• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Role of Vitamine E and Selenium in in Vitro Fermentation of Ration Supplemented with Poly Unsaturated Fatty Acid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Role of Vitamine E and Selenium in in Vitro Fermentation of Ration Supplemented with Poly Unsaturated Fatty Acid"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT VITAMIN E DAN SELENIUM DALAM

FERMENTASI IN VITRO RANSUM YANG

DISUPLEMENTASI ASAM LEMAK

TIDAK JENUH

SKRIPSI ANNITA AVIANTRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Annita Aviantri. D24080170. 2012. Manfaat Vitamin E dan Selenium dalam Fermentasi in Vitro Ransum yang Disuplementasi Asam Lemak Tidak Jenuh.

Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc Pembimbing Anggota : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc

Minyak sebagai sumber lemak seringkali ditambahkan ke dalam ransum terutama ransum ternak ruminansia dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan energi ransum dan meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh produk ternak. Akan tetapi, penambahan minyak ke dalam ransum harus diperhatikan karena memiliki pengaruh negatif terhadap kecernaan nutrien ransum. Salah satu pengaruh negatif supelementasi asam lemak dapat menurunkan kecernaan, laju fermentabilitas serta populasi protozoa total rumen. Pengaruh negatif ini terjadi karena adanya reaksi oksidasi dari asam lemak terutama asam lemak tidak jenuh selama penyimpanan serta reaksi biohidrogenasi di dalam rumen. Salah satu contoh minyak sumber asam lemak jenuh adalah CPO, dan sumber asam lemak tidak jenuh adalah minyak jagung. Penambahan antioksidan dapat meminimalisasi pengaruh negatif dari oksidasi dan biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh. Antioksidan alami yang umum digunakan adalah vitamin C, selenium (Se), karotenoid, flavonoid, minyak esensial dan vitamin E (Purba, 2010). Pada penelitian ini antioksidan yang digunakan adalah vitamin E dan selenium (Se). Selenium yang umum digunakan untuk supelementasi pada ternak adalah sodium selenit (Na2SeO3). Informasi mengenai peran antioksidan dalam

mempengaruhi oksidasi asam lemak dan pengaruhnya terhadap kecernaan belum banyak diketahui.Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh penambahan antioksidan terhadap ferementasi in vitro pakan yang disuplementasi dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan (P0 = kontrol, P1 = P0+vitamin E+CPO, P2 = P0+vitamin E+minyak jagung, P3 = P0+Se+CPO, P4 = P0+Se+minyak jagung) dan tiga ulangan. Dosis vitamin E yang digunakan dalam pakan adalah 100 ppm, selenium (Na2SeO3)

sebanyak 0,5 ppm dan minyak yang ditambahkan sebanyak2 gram. Analisis data dilakukan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance), jika berbeda nyata akan diuji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi minyak jagung yang ditambah dengan vitamin E memiliki nilai kecernaan bahan kering paling tinggi. Jika dilihat dari kecernaan bahan organik, fermentabilitas dan populasi protozoa total dalam rumen semua perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata. Sehingga, penambahan antioksidan pada ransum yang disuplementasi minyak sebanyak 2 gram disarankan untuk mengurangi pengaruh negatif terhadap fermentasi dan kecernaan bahan kering.

(3)

ABSTRACT

The Role of Vitamine E and Selenium in in Vitro Fermentation of Ration Supplemented with Poly Unsaturated Fatty Acid

Aviantri A., T. Toharmat and A.T. Permana

Supplementation of vegetable oil in formulating ruminants ration is a common practice to increase energy content of ration and the content of functional fatty acids in the animal products. Corn oil is a source of poly unsaturated fatty acids (PUFA) and as a defaunating agent, while the crude palm oil (CPO) is a source of saturated fatty acids. Dietary supplementation of vitamin E and selenium (Se) may reduce the oxidation of PUFA in the rumen. It also was reduce the negative effects of fatty acids oxidation on the microbial activity in the rumen. The study was aimed to evaluate the effect of vitamin E and Se supplementation on digestibility and fermentability of the diets supplemented with PUFA, as well as the total population of protozoa in the fermentation subtance. This study used a completely randomized design, with five treatments (P0 = control; P1 = P0+vitamin E+CPO; P2 = P0+vitamin E+corn oil; P3 = P0+Se+CPO; P4 = P0+Se+corn oil). All the treatments were replicated three times. Data was analized according to the Analysis of Variance procedure. The results showed that treatment P2 is higher than P4 in dry matter digestibility, but all treatments had no effect on digestibility, fermentability (VFA and NH3) and total population of protozoa. It was concluded that supplementation of

antioxidants (vitamin E and Se) prevented the negative effects of dietary supplementation of oil containing PUFA up to 2 gram. Dietary addition of antioxidant was likely necessary to reduce the negative effect of unsaturated fatty acid oxidation in the rumen.

(4)

MANFAAT VITAMIN E DAN SELENIUM DALAM

FERMENTASI IN VITRO RANSUM YANG

DISUPLEMENTASI ASAM LEMAK

TIDAK JENUH

ANNITA AVIANTRI D24080170

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Manfaat Vitamin E dan Selenium dalam Fermentasi in Vitro

Ransum yang Disuplementasi Asam Lemak Tidak Jenuh

Nama : Annita Aviantri

NIM : D24080170

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc) (Ir. Asep Tata Permana, M.Sc) NIP. 19590902 198303 1 003 NIP. 19640302 199103 1 002

Mengetahui : Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1991 di

Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara

dari pasangan Bapak Suwito dan Ibu Ma’rifah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun

1996 di Sekolah Dasar Swasta Kartini Tangerang dan

diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjut tingkat

pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada

tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2

Tangerang. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 95 Jakarta pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun

2008.

Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Penulis aktif dalam

organisasi Koperasi Mahasiswa (KOPMA) periode 2008-2010 sebagai anggota

Event Organizer dan Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak

(7)

KATA PENGANTAR

Penambahan minyak ke dalam ransum merupakan hal yang umum dilakukan.

Namun kajian manfaat penambahan antioksidan dalam ransum yang disuplementasi

minyak dengan kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang tinggi terhadap

kecernaan, fermentabilitas dan populasi protozoa rumen masih terbatas. Penelitian ini

dirancang untuk mengkaji manfaat penambahan vitamin E dan selenium dalam

ransum yang disuplementasi minyak yang mengandung asam lemak jenuh dan asam

lemak tidak jenuh tinggi. Sumber asam lemak jenuh yang ditambahkan adalah CPO

(crude palm oil), sedangkan sumber asam lemak tidak jenuh menggunakan minyak

jagung. Minyak yang disuplementasikan pada ransum penelitian adalah sebesar 2

gram. Kajian difokuskan pada manfaat penambahan antioksidan dan minyak

terhadap kecernaan dan pola fermentasi serta populasi protozoa total.

Penambahan asam lemak tidak jenuh biasanya ditujukan untuk mendapatkan

produk ternak yang rendah kolesterol dan kaya asam lemak tidak jenuh, sedangkan

penambahan asam lemak jenuh digunakan untuk meningkatkan kandungan energi

pakan. Penambahan minyak ke dalam pakan juga memiliki pengaruh negatif, oleh

karena itu penggunaannya harus diperhatikan. Penambahan minyak yang tinggi

dalam ransum ternak ruminansia menyebabkan efek negatif terhadap fermentasi

rumen seperti sintesis mikroba rumen dan pencernaan serat kasar yang terbatas.

Pengaruh negatif adanya penambahan asam lemak dapat diminimalisasi

dengan adanya penambahan agen perlindungan lemak. Sudah banyak penelitian yang

menggunakan perlindungan asam lemak khususnya asam lemak tidak jenuh seperti

penggunaan tanin. Perlindungan terhadap asam lemak tidak jenuh juga dapat

menggunakan antioksidan karena antioksidan dapat melindungi asam lemak tidak

jenuh dari reaksi oksidasi.Antioksidan yang digunakan adalah vitamin E dan Se.

Vitamin E dan Se memiliki fungsi yang sama dalam mencegah reaksi

oksidasi. Adanya penambahan antioksidan diharapkan dapat melindungi minyak

sehingga tetap dapat dimanfaatkan sebagai agen defaunasi yang dapat mengurangi

populasi protozoa. Penurunan populasi protozoa dapat meningkatkan kecernaan dan

konsentrasi VFA karena adanya peningkatan populasi bakteri rumen. Penggunaan

vitamin E dalam penelitian ini sebesar 100 ppm, sedangkan penggunaan Se sebesar

(8)

dalam penelitian ini disesuaikan dengan standar kebutuhan ruminansia berdasarkan

NRC .

Penelitian ini dilakukan secara in vitro selama satu bulan dimulai bulan

Februari 2012 sampai dengan Maret 2012 yang bertempat di Laboratorium Ilmu

Nutrisi Ternak Perah. Penghitungan populasi total protozoa dilakukan di

Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2012

(9)
(10)

KESIMPULAN ...

Kesimpulan ... Saran ...

26

26 26

UCAPAN TERIMAKASIH ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 31

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jagung dan CPO ... 7

2. Formulasi Ransum yang Digunakan dalam Penelitian ... 16

3. Kecernaan in Vitro Ransum Komplit yang Mengandung Minyak dengan Asam Lemak Berbeda ...

21

4. Fermentabilitas in Vitro Ransum Komplit yang Mengandung

Minyak dengan Asam Lemak Berbeda ... 23

5. Populasi Protozoa Total dalam Media Fermentasi Ransum Komplit yang Berbeda Kandungan Lemaknya dan Disuplementasi Vitamin E atau Se ... 24

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh ... 6

2. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak

Ruminansia ...

9

3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia ...

11

4. Protozoa Rumen ... 12

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. ANOVA dan Uji Lanjut Kecernaan Bahan Kering dan Bahan

Organik in Vitro ...

32

2. ANOVA VFA dan NH3 in Vitro ... 32

3. Foto-foto Penelitian ... 33

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak atau lemak merupakan salah satu bahan yang sering ditambahkan ke

dalam ransum. Tujuan penambahan minyak yang umum adalah untuk mendapatkan

ransum ternak ruminansia dengan energi tinggi terutama pada kondisi cekaman

panas atau pada ternak ruminansia awal laktasi. Penambahan minyak ke dalam

ransum juga sering dilakukan dengan harapan bahwa komponen lemak tersebut dapat

diekskresikan pada hasil ternak.Penambahan minyak sumber asam lemak tidak jenuh

dalam ransum dapat menghasilkan produk rendah kolesterol atau berkadar asam

lemak esensial yang tinggi.

Penambahan minyak juga memiliki pengaruh positif dari segi kandungan

energinya yang tinggi (2,25 x karbohidrat),dapat menurunkan heat increament,

mengurangi sifat berdebu dari ransum, meningkatkan konsentrasi asam lemak

esensial, meningkatkan palatabilitas ransum, menurunkan produksi metan dalam

rumen pada pemberian pakan yang tinggi hijauandan memperbaiki rasio asetat :

propionat sehingga dapat meningkatkan efisiensi ransum secara umum.

Penambahan asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh juga memiliki pengaruh

negatif yaitu dapat menurunkan kecernaan ransum terutama kecernaan serat pada

ruminan yang diberikan ransum tinggi hijauan.Penambahan minyak yang tinggi juga

dapat menyebabkan terganggunya sistem fermentasi dan kematian protozoa.Asam

lemak tidak jenuh juga memiliki sifat negatif yaitumudah teroksidasi dandi dalam

rumen akan mengalami biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh yang akan bersifat

toksik terhadap mikroba rumen. Reaksi-reaksi tersebut dapat diminimalisasi dengan

cara melindungi asam lemak rantai panjang dengan penambahan agen perlindungan.

Vitamin E dan selenium (Se)dapat digunakan sebagai agen perlindungan karena

mampumelindungi membran sel dari peroksidasi.

Penggunaan vitamin E dan Se ke dalam pakan sudah banyak dilakukan

dalam penelitian, namun belum diketahui manfaat penambahan antioksidan dalam

mengurangi efek negatif penambahan minyak. Adanya penambahan vitamin E dan

Se diharapkan dapat menurunkan populasi protozoa rumen, sehingga kecernaan dan

(15)

dapat melindungi asam lemak tidak jenuh agar dapat diekskresikan pada produk

ternak serta mengurangi pengaruh negatif dari penambahan asam lemak jenuh.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat supelementasi vitamin E dan

selenium (Se) dalam mengurangi pengaruh negatif penambahan sumber asam lemak

jenuh dan asam lemak tidak jenuh ke dalam pakan melalui kajian fermentasi dan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Vitamin E Sebagai Antioksidan

Vitamin E dalam sejarahnya pertama kali ditemukan oleh seorang Fisikawan

Amerika bernama Herbert Evans bersama asistennya, Kathrine dari Universitas

California tahun 1922. Vitamin E merupakan substansi larut lemak sebagai

antioksidan utama yang terdapat pada eritrosit dan lipoprotein plasma yang mampu

mempertahankan integritas membran (Winarsi, 2007).Sifat umum vitamin E antara

lain tahan terhadap panas, mudah dioksidasikan dan rusak apabila terdapat dalam

lemak tengik. Vitamin E (tokoferol) adalah salah satu fitonutrien yang penting dalam

minyak makan dan memiliki 8 isomer yaitu 4 tokoferol (α, , , dan δ) dan 4

tokotrienol (α, , , dan δ) homolog. Sebagai antioksidan, α-tokotrienol memiliki

potensi lebih tinggi dibandingkan α-tokoferol (Winarsi, 2007).

Fungsi lain vitamin E menurut Llyod et al. (1978) yaitu sebagai antioksidan

pada jaringan ternak dan tanaman, esensial dalam respirasi sel dan regulator dalam

sintesis komponen tubuh.Gropper et al. (2005) menambahkan bahwa vitamin E juga

berfungsi memelihara integritas sel tubuh, mencegah peroksidasi asam-asam lemak

tidak jenuh yang berada pada fosfolipid membran mitokondria dan endoplasmik

retikulum.

Supelementasi vitamin E dapat diperoleh dari vitamin E sintetis maupun

alami. Sumber vitamin E yang alami yaitu pada lemak dan minyak hewan atau pada

tanaman terutama pada bagian kecambah jagung, telur dan kolostrum susu sapi.

Penambahan vitamin E sebagai antioksidan ke dalam pakan memberikan hasil yang

bervariasi terhadap peranan lemak di dalam pakan tersebut.

Sejumlah kecil vitamin E akan tersimpan di dalam tubuh dalam waktu yang

lama. Setelah menjalankan fungsinya, vitamin E tidak didaur ulang, sehingga untuk

meneruskan peran biologisnya di dalam sel harus digantikan. Vitamin E yang tidak

tersimpan akan diekskresikan dengan jalur utama adalah empedu. Biasanya kurang

dari 1% konsumsi vitamin E akan diekskresikan melalui urin (McDowell, 2000).

Manfaat Selenium Sebagai Antioksidan

Selenium memiliki nomor atom 34 dan berat atom 78,96. Banyak penemuan

yang mengindikasikan bahwa struktur organik dari Se memiliki daya serap yang

(17)

semua Se organik diretensi oleh tubuh lebih tinggi daripada Se inorganik pada

seluruh keadaan, tetapi paling tidak untuk jaringan tertentu, keadannya berbeda. Se

inorganik yang biasa disupelementasikan pada hewan adalah selenit (Spears dan

Hansen, 2008).

Fungsi Se berhubungan erat dengan vitamin E, keduanya berfungsi untuk

melindungi membran biologis dari degenerasi oksidatif. Mekanisme kerja antara Se

dan vitamin E yaitu, vitamin E mencegah penempelan radikal bebeas pada

membrane sel, sedangkan Se-GSH-Px mencegah terbentuknya OH- dari H2O2

(sebagai antioksidan) (Dilaga, 1992). Se dan vitamin E juga berhubungan dengan

insiden dan keparahan mastitis pada sapi perah. Vitamin E dan Se juga dilaporkan

diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh optimal dalam ayam (McDowell, 2003).

Fungsi lain Se yaitu untuk komponen pembentuk enzim Glutathione Peroksidase

(GSH-Px) dan daya kebal tubuh (Dilaga, 1992) dan membantu melindungi membran

sel dari proses autooksidasi (Cheeke, 2005).

Absorbsi Se pada hewan poligastrik lebih sedikit (35%) dibandingkan pada

monogastrik (85%), karena terjadi reduksi selenite menjadi bentuk yang sukar larut

dalam rumen (Dilaga, 1992). Spears dan Hansen (2008) menyatakan bahwa hewan

non-ruminan mampu mengabsorbsi Se organik dan inorganik lebih baik.Kebutuhan

minimum selenium bergantung pada bentuk Se yang dikonsumsi dan sifat ransum,

terutama kadar vitamin E-nya (Parakkasi, 1999). Sapi yang sedang tumbuh (sapi

kebiri maupun sapi dara) memiliki kebutuhan sekitar 0,10 mg/kg ransum kering, sapi

jantan yang sedang kawin atau sapi induk yang sedang bunting dan atau laktasi

kebutuhannya antara 0,05-0,10 mg/kg ransum kering (Parakkasi, 1999). Sementara

itu, rekomendasi supplementasi Se untuk ternak ruminansia sebesar 0,1 ppm (NRC,

1996) dengan batas toleransi maksimum untuk sapi perah sebesar 5 ppm (Dilaga,

1992).

Rumen

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan

abomasum.Rumen merupakan tabung besar untuk menyimpan dan mencampur

ingesta bagi fermentasi oleh mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba lain

terhadap nutrien menghasilkan produk akhir yang dapat dimanfaatkan ternak untuk

(18)

aliran darah, pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Isi

rumen mempunyai karakteristik yang khas untuk mendukung proses fermentasi oleh

mikroba rumen.

Penambahan asam lemak tidak jenuh dalam ransum ternak ruminansia akan

mengalamibiohidrogenasi di dalam rumen oleh mikroba rumen menjadi asam lemak

jenuh (Cheeke, 2005 dan Tiven et al., 2011), sehingga semua lipida pakan yang

masuk ke duodenum sebagian besar berupa asam lemak jenuh (Wood et al., 2008).

Proses biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh pada kondisi netral dalam rumen (pH

6-7) dapat dicegah karena adanya ikatan antara protein dengan formaldehida yang

mengelilingi partikel minyak, namun pada kondisi asam di dalam abomasum (pH

2-3) ikatan tersebut akan terpecah, asam lemak tidak jenuh dapat diabsorbsi dan

dicerna di dalam usus halus (Tiven et al., 2011).

Asam Lemak

Berbeda dengan karbohidrat, bahan makanan utama ruminan (hijauan) tidak

banyak mengandung lemak (hanya sekitar 3%). Lemak ransum umumnya berasal

dari penambahan minyak baik minyak sumber asam lemak jenuh maupun tidak

jenuh. Penambahan lemak atau minyak ke dalam ransum memiliki pengaruh positif

dan pengaruh negatif terhadap proses fermentasi dalam rumen ternak ruminansia.

Pengaruh positif tersebut antara lain kandungan energinya yang tinggi (2,25 x

karbohidrat), dapat menurunkan heat increament, mengurangi sifat berdebu dari

ransum, meningkatkan kadar asam lemak tidak jenuh (sebagai sumber asam lemak

esensial bagi anak ruminan), meningkatkan palatabilitas ransum, menurunkan

produksi gas metan dalam rumen pada pemberian pakan ruminansia yang tinggi

hijauan dan memperbaiki rasio asetat : propionat sehingga dapat meningkatkan

efisiensi ransum secara umum (Parakkasi, 1999).

Parakkasi (1999) serta Wilson dan Brigstocke (1981)melaporkan bahwa

penambahan lemak memiliki pengaruh negatif terhadap ruminan yaitu menurunkan

kecernaan serat ransum terutama terlihat pada ruminan yang diberikan ransum tinggi

hijauan, dapat mengganggu penggunaan N (dengan pemberian 5% lemak dan urea

dalam ransum) dan menyebabkan flavor daging kurang disukai (dengan penambahan

(19)

Lemak di dalam rumen akan mengalami proses pembebasan asam lemak

yang teresterifikasi (lypolisis), fermentasi gliserol dan proses biohidrogenasi asam

lemak tidak jenuh(Garton, 1967). Minyak selain mengalami lypolisis juga mengalami

proses oksidasi jika terdapat dalam keadaan aerob. Oksidasi minyak dapat

menyebabkan ketengikan pada bahan pakan.Mekanisme reaksi oksidasi asam lemak

tidak jenuh dapat dilihat pada gambar berikut:

R1─ CH2─ CH═ CH─ CH2─ R2Energi► R1─ CH─ CH═ CH─ CH2─ R2 + H

Gambar 1. Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh

Sumber : Rorong et al., 2008.

Jika proses biohidrogenasi dibiarkan terjadi di dalam rumen, maka dapat

menyebabkan lemak yang terserap pada dinding usus halus banyak berupa asam

lemak jenuh. Pencegahan atau minimalisasi proses biohidrogenasi dapat

dilakukandengan adanya penambahan agen perlindungan terhadap asam lemak tidak

jenuh tersebut. Menurut Parakkasi (1999), prinsip perlindungan lemak yaitu dengan

cara melindungi protein dari degradasi mikrobial.Manfaat adanyaperlindungan

terhadap lemak memungkinkan penggunaaan minyak dalam jumlah banyak di dalam

rumen tanpa menyebabkan kerusakan kecernaan selulosa dan pembentukan gas

metan (Scott dan Ashes, 1993). Beberapa agensia yang sering digunakan dalam

penelitian sebagai pelindung lemak tidak jenuh adalah tanin dan aldehid

(formaldehid), gum Arab dan sabun kalsium sebagai agensia perlindungan asam

(20)

Minyak Jagung dan Crude palm oil

Kecukupan energi dan asam lemak esensial pada ternak ruminansia dapat

terpenuhi dengan adanya penambahan minyak seperti minyak jagung, minyak

kacang tanah atau minyak ikan (Tanuwiria et al., 2011). Umumnya, peternak

mendapatkan tambahan energi dengan penambahan minyak sawit kasar (CPO/crude

palm oil) yang mengandung asam lemak jenuh tinggi.

Minyak jagung sebagai sumber asam lemak tidak jenuh banyak mengandung

asam linoleat (C18:2n-6)(Ketaren, 1986). Sementara itu, CPO sebagai asam lemak

jenuh memiliki kandungan asam palmitat (C16:0) yang tinggi. CPO juga dapat

dijadikan sumber asam lemak tidak jenuh, terutama CPO yang diekstrak dari

mesokarp buah sawit (Loi et al.,2010).Berikut adalah kandungan asam lemak pada

CPO dan minyak jagung.

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jagung dan CPO

Asam Lemak Minyak Jagung (%)a CPO (%)b

Sumber : a = Wildan (1997), b =Suharyanto (2006)

Kecernaan Nutrien

Kecernaan adalah perubahan fisik dan kimia yang dialami pakan dalam alat

pencernaan, perubahan tersebut berupa penghalusan pakan menjadi butir-butir atau

partikel kecil.Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan

dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan

(Kurniawati, 2009).

Pengukuran kecernaan pada ruminansia dapat dilakukan melalui dua teknik

yaitu teknik in vivo dan in vitro. Kecernaan in vitro dipengaruhi beberapa hal yaitu

pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan

suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan buffer (Selly,

(21)

pemanfaatan bahan organik pada sistem pencernaan ruminansia, sedangkan faktor

yang mempengaruhi degradasi ransum dalam saluran pencernaan ruminansia adalah

struktur makanan, ruminansi, produk saliva dan pH optimum (Anggorodi, 1994).

Pakanruminansia akanmengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya

berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat

makanan asalnya. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan nutrien yang

terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya dan

dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002). Kecernaan yang

tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak, sementara itu pakan

yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang

mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi

ternak.

Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan

kualitas pakan. Setiap jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen dengan

kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi pakan yang mengakibatkan

perbedaan pula pada kecernaan dalam rumen(Sutardi, 1979).Nilaikoefisien cerna

bahan kering (KCBK) yang tinggimenunjukkan peluang nutrien yang dapat

dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya tinggi pula. Koefisien cerna bahan

organik (KCBO) menggambarkan senyawa protein, karbohidrat, lemak yang dapat

dicerna oleh ternak.

Kecernaan bahan kering dan bahan organik dapat diduga

denganmenggunakan metode Tilley and Terry (1963).Metode produksi gas dilakukan

berdasarkan laju gas (CO2 dan CH4) yang diproduksi dari inkubasi in vitro pakan

dengan media cairan rumen.

Kadar VFA (Volatile Fatty Acid) Cairan Rumen

Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan

menghasilkan asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yaitu asetat, propionat,

butirat, valerat dan asam lemak lainnya seperti format. Menurut Hungate (1966),

proporsi VFA dalam rumen berkisar 63% asetat, 21% propionat, 16% butirat dan

asam lemak lainnya. Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA

(22)

Selulosa Pati

Selubiosa Maltosa Isomaltosa

Glukosa-1-phospat Glukosa

Glukosa-6-phospat

Pektin Asam Uronat Sukrosa

Hemiselulosa Pentosa Fruktosa-6-phosphat Fruktosa Fruktan

Pentosan Fruktosa-1,6-diphosphat

Asam piruvat

Format Asetil CoA Laktat Oksaloasetat Metilmalonil CoA

Malonil Asetoasetil Laktil Malat CO2 H2 CoA CoA CoA

Metan B-Hidroksibutiril Akrilil Fumarat Asetil phosphat CoA CoA

Krotonil Propionil Suksinat CoA CoA

Butiril Suksinil

CoA CoA

Asetat Butirat Propionat

Gambar 2. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia

Sumber : McDonald et al., 2002.

Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur

fermentabilitas pakan(Hartati, 1998). Konsentrasi VFA mengindikasikan mudah

tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Komposisi VFA di dalam

rumen dapat berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf

dan frekuensi pemberian pakan serta pengolahan.Produksi VFA yang tinggi

(23)

VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 mM sampai 160

mM dengan titik optimumnya 110 mM (Suryapratama, 1999). Produksi VFA dapat

dipengaruhi oleh protozoa melalui mekanisme pencernaan partikel pati sehingga

VFA menjadi rendah dan rasio butirat : propionat dari 0,5 menjadi 1,7 (Whitelaw et

al., 1972).

Sebagian besar ransum ternak ruminansia mengandungpolisakarida atau

karbohidrat struktural seperti selulosa, hemiselulosa dan karbohidrat lain yang tidak

dapat dihidrolisa oleh enzim yang dihasilkan oleh alat pencernaan. Polisakarida akan

dihidrolisa menjadi monosakarida terutama glukosa oleh enzim yang dihasilkan

mikroba. Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi VFA, terutama asetat (C2),

propionat (C3) dan butirat (C4), disamping itu dihasilkan juga isobutirat (iC4),

isovalerat (iC5), valerat (C5) serta gas CH4 dan CO2 (Sutardi, 1977).

Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung oleh

retikulo-rumen yang masuk ke darah, sekitar 20% diserap abomasum dan omasum,

dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002). Parakkasi

(1999) menambahkan bahwa sebagian besar VFA diserap langsung melalui dinding

rumen, hanya sedikit asetat, beberapa propionat, dan sebagian besar butirat

termetabolisme dalam dinding rumen. Sedangkan, pakan yang tidak dicerna akan

disalurkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan

sama seperti yang terjadi pada hewan monogastrik.

Kadar Amonia (NH3) Cairan Rumen

Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan

asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia

diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh

mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002).

Produksi NH3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Di

dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat

hidrolisis protein bergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan

kadar NH3(Arora, 1989). Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara

proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien

akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen

(24)

turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 2002). Amonia hasil fermentasi tidak

semuanya disintesis menjadi protein mikroba, sebagian diserap ke dalam darah, dan

amonia yang tidak terpakai akan dibawa ke hati kemudian diubah menjadi urea dan

sebagian disalurkan melalui urin serta lainnya akan di bawa ke saliva.Berikut adalah

gambar proses metabolism protein di dalam rumen:

Pakan

Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia

Sumber : McDonald et al., 2002.

Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba

oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu

diperhatikan. Konsentrasi amonia 5 persen setara dengan 3,57 mM sudah mencukupi

kebutuhan nitrogen mikroba. Kisaran konsentrasi NH3 yang optimal untuk sintesis

protein oleh mikroba rumen menurut McDonald, et al. (2002) adalah 6-21 mM.

Protozoa Rumen

Protozoa merupakan salah satu mikroorganisme rumen. Populasi protozoa

lebih sedikit jika dibandingkan dengan populasi bakteri yaitu hanya sekitar 105-106

(25)

bergatung dari jenis makanan, umur dan keturunan hewan tersebut (Arora,

1989).Ukuran tubuhnya lebih besar dengan panjang tubuh sekitar 20-200 mikron,

oleh karena itu biomassa total dari protozoa hampir sama dengan biomassa total

bakteri (McDonald, et al., 2002).

Gambar 4. Protozoa Rumen

Sumber : Wallace (2010)

Populasi protozoa rumen umumnya disominasi oleh spesies ciliata. Spesies

flagellata biasanya banyak terdapat pada anak sapi (pedet), sebelum populasi spesies

ciliata berkembang dengan pesat. Protozoa diklasifikasikan berdasarkan

morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Menurut

morfologinya, protozoa dibagi menjadi 2 yaitu: Holotrichsmirip sel-sel paramecium

dan memiliki dua ukuran yaitu Isotricha dan Dasytricha, sedangkan

Oligotrichsberbentuk oval panjang dengan ”syncitia” dan diklasifikasikan menjadi 5

kelas yaitu Epidinium ecaudatum caudatum, Entodinium caudatum, Polyplastron

multiresiculatum, Ophyroscolexdan Diplodinium(Arora, 1989).

Pola pertumbuhan bakteri dan protozoa rumen dipengaruhi oleh pola

fermentasi yang ditunjukkan oleh proporsi molar VFA dan pH rumen (Sunaryadi,

1999). Ketika pH rumen 6,0 kemungkinan protozoa jenis entodinia, pH 6,5

didominasi oleh ophyroscolecids dan holotrichs, sedangkan pada pH 6,5 sebelum

inkubasi maka semua spesies protozoa ada (Hungate, 1966). Kondisi pakan yang

rendah gula dan pati menyebabkan protozoa yang berada dalam populasi tersebut

akan memangsa bakteri yang merupakan mikroba utama dalam rumen. Sunaryadi

(1999) menyatakan bahwa protozoa dan bakteri bersaing dalam menggunakan

beberapa bahan makanan, protozoa akan menggunakan bakteri sebagai sumber

(26)

setengah atau lebih. Sifat negatif protozoa lainnya adalah dapat menghidrogenasi

asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh (Arora, 1989).

Faktor utama berkurangnya populasi protozoa adalah kelaparan atau

kekurangan makanan dalam jangka waktu yang lama karena akan menyebabkan

menurunnya pH. Jika pH rendah, maka populasi protozoa akan menurun secara

drastis sehingga mengganggu aktivitas bakteri rumen.

Populasi protozoa juga dapat dikurangi dengan sengaja yaitu dengan

menambahkan agen defaunasi ke dalam ransum. Defaunasi adalah suatu upaya yang

dilakukan untuk mengurangi sebagian (defaunasi parsial) atau menghilangkan

seluruh populasi protozoa (defaunasi total) di dalam rumen suatu ternak.Pengaruh

defaunasi terhadap mikroba rumen yaitu fungsi protozoa mungkin digantikan oleh

bakteri (Hungate, 1966). Efek defaunasi sangat dipengaruhi oleh situasi pakan,

ternak, dan mikroba rumen. Oleh karena itu, perlu tindakan yang cermat untuk

mempelajari ekosistem di dalam rumen terutama peranan ptrotozoa, sehingga

didapatkan suasana yang kondusif dalam proses pencernaan dan metabolisme ternak

ruminansia (Sunaryadi, 1999).

Penerapan defaunasi sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut, tidak

berbahaya bagi ternak, tidak mengganggu pertumbuhan bakteri dan fungi dan tidak

perlu menghilangkan seluruh populasi protozoa karena diketahui protozoa memiliki

peran di dalam rumen. Oleh karena itu, penerapan defaunasi parsial mungkin lebih

baik daripada defaunasi total. Bahan yang dapat digunakan sebagai agen defaunasi

dibagi menjadi 2 yaitu bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami meliputi minyak

berupa minyak kelapa dan minyak jagung atau bahan-bahan yang mengandung

saponin seperti kembang sepatau (Hibatus rosasinensis) dan saponin dari buah lerak

(Sapindus rarak). Sunaryadi (1999) melaporkan bahwa ekstrak saponin buah lerak

dapat digunakan sebagai agen defaunasi parsial yang aman namun, penggunaannya

harus memperhatikan kadar amonia rumen. Sedangkan, produk komersial yang dapat

dijadikan sebagai agen defaunasi adalah Teric GN9 (alcohol ethoxylate), alkanet

3SL3 (calcium peroxide = Ixper 80C), monoxol, dan sodium dioctylsulphosuccinate.

Namun, pemakaian bahan kimia tersebut dapat berbahaya jika dosis yang diberikan

tidak tepat, karena selain membunuh protozoa bahan tersebut juga bersifat toksik

(27)

Penerapan teknologi defaunasi telah diketahui dapat meningkatkan efisiensi

pertumbuhan mikroba rumen dan aliran protein asal mikroba rumen serta protein

pakan ke organ pasca rumen (Nolan et al., 1989). Hal senada juga disampaikan oleh

Merchen dan Titgemeyer (1992), yang menyatakan bahwa defaunasi dapat

(28)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan

Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.Penelitian ini dilakukan

selama satu bulan terhitung mulai Februari 2012 sampai Maret 2012.

Materi

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat-alat

analisa in vitro seperti timbangan digital, tabung fermentor, shaker waterbath, tabung

gas CO2, oven 1050C, tanur listrik 6000C, cawan porselen, alat-alat destilasi, kertas

saring Whatman no.41, cawan Conway, erlenmeyer, alat-alat titrasi, pH meter, spoit,

botol film, mikroskop, counting chamber dan cover glass.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ransum komplit.

Ransum terdiri dari rumput gajah, bungkil kedelai giling, onggok giling, dedakd dan

jagung, serta supelemen berupa vitamin E, unsur Se (Na2SeO3), crude palm oil

(CPO)dan minyak jagung. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan, label, larutan

McDougall dengan komposisi (Na2CO3, Na2HPO4.2H2O, KCl, NaCl, MgSO4.7H2O,

CaCl2dan aquadest), larutan buffer rumen dan larutan TBFS (tryphan blue

formalinesalin).

Metode

Perlakuan

Perlakuan yang digunakan adalah berupa perlakuan ransum.Perlakuan

meliputi penambahan vitamin E sebanyak 100ppm pakan, Se (Na2SeO3) sebesar 0,5

ppm, CPOatau minyak jagung sebanyak 2 gram. Penggunaan CPO sebagai sumber

asam lemak jenuh adalah sebagai pembanding terhadap penggunaan minyak jagung

sebagai sumber asam lemak tidak jenuh.Perlakuan tersebut adalah:

P0 = ransum basal

P1 = P0 + vitamin E +CPO

P2 = P0 + vitamin E + minyakjagung

P3 = P0 + selenium + CPO

(29)

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah:

1. Pengukuran VFA totaldengan steam destilation methode(Department of Diary

Science, 1966)

2. Pengukuran NH3total dengan conway micro difussion methode(Department of

Diary Science, 1966).

3. Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik

(KCBO) metode Tilley and Terry (1963)

4. Penghitungan populasi protozoa dengan metode pewarnaan

Prosedur Kerja Persiapan Sampel

Sampel diambil dari ransum komplit baik ransum basal maupun ransum

perlakuan. Ransum komplit disusun dengan komponen bahan pakan yang sama

kecuali komponen minyak. Formulasi ransum komplit yang digunakanserta

kandungan nutriennya berdasarkan perhitunganditunjukkan dalam Tabel 1.

(30)

Pakan perlakuan disupelementasi dengan minyak. Minyak yang digunakan

adalah CPO sebagai sumber asam lemak jenuh dan minyak jagung sebagai sumber

asam lemak tidak jenuh. Ransum komplit perlakuan disupelementasi dengan vitamin

E atau Se (Na2SeO3). Semua bahan pakan dicampur secara manual. Sampel dari

pakan yang telah dibuat diambil segera dan digunakan untuk analisis fermentasi in

vitro dengan peubah yang diukur adalah kecernaan, kadar VFA, NH3 dan populasi

total protozoa dalam filtrat.

Analisis Karakteristik Fermentasi

Kajian karakteristik fermentasi rumen dilakukan melalui proses fermentasi

menggunakan cairan rumen segar. Sebanyak 0,5 g sampel dari masing-masing

perlakuan dimasukkan ke dalam tabung fermentor kemudian ditambahkan 40 ml

larutan McDougall dan dimasukkan ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 oC.

Setelah itu cairan rumen dimasukkan sebanyak 10 ml, tabung dikocok dengan dialiri

gas CO2 selama 30 detik. Keasaman larutan dikontrol agar berada pada pH (6,5-6,9)

dan kemudian ditutup dengan tutup karet berventilasi. Fermentasi dilakukan selama

4 jam.

Setelah 4 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka, ditambahkan 2-3 tetes

HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor disentrifugasi pada kecepatan

4.000rpm selama 10 menit. Substrat terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan

supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan diambil untuk keperluan

analisaNH3 dan VFA. Supernatan dimasukkan ke dalam botol film, apabila tidak

dilakukan analisis segera, sampel disimpan dilemari pendingin (freezer).

Pengukuran KCBK dan KCBO

Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 g sampel dari masing-masing

perlakuan, ditambahkan ke dalamnya 40 ml larutan McDougall. Tabung dimasukkan

ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 oC, kemudian diisi cairan rumen 10 ml,

tabung dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik. Keasaman media dipertahankan

pada pH 6,5-6,9. Kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi

selama 48 jam. Setelah 48 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka dan diteteskan

2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor disentrifugasi pada

kecepatan 4.000rpm selama 10 menit. Substrat terpisah menjadi endapan di bagian

(31)

endapan hasil sentrifusa ditambah 50ml larutan pepsin-HCl 0,2%. Campuran tersebut

lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet.

Sisa pencernaan disaring dengan kertas Whatman no. 41 (yang sudah

diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada di kertas

saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven

105⁰C selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen + kertas saring + residu

dikeluarkan, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui

persentase bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur

listrik selama 6 jam pada suhu 450-600 oC, kemudian setelah didinginkan dalam

eksikator ditimbang untuk mengetahui persentase bahan organiknya. Sebagai blanko

dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel. Perhitungan kecernaan bahan kering

(KCBK) dan bahan organik (KCBO) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Amonia dalam filtrat diukur dengan metoda mikro difusi Conway

(Department of Diary Science, 1966).Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin, supernatan yang berasal dari proses fermentasi diambil 1 ml

kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3

jenuh sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan

dengan supernatan. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml di tempatkan di

dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang

sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur

dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang–goyangkan dan

memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar.

Setelah 24 jam suhu kamar, dibuka dan asam borat berindikator dititrasi dengan

H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.

(32)

mM NH3 =

ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000

g sampel x BK sampel

Pengukuran Konsentrasi VFA

Kadar VFA (Volatile Fatty Acids) diukur dengan metoda destilasi uap

(Department of Diary Science, 1966). Presscookersumber uap diisi dengan aquades

sampai tanda MAX. Kemudian air pendingin dari kran dipastikan mengalir agar

berfungsi dengan baik. Kompor gas selanjutnya dinyalakan, sehingga aquades yang

ada dalam presscooker tersebut mendidih dan menghasilkan uap yang masuk ke

tabung-tabung destilasi, hal ini menandakan bahwa analisis VFA bisa dimulai.

Supernatan yang sama dengan analisa NH3 diambil sebanyak 5ml, kemudian

dimasukkan ke dalam tabung destilasi.

Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N ditempatkan di bawah selang

tampungan. Larutan H2SO4 15% sebanyak 1 ml ditambahkan ke tabung destilasi

yang telah diisi larutan sampel, kemudian segera ditutup, dan dibilas dengan

aquadest. Uap air panas mendesak VFA dan terkondensasi dalam pendingin. Air

yang terbentuk ditampung labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai

mencapai 300 ml. Indikator PP (Phenolpthalein) ditambahkan sebanyak 2-3 tetes dan

dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titran berubah dari merah menjadi merah

muda seulas. Larutan HCl 0,5 N sebagai titrat distandardisasi terlebih dahulu

sehingga didapat konsentrasi dengan empat digit di belakang koma.

Kadar VFA total dalam filtrat dihitung dengan rumus:

VFA total(mM) = (a-b) x N HCl x 1000 5

Keterangan: a = volume titran blanko; b = volume titran contoh.

Pengukuran Populasi Protozoa

Pengukuran populasi protozoa dilakukan dengan menggunakan metode

pewarnaan dengan larutan tryphan blue formaline salin (TBFS) seperti yang

dilakukan dalam penelitian Sunaryadi (1999). Larutan TBFS terbuat dari 100 ml

formaldehid 35%, 2 g triphan blue, 9 g NaCl, dan 900 ml aquades. Sebanyak 1 ml

larutan TBFS dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan 1 ml cairan

rumen segar kemudian diaduk merata sambil dialiri gas CO2. Cairan tersebut

(33)

Counting chamber yang digunakan mempunyai ketebalan 0,1 mm, dengan luas kotak

terkecil 0,0625 mm yang terdapat 16 kotak dan kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak.

Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif sebanyak 5 kotak,

dengan pembesaran 400 kali.Populasi protozoa dihitung dengan persamaan berikut:

Populasi protozoa total = 1000 x FP x C 0,0625 x 0,1 x 16 x 5

Keterangan:C = jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber (sisi kanan

atas,kiri atas,kanan bawah,kiri bawah dan tengah);FP = faktor pengenceran (jumlah

perbandingan yaitu 2);0,1 = ketebalan counting chamber;0,0625 = luas kotak terkecil

(mm2); 16 = jumlah kotak dalam counting chamber;5 = jumlah kotak yang dibaca.

Analisis Data

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) lima perlakuan

dengan tiga ulangan. Analisis data dilakukan terhadap kecernaan, VFA, NH3 dan

populasi protozoa total.Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut

(Mattjik dan Sumertajaya, 2006) :

Yij = µ + τi+ εijatau Yij = µi+ εij

Keterangan: i = 1, 2, ..., t; j = 1, 2, ..., r; Yij = Nilai pengamatan pada

perlakuan ke-i dan ulangan ke-j; μ = Nilai rataan umum; τi = Pengaruh perlakuan

ke-i, = μi - μ; εij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA),jika terdapat

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan In Vitro Ransum Bersuplemen Vitamin E dan Se

Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan

dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan.

Kecernaan pakan pada ternak ruminasia dapat diduga melalui pengujian in vitro.

Rataan nilai kecernaan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 3. Kecernaan In Vitro Ransum Komplit yang Mengandung Minyak dengan Asam Lemak Berbeda

Perlakuan KCBK (%) KCBO (%)

P0 62,44±0,84a 63,86±0,52

P1 59,61±2,66ab 62,21±2,34

P2 60,39±0,89a 62,07±0,63

P3 59,87±2,90ab 61,21±3,44

P4 56,66 ±1,01b 58,29 ±1,01

Keterangan: P0 = kontrol (ransum komplit), P1 = P0+vitamin E+CPO, P2 = P0+vitamin E+minyak jagung, P3 = P0+Se+CPO, P4 = P0+Se+minyak jagung. Superscript yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji lanjut Duncan (P<0,05).

Ransum yang digunakan termasuk ke dalam ransum berkualitas baik karena

memiliki kecernaan yang lebih besar dari 50%. Penambahan asam lemak yang

berbeda jenis kandungan lemaknya dan dikombinasikan dengan supelementasi

vitamin E atau Se, memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecernaan bahan

kering sedangkan pengaruhnya terhadap kecernaan bahan organik ransum

perlakuantidak berbeda nyata.

Kecernaan bahan kering tertinggi terjadi pada perlakuan ransum basal dan

ransum perlakuan supelementasi vitamin E dengan minyak jagung. Hasil ini

menunjukkan bahwa nutrisi yang dapat termanfaatkantinggi. Kecernaan bahan kering

pada perlakuan ransum basal dan ransum P2 (vitamin E + minyak jagung)

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan ransum P4 (Se + minyak

jagung), namun tidak berbeda nyata(P>0,05) dengan perlakuan ransum yang

ditambahkan dengan CPO.

Kecernaan bahan kering pada ransum P2 yang ditambahkanoleh vitamin E

(35)

menunjukkan bahwa supelementasi vitamin E lebih baik dalam melindungi minyak

jagung dari proses oksidasi dan biohidrogenasi dibandingkan dengan

supelemenSe.Vitamin E lebih mudah diserapoleh bakteri rumen, sehingga nilai

kecernaan bahan keringnya lebih tinggi dibandingkan dengan kecernaan bahan

kering yang disupelementasikan Se.Menurut Dilaga (1992) dan Adawiah et al,

(2006), absorbsi Se pada hewan poligastrik lebih rendah dibandingkan pada hewan

monogastrik karena terjadi reduksi selenit menjadi bentuk yang sukar larut dalam

rumen.

Sedangkan pengaruh supelementasi dari masing-masing perlakuan terhadap

kecernaan bahan organiktidak berbeda nyata. Hasil yang tidak berbeda

nyatamenunjukkan bahwa suplementasi vitamin E ataupun Se memiliki manfaat

yang sama dalam mengurangi pengaruh negatif penambahan asam lemak jenuh dan

asam lemak tidak jenuh ke dalam pakan terhadap kecernaan bahan organik. Pengaruh

yang tidak berbeda nyata pada supelementasi asam lemak jenuh dan tidak jenuh

diduga karena adanya pengaruh positif dari vitamin E atau Se. Vitamin E

diperkirakan dapat mencegah reaksi peroksidasi asam lemak tidak jenuh dan juga

reaksi-reaksi lain yang mempengaruhi kehidupan mikroba rumen, sedangkan Se

dapat mencegah peroksidasi asam lemak tidak jenuh. Nilai kecernaan baik bahan

kering maupun kecernaan bahan organik perlakuan supelementasi minyak menurun

jika dibandingkan dengan ransum basal.Adanya vitamin E dan Se menyebabkan

penurunan kecernaan yang terjadi tidak berbeda nyata dengan ransum basal

perlakuan.

Fermentabilitas In Vitro Ransum Bersuplemen Vitamin E dan Se

Indikator karakteristik fermentasi pakan percobaan ditunjukkan dengan

konsentrasi NH3 dan VFA dalam filtrat hasil fermentasi. Rataan konsentrasi NH3 dan

VFA dalam filtrat ditunjukkan dalam Tabel 3.Tingginya konsentrasi VFA

menunjukkan bahwa bahan pakan mudah difermentasi dan tingginya kandungan

energi yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan ternak(Sakinah, 2005).

Nilai VFA ransum perlakuan dapat dikategorikan tinggi karena di atas 110

mM (Suryapratama, 1999).Adanya defaunasi melalui penambahan asam lemak tidak

jenuh (minyak jagung) dapat menurunkan nilai VFA(Huet al., 2005 dan Arora,

(36)

memiliki nilai VFA yang lebih rendah dibandingkan ransum basal, namun

penurunannya tidak signifikan.Ransum yang ditambahkan dengan minyak CPO

sebagai sumber asm lemak jenuh juga mengalami penurunan yang tidak

signifikan.Tingginya nilai VFA mengindikasikan semakin tinggi pula energi yang

dapat dimanfaatkan oleh ternak dan penurunan VFA yang tidak signifikan

menunjukkan adanya pengaruh positif dari vitamin E dan Se dalam mempertahankan

konsentrasi VFA.

Konsentrasi NH3mengindikasikanbesarnyaprotein pakan yang mudah

didegradasi oleh mikroba rumen.Tingginya konsentrasi NH3 menunjukkan bahwa

protein pakan mudah didegradasi sebaliknya jika pakan tahan degradasi maka

konsentrasi NH3 rendah dan kecernaan menurun (McDonaldet al, 2002). Konsentrasi

NH3 yang diperlukan untuk mendukung aktivitas dan pertumbuhan mikroba rumen

adalah sebesar 6-21 mM (McDonald, 2002). Ransum perlakuan dan ransum

basalmemiliki nilai NH3 yang rendah, hal ini berarti bahwa protein ransum perlakuan

sulit untuk didegradasi oleh mikroba rumen. Faktor lain yaitu karena adanya

defaunasi sehingga amonia yang berasal dari protozoa menurun. Hasil ini

menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dan Se bermanfaat dalam melindungi

minyak sehingga tetap dapat dimanfaatkan sebagai agen defaunasi.

Tabel 4. Fermentabilitas In Vitro Ransum Komplit yang Mengandung Minyak dengan Asam Lemak Berbeda

Perlakuan Konsentrasi VFA

Keterangan: P0 = kontrol (ransum komplit), P1 = P0+vitamin E+CPO, P2 = P0+vitamin E+minyak jagung, P3 = P0+Se+CPO, P4 = P0+Se+minyak jagung.

Konsentrasi VFA dan NH3dipengaruhi oleh populasi protozoa. Penurunan

populasi protozoa dapat menurunkan nilai konsentrasi VFA dan NH3. Konsentrasi

(37)

bias terjadi karena adanya VFA yang tidak tertangkap oleh alat yang digunakan.

Akan tetapi, konsentrasi NH3pada ransum perlakuan P1 dan P2 memiliki korelasi

dengan populasi total protozoa yang teramati. Populasi total protozoa P2 lebih

rendah daripada P1, sehingga konsentrasi NH3 mpada ransum P2 juga lebih rendah

dibandingkan P1.

Setelah dilakukan analisis, nilai VFA dan NH3 dari masing-masing perlakuan

sama, hal ini menunjukkan bahwa aktivitasmikroba dalam memfermentasi

karbohidrat dan aktivitasnya mendegradasi protein tidak terpengaruh oleh

penambahan minyak dengan kadar asam lemak tidak jenuh dan tidak jenuh

tinggi.Hasil ini menggambarkan bahwa pengayaan energi ransum dengan

penambahan minyak tidak mempengaruhi aktivitas fermentasi mikroba rumen

khususnya kalau ransum disupelementasi dengan vitamin E atau Se.

Pengaruh Ransum Perlakuan Terhadap Populasi Protozoa Total

Tingkat kecernaan pakan berpengaruh terhadap keseimbangan bakteri dan

protozoa rumen. Kadar VFA dan NH3 dalam rumen yang rendah dapat mengganggu

kerja bakteri pencerna bahan makanan di dalam rumen. Jika keseimbangan bakteri

terganggu, maka kecernaan bahan pakan di dalam rumen pun terganggu. Oleh karena

itu, untuk mengetahui hubungan antara nilai kecernaan secara in vitro, dilakukan

pengamatan lebih lanjut terhadap populasi protozoa total.Data hasil analisis populasi

protozoa total disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi Protozoa Total dalam Media Fermentasi Ransum Komplit yang Berbeda Kandungan Lemaknya dan Disupelementasi Vitamin E atau Se

Perlakuan Populasi Protozoa Total (sel/ml)

(38)

Jumlah protozoa hasil pengamatan berada di bawah kisaran normal populasi

protozoa rumen 105-106 sel/ml (McDonald et al., 2002). Protozoa dalam cairan

rumen segar yang merupakan sumber mikroba rumen menunjukkan populasi yang

rendah pula. Banyak sedikitnya protozoa rumen berpengaruh terhadap kecernaan

karena kerja protozoa dan bakteri dalam rumen saling bersaing dalam penggunaan

bahan makanan terutama protein.Peningkatan populasi protozoa dapat menurunkan

populasi bakteri pencerna pakan.Peningkatan populasi bakteri pencerna dapat

dilakukan dengan melakukan defaunasi terhadap protozoa.

Data yang ditunjukkan dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa populasi protozoa

total semua perlakuan sama. Walaupun demikian populasi protozoa total pada

perlakuan P1 dan P3 (supelementasi CPO)cenderung lebih banyak dibandingkan

pada perlakuan P2 dan P4 (supelementasi minyak jagung). Hasil ini didukung oleh

Hristov et al. (2004) yang menyatakan bahwa populasi protozoa pada pakan yang

tinggi asam lemak linoleat lebih rendah dibandingkan pada pakan yang tinggi asam

lemak oleat.Akan tetapi, penurunan populasi protozoa hasil pengamatan tidak

berbeda nyata.Jumlah protozoa total yang tidak berbeda sejalan dengan peubah

kecernaan bahan organik, kadar VFA dan NH3 media fermentasi yang tidak berbeda

nyata pula.Penurunan populasi protozoa menunjukkan bahwa vitamin E dan Se

mampu melindungi asam lemak jenuh sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai

agen defaunasi.Menurut Arora (1989), protozoa memiliki kemampuan dapat

menghidrogenasi asam-asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh.

Sehingga, dengan adanya defaunasi dari penambahan minyak serta supelementasi

vitamin E dan Se mampu meningkatkan perlindungan terhadap asam lemak tidak

(39)

KESIMPULAN

Supelementasi vitamin E atau Se ke dalam ransum komplit dapat mengurangi

pengaruh negatif penambahan minyak hingga 2 gram terhadap kecernaan bahan

kering dan bahan organik, karakteristik fermentasi yang diindikasikan dengan kadar

VFA dan NH3serta populasi totdal protozoa. Pengaruh positif supelemen tersebut

sama terhadap kecernaan bahan organik, karakteristik fermentasi dan populasi total

protozoa, baik pada penambahan minyak sumber asam lemak jenuh maupun tidak

jenuh. Kecernaan bahan kering ransum basal dan ransum perlakuan yang

disupelementasi minyak jagung dengan penambahan vitamin E berbeda nyata dengan

ransum perlakuan yang disupelementasi minyak jagung dengan penambahan Se.

Ransum perlakuan yang ditambahkan vitamin E dapat melindungi asam lemak tidak

jenuh lebih baik daripada yang ditambahkan dengan Se.

SARAN

Penambahan antioksidan ke dalam pakan untuk mengurangi pengaruh negatif

daripenambahan minyak ke dalam pakan disarankan untuk pakan yang ditambahkan

minyak di atas 2 gram.Penambahan antioksidan ke dalam ransum yang ditambahkan

minyak 2 gram hanya untuk mengurangi pengaruh negatif dari asam lemak tersebut

terhadap aktivitasfermentasi mikroba rumen serta kecernaan bahan kering.

Penambahan Se ke dalam pakan harus memperhatikan kadar Se dalam pakan juga

(40)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga penulis mampu menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

Prof.Dr.Ir. Toto Toharmat,M.Agr.Sc selaku pembimbing utama skripsi dan Ir. Asep

Tata Permana,M.Sc selaku pembimbing anggota sekaligus pembimbing akademik,

atas motivasi, bimbingan, masukan dan pelajaran serta koreksi yang diberikan sejak

perencanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada dosen-dosen yang

membantu lancarnya penulisan skripsi iniDr.Ir.Kukuh Budi Satoto,MS sebagaidosen

penguji seminar, Prof.Dr.Ir. Dewi Apri Astuti,MS dan Tuti Suryati,S.Pt,M.Si sebagai

dosen penguji sidang, Ir. Lidy Herawati,MS sebagai panitia seminar dan Iwan

Prihantoro,S.Pt,M.Si sebagai panitia sidang. Ucapan terimakasih dan rasa hormat

setinggi-tingginya juga ingin penulis sampaikan kepada yang tercinta Ayahanda

Suwito dan Ibunda Ma’rifah atas doa, dukungan moril maupun materiil, nasihat,

kesabaran dan cinta kasih yang sangat berlimpah dan tiada henti. Kakak dan adik

Annisa Rinduwati,SE, Ari Fahtoni,SE dan Arbillah Fahtoni atas dukungan dan kasih

sayang yang diberikan.Ucapan terimakasih juga ingin penulissampaikan untuk yang

terkasih Riki Ariyadi atasdukungan dan semangat selama masa perkuliahan hingga

penyusunan skripsi.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada Ibu Dian atas kerja sama,

kesabaran, pelajaran dan bantuannya selama penelitian berlangsung. Terimakasih

kepada teman satu kost dan satu perjuangan PKM-P Dhiki Mardiana Januari atas

masukan, bantuan dan dukungan. Altami Nurmila, Putri Hidayah dan Ali Nurhadi,

teman-teman tim PKM-P 2010 atas dukungan dan ide yang mendasari penelitian ini.

Ide Risentito dan Dea Justia atas bantuannya dalam penelitian ini. Sahabat suka

maupun duka Ira Dewiyana Sambas, Liza Nur Azizah, Tia Dwi Agustiana dan

GENETIC 45 serta sahabat-sahabat terdekat atas kebersamaan yang indah. Seluruh

dosen dan staff Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang sabar dan penuh

pengertian.Seluruh dosen dan staff program studi minor Gizi Masyarakat atas

pelajaran dan bantuannya sehingga terselesaikannya program studi minor penulis.

Terima kasih kepada semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu, Nahrowi,& U. H. Tanuwiria. 2006. Suplementasi sabun mineral dan mineral organik serta kacang kedelai sangrai pada domba. Med. Pet. 29: 27-34.

Anggorodi,R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Arora, S.P. 1989.Pencernaan Mikroba pada Ruminansia.Terjemahan: Ratih Muwarni. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Cheeke, P.R. 2005. Applied Animal Nutrition Feeds and Feeding. Pearson Education Inc., New Jersey.

Department of Diary Science. 1966. General Laboratory Procedures. University Wisconsin Madisson

Dilaga, S.H. 1992. Nutrisi Mineral pada Ternak. Edisi Pertama. Akademika Pressindo, Jakarta.

Garton, G.A. 1967. The Digestion and Absorbtion of Lipids in Ruminant Animals. In World Rev. of Nutr. and Dietetics. Baurne, G.H. (Ed.). Hafmor Publ. Coy., Inc., New York.

Gropper, S.S., J.L. Smith,& J.L. Groff. 2005. Advanced Nutrition and Human Metabolism.4thed. Thomson Learning Inc., USA.

Hartati, E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi Holstein jantan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hu, W., Y. Wu, J. Liu, Y. Guo, & J. Ye. 2005. Tea saponinsaffect in vitro fermentation and methanogenesis in faunated and defaunated rumen fluid. J. Zhejiang UniversityScience.6B(8): 787-792.

Hristov, A.N., M. Ivan,& T.A. Mc Allister. 2004. In vitro effects on individual fatty acids in protozoal numbers and on fermentation products in ruminal fluid from cattle fed a high concentrate, barley-based diet. J.Anim.Sci. 82: 2693-2704.

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press Inc., New York.

Ketaren, S. 1989. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama. UI-Press, Jakarta.

Kurniawati, A. 2009.Evaluasi suplementasi ekstrak lerak (Sapindus rarak) terhadap populasi protozoa, bakteri, dan karakteristik fermentasi rumen sapi peranakan Ongole secara in vitro.Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lloyd, L.E., B.E. Mc. Donald,& E.W. Crampton. 1978. Fundamentals of Nutrition. 2nd ed. W.H. Freeman and Company, San Francisco.

(42)

Mattjik, A.H. & M. Sumertajaya.2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

McDonald, P., R.Edward,& J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition.6thed. Academic Press Inc., New York.

McDowell, L.R. 2000. Vitamins in Animal and Human Nutrition. Academic Press, Inc., San Diego California.

McDowell L.R. 2003. Minerals In Animal And Human Nutrition. 2nd ed. Elsevier Science B.V., Netherlands.

Merchen, N.M.R. & E.C. Titgemeyer. 1992. Manipulation of amino acid supply to The Growing Ruminant. J. Anim. Sci. 70: 32-38.

Mirwandhono, R.E. 2003. Berbagai usaha meintas rumenkan asam lemak tak jenuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nolan, J.V., R.A. Leng,& D.I. Demeyer. 1989. The Role of Protozoa and Fungi in Ruminant Digestion. Penambull Books, Armidale.

[NRC] National Research Council. 1996. Nutrient Requirements of Beef Cattle. 7th ed. National Academic Press, Washington D.C.

Parakkasi, A. 1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.UI-Press, Jakarta.

Purba, M. 2010. Penurunan intensitas off odor pada daging itik local dengan suplementasi santoquin dan vitamin E dalam ransum.Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rorong, J., H. Aritonang,& F.P. Ranti. 2008. Sintesis metal ester asam lemak dari minyak kelapa hasil pemanasan. Chem. Prog.1 (1).

Sakinah, D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba. Skripsi. Fakultas

Peternakan,Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Scott, T.W. & J.R. Ashes. 1993. Dietary lipids for ruminants : protection, utilization and effects on remodeling of skeletal muscle phospolipids. Aust. J. Agric. Res. 44: 495-608.

Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan serat bermutu rendah dan amoniasi dan inokulasn digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Spears, J.W. &Hansen, S.L. 2008.Bioavailability Criteria for Trace Minerals in Monogastrics and Ruminants.In: P. Schlegel, S. Dunsoy & A.W. Jongbloed (Eds.). Trace Elements in Animal Production Systems.Wageningen Academic Publishers, The Netherlands.

Suharyanto, T. Panji, M. I. Abdullah,& K. Syamsu. 2006. Biokonversi CPO dengan desaturasi amobil sistem kontinyu pada skala semipilot untuk produksi minyak mengandung GLA. Menara Perkebunan. 74: 97-108.

(43)

Suryapratama, W. 1999.Efek suplementasi asam lemak volatile bercabang dan kapsul lisin serta treonin terhadap nutrisi protein sapi Holstein.Disertasi.Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Prosiding Seminar dan Penunjang Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor.

Tanuwiria, U.H., D.C. Budinuryato, S. Darodjah,& W.S. Putranto. 2011. Studi pembuatan kompleks mineral-minyak dan efek penggunaannya dalam ransum terhadap fermentabilitas dan kecernaan (in vitro). J. Ilmu Ternak 1: 32-38.

Tilley, J.M.A. & R.A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage. J. British Grassland Society. 18: 104-111.

Tiven N.C., L.M. Yusiati, Rusman,& U. Santoso.2011. Ketahanan asam lemak tidak jenuh dalam crude palm oil treproteksi terhadap ativitas mikrob rumen domba

in vitro. Med. Pet. 42: 42-49.

Wallace, J. 2010. Plants and plant extract to replace growth-promoting antibiotics in farm livestock production. http://knowledgescotland.org [27 Agustus 2012].

Wilson, D.N. & T.D.A. Brigstocke. 1981. Improved Feeding of Cattle and Sheep. Garanada Publishing, New York.

Wildan, F. 1997. Perbandingan komposisi asam lemak rantai panjang dari lemak hewani dan lemak nabati.Lokakarya Nasional Non Penelitian, Bogor.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.

Whitelaw, F.G., J.M. Eadie, S.O. Mann,& R.S. Reid. 1972. Some effects of rumen ciliate protozoa in cattle given restricted amount of barley diet. Br. J. Nutr. 27: 425-437.

(44)
(45)

Lampiran 1. ANOVA dan Uji Lanjut Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik in Vitro

ANOVA Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik in Vitro

JK df JKT F Signifikansi

KCBK Perlakuan 51,775 4 12,944 3,596 0,046

Ulangan 35,999 10 3,600

Total 87,774 14

KCBO Perlakuan 48,332 4 12,083 3,177 0,063

Ulangan 38,029 10 3,803

Total 86,361 14

Uji Lanjut Kecernaan Bahan Kering dengan Menggunakan Uji Lanjut Duncan

Perlakuan N α= 0,05

1 2

4 3 56,6567

1 3 59,6067 59,6067

3 3 59,8733 59,8733

2 3 60,3900

0 3 62,4433

Signifikansi 0,075 0,118

Lampiran 2. ANOVA VFA dan NH3in Vitro

ANOVA VFA dan NH3in Vitro

JK df JKT F Signifikansi

NH3 Perlakuan 5,159 4 1,290 2,163 0,147

Ulangan 5,964 10 0,596

Total 11,123 14

VFA Perlakuan 6.518,696 4 1.629,674 1,569 0,256

Ulangan 10.385,771 10 1.038,577

(46)

Lampiran 3. Foto-foto Penelitian

Gambar 1.Pengambilan Isi Rumen Gambar 2. Pemerasan Cairan Rumen

Gambar 3.Sebelum Titrasi NH3 Gambar 4. Sesudah Titrasi NH3

Gambar 5. Proses Titrasi NH3 

(47)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak atau lemak merupakan salah satu bahan yang sering ditambahkan ke

dalam ransum. Tujuan penambahan minyak yang umum adalah untuk mendapatkan

ransum ternak ruminansia dengan energi tinggi terutama pada kondisi cekaman

panas atau pada ternak ruminansia awal laktasi. Penambahan minyak ke dalam

ransum juga sering dilakukan dengan harapan bahwa komponen lemak tersebut dapat

diekskresikan pada hasil ternak.Penambahan minyak sumber asam lemak tidak jenuh

dalam ransum dapat menghasilkan produk rendah kolesterol atau berkadar asam

lemak esensial yang tinggi.

Penambahan minyak juga memiliki pengaruh positif dari segi kandungan

energinya yang tinggi (2,25 x karbohidrat),dapat menurunkan heat increament,

mengurangi sifat berdebu dari ransum, meningkatkan konsentrasi asam lemak

esensial, meningkatkan palatabilitas ransum, menurunkan produksi metan dalam

rumen pada pemberian pakan yang tinggi hijauandan memperbaiki rasio asetat :

propionat sehingga dapat meningkatkan efisiensi ransum secara umum.

Penambahan asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh juga memiliki pengaruh

negatif yaitu dapat menurunkan kecernaan ransum terutama kecernaan serat pada

ruminan yang diberikan ransum tinggi hijauan.Penambahan minyak yang tinggi juga

dapat menyebabkan terganggunya sistem fermentasi dan kematian protozoa.Asam

lemak tidak jenuh juga memiliki sifat negatif yaitumudah teroksidasi dandi dalam

rumen akan mengalami biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh yang akan bersifat

toksik terhadap mikroba rumen. Reaksi-reaksi tersebut dapat diminimalisasi dengan

cara melindungi asam lemak rantai panjang dengan penambahan agen perlindungan.

Vitamin E dan selenium (Se)dapat digunakan sebagai agen perlindungan karena

mampumelindungi membran sel dari peroksidasi.

Penggunaan vitamin E dan Se ke dalam pakan sudah banyak dilakukan

dalam penelitian, namun belum diketahui manfaat penambahan antioksidan dalam

mengurangi efek negatif penambahan minyak. Adanya penambahan vitamin E dan

Se diharapkan dapat menurunkan populasi protozoa rumen, sehingga kecernaan dan

(48)

dapat melindungi asam lemak tidak jenuh agar dapat diekskresikan pada produk

ternak serta mengurangi pengaruh negatif dari penambahan asam lemak jenuh.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat supelementasi vitamin E dan

selenium (Se) dalam mengurangi pengaruh negatif penambahan sumber asam lemak

jenuh dan asam lemak tidak jenuh ke dalam pakan melalui kajian fermentasi dan

Gambar

Gambar 1.  Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jagung dan CPO
Gambar 2. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia
Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia
+7

Referensi

Dokumen terkait