• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelapisan Benih dengan Bacillus subtilis AB89 dan Tokoferol untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelapisan Benih dengan Bacillus subtilis AB89 dan Tokoferol untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

BENIH PADI HIBRIDA SELAMA PENYIMPANAN

TIRAWATI

A24080103

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

(Seed Coating by Bacillus subtilis AB89 and Tocopherol for Maintaining Hybrid Rice Viability During Storage)

Tirawati1, Eny Widajati2, Abdjad Asih Nawangsih3

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

3

Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB

Abstract

This research aims to evaluate the effect of seed coating by Bacillus subtilis AB89 and Tocopherol on viability of hybrid rice seeds during storage. Experimental design is used a Nested Design randomized complete. The main plot is period of seed storage consisting of six standards are: P0 = 0 weeks, P1 = 3 weeks, 6 weeks = P2, P3 = 9 weeks, 12 weeks = P4, and P5 = 15 weeks with seed coating as a subplot consisting of three levels, namely: C0 = control (without coating), C1 = polymer + isolates Bacillus subtilis AB89, C2 = polymer tocopherol + 500 ppm . Seeds used in this research is hybrid rice varieties DG-1, SL-8, and Intani2. Seed moisture content fluctuated during storage, but the seed coating treatment showed a lower water content values than the control. The results showed that treatment of seed coating and without coating capable maintaining viability of hybrid rice seed varieties both DG-1, SL-8 and Intani 2 until 15 weeks period of seed storage . Coating by Bacillus subtilis AB89 on DG-1 varieties increased the speed of grown, cumulative germination percentage and dry weight normal seedling until 15 weeks period of seed storage. Coating by tocopherol 500 ppm on SL-8 varieties has the highest value of the maximum growth potential and increased the highest maximum growth potential on Intani 2 varieties.

(3)

RINGKASAN

TIRAWATI. Pelapisan Benih dengan Bacillus subtilis AB89 dan Tokoferol untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan. (Dibimbing oleh ENY WIDAJATI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pelapisan

benih (seed coating) dengan Bacillus subtilis AB89 dan tokoferol terhadap

viabilitas benih padi hibrida selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di

Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian

Bogor, di PT. East West Seed Indonesia, Purwakarta dan di Laboratorium Ilmu

dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Bogor pada bulan Januari sampai dengan Juli 2012.

Penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan 1 menggunakan padi

hibrida varietas DG-1, percobaan 2 menggunakan padi hibrida varietas SL-8, dan

percobaan 3 menggunakan padi hibrida varietas Intani 2. Percobaan menggunakan

Rancangan Petak Tersarang yang diacak secara lengkap dengan tiga ulangan.

Petak utama adalah periode simpan, terdiri dari enam taraf yaitu: P0= 0 minggu,

P1= 3 minggu, P2= 6 minggu, P3= 9 minggu, P4= 12 minggu, dan P5= 15 minggu

dengan pelapisan benih sebagai anak petak yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: C0 =

kontrol (tanpa pelapisan), C1 = polimer + isolat Bacillus subtilis AB89, C2 = polimer+ tokoferol 500 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan benih maupun

tanpa pelapisan (kontrol) mampu mempertahankan viabilitas benih padi hibrida

baik varietas DG-1, SL-8 maupun Intani 2 sampai periode simpan 15 minggu.

Pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 pada varietas DG-1 menunjukkan nilai

kecepatan tumbuh (KCT) nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan

meningkatkan nilai daya berkecambah (DB) serta berat kering kecambah normal

(BKKN) secara nyata sampai periode simpan 15 minggu. Pelapisan benih dengan

tokoferol 500 ppm pada varietas SL-8 menunjukkan nilai potensi tumbuh

maksimum (PTM) nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol serta meningkatkan

(4)

BENIH PADI HIBRIDA SELAMA PENYIMPANAN

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

TIRAWATI

A24080103

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : PELAPISAN BENIH DENGAN Bacillus subtilis AB89

DAN TOKOFEROL

UNTUK MEMPERTAHANKAN

VIABILITAS BENIH PADI HIBRIDA SELAMA

PENYIMPANAN

Nama : TIRAWATI

NIM : A24080103

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Eny Widajati, MS Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP 19610106 198503 2 002 NIP 19650621 198910 2 001

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat, pada tanggal 21 Maret 1990.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Otip

Sumantri dan Ibu Tirah.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Ancol pada tahun 1996.

Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Darmaraja

dan lulus pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di

SMA Negeri 1 Situraja pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis

diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi

kemahasiswaan diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas

Pertanian IPB periode 2008-2009 dan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)

WAPEMALA Sumedang pada tahun 2008-2010. Penulis juga pernah aktif di

beberapa kepanitiaan yang diadakan oleh organisasi kemahasiswaan di IPB.

Tahun 2009, penulis mendapatkan hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

bidang Kewirausahaan dari DIKTI. Penulis berkesempatan menjadi Asisten

praktikum mata kuliah Dasar Hortikultura dan Dasar Ilmu dan Teknologi Benih

pada tahun 2012. Selama perkuliahan, penulis menerima beasiswa Pengembangan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Pelapisan Benih dengan Bacillus subtilis AB89 dan Tokoferol untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan. Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Eny Widajati, MS dan Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku

Dosen Pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS selaku Dosen Penguji atas saran yang diberikan

untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi. selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama studi.

4. Kedua orang tua tercinta Bapak Otip Sumantri dan Ibu Tirah, adiku tersayang

Ita Rostina dan Ninda Rahayu dan seluruh keluarga atas doa, dukungan,

cinta, dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

5. A. A. Keswari Krisnandika dan Yuyuk Agung Lastiandika sebagai teman

seperjuangan atas segala bantuan, dukungan, dan kebersamaannya.

6. Tiara, Ferina, Dwi, Beldin, Rahmi, Ai, sebagai sahabat sekaligus keluarga

atas segala perhatian, dukungan, bantuan, dan kebersamaan selama ini.

7. Mba Ratri, Nisa, Riri, Dira, Resti, Jahari, Bunga, Indra, Sindra, Beny, Ikhsan,

Miftah, Agus Cahyadi atas bantuan selama penelitian.

8. Teman-teman di Laboratorium Bakteriologi: Fitri, Novra, Cut, Imam Khoiri,

Syaiful, Elysa, Venni yang telah membantu penulis selama penelitian.

9. Ka Enen dan Ka Arif atas bantuannya dalam mengolah data.

10. Teman-teman Indigenous 45 atas kebersamaannya selama ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2012

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas

DG-1... 20

2. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT

benih padi hibrida varietas DG-1... 21

3. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap KA dan KCT

benih padi hibrida varietas DG-1... 21

4. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap daya berkecambah benih padi hibrida varietas

DG-1... 22

5. Pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan benih terhadap berat kering kecambah normal benih padi hibrida

varietas DG-1... 22

6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas

SL-8... 23

7. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT

benih padi hibrida varietas SL-8... 24

8. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap indeks vigor

benih padi hibrida varietas SL-8... 24

9. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas

SL-8... 25

10.Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap berat kering kecambah normal padi hibrida varietas

(10)

11.Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas

Intani 2... 26

12.Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, DB, KCT, IV,

dan BKKN benih padi hibrida varietas Intani 2... 27

13.Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap KA dan IV benih

padi hibrida varietas Intani 2... 27

14.Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur benih padi... 6

2. Struktur kimia α-tokoferol... 13

3. Koloni tunggal B. subtilis AB89... 16

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

terhadap tolok ukur daya berkecambah benih padi hibrida

varietas DG-1... 38 terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih padi hibrida

varietas DG-1... 39

7. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kadar air benih padi hibrida varietas

SL-8... 40

8. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur daya berkecambah benih padi hibrida

(13)

12.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih padi hibrida

varietas SL-8... 41

13.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kadar air benih padi hibrida varietas

Intani 2 ... 42

14.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur daya berkecambah benih padi hibrida

varietas Intani 2... 42

15.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolokukur indeks vigor benih padi hibrida varietas

Intani 2... 42

16.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum benih padi

hibrida varietas Intani 2... 43

17.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur berat kering kecanbah normal benih padi

hibrida varietas Intani 2... 43

18.Sidik ragam pengaruh periode simpan dan pelapisan benih terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih padi hibrida

varietas Intani 2... 43

19.Inokulan B. subtilis AB89 pada media padat TSA dan media

cair NB... 44

20.Benih padi hibrida sebelum coating (kiri) dan setelah coating

(kanan)... 44

21.Kecambah normal benih padi ... 45

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan salah satu tanaman pangan terpenting dan strategis untuk

dikembangkan di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk Indonesia

mengkonsumsi beras sebagai sumber makanan pokoknya. Kebutuhan beras akan

terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, untuk itu

diperlukan upaya-upaya peningkatan produktivitas padi dalam negeri, salah

satunya dengan penggunaan varietas hibrida.

Gagasan pengembangan padi hibrida di Indonesia dilatarbelakangi oleh

keberhasilan Cina dan India, dimana penerapan teknologi padi hibrida oleh petani

mampu meningkatkan produktivitas padi 10-25% lebih tinggi dibanding varietas

padi inbrida yang ada saat ini seperti IR64, Ciherang, dan Way Apoburu (Satoto

dan Suprihatno, 2008). Yuan et al. (2003) menjelaskan bahwa peningkatan hasil pada populasi F1 padi hibrida dikarenakan adanya efek heterosis, yaitu

keunggulan pada pertumbuhan, kapasitas reproduksi, ketahanan stres, kemampuan

adaptasi, hasil gabah dan sifat fisiologis lainnya.

Salah satu masalah dalam produksi benih padi hibrida adalah tingkat

pengisian benih yang kurang sempurna sehingga berakibat pada mutu benih yang

rendah (Wahyuni, 2011). Mutu benih mencakup mutu fisik, fisilogis, genetik, dan

patologis. Pada umumnya, semakin lama disimpan mutu benih tersebut akan

semakin menurun yang dicirikan oleh rendahnya viabilitas dan vigor benih

tersebut. Sadjad (1993) menjelaskan bahwa proses kemunduran benih selama

periode simpan terjadi secara alami dan berkaitan dengan waktu. Menurut

Rahmawati dan Koes (2009), laju kemunduran mutu benih dapat diperlambat

dengan melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, serta

pendistribusian benih secara baik.

Pelapisan benih (seedcoating) merupakan suatu metode untuk memperbaiki mutu benih. MenurutIlyas (2003), penggunaan seed coating sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi

(15)

pembawa zat aditif misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh, dan lain-lain.

Agen hayati seperti bakteri dapat dijadikan sebagai pengganti bahan kimia

pada teknik pelapisan benih (Sari, 2009). Salah satu bakteri yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan dalam pelapisan benih adalah Bacillus sp. Menurut Kloepper et al. (2004), kelompok Bacillus dikenal sebagai bakteri kelompok Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai

mekanisme seperti antibiosis, lisis, kompetisi, parasitisme, dan induksi ketahanan.

Hasil penelitian Sutariati et al. (2006) menunjukkan bahwa benih cabai yang diberi perlakuan isolat Bacillus sp. nyata meningkatkan daya berkecambah (DB) hingga mencapai 85%-88%, potensi tumbuh maksimum (PTM) 94%-99%, indeks

vigor (IV) 64%-71%, spontanitas tumbuh (SPT) 81%-85%, dan kecepatan tumbuh

relatif (KCT relatif) sebesar 72%-78% KN/etmal dibandingkan tanpa perlakuan

rizobakteri.

Pemberian senyawa antioksidan sebelum simpan dapat dilakukan sebagai

salah satu upaya untuk memperlambat proses kemunduran pada benih.

Antioksidan merupakan zat penghambat oksidasi yang banyak terdapat dalam

buah-buahan dan juga rempah-rempah. Zat yang mengandung senyawa

antioksidan diantaranya adalah α-tokoferol, yaitu senyawa kimia yang mempunyai aktivitas sebagai vitamin E. Hasil penelitian Sulistiyorini (2005) terhadap benih

kapas yang diberikan perlakuan α-tokoferol 200 ppm terbukti dapat meningkatkan nilai KCT dari 21.81% KN/etmal menjadi 24.91% KN/etmal. Perlakuan tersebut

juga terlihat pengaruhnya pada tolok ukur Indeks Vigor (IV) dimana nilai IV

meningkat dari 67.56% menjadi 82.44%. Suherman (2005) menambahkan bahwa

pemberian tokoferol 150 ppm dapat mempertahankan nilai T50 benih bunga

matahari sampai periode simpan 4 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Bacillus sp. dan pemberian senyawa tokoferol tersebut, maka perlu diteliti juga aplikasinya pada teknik pelapisan benih

(16)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pelapisan

benih (seed coating) dengan Bacillus subtilis AB89 dan tokoferol terhadap viabilitas benih padi hibrida selama penyimpanan.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh periode simpan terhadap viabilitas benih padi hibrida.

2. Pelapisan benih mampu mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di

penyimpanan.

3. Terdapat interaksi periode simpan dan pelapisan benih terhadap viabilitas

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Padi Hibrida

Secara definitif padi hibrida merupakan turunan pertama (F1) yang berasal

dari persilangan dua galur yang berbeda (Sukirman et al., 2006). Susunan genetik tanaman hibrida secara individu bersifat heterozigot pada semua atau sebagian

besar lokus, tetapi secara fenotip satu populasi hibrida akan nampak seragam

sehingga pertanaman hibrida bersifat homogen heterozigot (heterozygous homogenous). Dalam pertanaman padi hibrida, benih yang digunakan adalah benih F1 yang dipilih melalui proses seleksi. Benih dari hasil pertanaman F1

tersebut tidak dapat digunakan kembali untuk pertanaman pada generasi

berikutnya karena akan dihasilkan keturunan yang beragam akibat adanya

fenomena segregasi (Satoto dan Suprihatno, 2010).

Nanda dan Virmani (2001) menjelaskan bahwa Cina merupakan negara

yang mengembangkan padi hibrida pertama di dunia. Lebih dari 50% dari 32 juta

ha area pertanaman padi di Cina menggunakan varietas padi hibrida. Penggunaan

varietas padi hibrida tersebut meningkatkan hasil sekitar 15-20%. Produktivitas

yang tinggi memungkinkan Cina untuk mengurangi area pertanaman padi dari

34.4 juta ha pada tahun 1978 menjadi 31.98 juta ha pada tahun 1988 dan pada

waktu yang sama meningkatkan produksi beras dari 136.9 juta ton hingga 169.1

juta ton.

Salah satu kunci dari keunggulan varietas hibrida dibandingkan dengan

varietas inbrida adalah adanya pemunculan sifat heterosis atau vigor hibrida

(Widyastuti dan Satoto, 2007). Menurut Satoto dan Suprihatno (2008) heterosis merupakan suatu kecenderungan bahwa individu atau populasi F1 akan tampil

lebih baik dibandingkan dengan salah satu tetua atau rata-rata kedua tetua

pembentuknya. Nanda dan Virmani (2001) menambahkan bahwa adanya efek

heterosis tersebut memberikan keunggulan pada pertumbuhan, kapasitas

reproduksi, ketahanan terhadap stres, adaptasi, hasil gabah, kualitas biji dan sifat

fisiologis lainnya.

Padi hibrida termasuk tanaman menyerbuk sendiri yang dalam kondisi

(18)

pengembangan varietas padi hibrida lebih lambat dibandingkan dengan varietas jagung hibrida (Suprihatno, 2009). Bunga tanaman padi termasuk bunga sempurna, oleh karena itu organ jantan pada tetua betina harus dibuat mandul

dengan memasukkan gen CMS (Citoplasmic Male Steril) untuk memudahkan produksi benih F1 dalam jumlah banyak tanpa harus melakukan pembuangan

bungan jantan. Penggunaan CMS ini mengharuskan perakitan varietas padi

hibrida di Indonesia menggunakan sistem tiga galur yang melibatkan galur

mandul jantan sitoplasmik (CMS) atau galur mandul jantan (A), galur pelestari

(B), dan galur pemulih kesuburan (restorer, R). Galur pelestari (B) dan galur

pemulih kesuburan (R) memiliki tepung sari yang normal (fertil) sehingga mampu

menghasilkan benihnya sendiri. GMJ bersifat mandul jantan sehingga hanya

mampu menghasilkan benih bila diserbuki oleh tepung sari tanaman lain. GMJ

bila diserbuki oleh galur B pasangannya akan menghasilkan benih GMJ lagi,

sedangkan bila diserbuki oleh galur R akan menghasilkan benih F1 hibrida yang

secara komersial dikenal dengan nama benih hibrida (Badan Litbang Pertanian,

2007).

Morfologi benih padi terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang

sehari-hari dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri

atas embrio dan endosperma yang diselimuti lapisan aleuron, kemudian tegmen

dan lapisan terluar disebut pericarp. Pada jenis padi indica, sekam dibentuk oleh

palea, lemma mandul, dan rakhila (Gambar 1). Bentuk serta ukuran lemma dan

palea berbeda antar varietas. Lemma dan palea adalah modifikasi daun dan

melekat pada rakhilla. Lemma selalu lebih besar dari palea dan menutupi hampir

2/3 permukaan beras sedangkan sisi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma.

Lemma dan palea bertemu dan berhimpitan memanjang dengan kaitan yang tidak

rapat sehingga keduanya dapat dipisahkan dengan mudah (Yoshida,1981).

Saenong et al. (1989) menyatakan bahwa benih padi merupakan golongan benih dominan karbohidrat disamping senyawa-senyawa lain seperti lemak,

protein, serat kasar dan abu. Benih padi lebih tahan disimpan dibanding

kacang-kacangan karena bijinya dilindungi oleh kulit biji yang keras (lemma dan palea)

(19)

Gambar 1. Struktur benih padi

Pada umumnya benih padi hibrida maupun inbrida mengalami fenomena

after-ripening yaitu suatu kasus dormansi pada benih dimana benih tidak mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui

periode penyimpanan kering. Menurut Sadjad (1980) benih padi yang mengalami

after-ripening akan berkecambah sampai kadar air berkurang selama pengeringan. Periode after-ripening berbeda-beda antar varietas tergantung dari jenis benihnya. Lamanya periode after ripening bisa beberapa minggu atau bulan dihitung sejak dipanen. Hasil penelitian Cempaka (2011) mengenai after-ripening beberapa varietas padi hibrida menunjukkan bahwa benih padi hibrida varietas SL-8 dan

Bernas Rokan mempunyai periode after-ripening selama 4 minggu, varietas TEJ selama 9 minggu dan Bernas Prima selama 7 minggu.

Perkecambahan benih, secara fisiologi adalah muncul dan berkembangnya

struktur-struktur penting dari embrio benih sampai dengan akar menembus kulit

benih. Proses metabolisme perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik

dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih

adalah sifat dormansi dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap perkecambahan benih adalah air, gas, suhu dan cahaya

(Copeland dan McDonald, 2001).

1. Endosperma (a),

embrio (b)

2. Palea

3. Lemma

4. Rakhilla

5. Lemma mandul

6. Pedisel(tangkai gabah)

(20)

Kemunduran Benih dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Simpan Benih

Daya simpan benih adalah kemampuan benih untuk berapa lama dapat

disimpan. Daya simpan merupakan parameter suatu lot benih dalam satuan waktu

untuk suatu periode simpan. Periode simpan itu sendiri menunjukkan kurun

waktu simpan benih dari benih siap disimpan sampai benih siap untuk ditanam.

Benih yang mempunyai daya simpan lama berarti mampu melampaui periode

simpan yang panjang, artinya benih sesudah melampaui massa penyimpanan

masih memiliki vigor daya simpan yang tinggi (Sadjad et al., 1999).

Suseno (1974) menyatakan bahwa kemunduran benih diartikan sebagai

turunnya kualitas, sifat, atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya

vigor, pertanaman serta hasil. Kemunduran benih merupakan proses yang tidak

dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai tingkat yang maksimum.

Selanjutnya Sadjad (1993) menyatakan bahwa proses kemunduran benih selama

periode simpan terjadi secara alami dan berkaitan dengan waktu, sedangkan

kemunduran fisiologis disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini berarti bahwa

semakin lama benih disimpan maka benih akan mengalami kemunduran dan dapat

dipercepat laju kemundurannya oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Proses

kemunduran benih tidak dapat dihindari tetapi dapat diperlambat laju

kemundurannya. Menurut Rahmawati dan Koes (2009), laju kemunduran mutu

benih dapat diperlambat dengan melakukan penanganan dan pengolahan,

penyimpanan, serta pendistribusian benih secara baik.

Gejala-gejala kemunduran benih dapat diamati baik secara fisiologis

maupun secara biokimia. Menurut Mugnisjah (2007), perubahan fisiologis dari

kemunduran benih mencakup perubahan-perubahan dalam warna benih,

perkecambahan yang rendah, jumlah kecambah abnormal yang meningkat,

toleransi yang berkurang terhadap kondisi lingkungan suboptimum selama

perkecambahan, toleransi yang rendah terhadap kondisi simpan yang merusak,

dan kepekaan yang meningkat terhadap perlakuan radiasi. Perubahan biokimia

dari kemunduran benih antara lain berkurangnya metabolisme respirasi yang

ditunjukkan dengan rendahnya pengambilan O2; permeabilitas membran selular

(21)

perubahan-perubahan dalam cadangan makanan yang ditandai dengan meningkatnya

keasaman terutama asam lemak bebas, meningkatnya taraf asam laktat,

berkurangnya fosfolida, berubahnya sifat protein, dan berkurangnya gula; serta

rusaknya kromosom.

Menurut Justice dan Bass (2002) umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat

benih, kondisi lingkungan dan perlakuan manusia, sedangkan daya simpan

individu benih dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: pengaruh genetik, kondisi

sebelum panen, struktur dan komposisi kimia benih, benih keras, ukuran benih,

dormansi benih, kadar air benih, kerusakan mekanik, dan vigor benih. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pada kondisi penyimpanan yang sama masing-masing

spesies ataupun individu benih dalam suatu lot benih memiliki daya simpan yang

berbeda-beda.

Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu benih secara

berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat kembali pada kondisi awal

(irreversible). Utomo (2011) menjelaskan bahwa kemunduran benih sangat

beragam, baik antar jenis, antar varietas, antar lot, bahkan antar individu dalam lot

benih. Beberapa teknik yang bisa digunakan dalam upaya memperlambat

kemunduran benih diantaranya melakukan pemanenan saat benih mencapai masak

fisiologis, prosesing benih yang benar, penyimpanan benih yang baik, dan

perlakuan invigorasi pada benih yang telah mundur.

Penelitian yang dilakukan oleh Febrina (2011) terhadap daya simpan

beberapa varietas benih padi inbrida menunjukkan bahwa viabilitas benih padi

varietas Ciherang, Cigeulis, dan Cilamaya Muncul semakin menurun dengan

bertambahnya periode simpan. Viabilitas benih padi varietas Ciherang, Cigeulis,

dan Cilamaya Muncul yang disimpan pada kemasan plastik dan karung mulai

menurun dari penyimpanan 2 bulan sampai dengan 6 bulan. Kemasan plastik

mampu mempertahankan viabilitas benih padi dengan daya berkecambah 80%

sampai akhir penyimpanan (6 bulan), sedangkan kemasan karung hanya mampu

mempertahankan viabilitas benih sampai umur penyimpanan 4 bulan.

Hasil penelitian Patil dan Shekhargouda (2006) terhadap daya simpan benih

padi hibrida varietas KRH-2 menunjukkan bahwa setelah 12 bulan penyimpanan,

(22)

berkecambah, berat kering, dan indeks vigor lebih tinggi dibandingkan benih

yang disimpan dalam wadah kain. Giang dan Gowda (2007) menambahkan bahwa

benih padi hibrida varietas KRH-2 yang dilapisi dengan polimer sintetik Littles Polykote W Yellow, Captan+Thiram+Gouch+Super Red 1 ml/kg dan disimpan dalam kantong polythene tercatat lebih tinggi nilai daya berkecambahnya yaitu

sebesar 85.67% setelah penyimpanan 10 bulan dibandingkan dengan kontrol.

Pelapisan Benih (Seed Coating)

Pelapisan benih (seedcoating) merupakan suatu metode untuk memperbaiki mutu benih. Menurut Taylor et al. (1998), seed coating termasuk kedalam metode

enhancement, yakni suatu metode untuk meningkatkan perkecambahan atau pertumbuhan benih serta memudahkan pengiriman benih. Ilyas (2003)

menambahkan bahwa penggunaan seed coating sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko

tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa

zat aditif misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain.

Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada dua tipe pelapisan benih yang

telah dikomersialkan, yaitu seed coating dan seed pelleting. Perbedaan utama dari keduanya adalah ukuran, bentuk, bobot dan ketebalan lapisan yang dihasilkan.

Ilyas (2003) menyatakan bahwa coating memungkinkan untuk menggunakan bahan yang lebih sedikit dan bentuk asli benih masih terlihat serta bobot benih

hanya meningkat 0.1-2 kali sedangkan pelleting dapat mengubah bentuk benih yang tidak seragam menjadi bulat dan seragam serta dapat meningkatkan bobot

benih hingga 2-50 kali.

Coating benih merupakan salah satu pendekatan yang paling ekonomis

untuk meningkatkan kinerja benih. Coating benih adalah zat yang diterapkan pada benih tanpa merubah bentuk benih itu sendiri. Tujuan dari pelapisan ini adalah

untuk mengaplikasikan manfaat dari suatu zat terhadap benih seperti insektisida,

fungisida, hara mikro dan komponen lainnya yang dapat membantu

mengoptimumkan perkecambahan benih di semua kondisi lingkungan (Copeland

(23)

Menurut Kuswanto (2003), bahan pelapis yang akan digunakan untuk

melapisi benih harus memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut: (1) dapat

mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, (2) dapat menghambat laju

respirasi seminimal mungkin, (3) tidak bersifat toxic terhadap benih, (4) bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses

imbibisi untuk perkecambahan, (5) bersifat porous sehingga benih masih dapat

memperoleh oksigen untuk proses respirasi, dan (6) tidak mudah mencair. Jenis

bahan yang biasa digunakan dalam pelapisan benih antara lain adalah diatomae, charcoal, clay, vermiculite, methylethyl cellulose, arabic gum, polyvinyl alcohol, dan gula.

Bacillus sp. sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri

menguntungkan yang mengkolonisasi rhizosfer yaitu lapisan tanah tipis antara 1-2

mm di sekitar zona perakaran. Secara umum, fungsi PGPR dalam meningkatkan

pertumbuhan tanaman dibagi kedalam tiga kategori yaitu: (1) sebagai pemacu atau

perangsang pertumbuhan (biosimultans), dengan mensintesis dan mengatur

konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA),

giberalin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan akar, (2) sebagai penyedia hara

(biofertilizers) dengan menambat N2 dari udara secara asimbiosis dan melarutkan

hara P yang terikat di dalam tanah, dan (3) sebagai pengendali patogen yang

berasal dari tanah (bioprotectants) dengan cara menghasilkan berbagai senyawa

atau metabolit anti patogen (Husen et al., 2008). Saharan dan Nehra (2011) menambahkan bahwa inokulasi tanaman hias, tanaman kehutanan, dan tanaman

pertanian dengan PGPR dapat mengakibatkan efek ganda pada awal pertumbuhan

tanaman, seperti dalam peningkatan perkecambahan benih, tinggi tanaman,

kandungan klorofil, kekuatan tanaman dan sebagainya.

Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR. Sebagian besar

berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari

(24)

Bacillus sp. merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah yang seringkali dijumpai di bagian rizosfer tanaman. Bakteri ini termasuk kedalam

kelompok bakteri gram positif yang memiliki sel berbentuk batang. Bacillus juga sangat dikenal sebagai bakteri pembentuk endospora yang memiliki ketahanan

yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik sebagai struktur

bertahan. Kemampuannya membentuk endospora membuat bakteri ini dapat

beradaptasi dengan formula dan bahan–bahan kimia yang diaplikasikan dalam

tanah pertanian (Liu dan Sinchair, 1993). Bacillus sp. telah dilaporkan termasuk kelompok bakteri penghasil antibiotik potensial sebagai agen biokontrol.

Kelompok bakteri ini selain menghasilkan metabolit sekunder yang dapat

menekan pertumbuhan patogen, juga menghasilkan hormon pengatur tumbuh

(Backman et al., 1994).

Hasil penelitian Khalimi et al. (2005) menunjukkan bahwa perlakuan

PGPR menghasilkan pertumbuhan tanaman kedelai yang lebih cepat dan lebih

besar. PGPR juga secara signifikan mampu meningkatkan tinggi tanaman

maksimum, jumlah cabang maksimum, jumlah daun maksimum, bobot basah dan

kering akar, dan bobot kering biji. Gholami et al. (2009) menambahkan bahwa inokulasi benih dengan PGPR secara signifikan meningkatkan perkecambahan

benih dan vigor benih jagung.

Hasil penelitian Sutariati et al. (2006) menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan isolat Bacillus sp. mampu meningkatkan DB benih cabai yang diuji hingga mencapai 85-88%, PTM 94-99%, IV 64-71%, KCT relatif 72-78%

KN/etmal dibandingkan tanpa perlakuan rhizobakteri. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa dari 25 isolat rizobakteri yang diuji, isolat BG25 dari

kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01 dari kelompok Serratia spp. berpotensi sebagai agens antagonis terhadap C. capsici sekaligus sebagai pemacu pertumbuhan bibit cabai berdasarkan karakter fisiologis yang dihubungkan dengan kemampuan dalam

menghambat pertumbuhan koloni C. capsici dan atau memacu pertumbuhan bibit cabai.

(25)

indoleasetat (IAA), asam giberalin, sitokonin, dan etilen di dalam tanaman.

Mekanisme lain menurut Soesanto (2008) adalah antagonisme terhadap mikroba

fitopatogen melalui produksi siderofor, kitinase, selulase, antibiotika, dan sianida,

pengaturan produksi etilen pada perakaran, pendorong fungi mikoriza, penurunan

ketoksinan logam berat, pelarutan fosfat mineral dan nutrisi lainnya.

Antioksidan

Upaya memperpanjang daya simpan benih dapat dilakukan dengan perlakuan benih menggunakan zat-zat antioksidan. Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal radikal bebas

dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan

sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Menurut Justice dan Bass (2002) proses oksidasi yang terjadi selama benih

disimpan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh sehingga

menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnya

sehingga menyebabkan rusaknya struktur membran sel.

Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksidan yang berasal dari

dalam (endogenus) dan antioksidan yang berasal dari luar (eksogenus).

Antioksidan endogenus disebut juga antioksidan enzimatis, dimana senyawa

tersebut dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal

kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa

yang lebih stabil. Contoh antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksidasi

dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan eksogenus

atau antioksidannon-enzimatis mekanisme kerjanya yaitu dengan cara memotong

reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas. Antioksidan non-enzimatis dibagi menjadi 2 yaitu antioksidan larut lemak seperti tokoferol/vitamin E, karotenoid,

flavonoid, kuinon dan bilirubin. Sedangkan antioksidan yang larut dalam air

seperti asam askorbat, protein pengikat logam, dan pengikat heme (Winarsi,

2007).

Vitamin E terdiri atas beberapa macam diantaranya adalah α-tokoferol,

(26)

Senyawa ini dilaporkan bekerja sebagai scavenger (penangkap) radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen single (Winarsi, 2007).

Gambar 2. Struktur kimia α-tokoferol

Tokoferol merupakan antioksidan larut lemak yang berperan mencegah lipid

peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel. Adanya ikatan tak

jenuh pada tokoferol menyebabkan senyawa ini mudah teroksidasi, sehingga

dapat mereduksi radikal bebas lipidik lebih cepat (Muchtadi, 2000).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji kinerja antioksidan

dalam perlakuan benih. Menurut Lumbanraja (2006), perlakuan antioksidan

secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan jumlah antioksidan

dalam benih. Berdasarkan hasil penelitian Sulistiyorini (2005) penambahan

tokoferol dengan konsentrasi 200 ppm secara nyata meningkatkan vigor benih

kapas. Suherman (β005) menyatakan bahwa pemberian α-tokoferol 150 ppm

sebelum tanam dapat meningkatkan kecepatan tumbuh benih bunga matahari dari

69.3% menjadi 75.4%. Yullianida dan Murniati (2005) dalam penelitiannya juga

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2012.

Perbanyakan bakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen

Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Pelapisan benih dilakukan di PT. East

West Seed Indonesia, Purwakarta. Penyimpanan dan pengujian viabilitas benih

dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan

Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi hibrida

varietas SL-8, DG-1, dan Intani 2, masing-masing dipanen tanggal 26-27

September 2011, 16 September 2011 dan 2 November 2011; bakteri Bacillus subtilis isolat AB89; tokoferol 500 ppm; media Tryptic Soy Agar (TSA); media

Nutrienth Broth (NB); polimer sintetik; aquades; alkohol 70%; alumunium foil; kertas label; tissue; plastik polyethilen; plastik bening dan kertas merang untuk media perkecambahan.

Peralatan yang digunakan antara lain rotary coater, autoclaf, laminar air flow, cawan petri, bunsen, gelas ukur, handsprayer, tabung erlenmeyer, tabung reaksi, blender, desikator, timbangan analitik, sealer, oven, pinset, gunting, alat pengepres kertas dan alat pengecambah benih (APB IPB 73-2AB).

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Petak Tersarang (Nested Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama dan faktor kedua adalah

pelapisan benih sebagai anak petak.

Faktor pertama terdiri dari enam taraf, yaitu:

1. P0 = 0 minggu

2. P1 = 3 minggu

(28)

4. P3 = 9 minggu

5. P4 = 12 minggu

6. P5 = 15 minggu

Faktor kedua terdiri dari tiga taraf, antara lain:

1. C0 = Kontrol (tanpa pelapisan)

2. C1 = polimer + isolat Bacillus subtilis AB89 3. C2 = polimer+ tokoferol 500 ppm

Kombinasi dua faktor perlakuan menghasilkan 18 perlakuan. Setiap

perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 54 unit satuan percobaan.

Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + αi+ j/i+ k+ (α, )ik+ εijk

dimana:

Yijk = nilai peubah yang diamati

μ = nilai tengah populasi

αi = pengaruh periode simpan ke-i,i = 1,2,3,4,5,6

j/i = pengaruh ulanganke-j dalam periode simpan ke i, j=1,2,3

k = pengaruh pelapisan benih ke k, k= 1,2,3

(α, )ik= pengaruh interaksiperiode simpan ke-i dan pelapisan benih ke-k

ijk = pengaruh galat

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F pada taraf 5%.

Apabila didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan

Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan 1 menggunakan padi

hibrida varietas DG-1, percobaan 2 menggunakan padi hibrida varietas SL-8, dan

percobaan 3 menggunakan padi hibrida varietas Intani 2. Setiap percobaan diuji

dengan menggunakan rancangan percobaan yang sama.

Pelaksanaan Penelitian

Perbanyakan Isolat Bakteri dan pembuatan larutan tokoferol 500 ppm

Isolat B. subtilis AB89 yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

(29)

IPB. Sebanyak satu ose dari Isolat B. subtilis AB89 tersebut diambil dan digores pada media Tryptone Soy Agar (TSA) secara aseptik dengan menggunakan jarum oose. Inokulasi isolat B. subtilis AB89ini dilakukan secara aseptik di laminar air flow cabinet. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu ruang selama dua hari. Koloni tunggal bakteri yang terbentuk kemudian diinokulasikan ke dalam

erlenmeyer yang berisi 100 ml medium Nutrienth Broth (NB) cair dan diinkubasi pada rotary shaker pada suhu ruang selama 48 jam.

Gambar 3. Koloni tunggal B. subtilis AB89

Penghitungan kerapatan bakteri yang diaplikasikan dilakukan dengan

metode pengenceran berseri. Sebanyak 1 ml dari suspensi cair B. subtilis AB89 diambil menggunakan pipet mikro dan diencerkan secara berseri hingga

pengenceran 10-8. Masing-masing seri pengenceran tersebut diambil sebanyak 0,1

ml dan dicawankan pada media TSA dengan cara disebar menggunakan glass bead. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni B. subtilis AB89 setelah 24 jam selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:

Populasi bakteri = Keterangan:

x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)

p = faktor pengenceran ke-

v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Kerapatan bakteri yang diaplikasikan untuk pelapisan benih adalah 108-109

(30)

Larutan tokoferol 500 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0.5 mg tokoferol

dengan aseton 66.63 ml kemudian ditambahkan aquades sebanyak 932.87 ml.

Perbandingan antara aseton dan aquades adalah 1:14.

Pelapisan Benih (Seed Coating)

Pelapisan benih dilakukan dengan menggunakan alat rotary coater milik PT East West Seed Indonesia. Bahan perekat yang digunakan adalah polimer

sintetik yang kemudian dilarutkan bersama suspensi bakteri maupun tokoferol

dengan perbandingan 10:19 hingga homogen terhadap 220 gram benih. Benih yang telah dilapisi dikeringkan dalam airdryer selama 2 jam atau dijemur sampai benih memiliki kadar air aman untuk disimpan berkisar antara 7% - 10%.

Penyimpanan Benih

Benih yang telah dicoating kemudian dikemas dalam plastik polyethylene

dan direkatkan. Selanjutnya benih disimpan pada suhu kamar antara 27-31oC selama periode simpan 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 minggu.

Gambar 4. Benih dalam kemasan plastik polyethylene

Pengamatan

Pengecambahan benih dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung

didirikan di dalam plastik (UKDdp) dan diamati pada setiap periode simpan.

Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 50 butir

benih. Parameter yang diamati terdiri atas Kadar Air (KA), Daya Berkecambah

(DB), Indeks Vigor (IV), Kecepatan Tumbuh (KCT), Potensi Tumbuh Maksimum

(31)

1. Kadar Air (KA)

Kadar air benih diukur dengan metode langsung menggunakan oven pada

setiap periode simpan. Jumlah benih yang digunakan adalah 1 gram untuk setiap

ulangan dan sebelumnya telah dihaluskan dengan menggunakan blender. Benih yang telah di- blender kemudian dimasukan ke dalam cawan porselin dan dioven pada suhu 105oC selama 17 ± 1 jam .

Kadar air benih dihitung dengan rumus :

KA (%) =

x 100% Keterangan:

M1 = berat cawan porselin + tutup

M2 = berat benih + cawan porselin + tutup sebelum dioven

M3 = berat benih + cawan porselin + tutup setelah dioven

2. Daya Berkecambah (DB)

Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN)

pada hari pengamatan pertama dan pengamatan kedua. Pengamatan pertama

dilakukan pada hari ke-5 sedangkan pengamatan kedua dilakukan pada hari ke-7

setelah benih dikecambahkan. Daya berkecambah dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

∑ ∑

3. Indeks Vigor (IV)

Indeks Vigor diukur berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada

hari pengamatan pertama yaitu hari ke-5. IV diukur dengan rumus:

(32)

4. Kecepatan Tumbuh (KCT )

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal sejak hari

pertama hingga ketujuh setelah tanam. Perhitungan dilakukan dengan cara

menjumlahkan hasil pembagian antara persentase kecambah normal yang tumbuh

pada tiap pengamatan dengan waktu pengamatannya.

5. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih yang

mampu menjadi kecambah normal maupun abnormal pada hari ke-7 setelah

dikecambahkan. Rumus yang digunakan adalah:

6.Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)

Berat Kering Kecambah Normal diamati pada hari pengamatan kedua (hari

ke-7) dengan cara memisahkan kecambah normal dari cadangan makanannya.

Kecambah tersebut kemudian dimasukkan kedalam amplop dan dioven pada suhu

60oC selama 3x24 jam. Setelah dioven, amplop yang berisi kecambah tersebut

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Percobaan 1. Pengaruh Pelapisan Benihterhadap Daya Simpan benih Padi Hibrida Varietas DG-1

Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan

pelapisan benih pada Lampiran 1-6 dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan tabel

tersebut faktor tunggal periode simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air (KA)

dan berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor

(IV), serta kecepatan tumbuh (KCT). Faktor tunggal pelapisan benihmenunjukkan

pengaruh sangat nyata terhadap kadar air (KA) dan berpengaruh nyata terhadap

kecepatan tumbuh (KCT). Interaksi antara periode simpan dan pelapisan benih

berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah (DB) dan berat kering kecambah

normal (BKKN).

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan,

pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas DG-1

(34)

periode simpan 12 minggu menjadi 11.1%. Indeks vigor benih mengalami

peningkatan secara nyata sampai 93.8% pada periode simpan 15 minggu.

Kecepatan tumbuh benih mengalami peningkatan secara nyata dari 17.7%

KN/etmal pada awal periode simpan menjadi 22.7% KN/etmal pada periode

simpan 15 minggu.

Tabel 2. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT

benih padi hibrida varietas DG-1

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Pengaruh pelapisan benih terhadap tolok ukur KA dan KCT disajikan pada

Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3, kadar air benih yang dilapisi oleh B. subtilis AB89 maupun tokoferol nyata lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan pelapisan (kontrol). Pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 menunjukkan nilai KCT nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan tokoferol yaitu sebesar 20.8%

KN/etmal.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap KA dan KCT benih

padi hibrida varietas DG-1

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 4 menunjukkan pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan

benih terhadap tolok ukur daya berkecambah. Daya berkecambah benih

(35)

kondisi lingkungan yang optimum. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa

benih masih mampu mempertahankan viabilitasnya sampai periode simpan 15

minggu. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya persentase daya

berkecambah dengan nilai rata-rata sebesar 96.7% di akhir periode simpan. Pada

periode simpan 0 minggu pelapisan benih dengan tokoferol nyata lebih tinggi

dibandingkan perlakuan pelapisan dengan bakteri, namum pada periode simpan 6

minggu pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pelapisan (kontrol). Pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 mampu meningkatkan nilai daya berkecambah dari 80% pada awl penyimpanan menjadi

96.7% pada periode simpan 15 minggu.

Tabel 4. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 4.7%

Pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan benihterhadap tolok ukur

berat kering kecambah normal dapat dilihat pada Tabel 5. Berat kering kecambah

tidak mengalami penurunan maupun peningkatan yang nyata sampai periode

simpan 15 minggu baik pada perlakuan kontrol, bakteri, maupun tokoferol.

Tabel 5. Pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan benih terhadap

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

(36)

Percobaan 2. Pengaruh Pelapisan Benihterhadap Daya Simpan benih Padi Hibrida Varietas SL-8

Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan

pelapisan benih pada Lampiran 7-12 disajikan pada Tabel 6. Faktor tunggal

periode simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air (KA) dan berat kering

kecambah normal (BKKN) serta berpengaruh sangat nyata terhadap daya

berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT). Faktor

tunggal pelapisan benih menunjukkan pengaruh nyata terhadap kadar air (KA)

dan berpengaruh nyata terhadap indeks vigor (IV). Interaksi antara periode

simpan dan formulasi coating berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM) dan berat kering kecambah normal (BKKN).

Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan KCT benih padi hibrida varietas SL-8

Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * = berpengaruh nyata pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata

Pengaruh periode simpan terhadap tolok ukur KA, DB, dan KCT disajikan

pada Tabel 7. Nilai kadar air pada awal periode simpan yaitu 8.8% dan mengalami

peningkatan sampai periode simpan 6 minggu menjadi 10.7%. Nilai kadar air

kembali menurun saat periode simpan 9 minggu dan meningkat kembali saat

periode simpan 12 minggu menjadi 10.5%. Perubahan KA tidak terlalu fluktuatif

dan aman untuk penyimpanan dengan rata-rata sebesar 9.7%. Daya berkecambah

benih mengalami peningkatan secara nyata dari 76.2% pada awal periode simpan

(37)

kecepatan tumbuh mengalami peningkatan secara nyata dari 15.0% KN/etmal

menjadi 21.0% KN/etmal pada periode simpan 15 minggu. Indeks vigor benih

mengalami peningkatan secara nyata dari 57.6% menjadi 75.8% pada periode

simpan 3 minggu dan menurun kembali menjadi 59.8% pada periode simpan 6

minggu. Nilai indeks vigor kembali meningkat pada periode simpan 9 minggu

sampai mencapai nilai 87.1% pada periode simpan 15 minggu.

Tabel 7. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, IV, dan KCT

benih padi hibrida varietas SL-8

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 8 menunjukkan pelapisan benih terhadap tolok ukur indeks vigor.

Berdasarkan tabel tersebut, benih yang dilapisi oleh tokoferol 500 ppm nyata lebih

rendah dibandingkan kontrol dengan nilai IV sebesar 69.4%. Indeks vigor

merupakan tolok ukur yang berhubungan dengan kekuatan tumbuh dimana benih

yang memiliki vigor tinggi lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang

suboptimum.

Tabel 8. Pengaruh perlakuan pelapisan benih terhadap indeks vigor benih padi hibrida varietas SL-8

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 9 menunjukkan pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode

simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih. Perlakuan pelapisan benih

dengan bakteri maupun tokoferol tidak berbeda nyata dengan kontrol pada periode

(38)

simpan 0-12 minggu, namun pada periode simpan 15 minggu perlakuan pelapisan

benih dengan tokoferol nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu

sebesar 98.7%. Benih tanpa pelapisan mengalami penurunan nilai PTM secara

nyata dari 98.7% di awal periode simpan menjadi 92.7% pada periode simpan 15

minggu.

Tabel 9. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas SL-8

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 1.8%

Tabel 10 menunjukkan pengaruh interaksi periode simpan dan pelapisan

benih terhadap berat kering kecambah normal (BKKN). Pada awal penyimpanan,

benih tanpa pelapisan (kontrol) memiliki nilai BKKN nyata lebih tinggi

dibandingkan pelapisan dengan B. subtilis dan tokoferol, yaitu sebesar 0.39 gram. Setelah penyimpanan 3-15 minggu, perlakuan pelapisan benih maupun kontrol

menunjukkan pengaruh yang sama. Pelapisan benih dengan tokoferol dan kontrol

mampu mempertahankan nilai BKKN tetap sama sampai periode simpan 15

minggu, sedangkan pada perlakuan B. subtilis mengalami peningkatan BKKN secara nyata dari 0.30 gram di awal periode simpan menjadi 0.37 gram pada akhir

periode simpan 15 minggu.

Tabel 10. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap

berat kering kecambah normal benih padi hibrida varietas SL-8

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

(39)

Percobaan 3. Pengaruh Pelapisan Benihterhadap Daya Simpan benih Padi Hibrida Varietas Intani 2

Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan

pelapisan benih pada Lampiran 13-18 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel tersebut

menunjukkan bahwa faktor tunggal periode simpan berpengaruh nyata terhadap

daya berkecambah (DB) dan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (KA),

berat kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV) serta kecepatan tumbuh

(KCT) Faktor tunggal pelapisan benih menunjukkan pengaruh sangat nyata

terhadap kadar air (KA) dan berpengaruh nyata terhadap indeks vigor (IV).

Interaksi antara periode simpan dan formulasi coating berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM).

Tabel 11. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air,

Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai kadar air mengalami fluktuasi

pada setiap periode simpan. KA tertinggi terjadi pada saat periode simpan 12

minggu yaitu sebesar 11.1 % namun terjadi penurunan secara nyata pada periode

simpan 15 minggu menjadi 8.6%. Tolok ukur DB, KCT, IV, dan BKKN

mengalami peningkatan sampai periode simpan 15 minggu. Hal ini menunjukkan

(40)

Tabel 12. Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, DB, KCT, IV,

dan BKKN benih padi hibrida varietas Intani 2

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 13 menunjukkan pengaruh pelapisan benih terhadap tolok ukur kadar

air (KA). Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kadar air benih yang dilapisi

oleh B. subtilis AB89 maupun tokoferol nyata lebih rendah apabila dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 14 menunjukkan pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode

simpan terhadap potensi tumbuh maksimum. Tolok ukur potensi tumbuh

maksimum (PTM) menunjukkan viabilitas potensial benih dengan mengamati

benih yang tumbuh menjadi kecambah normal maupun abnormal. Pelapisan benih

dengan B. subtilis AB89 maupun tokoferol dan kontrol tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata sampai periode simpan 12 minggu. Perlakuan pelapisan benih

dengan tokoferol mampu meningkatkan nilai PTM secara nyata dari 89.3% di

(41)

Tabel 14. Pengaruh interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum benih padi hibrida varietas Intani 2

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK= 3.6%

Pembahasan

Viabilitas benih padi hibrida varietas DG-1, SL-8, dan Intani 2 baik yang

diberi perlakuan pelapisan benih (Bacillus subtilis atau tokoferol) maupun kontrol menunjukkan nilai viabilitas benih yang masih tinggi berdasarkan tolok ukur DB,

IV, PTM, BKKN, dan KCT sampai periode simpan 15 minggu. Hal ini diduga

kadar air benih selama penyimpanan masih dalam batas aman dengan rataan

kurang dari 11%. Selama penyimpanan, nilai kadar air benih mengalami

fluktuasi. Menurut Justice dan Bass (2002), adanya fluktuasi kadar air disebabkan

oleh sifat benih yang higroskopis sehingga akan selalu mengadakan keseimbangan

dengan udara di sekitarnya. Benih padi hibrida termasuk kelompok benih

ortodoks dimana benihnya harus disimpan pada kadar air di bawah 12%.

Kadar air benih yang dilapisi oleh bakteri maupun tokoferol pada

masing-masing varietas nyata lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan pelapisan

(kontrol). Rendahnya kadar air benih yang di-coating tersebut disebabkan bahan pelapis yang menempel pada benih mampu melindungi benih dari kelembaban

udara di sekitarnya. Hasil penelitian Yuningsih (2009) pada benih buncis

menunjukkan hal yang sama dimana benih buncis yang dilapisi oleh arabic gum

dengan konsentrasi sebesar 0.25 g/ml memiliki nilai kadar air lebih rendah

dibandingkan benih yang tidak dilapisi.

Pada varietas DG-1, pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 menunjukkan nilai KCT nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan tokoferol yaitu sebesar

20.8%. Perlakuan tersebut juga nyata meningkatkan nilai daya berkecambah (DB)

(42)

minggu. Pada varietas SL-8 pelapisan benih dengan B. subtilis AB89 juga meningkatkan nilai berat kering kecambah normal (BKKN) dari 0.30 gram

menjadi 0.37 gram pada periode simpan 15 minggu. Berdasarkan tolok ukur berat

BKKN pada varietas DG-1 dan indeks vigor (IV) pada varietas SL-8 pelapisan

benih dengan B. subtilis AB89 tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi pada varietas Intani 2 perlakuan tersebut nyata lebih rendah dibandingkan kontrol

berdasarkan tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT) yaitu sebesar 64.8%.

Kecepatan tumbuh benih (KCT) merupakan salah satu tolok ukur vigor

kekuatan tumbuh. Kecepatan tumbuh merupakan cerminan jumlah benih normal

yang tumbuh setiap hari. Tingginya nilai KCT mengindikasikan bahwa benih

tersebut memiliki vigor yang tinggi karena mampu berkecambah dengan cepat

pada waktu yang relatif lebih singkat sehingga benih tumbuh serempak di

lapangan (Winarni, 2009). Berat kering kecambah normal (BKKN) merupakan

tolok ukur viabilitas yang menggambarkan kemampuan benih dalam

menggunakan cadangan makanannya untuk tumbuh menjadi kecambah normal.

Kemampuan berkecambah suatu benih berhubungan dengan cadangan makanan

yang dikandungnya sehingga produksi berat kering dari pertumbuhan kecambah

akan menggambarkan kondisi fisiologis benih dan aktivitas metabolisme yang

terjadi di dalam benih tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Nawangsih (2006), B. subtilis AB89 merupakan bakteri yang tidak bersifat fitotoksik terhadap benih maupun

pertumbuhan kecambah serta tanaman tomat. Selain itu bakteri tersebut mampu

menginduksi ketahanan tanaman tomat melalui peningkatan aktivitas enzim

peroksidase pada akar. Aditya (2006) menjelaskan karakter morfologi Bacillus subtilis AB89 pada media TSA adalah berwarna putih, tekstur kering, pinggiran tidak rata, dan tumbuh lambat. Menurut Astuti (2008), kelompok Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang dapat digunakan tumbuhan untuk membantu

pertumbuhan baik pemanjangan akar, perkecambahan biji maupun perkembangan

tajuk dan pembungaan. Bacillus sp. juga memiliki sifat biokontrol yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman yakni dengan menekan

pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen. Sulistiani (2009) menambahkan bahwa

(43)

yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, dengan

demikian endospora yang terbentuk dapat digunakan sebagai material bakteri

inaktif yang bisa diformulasikan pada berbagai bahan pembawa. Media pembawa

ini juga bisa berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi spora bakteri saat berkecambah

jika kondisi lingkungan memungkinkan. Formulasi spora B. subtilis yang telah dikenal saat ini adalah formulasi dalam bentuk tepung yang dapat dibasahi (WP),

tepung, pasta, emulsi, pellet, dan butiran (granule).

Pelapisan benih dengan tokoferol 500 ppm memberikan pengaruh yang

berbeda pada masing-masing varietas. Dalam penelitian ini, pelapisan benih

dengan tokoferol pada varietas DG-1 tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda

nyata dengan kontrol berdasarkan tolok ukur KCT, DB, dan BKKN. Pada varietas

SL-8 pelapisan benih dengan tokoferol nyata meningkatkan nilai potensi tumbuh

maksimum (PTM) pada akhir periode simpan 15 minggu menjadi 98.7% tetapi

berdasarkan tolok ukur indeks vigor (IV) perlakuan ini nyata lebih rendah

dibandingkan dengan kontrol. Nilai potensi tumbuh maksimum (PTM) pada

varietas Intani-2 juga mengalami peningkatan secara nyata dari 89.3% di awal

penyimpanan menjadi 96.7% pada periode simpan 15 minggu.

Tokoferol terutama α-tokoferol telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa ini dilaporkan bekerja

sebagai scavenger (penangkap) radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen single (Winarsi, 2007). Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang

memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.

Adanya elektron bebas yang tidak berpasangan mengakibatkan radikal bebas

tersebut sangat reaktif dan tidak stabil.

Pemberian antioksidan sebelum simpan diduga dapat mempertahankan

viabilitas benih selama periode simpan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

menguji kinerja antioksidan dalam perlakuan benih. Hasil penelitian Sulistiyorini

(2005) membuktikan bahwa penambahan tokoferol dengan konsentrasi 200 ppm

nyata meningkatkan vigor benih kapas dari 67.56% menjadi 82.44%. Penelitian

Sari (2009) terhadap benih kacang panjang yang diberi perlakuan tokoferol 200

(44)

PTM, BKKN, bobot kering bibit, keserempakan tumbuh bibit, dan daya tumbuh

bibit. Benih yang di-coating dengan formulasi tersebut setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang tinggi dengan ditunjukkan oleh tolok ukur

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan pelapisan benih maupun tanpa pelapisan (kontrol) mampu

mempertahankan viabilitas benih padi hibrida baik varietas DG-1, SL-8 maupun

Intani 2 sampai periode simpan 15 minggu. Pelapisan benih dengan B. subtilis

AB89 pada varietas DG-1 menunjukkan nilai kecepatan tumbuh (KCT) nyata lebih

tinggi dibandingkan kontrol dan meningkatkan nilai daya berkecambah (DB) serta

berat kering kecambah normal (BKKN) secara nyata sampai periode simpan 15

minggu. Pelapisan benih dengan tokoferol 500 ppm pada varietas SL-8

menunjukkan nilai potensi tumbuh maksimum (PTM) nyata lebih tinggi

dibandingkan kontrol serta meningkatkan nilai PTM varietas Intani-2 secara nyata

sampai periode simpan 15 minggu.

Saran

Penggunaan bakteri maupun tokoferol dalam formulasi seed coating perlu diteliti lebih lanjut dengan memperpanjang periode simpan benih padi hibrida.

Selain itu perlu dilakukan analisa aktivitas bakteri untuk mengetahui

Gambar

Gambar 1. Struktur benih padi
Tabel 12.  Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, DB, KCT, IV,                    dan BKKN benih padi hibrida varietas Intani 2
Gambar 1. Struktur benih padi
Tabel 12.  Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap KA, DB, KCT, IV,                    dan BKKN benih padi hibrida varietas Intani 2

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Jenis Kemasan dan Pelapisan Benih terhadap Viabilitas, Vigor Benih serta Vigor Bibit Jagung ( Zea mays L.) Selama Periode Simpan Tiga Bulan.. Dibimbing oleh

Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar air benih yang disimpan menggunakan zeolit menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi

Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan pelapisan benih mengunakan gum arab + asam askorbat dan gum arab + ekstrak manggis dapat mempertahankan viabilitas benih, yang sejalan dengan

Perlakuan coating menggunakan bakteri berpengaruh sangat nyata pada kecepatan tumbuh benih terutama pada periode simpan 6 minggu dibandingkan perlakuan coating

Mutu benih (DB, PTM, BKKN, bobot 100 butir) yang dihasilkan dari penyerbukan dengan menggunakan perlakuan kombinasi lama simpan dengan teknik penyerbukan tidak berbeda

Mutu benih (DB, PTM, BKKN, bobot 100 butir) yang dihasilkan dari penyerbukan dengan menggunakan perlakuan kombinasi lama simpan dengan teknik penyerbukan tidak berbeda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode simpan peubah daya kecambah benih berpengaruh terhadap viabilitas benih padi ladang in-hibrida dan periode simpan first

Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar air benih yang disimpan menggunakan zeolit menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi