• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Pakan Berbasis Pelepah Daun Kelapa Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Dengan Phanerochaete chrysosporium Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Pakan Berbasis Pelepah Daun Kelapa Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Dengan Phanerochaete chrysosporium Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PAKAN BERBASIS PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT, JERAMI PADI DAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI

DENGAN Phanerochaete chrysosporium TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

YUNIKA HARAHAP 020306034

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI PAKAN BERBASIS PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT, JERAMI PADI DAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI

DENGAN Phanerochaete chrysosporium TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

SKRIPSI

O L E H

YUNIKA HARAHAP 020306034

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

UJI PAKAN BERBASIS PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT, JERAMI PADI DAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI

DENGAN Phanerochaete chrysosporium TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

SKRIPSI

Oleh:

YUNIKA HARAHAP 020306034/PRODUKSI TERNAK

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Ujian Sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul Penelitian : Uji pakan berbasis pelepah daun kelapa sawit, jerami

padi dan jerami jagung fermentasi dengan

Phanerochaete chrysosporium terhadap pertumbuhan

sapi Peranakan Ongole.

Nama : Yunika Harahap

NIM : 020306034

Departemen : Peternakan Program Studi : Produksi Ternak

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS) (Ir. Sayed Umar, MP.)

Ketua Anggota

Mengetahui :

(Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP). Ketua Departemen Peternakan

(5)

ABSTRACT

Yunika Harahap, 2008. “The test of feed based on oil palm frond, paddy

straw and maize stalks fermented using Phanerochaete chrysosoporium towards growth of ongole cross-breed”. Under advices of Prof Dr. Ir. Hasnudi, MS as supervisor and Ir. Sayed Umar, MP as co supervisor.

The experiment was conducted in PTPN IV, Laras oil palm plantation, Distric of Bandar Huluan, Sub-Province of Simalungun during three months. The research was started since 27th August until 20th November 2007.

The purpose of experiment was to observe the effect of usage oil palm frond, paddy straw and maize stalks fermented with

Phanerochaete chrysosporium towards growth of ongole cross-breed.

The experiment design was using completely randomized design (CRD) by three treatments and six replications. Each replication consist of three ongole

cross-breed. The treatments are P1 = fermented oil palm frond feed, P2 = fermented paddy straw feed and P3 = fermented maize stalks feed.

The result of research shows that average feed intake is 48.854 g/head/week, where as the highest average intake is in P2 treatment as

51.536 g/head/week and the lowest is in P1 treatment as 47.323 g/head/week,

respectively ; average daily gain is 0,4 kg/head/day, where as the highest is in P1 tretment as 0,45 kg/head/day and the lowest is in P3 treatment as 0,37

kg/head/day, respectively ; average feed conversion ratio is 20,45 where as the highest average feed conversion ratio is in P2 treatment as 24,45 and the lowest is in P1 treatment as 17,15.

The result of anova shows that application of feed based on oil palm frond, paddy straw and maize stalks fermented using Phanerochaete chrysosoporium towards growth of ongole cross-breed is giving significant effect towards average feed intake and giving in signifiscant effect towards daily gain and average feed conversion ratio.

(6)

ABSTRAK

Yunika Harahap, 2008. “Uji Pakan Berbasis Pelepah Daun Kelapa Sawit,

Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chysosporium

Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole”. Dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sayed Umar, MP sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilaksanakan di PTPN IV Kebun Laras, Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Selama 3 bulan. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 27 Agustus sampai dengan bulan 20 November 2007.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung yang fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap pertumbuhan sapi peranakan ongole (PO).

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 3

ekor sapi peranakan ongole. Perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut P1 = Ransum pelepah daun kelapa sawit fermentasi, P2 = Ransum jerami padi

fermentasi dan P3 = Ransum jerami jagung fermentasi.

Dari hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi ransum sebesar 48.854 g/ekor/minggu dimana rataan konsumsi tertinggi terdapat pada perlakuan

P2 sebesar 51.536,49 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 47.323 g/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh sebesar 0,4 kg/ekor/hari, dimana rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 0,45 kg/ekor/hari dan terendah pada perlakuan P3 sebesar 0,34 kg/ekor/hari. Rataan konversi ransum yang diperoleh adalah 20,45 dimana rataan konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan P2 sebesar 24,45 dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 17,15.

Dari hasil uji keragaman, menunjukkan bahwa pemberian pakan berbasis pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi dengan

Phanerochaete chrysosporium memberikan pengaruh yang nyata terhadap

konsumsi ransum dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

(7)

RIWAYAT HIDUP

YUNIKA HARAHAP, lahir tanggal 8 Juni 1984 di Mayang, Sumatera Utara.

Anak kedua dari empat bersaudara, putri dari Bapak Ir. Chairul Anwar dan Ibu

Ratna Dewi Lubis.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis sampai saat ini :

1. Tahun 1990 memasuki SD Impres 064037 Medan dan lulus tahun 1996.

2. Tahun 1996 memasuki SLTP Negeri 27 Medan dan lulus tahun 1999.

3. Tahun 1999 memasuki SMU Negeri 7 Medan dan lulus tahun 2002.

4. Tahun 2002 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara Medan

melalui jalur SPMB di Fakultas Pertanian Departemen Peternakan.

Kegiatan yang pernah diikuti selama kuliah :

Pada bulan Juni 2006 melaksanakan praktek kerja lapangan di PTPN IV

Kebun Dolok Ilir, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara.

Pada bulan Agustus 2007 melaksanakan penelitian di PTPN IV Kebun Laras,

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt karena dengan rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

berjudul “ Uji Ransum Berbasis Pelepah Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami

Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS dan Bapak Ir. Sayed Umar, MP. sebagai ketua

dan anggota pembimbing, atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada

penulis sejak dimulai hingga menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penulis

juga mengucapkan banyak terima kasih kepada orangtua dan keluarga besar

penulis yang telah memberikan banyak dukungan dana dan moril serta pada

teman-teman yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.Wassalam dan terima kasih.

Medan, 30 Desember 2008

(9)

DAFTAR ISI

Pertumbuhan Ternak Sapi ... ...5

Sistem Pencernaaan Ternak Ruminansia ... ...8

Pakan Sapi ... ...9

Pakan Dari Limbah Perkebunan ... ..11

Pelepah Daun Sawit ... ..11

Lumpur Sawit... ..12

Bungkil Inti Sawit ... ..13

Molases ... ..15

Pakan Berbasis Limbah Pertanian ... ..15

Jerami Padi... ..15

Jerami Jagung... ..17

Onggok ... ..17

Dedak Padi ... ..18

Bahan Pakan Pelengkap ... ..19

Urea ... ..19

Pertambahan Bobot Badan ... ..24

Konversi Ransum ... ..24

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... ..26

(10)

Bahan ... ..26

Alat ... ..26

Metode Penelitian ... ..27

Rancangan Penelitian ... ..27

Parameter Penelitian ... ..29

Prosedur Penelitian ... ..29

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... ..32

Konsumsi Ransum ... ..32

Pertambahan Bobot Badan ... ..32

Konversi Ransum ... ..33

Pembahasan ... ..35

Konsumsi Ransum ... ..35

Pertambahan Bobot Badan ... ..36

Konversi Ransum ... ..38

Rekapitulasi hasil penelitian ... ..40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ..41

Saran ... ..41

(11)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 11

2. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit... 12

3. Kandungan nilai gizi lumpur sawit ... 13

4. Kandungan nilai gizi BIS ... 14

5. Kandungan nilai gizi molases ... 15

6. Kandungan nilai gizi jerami padi ... 16

7. Kandungan nilai gizi jerami jagung ... 17

8. Kandungan nilai gizi onggok ... 18

9. Kandungan nilai gizi dedak padi ... 18

10. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral ... 20

11. Formulasi pakan... 30

12. Rataan konsumsi pakan sapi Peranakan Ongole (g/ekor/minggu) ... 32

13. Rataan pertambahan bobot badan sapi Peranakan Ongole (kg/ekor/hari) ... 33

14. Rataan konversi pakan sapi Peranakan Ongole ... 33

15. Analisis keragaman konsumsi pakan sapi Peranakan Ongole ... 35

16. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) untuk konsumsi pakan ... 36

17. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi Peranakan Ongole ... 37

18. Analisis keragaman konversi pakan sapi Peranakan Ongole ... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Perbanyakan dan pembiakkan Phanerochaete chrysosporium ... 45

2. Pembiakkan Phanerochaete chrysosporium pada inokulasi BIS ... 46

3. Cara fermentasi bahan ... 47

4. Pakan berbasis pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium ... 48

5. Pakan berbasis jerami padi fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium ... 49

6. Pakan berbasis jerami jagung fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium ... 50

7. Data total konsumsi pakan ... 51

8. Data total kenaikan bobot badan... 52

9. Data konversi pakan ... 53

10. Daftar hasil analisa bahan... 54

11. Daftar hasil analisa energi bahan ... 56

(14)

ABSTRACT

Yunika Harahap, 2008. “The test of feed based on oil palm frond, paddy

straw and maize stalks fermented using Phanerochaete chrysosoporium towards growth of ongole cross-breed”. Under advices of Prof Dr. Ir. Hasnudi, MS as supervisor and Ir. Sayed Umar, MP as co supervisor.

The experiment was conducted in PTPN IV, Laras oil palm plantation, Distric of Bandar Huluan, Sub-Province of Simalungun during three months. The research was started since 27th August until 20th November 2007.

The purpose of experiment was to observe the effect of usage oil palm frond, paddy straw and maize stalks fermented with

Phanerochaete chrysosporium towards growth of ongole cross-breed.

The experiment design was using completely randomized design (CRD) by three treatments and six replications. Each replication consist of three ongole

cross-breed. The treatments are P1 = fermented oil palm frond feed, P2 = fermented paddy straw feed and P3 = fermented maize stalks feed.

The result of research shows that average feed intake is 48.854 g/head/week, where as the highest average intake is in P2 treatment as

51.536 g/head/week and the lowest is in P1 treatment as 47.323 g/head/week,

respectively ; average daily gain is 0,4 kg/head/day, where as the highest is in P1 tretment as 0,45 kg/head/day and the lowest is in P3 treatment as 0,37

kg/head/day, respectively ; average feed conversion ratio is 20,45 where as the highest average feed conversion ratio is in P2 treatment as 24,45 and the lowest is in P1 treatment as 17,15.

The result of anova shows that application of feed based on oil palm frond, paddy straw and maize stalks fermented using Phanerochaete chrysosoporium towards growth of ongole cross-breed is giving significant effect towards average feed intake and giving in signifiscant effect towards daily gain and average feed conversion ratio.

(15)

ABSTRAK

Yunika Harahap, 2008. “Uji Pakan Berbasis Pelepah Daun Kelapa Sawit,

Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chysosporium

Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole”. Dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sayed Umar, MP sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilaksanakan di PTPN IV Kebun Laras, Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Selama 3 bulan. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 27 Agustus sampai dengan bulan 20 November 2007.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung yang fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap pertumbuhan sapi peranakan ongole (PO).

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 3

ekor sapi peranakan ongole. Perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut P1 = Ransum pelepah daun kelapa sawit fermentasi, P2 = Ransum jerami padi

fermentasi dan P3 = Ransum jerami jagung fermentasi.

Dari hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi ransum sebesar 48.854 g/ekor/minggu dimana rataan konsumsi tertinggi terdapat pada perlakuan

P2 sebesar 51.536,49 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 47.323 g/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh sebesar 0,4 kg/ekor/hari, dimana rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 0,45 kg/ekor/hari dan terendah pada perlakuan P3 sebesar 0,34 kg/ekor/hari. Rataan konversi ransum yang diperoleh adalah 20,45 dimana rataan konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan P2 sebesar 24,45 dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 17,15.

Dari hasil uji keragaman, menunjukkan bahwa pemberian pakan berbasis pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi dengan

Phanerochaete chrysosporium memberikan pengaruh yang nyata terhadap

konsumsi ransum dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

sektor pertanian, dimana sektor pertanian memiliki nilai strategis dalam

memenuhi kebutuhan pakan yang terus meningkat atas bertambahnya jumlah

penduduk indonesia, dan peningkatan rata-rata pendapatan penduduk indonesia

dan taraf hidup petani dan nelayan (Tanari, 2001).

Selain dengan pemberian rumput segar pada ternak ruminansia juga dapat

diberi konsentrat sebagai bahan pakan tambahan untuk meningkatkan produksi.

Konsentrat dapat dibuat dari berbagai bahan pakan tambahan yang mengandung

nilai gizi yang dibutuhkan oleh ternak, jumlahnya banyak tersedia, harganya

murah dan nilai gizinya baik. Hasil samping perkebunan merupakan bahan pakan

yang berpotensi untuk dimanfaatkan karena jumlahnya yang melimpah, harga

murah dan nilai gizinya baik.

Pemberian rumput segar pada sapi akan menjadi suatu kendala apabila

suatu peternakan itu berada di pinggiran kota atau berada di daerah yang populasi

sapi didaerah tersebut sudah mencapai level maksimum. Contoh kasus didaerah

Kebun Dolok Ilir dimana populasi didaerah perkebunan kelapa sawit sudah

mencapai level yang membahayakan bagi kebun ataupun ternak itu sendiri.

Dimana populasi sapi dalam satu kebun ± 12.000 Ha mencapai 120.000 ekor,

dimana dalam lahan kosong, setiap 1 Ha hanya bisa menampung 4 ekor sapi. Hal

ini menjadi suatu kendala bagi ternak dikarenakan over grazing sehingga ternak

(17)

sawit menjadi pakan sapi merupakan suatu tindakan yang bisa diambil dimana

terjadi simbiosis mutualisme antara ternak dan kebun tersebut. Kebun dapat

menggunakan kotoran sapi dan peternak dapat menggunakan pelepah daun kelapa

sawit sebagai pakan sapi.

Menurut Prayitno dan Darmoko (1994), pelepah daun kelapa sawit

merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit dimana keberadaannya cukup

melimpah sepanjang tahun di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Dilihat dari

kandungan protein kasar, pelepah daun kelapa sawit setara dengan mutu hijauan,

sedangkan menurut Devendra (1990) menyatakan bahwa jumlah pemangkasan

pelepah daun kelapa sawit per hektar 8.880 kg. Sementara jumlah pemangkasan

pelepah daun kelapa sawit/bulan/hektar pada bahan kering adalah 3.108 kg.

Salah satu upaya untuk menyediakan pakan yang cukup bagi ternak adalah

memanfaatkan seoptimal mungkin lahan, produk samping serta komoditi

perkebunan dan pertanian, baik dengan pola integrasi maupun dengan

diversifikasi. Usaha ini sekaligus dapat memberi nilai tambah bagi perkebunan,

petani dan peternak. Perkebunan kelapa sawit sangat berpotensi untuk

mengembangkan seluruh hewan ternak ruminansia khususnya sapi. Perkebunan

kelapa sawit merupakan tanaman yang cepat berkembang pesat di Asia Tenggara,

termasuk Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai

4.686.000 Ha dengan produksi tandan buah segar 5.456.700 ton pada tahun 2004

( Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 ). Sumatera Utara sendiri pada tahun 2005

memiliki luas perkebunan kelapa sawit mencapai 948.811 Ha dengan produksi

tandan buah segar 3.439.748 ton. Sedangkan luas areal panen padi pada tahun

(18)

areal panen jagung pada tahun 2007 sebesar 227.402 Ha dengan hasil produksi

sebesar 788.090 ton. Sehingga di wilayah Sumatera Utara tingkat pertumbuhan

produksi perkebunan dan pertanian sangat signifikan dalam menghasilkan banyak

hasil sampingan. Hal ini memberi peluang bagi peternak dalam memanfaatkan

hasil ikutan dari perkebunan dan pertanian sebagai pakan alternatif.

Disinilah diupayakan agar pakan ternak berbasis limbah perkebunan

kelapa sawit dan limbah pertanian khususnya jerami padi dan jerami jagung

berubah menjadi bahan pakan inkonvensional yang kompetitif dan dapat

menggantikan rumput lapangan yang pada saat sekarang ini semakin susah

didapatkan karena semakin bertambahnya jumlah penduduk yang menyebabkan

lahan padang pengembalaan sebagai lahan potensial berubah fungsi dan

pemanfaatannya. Adapun hambatan dan kelemahan ketiga bahan pakan tersebut

adalah tingginya kadar lignin yang terkandung sehingga nilai gizinya sangat

rendah. Akibatnya hewan ternak ruminansia kurang menyukai sehingga

masyarakat selalu mengabaikan akan pentingnya ketiga bahan pakan tersebut

sebagai bahan pakan alternatif yang ketersediaannya terus berkesinambungan.

Berdasarkan pemikiran diatas penulis merasa perlu untuk memberikan perlakuan

fermentasi terhadap ketiga bahan tersebut guna meningkatkan nilai kecernaan

yaitu dengan memberikan perlakuan fermentasi dengan Phanerochaete

chrysosporium yang bertujuan untuk mendegradasi lignin yang ada didalam

ketiga bahan pakan tersebut, sehingga dapat diberikan kepada ternak sapi periode

penggemukan dan diharapkan hasilnya berpengaruh nyata terhadap produksi

(19)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan pelepah daun

kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung yang difermentasi

dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap pertumbuhan sapi

Peranakan Ongole (PO).

Hipotesis Penelitian

Pemberian pakan pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami

jagung yang difermentasikan dengan Phanerochaete chrysosporium memberikan

pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan sapi Peranakan Ongole (PO) selama

penggemukan.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan peternak sapi mengenai

pengaruh fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap

pertumbuhan sapi Peranakan Ongole (PO).

- Peningkatan pemanfaatan hasil samping perkebunan dan pertanian untuk

(20)

TINJAUAN LITERATUR

Ternak Sapi

Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor

ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk

menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan

menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang

baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak

menjamin penampilanyang baik apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang

baik (Hardjosubroto, 1994).

Bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Sub ordo : Ruminantia

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Spesies : Bos Indicus

(Williamson and Payne, 1993).

Menurut Deptan (1982), ciri-ciri sapi Peranakan Ongole adalah sebagai

(21)

1. Warna putih.

2. Pada bagian kepala dan gumba sapi jantan berwarna keabu-abuan.

3. Mempunyai gelambir dari rahang hingga bagian ujung tulang dada.

4. Persentase karkasnya 44 %.

5. Tinggi sapi jantan maupun betina mencapai + 135-150 cm.

6. Termasuk tipe sapi pekerja.

7. Berat badan mendekati sapi Ongole (sapi jantan 615 kg, betina

425 kg).

Sapi Peranakan Ongole hasil perkawinan silang dari sapi Ongole Sumba

dengan sapi Brahman diperoleh sifat ekonomisnya sebagai berikut :

1. Berat lahir 24 kg.

2. Berat sapih (umur 6-7 bulan) rata-rata 143 kg.

3. Berat pada umur 18-24 bulan rata-rata 260 kg.

4. Pertambahan bobot badan mencapai 0,8 kg/hari.

Disamping itu juga, sapi Peranakan Ongole memiliki sifat-sifat khas

seperti sapi Brahman, yaitu tahan terhadap gigitan serangga dan dapat hidup pada

padang penggembalaan yang jelek sekalipun (Deptan, 1982).

Pertumbuhan Ternak Sapi

Laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi

pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia

(Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor

bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem

manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju

(22)

berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa, yaitu

apabila pertumbuhan sapi di awal penggemukan baik, maka pertumbuhan sapi

hingga puncaknya juga akan baik (Tomaszewska et al., 1993).

Kurva hubungan antara bobot badan dengan umur adalah suatu bentuk S

(sigmoid). Ada fase awal yang pendek dimana bobot badan sedikit meningkat

dengan meningkatnya umur, hal ini diikuti oleh pertumbuhan eksplosif, kemudian

akhirnya ada satu fase dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah

(Lawrie, 1995).

Proses pertumbuhan ternak sapi dilukiskan dalam kurva berbentuk seperti

huruf ”S”, kurva ini menunjukkan saat pembuahan berlangsung, dimana

kelangsungannya berjalan lambat, dan menjadi agak cepat pada saat menjelang

saat kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan menjadi semakin cepat, hingga

usia penyapihan dan usia pubertas. Akan tetapi dari usia pubertas hingga usia jual,

lajunya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa dan akhirnya

pertumbuhannya berhenti. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik 1 berikut :

(23)

Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju

pertumbuhan tertinggi dicapai saat terjadinya pembuahan, meskipun laju

pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali lebih cepat bila

perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan. Sebagai gambaran untuk

memperjelas pernyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 kg

dan 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg).

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat

jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan-jaringan

tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut

dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan

zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau air bukanlah

pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).

Dalam pertumbuhan seekor hewan ada dua hal yang terjadi :

1. Bobot badannya meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa yang

disebut pertumbuhan.

2. Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi

dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang

disebut perkembangan.

Penggemukan bertujuan untuk memperbaiki kualitas karkas dengan jalan

mendeposit lemak seperlunya. Bila hewan belum dewasa digunakan untuk

penggemukan ini sifatnya membesarkan sambil memperbaiki kualitas karkas

(Parakkasi, 1995).

Ternak yang mempunyai potensi genetik yang tinggi akan memiliki respon

(24)

dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering disebabkan oleh

beda kualitas, daya cerna dan spesies tanaman (Devendra, 1977).

Pengurangan pakan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan

pengurangan pakan sangat parah akan menyebabkan ternak kehilangan berat

badannya (Tillman et al., 1984).

Bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan

dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan

berat dewasa (Tomaszweska et al., 1993).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jerami padi dan

konsentrat pada sapi Peranakan Ongole akan meningkatkan pertambahan bobot

badan 813 g/ekor/hari dan lebih baik dibandingkan sapi Madura 648 g/ekor/hari.

Kombinasi daun lamtoro dan rumput lapangan (60:40) memberikan pertambahan

bobot badan maksimal 570 g/ekor/hari (pemakaian daun lamtoro > 60%

menurunkan laju pertumbuhan). Penggunaan ampas sagu optimum pada tingkat

30% dengan tambahan 70% rumput lapangan (Ditjen Peternakan, 2001).

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun

mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut

dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot

sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim

yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah

pencernaan (Tillman et al., 1991).

Bagian-bagian sistem pencernaan adalah mulut, parinks, oesofagus (pada

(25)

usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan

pankreas (Fradson, 1992).

Pakan Ternak Sapi

Beberapa pengertian tentang bahan pakan :

1. Sumber serat adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan serat kasar

(SK) ≥ 18%, contohnya limbah pertanian, kulit biji polong-polongan dll.

2. Sumber energi adalah bahan-bahan yang memiliki kadar protein kurang

dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau dinding selnya kurang dari

35%, contohnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, umbi-umbian

dan limbah sisa penggilingan.

3. Sumber protein adalah buah-buahan yang memiliki kandungan protein

kasar ≥ 20% baik bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti

bungkil, bekatul maupun yang berasal dari hewan seperti silase ikan.

4. Sumber mineral adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan mineral

yang cukup tinggi, misalnya garam dapur, kapur makan, tepung ikan, grit

kulit bekicot, grit kulit ikan dan grit kulit ikan.

5. Sumber vitamin adalah bahan-bahan yang mamliki kandungan vitamin

cukup tinggi, misalnya makanan berbutir dan umbi-umbian.

6. Pakan tambahan adalah bahan-bahan tertentu yang ditambahkan ke dalam

ransum, seperti obat-obatan, anti biotika, hormon, air dan zat pengharum.

(Hardianto, 2000).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar

(26)

kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan

untuk produksi. (Widayati dan Widalestari, 1996).

Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai

dengan standar gizi menurut status ternak yang dipelihara. Pemberian pakan yang

tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat

makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit (Cahyono, 1998).

Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri atas hijauan seperti rumput

dan konsentrat. Pemberian pakan berupa kombinasi kedua bahan tersebut akan

memberikan peluang terpenuhinya zat-zat gizi dan biaya relatif rendah

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi

pakan lengkap merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai kedua

limbah tersebut dengan metode prosessing yang terdiri atas :

1. Perlakuan pencacahan (choppping) untuk merubah ukuran partikel dan

melunakkan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien.

2. Perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat

pengering umtuk menurunkan kadar air bahan.

3. Proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran

(mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling Hammer Mill dan

terakhir proses pengemasan.

(27)

Adapun kebutuhan nutrisi pakan sapi dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi

Uraian Bahan (%) Tujuan Produksi

Pembibitan Penggemukan

Kadar Air 12 12

Bahan Kering 88 88

Protein kasar 10,4 12,7

lemak kasar 2,6 3,0

serat kasar 19,6 18,4

kadar abu 6,8 8,7

BETN 60,2 51,8

TDN 64,2 64,4

Sumber : Wahyono (2000)

Pakan Dari Limbah Perkebunan Pelepah Daun Kelapa Sawit

Tingkat kecernaan bahan kering pelepah dan daun kelapa sawit pada sapi

mencapai 45%. Demikian pula daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber

atau pangganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit

akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi

dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan.

Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan

tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun

sawit, dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Pemberian

pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam jangka panjang, dapat

(28)

Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit.

Uraian Kandungan (%)

Bahan Kering 93,4b

Protein Kasar 6,5a

Lemak Kasar 4.47a

Serat Kasar 32,5a

TDN 56,0a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2005).

Penggunaan pelepah daun kelapa sawit dalam pakan telah dicobakan pada

sapi pedaging dan perah dan ternyata dapat diberikan sebesar 30-40% dari

keseluruhan pakan (Devendra, 1977).

Lumpur Sawit

Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses

ekstraksi minyak. Untuk setiap ton hasil akhir minyak sawit maka akan dihasilkan

antara 2-3 ton lumpur sawit. Sebagai komponen terbesar dalam bahan ini adalah

air 95%, padatan 4-5% dan sisi minyak sebesar 0,5 - 1%. Lumpur sawit dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sebagai bahan pakan ternak, lumpur

sawit ini dapat diberikan langsung atau setelah mendapat perlakuan.

Lumpur sawit tanpa perlakuan dapat diberikan kepada ruminansia sebesar

50 % konsentrat (Hutagalung dan Jalaludin, 1982) dan dapat diberikan pada

pakan beberapa ternak antara lain sapi dan babi. Pada ternak ruminansia, bahan

ini dapat diberikan sebanyak 25 - 30%. Kandungan proteinnya bervariasi sekitar

(29)

Kandungan nilai gizi lumpur sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nilai gizi lumpur sawit

Uraian Kandungan (%)

Abu 13,9a

Protein Kasar 13,2b

Lemak Kasar 13,0a

Serat Kasar 17,8b

TDN 79,0b

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2005).

Lumpur sawit mengandung protein kasar 12 - 14%. Kandungan air yang

tinggi menyebabkan produk samping ini kurang disenangi oleh ternak.

Kandungan energi yang rendah dan abu yang tinggi, menyebabkan lumpur sawit

tidak digunakan secara tunggal, tetapi harus disertai bahan pakan lainnya.

Fermentasi diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan bahan pakan tersebut.

Belum diketahui dengan pasti jumlah pemberian lumpur sawit yang cukup aman

dalam pakan ruminansia. Walaupun pemberian lumpur sawit memberikan respon

yang positif terhadap pertumbuhan ternak (Balitnak, 2003).

Bungkil Inti Sawit (BIS)

Menurut Devendra (1977), Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah limbah hasil

ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi

atau cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat

kasarnya tinggi dan palatibilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok

(30)

Kandungan nilai gizi BIS dapat dilihat paad Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi BIS

Uraian Kandungan (%)

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian USU, Medan.

Bungkil inti sawit merupakan produk samping yang berkualitas karena

mengandung protein kasar yang cukup tinggi 16 - 18%. Sementara kandungan

serat kasar mencapai 16%. Pemanfaatannya perlu disertai produk samping lainnya

untuk mengoptimalkan penggunaan bungkil ini bagi ternak. Untuk lebih lanjut

diinformasikan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan 30% dalam pakan sapi

(Batubara dkk., 1993).

Secara umum produksi Bungkil Inti Sawit mengalami peningkatan sejalan

berkembangnya industri minyak sawit. Di Malaysia, kira-kira 3 juta ton inti sawit

dan pada tahun 2001 di produksi 1,4 juta ton minyak inti sawit dan 1,6 juta ton

Bungkil Inti Sawit yang merupakan hasil sampingannya. Bungkil Inti Sawit ini

biasanya di ekspor ke Eropa untuk pakan sapi potong dan sapi perah sebagai

sumber protein, energi dan serat. Dilaporkan juga bahwa produksi minyak sawit

(Palm oil) dapat dihasilkan untuk setiap Ha adalah 4 ton per tahun. Jumlah

tersebut dapat dihasilkan dari 16 ton tandan buah segar

(Hutagalung dan Jalaludin., 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa dari setiap

1.000 kg tandan buah segar dapat diperoleh berupa minyak sawit 250 kg dan

(31)

serat perasan. Jumlah tersebut dapat disetarakan dengan 1.223 kg lumpur sawit,

509 kg bungkil inti sawit, 2.678 kg serat perasan dan 3.386 kg tandan kosong

untuk setiap hektar per tahun. Atas dasar nilai tersebut maka dapat diketahui

bahwa produk samping pengolahan buah kelapa sawit yang dapat dihasilkan dari

perluasan kelapa sawit yang ada di Indonesia mencapai 2.463 ton lumpur sawit,

1.026 ton bungkil inti sawit, 5.394 ton serat perasan dan 6.018 ton tandan kosong

(Sembiring, 2006).

Molases

Molases merupakan hasil ikutan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk

fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat,

protein, dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak

walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada

aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki

aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).

Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nilai gizi molases

Uraian kandungan (%)

Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).

Pakan Berbasis Limbah Pertanian Jerami Padi

Jerami merupakan salah satu bahan pakan ternak yang rendah kualitasnya.

(32)

dimanfaatkan oleh sapi namun terselubung oleh dinding keras, yakni silika dan

lignin sehingga sulit dicerna. Nilai cernanya hanya 30%, artinya bila dikonsumsi

10 kg jerami, maka hanya 3 kg saja yang bisa dicerna. Dengan bertambahnya

kemajuan di bidang pakan ternak, maka nilai cerna jerami yang rendah tadi bisa

ditingkatkan menjadi lebih dari 50% dengan cara melakukan proses pencampuran

jerami tersebut dengan urea, molasses, juga NaOH teknis dan juga dengan

fermentasi (Kartadisastra, 1997).

Jerami padi adalah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk

menjadi makanan ternak. Jerami adalah bagian batang, daun tumbuhan yang telah

dipanen bulir-bulir buah bersama dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan

bagian batang yang tertinggal setelah disabit (Komar, 1984).

Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya kandungan protein,

mineral khususnya Kalium dan Phospor, Nitrogen dan Phospat, sedangkan serat

kasarnya termasuk tinggi. Menurut Kartadisastra (1997) daya cernanya rendah,

sehingga konsumsinya menjadi terbatas, namun jerami padi masih potensial

sebagai sumber energi, disamping jumlahnya yang besar dan belum dimanfaatkan

secara optimal oleh masyarakat.

Kandungan nilai gizi jerami padi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nilai gizi jerami padi

Uraian Nilai gizi (%)

Bahan Kering 3,5

Protein kasar 4,5

Serat kasar 35,0

Lemak Kasar 1,5

TDN 43,0

(33)

Jerami Jagung

Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya

dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan pada

ternak, baik dalam bentuk segar maupun kering. Pemanfaatan jerami jagung

adalah sebagai makanan ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan

domba (Jamarun,1991).

Kandungan nilai gizi jerami jagung dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan nilai gizi jerami jagung

Uraian Nilai gizi (%)

Sumber : a. Jamarun, (1991) b. Sumoprastowo, (1993)

Onggok

Dalam proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka maka

dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung

pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tepung tapioka.

Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi kayu yang diolah.

Moertinah (1984) melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan

15-20% onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79%.

Sebagian besar onggok yang berasal dari industri tapioka rakyat kurang

dimanfaatkan dan tidak diolah menjadi suatu produk yang lebih berguna, seperti

pakan ternak. Pemanfaatannya sebagai pakan diperlukan suatu penanganan lebih

lanjut karena kandungan zat makanannya terutama kandungan proteinnya masih

(34)

Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan nilai gizi onggok

Uraian Nilai gizi (%)

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2000)

Dedak Padi

Dedak Padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras

dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil

ikutan dari penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut

Rasyaf (1992) dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah

menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tapi tercampur

dengan bagian penutup beras. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau

rendahnya kandungan serat kasar dedak. Bila dilihat dari asal-usul pengolahan

gabah menjadi beras, wajar bila kandungan serat kasar yang dikandungnya tinggi.

Kandungan nilai gizi dedak padi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan nilai gizi dedak padi

(35)

Bahan Pakan Pelengkap Urea

Urea merupakan bahan pakan sumber Nitrogen yang dapat difermentasi di

dalam sistem pencernaan ruminansia. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai

dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea

yang diberikan pada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein

dan lemak, karena lemak tersebut disintesis menjadi protein oleh mikroorganisme

di dalam rumen (Kartadisastra, 1997).

Urea yang diberikan di dalam pakan ternak ruminansia, di dalam rumen

akan dipecah oleh enzim urease menjadi amonium, dimana amonium bersama

mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi.

Apabila urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan

diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan

dalam hati akan dibentuk kembali amonium yang akhirnya disekresikan melalui

urine dan feses (Parakkasi, 1995).

Ultra Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit,

namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan

darah dan pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim

(36)

Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral

Kandungan Zat Kadar Zat (%)

Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.

Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan

udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada

hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam.

Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah,

keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan

(Anggorodi, 1990).

Fermentasi

Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat

dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Namun dapat

juga dilakukan secara aerob (Sembiring, 2006).

Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis

spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses

(37)

dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi

mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain-lain.

Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk

dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak dengan

baik sekali. Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur media

padat, semi padat atau media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan

menggunakan media cair dalam biorektor atau fermentor (Sembiring, 2006).

Fermentasi dengan menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium

secara substrat padat memungkinkan terjadi perubahan komponen bahan yang

sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna serta meningkatkan nilai gizi protein

dan energi metabolis (Sembiring, 2006).

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu

terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa

menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang

yang dihasilkan oleh protein hasil metabolisme dari kapang sehingga terjadi

peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Phanerochaete chrysosporium

Phanerochaete chrysosporium memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Divisio : Mycota

Sub divisio : Eumycota

Class : Bacidiomycetes

Famili : Hymenomycetaceae

Genus : Phanerochaete

(38)

Phanerochaete chrysosporium adalah jamur pelapuk putih yang dikenal

kemampuannya dalam mendegradasi lignin. Phanerochaete chrysosporium adalah

kapang pendegradasi lignin dari kelas basidiomycetes yang membentuk

sekumpulan miselia dan berkembang biak secara aseksual melalui spora atau

seksual dengan perlakuan tertentu. Phanerochaete chrysosporium dapat

mendegradasi lignin dan senyawa turunannya secara efektif dengan cara

menghasilkan enzim peroksidase ekstraselular yang berupa lignin peroksidase

(LiP) dan mangan peroksidase (MnP) (Sembiring, 2006).

Wain Wraight (1992) mengemukakan bahwa keuntungan yang dapat

diperoleh dari penggunaan jamur pelapuk putih ialah untuk mendegradasi ikatan

lignin. Phanerochaete chrysosporium memiliki sifat tumbuh yang tidak begitu

baik dibanding jamur lain yaitu waktu tumbuh jamur ini lambat, untuk hidup

memerlukan media yang memiliki energi yang tinggi.

Syarat tumbuh Phanerochaete chrysosporium adalah tumbuh pada suhu

390C dengan suhu optimum 370C. pH berkisar 4 - 4,5 dan dalam pertumbuhannya

memerlukan kandungan oksigen yang tinggi (Eaton, dkk dalam Sembiring, 2006).

Lignin

Lignin adalah senyawa kompleks yang membentuk ikatan ether dengan

selulosa dan hemiselulosa, protein dan komponen lain dalam jaringan tanaman

dan selalu terdapat dalam senyawa kompleks dinding sel. Serat kasar suatu bahan

pakan merupakan komponen kimia yang besar pengaruhnya terhadap pencernaan

(Tillman dkk., 1991). Kecernaan terhadap bahan pakan juga dipengaruhi oleh

kadar lignin yang terkandung didalam bahan pakan tersebut. Lignin selain tidak

(39)

bahan pakan, karena ikatannya dengan selulosa dan hemiselulosa membatasi

kecernaan dan mengurangi energi bagi ternak (Jung, 1989).

Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah pakan yang

dikonsumsi oleh ternak, bila pakan tersebut diberi secara ad libitum. Menurut

Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa

antara lain faktor ternak dan kualitas pakan (bobot badan, umur, tingkat kecernaan

pakan dan palatabilitas).

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi oleh beberapa variabel

meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta

kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan

yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal

harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada

bahan makanan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan

pakan tersebut. Konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi palatabilitas, jumlah

pakan yang tersedia dan komposisi kimia pakan.

Menurut Wahyu (1992) bahwa tingkat konsumsi ransum banyak

ditentukan oleh palatabilitas ransum (bau, warna dan tekstur), sistem tempat

pakan dan pemberian pakan serta kepadatan kandang.

Pertambahan Bobot Badan

Kemampuan ternak untuk merubah zat-zat makanan yang terdapat dalam

ransum menjadi daging, ditunjukkan dengan pertambahan berat badan dari ternak

tersebut. Pertambahan berat badan merupakan salah satu kriteia yang digunakan

(40)

Tillman et al., (1984) mengemukakan pertumbuhan umumnya dinyatakan

dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan

penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan sebagai pertumbuhan badan tiap

hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya.

Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) juga mengemukakan bahwa

pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis

kelamin, energi dan kadar protein dalam ransum.

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi

pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan dalam kurun waktu yang

sama. Konversi ransum adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan

tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angkan konversi pakan

berarti semakin baik (Anggorodi, 1984).

Anggorodi (1990) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya

cerna adalah laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik pakan

dan komposisi pakan.

(41)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PTPN IV kebun Laras, kecamatan Bandar

Huluan kabupaten Simalungun selama 3 bulan. Penelitian dilaksanakan mulai dari

bulan Agustus sampai dengan bulan November 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

- Sapi Peranakan Ongole (PO) sebanyak 18 ekor (X = 206,89 ± 30,84 kg)

- Pakan sapi sesuai dengan perlakuan masing-masing.

- Phanerochaete chrysosporium, sebagai bahan untuk fermentasi bahan

pakan.

- Air minum.

- Obat-obatan, disesuaikan dengan kondisi sapi selama penelitian.

- B-Kompleks, untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

- Kalbazen, untuk membasmi parasit cacing

Alat

- Chopper, sebagai alat untuk mencacah bahan pakan.

- Kandang individual 18 unit.

- Tempat pakan dan minum.

- Timbangan dengan kapasitas 1 ton untuk menimbang bobot badan sapi

(42)

- Timbangan dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang bahan ransum

dengan kepekaan 0,05 g.

- Ember plastik 18 buah, untuk tempat air minum.

- Lampu, sebagai alat penerangan kandang.

- Sekop dan sapu, sebagai alat pembersihan kandang.

- Alat tulis, sebagai alat pencatatan data selama penelitian.

- Alas plastik, untuk tempat pencampuran pakan.

- Kereta sorong, untuk mengangkut bahan pakan.

- Tali, sebagai alat untuk merobohkan mengikat sapi.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) perlakuan

dan 6 (enam) ulangan

Adapun perlakuan yang diteliti adalah :

P1 = Pemberian pelepah daun sawit fermentasi, bungkil inti sawit, dedak padi,

lumpur sawit, onggok, molasses, urea, garam ultra mineral

P2 = Pemberian jerami padi fermentasi, bungkil inti sawit, dedak padi, lumpur

sawit, onggok, molasses, urea, garam ultra mineral

P3 = Pemberian jerami jagung fermentasi, bungkil inti sawit, dedak padi, lumpur

sawit, onggok, molasses, urea, garam ultra mineral

Model RAL yang digunakan adalah sebagai berikut :

(43)

Dimana :

Yij : Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan yang diberi

perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

i : 1, 2, 3, …..t = perlakuan.

j : 1, 2, 3, …..r = ulangan.

µ : Nilai tengah umum..

ΣIj : Pengaruh galat (Experimental error)

Banyak ulangan menurut rumus :

t (n – 1) > 15

Maka kombinasi kelompok dengan perlakuannya adalah :

P11 P21 P31

a. Konsumsi pakan (g/ekor/minggu)

Jumlah pakan yang diberikan dikurang dengan jumlah pakan yang tersisa.

b. Pertambahan bobot badan (kg/ekor/hari)

Hasil penimbangan bobot badan akhir dikurang dengan bobot badan

(44)

c. Konversi pakan

Banyaknya pakan yang dikonsumsi dibagi dengan bobot badan ternak yang

dihasilkan.

Prosedur penelitian

Pelaksanaan Penelitian

• Persiapan kandang

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan

minum dibersihkan dan didesinfektan dengan formalin.

• Pengacakan sapi

Sapi yang digunakan sebanyak 18 ekor. Penempatan sapi dengan sistem

pengacakan yang tidak membedakan bobot badan. Sebelumnya dilakukan

penimbangan bobot badan awal sapi.

• Formulasi pakan yang dipakai.

Formulasi pakan yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 11.

(45)

• Pemberian pakan dan minum

Pakan yang diberikan adalah dalam bentuk bahan kering. Pakan yang

difermentasi dengan jamur Phanerochaete chryososporium dicampur dengan

bahan pakan lainnya setelah pakan yang difermentasi diovenkan. Pakan

diberikan secara adlibitum. Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum,

air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih.

• Pemberian Obat-obatan.

Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing selama masa

adaptasi, sedangkan obat lainnya diberikan bila ternak sakit.

• Proses Fermentasi Bahan

Ditimbang bahan yang akan difermentasi

Ditambahkan inokulum sebanyak 5% dari bahan yang akan difermentasi, diaduk hingga rata

Ditambahkan aquades sebanyak 20% dari bahan yang akan difermentasi

Disimpan dalam suhu kamar selam 4 hari

Hasil bahan fermentasi

Dikeringkan dengan sinar matahari sebelum dicampur Dengan bahan pakan lainnya

(Sembiring, 2006).

• Pengambilan Data

Pengambilan data untuk konsumsi pakan dilakukan setiap hari tetapi

(46)

bobot badan dilakukan sekali seminggu (selama 12 minggu). Untuk

menghitung konversi dilakukan setelah didapatkan kedua data tersebut.

• Analisa Data

Data yang diambil selama penelitian dicari rataannya kemudian dilakukan

analisis keragaman dan pengujian beda rataan apabila hasil yang diperoleh

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak untuk menghabiskan sejumlah

pakan yang diberikan . Rataan konsumsi pakan yang diperoleh selama penelitian

tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan konsumsi pakan sapi Peranakan Ongole (g/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V VI

P1 47.375,8 47.832,92 46.008,3 42.770 49.379 50.569 283.935 47.323

P2 47.775,8 51.385,83 53.108,3 50.966 56.107 49.876 309.219 51.536

P3 50.397,8 45.619,16 49.672,5 46.953 47.004 46.565 286.211 47.702

Total 145.549,4 144.837,9 148.789,1 140.689 152.490 147.010 879.365 146.561

Rataan 48.854

Dari data konsumsi pakan pada Tabel 12. dapat dilihat bahwa rataan

konsumsi yang tertinggi adalah 51.536 g/ekor/minggu untuk perlakuan P2 yaitu

pada pakan berbasis jerami padi fermentasi dan konsumsi terendah adalah sebesar

47.323 g/ekor/minggu untuk perlakuan P1 yaitu pada pakan berbasis pelepah

daun kelapa sawit fermentasi. Rataan konsumsi seluruhnya yaitu sebesar

48.854 g/ekor/minggu.

Pertambahan Bobot Badan

Kemampuan ternak untuk merubah zat-zat makanan yang terdapat dalam

pakan menjadi daging, ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan dari ternak

tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh rataan pertambahan bobot badan seperti

(48)

Tabel 13. Rataan pertambahan bobot badan sapi Peranakan Ongole (kg/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V VI

Dari Tabel 13. dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan tertinggi

yaitu sebesar 0,45 kg/ekor/hari pada perlakuan P1 yaitu pakan berbasis pelepah

daun kelapa sawit fermentasi, dan pertambahan bobot badan yang terendah adalah

sebesar 0,34 kg/ekor/hari pada perlakuan P3 yaitu pada pakan berbasis jerami

jagung fermentasi. Rataan pertambahan bobot badan seluruhnya yaitu 0,4 kg/ ekor

hari.

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang

dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan

bobot badan) dalam kurun waktu yang sama. Dari penelitian yang dilakukan

diperoleh hasil rataan konsumsi pakan seperti tertera pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan konversi pakan sapi Peranakan Ongole

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(49)

Dari rataan konversi pakan pada Tabel 14. dapat dilihat bahwa konversi

pakan yang tertinggi adalah sebesar 24,54 untuk perlakuan P2 yaitu pakan yang

berbasis jerami padi fermentasi dan konversi yang terendah adalah 17,15 untuk

perlakuan P1 yaitu pakan yang berbasis pelepah daun sawit fermentasi. Rataan

konversi pakan seluruhnya yaitu sebesar 20,45.

(50)

PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan berbasis daun kelapa sawit,

jerami padi dan jerami jagung fermentasi terhadap konsumsi pakan sapi

Peranakan Ongole, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada

Tabel 15.

Tabel 15. Analisis keragaman konsumsi pakan sapi Peranakan Ongole

SK DB JK KT Fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 65.211.219,99 32.605.609,99 5,10* 3,68 6,36 Galat 15 95.922.428,09 6.394.828,54

Total 17 161.133.648,08

kk = 5,17% * = nyata

Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 15. menunjukkan bahwa

F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan

P3 pada sapi Peranakan Ongole memberikan pengaruh yang berbeda nyata

(P>0,05) terhadap konsumsi pakan sapi Peranakan Ongole, hal ini berarti

pemberian pakan berbasis daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung yang

difermentasi dengan Phanerochaete chryososporium memberikan jumlah

konsumsi yang berbeda. Perbedaan jumlah konsumsi ini disebabkan oleh

palatabilitas ketiga pakan tersebut berbeda karena hasil fermentasi dapat

mengubah kandungan gizi dan flavour bahan pakan menjadi lebih baik, yang

nantinya dapat meningkatkan palatabilitas pakan sehingga tingkat konsumsi pakan

sapi menjadi berbeda dan juga komposisi pakan yang berbeda menyebabkan

(51)

warna dan tekstur), sistem tempat pakan dan pemberian pakan serta kepadatan

kandang.

Untuk mengetahui kualitas pemberian pakan berbasis daun kelapa sawit,

jerami padi dan jerami jagung yang difermentasi dengan

Phanerochaete chryososporium terhadap konsumsi pakan sapi Peranakan Ongole

dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) seperti tertera pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil uji beda nyata terkecil (bnt) untuk konsumsi pakan

Perlakuan Rata-rata Notasi

P1 47.322,50 a

P2 51.536,49 b

P3 47.701,91 a

Ket. Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata

Pada Tabel 16. dapat dilihat bahwa ternyata P2 menunjukkan tingkat

konsumsi yang paling tinggi, ini berarti P2 memiliki kualitas yang terbaik dintara

ketiga pakan tersebut. hal ini mungkin selain disebabkan oleh kualitas pakan yang

berbeda seperti yang saya utarakan sebelumnya, adanya ternak yang sakit pada

saat penelitian jug amempengaruhi tingkat konsumsi ternak hal ini sesuai dengan

Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa

antara lain faktor ternak dan kualitas pakan (bobot badan, umur, kesehatan,

tingkat kecernaan pakan dan palatabilitas).

Pertambahan Bobot Badan

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan yang berbasis daun kelapa

sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi terhadap pertambahan bobot

badan sapi Peranakan Ongole, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat

(52)

Tabel 17. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi Peranakan Ongole

Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 17. dapat diketahui bahwa

pemberian pakan yang berbasis daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung

fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan, ini berarti

bahwa dengan pemberian ketiga pakan tersebut menghasilkan pertambahan bobot

yang sama, walaupun secara angka pertambahan bobot badannya berbeda antar

perlakuan. Hal ini dapat disebabkan karena dalam penyusunan pakan untuk tiap

perlakuan menggunakan persentase protein dan serat kasar yang sama, sehingga

pertambahan bobot badan sapi hampir sama. Menurut cole (1982) laju

pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan

dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia.

Apabila dilihat dari data konsumsi dan pertambahan bobot badan

(Tabel 12 dan Tabel 13) seharusnya P2 menghasilkan pertambahan bobot badan

yang tertinggi sesuai dengan tingkat konsumsi yang tinggi pada P2, namun

pertambahan bobot badan tertinggi dihasilkan oleh P1 yamg memiliki tingkat

konsumsi lebih rendah. Ketidak konsistenan data ini dikarenakan adanya ternak

yang tidak menunjukkan pertambahan bobot badan yang sesuai dengan jumlah

pakan yang dikonsumsi, hal ini dapat dilihat pada Tabel data konsumsi dan

pertambahan bobot badan yaitu pada ternak P2. Penyebab hal ini diketahui pada

(53)

didapati plastik. Adanya plastik tersebut menyebabkan daya cerna ternak tersebut

menurun karena laju perjalanan pakan dan pengabsorbsian nutrisi terhalang oleh

plastik yang tidak dapat dicerna oleh ternak tersebut hal ini sesuai dengan

Anggorodi (1990) yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna

adalah laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik pakan dan

komposisi pakan.

Konversi Pakan

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan yang berbasis daun kelapa

sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi terhadap konversi pakan sapi

Peranakan Ongole maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada

tabel 18.

Tabel 18. Analisis keragaman konversi pakan sapi Peranakan Ongole

SK DB JK KT Fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 169,61 84,80 0,57tn 3,68 6,36 Galat 15 2.222,29 148,15

Total 17 2.391,90

kk = 59.51% tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada tabel 17. menunjukkan bahwa F hitung

lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2, dan P3 pada

sapi Peranakan Ongole memberikan pengaruh yang tidak berbedaanyata (P>0,05)

terhadap konversi pakan sapi Peranakan Ongole. Seperti yang diungkapkan oleh

Anggorodi (1984), bahwa konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah

yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan dalam

(54)

Angka konversi pakan menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan pakan.

Dari hasil di atas menunjukkan bahwa pemberian pakan yang berbasis daun

kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi dalam tingkat efisiensi

penggunaan pakan yang hampir sama karena tingkat konversi pakan dari tiap

perlakuan hampir sama. Menurut anggorodi (1984), bahwa konversi ransum

adalah suatu indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi

penggunaan ransum.

Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa angka konversi pakan tertinggi

ditunjukkan oleh P2 yaitu sebesar 24,54 hal ini karena adanya ternak yang

mengalami gangguan pencernaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Besarnya

konsumsi tidak diimbangi dengan pertambahan bobot yang sesuai dan

mengakibatkan angka konversi yang tinggi, sehingga penggunaan pakan menjadi

(55)

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Rekapitulasi hasil penelitian sapi Peranakan Ongole yang diberi pakan berbasis daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung yang difermentasi dengan Phanerochaete chryososporium

Perlakuan konsumsi

(g/ekor/minggu)

PBB

(kg/ekor/hari) Konversi

P1 47.322,50a 0,45tn 17,15tn

P2 51.536,49b 0,42tn 24,54tn

P3 47.701,91a 0,35tn 19,67tn

(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari uji pakan berbasis pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami

jagung fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap pertumbuhan

sapi Peranakan Ongole, didapat bahwa pakan pelepah daun kelapa sawit

fermentasi merupakan pakan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap

pertumbuhan sapi Peranakan Ongole.

Saran

Disarankan kepada peternak sapi untuk menggunakan pakan berbasis

pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

Anggorodi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

Balai Penelitian Ternak. 2003. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 25 No 5. Ciawi, Bogor. Http: //www.Balitnak @ indo.net.co.id<2003>

Batubara, L.P., M. Boer dan S. Eliesar. 1993. Pemberian BIS/Molasses dengan/tanpa Mineral Dalam Pakan Kerbau. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih. Vol 1 Nomor 3 Hal 11.

Cahyono B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius. Yogyakarta.

Cole, V.G. 1982. Beef Cattle Production Guide. NSWUP Ed Mac. Arthur Press. Parramata New South Wales

Deptan, 1982. Buku Pintar P4K. Pedoman Penggunaan EM-4 Bagi Negara-Negara

Asia Pasifik. Nature Agricultural Network (APNAN), Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Latihan Pertanian.

Devendra, C. 1977. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaysian Agricultural Research and Development Institute Serdang Malaysia.

Devendra, C. 1990. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaysian Agricultural Research and Development Institute Serdang Malaysia.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004, Statistik Perkebunan Kelapa Sawit dan Coklat Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan, 2001. Investasi Ternak Sapi Peranakan Ongole. Direktur Bina Produksi Peternakan, Departemen Peternakan, Medan.

Eaton, D. Chang, H. M dan T. K. Kirk. 1980. Fungal Decoloritation of Kraft Bleach Plants Effluents. TAPPI Journal Vol 63, No.10.

Frandson, R., 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University, Yogyakarta.

(58)

Hardjosubroto, W 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Herlina. 1998. Isolasi, Seleksi dan Uji Hayati Mikro Organisme Pengurai Senyawa Lignin dari Limbah Cair Industri Pulp. Tesis Magister Biologi, Pasca Sarjana Ins Tek Bandung, Bogor.

Hutagalung, R.I. and S. Jalaluddin. 1982. Feeds for Farm Animals From the Oil Palm. University Pertanian Malaysia. Serdang.

Ismed Pane. 1993. Pemuliabiakkan Ternak Sapi, PS. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Komar. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Bandung.

Jamarun, N. 1991. Penyediaan, Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak di Sumatera Barat, Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang.

Jung, H.G. 1989. Forage Lignins and Their Effects on Feed Digestibility. Agron. J. 81: 33-38.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2005. Departemen Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. IPB, Bogor.

Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Lebdosoekojo, S. 1991. Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk Menunjang Kebutuhan Pakan Ruminansia. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balitbang Pertanian, Deptan, Bogor.

Moertinah, S. 1984. Limbah Tapioka di Indonesia dan kemungkinan Penanganan Dasar Studi Pengolahan Sumber Daya Lingkungan, IPB, Bogor.

Gambar

Grafik 1: Pertumbuhan sapi   Bobot badan (kg)
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Tabel 2. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit.
Tabel 3. Kandungan nilai gizi lumpur sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sifat hiperakumulator sendiri yaitu dapat mengakumulasikan unsur logam tertentu dengan konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk tujuan

Pada kelompok kontrol, terlihat jumlah pembuluh darah baru yang jauh lebih banyak bila dibanding pada kelompok perlakuan, sehingga bisa menggambarkan bahwa ekstrak akar

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa nilai prob (F-static) adalah sebesar 0.000458 atau lebih kecil dari 5%, maka ditolak, berarti bahwa variabel

Berdasarkan uraian pembahasan, maka disimpulkan bahwa (1) proses fonologis terjadi apabila dua morfem berhubungan atau diucapkan sesudah yang lain, sehingga menimbulkan perubahan

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada perusahan perbankan yang go publik di Indonesia dengan mengambil judul ”Pengaruh Kecukupan

Para ahli sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan haruslah berdasarkan konsepsi dasar tentang manusia termasuk peran ekonomi didalamnya. Pendidikan merupakan gejala

Padahal, pemahaman mengenai karakteristik fraud yang terjadi pada sektor publik di era digital akan sangat membantu dalam perumusan strategi untuk mengidentifikasi

Penghasilan e-Kamus ini walaupun lebih dispesifikasikan penggunaannya terhadap mereka yang mempelajari subjek Bahasa Pengaturcaraan III, namun masyarakat di luar