan larutan hidrolisat lignoselulosa dapat menekan tinggi anakan gulma uji bahkan menyebabkan kematian (Gambar 8).

Tabel 10 Pengaruh perlakuan terhadap gulma kelapa sawit fase early post emergence

Perlakuan

(37)
(38)

22

Semua perlakuan larutan hidrolisat lignoselulosa tidak berpengaruh terhadap bobot kering gulma F. miliacea, L. octovalvis dan L. chinensis. Berdasarkan nilai persen penekanan terhadap pertumbuhan semua perlakuan larutan hidrolisat lignoselulosa dapat menekan pertumbuhan gulma L. octovalvis sedangkan pada gulma F. miliacea dan L. chinensis perlakuan tidak nyata menekan pertumbuhan gulma (Tabel 12).

angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada taraf 5% ; FIMMI: F.miliacea ; LUDOC: L.octovalvis ; LEFCH: L.chinensis (umur gulma +1 bulan)

Tabel 12 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma pada padi sawah fase post emergence

Perlakuan

Bobot kering 7 hsa (g) Penekanan pertumbuhan (%) ---Gulma---

aangka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada taraf 5% ;

FIMMI: F.miliacea ; LUDOC: L.octovalvis ; LEFCH: L.chinensis

Uji pada gulma kelapa sawit

Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2, cangkang sawit 171 g l-1,

sekam padi 200 g l-1 dan serbuk kayu 200 g l-1 berpotensi sebagai bioherbisida post emergence berdasarkan jumlah daun rusak dan nilai skor kerusakan yang lebih tinggi dari kontrol. Hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2

(39)
(40)

24

Tabel 14 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma pada kelapa sawit fase post emergence

aangka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada taraf 5%;

AXOCO : A. compressus; CYPKY: C.kyllingia; ASYN: A.intrusa

Pembahasan

Kandungan Senyawa Fenolat

Proses pembuatan larutan hidrolisat limbah lignoselulosa dari jerami padi, sekam padi, cangkang sawit, bagase tebu, tongkol jagung, gambut saprik dan serbuk kayu menggunakan tabung reaktor vakum udara pada suhu 280 0C selama 30 menit dapat mendegradasikan lignin dalam waktu kurang dari 2 jam sehingga diperoleh informasi senyawa kimia yang dapat diindentifikasi dengan nilai equal

diatas ≥70% sebanyak 91 senyawa kimia dengan gugus fungsi fenol, asam

karboksilat, keton, dan aldehida yang terdapat hampir di setiap larutan hidrolisat (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Stevenson (1994) yang menyatakan selulosa dan hemiselulosa akan terdegradasi menjadi asam karboksilat sedangkan lignin menghasilkan asam fenolat.

Degradasi lignoselulosa secara enzimatis membutuhkan waktu yang cukup lama dan mikroorganisme spesifik. Menurut syakir (2005) pengomposan limbah sagu selama 1 – 2 bulan mengakibatkan peningkatan konsentrasi senyawa fenolat dengan diikuti oleh penurunan kandungan lignin pada limbah sagu dan efektif mengendalikan gulma pada tanaman lada. Hasil penelitian Yan et al. (2014) menyatakan hidrolisis tongkol jagung menggunakan air dan SO2 pada suhu 190 O

C selama 30 menit lebih efisien dari hanya menggunakan air pada suhu yang sama untuk menghasilkan senyawa xilosa, glukosa dan arabinose, peningkatan suhu dan konsentrasi SO2 akan mengakibatkan glukosa terdegradasi menjadi

senyawa furfural, hydroxymethylfurfural (HMF), asam levulinat (LA) dan senyawa yang bersifat racun. Menurut Sjostrom (1995) lignin terdegradasi menjadi senyawa fenolat dengan hidrolisis dengan suhu tinggi 280 – 500 0C. Lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan senyawa fenolat secara enzimatis memperlihatkan bahwa hidrolisis menggunakan suhu tinggi bertekanan dan gas SO2 lebih cepat dalam menghasilkan senyawa fenolat. Dalam penelitian

(41)

25

Potensi Larutan Hidrolisat Limbah Lignoselulosa Sebagai Bioherbisida Fase

Preemergence

Semua larutan hidrolisat berpotensi sebagai bioherbisida preemergence yang ditunjukkan dengan rendahnya individu gulma total yang berkecambah dan nilai persen penekanan yang tinggi dibandingkan kontrol. Uji larutan hidrolisat lignoselulosa pada gulma tanaman padi menunjukkan persen penekanan tertinggi pada 1 msa disebabkan oleh hidrolisat bagase tebu 200 g l-1 sedangkan pada 2 – 3 msa persen penekanan tertinggi disebabkan oleh hidrolisat sekam padi 150 g l-1 (Tabel 2) sedangkan pada gulma tanaman kelapa sawit perlakuan hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 menyebabkan persen penekanan tertinggi pada

1 - 3 msa (Tabel 6). Larutan hidrolisat sekam padi, bagase tebu dan tongkol jagung mengandung senyawa phenol dengan nilai persen area yang berbeda-beda. Senyawa phenol,2-methoxy merupakan senyawa fenolat yang paling dominan dibandingkan senyawa fenolat yang lain pada hidrolisat sekam padi dengan persen area sebesar 8.56% pada hidrolisat bagase tebu 32.11% sedangkan pada larutan hidrolisat tongkol jagung senyawa 2,6-dimethoxy, phenol sebesar 5.9% (Tabel 1).

Berdasarkan spesies gulma yang berkecambah larutan hidrolisat dapat menekan perkecambahan gulma pada tanaman padi yaitu: F. miliacea dan L. octovalvis sedangkan pada perkecambahan gulma L. chinensis, A. sesilis dan gulma yang lain pengaruh perlakuan tidak nyata (Tabel 3). Larutan hidrolisat juga menghambat perkecambahan gulma pada kelapa sawit yaitu: A. compressus dan P. conjugatum sedangkan pada gulma B. alata dan gulma yang lain pengaruh perlakuan tidak nyata (Tabel 7). Perlakuan hidrolisat lignoselulosa pada uji gulma tanaman padi dapat menghambat perkecambahan benih padi var. Ciherang yang ditunjukkan dengan terhambatnya waktu perkecambahan dan tingginya nilai persen penekanan (Tabel 4). Perlakuan hidrolisat cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2 dan bagase tebu 200 g l-1 dapat menghambat pertumbuhan benih padi yang

diperlihatkan oleh tinggi plumula, panjang radikula dan jumlah akar primer yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 5). Terhambatnya waktu perkecambahan gulma dan perkecambahan benih padi akibat senyawa alelokimia juga dibuktikan oleh Senjaya dan Surakusumah (2007) senyawa alelokimia dari daun pinus selain dapat menghambat perkecambahan gulma Echinohloa colonum dan Amaranthus viridis pada konsentrasi tertentu dapat menghambat perkecambahan benih padi.

Perlakuan sekam padi 133 g l-1 + gas SO2 merupakan perlakuan yang paling

(42)

26

Berdasarkan pengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih padi var. Ciherang perlakuan larutan hidrolisat lignoselulosa jerami padi, sekam padi, cangkang sawit dan bagase tebu tidak dianjurkan untuk dilakukan bersamaan dengan sistem budidaya tanam benih langsung (tabela). Semua perlakuan larutan hidrolisat lignoselulosa tersebut dapat dilakukan dengan sistem tabela dengan memperhatikan rentang waktu aplikasi penyemprotan dan waktu tanam benih padi var. Ciherang untuk mengurangi penghambat perkecambahan dan pertumbuhan benih padi akibat aplikasi perlakuan larutan hidrolisat lignoselulosa. Dalam budidaya tanaman kelapa sawit aplikasi bioherbisida fase preemergence tidak akan terlalu berpengaruh karena bibit kelapa sawit ditanam dilahan setelah berumur + 1 tahun.

Potensi Larutan Hidrolisat Limbah Lignoselulosa Sebagai Bioherbisida Fase

Early Post Emergence

Semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioherbisida early post emergence terhadap anakan gulma F. miliacea, L. octovalvis, L. chinensis, dan E. crus-galli (Tabel 8). Perlakuan hidrolisat jerami padi 200 g l-1 menyebabkan persen kerusakan tertinggi pada gulma F. miliacea, L. octovalvis,dan L. chinensis sedangkan sekam padi 150 g l-1 menyebabkan persen kerusakan tertinggi terhadap gulma E. crus-galli. Pengujian terhadap gulma pada kelapa sawit memperlihatkan kerusakan daun dan nilai persen kerusakan yang disebabkan oleh hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2 tidak berbeda nyata

dengan kontrol, sedangkan perlakuan yang lain berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioherbisida fase early post emergence terhadap anakan gulma A. compressur, E. indica, C. kyllingia dan B. alata (Tabel 10). Perlakuan hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 menyebabkan persen kerusakan tertinggi

terhadap gulma A. compressus, hidrolisat sekam padi 200 g l-1 menyebabkan persen kerusakan tertinggi terhadap gulma C. kyllingia, perlakuan hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1 menyebabkan persen kerusakan tertinggi terhadap gulma B. alata sedangkan pada gulma E. indica semua perlakuan menyebabkan nilai persen kerusakan yang sama besar kecuali perlakuan gambut saprik 100 g l-1+ gas SO2

(43)

27 Calopogonium mucunoides selain menghambat perkecambahan juga menyebabkan kematian anakan gulma Asystasia gangetica.

Pengujian pada bibit padi var. Ciherang fase early post emergence memperlihatkan semua perlakuan tidak nyata pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit padi. Kerusakan pada daun hanya berupa klorosis tanpa adanya bercak-bercak terbakar baik pada daun bibit padi yang disemprot hidrolisat lignoselulosa maupun perlakuan kontrol (Lampiran 9). Tidak adanya kerusakan berupa bercak-bercak terbakar pada daun bibit padi var. Ciherang dimungkinkan karena var. Ciherang toleran terhadap senyawa fenolat yang terkandung dalam larutan hidrolisat lignoselulosa. Hal ini dibenarkan oleh Haryoko et al. (2012) varietas Cibogo, Ciherang, dan Cisokan merupakan beberapa varietas padi yang toleran terhadap cekaman sawah gambut, berdasarkan nilai stress tolerance index (STI).

Potensi Larutan Hidrolisat Limbah Lignoselulosa Sebagai Bioherbisida Fase

Post Emergence

Larutan hidrolisat lignoselulosa hanya berpotensi sebagai bioherbisida post emergence selama 1 – 6 hsa, dilihat dari kerusakan daun dan nilai skor kerusakan pada gulma tanaman padi antara lain: F. miliacea, L. octovalvis, dan L. chinensis. Gulma F. miliacea memperlihatkan perlakuan hidrolisat jerami padi 200 g l-1, sekam padi 150 g l-1, dan cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2 dapat memacu

peningkatan tinggi gulma walaupun hanya perlakuan sekam padi 150 g l-1 yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 11). Pengujian pada gulma tanaman kelapa sawit yaitu A. compressus, A. intrusa, dan B. alata memperlihatkan perlakuan hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2 mengakibatkan jumlah daun rusak

dan nilai skor kerusakan tidak berbeda nyata dengan kontrol sedangkan pada gulma C. kyllingia berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 13). Menurut Wijaya dan Syawal (2011) senyawa alelokimia dari umbi C. rotundus pada konsentrasi yang tepat dapat memacu pertumbuhan dan hasil tanaman jagung begitu juga sebaliknya dapat menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.

Semua perlakuan tidak nyata mempengaruhi bobot kering gulma namun berdasarkan nilai persen penekanan pertumbuhan semua perlakuan dapat menekan bobot kering gulma L. octovalvis (Tabel 12) dan nilai persen penekanan pertumbuhan gulma A. intrusa (Tabel 14). Perlakuan hidrolisat cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2 dan sekam padi 133 g l-1 + gas SO2 memperlihatkan nilai

(44)

28

penambahan daun baru dan peningkatan tinggi gulma uji pada pengamatan 5 hsa hal ini memperlihatkan bahwa larutan hidrolisat dengan konsentrasi tersebut menyebabkan kerusakan hanya 1 msa dan tidak dapat menekan pertumbuhan gulma uji fase post emergence.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hidrolisis limbah lignoselulosa menggunakan reaktor vakum udara pada suhu 280 0C selama 30 menit menghasilkan sedikitnya 25 senyawa bergugus fungsi fenol dari 91 senyawa kimia.

2. Hidrolisat limbah lignoselulosa berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioherbisida preemergence. Perlakuan bagase tebu 200 g l-1 memperlihatkan nilai penekanan perkecambahan gulma pada padi sawah tertinggi pada 1 msa dan sekam padi 150 g l-1 pada 2 – 3 msa sedangkan perlakuan sekam padi 133 g l-1 + gas SO2 memperlihatkan nilai persen penekanan

perkecambahan dan pertumbuhan benih padi var. Ciherang yang terkecil. Perlakuan tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 memperlihatkan nilai persen

penekanan perkecambahan tertinggi dari 1 – 3 msa pada uji gulma tanaman kelapa sawit.

3. Hidrolisat limbah lignoselulosa berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioherbisida early post emergence karena tidak mempengaruhi pertumbuhan bibit padi var. Ciherang. Hidrolisat jerami padi 200 g l-1 menyebabkan persen kerusakan tertinggi terhadap gulma F. miliacea, L. octovalvis dan L. chinensis. Pengujian pada gulma tanaman kelapa sawit memperlihatkan nilai persen kerusakan tertinggi pada gulma A. compressus, dan E. indica disebabkan oleh hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2, pada gulma C.

kyllingia disebabkan oleh hidrolisat sekam padi 200 g l-1 sedangkan gulma B. alata disebabkan oleh hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1.

4. Kerusakan akibat larutan hidrolisat lignoselulosa pada daun gulma uji fase early post emergence dan post emergence menyerupai herbisida kontak dimana proses kelayuan daun terjadi dalam waktu yang relatif cepat dan pada daun terdapat bercak-bercak seperti terbakar bahkan dapat menyebabkan kematian gulma uji.

Saran

1. Perlunya dilakukan analisis lebih lanjut terhadap senyawa turunan fenolat maupun senyawa lain yang berpotensi sebagai bioherbisida.

(45)

29

DAFTAR PUSTAKA

Abbas A, Ansumali S. 2010. Global potential of rice husk as a renewable feedstock for ethanol biofuel production. Bioenerg Res. 3:328-340.

Agusta H, Ning APJ, Sulistiyono E. 2002. Kelayakan kualitas air di kawasan sungai lahan hulu Kabupaten Tanjung Jabung Propinsi Jambi untuk Irigasi. Pros. Seminar Perhimpunan Agronomi Indonesia, 29-30 Oktober 2002. Bogor.

Berendji S, Asghari JB, Matin AA. 2008. Allelopati potensial of rice (Oryza sativa) varieties on seedling growth of barnyardgrass (Echinochloa crus-galli). J Plant Interact. 3(3): 175-180.

Chaniago I. 2008. Potensi allelokimia Padi (Oryza sativa L.) dalam menekan perkecambahan gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. (Kajian pembelahan sel). J Jerami. 1(1):13-17.

Chung IM, Kim KH, Ahn JK, Chun SC, Kim CS, Kim JT, Kim SH. 2002. Screening of allelochemicals on barnyardgrass (Echinochloa crus-galli) and identification of potentially allelopathic compounds from rice (Oryza sativa) variety hull extracts. Crop Prot J. 21:913-920.

Delsi Y. 2012. Studi potensi alelopati teki (Cyperus rotundus L) sebagai Bioherbisida untuk pengendalian gulma berdaun lebar [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dilipkumar M, Chuah TS. 2013. Allelopathic effects of sunflower leaf extract and selected pre-emergence herbicides on barnyardgrass. J. Trop. Agric. and Fd.Sc. 41(2): 309-318.

Einhellig FA. 1995. Allelopathy: Current Status and Future Goals. Chapter 1. Editor: Inderjit KMM, Dakshini K, Einhellig FA. 1995. Acs Symposium Series: Allelopathy Organism, Processes and Aplications. Washington DC : American Chemical Society. 24 hlm.

El-Rokiek KG, El-Din SAS, Sharara FAS. 2010. Allelopathic behavior of Cyperus rotundus L. on both Chorchorus olitorius (broad leaved weed) and Echinochloa crus-galli (grassy weed) assosiated with soybean. J. Plant Protect Res. 50:274-279.

Guntoro D, Chozin MA, Santoso E, Tjitrosemito S, Burhan AH. 2009. Kompetisi antara ekotipe Echinochloa crus-galli pada beberapa tingkat populasi dengan padi sawah. J Agron Indonesia. 37(3):202-208.

Haryoko W, Kasli, Suliansyah I, Syarif A, Prasetyo TB. 2012. Toleransi beberapa varietas padi pada sawah gambut berkorelasi dengan kandungan asam fenolat. J Agron Indonesia. 40(2): 112-118.

Herawati DA, Wibawa AA. 2010. Pengaruh pretreatment jerami padi pada produksi biogas dari jerami dan sampah sayur sawi hijau secara batch. J Rek Pros. 4(1): 25-29.

Hermiati E, Mangunwidjaja D, Sunarti TC, Suparno O, Prasetya B. 2010. Pemanfaatan biomassa lignoselulosa ampas tebu untuk produksi bioetanol. J Lit Pertanian. 29(4):121-130.

(46)

30

Junaedi A. Chun SG. Lee CB. Chung IM, Kim KH. 2006. Rice allelopathic potential of recombinant inbred lines in Nongan / Sathi cross. Korean J Crop Science 50 supp. 2:260-261.

[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia (ID). 2014. Data produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun 2013.[Internet].[diunduh 2014 Agustus 31].Tersedia pada: http//www.deptan .go.id/aplikasi pertanian 2014.

Khaliq A, Matloob A, Tanveer A, Abbas RN, Khan MB. 2012. Bio-herbicidal properties of sorgum and sunflower aqueous extracts against germination and seedling growth of dragon spurge (Euphorbia dracunculoides Lam.). Pak J Weed Sci Res. 18(2): 137-148.

Kim S, Dale BE. 2004. Global potential bioethanol production from wasted crops and crop residues. J Biomass Bioenerg. 26:361-375.

Kropff MJ, Moody K. 1992. Weed Impact on Rice and other Tropical Crops. Proceeding of the first International Weed Control Congress. Vol. I. Invited paper. 17-21 February 1992. Monash University Melbourne, Australia. Komisi Pestisida. 2000. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Departemen

Pertanian. Koperasi Daya Guna. Jakarta. 277 hlm.

Kurniati E. 2008. Pemanfaatan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif. J P Ilmu Teknik. 8(2):96-103.

Lim M, Wirtanto E, Masyithah Z. 2012. Kajian karakteristik dan pengaruh nisbah pereaksi, pH awal reaksi dan suhu reaksi terhadap berat rendemen natrium lignosulfonat. J Tekn Kim USU. 1(1):38-44

Makoi JHJR, Ndakidami PA. 2007. Biological ecological and agronomic significance of plant phenolic compounds in rhizosphere of biotechnology. 6(12): 1358-136.

Marwat KB, Muhammad AK, Nawaz A, Amin A. 2008. Parthenium hysterophorus L. a potensial source of bioherbicide. Pak. J. Bot. 40: 1933-1942. 2005. Features of promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomass. Bioresour Technol. 96: 673-686.

(47)

31 Pujisiswanto H. 2012. Pengaruh fermentasi limbah cair pulp kakao terhadap tingkat keracunan dan pertumbuhan beberapa gulma berdaun lebar. J P Terapan. 12(1): 13-19.

Oudejans JH. 1991. Agro Pesticides: Properties and Function in intergrated Crop Protection. United Nations. Bangkok. 329 p.

Rice EL. 1995. Biological Control of Weeds and Plant Diseases Advances in Applied Allelopathy. Norman: Univ of Oklahoma Pr. 439 p.

Richana N, Irawadi TT, Nur MA, Sailah I, Syamsu K, Arkenan Y. 2007. Ekstraksi xilan dari tongkol jagung. J Pascapanen. 4(1): 38-43.

Riyanti EI.2009. Biomassa sebagai bahan baku bioetanol. J Lit. Pertanian. 28(3):101-110.

Saha BC. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in Biotechnology. US Government Work. American Chemical Society. 2-14.

Samsuri M, Gozan M, Mardias R, Baiquni M, Hermansyah H, Wijanarko A, Prasetya B, Nasikin M. 2007. Pemanfaatan sellulosa bagas untuk produksi ethanol melalui sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan enzim xylanase. J Makara Teknol. 11(1):17-24.

Senjaya YA, Surakusumah W. 2007. Potensi ekstrak daun pinus (pinus merkusii Jung. et de Vriese) sebagai bioherbisida penghambat perkecambahan Echinochloa colonum L. dan Amaranthus viridis.J Perennial. 4 (1): 1-5. Sihombing A, Fatonah S, Silviana F. 2012. Pengaruh alelopati Calopogonium

mucunoides Desv. terhadap perkecambahan dan pertumbuhan anakan gulma Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. Biospecies. 5(2): 5-11.

Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan penggunaan edisi kedua diterjemahkan oleh Sastrohamidjojo H. Terjemahan dari: Wood chemistry, fundamentals and application second edition. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 390 hal.

Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry, Genesis, Composition, and Reaction. A. Wiley-Interscience Publ. John Wiley and Sons. 2nd ed. New York-Chi-chest-Brisbane Toronto- Singapore. 496 p.

Syakir M. 2005. Potensi limbah sagu sebagai amelioran dan herbisida nabati pada tanaman lada perdu [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor .

Syakir M, Bintoro MH, Agusta H, Hermanto. 2008. Pemanfaatan limbah sagu sebagai pengedalian gulma pada lada perdu. J Litri. 14:107-112.

Tsusuki K, Kondo R. 1995. Lignin derived phenolic compounds in different type of peat profiles in Hokkaido, Japan. Soil Sci. Plant Nutr. 41 (3): 515-527. Tjitrosoedirdjo S, Utomo IH, Wiroatmodjo J. 1984. Pengelolaan gulma di

perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 210 hal.

Wijaya E, Syawal Y. 2011. Efek takaran dan waktu pemberian ekstrak umbi teki (Cyperus rotundus L.) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata sturt). M. I. Sriwijaya. XIX(12):725-729. Yan J, Hou Y, Ren S, Niu M, Wu W. 2014. Two-step treatment of corn cob in

(48)

32

Lampiran 1 Produksi tanaman pangan dan perkebunan Indonesia pada Tahun 2012 (ton)

(49)

33 Lampiran 2 Kandungan senyawa kimia larutan hidrolisat lignoselulosa berdasarkan persen area dan gugus fungsi pada konsentrasi 67 g l-1

(50)

34

Lampiran 2 Lanjutan

*

dominan (hasil analisis GC-MS dengan equal≥70%)

(51)

35 Lampiran 3 Grafik waktu retensi (menit) larutan hidrolisat lignoselulosa hasil

analisis Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) A. Grafik waktu retensi (menit) hidrolisat jerami padi

(52)

36

C. Grafik waktu retensi (menit) hidrolisat cangkang sawit

Gambar

Tabel 1 Kandungan senyawa kimia larutan hidrolisat lignoselulosa berdasarkan persen area dan gugus fungsi pada konsentrasi 67 g l-1
Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah spesies gulma pada tanaman padi
Gambar 5  Pengaruh perlakuan terhadap perkecambahan benih padi var. Ciherang
Tabel 10 Pengaruh perlakuan terhadap gulma kelapa sawit fase early post
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung yang fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium

3 Hasil pengukuran sebaran kalor pada bagian bawah panci berbahan sekam padi dan cangkang kelapa sawit pada pendidihan 1 liter air dengan 3 diameter ujung bawah kerucut yang berbeda

Kesimpulan penelitian adalah pemberian ransum diantara ketiga perlakuan yaitu pemberian ransum pelepah daun kelapa sawit fermentasi, jerami padi fermentasi dan jerami

Pemanfaatan Ampas Tebu, Sabut Kelapa dan Cangkang Sawit sebagai Karbon Aktif untuk Adsorben pada Pengolahan Limbah POME.. ( Palm Oil Mill

3 Hasil pengukuran sebaran kalor pada bagian bawah panci berbahan sekam padi dan cangkang kelapa sawit pada pendidihan 1 liter air dengan 3 diameter ujung bawah kerucut yang berbeda

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Kualitas biobriket yang dihasilkan dari campuran tempurung kelapa, tongkol jagung dan sekam padi

Tujuan penelitian ini adalah Mendapatkan alternatif bahan dasar bioherbisida pra tumbuh dengan menggunakan gulma Saliara (Lantana camara), mengetahui

Terjadinya dominansi gulma Ludwigia octovalvis pada mulsa jerami padi, sekam padi dan mulsa plastik terhadap jenis gulma lainnya dikarenakan gulma tersebut dapat