BENIH PADI HIBRIDA SELAMA PENYIMPANAN
TIRAWATI
A24080103
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
(Seed Coating by Bacillus subtilis AB89 and Tocopherol for Maintaining Hybrid Rice Viability During Storage)
Tirawati1, Eny Widajati2, Abdjad Asih Nawangsih3
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
3
Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB
Abstract
This research aims to evaluate the effect of seed coating by Bacillus subtilis AB89 and Tocopherol on viability of hybrid rice seeds during storage. Experimental design is used a Nested Design randomized complete. The main plot is period of seed storage consisting of six standards are: P0 = 0 weeks, P1 = 3 weeks, 6 weeks = P2, P3 = 9 weeks, 12 weeks = P4, and P5 = 15 weeks with seed coating as a subplot consisting of three levels, namely: C0 = control (without coating), C1 = polymer + isolates Bacillus subtilis AB89, C2 = polymer tocopherol + 500 ppm . Seeds used in this research is hybrid rice varieties DG-1, SL-8, and Intani2. Seed moisture content fluctuated during storage, but the seed coating treatment showed a lower water content values than the control. The results showed that treatment of seed coating and without coating capable maintaining viability of hybrid rice seed varieties both DG-1, SL-8 and Intani 2 until 15 weeks period of seed storage . Coating by Bacillus subtilis AB89 on DG-1 varieties increased the speed of grown, cumulative germination percentage and dry weight normal seedling until 15 weeks period of seed storage. Coating by tocopherol 500 ppm on SL-8 varieties has the highest value of the maximum growth potential and increased the highest maximum growth potential on Intani 2 varieties.
RINGKASAN
TIRAWATI. Pelapisan Benih dengan Bacillus subtilis AB89 dan Tokoferol untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan. (Dibimbing oleh ENY WIDAJATI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pelapisan
benih (seed coating) dengan Bacillus subtilis AB89 dan tokoferol terhadap
viabilitas benih padi hibrida selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian
Bogor, di PT. East West Seed Indonesia, Purwakarta dan di Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian
Bogor pada bulan Januari sampai dengan Juli 2012.
Penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan 1 menggunakan padi
hibrida varietas DG-1, percobaan 2 menggunakan padi hibrida varietas SL-8, dan
percobaan 3 menggunakan padi hibrida varietas Intani 2. Percobaan menggunakan
Rancangan Petak Tersarang yang diacak secara lengkap dengan tiga ulangan.
Petak utama adalah periode simpan, terdiri dari enam taraf yaitu: P0= 0 minggu,
P1= 3 minggu, P2= 6 minggu, P3= 9 minggu, P4= 12 minggu, dan P5= 15 minggu
dengan pelapisan benih sebagai anak petak yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: C0 =
kontrol (tanpa pelapisan), C1 = polimer + isolat Bacillus subtilis AB89, C2 = polimer+ tokoferol 500 ppm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan benih maupun
tanpa pelapisan (kontrol) mampu mempertahankan viabilitas benih padi hibrida
baik varietas DG-1, SL-8 maupun Intani 2 sampai periode simpan 15 minggu.
Pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 pada varietas DG-1 menunjukkan nilai
kecepatan tumbuh (KCT) nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan
meningkatkan nilai daya berkecambah (DB) serta berat kering kecambah normal
(BKKN) secara nyata sampai periode simpan 15 minggu. Pelapisan benih dengan
tokoferol 500 ppm pada varietas SL-8 menunjukkan nilai potensi tumbuh
maksimum (PTM) nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol serta meningkatkan
BENIH PADI HIBRIDA SELAMA PENYIMPANAN
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
TIRAWATI
A24080103
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : PELAPISAN BENIH DENGAN Bacillus subtilis AB89
DAN TOKOFEROL
UNTUK MEMPERTAHANKAN
VIABILITAS BENIH PADI HIBRIDA SELAMA
PENYIMPANAN
Nama : TIRAWATI
NIM : A24080103
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Eny Widajati, MS Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP 19610106 198503 2 002 NIP 19650621 198910 2 001
Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat, pada tanggal 21 Maret 1990.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Otip
Sumantri dan Ibu Tirah.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Ancol pada tahun 1996.
Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Darmaraja
dan lulus pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di
SMA Negeri 1 Situraja pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas
Pertanian IPB periode 2008-2009 dan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
WAPEMALA Sumedang pada tahun 2008-2010. Penulis juga pernah aktif di
beberapa kepanitiaan yang diadakan oleh organisasi kemahasiswaan di IPB.
Tahun 2009, penulis mendapatkan hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
bidang Kewirausahaan dari DIKTI. Penulis berkesempatan menjadi Asisten
praktikum mata kuliah Dasar Hortikultura dan Dasar Ilmu dan Teknologi Benih
pada tahun 2012. Selama perkuliahan, penulis menerima beasiswa Pengembangan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Pelapisan Benih dengan Bacillus subtilis AB89 dan Tokoferol untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan. Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Eny Widajati, MS dan Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku
Dosen Pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS selaku Dosen Penguji atas saran yang diberikan
untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama studi.
4. Kedua orang tua tercinta Bapak Otip Sumantri dan Ibu Tirah, adiku tersayang
Ita Rostina dan Ninda Rahayu dan seluruh keluarga atas doa, dukungan,
cinta, dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.
5. A. A. Keswari Krisnandika dan Yuyuk Agung Lastiandika sebagai teman
seperjuangan atas segala bantuan, dukungan, dan kebersamaannya.
6. Tiara, Ferina, Dwi, Beldin, Rahmi, Ai, sebagai sahabat sekaligus keluarga
atas segala perhatian, dukungan, bantuan, dan kebersamaan selama ini.
7. Mba Ratri, Nisa, Riri, Dira, Resti, Jahari, Bunga, Indra, Sindra, Beny, Ikhsan,
Miftah, Agus Cahyadi atas bantuan selama penelitian.
8. Teman-teman di Laboratorium Bakteriologi: Fitri, Novra, Cut, Imam Khoiri,
Syaiful, Elysa, Venni yang telah membantu penulis selama penelitian.
9. Ka Enen dan Ka Arif atas bantuannya dalam mengolah data.
10. Teman-teman Indigenous 45 atas kebersamaannya selama ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2012
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas
DG-1... 20
2. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT
benih padi hibrida varietas DG-1... 21
3. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap KA dan KCT
benih padi hibrida varietas DG-1... 21
4. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap daya berkecambah benih padi hibrida varietas
DG-1... 22
5. Pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan benih terhadap berat kering kecambah normal benih padi hibrida
varietas DG-1... 22
6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas
SL-8... 23
7. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT
benih padi hibrida varietas SL-8... 24
8. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap indeks vigor
benih padi hibrida varietas SL-8... 24
9. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas
SL-8... 25
10.Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap berat kering kecambah normal padi hibrida varietas
11.Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas
Intani 2... 26
12.Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, DB, KCT, IV,
dan BKKN benih padi hibrida varietas Intani 2... 27
13.Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap KA dan IV benih
padi hibrida varietas Intani 2... 27
14.Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur benih padi... 6
2. Struktur kimia α-tokoferol... 13
3. Koloni tunggal B. subtilis AB89... 16
DAFTAR LAMPIRAN
terhadap tolok ukur daya berkecambah benih padi hibridavarietas DG-1... 38 terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih padi hibrida
varietas DG-1... 39
7. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kadar air benih padi hibrida varietas
SL-8... 40
8. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur daya berkecambah benih padi hibrida
12.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih padi hibrida
varietas SL-8... 41
13.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kadar air benih padi hibrida varietas
Intani 2 ... 42
14.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur daya berkecambah benih padi hibrida
varietas Intani 2... 42
15.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolokukur indeks vigor benih padi hibrida varietas
Intani 2... 42
16.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum benih padi
hibrida varietas Intani 2... 43
17.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur berat kering kecanbah normal benih padi
hibrida varietas Intani 2... 43
18.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih padi hibrida
varietas Intani 2... 43
19.Inokulan B. subtilis AB89 pada media padat TSA dan media
cair NB... 44
20.Benih padi hibrida sebelum coating (kiri) dan setelah coating
(kanan)... 44
21.Kecambah normal benih padi ... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman pangan terpenting dan strategis untuk
dikembangkan di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai sumber makanan pokoknya. Kebutuhan beras akan
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, untuk itu
diperlukan upaya-upaya peningkatan produktivitas padi dalam negeri, salah
satunya dengan penggunaan varietas hibrida.
Gagasan pengembangan padi hibrida di Indonesia dilatarbelakangi oleh
keberhasilan Cina dan India, dimana penerapan teknologi padi hibrida oleh petani
mampu meningkatkan produktivitas padi 10-25% lebih tinggi dibanding varietas
padi inbrida yang ada saat ini seperti IR64, Ciherang, dan Way Apoburu (Satoto
dan Suprihatno, 2008). Yuan et al. (2003) menjelaskan bahwa peningkatan hasil pada populasi F1 padi hibrida dikarenakan adanya efek heterosis, yaitu
keunggulan pada pertumbuhan, kapasitas reproduksi, ketahanan stres, kemampuan
adaptasi, hasil gabah dan sifat fisiologis lainnya.
Salah satu masalah dalam produksi benih padi hibrida adalah tingkat
pengisian benih yang kurang sempurna sehingga berakibat pada mutu benih yang
rendah (Wahyuni, 2011). Mutu benih mencakup mutu fisik, fisilogis, genetik, dan
patologis. Pada umumnya, semakin lama disimpan mutu benih tersebut akan
semakin menurun yang dicirikan oleh rendahnya viabilitas dan vigor benih
tersebut. Sadjad (1993) menjelaskan bahwa proses kemunduran benih selama
periode simpan terjadi secara alami dan berkaitan dengan waktu. Menurut
Rahmawati dan Koes (2009), laju kemunduran mutu benih dapat diperlambat
dengan melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, serta
pendistribusian benih secara baik.
Pelapisan benih (seedcoating) merupakan suatu metode untuk memperbaiki mutu benih. MenurutIlyas (2003), penggunaan seed coating sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi
pembawa zat aditif misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh, dan lain-lain.
Agen hayati seperti bakteri dapat dijadikan sebagai pengganti bahan kimia
pada teknik pelapisan benih (Sari, 2009). Salah satu bakteri yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dalam pelapisan benih adalah Bacillus sp. Menurut Kloepper et al. (2004), kelompok Bacillus dikenal sebagai bakteri kelompok Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai
mekanisme seperti antibiosis, lisis, kompetisi, parasitisme, dan induksi ketahanan.
Hasil penelitian Sutariati et al. (2006) menunjukkan bahwa benih cabai yang diberi perlakuan isolat Bacillus sp. nyata meningkatkan daya berkecambah (DB) hingga mencapai 85%-88%, potensi tumbuh maksimum (PTM) 94%-99%, indeks
vigor (IV) 64%-71%, spontanitas tumbuh (SPT) 81%-85%, dan kecepatan tumbuh
relatif (KCT relatif) sebesar 72%-78% KN/etmal dibandingkan tanpa perlakuan
rizobakteri.
Pemberian senyawa antioksidan sebelum simpan dapat dilakukan sebagai
salah satu upaya untuk memperlambat proses kemunduran pada benih.
Antioksidan merupakan zat penghambat oksidasi yang banyak terdapat dalam
buah-buahan dan juga rempah-rempah. Zat yang mengandung senyawa
antioksidan diantaranya adalah α-tokoferol, yaitu senyawa kimia yang mempunyai aktivitas sebagai vitamin E. Hasil penelitian Sulistiyorini (2005) terhadap benih
kapas yang diberikan perlakuan α-tokoferol 200 ppm terbukti dapat meningkatkan nilai KCT dari 21.81% KN/etmal menjadi 24.91% KN/etmal. Perlakuan tersebut
juga terlihat pengaruhnya pada tolok ukur Indeks Vigor (IV) dimana nilai IV
meningkat dari 67.56% menjadi 82.44%. Suherman (2005) menambahkan bahwa
pemberian tokoferol 150 ppm dapat mempertahankan nilai T50 benih bunga
matahari sampai periode simpan 4 bulan.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Bacillus sp. dan pemberian senyawa tokoferol tersebut, maka perlu diteliti juga aplikasinya pada teknik pelapisan benih
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pelapisan
benih (seed coating) dengan Bacillus subtilis AB89 dan tokoferol terhadap viabilitas benih padi hibrida selama penyimpanan.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh periode simpan terhadap viabilitas benih padi hibrida.
2. Pelapisan benih mampu mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di
penyimpanan.
3. Terdapat interaksi periode simpan dan pelapisan benih terhadap viabilitas
TINJAUAN PUSTAKA
Padi Hibrida
Secara definitif padi hibrida merupakan turunan pertama (F1) yang berasal
dari persilangan dua galur yang berbeda (Sukirman et al., 2006). Susunan genetik tanaman hibrida secara individu bersifat heterozigot pada semua atau sebagian
besar lokus, tetapi secara fenotip satu populasi hibrida akan nampak seragam
sehingga pertanaman hibrida bersifat homogen heterozigot (heterozygous homogenous). Dalam pertanaman padi hibrida, benih yang digunakan adalah benih F1 yang dipilih melalui proses seleksi. Benih dari hasil pertanaman F1
tersebut tidak dapat digunakan kembali untuk pertanaman pada generasi
berikutnya karena akan dihasilkan keturunan yang beragam akibat adanya
fenomena segregasi (Satoto dan Suprihatno, 2010).
Nanda dan Virmani (2001) menjelaskan bahwa Cina merupakan negara
yang mengembangkan padi hibrida pertama di dunia. Lebih dari 50% dari 32 juta
ha area pertanaman padi di Cina menggunakan varietas padi hibrida. Penggunaan
varietas padi hibrida tersebut meningkatkan hasil sekitar 15-20%. Produktivitas
yang tinggi memungkinkan Cina untuk mengurangi area pertanaman padi dari
34.4 juta ha pada tahun 1978 menjadi 31.98 juta ha pada tahun 1988 dan pada
waktu yang sama meningkatkan produksi beras dari 136.9 juta ton hingga 169.1
juta ton.
Salah satu kunci dari keunggulan varietas hibrida dibandingkan dengan
varietas inbrida adalah adanya pemunculan sifat heterosis atau vigor hibrida
(Widyastuti dan Satoto, 2007). Menurut Satoto dan Suprihatno (2008) heterosis merupakan suatu kecenderungan bahwa individu atau populasi F1 akan tampil
lebih baik dibandingkan dengan salah satu tetua atau rata-rata kedua tetua
pembentuknya. Nanda dan Virmani (2001) menambahkan bahwa adanya efek
heterosis tersebut memberikan keunggulan pada pertumbuhan, kapasitas
reproduksi, ketahanan terhadap stres, adaptasi, hasil gabah, kualitas biji dan sifat
fisiologis lainnya.
Padi hibrida termasuk tanaman menyerbuk sendiri yang dalam kondisi
pengembangan varietas padi hibrida lebih lambat dibandingkan dengan varietas jagung hibrida (Suprihatno, 2009). Bunga tanaman padi termasuk bunga sempurna, oleh karena itu organ jantan pada tetua betina harus dibuat mandul
dengan memasukkan gen CMS (Citoplasmic Male Steril) untuk memudahkan produksi benih F1 dalam jumlah banyak tanpa harus melakukan pembuangan
bungan jantan. Penggunaan CMS ini mengharuskan perakitan varietas padi
hibrida di Indonesia menggunakan sistem tiga galur yang melibatkan galur
mandul jantan sitoplasmik (CMS) atau galur mandul jantan (A), galur pelestari
(B), dan galur pemulih kesuburan (restorer, R). Galur pelestari (B) dan galur
pemulih kesuburan (R) memiliki tepung sari yang normal (fertil) sehingga mampu
menghasilkan benihnya sendiri. GMJ bersifat mandul jantan sehingga hanya
mampu menghasilkan benih bila diserbuki oleh tepung sari tanaman lain. GMJ
bila diserbuki oleh galur B pasangannya akan menghasilkan benih GMJ lagi,
sedangkan bila diserbuki oleh galur R akan menghasilkan benih F1 hibrida yang
secara komersial dikenal dengan nama benih hibrida (Badan Litbang Pertanian,
2007).
Morfologi benih padi terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang
sehari-hari dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri
atas embrio dan endosperma yang diselimuti lapisan aleuron, kemudian tegmen
dan lapisan terluar disebut pericarp. Pada jenis padi indica, sekam dibentuk oleh
palea, lemma mandul, dan rakhila (Gambar 1). Bentuk serta ukuran lemma dan
palea berbeda antar varietas. Lemma dan palea adalah modifikasi daun dan
melekat pada rakhilla. Lemma selalu lebih besar dari palea dan menutupi hampir
2/3 permukaan beras sedangkan sisi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma.
Lemma dan palea bertemu dan berhimpitan memanjang dengan kaitan yang tidak
rapat sehingga keduanya dapat dipisahkan dengan mudah (Yoshida,1981).
Saenong et al. (1989) menyatakan bahwa benih padi merupakan golongan benih dominan karbohidrat disamping senyawa-senyawa lain seperti lemak,
protein, serat kasar dan abu. Benih padi lebih tahan disimpan dibanding
kacang-kacangan karena bijinya dilindungi oleh kulit biji yang keras (lemma dan palea)
Gambar 1. Struktur benih padi
Pada umumnya benih padi hibrida maupun inbrida mengalami fenomena
after-ripening yaitu suatu kasus dormansi pada benih dimana benih tidak mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui
periode penyimpanan kering. Menurut Sadjad (1980) benih padi yang mengalami
after-ripening akan berkecambah sampai kadar air berkurang selama pengeringan. Periode after-ripening berbeda-beda antar varietas tergantung dari jenis benihnya. Lamanya periode after ripening bisa beberapa minggu atau bulan dihitung sejak dipanen. Hasil penelitian Cempaka (2011) mengenai after-ripening beberapa varietas padi hibrida menunjukkan bahwa benih padi hibrida varietas SL-8 dan
Bernas Rokan mempunyai periode after-ripening selama 4 minggu, varietas TEJ selama 9 minggu dan Bernas Prima selama 7 minggu.
Perkecambahan benih, secara fisiologi adalah muncul dan berkembangnya
struktur-struktur penting dari embrio benih sampai dengan akar menembus kulit
benih. Proses metabolisme perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik
dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih
adalah sifat dormansi dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap perkecambahan benih adalah air, gas, suhu dan cahaya
(Copeland dan McDonald, 2001).
1. Endosperma (a),
embrio (b)
2. Palea
3. Lemma
4. Rakhilla
5. Lemma mandul
6. Pedisel(tangkai gabah)
Kemunduran Benih dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Simpan Benih
Daya simpan benih adalah kemampuan benih untuk berapa lama dapat
disimpan. Daya simpan merupakan parameter suatu lot benih dalam satuan waktu
untuk suatu periode simpan. Periode simpan itu sendiri menunjukkan kurun
waktu simpan benih dari benih siap disimpan sampai benih siap untuk ditanam.
Benih yang mempunyai daya simpan lama berarti mampu melampaui periode
simpan yang panjang, artinya benih sesudah melampaui massa penyimpanan
masih memiliki vigor daya simpan yang tinggi (Sadjad et al., 1999).
Suseno (1974) menyatakan bahwa kemunduran benih diartikan sebagai
turunnya kualitas, sifat, atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya
vigor, pertanaman serta hasil. Kemunduran benih merupakan proses yang tidak
dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai tingkat yang maksimum.
Selanjutnya Sadjad (1993) menyatakan bahwa proses kemunduran benih selama
periode simpan terjadi secara alami dan berkaitan dengan waktu, sedangkan
kemunduran fisiologis disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini berarti bahwa
semakin lama benih disimpan maka benih akan mengalami kemunduran dan dapat
dipercepat laju kemundurannya oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Proses
kemunduran benih tidak dapat dihindari tetapi dapat diperlambat laju
kemundurannya. Menurut Rahmawati dan Koes (2009), laju kemunduran mutu
benih dapat diperlambat dengan melakukan penanganan dan pengolahan,
penyimpanan, serta pendistribusian benih secara baik.
Gejala-gejala kemunduran benih dapat diamati baik secara fisiologis
maupun secara biokimia. Menurut Mugnisjah (2007), perubahan fisiologis dari
kemunduran benih mencakup perubahan-perubahan dalam warna benih,
perkecambahan yang rendah, jumlah kecambah abnormal yang meningkat,
toleransi yang berkurang terhadap kondisi lingkungan suboptimum selama
perkecambahan, toleransi yang rendah terhadap kondisi simpan yang merusak,
dan kepekaan yang meningkat terhadap perlakuan radiasi. Perubahan biokimia
dari kemunduran benih antara lain berkurangnya metabolisme respirasi yang
ditunjukkan dengan rendahnya pengambilan O2; permeabilitas membran selular
perubahan-perubahan dalam cadangan makanan yang ditandai dengan meningkatnya
keasaman terutama asam lemak bebas, meningkatnya taraf asam laktat,
berkurangnya fosfolida, berubahnya sifat protein, dan berkurangnya gula; serta
rusaknya kromosom.
Menurut Justice dan Bass (2002) umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat
benih, kondisi lingkungan dan perlakuan manusia, sedangkan daya simpan
individu benih dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: pengaruh genetik, kondisi
sebelum panen, struktur dan komposisi kimia benih, benih keras, ukuran benih,
dormansi benih, kadar air benih, kerusakan mekanik, dan vigor benih. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada kondisi penyimpanan yang sama masing-masing
spesies ataupun individu benih dalam suatu lot benih memiliki daya simpan yang
berbeda-beda.
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu benih secara
berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat kembali pada kondisi awal
(irreversible). Utomo (2011) menjelaskan bahwa kemunduran benih sangat
beragam, baik antar jenis, antar varietas, antar lot, bahkan antar individu dalam lot
benih. Beberapa teknik yang bisa digunakan dalam upaya memperlambat
kemunduran benih diantaranya melakukan pemanenan saat benih mencapai masak
fisiologis, prosesing benih yang benar, penyimpanan benih yang baik, dan
perlakuan invigorasi pada benih yang telah mundur.
Penelitian yang dilakukan oleh Febrina (2011) terhadap daya simpan
beberapa varietas benih padi inbrida menunjukkan bahwa viabilitas benih padi
varietas Ciherang, Cigeulis, dan Cilamaya Muncul semakin menurun dengan
bertambahnya periode simpan. Viabilitas benih padi varietas Ciherang, Cigeulis,
dan Cilamaya Muncul yang disimpan pada kemasan plastik dan karung mulai
menurun dari penyimpanan 2 bulan sampai dengan 6 bulan. Kemasan plastik
mampu mempertahankan viabilitas benih padi dengan daya berkecambah 80%
sampai akhir penyimpanan (6 bulan), sedangkan kemasan karung hanya mampu
mempertahankan viabilitas benih sampai umur penyimpanan 4 bulan.
Hasil penelitian Patil dan Shekhargouda (2006) terhadap daya simpan benih
padi hibrida varietas KRH-2 menunjukkan bahwa setelah 12 bulan penyimpanan,
berkecambah, berat kering, dan indeks vigor lebih tinggi dibandingkan benih
yang disimpan dalam wadah kain. Giang dan Gowda (2007) menambahkan bahwa
benih padi hibrida varietas KRH-2 yang dilapisi dengan polimer sintetik Littles Polykote W Yellow, Captan+Thiram+Gouch+Super Red 1 ml/kg dan disimpan dalam kantong polythene tercatat lebih tinggi nilai daya berkecambahnya yaitu
sebesar 85.67% setelah penyimpanan 10 bulan dibandingkan dengan kontrol.
Pelapisan Benih (Seed Coating)
Pelapisan benih (seedcoating) merupakan suatu metode untuk memperbaiki mutu benih. Menurut Taylor et al. (1998), seed coating termasuk kedalam metode
enhancement, yakni suatu metode untuk meningkatkan perkecambahan atau pertumbuhan benih serta memudahkan pengiriman benih. Ilyas (2003)
menambahkan bahwa penggunaan seed coating sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko
tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa
zat aditif misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain.
Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada dua tipe pelapisan benih yang
telah dikomersialkan, yaitu seed coating dan seed pelleting. Perbedaan utama dari keduanya adalah ukuran, bentuk, bobot dan ketebalan lapisan yang dihasilkan.
Ilyas (2003) menyatakan bahwa coating memungkinkan untuk menggunakan bahan yang lebih sedikit dan bentuk asli benih masih terlihat serta bobot benih
hanya meningkat 0.1-2 kali sedangkan pelleting dapat mengubah bentuk benih yang tidak seragam menjadi bulat dan seragam serta dapat meningkatkan bobot
benih hingga 2-50 kali.
Coating benih merupakan salah satu pendekatan yang paling ekonomis
untuk meningkatkan kinerja benih. Coating benih adalah zat yang diterapkan pada benih tanpa merubah bentuk benih itu sendiri. Tujuan dari pelapisan ini adalah
untuk mengaplikasikan manfaat dari suatu zat terhadap benih seperti insektisida,
fungisida, hara mikro dan komponen lainnya yang dapat membantu
mengoptimumkan perkecambahan benih di semua kondisi lingkungan (Copeland
Menurut Kuswanto (2003), bahan pelapis yang akan digunakan untuk
melapisi benih harus memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut: (1) dapat
mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, (2) dapat menghambat laju
respirasi seminimal mungkin, (3) tidak bersifat toxic terhadap benih, (4) bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses
imbibisi untuk perkecambahan, (5) bersifat porous sehingga benih masih dapat
memperoleh oksigen untuk proses respirasi, dan (6) tidak mudah mencair. Jenis
bahan yang biasa digunakan dalam pelapisan benih antara lain adalah diatomae, charcoal, clay, vermiculite, methylethyl cellulose, arabic gum, polyvinyl alcohol, dan gula.
Bacillus sp. sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri
menguntungkan yang mengkolonisasi rhizosfer yaitu lapisan tanah tipis antara 1-2
mm di sekitar zona perakaran. Secara umum, fungsi PGPR dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman dibagi kedalam tiga kategori yaitu: (1) sebagai pemacu atau
perangsang pertumbuhan (biosimultans), dengan mensintesis dan mengatur
konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA),
giberalin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan akar, (2) sebagai penyedia hara
(biofertilizers) dengan menambat N2 dari udara secara asimbiosis dan melarutkan
hara P yang terikat di dalam tanah, dan (3) sebagai pengendali patogen yang
berasal dari tanah (bioprotectants) dengan cara menghasilkan berbagai senyawa
atau metabolit anti patogen (Husen et al., 2008). Saharan dan Nehra (2011) menambahkan bahwa inokulasi tanaman hias, tanaman kehutanan, dan tanaman
pertanian dengan PGPR dapat mengakibatkan efek ganda pada awal pertumbuhan
tanaman, seperti dalam peningkatan perkecambahan benih, tinggi tanaman,
kandungan klorofil, kekuatan tanaman dan sebagainya.
Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR. Sebagian besar
berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari
Bacillus sp. merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah yang seringkali dijumpai di bagian rizosfer tanaman. Bakteri ini termasuk kedalam
kelompok bakteri gram positif yang memiliki sel berbentuk batang. Bacillus juga sangat dikenal sebagai bakteri pembentuk endospora yang memiliki ketahanan
yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik sebagai struktur
bertahan. Kemampuannya membentuk endospora membuat bakteri ini dapat
beradaptasi dengan formula dan bahan–bahan kimia yang diaplikasikan dalam
tanah pertanian (Liu dan Sinchair, 1993). Bacillus sp. telah dilaporkan termasuk kelompok bakteri penghasil antibiotik potensial sebagai agen biokontrol.
Kelompok bakteri ini selain menghasilkan metabolit sekunder yang dapat
menekan pertumbuhan patogen, juga menghasilkan hormon pengatur tumbuh
(Backman et al., 1994).
Hasil penelitian Khalimi et al. (2005) menunjukkan bahwa perlakuan
PGPR menghasilkan pertumbuhan tanaman kedelai yang lebih cepat dan lebih
besar. PGPR juga secara signifikan mampu meningkatkan tinggi tanaman
maksimum, jumlah cabang maksimum, jumlah daun maksimum, bobot basah dan
kering akar, dan bobot kering biji. Gholami et al. (2009) menambahkan bahwa inokulasi benih dengan PGPR secara signifikan meningkatkan perkecambahan
benih dan vigor benih jagung.
Hasil penelitian Sutariati et al. (2006) menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan isolat Bacillus sp. mampu meningkatkan DB benih cabai yang diuji hingga mencapai 85-88%, PTM 94-99%, IV 64-71%, KCT relatif 72-78%
KN/etmal dibandingkan tanpa perlakuan rhizobakteri. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa dari 25 isolat rizobakteri yang diuji, isolat BG25 dari
kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01 dari kelompok Serratia spp. berpotensi sebagai agens antagonis terhadap C. capsici sekaligus sebagai pemacu pertumbuhan bibit cabai berdasarkan karakter fisiologis yang dihubungkan dengan kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan koloni C. capsici dan atau memacu pertumbuhan bibit cabai.
indoleasetat (IAA), asam giberalin, sitokonin, dan etilen di dalam tanaman.
Mekanisme lain menurut Soesanto (2008) adalah antagonisme terhadap mikroba
fitopatogen melalui produksi siderofor, kitinase, selulase, antibiotika, dan sianida,
pengaturan produksi etilen pada perakaran, pendorong fungi mikoriza, penurunan
ketoksinan logam berat, pelarutan fosfat mineral dan nutrisi lainnya.
Antioksidan
Upaya memperpanjang daya simpan benih dapat dilakukan dengan perlakuan benih menggunakan zat-zat antioksidan. Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal radikal bebas
dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan
sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).
Menurut Justice dan Bass (2002) proses oksidasi yang terjadi selama benih
disimpan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh sehingga
menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnya
sehingga menyebabkan rusaknya struktur membran sel.
Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksidan yang berasal dari
dalam (endogenus) dan antioksidan yang berasal dari luar (eksogenus).
Antioksidan endogenus disebut juga antioksidan enzimatis, dimana senyawa
tersebut dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal
kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa
yang lebih stabil. Contoh antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksidasi
dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan eksogenus
atau antioksidannon-enzimatis mekanisme kerjanya yaitu dengan cara memotong
reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas. Antioksidan non-enzimatis dibagi menjadi 2 yaitu antioksidan larut lemak seperti tokoferol/vitamin E, karotenoid,
flavonoid, kuinon dan bilirubin. Sedangkan antioksidan yang larut dalam air
seperti asam askorbat, protein pengikat logam, dan pengikat heme (Winarsi,
2007).
Vitamin E terdiri atas beberapa macam diantaranya adalah α-tokoferol,
Senyawa ini dilaporkan bekerja sebagai scavenger (penangkap) radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen single (Winarsi, 2007).
Gambar 2. Struktur kimia α-tokoferol
Tokoferol merupakan antioksidan larut lemak yang berperan mencegah lipid
peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel. Adanya ikatan tak
jenuh pada tokoferol menyebabkan senyawa ini mudah teroksidasi, sehingga
dapat mereduksi radikal bebas lipidik lebih cepat (Muchtadi, 2000).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji kinerja antioksidan
dalam perlakuan benih. Menurut Lumbanraja (2006), perlakuan antioksidan
secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan jumlah antioksidan
dalam benih. Berdasarkan hasil penelitian Sulistiyorini (2005) penambahan
tokoferol dengan konsentrasi 200 ppm secara nyata meningkatkan vigor benih
kapas. Suherman (β005) menyatakan bahwa pemberian α-tokoferol 150 ppm
sebelum tanam dapat meningkatkan kecepatan tumbuh benih bunga matahari dari
69.3% menjadi 75.4%. Yullianida dan Murniati (2005) dalam penelitiannya juga
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2012.
Perbanyakan bakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Pelapisan benih dilakukan di PT. East
West Seed Indonesia, Purwakarta. Penyimpanan dan pengujian viabilitas benih
dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi hibrida
varietas SL-8, DG-1, dan Intani 2, masing-masing dipanen tanggal 26-27
September 2011, 16 September 2011 dan 2 November 2011; bakteri Bacillus subtilis isolat AB89; tokoferol 500 ppm; media Tryptic Soy Agar (TSA); media
Nutrienth Broth (NB); polimer sintetik; aquades; alkohol 70%; alumunium foil; kertas label; tissue; plastik polyethilen; plastik bening dan kertas merang untuk media perkecambahan.
Peralatan yang digunakan antara lain rotary coater, autoclaf, laminar air flow, cawan petri, bunsen, gelas ukur, handsprayer, tabung erlenmeyer, tabung reaksi, blender, desikator, timbangan analitik, sealer, oven, pinset, gunting, alat pengepres kertas dan alat pengecambah benih (APB IPB 73-2AB).
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Petak Tersarang (Nested Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama dan faktor kedua adalah
pelapisan benih sebagai anak petak.
Faktor pertama terdiri dari enam taraf, yaitu:
1. P0 = 0 minggu
2. P1 = 3 minggu
4. P3 = 9 minggu
5. P4 = 12 minggu
6. P5 = 15 minggu
Faktor kedua terdiri dari tiga taraf, antara lain:
1. C0 = Kontrol (tanpa pelapisan)
2. C1 = polimer + isolat Bacillus subtilis AB89 3. C2 = polimer+ tokoferol 500 ppm
Kombinasi dua faktor perlakuan menghasilkan 18 perlakuan. Setiap
perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 54 unit satuan percobaan.
Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + αi+ j/i+ k+ (α, )ik+ εijk
dimana:
Yijk = nilai peubah yang diamati
μ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh periode simpan ke-i,i = 1,2,3,4,5,6
j/i = pengaruh ulanganke-j dalam periode simpan ke i, j=1,2,3
k = pengaruh pelapisan benih ke k, k= 1,2,3
(α, )ik= pengaruh interaksiperiode simpan ke-i dan pelapisan benih ke-k
ijk = pengaruh galat
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F pada taraf 5%.
Apabila didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan 1 menggunakan padi
hibrida varietas DG-1, percobaan 2 menggunakan padi hibrida varietas SL-8, dan
percobaan 3 menggunakan padi hibrida varietas Intani 2. Setiap percobaan diuji
dengan menggunakan rancangan percobaan yang sama.
Pelaksanaan Penelitian
Perbanyakan Isolat Bakteri dan pembuatan larutan tokoferol 500 ppm
Isolat B. subtilis AB89 yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
IPB. Sebanyak satu ose dari Isolat B. subtilis AB89 tersebut diambil dan digores pada media Tryptone Soy Agar (TSA) secara aseptik dengan menggunakan jarum oose. Inokulasi isolat B. subtilis AB89ini dilakukan secara aseptik di laminar air flow cabinet. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu ruang selama dua hari. Koloni tunggal bakteri yang terbentuk kemudian diinokulasikan ke dalam
erlenmeyer yang berisi 100 ml medium Nutrienth Broth (NB) cair dan diinkubasi pada rotary shaker pada suhu ruang selama 48 jam.
Gambar 3. Koloni tunggal B. subtilis AB89
Penghitungan kerapatan bakteri yang diaplikasikan dilakukan dengan
metode pengenceran berseri. Sebanyak 1 ml dari suspensi cair B. subtilis AB89 diambil menggunakan pipet mikro dan diencerkan secara berseri hingga
pengenceran 10-8. Masing-masing seri pengenceran tersebut diambil sebanyak 0,1
ml dan dicawankan pada media TSA dengan cara disebar menggunakan glass bead. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni B. subtilis AB89 setelah 24 jam selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:
Populasi bakteri = Keterangan:
x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)
p = faktor pengenceran ke-
v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)
Kerapatan bakteri yang diaplikasikan untuk pelapisan benih adalah 108-109
Larutan tokoferol 500 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0.5 mg tokoferol
dengan aseton 66.63 ml kemudian ditambahkan aquades sebanyak 932.87 ml.
Perbandingan antara aseton dan aquades adalah 1:14.
Pelapisan Benih (Seed Coating)
Pelapisan benih dilakukan dengan menggunakan alat rotary coater milik PT East West Seed Indonesia. Bahan perekat yang digunakan adalah polimer
sintetik yang kemudian dilarutkan bersama suspensi bakteri maupun tokoferol
dengan perbandingan 10:19 hingga homogen terhadap 220 gram benih. Benih yang telah dilapisi dikeringkan dalam airdryer selama 2 jam atau dijemur sampai benih memiliki kadar air aman untuk disimpan berkisar antara 7% - 10%.
Penyimpanan Benih
Benih yang telah dicoating kemudian dikemas dalam plastik polyethylene
dan direkatkan. Selanjutnya benih disimpan pada suhu kamar antara 27-31oC selama periode simpan 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 minggu.
Gambar 4. Benih dalam kemasan plastik polyethylene
Pengamatan
Pengecambahan benih dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung
didirikan di dalam plastik (UKDdp) dan diamati pada setiap periode simpan.
Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 50 butir
benih. Parameter yang diamati terdiri atas Kadar Air (KA), Daya Berkecambah
(DB), Indeks Vigor (IV), Kecepatan Tumbuh (KCT), Potensi Tumbuh Maksimum
1. Kadar Air (KA)
Kadar air benih diukur dengan metode langsung menggunakan oven pada
setiap periode simpan. Jumlah benih yang digunakan adalah 1 gram untuk setiap
ulangan dan sebelumnya telah dihaluskan dengan menggunakan blender. Benih yang telah di- blender kemudian dimasukan ke dalam cawan porselin dan dioven pada suhu 105oC selama 17 ± 1 jam .
Kadar air benih dihitung dengan rumus :
KA (%) =
x 100% Keterangan:
M1 = berat cawan porselin + tutup
M2 = berat benih + cawan porselin + tutup sebelum dioven
M3 = berat benih + cawan porselin + tutup setelah dioven
2. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN)
pada hari pengamatan pertama dan pengamatan kedua. Pengamatan pertama
dilakukan pada hari ke-5 sedangkan pengamatan kedua dilakukan pada hari ke-7
setelah benih dikecambahkan. Daya berkecambah dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
∑ ∑ ∑
3. Indeks Vigor (IV)
Indeks Vigor diukur berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada
hari pengamatan pertama yaitu hari ke-5. IV diukur dengan rumus:
4. Kecepatan Tumbuh (KCT )
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal sejak hari
pertama hingga ketujuh setelah tanam. Perhitungan dilakukan dengan cara
menjumlahkan hasil pembagian antara persentase kecambah normal yang tumbuh
pada tiap pengamatan dengan waktu pengamatannya.
∑
5. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih yang
mampu menjadi kecambah normal maupun abnormal pada hari ke-7 setelah
dikecambahkan. Rumus yang digunakan adalah:
∑ ∑
6.Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Berat Kering Kecambah Normal diamati pada hari pengamatan kedua (hari
ke-7) dengan cara memisahkan kecambah normal dari cadangan makanannya.
Kecambah tersebut kemudian dimasukkan kedalam amplop dan dioven pada suhu
60oC selama 3x24 jam. Setelah dioven, amplop yang berisi kecambah tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Percobaan 1. Pengaruh Pelapisan Benihterhadap Daya Simpan benih Padi Hibrida Varietas DG-1
Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan
pelapisan benih pada Lampiran 1-6 dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan tabel
tersebut faktor tunggal periode simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air (KA)
dan berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor
(IV), serta kecepatan tumbuh (KCT). Faktor tunggal pelapisan benihmenunjukkan
pengaruh sangat nyata terhadap kadar air (KA) dan berpengaruh nyata terhadap
kecepatan tumbuh (KCT). Interaksi antara periode simpan dan pelapisan benih
berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah (DB) dan berat kering kecambah
normal (BKKN).
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan,
pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas DG-1
periode simpan 12 minggu menjadi 11.1%. Indeks vigor benih mengalami
peningkatan secara nyata sampai 93.8% pada periode simpan 15 minggu.
Kecepatan tumbuh benih mengalami peningkatan secara nyata dari 17.7%
KN/etmal pada awal periode simpan menjadi 22.7% KN/etmal pada periode
simpan 15 minggu.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT
benih padi hibrida varietas DG-1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Pengaruh pelapisan benih terhadap tolok ukur KA dan KCT disajikan pada
Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3, kadar air benih yang dilapisi oleh B. subtilis AB89 maupun tokoferol nyata lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan pelapisan (kontrol). Pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 menunjukkan nilai KCT nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan tokoferol yaitu sebesar 20.8%
KN/etmal.
Tabel 3. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap KA dan KCT benih
padi hibrida varietas DG-1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Tabel 4 menunjukkan pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan
benih terhadap tolok ukur daya berkecambah. Daya berkecambah benih
kondisi lingkungan yang optimum. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa
benih masih mampu mempertahankan viabilitasnya sampai periode simpan 15
minggu. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya persentase daya
berkecambah dengan nilai rata-rata sebesar 96.7% di akhir periode simpan. Pada
periode simpan 0 minggu pelapisan benih dengan tokoferol nyata lebih tinggi
dibandingkan perlakuan pelapisan dengan bakteri, namum pada periode simpan 6
minggu pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pelapisan (kontrol). Pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 mampu meningkatkan nilai daya berkecambah dari 80% pada awl penyimpanan menjadi
96.7% pada periode simpan 15 minggu.
Tabel 4. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 4.7%
Pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan benihterhadap tolok ukur
berat kering kecambah normal dapat dilihat pada Tabel 5. Berat kering kecambah
tidak mengalami penurunan maupun peningkatan yang nyata sampai periode
simpan 15 minggu baik pada perlakuan kontrol, bakteri, maupun tokoferol.
Tabel 5. Pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan benih terhadap
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
Percobaan 2. Pengaruh Pelapisan Benihterhadap Daya Simpan benih Padi Hibrida Varietas SL-8
Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan
pelapisan benih pada Lampiran 7-12 disajikan pada Tabel 6. Faktor tunggal
periode simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air (KA) dan berat kering
kecambah normal (BKKN) serta berpengaruh sangat nyata terhadap daya
berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT). Faktor
tunggal pelapisan benih menunjukkan pengaruh nyata terhadap kadar air (KA)
dan berpengaruh nyata terhadap indeks vigor (IV). Interaksi antara periode
simpan dan formulasi coating berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM) dan berat kering kecambah normal (BKKN).
Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas SL-8
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * = berpengaruh nyata pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata
Pengaruh periode simpan terhadap tolok ukur KA, DB, dan KCT disajikan
pada Tabel 7. Nilai kadar air pada awal periode simpan yaitu 8.8% dan mengalami
peningkatan sampai periode simpan 6 minggu menjadi 10.7%. Nilai kadar air
kembali menurun saat periode simpan 9 minggu dan meningkat kembali saat
periode simpan 12 minggu menjadi 10.5%. Perubahan KA tidak terlalu fluktuatif
dan aman untuk penyimpanan dengan rata-rata sebesar 9.7%. Daya berkecambah
benih mengalami peningkatan secara nyata dari 76.2% pada awal periode simpan
kecepatan tumbuh mengalami peningkatan secara nyata dari 15.0% KN/etmal
menjadi 21.0% KN/etmal pada periode simpan 15 minggu. Indeks vigor benih
mengalami peningkatan secara nyata dari 57.6% menjadi 75.8% pada periode
simpan 3 minggu dan menurun kembali menjadi 59.8% pada periode simpan 6
minggu. Nilai indeks vigor kembali meningkat pada periode simpan 9 minggu
sampai mencapai nilai 87.1% pada periode simpan 15 minggu.
Tabel 7. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT
benih padi hibrida varietas SL-8
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Tabel 8 menunjukkan pelapisan benih terhadap tolok ukur indeks vigor.
Berdasarkan tabel tersebut, benih yang dilapisi oleh tokoferol 500 ppm nyata lebih
rendah dibandingkan kontrol dengan nilai IV sebesar 69.4%. Indeks vigor
merupakan tolok ukur yang berhubungan dengan kekuatan tumbuh dimana benih
yang memiliki vigor tinggi lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang
suboptimum.
Tabel 8. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap indeks vigor benih padi hibrida varietas SL-8
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Tabel 9 menunjukkan pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode
simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih. Perlakuan pelapisan benih
dengan bakteri maupun tokoferol tidak berbeda nyata dengan kontrol pada periode
simpan 0-12 minggu, namun pada periode simpan 15 minggu perlakuan pelapisan
benih dengan tokoferol nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu
sebesar 98.7%. Benih tanpa pelapisan mengalami penurunan nilai PTM secara
nyata dari 98.7% di awal periode simpan menjadi 92.7% pada periode simpan 15
minggu.
Tabel 9. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas SL-8
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 1.8%
Tabel 10 menunjukkan pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan
benih terhadap berat kering kecambah normal (BKKN). Pada awal penyimpanan,
benih tanpa pelapisan (kontrol) memiliki nilai BKKN nyata lebih tinggi
dibandingkan pelapisan dengan B. subtilis dan tokoferol, yaitu sebesar 0.39 gram. Setelah penyimpanan 3-15 minggu, perlakuan pelapisan benih maupun kontrol
menunjukkan pengaruh yang sama. Pelapisan benih dengan tokoferol dan kontrol
mampu mempertahankan nilai BKKN tetap sama sampai periode simpan 15
minggu, sedangkan pada perlakuan B. subtilis mengalami peningkatan BKKN secara nyata dari 0.30 gram di awal periode simpan menjadi 0.37 gram pada akhir
periode simpan 15 minggu.
Tabel 10. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap
berat kering kecambah normal benih padi hibrida varietas SL-8
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
Percobaan 3. Pengaruh Pelapisan Benihterhadap Daya Simpan benih Padi Hibrida Varietas Intani 2
Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan
pelapisan benih pada Lampiran 13-18 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa faktor tunggal periode simpan berpengaruh nyata terhadap
daya berkecambah (DB) dan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (KA),
berat kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV) serta kecepatan tumbuh
(KCT) Faktor tunggal pelapisan benih menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap kadar air (KA) dan berpengaruh nyata terhadap indeks vigor (IV).
Interaksi antara periode simpan dan formulasi coating berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM).
Tabel 11. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air,
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai kadar air mengalami fluktuasi
pada setiap periode simpan. KA tertinggi terjadi pada saat periode simpan 12
minggu yaitu sebesar 11.1 % namun terjadi penurunan secara nyata pada periode
simpan 15 minggu menjadi 8.6%. Tolok ukur DB, KCT, IV, dan BKKN
mengalami peningkatan sampai periode simpan 15 minggu. Hal ini menunjukkan
Tabel 12. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, DB, KCT, IV,
dan BKKN benih padi hibrida varietas Intani 2
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%
Tabel 13 menunjukkan pengaruh pelapisan benih terhadap tolok ukur kadar
air (KA). Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kadar air benih yang dilapisi
oleh B. subtilis AB89 maupun tokoferol nyata lebih rendah apabila dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 14 menunjukkan pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode
simpan terhadap potensi tumbuh maksimum. Tolok ukur potensi tumbuh
maksimum (PTM) menunjukkan viabilitas potensial benih dengan mengamati
benih yang tumbuh menjadi kecambah normal maupun abnormal. Pelapisan benih
dengan B. subtilis AB89 maupun tokoferol dan kontrol tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata sampai periode simpan 12 minggu. Perlakuan pelapisan benih
dengan tokoferol mampu meningkatkan nilai PTM secara nyata dari 89.3% di
Tabel 14. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas Intani 2
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK= 3.6%
Pembahasan
Viabilitas benih padi hibrida varietas DG-1, SL-8, dan Intani 2 baik yang
diberi perlakuan pelapisan benih (Bacillus subtilis atau tokoferol) maupun kontrol menunjukkan nilai viabilitas benih yang masih tinggi berdasarkan tolok ukur DB,
IV, PTM, BKKN, dan KCT sampai periode simpan 15 minggu. Hal ini diduga
kadar air benih selama penyimpanan masih dalam batas aman dengan rataan
kurang dari 11%. Selama penyimpanan, nilai kadar air benih mengalami
fluktuasi. Menurut Justice dan Bass (2002), adanya fluktuasi kadar air disebabkan
oleh sifat benih yang higroskopis sehingga akan selalu mengadakan keseimbangan
dengan udara di sekitarnya. Benih padi hibrida termasuk kelompok benih
ortodoks dimana benihnya harus disimpan pada kadar air di bawah 12%.
Kadar air benih yang dilapisi oleh bakteri maupun tokoferol pada
masing-masing varietas nyata lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan pelapisan
(kontrol). Rendahnya kadar air benih yang di-coating tersebut disebabkan bahan pelapis yang menempel pada benih mampu melindungi benih dari kelembaban
udara di sekitarnya. Hasil penelitian Yuningsih (2009) pada benih buncis
menunjukkan hal yang sama dimana benih buncis yang dilapisi oleh arabic gum
dengan konsentrasi sebesar 0.25 g/ml memiliki nilai kadar air lebih rendah
dibandingkan benih yang tidak dilapisi.
Pada varietas DG-1, pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 menunjukkan nilai KCT nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan tokoferol yaitu sebesar
20.8%. Perlakuan tersebut juga nyata meningkatkan nilai daya berkecambah (DB)
minggu. Pada varietas SL-8 pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 juga meningkatkan nilai berat kering kecambah normal (BKKN) dari 0.30 gram
menjadi 0.37 gram pada periode simpan 15 minggu. Berdasarkan tolok ukur berat
BKKN pada varietas DG-1 dan indeks vigor (IV) pada varietas SL-8 pelapisan
benih dengan B. subtilis AB89 tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi pada varietas Intani 2 perlakuan tersebut nyata lebih rendah dibandingkan kontrol
berdasarkan tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT) yaitu sebesar 64.8%.
Kecepatan tumbuh benih (KCT) merupakan salah satu tolok ukur vigor
kekuatan tumbuh. Kecepatan tumbuh merupakan cerminan jumlah benih normal
yang tumbuh setiap hari. Tingginya nilai KCT mengindikasikan bahwa benih
tersebut memiliki vigor yang tinggi karena mampu berkecambah dengan cepat
pada waktu yang relatif lebih singkat sehingga benih tumbuh serempak di
lapangan (Winarni, 2009). Berat kering kecambah normal (BKKN) merupakan
tolok ukur viabilitas yang menggambarkan kemampuan benih dalam
menggunakan cadangan makanannya untuk tumbuh menjadi kecambah normal.
Kemampuan berkecambah suatu benih berhubungan dengan cadangan makanan
yang dikandungnya sehingga produksi berat kering dari pertumbuhan kecambah
akan menggambarkan kondisi fisiologis benih dan aktivitas metabolisme yang
terjadi di dalam benih tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Nawangsih (2006), B. subtilis AB89 merupakan bakteri yang tidak bersifat fitotoksik terhadap benih maupun
pertumbuhan kecambah serta tanaman tomat. Selain itu bakteri tersebut mampu
menginduksi ketahanan tanaman tomat melalui peningkatan aktivitas enzim
peroksidase pada akar. Aditya (2006) menjelaskan karakter morfologi Bacillus subtilis AB89 pada media TSA adalah berwarna putih, tekstur kering, pinggiran tidak rata, dan tumbuh lambat. Menurut Astuti (2008), kelompok Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang dapat digunakan tumbuhan untuk membantu
pertumbuhan baik pemanjangan akar, perkecambahan biji maupun perkembangan
tajuk dan pembungaan. Bacillus sp. juga memiliki sifat biokontrol yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman yakni dengan menekan
pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen. Sulistiani (2009) menambahkan bahwa
yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, dengan
demikian endospora yang terbentuk dapat digunakan sebagai material bakteri
inaktif yang bisa diformulasikan pada berbagai bahan pembawa. Media pembawa
ini juga bisa berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi spora bakteri saat berkecambah
jika kondisi lingkungan memungkinkan. Formulasi spora B. subtilis yang telah dikenal saat ini adalah formulasi dalam bentuk tepung yang dapat dibasahi (WP),
tepung, pasta, emulsi, pellet, dan butiran (granule).
Pelapisan benih dengan tokoferol 500 ppm memberikan pengaruh yang
berbeda pada masing-masing varietas. Dalam penelitian ini, pelapisan benih
dengan tokoferol pada varietas DG-1 tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata dengan kontrol berdasarkan tolok ukur KCT, DB, dan BKKN. Pada varietas
SL-8 pelapisan benih dengan tokoferol nyata meningkatkan nilai potensi tumbuh
maksimum (PTM) pada akhir periode simpan 15 minggu menjadi 98.7% tetapi
berdasarkan tolok ukur indeks vigor (IV) perlakuan ini nyata lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol. Nilai potensi tumbuh maksimum (PTM) pada
varietas Intani-2 juga mengalami peningkatan secara nyata dari 89.3% di awal
penyimpanan menjadi 96.7% pada periode simpan 15 minggu.
Tokoferol terutama α-tokoferol telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa ini dilaporkan bekerja
sebagai scavenger (penangkap) radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen single (Winarsi, 2007). Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.
Adanya elektron bebas yang tidak berpasangan mengakibatkan radikal bebas
tersebut sangat reaktif dan tidak stabil.
Pemberian antioksidan sebelum simpan diduga dapat mempertahankan
viabilitas benih selama periode simpan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
menguji kinerja antioksidan dalam perlakuan benih. Hasil penelitian Sulistiyorini
(2005) membuktikan bahwa penambahan tokoferol dengan konsentrasi 200 ppm
nyata meningkatkan vigor benih kapas dari 67.56% menjadi 82.44%. Penelitian
Sari (2009) terhadap benih kacang panjang yang diberi perlakuan tokoferol 200
PTM, BKKN, bobot kering bibit, keserempakan tumbuh bibit, dan daya tumbuh
bibit. Benih yang di-coating dengan formulasi tersebut setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang tinggi dengan ditunjukkan oleh tolok ukur
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan pelapisan benih maupun tanpa pelapisan (kontrol) mampu
mempertahankan viabilitas benih padi hibrida baik varietas DG-1, SL-8 maupun
Intani 2 sampai periode simpan 15 minggu. Pelapisan benih dengan B. subtilis
AB89 pada varietas DG-1 menunjukkan nilai kecepatan tumbuh (KCT) nyata lebih
tinggi dibandingkan kontrol dan meningkatkan nilai daya berkecambah (DB) serta
berat kering kecambah normal (BKKN) secara nyata sampai periode simpan 15
minggu. Pelapisan benih dengan tokoferol 500 ppm pada varietas SL-8
menunjukkan nilai potensi tumbuh maksimum (PTM) nyata lebih tinggi
dibandingkan kontrol serta meningkatkan nilai PTM varietas Intani-2 secara nyata
sampai periode simpan 15 minggu.
Saran
Penggunaan bakteri maupun tokoferol dalam formulasi seed coating perlu diteliti lebih lanjut dengan memperpanjang periode simpan benih padi hibrida.
Selain itu perlu dilakukan analisa aktivitas bakteri untuk mengetahui