• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman lumut hati dan lumut tanduk pasca erupsi di taman nasional gunung merapi, yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman lumut hati dan lumut tanduk pasca erupsi di taman nasional gunung merapi, yogyakarta"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN LUMUT HATI DAN LUMUT TANDUK PASCA

ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI, YOGYAKARTA

MUSYAROFAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MUSYAROFAH. Keanekaragaman Lumut Hati dan Lumut Tanduk Pasca Erupsi di Taman Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta. Dibimbing oleh HILDA AKMAL dan NUNIK SRI ARIYANTI.

Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang aktif, letusan besar terjadi pada Oktober 2010. Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Yogyakarta, merupakan kawasan hutan hujan tropik berada di lereng selatan Gunung Merapi. Letusan Gunung Merapi pada Oktober 2010 telah menimbulkan awan panas dan kebakaran hutan yang mengakibatkan sebagian besar habitat vegetasi lumut menjadi rusak. Penelitian ini bertujuan menggambarkan keanekaragaman jenis dan menyusun kunci identifikasi jenis-jenis lumut hati dan lumut tanduk di TNGM pasca erupsi Merapi. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi, yaitu Bukit Pronojiwo, Kinahrejo, dan Gandok 16 bulan pasca erupsi. Metode purposive sampling digunakan untuk menginventarisasi keragaman lumut. Pada penelitian ini dijumpai sebanyak 20 jenis, 14 marga, dan delapan suku. Jenis-jenis tersebut meliputi 12 jenis lumut hati berdaun, lima jenis lumut hati bertalus, dan tiga jenis lumut tanduk. Lumut arboreal hanya dijumpai di Bukit Pronojiwo, semua merupakan lumut hati berdaun. Sedangkan lumut terestrial dijumpai di tiga lokasi penelitian. Keanekaragaman jenis lumut hati dan lumut tanduk di Bukit Pronojiwo (lokasi yang masih dijumpai pohon) lebih tinggi daripada di Kinahrejo dan Gandok (lokasi tanpa vegetasi pohon). Lumut hati bertalus Marchantia treubii merupakan jenis yang umum dijumpai di TNGM.

Kata kunci : bryophyta, lumut hati, lumut tanduk, Gunung Merapi, pasca erupsi.

ABSTRACT

MUSYAROFAH. Diversity of Liverworts and Hornworts of Merapi Mountain National Park Yogyakarta after Eruption. Supervised by HILDA AKMAL and NUNIK SRI ARIYANTI.

Merapi is an active volcano, its latest eruption was occurred in October 2010. Merapi Mountain National Park Yogyakarta, characterized by tropical rain forest and located at the southern slopes of the vulcano. The eruption in October 2010 spreaded hot cloud and caused forest fires that damaged most of the vegetation where the bryophytes inhabit. This study aims to describe species diversity and construct identification key of the bryophytes, especially the liverworts and hornworts, of the national park post-eruption of Merapi. Sampling was conducted sixteen months after the latest eruption at three locations; Pronojiwo Hill, Kinahrejo, and Gandok. Purposive sampling method was applied to obtain samples of the bryophytes. A total of 20 bryophytes species representing fourteen genera and eight families, were found in the study. Those species consist of twelve leafy liverworts, five thalloid liverworts, and three hornworts. Arboreal bryophytes were only found in the Pronojiwo Hill, they were leafy liverworts. Terrestrial bryophytes occurred in all study areas. The liverworts and hornworts diversity in Pronojiwo Hill where trees still exist was higher than that in Kinahrejo and Gandok where the trees absence. Thalloid liverworts Marchantia treubii was common in the Merapi Mountain National Park.

(3)

KEANEKARAGAMAN LUMUT HATI DAN LUMUT TANDUK PASCA

ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI, YOGYAKARTA

MUSYAROFAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Lumut Hati dan Lumut Tanduk Pasca Erupsi di Taman Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta

Nama : Musyarofah

NIM : G34070092

Disetujui

Dra. Hilda Akmal, M. Si. Dr. Nunik Sri Ariyanti, M. Si.

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si Ketua Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA IPB

(5)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Agustus 2012 dengan judul Keanekaragaman Lumut hati dan Lumut Tanduk Pasca Erupsi di Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta. Penulisan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Hilda Akmal M.Si dan Dr. Nunik Sri Ariyanti M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, masukan, motivasi, bantuan dan saran dalam penelitian ini, serta Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi, Bapak Dedi selaku Polisi Kehutanan di Taman Nasional Gunung Merapi dan pihak-pihak Balai Taman Nasional Gunung Merapi lainnya atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di TNGM. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ketua Departemen Biologi FMIPA IPB; Pemda Kabupaten Siak, Riau yang telah memberi beasiswa untuk studi di Departemen Biologi; teman-teman asrama Riau; Bapak Suparman; Bapak Sunaryo; Ibu Etti Sartina Siregar, M.Si; kedua orangtua, kakak, dan adek penulis tercinta yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi; Mas Riyanto yang selalu memberi semangat, motivasi, kesabaran serta perhatiannya terhadap penulis; sahabat-sahabat di Biologi 45 IPB (Watri, Uun, Siti, Hana, Nurul, Cheanty, Aida); teman-teman seperjuangan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan IPB (Titi, Iqdam, Dirga, Roma, Herlina, Irani, Rahmadian, kak Tia, dan kak Tari); teman-teman di Wisma Arrahmah (Puji, Yanti, Tri, Ria, Mbak Fia); keluarga besar Biologi 44 dan 45 IPB; serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan, pengetahuan, dan informasi yang berguna bagi penelitian lainnya.

Bogor, Juli 2013

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 15 Agustus 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Sudarno (Alm) dan Rokhayati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 039 Lubuk Dalam, pada tahun 2001. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Kerinci Kanan, pada tahun 2004 dan SMA Negeri 1 Kerinci Kanan, pada tahun 2007. Penulis lulus seleksi calon mahasiswa IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Siak, Riau; dan masuk sebagai mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2007.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Anatomi dan Morfologi Tumbuhan tahun 2012, melakukan studi lapangan dengan judul

“Keanekaragaman Moluska Laut di Pantai Pasir Putih Pangandaran” di bawah bimbingan Ir. Tri

Heru Widarto, M.Sc. Selain itu penulis juga melakukan praktik lapangan dengan judul “Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) di PT Perkebunan Nusantara V Kebun

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 1

Metode ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Taksa ... 2

Kunci Identifikasi ... 4

Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Tipe Substrat ... 5

Keanekaragaman Lumut antarlokasi Penelitian... 6

SIMPULAN ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 7

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Checklist jenis dan suku lumut hati dan lumut tanduk di Bukit Pronojiwo, Kinahrejo

dan Gandok ………... 3

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Peta lokasi penelitian: A) Bukit Pronojiwo; B) Kinahrejo; dan C) Gandok ... 1 2 Kondisi vegetasi di lokasi pengambilan sampel: A) Bukit Pronojiwo dengan vegetasi

pohon, semak dan herba; B) Kinahrejo dengan vegetasi semak dan herba; C) Gandok

dengan vegetasi semak dan herba……… 2

3 Ciri kupul pada Marchantia: A) tepi kupul berlobus dan bergigi-gigi halus pada M. paleacea; B) tepi kupul berambut-rambut halus pada M. treubii ... 3 4 Jumlah jenis lumut hati dan lumut tanduk yang ditemukan pada substrat pohon, batu,

tanah, dan pasir……….. 5

5 Jumlah jenis lumut yang ditemukan pada substrat pohon, tanah, batu, dan pasir di tiga lokasi penelitian………... 5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Daftar istilah ………. 10

(9)

PENDAHULUAN

Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang aktif melakukan erupsi. Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) berada di Kabupaten Sleman Yogyakarta, yaitu di lereng selatan Gunung Merapi; dan tiga kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Magelang, Boyolali, dan Klaten. Letusan Gunung Merapi pada Oktober 2010 telah menimbulkan awan panas dan kebakaran yang menghabiskan atau merusak hutan tempat hidup lumut, di lereng gunung tersebut. Proses pemulihan kembali vegetasi akibat letusan gunung merapi merupakan contoh suksesi sekunder yang dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung tingkat kerusakan yang ditimbulkan.

Lumut merupakan organisme yang tumbuh pada awal suksesi primer maupun sekunder. Setelah area ditumbuhi lumut maka area tersebut akan menjadi media yang cocok untuk perkecambahan biji (Glime 2007). Lumut disebut sebagai organisme perintis karena dapat tumbuh di tempat tumbuhan tingkat tinggi tidak dapat tumbuh (Gradstein et al. 2001). Lumut umumnya hidup di habitat yang lembap dan teduh, tetapi dapat juga toleran terhadap kekeringan, dapat tumbuh pada bermacam substrat seperti tanah, dinding batu, epifit pada tumbuhan lain, bahkan epifit pada jenis lumut lainnya (Rost et al. 2006).

Setelah meletusnya Gunung Merapi pada Oktober 2010 vegetasi yang rusak mengalami pemulihan secara perlahan, kembali ke kondisi semula. Jenis-jenis lumut sejati pasca erupsi Gunung Merapi di TNGM telah dilaporkan oleh Satiyem (2012) yang mencatat 11 jenis lumut sejati dan Suharti (2013) yang mencatat 45 jenis lumut sejati. Pada penelitian lumut di Pulau Hawaii tiga tahun setelah letusan gunung berapi, ditemukan jenis Campylopus exasperates dan Funaria hygrometrica sebagai lumut perintis (Miller 1959). Penelitian tentang jenis-jenis lumut hati dan lumut tanduk pasca erupsi di TNGM belum pernah dilaporkan.

Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman jenis dan membuat kunci identifikasi jenis-jenis lumut hati dan lumut tanduk pada tiga lokasi pasca erupsi 2010 (16 bulan pasca erupsi) di TNGM Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Agustus 2012 di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang termasuk Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi; yaitu Bukit Pronojiwo, Kinahrejo, dan Gandok. Bukit Pronojiwo (700-900 mdpl) memiliki vegetasi berupa pepohonan, semak dan herba, kondisi lingkungannya tertutup oleh pepohonan dengan topografi berbukit dan berlereng curam. Gandok (930-985 mdpl) dan Kinahrejo (1015-1025 mdpl) memiliki vegetasi berupa semak dan herba, kondisi lingkungannya terbuka dengan topografi berbukit dengan tebing-tebing curam dan dataran. Bukit Pronojiwo dan Gandok berada di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman sedangkan Kinahrejo berada di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1 dan kondisi vegetasi di tiga lokasi disajikan pada Gambar 2.

Sumber: maps.google.com (21 Januari 2013) Gambar 1 Peta lokasi penelitian: A) Bukit

Pronojiwo; B) Kinahrejo; dan C) Gandok.

Metode

Penelitian eksplorasi ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang ditemukan di sepanjang jalan yang mudah dilalui. Pengambilan sampel meliputi fase gametofit dan fase sporofit. Setiap sampel lumut yang dikoleksi diberi nomor koleksi dan dicatat substrat tempat tumbuhnya.

(10)

buku acuan identifikasi. Buku identifikasi yang digunakan yaitu Guide to the Liverworts and Hornworts of Java (Gradstein 2011), dan kunci identifikasi lumut hati dan lumut tanduk pada beberapa pustaka lainnya, yaitu Amakawa (1968); Grolle dan Piippo (1986); Causse (1989); Piippo dan Vana (1989); Piippo (1993); So (1995); So dan Zhu (1996); Zhu dan So (2001); dan Gradstein (2002).

Hasil identifikasi dibuat tabel checklist. Ciri-ciri jenis lumut hati dan lumut tanduk yang ditemukan dibandingkan untuk dibuat kunci identifikasi khusus untuk jenis-jenis dalam checklist tersebut. Kesamaan jenis lumut hati dan lumut tanduk dibandingkan antarlokasi.

Ga mb ar 2 Ko ndi si ve ge ta si d i lo ka si penga mbi la n sa mp el : A) Bukit Pronojiwo dengan vegetasi pohon, semak, dan herba; B) Kinahrejo dengan vegetasi semak dan herba; C) Gandok dengan vegetasi semak dan herba.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lejeuneaceae lebih banyak ditemukan (8 jenis) pada penelitian ini daripada suku-suku lainnya. Lejeuneaceae merupakan suku terbesar dalam lumut hati, meliputi 500 jenis di dunia (Piippo et al. 2002). Suku ini termasuk suku yang paling banyak ditemukan di hutan pegunungan (Gradstein & Culmsee 2010). Sebanyak 160 jenis anggota Lejeuneaceae dilaporkan ada di Jawa (SÖderstrÖm et al. 2010). Suku lumut hati berdaun dengan jumlah jenis tertinggi kedua adalah Solenostomataceae. Suku tersebut di Jawa dilaporkan ada 2 marga yaitu Nardia dan Solenostoma. Namun pada penelitian ini tidak dijumpai Nardia. Tiga jenis dari 12 jenis Solenostoma yang dilaporkan ada di Jawa (SÖderstrÖm et al. 2010) dijumpai di TNGM, yaitu S. ariadne, S. comatum, dan S. tetragonum (Tabel 1). Selain suku Lejeuneaceae dan Solenostomataceae, juga dijumpai satu jenis lumut hati berdaun dari suku Lophocoleaceae, yaitu Heteroscyphus coalitus.

Lumut hati bertalus yang ditemukan termasuk dalam suku Cyathodiaceae, Marchantiaceae, dan Pallaviciniaceae, ditemukan pada substrat tanah dan pasir di tepi jalan dalam hutan. Selain itu Marchantiaceae juga ditemukan pada substrat batu di lahan terbuka tanpa pohon. Marchantiaceae ditemukan sebanyak 3 jenis, yaitu Dumortiera hirsuta, Marchantia paleacea dan Marchantia treubii. Dua jenis Marchantia yang ditemukan dapat dibedakan dari ciri kupul yang dimilikinya. Kupul adalah struktur seperti mangkok tempat dihasilkan gemma. Kupul dijumpai pada bagian dorsal talus (Gambar 3).

Jenis-jenis lumut hati yang ditemukan pada penelitian ini lebih sedikit dari jenis-jenis lumut sejati yang dijumpai di lokasi yang sama (Suharti 2013). Kebanyakan jenis lumut hati dan lumut tanduk dijumpai pada substrat ternaungi oleh pohon. Keberadaan pepohonan menyebabkan tertutupnya cahaya matahari dan mengurangi intensitas cahaya yang sampai ke permukaan tanah. Lumut hati dan lumut tanduk umumnya tumbuh pada lingkungan yang memiliki kelembapan tinggi

A

B

(11)

Tabel 1 Checklist jenis dan suku lumut hati dan lumut tanduk di Bukit Pronojiwo, Kinahrejo dan Gandok

Nama Jenis Nama Suku Bukit

Pronojiwo Kinahrejo Gandok Substrat Lumut hati berdaun ternaungi oleh pohon, beberapa lumut hati dan lumut tanduk juga ditemukan pada substrat tanah dan batu di lahan yang terbuka tanpa pohon.

Lumut tanduk yang ditemukan di TNGM yaitu Paraphymatoceros hirticalyx (Dendrocerotaceae), Anthoceros punctatus dan Phaeoceros laevis (Anthocerotaceae). Pada penelitian ini P. laevis ditemukan pada

substrat batu tebing. Jenis yang sama juga ditemukan di Gunung Patuha, Jawa Barat oleh Gradstein et al. (2010) yang dijumpai pada substrat tanah dekat danau. Jenis P. laevis dapat tumbuh di habitat dengan kelembapan tinggi seperti tanah lembap dan tepi sungai (Isaac 1941), pada batu dan tanah di hutan (Piippo 1993).

Lumut tanduk A. punctatus dan P. laevis bisa dibedakan melalui bentuk morfologinya. Ciri morfologi A. punctatus antara lain talus

Gambar 3 Ciri kupul pada Marchantia: A) tepi kupul berlobus dan bergigi-gigi halus pada M. paleacea; B) tepi kupul berambut-rambut halus pada M. treubii.

(12)

talus rata, tepi talus berkerut dan spora berwarna hitam. Ciri morfologi P. laevis antara lain talus berwarna hijau tua, permukaan talus rata, tepi talus rata, dan spora berwarna kuning. Lumut tanduk P. hirticalix dapat dibedakan dari kedua jenis lumut tanduk lainnya dilihat dari talus yang berwarna hijau muda, permukaan talus ditutupi oleh lacinia-lacinia kecil dan spora berwarna kuning. Jenis P. hirticalix pernah dilaporkan di Jawa sebagai Anthoceros polyandrus (Stephani 1916) dan sebagai Anthoceros tjibodensis (Meijer 1954). Jenis ini juga dilaporkan di New Zealand oleh Campbell & Hasegawa (1993) sebagai Phaeoceros hirticalix.

Kunci Identifikasi

Jenis-jenis lumut hati dan lumut tanduk yang ditemukan di TNGM dapat diidentifikasi dengan memperhatikan ciri-ciri gametofit dan sporofitnya. Beberapa ciri gametofit lumut hati bertalus dan lumut tanduk antara lain bentuk talus, warna talus, permukaan talus, dan jumlah kloroplas dalam sel. Ciri sporofit yang diamati antara lain bentuk dan letak kapsul.Beberapa ciri lumut hati berdaun yang diamati antara lain tipe daun lateral (simpel atau berlobul) dan daun ventral, ukuran tanaman, warna rizoid, letak rizoid serta beberapa ciri lainnya. Dua puluh jenis lumut yang ditemukan dapat dikenali dengan kunci identifikasi dibawah ini. Beberapa penjelasan istilah khusus untuk identifikasi disajikan pada Lampiran 1. Foto jenis-jenis lumut yang tercantum dalam kunci identifikasi tersebut disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

1 Gametofit berupa talus ...2 1 Gametofit berupa batang dan daun ...

... 9 (kelompok lumut hati berdaun) 2 Sel mengandung 1 atau 2 kloroplas besar;

sporofit dengan kapsul berbentuk silindris seperti tanduk, tanpa seta (tangkai) ... ... 3 (kelompok lumut tanduk) 2 Sel mengandung banyak kloroplas kecil; sporofit dengan kapsul berbentuk bulat, dengan seta (tangkai) ... ... 5 (kelompok lumut hati bertalus) 3 Permukaan talus ditutupi lasinia-lasinia kecil ... Paraphymatoceros hirticalix

3 Permukaan talus rata tidak ditutupi lasinia-lasinia kecil ...4 4 Talus hijau kekuningan, tepi talus bergelombang; spora hitam ... ... Anthoceros punctatus

4 Talus hijau tua, tepi talus rata; spora kuning ... Phaeoceros laevis

5 Permukaan ventral talus terdapat sisik-sisik ... 6 (Marchantiaceae) 5 Permukaan ventral talus tidak terdapat sisik-sisik ... 7 6 Talus dengan garis tengah berwarna

ungu; kupul dengan tepi berambut-rambut halus, permukaan kupul dengan sel-sel rata; reseptakel betina dengan jumlah cuping bervariasi 3-5, posisi involukrum di bawah cuping ... Marchantia treubii

6 Talus tanpa garis tengah; kupul dengan tepi berlobus dan bergigi-gigi halus, permukaan kupul dengan sel-sel ber-papil; reseptakel betina dengan jumlah cuping bervariasi 6-8, posisi involukrum di antara cuping ... Marchantia paleacea

7 Permukaan dorsal talus berpori, talus berpendar kuning kehijauan ... ... Cyathodium smaragdinum

7 Permukaan dorsal talus tidak berpori, talus hijau tua tidak berpendar ... 8 8 Talus transkulen, garis di bagian tengah talus berwarna gelap; arkegonium berada di garis tengah permukaan dorsal talus ... ... Pallavicinia lyellii

8 Talus tidak transkulen, garis tengah tidak ada; arkegonium berada pada reseptakel bertangkai di permukaan dorsal talus ... ... Dumortiera hirsuta

9 Daun lateral terbagi, terdiri atas lob dan lobul ... 13 (Lejeuneaceae) 9 Daun lateral sederhana tidak terdiri atas lob dan lobul ... 10 10 Daun ventral ada dan berbagi; tanaman

hijau muda; ujung daun dengan 2 gigi terletak berjauhan ... Heteroscyphus coalitus (Lophocoleaceae)

10 Daun ventral tidak ada; tanaman hijau kekuningan sampai hijau tua; ujung daun membulat ... ... 11 (kelompok Solenostomataceae) 11 Rizoid ungu; sel-sel pada helaian daun dengan trigon kecil ... ... Solenostoma tetragonum

11 Rizoid tidak berwarna; sel-sel pada helaian daun dengan trigon besar ... 12 12 Rizoid berasal dari batang dan sel daun; sel daun halus ... Solenostoma ariadne

12 Rizoid berasal dari batang; sel daun berpapil ... Solenostoma comatum

13 Daun ventral berbagi dua (bifid); tanaman hijau kekuningan ... 14 13 Daun ventral tidak terbagi; tanaman hijau kecoklatan ... Acrolejeunea pycnoclada

(13)

... Harpalejeunea filicuspis

15 Sel daun ber-papil, sel oseli tidak ada ... ... Drepanolejeunea ternatensis

16 Badan minyak besar, 1-3 per sel; papila hialin berada di ujung lobul ... ... (Cheilolejeunea) 16 Badan minyak kecil dan banyak; papila

hialin berada di lobul dekat batang ... ... 19 (Lejeunea) 17 Lobul panjang (1/2-3/4 panjang lob) ... ... Cheilolejeunea meyeniana

17 Lobul pendek (1/4-1/3 panjang lob) ...18 18 Daun ventral 2-3x lebar batang; sel-sel

pada helaian daun tanpa trigon ... ... Cheilolejeunea intertexta

18 Daun ventral 4-8x lebar batang; sel-sel pada helaian daun dengan trigon kecil ... ... Cheilolejeunea trifaria

19 Tepi daun kranulat; lebar tanaman 0.6 mm ... Lejeunea micholitzii

19 Tepi daun rata; lebar tanaman 1.3-2.0 mm ... Lejeunea obscura

Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Tipe Substrat

Lumut berdasarkan substrat tempat hidupnya dikelompokkan menjadi lumut arboreal (epifit, tumbuh pada substrat pohon) dan terestrial (tumbuh pada substrat tanah, pasir, dan batu). Lumut hati arboreal (8 jenis) dan terestrial (9 jenis) ditemukan pada substrat terestrial sedangkan lumut hati berdaun dijumpai pada substrat terestrial dan arboreal. Semua lumut tanduk dijumpai pada substrat terestrial (Gambar 4). Pada penelitian ini tidak ditemukan lumut tanduk epifit. ditemukan di Bukit Pronojiwo merupakan lumut arboreal (Gambar 5). Habitat lumut di Bukit Pronojiwo menyediakan substrat arboreal berupa pohon-pohon seperti Pinus, Akasia, dan Rasamala (Susantyo 2011). Substrat terestrial berupa batu, pasir dan tebing tanah terbuka, terdapat di tepi jalan menuju puncak Bukit Pronojiwo. Semua lumut yang ditemukan di Kinahrejo dan Gandok dijumpai pada substrat terestrial (Gambar 5).

Gambar 5 Jumlah jenis lumut yang ditemukan pada substrat pohon, tanah, batu, dan pasir di tiga lokasi penelitian.

Ketersediaan substrat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keanekaragaman dan kemelimpahan jenis lumut. Keanekaragaman dan kemelimpahan lumut yang dijumpai di Gandok dan di Kinahrejo lebih sedikit karena kedua lokasi tersebut tidak terdapat pohon sebagai tempat tumbuh lumut epifit. Hal ini juga terjadi pada lingkungan hutan gundul bekas tebangan atau kebakaran dikarenakan ketersediaan substrat lumut arboreal hilang karena adanya kebakaran dan penebangan, sedangkan ketersediaan substrat terestrial menyusut akibat tertutup oleh abu sisa pembakaran (Rudolphi & Gustafsson 2011).

(14)

banyak dijumpai pada substrat arboreal daripada terestrial (Ariyanti & Sulistijorini 2011) dikarenakan di hutan primer banyak terdapat pohon sebagai tempat hidup lumut epifit, dan substrat terestrial tertutup serasah.

Selain ketersediaan substrat, keanekaragaman dan kemelimpahan lumut juga dipengaruhi oleh lingkungan mikro seperti temperatur udara, intensitas cahaya, dan kelembapan udara (Vanderpoorten & Engels 2002). Lumut tumbuh optimal pada suhu 15-25 0C tetapi toleran pada suhu 40-50 0

C serta kelembapan udara di atas 50% (Asakawa 2007). Area TNGM memiliki suhu udara rata-rata 20-25 0C (Susantyo 2011) sehingga TNGM merupakan tempat yang cocok bagi tumbuhnya lumut.

Keanekaragaman Lumut Antarlokasi Penelitian

Keanekaragaman lumut hati dan lumut tanduk di Bukit Pronojiwo lebih tinggi dari dua lokasi lainnya (19 jenis), Kinahrejo (4 jenis) dan Gandok (2 jenis) (Tabel 1). Pada penelitian di lokasi yang sama dijumpai lebih banyak jenis lumut sejati (Suharti 2013). Lima belas dari 19 jenis lumut yang ditemukan di Bukit Pronojiwo tidak dijumpai di Kinahrejo dan di Gandok. Satu dari empat jenis lumut di Kinahrejo (S. ariadne) tidak dijumpai di Bukit Pronojiwo dan Gandok. Satu dari dua jenis lumut di Gandok (Marchantia treubii) dijumpai di dua lokasi lainnya sedangkan satu jenis lainnya (S. tetragonum) tidak dijumpai di Kinahrejo. Tiga jenis lumut hati ditemukan di Kinahrejo dan Gandok, tetapi hanya satu jenis yang sama (M. treubii) yang ditemukan pada kedua lokasi tersebut (Tabel 1).

Jumlah lumut yang ditemukan di Kinahrejo dan Gandok lebih sedikit daripada di Bukit Pronojiwo karena di kedua lokasi tersebut tidak terdapat pohon sebagai substrat arboreal. Kondisi vegetasi di Bukit Pronojiwo berupa hutan. Substrat arboreal masih banyak dijumpai di lokasi tersebut. Lumut hati dan lumut tanduk di Kinahrejo dan Gandok dijumpai tumbuh di batu tebing dan tanah tebing tepi jalan yang terbuka. Sedangkan lumut sejati ditemukan di permukaan tanah dan pohon tumbang (Suharti 2013). Sebagian substrat terestrial (tanah) di Gandok tertutup oleh tumbuhan bawah. Jenis-jenis tumbuhan bawah yang umum dijumpai di Gandok yaitu Digitaria nuda, Pityrogramma austroamericana dan Polygala paniculata (Nadirman 2013).

Jenis lumut hati yang paling umum dijumpai yaitu jenis lumut hati bertalus dari suku Marchantiaceae yaitu M. treubii. Jenis ini dijumpai di ketiga lokasi. Lumut dari suku Marchantiaceae dapat tumbuh pada substrat yang tumbuhan lain tidak dapat tumbuh, seperti tanah berpolusi dan abu sisa pembakaran (Causse 1989). Di hutan Tasmania telah dilaporkan bahwa Marchantiaceae tumbuh pada tanah, tiga setengah tahun setelah kebakaran hutan. Substrat sisa pembakaran tidak menjadi penghambat bagi perkecambahan spora Marchantiaceae (Duncan et al. 1982). Marchantiaceae juga dilaporkan sebagai lumut dominan pada periode penelitian selama sepuluh tahun setelah kebakaran hutan (Ruokolainen & Salo 2006).

SIMPULAN

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Amakawa T. 1968. New or little known Asiatic species of the family Jungermanniaceae. IV. J Hattori Bot. Lab. 31:101–112.

Ariyanti NS, Sulistijorini. 2011. Contrasting arboreal and terrestrial bryophytes communities of the Mount Halimun Salak National Park, West Java. Biotropia 18(2):81–93.

Asakawa Y. 2007. Biologically active compound from Bryophyte. Pure Apll Chem. 79(4):557–580.

Campbell EO, Hasegawa J. 1993. Phaeoceros hirticalix (Steph.) Haseg. (Anthocerotae) new to New Zealand. New Zealand J of Botany 31:127–131.

Causse HB. 1989. Marchantia L. The Asiatic and Oceanic taxa. J Brophytorum Bibliotheca Band 38:1–292.

Duncan, Diana, Dalton. 1982. Recolonization by Bryophytes following fire. J Bryology 1(11):53–63.

Glime JM. 2007. Brophyte Ecology. Volume 1. Physiological Ecology. Ebook sponsored by Michigan Technological University and the International Association of Bryologists. Accessed on Sept. 2012, at <http://www. bryoecol.mtu.edu>.

Gradstein SR, Churchill SP, Salazar-Allen N. 2001. Guide to the Bryophytes of Tropical America. New York: The New York Botanical Garden Comp.

Gradstein SR, Culmsee H. 2010. Bryophyte diversity on tree trunk in montane forest of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology 31:95–105.

Gradstein SR, He XL, Piippo S, Mizutani M. 2002. Bryophyte flora of the Huon Peninsula, Papua New Guinea. LXVIII. Lejeuneaceae subfamily Ptychanthoideae (Hepaticae). Acta Bot. Fenica 174:1–88. Gradstein SR et. al. 2010. Bryophyte of

Mount Patuha, West Java, Indonesia. Journal on Taxonomic Botany Plant Sociology and Ecology 13(2):95–220. Gradstein SR. 2011. Guide to the Liverworts

and Hornworts of Java. Bogor : SEAMEO BIOTROP.

Grolle R, Piippo S. 1986. Bryophyte flora of the Huon Peninsula, Papua New Guinea. XVI. Pallaviciniaceae (Hepaticae). Acta Bot. Fennica 133:59–79. Phaeoceros hirticalix (Steph.) Haseg. (Anthocerotae) new to New Zealand. New Zealand J of Botany 31:127–131.

Miller HA. 1959. Remark on the succession of Bryophytes on Hawaiian lava flows. NSF Grant G7115. 14:246–247.

Nadirman I. 2013. Keanekaragaman tumbuhan bawah pasca erupsi Merapi di Taman Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Piippo S, Vana J. 1989. Bryophyte flora of the Huon Peninsula, Papua New Guinea. XXIX. Jungermanniaceae and Gymnomitriaceae (Hepaticae). Acta Bot. Fennica 26:107–125.

Piippo S. 1993. Bryophyte flora of the Huon Peninsula, Papua New Guinea. LIV. Anthocerotophyta. Acta Bot. Fennica 148:27–51. Biology, second edition. USA: Thomson Higher Education.

Rudolphi J, Gustafsson L. 2011. Forest regenerating after clear-cutting function as habitat for Bryophyte and Lichen species of conservation concern. J Pone 6(4):1–9. Ruokolainen L, Salo K. 2006. The succession

of boreal forest vegetation during ten years after slash-burning in Koli National Park, Eastern Finland. Ann. Bot. Fennici 43:366-378.

Satiyem. 2012. Keanekaragaman tumbuhan lumut (Bryophyta) pada berbagai ketinggian hubungannya dengan kondisi lingkungan di wilayah lereng selatan Merapi pasca erupsi [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.

SÖderstrÖm L, Gradstein SR, Hagborg A. 2010. Checklist of the hornworts and liverworts of Java. J Phytotaxa 9:53–149. So ML. 1995. Mosses and Liverworts of Hong

Kong. Hong Kong: Heavenly People Depot.

(16)

Stephani F. 1916. Species Hepaticarium V. Geneve & Bale, pp. 966-985. Di dalam: Campbell EO, Hasegawa J. 1993. Phaeoceros hirticalix (Steph.) Haseg. (Anthocerotae) new to New Zealand. New Zealand J of Botany 31:127–131.

Suharti. 2013. Keanekaragaman lumut sejati di Taman Nasional Gunung Merapi, Sleman-Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Susantyo JM. 2011. Inventarisasi keanekaragaman jenis tumbuhan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Vanderpoorten A, Engels P. 2002. The effects of environmental variation on bryophytes at a regional scale. J Ecography 25:513– 522.

(17)
(18)

Lampiran 1

Daftar Istilah

Arkegonium (archegonium) : Organ kelamin betina atau gametangium, mengandung sel telur

Badan minyak (oil body) : Organel bermembran berisi terpenoid, karakteristik dari sel lumut hati

Cuping reseptakel (receptacle lobe) : Sebutan bagian reseptakel pada lumut hati bertalus, reseptakel dapat berbagi menjadi beberapa cuping Daun lateral : Daun pada bagian samping batang

Daun ventral (underleaves) : Daun pada bagian permukaan bawah batang; ukuran kecil atau sama, dengan bentuk yang sama atau berbeda dari daun lateral

Dorsal : Permukaan atas, permukaan yang jauh dari substrat Papila hialin (hyaline papilla) : Tonjolan berwarna bening pada bagian lobul daun Involukrum (involucre) : Struktur seperti seludang yang menyelubungi

gametangium

Kapsul (capsule) : Bagian dari sporofit tempat spora dihasilkan

Kranulat (crenulate) : Bagian tepi daun atau talus dengan gigi-gigi yang sangat kecil

Kupul (cupule) : Bentuk seperti mangkuk, tempat dihasilkan gemma, disebut juga gemma cup

Lasinia (lacinia) : Struktur tumpukan-tumpukan yang tumbuh pada permukaan talus

Lob (lobe) : Bagian cuping besar dari daun lateral lumut hati berdaun

Lobul (lobule) : Bagian cuping kecil dari daun lateral lumut hati berdaun

Ber-lobus (lobed) : Berbagi-bagi

Mamil (mamilla) : Permukaan sel yang menonjol dengan lumen sel ikut menonjol, permukaan sel bermamil tampak menggembung

Oseli (ocelli) : Sel khusus pada daun lumut hati berdaun, mengandung badan minyak yang besar, tanpa kloroplas; berwarna abu-abu, coklat, atau merah Papil (papilla) : Bagian yang menonjol dari permukaan dinding sel,

tampak seperti kutil pada permukaan dinding sel Reseptakel (receptacle) : Struktur seperti kepingan yang mengandung organ

seks (arkegonium atau anteridium)

Rizoid (rhizoid) : Struktur seperti akar berbentuk benang-benang, berfungsi sebagai alat lekat

Transkulen (transculent) : Semi-transparan atau agak tembus cahaya Trigon (trigone) : Penebalan pada sudut-sudut dinding sel

Ventral : Permukaan bawah, permukaan yang berhubungan langsung dengan substrat

(19)

Lampiran 2. Lumut tanduk dan lumut hati bertalus di TNGM.

Anthoceros punctatus Paraphymatoceros hirticalyx

Phaeoceros laevis

Marchantia paleacea

Marchantia treubii

(20)

Lampiran 2 Lanjutan…

(21)

Lampiran 3. Lumut hati berdaun di TNGM.

Heteroscyphus coalitus Solenostoma tetragonum Solenostoma ariadne

Acrolejeunea pycnoclada. Harpalejeunea filicuspis

Drepanolejeunea

(22)

Lampiran 3 Lanjutan…

Gambar

Tabel 1 Checklist jenis dan suku lumut hati dan lumut tanduk di Bukit Pronojiwo, Kinahrejo dan      Gandok
Gambar 5 Jumlah jenis lumut yang ditemukan  pada substrat pohon, tanah, batu, dan pasir di tiga lokasi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan.. pancasila dan

17 Scholarship Disbursement Register 18 Stationary Stock and Issue Register 19 Stock Register of Govt.D. Average of

Permasalahan dalam penelitian ini adalah, apakah Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Return On Equity, dan Net Profit Margin berpengaruh

Tahapan metode yang dilakukan untuk penelitian ini adalah: (1) mempelajari teori dari beberapa buku yang diperoleh; (2) observasi, yaitu mengkaji kasus yang telah ada mengevaluasi

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat 128 surat an-Nisa’ menyatakan : “Dan jika seorang wanita khawatir menduga dengan adanya tanda-tanda akan nusyuz keangkuhan

i) Pelajar mestilah menggunakan buku/fail persediaan mengajar yang telah ditetapkan oleh fakulti. ii) Pelajar hendaklah mencatat dengan lengkap rekod tentang kerja

*pabila pada saat konsolidasi laporan keuangan (metode ekuitas) terdapat selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian perusahaan pengakuisisi atas nilai &amp;ajar aset

PUSAT CALON MAHASISWA BEASISWA TNI