• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Tiang Dengan Penekanan Hidrolik Pada Proyek Pembangunan Asrama RSU Sembiring Jalan Medan-Delitua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Tiang Dengan Penekanan Hidrolik Pada Proyek Pembangunan Asrama RSU Sembiring Jalan Medan-Delitua"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA DUKUNG SISTEM PONDASI TIANG

DENGAN PENEKANAN HIDROLIK PADA PROYEK PEMBANGUNAN ASRAMA RSU SEMBIRING JALAN MEDAN-DELI TUA

DELI SERDANG – SUMATERA UTARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

oleh: 060 424 003

M. YUSUF PARLAGUTAN LUBIS

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya, yang membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Tiang Dengan Penekanan Hidrolik Pada Proyek Pembangunan Asrama RSU Sembiring Jalan Medan-Delitua” ini disusun guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata satu (S-1) di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. St. Roesyanto, MSCE, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Ir. Faizal Ezeddin, MS, selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension;

(3)

5. Pimpinan dan seluruh Staff PT.PERINTIS PONDASI TEKNOTAMA, sebagai pelaksana yang telah memberi bimbingan kepada penulis;

6. Terimakasih yang teristimewa, penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta H.Erwin Lubis dan Hj.Yusra Nasution, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik moral, material, maupun do’a yang tak henti-hentinya mereka mohonkan kepada Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Begitu juga kepada keluarga yang telah memberikan seni kehidupan dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini;

7. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa Ekstension dan Reguler Jurusan Teknik Sipil dan teman-teman yang memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna, untuk itu penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, sekali lagi penulis sampaikan terimakasih kepada pihak yang telah banyak membantu dan semoga atas bimbingan serta bantuan moral dan material yang penulis terima mendapat imbalan dari Allah SWT.

Medan, Januari 2010 Penulis,

060 424 003

(4)

ABSTRAK

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur ke lapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing–masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda–beda.

Tujuan dari studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang dari hasil sondir, Standart Penetration Test (SPT), dan membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil pemancangan dari alat

hydraulick jacking system dengan beberapa metode penyelidikan. Metodologi pengumpulan data dilakukan dengan studi pengamatan di lapangan, mengadakan konsultasi dengan pihak kontraktor pelaksana dan melakukan studi literature.

Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data sondir dengan menggunakan metode langsung, Standart Penetration Test (SPT) menggunakan metode Mayerhoff dan perhitungan daya dukung tiang berdasarkan bacaan manometer pada alat hydraulick jacking system saat pemancangan. Hasil perhitungan daya dukung ultimate tiang pada kedalaman yang sama untuk data sondir diperoleh 48.080 ton, data SPT 58.200 ton, dan data Daily Pilling Record

(bacaan manometer) 68.00 ton.

(5)

DAFTAR ISI

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ... 6

2.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test(CPT) ... ... 8

2.2.2 Standard Penetration Test (SPT) ... ... 13

2.3 Pondasi Tiang ... ... 15

2.3.1 Defenisi pondasi tiang ... ... 15

2.3.2 Penggolongan pondasi tiang... ... ... 16

2.3.3 Perencanaan pondasi tiang ... 30

2.4 Pemancangan Tiang Pancang ... 32

2.4.1 Peralatan pemancangan (driving equipment) ... 33

2.4.2 Hal-hal yang menyangkut masalah pemancangan ... 33

2.4.3 Hidrolik Sistem ... 34

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang ... 39

2.5.1 Berdasarkan hasil Cone Penetrasion Test(CPT) ... 39

2.5.2 Berdasarkan hasil Standard Penetration Test(SPT) ... 42

2.5.3 Berdasarkan bacaan manometer ... 46

(6)

2.5.5 Jarak antar tiang dalam kelompok ... 49

2.5.6 Kapasitas kelompok dan Efisiensi tiang pancang ... 50

2.5.7 Penurunan (Settlemen)... 52

2.6 Faktor keamanan ... 55

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Umum Proyek... 58

4.2 Pengumpulan Data dari Lapangan ... 62

4.2.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang dari hasil uji sondir ... 62

4.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Hasil SPT ... 66

4.2.3 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang pada saat pemancangan berdasarkan bacaan manometer ... 68

4.2.4 Efisiensi kelompok Tiang (mini pile) ... 69

4.3 Diskusi ... 71

4.3.1 Kelebihan dan kelemahan Metode – metode Pengujian ... 71

4.3.2 Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang ... 73

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Hubungan Dγ, φ dan N dari Pasir (Peck, Meyerhof) ... 15

2.2 Kemampuan tekan minimum tiang pancang (mini pile) ... 37

2.3 Faktor ω Heijnen, DeRuiter dan Beringen ... 40

2.4 Hal - hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N ... 43

2.5 Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir……….44

2.6 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ... 45

2.7 Perbandingan Kapasitas Daya dukung Tiang tunggal dan group………53

2.8 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O’Neill, 1989) ... 55

4.1 Perhitungan daya dukung Tiang berdasarkan data Sondir (S-1) ... 64

4.2 Perhitungan daya dukung Tiang berdasarkan data Sondir (S-2) ... 64

4.3 Perhitungan daya dukung Tiang berdasarkan data Sondir (S-3) ... 64

4.4 Perhitungan tahanan ujung tiang berdasarkan data SPT BH.1 ... 66

4.5 Perhitungan daya dukung tiang pada saat pemancangan berdasarkan data (Daily Piling Record) pada Pile Cap 1 (B3)…………67

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis ... 12

2.2 Cara Penetrasi Sondir Mekanis ... 12

2.3 Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir ... 13

2.4 Skema Uji Standart Penetration Test... 14

2.5 Tiang Pancang Kayu ... 19

2.6 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile ... 20

2.7 Tiang Pancang Cast In Place ... 22

2.8 Tiang Pancang Baja ... 24

2.9 Water proofed steel pipe and woodpile ... 25

2.10 Composite dropped in - shell and woodpile ... 26

2.11 Composite ungased – concrete and woodpile... 27

2.12 Composite dropped – shell and pipepile ... 28

2.13 Franki composite pile ... 29

2.14 Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile) .... 30

2.15 Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Gesekan (Friction Pile) ... 30

2.16 Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile) ... 31

2.17 Beban – Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang ... 32

2.18 Beban – Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang ... 32

2.19 Detail Sambungan Ujung Plat ... 39

2.20 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus ... 49

2.21 Pengaruh tiang akibat pemancangan ... 51

(9)

2.23 Daerah Friksion pada kelompok tiang dari tampak samping...52

2.24 Daerah Friksion pada kelompok tiang dari tampak atas...52

3.1 Denah Lokasi Proyek ... 59

(10)

DAFTAR NOTASI

PK = Perlawanan penetrasi konus ( qC )

JP = Jlh perlawanan ( perlawanan ujung konus + selimut ) A = Interval pembacaan = 20 cm

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm HL = Hambatan lekat

qc = Tahanan ujung fs = Gesekan selimut

JHL = jumlah hambatan lekat ( Total Friction ) FR = Ratio gesekan

PK = Perlawanan penetrasi konus

fs = Gesekan selirnut

N = jumlah pukulan palu

Qult = Daya dukung ujung tiang Qb = Daya dukung uiung tiang

Qs = Daya dukung gesekan ( selimut ) tiang

qp= Tahanan Ujung.

φ = sudut geser dalam tanah

c' = Kohesi

Q b = Daya dukung ujung tiang.

A p = Luas dasar ( Ujung ) Tiang.

(11)

Nq= Faktor daya dukung yang bergantung kepada sudut geser dalam ( φ' ).

f = Koefisien geser sepanjang badan tiang.

Qu = Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang.

qc =Tahanan ujung Sondir Perlawanan penetrasi Konus pada kedalaman yang

ditinjau )

A p= Luas Penampang Tiang.

Q uIjin = Kapasitas daya dukung ijin tiang pancang.

Kt = Keleling Tiang

K = Faktor panjang tekuk.

Ik = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)

Ap= Luas Penampang Tiang.

3 = Faktor Keamanan untuk daya dukung tiang.

5 = Faktor Keamanan untuk gesekan pada selimut tiang.

qp = Tahanan Ujung Ultimate.

Qp = Tahanan ujung ultimate ( kN ) Ap = luas penampang tiang pancang ( m2 ) N1 = harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas N2 = harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah Li = panjang lapisan tanah (m)

P = Bacaan manometer Ap = luas penampang tiang cu = kohesi undrained

(12)

cu = kohesi undrained P = keliling tiang

P = Gaya tekan pada kolom/tiang Li = panjang lapisan tanah

Qijin= Daya dukung ijin tiang qc = Luas penampang tiang As = Luas selimut tiang

N = Nilai N-SPT pada ujung tiang

λ = Angka Kelangsingan

ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan (λ)

τ = Kekuatan geser tanah

(13)

ABSTRAK

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur ke lapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing–masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda–beda.

Tujuan dari studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang dari hasil sondir, Standart Penetration Test (SPT), dan membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil pemancangan dari alat

hydraulick jacking system dengan beberapa metode penyelidikan. Metodologi pengumpulan data dilakukan dengan studi pengamatan di lapangan, mengadakan konsultasi dengan pihak kontraktor pelaksana dan melakukan studi literature.

Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data sondir dengan menggunakan metode langsung, Standart Penetration Test (SPT) menggunakan metode Mayerhoff dan perhitungan daya dukung tiang berdasarkan bacaan manometer pada alat hydraulick jacking system saat pemancangan. Hasil perhitungan daya dukung ultimate tiang pada kedalaman yang sama untuk data sondir diperoleh 48.080 ton, data SPT 58.200 ton, dan data Daily Pilling Record

(bacaan manometer) 68.00 ton.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pondasi merupakan pekerjaan yang utama dalam suatu pekerjaan teknik sipil. Semua konstruksi yang merupakan bagian bangunan atas tanah (upper

structure) yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi merupakan bagian bangunan bawah tanah (substructure) yang berfungsi untuk meneruskan beban – beban yang bekerja pada bagian bangunan atas dan beratnya sendiri ke lapisan tanah pendukung (bearing layers).

Pondasi terdiri dari beberapa bentuk, tetapi secara umum pondasi terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu, pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis pondasi tergantung kepada jenis konstruksi yang akan dibangun dan juga pada jenis tanah. Untuk konstruksi beban ringan dengan kondisi tanah cukup baik, biasanya digunakan pondasi dangkal, dan untuk konstruksi beban berat biasanya digunakan pondasi dalam. Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu juga diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

(15)

dengan daya dukung rendah ke lapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung lebih tinggi yang relatif cukup dalam dibanding pondasi dangkal. Daya dukung tiang pancang diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau gaya adhesi antara tiang pancang dan tanah di sekelilingnya.

Secara umum tiang pancang dapat diklasifikasikan dari segi bahan yang terdiri dari tiang pancang bertulang, tiang pancang pratekan, tiang pancang kayu dan tiang pancang baja. Dari segi bentang penampang terdiri dari tiang pancang bujur sangkar, segitiga, segi enam, bulat padat, pipa, huruf H, huruf I dan bentuk spesifik. Dari segi teknik pemancangan dapat dilakukan dengan palu jatuh (drop

hammer), diesel hammer dan hydraulic hammer.

Tiang pancang akan berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul beban konstruksi diatasnya serta memberikan keamanan pada konstruksi tersebut. Untuk menghasilkan daya dukung yang akurat, maka harus diketahui sifat dan karakteristik tanah. Untuk itu perlu dilakukan penyelidikan geoteknik terhadap tanah. Ada 2 (dua) jenis penyelidikan geoteknik, yaitu penyelidikan lapangan dan penyelidikan laboratorium. Penyelidikan lapangan meliputi penyondiran dan pengeboran.

(16)

dan untuk pengambilan contoh tanah terganggu dan tidak terganggu untuk penyelidikan di laboratorium mengenai sifat - sifat fisik dan karakteristik tanah yang semuanya dapat digunakan untuk memperoleh daya dukung tanah.

Banyak permasalahan yang terjadi pada proses pemancangan mulai dari awal pemancangan sampai akhir pemancangan misalnya pergerakan tanah pondasi, kerusakan tiang dan ukuran penahan kerusakan tersebut, penghentian pemancangan tiang dan pemilihan peralatan. Sebagai contoh, pada saat alat pancang mengangkat tiang pancang, sering terjadi patah dan retak di tengah akibat kurang baiknya tulangan yang ada pada tiang pancang.

Untuk perhitungan daya dukung pada tiang pancang, dapat dilakukan dengan beberapa metode dan mungkin akan ditemukan perbedaan ataupun persamaan. Hal ini sangat penting dilakukan karena setelah dilakukan pengujian hasil yang diperoleh belum memberikan suatu nilai khusus yang tetap khususnya pada tanah kohesif yang meningkat.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Menganalisis dan membandingkan daya dukung mini pile 20 x 20 cm dengan menggunakan data sondir, data Standard Penetration Test (SPT) dan bacaan manometer alat Hydraulick Jacking System.

1.3 Permasalahan

Masalah yang akan dibahas dalam laporan ini meliputi :

1. Perhitungan daya dukung ditinjau pada arah vertikal dan horizontal. 2. Ditinjau pada pembebanan aksial pada tiang kelompok.

(17)

4. Perhitungan daya dukung dengan menggunakan data sondir, SPT, parameter tanah, dan bacaan manometer alat hydraulick jacking.

5. Pembuktian perbandingan daya dukung berdasarkan data penyelidikan tanah dengan data alat pancang pada saat pemancangan.

1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, batasan - batasan yang digunakan adalah : 1. Hanya ditinjau pada pembebanan aksial dan pada tiang pancang tunggal

dan group saja.

2. Hanya ditinjau untuk tiang pancang tegak lurus (vertikal).

3. Hanya menghitung daya dukung dari data sondir, data SPT, dan bacaan manometer alat hydraulick jacking yang diperoleh dari lapangan tanpa menggunakan data-data dari hasil tes laboratorium.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan cara :

1. Melakukan studi pengamatan langsung di lapangan, dimana penulis dapat memperoleh data dan gambaran mengenai Proyek Pembangunan Asrama Rumah sakit umum Sembiring;

2. Mengadakan konsultasi dengan pihak konsultan Proyek Pembangunan Asrama Rumah sakit umum Sembiring untuk memperoleh data - data teknis seperti data sondir, data Standard Penetration Test (SPT), data jacking pile, gambar dan foto - foto dokumentasi;

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pondasi

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan.

Berdasarkan Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk :

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban – beban yang bekerja pada struktur bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut; 2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur; 3. Memberi kesetabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat

angin, gempa dan lain – lain.

(19)

dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya terlekat dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba – laba, pondasi gasing, pondasi grid dan pondasi hypaar (pondasi berbentuk parabola – hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang dan pondasi kaison. Pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan pembahasan terhadap pondasi tiang.

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sifat - sifat dan karakteristik tanah untuk keperluan rekayasa (engineering). Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada umumnya mencakup maksud - maksud sebagai berikut :

(20)

2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturbed) dan tidak asli (disturbed) untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk

keperluan pengujian laboratorium;

3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras;

4. Untuk melakukan uji lapangan (in - situ field test) seperti uji rembesan, uji geser vane dan uji penetrasi baku;

5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah kedalam dari lokasi tanah tersebut;

6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku bangunan yang sudah ada di sekitar lokasi tersebut.

Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu :

1. Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan

Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan, ketentuan peraturan bangunan lokal dan informasi tentang kolom bangunan berikut dinding - dinding pendukung beban.

2. Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila

(21)

3. Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan

Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada perencanaan selanjutnya.

4. Peninjauan lapangan terperinci

Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.

Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan. Salah satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga pengeboran dengan sistem putar (rotary drilling). Kemudian ada juga pengeboran sistem cuci (washing boring) dan pengeboran sistem tumbuk (percussion drilling). Untuk pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan alat split spoon standard, dengan tabung berdinding tipis dan pengambilan sampel tanah dengan alat piston.

2.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 600 dan dengan luasan ujung 1, 54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur.

(22)

untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2. 1) :

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil;

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

(23)

tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

(

)

B A PK JP

HL= − × ... (2. 1)

2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

= i

0 n

HL

JHL ... (2. 2)

dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

(24)

(a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2. 1. Dimensi Alat Sondir Mekanis

(25)

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.

(26)

2.2.2 Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Gambar 2. 4. Skema Uji Standart Penetration Test

(27)

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;

2. Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban penumbuk;

3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor;

4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

(28)

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2m.

Uji SPT ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard Penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. 1. Hubungan Dγ, φ dan N dari Pasir (Peck, Mayyerhof)

Menurut Peck Menurut Meyerhof

0 – 4 Sangat lepas 0, 0 – 0, 2 < 28, 5 < 30

4 – 10 Lepas 0, 2 – 0, 4 28, 5 – 30 30 – 35

10 – 30 Sedang 0, 4 – 0, 6 30 – 36 35 – 40

30 – 50 Padat 0, 6 – 0, 8 36 – 41 40 – 45

> 50 Sangat padat 0, 8 – 1, 0 > 41 > 45

Sumber : (Sosrodarsono, S., 1983)

2.3 Pondasi Tiang

2.3.1 Defenisi Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.

(29)

dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban – beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya kelapisan tanah yang lebih dalam.

Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang – tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang – tiang beton bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu.

Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya – gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.

2.3.2 Penggolongan Pondasi Tiang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.

A.Berdasarkan material yang digunakan

(30)

1. Tiang pancang kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda - benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan.

a. Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

1) Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam pengangkutan; 2) Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk pemancangan

tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast; 3) Muda untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk

lagi ke dalam tanah;

4) Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end bearing pile karena tekanannya relatif kecil.

b. Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

(31)

2) Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik turun;

3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang kayu ini bisa rusak atau remuk.

Gambar 2. 5. Tiang Pancang Kayu

2. Tiang pancang beton

Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

a. Precast reinforced concrete pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segi empat dan segi delapan.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu :

1) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar

tergantung pada mutu beton yang digunakan;

(32)

3) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan – bahan korosif asal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya;

4) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya.

Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :

1) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;

2) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa digunakan;

3) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga;

4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;

5) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom terhadap beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.

(33)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya. Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile adalah :

1) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi; 2) Tiang pancang tahan terhadap karat;

3) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi. Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile adalah : 1) Sukar ditangani;

2) Biaya pembuatannya mahal;

3) Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung. c. Cast in place

Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas;

2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah.

Keuntungan pemakaian cast in place :

1) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan;

2) Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam pengangkutan;

(34)

Kerugian pemakaian cast in place :

1) Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;

2) Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus;

3) Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol. Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :

1) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras;

2) Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah;

3) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas.

Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast in place, yaitu

solid – point pipe piles, steel pipe piles, Raymond concrete pile, simplex concrete

pile, based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.

(35)

3. Tiang pancang baja

Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar sehingga dalam transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat jika dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda - beda terhadap texture (susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah (moisture content).

Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka karena adanya sirkulasi air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang mengandung oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Keuntungan pemakaian tiang pancang baja :

a. Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan;

b. Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi; c. Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah. Kerugian pemakaian tiang pancang baja :

a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi;

(36)

Gambar 2. 8. Tiang Pancang Baja

4. Tiang pancang komposit

Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama - sama sehingga merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

a. Water proofed steel pipe and woodpile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka air tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1) Casing dan core dipancang bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu tersebut dan harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah;

(37)

3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

Gambar 2. 9. Water proofed steel pipe and woodpile

b. Composite dropped in - shell and woodpile

Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama dengan water proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai shell yang terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1) Casing dan core dipancang bersamaan samapi mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah;

2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus benar – benar diperhatikan agar kepala tiang tidak rusak;

3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, core ditarik keluar dari casing;

(38)

5) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang berisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.

Gambar 2. 10. Composite dropped in - shell and woodpile

c. Composite ungased – concrete and woodpile

Dasar pemilihan tiang ini adalah :

1) Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile. Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile akan terlalu panjang sehingga akan sulit dalam pengangkutan dan biayanya juga akan lebih besar;

2) Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah terendah.

(39)

1) Casing baja dan core dipancang ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah;

2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras;

3) Setelah sampai pada tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton dicor sebagian ke dalam casing, kemudian core dimasukkan lagi ke dalam casing;

4) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang pancang kayu tersebut;

5) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa cm di atas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas sampai keluar dari tanah.

Gambar 2. 11. Composite ungased – concrete and woodpile d.Composite dropped – shell and pipepile

(40)

1) Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place

concrete pile;

2) Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan tiang

composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu. Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :

3) Casing dan core dipancang bersamaan sehingga casing hampir seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari casing;

4) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah; 5) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali; 6) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dapat dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat;

7) Shell yang terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah.

(41)

e.Franki composite pile

Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja pada

Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang beton precast

biasa atau tiang profil H dari baja. Cara pelaksanaan tiang ini adalah :

8) Pipa dengan sumbat beton yang dicor lebih dahulu pada ujung pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras;

9) Setelah pemancangan mencapai kedalaman yang telah direncanakan pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola;

10) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah;

11) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

(42)

t anah ker as t iang

t anah lunak

t ian g

t an ah ber bu t ir k asar

B. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah

Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung.

Gambar 2.14. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Ujung (Sardjono, H.S.,1988)

2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.

(43)

t iang

t anah ber k ohesif t inggi

3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.

Gambar 2.16. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, H.S., 1988)

2.3.3 Perencanaan Pondasi Tiang

Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan tiang – tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang. Dalam pengaturan tiang – tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut : 1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter

berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama;

2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal;

3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60 sampai 2, 0 meter.

(44)

T

ia

n

g

Gaya pemancangan

Gaya tarik

Gaya mendatar

Pergeseran akibat lentur

T

ia

n

g

yaitu meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat getaran ketika tiang tersebut melentur.

Gambar 2. 17. Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang (Sosrodarsono, S.,1990)

Gambar 2. 18. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang (Sosrodarsono, S.,1990)

Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan prosedur sebagai berikut :

1. Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban – beban yang bekerja pada dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan di sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan – bahan pondasi;

(45)

4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang;

5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok tiang;

6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam batasan daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter, jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus dihitung kembali kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya;

7. Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok;

8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok; 9. Menghitung penurunan (bila diperlukan);

10. Merencanakan struktur tiang.

2.4 Pemancangan Tiang Pancang

Pemancangan tiang pancang adalah usaha yang dilakukan untuk menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai perencanaan. Pada umumnya pelakasanan pemancangan dapat dibagi dalam tiga tahap, tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi kegiatan mengangkat dan mendirikan tiang pada pemandu rangka pancang, membawa tiang pada titik pemancangan, mengatur arah dan kemiringan tiang dan kemudian percobaan pemancangan.

(46)

mencapai tanah keras seperti yang telah direncanakan. Tahap terakhir biasa dikenal dengan setting, yaitu pengukuran penurunan tiang pancang per - pukulan pada akhir pemancangan. Harga penurunan ini kemudian digunakan untuk menentukan kapasitas dukung tiang tersebut.

2.4.1 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)

Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Drop hammer

2. Single - acting hammer

3. Double - acting hammer

Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.

2.4.2 Hal - Hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan

Ada beberapa hal yang sering dijumpai pada saat proses pemancangan. Pada umumnya yang sering terjadi antara lain adalah kerusakan tiang, pergerakan tanah pondasi hingga pada masalah pemilihan peralatan.

1. Pemilihan peralatan

(47)

masalah-masalah lingkungan seperti suara bising atau getaran tidak boleh diabaikan, maka pekerjaan seperti ini perlu digabungkan dengan teknik-teknik pembantu lainnya walaupun sebelumnya telah ditetapkan salah satu cara pemancangan.

2. Pergerakan tanah pondasi

Pemancangan tiang akan mengakibatkan tanah pondasi dapat bergerak karena sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser dan mengakibatkan bangunan - bangunan yang berada di dekatnya akan mengalami pergeseran. 3. Kerusakan tiang

Pemilihan ukuran dan mutu tiang didasarkan pada kegunaannya dalam perencanaan, tetapi setidaknya tiang tersebut harus dapat dipancangkan sampai ke pondasi. Jika tanah pondasi cukup keras dan tiang tersebut cukup panjang, tiang tersebut harus dipancangkan dengan penumbuk (hammer) dan tiang harus dijaga terhadap kerusakan akibat gaya tumbukan dari hammer.

2.4.3 Hidrolik Sistem

A. Pengertian Hidrolik Sistem

Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme Hydraulic Jacking Foundation System, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.

(48)

tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston tersebut adalah 16,5 cm2 dengan luas 427,432 cm2. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

B. Keunggulan dan kekurangan teknologi hidrolik system

Keunggulan teknologi hidrolik system ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :

1. Bebas getaran

Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan

Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan

(49)

3. Daya dukung aktual per tiang diketahui

Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Sedangkan jumlah titik soil investigation seperti sondir dan SPT diadakan dalam jumlah yang terbatas. Sehingga pada sistem drop hammer untuk mengetahui daya dukung pertiang masih menggunakan dan mempercayakan cara tidak langsung (indirect means).

Sedangkan dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic jackingsystem sepanjang proses pemancangan berlangsung.

4. Harga yang ekonomis

Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

5. Lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jackingsystem ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat

hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.

6. Loading test secara langsung

(50)

beban uji, maka prosedur, jadwal dan jumlah titik loading test dapat dengan mudah ditentukan pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Adapun kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang

ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan;

2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);

3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 70 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;

4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

C. Perbedaan spesifikasi alat pancang mini pile segitiga dengan bujur sangkar, yaitu:

1. Perbedaan pada topi penekanan yang berukuran 20cm x 20cm sesuai dengan tiang pancang yang digunakan,

2. Perbedaan kemampuan tekan minimum.

Tiang pancang (mini pile) = 1,5 x daya dukung ijin yang diberikan Tabel 2.2 Kemampuan tekan minimum tiang pancang (mini pile)

Tiang mini pile Daya dukung ijin (Ton) Mesin Kapasitas (Ton)

Segi tiga 22,5 cm 25 50

Segi tiga 22,5 cm 35 70

Bujur sangkar 20cm x 20cm 35 70

(51)

V - Pile

2 NOS OF 10 mm THK. PLATE TO BE WELDED WELD

FULL LENGHT

V - Pile D. Spesifikasi Reinforced Concrete (RC) Piles

1. Spesifikasi bahan

Ready mix concrete : JIS 5308, PBI Prestressing wire : JIS, PBI Reinforced Conrete Bars : PBI Stell end plate : PBI 2.Tegangan karakteristik bahan

Concrete (Grade 50 or K – 500) : 500 kg/cm2 Prestressing wire : 16500 kg/cm2

Stell end plate : 2400 kg/cm2

3. Beban kerja

Formula following ACI 543 Working load 35 ton per pile 4.Dimensi

Cross section : Equitorial triangle Nominal side length : 200 mm

Standard length of pile element : 6.00 m Crossectional area : 203 cm2 No. prestressing wire : 3 Ø 7 mm Weight per pile element : 210 kg

(52)

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang

Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data – data penyelidikan tanah (soil investigation), cara kalender atau dengan tes pembebanan (loading test) pada tiang.

2.5.1 Berdasarkan Hasil Cone Penetration Test (CPT)

Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang c. Untuk tanah non – kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb) kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang dinyatakan dengan persamaan :

Qb = Ab x qc ... (2. 3) dimana :

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg) Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2) qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Mayerhoff juga menyarankan penggunaan persamaan 2. 3 tersebut, yaitu dengan qc rata – rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang sampai 4d di bawah dasar tiang. Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah yang meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor ω untuk tahanan ujung sebesar 0, 5.

(53)

Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen

(1974), DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor ω seperti pada

tabel 2. 2 berikut ini.

Tabel 2. 3. Faktor ω Heijnen, DeRuiter dan Beringen

Kondisi Tanah Faktor ω

Pasir terkonsolidasi normal

Pasir banyak mengandung kerikil kasar Kerikil halus

1 0, 67

0, 5

Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002)

Vesic menyarankan bahwa tahanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding tiang beton adalah 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir (qf), atau : fs = 2 x qf (kg/cm) ... (2. 5) Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh meyerhoff sebagai berikut :

200

Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut :

Qs = As x fs (kg/cm2) ... (2. 7) dimana :

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg) As = Luas penampang selimut tiang (cm2) fs = Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2)

Untuk tanah kohesif, umumnya tahanan konus (qc) dihubungkan dengan nilai kohesi (cu), yaitu:

(54)

Nilai Nc berkisar antara 10 sampai 30, tergantung pada sensivitas, kompresibilitas dan adhesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan biasanya Nc diambil antara 15 sampai 18, (Bagemann, 1965).

Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan memfokuskan pada penggunaan metode langsung saja karena banyaknya data sondir. Metode langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff, Tomlinson dan Bagemann. Pada metode langsung ini, kapasitas daya dukung ultimit (Qult) yaitu beban maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan, dirumuskan sebagai berikut :

K

Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg) qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2) Ap = Luas penampang ujung tiang (cm2)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/m) K = Keliling tiang (cm)

Qijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga persyaratan keamanan terhadap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Qijin dirumuskan sebagai berikut:

(55)

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :

K JHL

Tult = × ... (2. 11)

Daya dukung tiang tarik ijin :

3 T

Q ult

ijin = ... (2. 12)

Daya dukung tiang (Ptiang) yaitu kemampuan tiang mendukung beban yang didasarkan pada kekuatan bahan tiang. Daya dukung tiang ini dirumuskan sebagai berikut :

tiang beton

tiang σ A

P = × ... (2. 13)

2.5.2 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut

geser tanah (φ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel 2. 1.

SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. Hal ini mungkin terjadi bila

jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948)

(56)

Gibs dan Holtz (1957) juga memberikan harga ekivalen N0 yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah terkoreksi akibat pengaruh tekanan berlebih yang terjadi untuk jenis tanah dinyatakan dengan :

10

Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada tabel 2. 3 berikut.

Tabel 2. 4. Hal - hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N

Klasifikasi Hal – hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil – hasil survey sebelumnya

Unsur tanah, variasi daya dukung vertical (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan

lain - lain

Hal – hal yang perlu diperhatikan langsung

Tanah pasir (tidak kohesif)

Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap penurunan

dan daya dukung tanah Tanah lempung

(kohesif)

Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan

terhadap hancur

Sumber: (Sosrodarsono, S., 1983)

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan :

(57)

dimana

τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm2)

c = Kohesi tanah (kg/cm2)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)

φ = Sudut geser tanah (°)

Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

15

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam,maka sudut gesernya adalah :

φ = 0,3 N + 27 ... (2. 18) Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel 2. 4 berikut.

Tabel 2. 5. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir

Angka penetrasi standard, N

Kepadatan relatif Dr (%)

(58)

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel 2. 5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2. 6. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah Tanah tidak

Sumber : (Sosrodarsono, S., 1983)

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira - kira setengah berat isi tanah di atas muka air.

Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini :

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 - 4 kg/cm2 atau harga SPT, N > 15

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.

1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif

(59)

2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif

3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif

p

4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif

Li

2.5.3 Berdasarkan Bacaan Manometer

(60)

A P

Q= × ... (2. 24)

Keterangan :

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (Ton) P = Bacaan manometer (kg/cm2)

A = Total luas efektif penampang piston (cm2) Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston. Untuk mesin kapasitas 70 Ton :

Diameter piston hydraulic jack = 16,5 cm2 Luas penampang piston = ¼ πd2

= ¼ πd2 (16,5)2 = 213,716 cm2 Total luas efektif penampang piston = 2 x 213,716 = 427,432 cm2

2.5.4 Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7.

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.

(61)

(a) Untuk kaki tunggal. (a)

(b) Untuk dinding pondasi.

(62)

2.5.5 Jarak antar tiang dalam kelompok

Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :

S ≥ 2,5 D S ≥ 3,0 D

dimana :

S = Jarak masing-masing. D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3,0 D

(63)

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.

Gambar 2.21. Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H.S., 1988)

2.5.6 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang (mini pile)

(64)

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang

Pancang (mini pile) maupun tiang bor.

(a) (b)

(65)

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

Gambar 2.23 Daerah Friksion pada kelompok tiang dari tampak samping

Gambar 2.24 Daerah Friksion pada kelompok tiang dari tampak atas

2.5.7 Penurunan (Settlement)

Dalam kelompok tiang (pile group) ujung atas tiang-tiang tersebut dihubungkan satu dengan yang lain dengan poer yang kaku sehungga merupakan suatu kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini di harapakan bila kelompok tiang pancang tersebut dibebani secara merata akan terjadi settelmen (penurunan) yang merata pula.

1. Penurunan kelompok tiang selalu lebih besar dari pada penurunan tiang pancang yang berdiri sendiri (single pile) terhadap beban yang sama. 2. Dengan beban yang sama penurunan kelompok tiang aka lebih besar bila

jumlah tiang bertambah.

Gambar

Gambar 2. 5. Tiang Pancang Kayu
Gambar 2. 6. Tiang Pancang  Precast Reinforced Concrete Pile
Gambar 2. 7. Tiang Pancang Cast In Place
Gambar 2. 9. Water proofed steel pipe and wood pile
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi tiang pancang adalah batang yang relative panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah kelapisan

Dalam perencanaan suatu konstruksi khususnysa pondasi tiang pancang penting diketahui kapasitas daya dukung pondasi tersebut, dalam hal ini perhitungan dilakukan dengan metode

Pada penulisan tugas akhir ini akan dibahas mengenai perencanaan struktur bawah overpass memakai pondasi tiang pancang dengan menghitung kapasitas dukung tiang

Paper ini menyajikan tentang hasil karya imliah skripsi penulis tentang studi banding perencanan pondasi tiang pancang beton dan bored pile, dimana konstruksi

Pondasi tiang pancang beton berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada struktur atas.Untuk menghasilkan daya dukung yang

ANALISIS DAYA DUKUNG IJIN PONDASI TIANG PANCANG TUNGGAL DAN KELOMPOK PADA PROYEK PEMBANGUNAN PENDOPO KABUPATEN TAPIN Puteri Maulida1, Akhmad Gazali2, Hendra Cahyadi3 1Teknik

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan daya dukung pondasi tiang pancang kelompok pada proyek Tol Kayu Agung Palembang Betung STA 36+619 di Overpass

Daya dukung pondasi tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : Qu = qcx Ap+ JHL x Kt 4 Keterangan : Qu = Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang qc = Tahanan ujung Sondir Perlawanan