• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Kemampuan dan Kecepatan Tumbuh Meriklon Anggrek Phalaenopsis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Kemampuan dan Kecepatan Tumbuh Meriklon Anggrek Phalaenopsis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DAN KECEPATAN TUMBUH MERIKLON ANGGREK Phalaenopsis

Eka Fibrianty1,2,* dan Dewi Sukma1

1Department of Agronomy and Horticulture; Bogor Agricultural University (IPB) 2

Indonesian Ornamental Crops Research Institute * Corresponding author :febrianty_landbouw@yahoo.co.id

Abstrak

Anggrek memiliki bentuk dan corak bunga yang beraneka ragam dan indah dipandang mata.Dalam meningkatkan budi daya anggrek, metode kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu perbanyakan tanaman secara cepat karena menghasilkan bibit yang seragam dan dalam jumlah banyak, akan tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak faktordiantaranya adalah genotipe tanaman, umur dan jenis eksplan serta media kultur yang digunakan termasuk komposisi zat pengatur tumbuh.Tujuan penelitian mendapatkan komposisi media yang optimal untuk induksi kalus dan regenerasi meriklon anggrek Phalaenopsis pada kultur in vitro. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011-Juni 2012, di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi Institut Pertanian Bogor. Bahan tanaman yang digunakan adalah populasi F2 anggrek Phalaenopsis hasil selfing dari hibrida (F1) hasil persilangan antara Phalaenopsis‘Phuket Beauty’ dengan PhalaenopsisZauber Rose’ yang sudah berbentuk planlet. Media dasar yang digunakan Murashige & Skoog (1962), dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP, TDZ, 2,4 D. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan delapan macam komposisi zat pengatur tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media M-5 (½ MS + 0,5 mg/l BA + 0.5 mg/l TDZ + 0.2 mg/l 2,4-D) menghasilkan eksplan hidup paling tinggi sebesar 93.3% dan membentuk kalus lebih cepat yaitu enam minggu setelah kultur pada media inisiasi, begitu juga dengan persentase pembentukan bulb, yaitu sebesar 80%.

Kata kunci : Kultur jaringan, Phalaenopsis, zat pengatur tumbuh

PENDAHULUAN

(2)

Upaya peningkatan ketersediaan materi perbanyakan anggrek Phalaenopsis untuk menyediakan bibit bermutu dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Secara vegetatif Phalaenopsis diperbanyak dengan induksi tunas samping ataupun induksi meriklon atau tunas dari mata tunas dorman dari tangkai bunga dalam kultur in vitro, sedangkan secara generatif dengan menggunakan biji anggrek. Perbanyakan secara generatif dengan cara perkecambahan biji secara in vitro (Young et al., 2001), kemungkinan akan menghasilkan bibit yang tidak seragam apalagi jika benih hasil persilangan dimana tetua bersifat heterosigot. Masih terbatasnya teknologi perbanyakan anggrek Phalaenopsis dalam waktu yang cepat dan sesuai induknya, menjadi hambatan bagi pemulia untuk melepas varietas baru hasil silangannya terkait dengan ketersediaan benih.

Metode kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu perbanyakan tanaman secara cepat karena menghasilkan bibit yang seragam dan dalam jumlah banyak. Saat ini beberapa anggrek monopodial yang berhasil dikembangkan secara meriklon menggunakan teknik ini diantaranya adalah: jenis Arachnis, Aranda, Aranthera, Ascocenda, Dorotis, Doritaenopsis, Phalaenopsis, Dendrobium, Rhyncostylis, Vanda, dan lain-lain. Dalam penggunaan metode kultur jaringan, keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah genotipe tanaman, media, umur dan jenis eksplan yang digunakan dan lain-lain. Pada umumnya media kultur jaringan mengandung unsur hara makro dan mikro, sukrosa, vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh. Sedangkan eksplan yang umumnya digunakan adalah tunas apikal, nodus batang, tunas aksiler/ lateral, daun, infloresen/ kuncup bunga dan akar. Beberapa teknologi/ protokol perbanyakan cepat dan efisien secara in vitro pada anggrek telah banyak dilaporkan (Kerbauy, 1984; Goh, 1990; Sagawa, 1990; Seeni and Latha, 1992; Ernst, 1994; Leroux et al., 1997).

Genotipe-genotipe tanaman yang berkarakter unggul hasil persilangan untuk dapat dimanfaatkan sebagai varietas baru atau sebagai materi pemuliaan selanjutnya tentunya harus melalui tahap seleksi. Seleksi adalah salah satu kegiatan yang sangat penting dalam suatu program pemuliaan tanaman (Sleper and Phoelman, 2006). Seleksi untuk hibrida hasil persilangan pada Phalaenopsis berdasarkan karakter bunga baru dapat dilakukan sekitar 3 tahun setelah penyemaian benih karena tanaman baru berbunga sekitar 3 tahun sejak penyemaian. Ketika telah diperoleh individu hibrida unggul baru dilakukan propagasi klonal untuk penyediaan bibit yang diperlukan sesuai syarat pendaftaran varietas baru. Propagasi klonal tersebut terkendala oleh terbatasnya eksplan dari individu hibrida terpilih dan laju propagasi kultur yang umumnya masih lambat. Dengan prosedur konvensional tersebut diperkirakan perlu waktu sekitar 6 tahun sejak penyilangan hingga hibrida baru dapat didaftarkan. Terdapat suatu pendekatan untuk percepatan perolehan varietas baru, yaitu dengan mengembangkan liniklon dari individu-individu dalam populasi tanaman hibrida lebih awal sehingga ketika hibrida terpilih diketahui pada saat tanaman berbunga, benih atau bibit dari liniklon dari individu terpilih sudah tersedia di laboratorium. Strategi ini diperkirakan dapat mempercepat waktu perolehan hibrida dan pendaftaran varietas baru anggrek Phalaenopsis.

BAHAN DAN METODE

(3)

tanaman yang digunakan adalah populasi F2 anggrek Phalaenopsis hasil selfing dari hibrida (F1) hasil persilangan antara Phalaenopsis‘Phuket Beauty’ dengan PhalaenopsisZauber Rose’ yang sudah berbentuk planlet. Bahan kimia yang digunakan adalah media dasar Murashige & Skoog (1962), dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP, TDZ, 2,4 D.

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu komposisi media yang terdiri dari delapan macam media perlakuan yaitu : M-1 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 0 mg/l TDZ), M-2 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 0.5 mg/l TDZ), M-3 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 1.0 mg/l TDZ), M-4 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 1.5 mg/l TDZ), M-5 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 0.5 mg/l TDZ + 0.2 mg/l 2,4-D), M-6 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 1.0 mg/l TDZ + 0.4 mg/l 2,4-D), M-7 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 1.5 mg/l TDZ + 0.6 mg/l 2,4-D) dan M-8 (½ MS + air kelapa 100 ml/liter). Eksplan yang digunakan ialah daun Phalaenopsis yang berasal dari planlet hasil penyemaian biji secara in vitro. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan, tiap ulangan terdapat 5 botol, setiap botol berisi 1 potongan daun. Tahap awal percobaan ialah eksplan yang berupa daun planlet Phalaenopsis diiris/disayat ditanam pada media perlakuan kemudian ditempatkan di ruang gelap.

Peubah yang diamati antara lain adalah % eksplan hidup (berapa lama daun tetap hijau pada medium perlakuan), waktu muncul plb (MST), jumlah plb yang terbentuk, warna plb yang terbentuk, waktu plb mulai berkecambah, % plb membentuk tunas/berkecambah, jumlah akar, panjang akar dan panjang daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Zat pengatur tumbuh mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan kalus maupun regenerasi tanaman. Seperti pada tanaman lainnya, proses embrio somatik pada Phalaenopsis dapat dilakukan secara tidak langsung melalui tahapan pembentukan kalus dan membutuhkan zat pengatur tumbuh yang spesifik (Arnold et al., 2002). Tahapan pembentukan kalus diawali dengan inisiasi kalus dari eksplan. Dalam penelitian ini inisiasi dilakukan menggunakan eksplan daun Phalaenopsis yang berasal dari biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pada delapan media inisiasi M-1 hingga M-8 pada irisan daun tidak langsung membentuk kalus, akan tetapi didahului dengan pembengkakan jaringan daun meskipun tidak semua eksplan mengalami hal tersebut (Gambar 1a). Pembengkakan eksplan merupakan pemanjangan sel disebabkan adanya 2,4-D (Gill et al., 2004). Tidak semua media memberikan dampak yang sama pada irisan daun. Media yang memberikan respon pembengkakan hanya media yang mengandung BA,TDZ dan 2,4-D (Gambar 1a). Sedangkan media M-8 yang tidak mengandung ketiga macam hormon tersebut tidak menunjukkan respon pembengkakan yang signifikan pada eksplan daun yang ditanam. Pada umumnya daun yang diiris masih berwarna hijau hingga 6 minggu setelah tanam dan inkubasi diruang gelap. Lambat laun eksplan berubah kuning kecoklatan dan kemudian menghitam. Persentase eksplan yang berubah hitam semakin besar pada beberapa media yang digunakan seiring berjalannya waktu. Bahkan pada media M2 eksplan semuanya menghitam.

(4)

kombinasi yang seimbang antara ketiga macam zat pengatur tumbuh lebih cepat membentuk kalus (Gambar 1b). Hal tersebut disebabkan karena pemakaian dosis zat pengatur tumbuh yang terlalu tinggi dan tidak seimbang sehingga proses pembelahan sel terhambat. Media M-5 mampu membentuk kalus paling cepat yaitu enam minggu setelah tanam. Hal ini karena media M-5 mengandung kombinasi zat pengatur tumbuh yang seimbang antara auksin dan sitokinin. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan de Klerk et al. (1999) bahwa TDZ merupakan senyawa non kunjugasi yang dapat diserap secara langsung dari medium oleh eksplan atau tanaman in vitro. Oleh karena pengaruhnya yang sangat kuat, hormon ini digunakan dalam konsentrasi yang rendah dibanding jenis sitokinin yang lain. Selain itu penelitian lainnya membuktikan bahwa TDZ sebagai salah satu senyawa Phenylurea sintetik (Hamidah et al., 1997) banyak menentukan dalam inisiasi kalus (Singh dan Syamal, 2001). Respon eksplan terhadap hormon ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasinya (Nhut et al,. 2001b).

Respon eksplan dalam pembentukan kalus berbeda-beda (Tabel 1). Pada beberapa media perubahan eksplan dari hijau menjadi hitam terlihat bahwa eksplan yang menghitam jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan yang masih hijau. Pesentase eksplan hidup (daun tetap hijau pada media perlakuan) tertinggi terdapat pada media M-5 (93.3%). Pada beberapa media lain persentase eksplan hidup bervariasi, dimana yang paling rendah pada media M-2 dan M-7 yaitu sebesar 20%. Rendahnya persentase eksplan hidup dikarenakan oleh penggunaan zat pengatur tumbuh yang kurang seimbang sehingga proses pembelahan sel menjadi terhambat. Persentase pembentukan kalus tertinggi sebesar 80% terbentuk dari media M-5. Media tersebut ternyata merupakan media yang sesuai untuk pembentukan kalus. Hal ini karena media M-5 mengandung kombinasi zat pengatur tumbuh yang seimbang antara auksin dan sitokinin. Keseimbangan ini mampu mendorong terbentuknya kalus. Media yang mengandung kombinasi auksin dan sitokinin dengan konsentrasi yang tidak seimbang kemampuan menstimulasi terbentuknya kalus lebih rendah. Pengaruh media M-5 terhadap pembentukan kalus terjadi akibat kontribusi kombinasi zat pengatur tumbuh antara BA, TDZ dan 2,4-D yang seimbang untuk pembelahan sel. Berdasarkan penelitian terdahulu pengaruh thidiazuron sangat penting untuk proses morfogenesis in vitro ataupun embriogenesis somatik karena potensinya sebagai bioregulan (Jiang et al., 2005). Namun demikian apabila thidiazuron digunakan tanpa kombinasi zat pengatur tumbuh yang lain, pengaruhnya akan berbeda.

Persentase eksplan membentuk plb (Protocorm likes Bodies) tertinggi yaitu sebesar 80% juga terbentuk pada media M-5 (Gambar 2 f dan g). Hal tersebut menunjukkan bahwa media M-5 mempunyai kemampuan yang optimal untuk pembentukan kalus dan plb. Sedangkan pada beberapa media yang lain makin lama persentase membentuk plb semakin rendah dikarenakan kalus yang sudah terbentuk tidak mampu bertahan hidup dan akhirnya kalus mengalami kematian.

[image:4.516.88.404.558.658.2]

a b c

(5)

Tabel 1. Pengaruh komposisi media inisiasi terhadap perubahan eksplan daun Phalaenopsis pada 6 MST

Media Jumlah eksplan

Respon eksplan

% eksplan hidup

% eksplan membentuk

kalus

% eksplan membentuk

plb Perubahan warna eksplan

hijau kuning coklat

M-1 15 9 1 5 60.0 60.0 60.0

M-2 15 3 3 9 20.0 0.0 0.0

M-3 15 7 0 8 46.6 33.0 20.0

M-4 15 8 2 5 53.3 40.0 40.0

M-5 15 14 1 0 93.3 80.0 80.0

M-6 15 5 4 6 33.3 20.0 13.3

M-7 15 3 3 9 20.0 6.6 6.6

M-8 15 5 5 5 33.3 13.3 6.6

[image:5.516.66.465.98.387.2]

a b c d

Gambar 2. Eksplan daun mulai berkalus membentuk proembrio/plb (d, e, f dan g)

KESIMPULAN

Modifikasi zat pengatur tumbuh yang seimbang antara auksin dan sitokinin dapat menstimulasi terbentuknya kalus anggrek phalaenopsis. Embrio somatik dapat diinduksi melalui tahapan inisiasi kalus, proliferasi kalus dan selanjutnya untuk perkembangannya kalus diregenerasikan menjadi tanaman. Media M-5 (½ MS + 0.5 mg/l BA + 0.5 mg/l TDZ + 0.2 mg/l 2,4-D) merupakan media yang paling baik untuk menginisiasi kalus dan membentuk plb.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, S.V., I. Sabali, P. Bozhlov, J. Dyachok and L. Filonova. 2002. Developmental pathways of somatic embryogenesis. Plant Cell Tissue Organ Cult. 69:233-249.

de Klerk, G.J., W.V.D. Kreiken and J.C. de Jong. 1999. The information of adventitious roots: new concepts, new possibilities. In Vitro.Cell Div.Biol-Plant.35:189-199.

[image:5.516.64.463.108.344.2]
(6)

Ernst, R. 1994. Effect of thidiazuron on in vitro propagation of Phalaenopsis and Doritaenopsis. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 39: 273-275.

Gill, N.K., R. Gill and S.S. Gisal. 2004. Factors enchancing somatic embryogenesis and plant regeneration in sugarcane (Saccharum officinarum L). Indian J. Biochem. 3:119-123.

Goh, C.J. 1990. Orchids, monopodials. In: Ammirato P.V., D.A. Evans, W.R. Sharp. And Y.P.S Bajaj (Eds.) Handbook of Plant Cell Culture, Vol 5: Ornamental Spesies, p. 598-637. McGraw-Hill, Inc., USA.

Griesbach, R.J. 2002. Development of Phalaenopsis orchids for the mass- market. p. 458–465. In: J. Janick and A. Whipkey (Eds.). Trends in New Crops and New Uses. ASHS Press. Alexandria. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/ncnu02/v5-458.html

Hamidah, M., A.G.A. Karim and P. Debergh. 1997. Somatic embryogenesis and plant regeneration in Anhthurium andreanum L. hybrids. Plant Cell Tissue and Organ Culture.48:183-193.

Jiang, B., Y. Yang, M. Guo, Z. Guo and Y. Chen. 2005. Thidiazuron-induced in vitro shoot organogenesis of the medicinal plant Arnebia eichroma (Royle) Johnst. In vitro Cell Dev. Biol-Plant 41:677-681.

Kerbauy, G.B. 1984. Plant regeneration of Onchidium varicosum (Orchidaceae) by means of root tip culture. Plant Cell Reports. 3:27-29.

Leroux, G., D. Barabe and J. Vieth. 1997. Morphogenesis of the protocorm of Cypripedium acaule (Orchidaceae). Pl. Syst. Evol. 205:53-72.

Murashige, T., and F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco cultures. Physiol. Plant 15:473-497.

Sagawa, Y. 1990. Orchids, other considerations, pp 638-653. In: Ammirato, P.V., D.A. Evans, W.R. Sharp and Y.P.S. Bajaj. (Eds.). Handbook of Plant Cell Culture, Ornamental Species, Vol. 5. McGraw-Hill. New York.

Seeni, S. and P.G. Latha. 1992. Foliar regeneration of the endangered Red Vanda, Renanthera imschootiana Rolfe (Orchidaceae). Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 29: 167-172.

Singh, S.K. and M.M. Syamal. 2001. A short pre-culture soak in thidiazuron of forchorfenuron improves axillary shoot proliferation in rose micropropogation. Hortscience. 91:169-177.

Sleper, D.A. and J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crop. Ed ke-8. Blackwell Publishing. Iowa.

Gambar

Gambar 1. Inisiasi kalus irisan eksplan daun yang mulai membengkak (a, b dan c)
Tabel 1. Pengaruh komposisi media inisiasi terhadap perubahan eksplan daun Phalaenopsis pada 6 MST

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan ukuran, jumlah dan distribusi kelenjar kulit serosa dan mukus pada dua amfibi tersebut kodok Duttaphrynus melanostictus (hidup terrestrial) dan katak

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, produk dana talangan haji masih sedikit peminatnya dikarenakan kurang efektifnya promosi yang dilakukan oleh KSPPS

Guru memandu merangkum isi pembelajaran hari ini menginformasikan garis besar isi kegiatan pada pertemuan berikutnya, yaitu perkalian dan pembagian bilangan bulat (siswa diminta

Pengaruh Social Media Marketing Terhadap Keputusan Menginap.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

IMPLEMENTASI PROGRAM EKSTRAKURIKULER DI TK AL-FIITHROH CIPAGANTI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. Tujuan Taman

yang dijaminkan. Penilaian atau appraisal didefinisikan sebagai proses menghitung atau mengestimasi nilai harta jaminan. Proses dalam memberikan suatu estimasi didasarkan pada

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh (2012) menunjukkan bahwa ekstrak tongkol jagung memiliki potensi sebagai antioksidan karena didalam ekstrak

artikel ini adalah untuk memaparkan perawatan seorang perempuan berusia 17 tahun 10 bulan dengan maloklusi klas II dengan kondisi gigi atas berjejal berat dan kista jinak