KAJIAN DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
UNTUK WISATA DI TAMAN BERTEMA
Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor
GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Daya Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Ghoitsa Rohmah Nurazizah
GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH. Kajian Daya Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor. Dibimbing oleh RICKY AVENZORA dan NANDI KOSMARYANDI.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis jumlah maksimum wisatawan yang dapat diterima di dalam tapak Taman Wisata Matahari (TWM) tanpa memberikan perubahan lingkungan yang tidak dapat diterima dan/atau tanpa mengurangi kualitas pengalaman yang diperoleh oleh wisatawan. Metode Cifuentes digunakan dalam menganalisis daya dukung ekologis tapak, sedangkan hasil dari
Importance-Performance Analysis dan Analisis Customer Satisfaction Index
digunakan untuk mengelaborasi hasil analisis daya dukung ekologis tapak dengan daya dukung psikologis wisatawan.
Perbedaan intensitas penggunaan tapak memberi pengaruh yang berbeda pada beberapa faktor ekologis tapak. Perbedaan nyata ditunjukkan oleh variabel kadar air tanah, penetrasi tanah, serta kualitas tumbuhan (kerapatan, tekstur, panjang dan produktivitas). Perbedaan kepadatan di dalam objek berpengaruh signifikan terhadap kepuasan wisatawan hanya pada tipe hari kunjungan low visits, namun perbedaan ini tidak terjadi pada tipe condensed dan peak visits. Meskipun demikian, nilai CSI di seluruh tipe hari kunjungan masih berada pada rentangagak puashinggapuas.
Luas penggunaan ruang setiap wisatawan pada blok A1 (rekreasi darat) adalah 1.08 m2/orang. Cukup kecilnya luas yang dibutuhkan wisatawan dikarenakan kunjungan wisatawan didominasi oleh kunjungan keluarga dan dilakukan untuk berinteraksi sosial. Kedua hal tersebut diduga menyebabkan tingginya tingkat toleransi dalam menerima kehadiran pengguna lain. Pada blok A2 (rekreasi air) dan A3 (rekreasi jelajah buatan), masing-masing dapat menampung 4 756 dan 986 orang wisatawan per hari. Berdasarkan luas penggunaan ruang pada blok A1 serta kuota blok A2 dan A3, nilai daya dukung fisik TWM adalah 129 904 orang wisatawan per hari. Daya dukung ekologis TWM diperoleh setelah pengurangan faktor koreksi tanah (26.75%), sungai (1.04%), dan rumput (7.56) sehingga nilainya adalah 87 043 orang wisatawan per hari. Daya dukung ekologis tersebut belum melampaui daya dukung psikologis wisatawan jika mempertimbangkan nilai CSI di setiap periode hari kunjungan yang masih pada rentangagak puas.
SUMMARY
GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH. Ecological and Psychological Carrying Capacity of Tourism in Themepark, Case Study: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor. Supervised by RICKY AVENZORA and NANDI KOSMARYANDI.
The research aims to analyze the maximum number of tourists who can be accepted by Taman Wisata Matahari (TWM) site without creating environmental changes that cannot be accepted and/or without reducing the quality of tourist experience. Cifuentes methods used in analyzing the ecological carrying capacity, while the results of Importance-Performance Analysis and Customer Satisfaction Index Analysis used to elaborate the ecological carrying capacity with the tourist psychological carrying capacity.
The intensity of use gives a different effect on several ecological factors of the site. The significant differences indicated by variable of water content of soil, penetration of soil and quality of plants (density, texture, length and productivity). The density of sites affects the tourist satisfaction significantly only in the low visits, but does not apply to the tourist satisfaction in the condensed and peak visit. Nonetheless, the CSI value of all visit types was still in the range between
somewhat satisfiedtosatisfied.
Each tourist only uses space about 1.08 m2/tourist on the block A1 (ground recreation). They only need narrow space because they dominantly come with family and motivated to do social interaction. Both reasons are allegedly caused high levels of tolerance in accepting the presence of other tourists. In block A2 (water recreation) and A3 (artificial exploring recreation), each area can accommodate about 4 756 and 986 tourist/day. Based on the tourists’ space needed on the block A1 and the quota of block A2 and A3, the value of the physical carrying capacity of TWM are 129 904 tourist/day. Ecological carrying capacity of TWM is obtained after reduced by correction factor of soil (26.75%), correction factor of steam flow (1.04%), and correction factor of grass (7.56%), so the value are 87 043 tourist/day. Ecological carrying capacity was not exceeded the carrying capacity of tourist psychology when considering the value of CSI in each period of visit type is still in the range ofsomewhat satisfied.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan
KAJIAN DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
UNTUK WISATA DI TAMAN BERTEMA
Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
Judul Tesis : Kajian Daya Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor
Nama : Ghoitsa Rohmah Nurazizah
NIM : E352110041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Ricky Avenzora, MScF Ketua
Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan
Dr Ir Ricky Avenzora, MScF
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 21 Januari 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga September 2013 ini berjudul Kajian Daya Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor. Daya dukung wisata merupakan topik yang menarik seiring berkembangnya tren pembangunan berkelanjutan dan
sustainable tourism. Nilai daya dukung ini sangat penting untuk dipertimbangkan
dalam semua bentuk wisata.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dalam membangun kerangka berpikir dan analisis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Frans Teguh, MA selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelaraskan hasil penelitian dengan kebutuhan bisnis pariwisata. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sutono dari Laboratorium Fisik Tanah Bogor, dan Bapak Azwir beserta staf Taman Wisata Matahari yang telah membantu selama proses pengumpulan dan analisa data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu, seluruh keluarga, rekan seperjuangan, dan semua pihak yang telah mendoakan, memotivasi, dan membantu menyelesaikan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
PRAKATA iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 8
Latar Belakang 8
Perumusan Masalah 10
Tujuan Penelitian 11
Manfaat Penelitian 11
2 TINJAUAN PUSTAKA 13
Taman Bertema 13
Ekowisata 15
Ekologi Pariwisata 16
Psikologi Pariwisata 20
Konsep Daya Dukung Wisata 22
3 METODE 26
Tempat dan Waktu Penelitian 26
Alat Penelitian 26
Metode Pengumpulan Data 26
Rancangan Penelitian 28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32
Gambaran Umum Wilayah Penelitian 32
Karakteristik dan Tingkat Partisipasi Wisatawan 34
Kajian Ekologis Tapak 37
Kajian Psikologis Wisawatan 41
Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Taman Wisata Matahari 55
5 SIMPULAN DAN SARAN 61
Simpulan 61
Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 67
DAFTAR TABEL
1. Munsell Color Chartuntuk rumput 19
2. Kategori tekstur dan kerapatan rumput 20
3. Komponen data ekologis dan psikologis 26
4. Kriteria nilaiCustomerSatisfactionIndex 32
5. Sumberdaya manusia berdasarkan status kepegawaian dan tingkat
pendidikan 33
6. Profil wisatawan TWM 35
7. Motivasi dalam mengunjungi TWM 36
8. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan bermain 47
9. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan duduk-duduk 47
10. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan istirahat 49
11. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berfoto 50
12. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berkumpul 51
13. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan makan-makan 52
14. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berpiknik 53
15. Penggunaan ruang untuk rekreasi darat 54
16. Kuota dan durasi untuk kegiatan rekreasi air 54
17. Kuota dan durasi untuk kegiatan rekreasi jelajah buatan 54
18. Kuota harian jumlah wisatawan untuk kegiatan rekreasi air 55
19. Kuota harian jumlah wisatawan untuk kegiatan rekreasi jelajah buatan 56
DAFTAR GAMBAR
1. Alur pikir penelitian 12
2. Tiga pola utama taman bertema: pola magic wand, pola loop, dan pola
grid 14
3. Perbedaan efek kerumunan tehadap kepuasan rekreasi di kawasan alami
dan kawasan artifisial 25
4. KuadranImportance-Performance Analysis 31
5. Konsep pengembangan wisata Taman Wisata Matahari 32
6. Pertumbuhan jumlah wisatawan TWM periode 2008–2012 34
7. Tingkat partisipasi wisatawan 37
8. Persen kadar air tanah di TWM 38
9. Penetrasi tanah di TWM 38
10. Profil Sungai Ciliwung 39
11. Kualitas visual rumput di TWM 40
12. Kadar air dalam rumput di TWM 40
13. Analisis kuadran kualitas aktivitas wisata di TWM 42
14. Analisis kuadran kualitas wahana wisata di TWM 42
15. Analisis kuadran kualitas sarana dan prasarana wisata di TWM 43
16. Analisis kuadran kualitas lingkungan wisata di TWM 44
17. Analisis kuadran kualitas pelayanan SDM di TWM 45
18. Kepuasan total wisatawan saatlow visits 46
21. Pola penggunaan ruang untuk kegiatan bermain 47
22. Pola penggunaan ruang untuk duduk-duduk 48
23. Pola penggunaan ruang untuk kegiatan istirahat 49
24. Pola penggunaan ruang untuk berfoto 50
25. Pola penggunaan ruang untuk berkumpul 51
26. Pola penggunaan ruang untuk makan-makan 52
27. Pola penggunaan ruang untuk berpiknik 53
28. Pola masuk dan keluar wisatawan TWM 55
29. CSI dan persentase kepadatan wisatawan di TWM 59
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji Anova dan Duncan untuk perubahan tingkat partisipasi
wisatawan di setiap tipe kunjungan 67
2. Hasil uji Anova dan Duncan untuk kondisi tanah 67
3. Hasil uji Anova dan Duncan untuk kondisi rumput 68
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting dalam pembangunan nasional. Industri ini gencar dikembangkan secara massal karena dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membuka kesempatan kerja, serta merangsang pertumbuhan ekonomi regional. Dalam kancah nasional, pariwisata memberikan kontribusi terbesar ketiga (3.25%) setelah migas dan minyak kelapa sawit (Kemenparekraf 2011). Seiring dengan meningkatnya minat pasar terhadap pariwisata bertema back to nature, banyak daerah yang memiliki
potensi keindahan sumberdaya alam mulai mengembangkan pariwisata.
Fenomena ini juga terjadi di Kawasan Puncak sejak tahun 1980-an, diawali dengan dibukanya Taman Safari Indonesia. Keindahan alam perbukitan dan suhu yang sejuk membuat kawasan ini menjadi daerah andalan pariwisata Kabupaten Bogor.
Ketidaktegasan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan
pengembangan pariwisata telah menyebabkan tidak terkendalinya pemanfaatan ruang di Kawasan Puncak. Paradigma tersebut perlu dicermati, karena di satu sisi pariwisata memang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat namun di sisi lain dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan bagi keberlangsungan wisata sendiri. Pengembangan pariwisata yang intensif dan eksploitatif dapat menyebabkan penurunan daya tarik wisata karena menimbulkan degradasi kualitas lingkungan dan permasalahan sosial, seperti mobilisasi penduduk ke area sekitar objek wisata, peningkatan jumlah simpul kemacetan lalu lintas, serta kemungkinan meningkatnya potensi kejahatan dan premanisme.
Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif pariwisata, prinsip
sustainable development perlu diterapkan agar tercipta pariwisata berkelanjutan yang menjaga keseimbangan pilar ekologi, sosial-budaya, dan sosial-ekonomi. Pariwisata berkelanjutan membutuhkan pemahaman mendalam, khususnya pada aspek ekologis, yang diwujudkan dengan pemahaman daya dukung lingkungan (Agenda 21). Daya dukung dalam konteks pariwisata berkaitan dengan batas-batas kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukung agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan masyarakat, sehingga diperoleh kepuasan kunjungan wisatawan optimal tanpa terganggu oleh kehadiran wisatawan lain (Clivaz et al. 2004; Inskeep 1991 dalam Liu 1994; WTO 1993). Daya dukung dalam kegiatan wisata bersifatsite specificdan dinamis, dipengaruhi oleh jenis dan intensitas kegiatan, jumlah dan karakteristik pengguna, waktu dan distribusi waktu, serta kondisi lingkungan yang menyertainya di saat kegiatan itu terjadi (Cooperet al.1998; Pigram & Jenkins 1999; Seidl & Tisdell 1999).
site specific dan dinamis, sehingga analisis terhadap motivasi, persepsi, serta aspirasi wisatawan (Zacariaset al. 2011) harus dilihat berdasarkan kondisi musim kunjungan pada saat kegiatan wisata terjadi.
Kawasan Puncak merupakan kawasan strategis. Kawasan ini menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Indonesia, yaitu KSPN Puncak-Gede Pangrango (PP RI No 50/2011). Dalam Perpres No 54/2008, kawasan ini juga ternyata masuk ke dalam Kawasan Lindung (Kecamatan Cisarua). Kedua fungsi ini harus dapat dicapai oleh Kawasan Puncak dengan mengoptimalkan fungsi kawasan untuk kegiatan pariwisata pegunungan seperti yang tertuang dalam Keppres No 114/1999. Dalam Keppres tersebut kegiatan pariwisata yang dilakukan harus tetap menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat serta serasi dengan lingkungan alamnya serta membuka kesempatan kerja dan berusaha yang optimal bagi penduduk setempat dalam kegiatan kepariwisataan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Salah satu objek wisata yang memanfaatkan kondisi keindahan lingkungan Kawasan Puncak adalah Taman Wisata Matahari (TWM). Objek wisata dengan luas kawasan sekitar 30 hektar ini terletak di lembah Desa Cilember dan dibelah oleh aliran Sungai Ciliwung. Daya tarik utama TWM adalah keberagaman wahana rekreasi buatan yang dipadukan dengan kondisi lingkungan alami. Letaknya yang strategis mudah dijangkau dari DKI Jakarta, Sukabumi dan Cianjur juga menjadi salah satu faktor penarik dalam mendatangkan wisatawan.
Selama lima tahun terakhir TWM telah mengalami pertumbuhan jumlah wisatawan yang sangat pesat, mencapai lebih dari 200% (TWM 2012). Pertumbuhan tersebut menunjukkan nilai positif dalam meraih keuntungan finansial, baik bagi pengelola maupun masyarakat lokal. Lebih dari 60% masyarakat Desa Cilember dan Desa Leuwimalang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata (Desa Cilember 2012). Meskipun keberadaan TWM secara langsung bermanfaat bagi masyarakat lokal, jika pengelolaannya tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan maka keberadaan TWM dapat mengancam kelestarian lingkungan maupun kenyamanan berwisata. Kedua hal tersebut dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha wisata yang dijalankan.
Beberapa penelitian dan teori terkait daya dukung (Saveriades 2000;
Kamperman 2000; Clivaz et al. 2004; Suleva 2007) membuktikan bahwa
10
Pertumbuhan minat rekreasi harus diseimbangkan dengan kondisi spesifik lingkungan TWM agar tercipta pemanfaatan ruang yang efektif. Menyadari tren pertumbuhan minat berwisata yang harus diselaraskan dengan prinsip keberlanjutan ekowisata, maka dianggap perlu untuk melakukan kajian daya dukung ekologis dan psikologis untuk kegiatan wisata di TWM mengingat objek tersebut terletak di Kawasan Puncak yang juga berfungsi sebagai kawasan lindung (Perpres No 54/2008).
Perumusan Masalah
Taman Wisata Matahari (TWM) adalah objek wisata berbentuk taman bertema, yaitu suatu sumberdaya rekreasi buatan yang menawarkan pelayanan jasa, dibangun dalam satu tema atau lebih, dan mencakup segmen pasar yang luas, serta menawarkan beragam atraksi sebagai perwujudan fantasi wisatawan (Suleva 2007; Mitrasinovic 2006; Kamperman 2000). Sebagai taman bertema, TWM dibangun atas tema rekreasi darat, air, dan jelajah yang dikemas dalam lansekap alami-buatan.
Pengelola TWM pada dasarnya mengusung konsep berkelanjutan, salah satunya dilakukan dengan tetap mempertahankan tema alam serta tetap melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan pengelolaan. Namun, dalam pelaksanaannya pengelola masih kurang memperhatikan keberlanjutan ekologis dengan menetapkan dan mempromosikan daya tampung objek sebesar 100 000 orang wisatawan per hari tanpa melalui penghitungan daya dukung lingkungan.
Kebijakan tersebut dapat menyebabkan peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan, mengingat kondisi kunjungan wisatawan saat ini saja sering mengalami penumpukan di dalam dan di luar objek. Secara temporal pun kunjungan mengalami penumpukan di akhir pekan sebesar 78% dari total jumlah kunjungan (TWM 2012).
Penumpukan wisatawan merupakan permasalahan serius karena dapat menimbulkan tekanan ekologis. Secara psikologis, penumpukan wisatawan juga
dapat menimbulkan ketidaknyamanan serta penurunan tingkat kepuasan
wisatawan. Penumpukan wisatawan telah menimbulkan persepsi umum bahwa TWM merupakan sumber kemacetan Kawasan Puncak (Haryudi 2013; Sidik 2010). Hal ini dapat menjadi bumerang bagi keberlanjutan usaha wisata TWM itu sendiri. Upaya dalam menyesuaikan jumlah wisatawan dengan kondisi ekologis objek adalah dengan mempertimbangkan nilai daya dukung ekologis dan psikologis wisatawan.
Semua definisi daya dukung pariwisata pada dasarnya berusaha
menggabungkan komponen perilaku wisatawan (persepsi & motivasi wisatawan) dengan komponen biofisik (Mc Cool & Lime 2001; Saveriades 2000). Banyak pihak telah sepakat untuk memaknai daya dukung wisata sebagai jumlah maksimum wisatawan yang masih dapat ditampung oleh suatu kawasan pada saat yang sama, tanpa menyebabkan kehancuran fisik lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya serta penurunan tingkat kepuasan wisatawan (Clivaz et al. 2004; Inskeep 1991 dalam Liu 1994; Ceballos-Lascurain 1996). Daya dukung bersifat dinamis
dan site specific (Cooper et al. 1998) sehingga sangat bergantung pada kondisi
Berdasarkan gagasan tersebut, pendekatan penilaian daya dukung wisata suatu tapak tidak dapat disama-ratakan dengan tapak lain. Penilaian daya dukung harus mempertimbangkan aspek ekologis tapak yang dipengaruhi oleh jenis aktivitas yang dilakukan, intensitas kegiatan, serta karakteristik pengguna di setiap kondisi kunjungan. Kondisi kunjungan yang dimaksud adalah perbedaan kondisi jumlah wisatawan pada saatlow visits,condensed visits, danpeak visits(Avenzora 2013). Dengan pendekatan tersebut, penilaian diharapkan mendekati nilai daya dukung wisata yang sebenarnya. Adapun alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk menganalisis jumlah maksimum wisatawan yang dapat diterima tapak Taman Wisata Matahari (TWM) tanpa memberikan perubahan lingkungan yang tidak dapat diterima dan/atau tanpa mengurangi kualitas pengalaman yang diperoleh wisatawan. Rincian tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji karakteristik wisatawan TWM termasuk profil dan partisipasinya dalam objek.
2. Menganalisis aspek ekologis yang dipengaruhi langsung oleh kegiatan wisata di TWM.
3. Menganalisis aspek psikologis wisatawan TWM dari kepuasan dan motivasi kunjungan.
4. Mengelaborasi daya dukung ekologis dan psikologis tapak secara
keseluruhan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan dapat diberikan kepada pemangku kepentingan adalah:
1. Dapat menjadi bahan rujukan bagi pengembangan konsep pariwisata berkelanjutan untuk objek wisata taman bertema.
2. Dapat menjadi bahan masukan untuk landasan kebijakan bagi pemerintah dalam pengelolaan dan pengaturan area wisata di Kawasan Puncak.
3. Dapat menjadi masukan informasi untuk pengelolaan objek wisata berbentuk taman bertema.
12
Gambar 1 Alur pikir penelitian Pentingnya daya dukung untuk pemanfaatan
lestari Kawasan Strategis Puncak
Industri Pariwisata Permukiman Perkebunan
Perdagangan
Taman Bertema
T A M A N W I S A T A M A T A H A R I
dibutuhkanKAJIAN DAYA DUKUNG
Dampak negatif pelaksanaan pariwisata
- Penurunan kualitas & kenyamanan lingkungan. - Mobilisasi penduduk ke dalam objek dan daerah
sekitarnya.
- Simpul kemacetan lalu lintas.
- Menjamurnya sektor ekonomi informal. Benturan
Kepentingan
Manfaat pelaksanaan pariwisata
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat - Penyerapan tenaga kerja
- Membuka peluang usaha/perekonomian - Merangsang pertumbuhan ekonomi regional
Daya Dukung Ekologi (Analisis Cifuentes)
Daya Dukung Psikologi (Analisis Deskripsi Kuantitatif Wisatawan)
Jumlah wisatawan maksimal yang dapat menggunakan tapak tanpa memberikan perubahan yang tidak dapat diterima lingkungan dan/atau
mengurangi kualitas pengalaman yang diperoleh wisatawan. PCC
- Luas efektif tapak untuk rekreasi
- Luas pemakaian ruang setiap wisatawan/m2
- Faktor rotasi kunjungan harian RCC
- Faktor koreksi biologi lingkungan (rumput) - Faktor koreksi fisik lingkungan (tanah & sungai)
Variabel - Karakteristik Wisatawan - Motivasi Kunjungan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Taman Bertema
Taman bertema merupakan salah satu sumberdaya rekreasi komersil, terdiri dari atribut lingkungan, fasilitas, dan atraksi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi (Pigram & Jenkins 1999). Atribut lingkungan berupa dimensi ruang (kawasan), atribut fasilitas berupa keseluruhan kenyamanan yang ditawarkan, sedangkan atribut atraksi berupa wahana dan pertunjukkan. Seperti usaha jasa lainnya, taman bertema menawarkan berbagai atraksi intangible yang proses pembeliannya tidak mengakibatkan kepemilikan (Kamperman 2000). Taman bertema merupakan generator penarik jumlah wisatawan dan penghasil pendapatan terbesar dibandingkan sektor wisata lainnya (Holloway 2002 dalam Suleva 2007), juga termasuk dalam produksi padat modal yang dikembangkan secara modern denganconsumen oriented(Pearce 1988).
Pendirian taman bertema ditujukan untuk menciptakan suasana tertentu dalam waktu tertentu, yang menekankan pada [minimal] satu tema dominan
dengan memodifikasi seluruh arsitektur lansekap, termasuk wahana,
pertunjukkan, pelayanan makanan, atraksi kostum, dan usaha ritel (Kamperman
2000). Kesatuan tema tersebut digunakan untuk menciptakan dan
mempertahankan partisipasi wisatawan. Kesatuan tema juga ditujukan untuk menciptakan fantasi yang dapat menghasilkan kualitas pengalaman bagi
wisatawan (Mitrasinovic 2006). Kualitas pengalaman wisatawan sendiri
dipengaruhi oleh motivasi dan manfaat yang diterima selama berada di dalam kawasan.
Segala atribut di dalam taman bertema telah dihitung, ditimbang, diukur, dipertimbangkan dan diantisipasi untuk dapat menghasilkan kualitas pengalaman wisatawan yang diharapkan (Mitrasinovic 2006). Karakteristik utama taman bertema adalah sebagai berikut (Suleva 2007; Robinett 1999 dalam Mitrasinovic 2006; Davidson 1992):
1. segmen pasar luas, terutama segmen keluarga; 2. berisi satu tema atau lebih;
3. terdiri dari beberapa atmosfer hiburan seperti petualangan, seni pertunjukkan, atraksi kostum, dll;
4. padat modal dan padat karya;
5. memiliki standar pelayanan, fasilitas, dan kebersihan;
6. menawarkan kegiatan/atraksi untuk beragam selera dan usia agar
memperpanjanglength of staywisatawan hingga 5-7 jam; dan 7. menerapkan kebijakan tiket terusan.
Taman bertema memiliki tiga tingkatan produk yaitu (Kamperman 2000; Kotler & Armstrong 2001):
1. Produk inti: produk utama yang dibeli wisatawan, berupa atribut intangible, berbentuk kegembiraan, suasana, dan aktivitas rekreasi (menikmati wahana). 2. Produk berwujud: produk untuk menghasilkan pemasukan tambahan untuk
Sumber: Mitrasinovic (2006)
ataupun ketidaksesuaian penggunaan lahan. Karenanya, pengoptimalan manfaat taman bertema harus disertai dengan usaha dalam meningkatkan kepuasan wisatawan, melindungi sumberdaya lingkungan, dan mengintegrasikan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat (Kamperman 2000). Pengelola harus berhati-hati dalam menyeimbangkan sentuhan modern, kualitas wahana, dan fasilitas lainnya dengan kondisi lingkungan yang ada, serta harus mengoptimalkan peran masyarakat lokal (Haden 2006).
Ekowisata
Ekowisata merupakan bentuk baru dari wisata dengan perbedaan utama terletak pada orientasi lingkungan, nilai pendidikan, etika konservasi, serta keberpihakan pada manfaat langsung bagi masyarakat lokal (Beeton 1998). Menurut Milne (1996 dalam Hall & Page 1999) ekowisata menstimulasi kawasan
remote untuk menghasilkan keuntungan ekonomi dengan daya tarik berupa fitur
‘unknown’ dan ‘untouched’. Gagasan wisata pada kawasan remote juga
diungkapkan oleh Ceballos-Lascurain (1996) yang mendefinisikannya sebagai perjalanan dan kunjungan ke kawasan alami yang relatif tidak terganggu secara bertanggung jawab terhadap lingkungan, bertujuan menikmati dan menghargai alam serta budaya yang menyertainya (baik dulu dan sekarang), mempromosikan konservasi, memiliki dampak lingkungan yang rendah, serta melibatkan peran aktif masyarakat dan menguntungkan sosial ekonomi lokal.
Ekowisata harus berorientasi lingkungan, berkelanjutan secara ekologi, memiliki nilai pendidikan, menyertakan kontribusi masyarakat lokal, dan menciptakan kepuasan wisatawan (Page & Dowling 2002). Berdasarkan prinsip tersebut, terminologi ekowisata sulit didefinisikan karena banyaknya unsur yang dilibatkan (Alikodra 2012).
Ekowisata bukan hanya kegiatan di destinasi alam, untouched, dan remote
saja namun merupakan keseluruhan kegiatan yang terdiri dari 5 tahapan, yaitu perencanaan, perjalanan menuju destinasi, kegiatan di destinasi, perjalanan pulang dari destinasi, dan rekoleksi (Avenzora 2008a). Oleh karenanya definisi ekowisata harus mencakup keseluruhan tahap tersebut dengan tetap mengacu pada tiga pilar pembangunan berkelanjutan pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya. Karenanya definisi ekowisata secara holistik adalah kegiatan wisata yang keseluruhan tahapannya mengacu pada prinsip berkelanjutan dan dapat dilakukan pada semua bentuk pariwisata (Avenzora 2008a; Beeton 1998).
Ekowisata dapat memberikan banyak manfaat untuk menumbuhkan ekonomi lokal. Manfaat ekonomi akan semakin besar jika masyarakat lokal dapat memberikan kesan positif pada wisatawan (Stoffle et al. 1979). Namun manfaat ini tidak dapat diraih tanpa menimbulkan dampak sosial dan/atau dampak lingkungan (Place 1998). Hal tersebut menunjukkan sulitnya menerapkan prinsip ideal ekowisata. Sulitnya penilaian, penentuan indikator, serta prosedur pengawasan dalam menciptakan “sustainability” pada ekowisata terjadi karena perbedaan keunikan, aktivitas, serta frekuensi kegiatan di setiap destinasi wisata (Weaver & Lawton 1999 dalam Weaver 2004).
Prosedur umum yang digunakan dalam menjaga sifat “sustainability”
16
suatu kawasan pada saat yang sama, tanpa menyebabkan kehancuran fisik lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya, serta penurunan kualitas kepuasan wisatawan (Clivazet al.2004; Inskeep 1991 dalam Liu 1994).
Ekologi Pariwisata
Ekologi penting dipelajari dalam studi pariwisata karena akan berpengaruh pada perencanaan desain kawasan yang diterapkan. Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik-buruknya lingkungan. Industri ini sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, kerusakan pemandangan, serta sikap penduduk yang tidak ramah (Soemarwoto 2004). Pariwisata tidak dapat berkembang jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang baik, karena pada dasarnya unsur yang dijual dalam pariwisata adalah lingkungan itu sendiri.
Hubungan timbal balik antar sumberdaya menciptakan kondisi saling mempengaruhi yang menimbulkan perubahan lingkungan. Lingkungan memang memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya sendiri, namun kemampuan ini memiliki batasan (Soemarwoto 2004). Apabila batas kemampuan terlampaui, maka sumberdaya tersebut tidak dapat terperbarui sehingga menciptakan daya dukung baru yang lebih rendah (Seidl & Tisdell 1999).
Pada sebuah tapak artifisial seperti taman bertema, keberlanjutan dapat tercermin secara spasial dari pola pemanfaatan ruang di dalam tapak. Pemanfaatan ruang pada taman bertema bersifat kontraproduktif dengan keberlanjutan karena terjadi konversi ruang-ruang alami menjadi kawasan terbangun yang ekspansif. Sedangkan ruang alami memiliki fungsi yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem (Mukaryatiet al.2006).
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, perlu diintegrasikan pemanfaatan ruang dalam taman bertema dengan kepentingan fungsi ekologis. Fungsi ekologis berkaitan dengan kondisi biogeofisik ekosistem yang cenderung statis dengan kondisi tutupan lahan padat serta dipengaruhi oleh proses alami seperti hujan, perpindahan materi, dan siklus energi (Mukaryati et al. 2006). Karenanya, pemanfaatan ruang taman bertema harus disesuaikan dengan kondisi eksisting kawasan dan memperhatikan daerah resapan, lokasi sungai, parit, saluran drainasi, dan laininya. Menurut Mukaryatiet al.(2006), fitur utama yang harus dijaga oleh taman bertema yaitu:
1. proporsi rasio lahan terbangun dan area hijau, 2. saluran drainasi untuk pengendalian air,
3. instalasi pengelolaan limbah cair serta pemisahan sampah organik dan non-organik dengan prinsip 4 R (reduse, re-use, recycle, recovery), serta
4. tipologi bangunan hemat energi berorientasi lingkungan.
Tanah
Kualitas tanah berhubungan dengan sifat fisik tanah, yaitu kondisi tekstur, struktur, porositas, stabilitas, konsistensi warna, maupun suhu tanah. Sifat tanah sangat berpengaruh terhadap perakaran tanaman. Kualitas fisik tanah akan menurun jika terjadi erosi, penurunan unsur hara, penurunan bahan organik tanah (Nursyamsi 2004) ataupun terjadinya pemadatan yang disebabkan oleh kegiatan wisata.
Tanah dengan ketahanan yang baik adalah tanah dengan stabilitas agregat yang tinggi. Stabilitas agregat tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dalam tanah. Jika kadar air dalam tanah berlebih, maka akan menurunkan kestabilan agregat tanah terhadap pengaruh tetesan air atau pembenaman tanah dalam air. Jika kadar air pada tanah minim, maka kandungan bahan organik yang berguna untuk mempertahankan kestabilan agregat tanah akan berkurang (Asyakur 2009). Kadar air dipengaruhi oleh proses evapotranspirasi, adhesi dan kohesi molekul air (Murtilaksono & Wahjunie 2004), serta jumlah dan ukuran pori tanah. Semakin tinggi nilai pori makro tana,h maka semakin tinggi nilai kadar airnya (Ginting 2007). Terdapat tiga jenis kadar air dalam tanah, mulai dari keadaan jenuh (saturated) hingga keadaan kering udara (kering total). Kadar air yang berpengaruh pada zona perakaran terletak pada keadaan jenuh.
Stabilitas agregat tanah juga dipengaruhi oleh penetrasi tanah. Penetrasi tanah merupakan gambaran kemampuan akar tanaman dalam menembus tanah. Penetrasi berhubungan positif dengan kepadatan dan ketahanan tanah (Lowery & Schuler 1994 dalam BBLitbang SLP 2006). Hasil penelitian Vepraskas (1984 dalam BBLitbang SLP 2006) menunjukkan hubungan negatif antara ketahanan penetrasi tanah dengan kandungan air tanah.
Penetrasi tanah linear dengan kepadatan tanah dan memiliki pengaruh pada proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Tanah yang padat akan menyulitkan proses infiltrasi sehingga menyebabkan aliran permukaan ( surface-flow) dan aliran antara (interflow). Pada akhirnya akan mengakibatkan erosi dan sedimentasi. Erosi berdampak pada menipisnya lapisan top soil sehingga menyebabkan penurunan kemampuan lahan.
Terjadinya erosi dapat diminimalisir dengan keberadaan serasah atau tanaman penutup tanah seperti rumput (Kohnke & Bertrand 1959). Serasah menjaga kestabilan agregat tanah dengan cara menahan splash erotion (percikan langsung dari air hujan) serta mempertahankan kapasitas air yang cukup tinggi, sehingga dapat menekan laju aliran permukaan.
Sungai
Sungai adalah tempat, wadah, atau jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara yang kanan dan kirinya dibatasi oleh garis sempadan. Garis sempadan adalah garis batas luar pengamanan sungai. Air sungai mengandung sedikit sedimen dan makanan namun memiliki kandungan oksigen yang tinggi, sehingga tidak mendukung keberadaan plankton (Setiowati & Furqonita 2007).
18
Pemanfaatan air sungai disesuaikan dengan tingkat kualitas airnya yang telah distandarisasi dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun. Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda, bergantung pada tujuan penggunaan. Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia, yaitu:
1. Kelas 1 : untuk air minum atau keperluan konsumsi.
2. Kelas 2 : untuk prasarana/sarana rekreasi air, misalnya arung jeram. 3. Kelas 3 : untuk pembudidayaan ikan air tawar dan peternakan 4. Kelas 4 : untuk irigasi.
Kualitas air sungai dapat ditinjau dari variabel warna, kecerahan, kecepatan arus, dan debit aliran air. Warna merupakan salah satu parameter fisika yang dapat diamati secara visual. Kejernihan warna sungai dipengaruhi oleh ketersediaan substrat berupa lumpur yang mudah larut dalam air (Setiowati & Furqonita 2007). Warna sungai cokelat keruh dapat disebabkan oleh sampah yang dibuang ke dalam sungai.
Kecerahan/kekeruhan adalah bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan (Odum 1971). Sungai tergolong cerah jika masih dapat ditembus cahaya hingga di atas 40 cm. Kecerahan air dapat digunakan untuk menduga keberadaan sedimen di dalam air. Semakin keruh air menandakan semakin tingginya konsentrasi sedimen di dalam air. Metode cepat untuk mengukur kekeruhan air dapat dilakukan dengan menggunakan alat secchi disc dengan menggunakan persamaan Verbist et al. (2006 dalam Rahayu et al. 2009)dengan “D” merupakan kedalamansechhi disc(cm).
Konsentrasi Sedimen mg/l =3357.6×D-1.3844
Kecepatan arus aliran sungai sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan sungai dalam mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar (Effendi 2003). Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan gradien antara hulu dan hilir. Kecepatan arus merupakan faktor penting di perairan dan jika kecepatannya lebih besar dari 5 m/s, maka hanya akan mengandung sedikit biota air (Whitton 1975).
Debit aliran sungai merupakan volume air yang mengalir dalam satuan waktu. Debit air dipengaruhi oleh curah hujan dan aktivitas manusia yang menggunakan lahan di sekitar sungai. Semakin tinggi aktivitas manusia dan curah hujan, akan membuat debit air semakin tinggi. Handayani et al. (2005) menyatakan bahwa studi kasus di DAS Ciliwung Hulu menunjukan pengaruh penurunan tutupan hutan seluas 4.897 ha (18,1% luas DAS) tahun 1989 menjadi 4.459 ha (16,2% luas DAS) tahun 1998 menyebabkan peningkatan debit puncak dan volumerun off, masing-masing sebesar 18,9% dan 18,8%.
Sungai merupakan salah satu ekosistem yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata seperti arung jeram. Arung jeram adalah suatu aktivitas mengarungi sungai dengan mengandalkan keterampilan dan kekuatan fisik untuk mendayung perahu yang berbahan lunak yang secara umum diterima sebagai suatu kegiatan sosial, komersil dan olah raga (International Rafting Federation/IRF).
Tabel 1 Munsell Color Chartuntuk rumput
Skor Warna Warna
1 2 3 4 5 6
20
Keseragaman merupakan persentase penutupan tanah oleh rumput. Keseragaman dilihat dari luas permukaan yang tertutupi oleh vegetasi dibandingkan dengan luas total media tanam. Luas permukaan dihitung menggunakan metodegrid.
Aktivitas wisata juga berpengaruh pada produksi hijauan rumput. Produksi hijauan ini bisa dilihat dari kadar air yang terkandung dalam rumput. Air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup tumbuhan. Hampir semua proses tumbuh di dalam tumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan air. Kurangnya ketersediaan air pada tumbuhan dapat menimbulkan berbagai gejala negatif. Kurangnya ketersediaan air dalam beberapa menit dapat menyebabkan tumbuhan layu serta menyebabkan penutupan stomata; dalam skala mingguan dapat menyebabkan perubahan pertumbuhan dan pembungaan; sedangkan dalam skala bulanan dapat menyebabkan penurunanbiomasstotal (Tardieu 1996).
Produksi hijauan merupakan cerminan semua faktor tumbuh yang diberikan pada tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik akan menghasilkan produksi hijauan yang tinggi. Berkurangnya jumlah air yang terkandung dalam tanah menyebabkan tanaman mempersempit pembukaan stomata dalam upaya
mengurangi penguapan sehingga menghambat proses masuknya CO2 dan
menurunkan laju fotosintesis dalam daun (Purbajantiet al. 2009). Produksi bahan segar diperoleh setelah menimbang rumput yang dihasilkan ketika dilakukan pemotongan. Produksi bahan kering diperoleh dari perkalian kadar bahan kering (%) dengan produksi bahan segar (Purbajantiet al. 2009).
Psikologi Pariwisata
Psikologi adalah bidang ilmu yang mempelajari perilaku manusia (Ross 1998). Dalam parwisata, psikologi dibutuhkan untuk memahami motivasi, persepsi, karakteristik wisatawan, serta kepuasan wisatawan (Soemarwoto 2004). Pengetahuan mengenai aspek psikologis sangat berguna untuk memahami perilaku wisatawan sebagai dasar pengembangan produk wisata yang diminati pasar. Permintaan wisata merupakan bagian dari proses konsumsi yang dipengaruhi oleh faktor kebutuhan, keinginan, motivasi, ketersediaan waktu luang dan uang, serta persepsi wisatawan terhadap objek wisata, dengan motivasi
Tabel 2 Kategori tekstur dan kerapatan rumput a. Kategori tekstur berdasarkan lebar daun
Kategori Lebar daun (mm)
b. Kategori kerapatan rumput berdasarkan jumlah pucuk
Kategori Jumlah pucuk / cm2
Tinggi >200
Sedang 100–200
Rendah <100
kunjungan sebagai penentu utama dalam memutuskan proses konsumsi (Cooperet al.1993 dalam Hall & Page 1999).
Sikap, persepsi, dan motivasi wisatawan di suatu destinasi wisata dipengaruhi oleh karakteristik sosio-ekonomi (usia, pendidikan, pendapatan, dan tempat tinggal) yang akan mempengaruhi kualitas pengalaman berwisata (Mathieson & Wall 1982). Kualitas pengalaman yang positif akan memungkinkan terjadinya pengulangan kunjungan atau promosi dari mulut ke mulut, sedangkan kualitas pengalaman negatif akan berakibat sebaliknya.
Motivasi Wisatawan
Motivasi wisata sulit dikotak-kotakkan layaknya teori hierarki kebutuhan Maslow karena beberapa motivasi dapat terjadi secara bersamaan atau terbolak-balik urutannya. Cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mengetahui motivasi adalah dengan menanyakan secara langsung motivasi setiap wisatawan. Namun cara ini dinilai bersifat subjektif.
Motivasi wisatawan sangat dipengaruhi oleh karakter wisatawan (usia, pendidikan), wahana, kegiatan, dan atraksi yang ada di dalam objek (Mitrasinovic 2006; Moutinho 1988 dalam Kamperman 2000). Tipe wisatawan taman bertema adalah tipe escapist, yaitu wisatawan dengan tujuan melarikan diri dari rutinitas harian (Suleva 2007). Beberapa motivasi berwisata menurut Tillman (1974 dalam Hall & Page 1999) yaitu:
1. mencari pengalaman dan petualangan; 2. beristirahat dari rutinitas harian (relaksasi); 3. mendapat pengakuan diri;
4. memperoleh rasa aman dan kebebasan; 5. mengontrol sesuatu;
6. berinteraksi sosial;
7. melihat dan memahami hal baru;
8. memperoleh kembali kreativitas (rekreasi);
9. memperoleh rasa diperlukan oleh orang lain; serta 10. melakukan aktivitas fisik dan kebugaran.
Persepsi Wisatawan
Persepsi merupakan hal penting dalam memutuskan kunjungan ke suatu destinasi wisata. Persepsi adalah sinyal informasi yang diterima melalui panca indera, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, maupun indera peraba (Hall & Page 1999). Hasil akhir dari proses persepsi adalah pembentukan gambaran mental dari suatu objek. Gambaran tersebut menjadi dasar individu dalam memandang realitas mengenai objek tersebut.
22
Konsep Daya Dukung Wisata
Konsep daya dukung diterapkan guna menjaga kualitas objek wisata dari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Beberapa konsep dan pengertian daya dukung wisata yang dikemukakan beberapa akademisi dan praktisi antara lain:
1. Lindsay (1980): fungsi kuantitas sumberdaya rekreasi (termasuk tingkat toleransi penggunaan pada objek) dilihat dari jumlah wisatawan, tipe kegiatan, desain, manajemen, serta perilaku dan sikap pengelola.
2. Mathieson dan Wall (1982 dalam Cooper et al. 1998): jumlah maksimal orang yang dapat menggunakan tapak tanpa memberikan perubahan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan dan tanpa menurunkan kualitas pengalaman wisatawan.
3. Inskeep (1991 dalam Liu 1994): jumlah maksimal orang yang dapat menggunakan tapak tanpa menimbulkan perubahan fisik lingkungan yang tidak dapat diterima serta tanpa menimbulkan dampak lanjutan pada masyarakat, ekonomi, dan budaya di kawasan wisata.
4. Pigram dan Jenkins (1999): teknik untuk membatasi jumlah maskimum orang yang masih dapat ditoleransi pada suatu sumberdaya rekreasi, tanpa merusak kondisi biofisik dan kondisi sosial pada kawasan tersebut.
5. Hall dan Page (1999): kemampuan tapak untuk menerima kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan dan degardasi sosial yang disebabkan oleh kegiatan wisata.
6. Soemarwoto (2004): kemampuan suatu daerah untuk menerima wisatawan per satuan luas dan per satuan waktu.
7. World Tourism Organisation/WTO (dalam Simon et al. 2004): tingkat penggunaan oleh wisatawan yang dapat diakomodasi suatu daerah.
8. Clivaz et al. (2004): jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung objek pada saat yang sama tanpa menyebabkan kehancuran fisik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan penurunan kualitas kepuasan wisatawan.
Hampir semua definisi berusaha menggabungkan komponen perilaku (kualitas pengalaman rekreasi) dan komponen biofisik (Saveriades 2000). Jika dirangkum maka daya dukung wisata mengandung gagasan perlindungan sumberdaya tapak (fisik, ekonomi, sosial budaya) dari penggunaan berlebihan, penjaminan tercapainya kepuasan wisatawan (psikologi), serta penyesuaian dengan kapasitas pengelola objek (manajemen).
Berdasarkan pemahaman peneliti, daya dukung yang harus dipertimbangkan pada sumberdaya rekreasi berbentuk taman bertema, yang merupakan kawasan artifisial dengan batas tapak yang jelas (terhindar dari akses bebas masyarakat sekitar) adalah daya dukung ekologi, daya dukung psikologi, serta daya dukung manajemen. Dampak yang terjadi pada taman bertema erat kaitannya dengan volume kedatangan wisatawan, sehingga dapat diasumsikan jika tercipta keadaan yang melebihi batas daya dukung maka akan menimbulkan efek domino. Batas yang terlewati akan menyebabkan terlampauinya kapasitas manajemen dan akan menyebabkan penurunan kepuasan wisatawan.
tersebut maka daya dukung yang dirujuk dalam penelitian ini adalah pengertian yang dikemukakan oleh Cooper et al. (1988), yaitu jumlah maksimal wisatawan yang dapat mengunjungi kawasan tanpa memberikan perubahan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan dan tanpa menciptakan penurunan kualitas pengalaman wisatawan.
Setiap destinasi wisata memiliki rentang daya dukung berbeda, bergantung pada sifat kegiatan yang dilakukan (jenis, intensitas, dan distribusi waktu), karakteristik pengguna, kondisi lingkungan, serta tujuan pengelolaan yang diadopsi (Pigram & Jenkins 1999). Daya dukung wisata tidak dapat dihitung hanya berdasarkan luas tapak, melainkan harus memperhatikan karakteristik lokasi dan waktu kejadian (Soemarwoto 2004) karena daya dukung bersifat site specific. Daya dukung wisata bersifat dinamis sehingga dapat berubah-ubah secara spesifik sesuai dengan waktu, tempat, dan intensitas kegiatan yang dilakukan (Cooperet al.1998).
Banyaknya definisi dan konsep daya dukung yang digagas oleh para ahli, menimbulkan banyak pengklasifikasian daya dukung. Ceballos-Lascurain (1996) membagi daya dukung menjadi 4 komponen dasar, yaitu:
1. Komponen biofisik. Komponen ini timbul dari kesadaran akan ketiadaan sistem biofisik yang mampu bertahan jika dimanfaatkan tanpa dibatasi. Kemampuan untuk mendefinisikan daya dukung biofisik sangat bergantung pada ukuran dan kompleksitas dari lingkungan tersebut.
2. Komponen sosial budaya.
3. Komponen psikologis merujuk pada jumlah maksimal wisatawan yang dapat diakomodasi oleh destinasi dalam menyediakan pengalaman wisata yang berkualitas. Hal ini bergantung pada karakteristik tapak, jumlah dan karakteristik wisatawan, serta jumlah dan jenis atraksi.
4. Komponen pengelolaan merujuk pada jumlah maksimal wisatawan yang dapat diakomodir oleh pengelola.
Daya Dukung Ekologi
Pada pelaksaan wisata sulit untuk menghindari terjadinya perubahan fisik lingkungan. Perubahan fisik semakin jelas terlihat pada tapak dengan jumlah penduduk sedikit namun memiliki volume kunjungan yang besar. Lingkungan yang semakin rapuh dan unik akan semakin rentan terhadap perubahan yang diakibatkan oleh kehadiran manusia (Cooper et al. 1998). Oleh karenanya dibutuhkan penilaian daya dukung ekologis untuk meminimalisir perubahan yang tidak diharapkan.
Daya dukung ekologis adalah tingkat penggunaan maksimum ekosistem dalam menampung jumlah pengguna ataupun jenis aktivitas yang dilakukan pada tapak sebelum menurunkan nilai ekologis yang tidak dapat diterima (Pigram & Jenkins 1999; Simon 2004). Daya dukung ekologis dipengaruhi oleh faktor alamiah (erosi, kesuburan tanah, suhu, dan curah hujan), kuat rapuhnya ekosistem, daya lenting lingkungan, kepekaan jenis vegetasi dan satwa liar, pola penggunaan ruang, dan pengelolaan yang diadopsi. Jumlah kunjungan wisatawan yang tidak lagi dapat diterima secara ekologis dapat memunculkan ganguan seperti kerusakan tanah serta gangguan terhadap habitat vegetasi dan satwa liar (Prato 2009).
24
(Seidl & Tisdell 1999). Namun Cifuentes (1992 dalam Ceballos-Lascurain 1996) mencoba memformulasikan cara menghitung daya dukung biofisik yang telah disepakati secara internasional.
Daya Dukung Psikologi
Daya dukung psikologis adalah jumlah maksimal orang yang dapat diakomodasi tapak dari segi penyediaan kualitas pengalaman yang dapat diperoleh wisatawan (Ceballos-Lascurain 1996). Daya dukung psikologis bergantung pada karakteristik tapak, jumlah dan karakteristik wisatawan, serta jumlah dan jenis atraksi. Terlampauinya daya dukung psikologis akan menurunkan kepuasan akibat adanya pengguna lain yang tidak dapat lagi ditoleransi oleh wisatawan (Cooperet al. 1998). Kehadiran pengguna lain bukan sekedar dilihat dari jumlah pengguna yang ditemui, namun lebih berhubungan dengan tingkat intensitas pertemuan dengan kelompok yang melakukan tipe kegiatan berbeda, sehingga menimbulkan konflik penggunaan ruang.
Daya dukung psikologis merupakan elemen daya dukung yang paling sulit diukur. Tidak seperti daya dukung ekologis yang masih dapat dikendalikan oleh
management actions (membatasi tingkat penggunaan), daya dukung psikologis
bernilai sangat subjektif bergantung pada setiap individu wisatawan. Kesulitan pengukuran daya dukung psikologis terjadi karena perbedaan kepekaan personal dan dipengaruhi oleh karakteristik setiap wisatawan (Pigram & Jenkins 1999; Sarveriades 2000). Dalam mengidentifikasi tingkat daya dukung psikologis, faktor yang harus dipertimbangkan yaitu:
6. Aksesibilitas di dalam tapak
7. Tingkat penggunaan dan kapasitas infrastruktur
Daya dukung psikologis berkaitan erat dengan kepuasan dan kualitas pengalaman yang sangat dipengaruhi oleh persepsi wisatawan (Mitrasinovic 2006). Penekanan pada persepsi menyebabkan daya dukung psikologis seringkali disebut sebagai daya dukung persepsi atau daya dukung perilaku (Pigram & Jenkins 1999).
Kesenjangan antara harapan dengan produk & layanan yang diterima mencerminkan pengalaman wisata sebenarnya yang mempengaruhi kepuasan wisatawan (Hall & Page 1999). Tingkat kepuasan dipengaruhi oleh given factor
tapak, seperti faktor letak, ukuran, medan, vegetasi, ragam kegiatan, serta fasilitas pendukung yang ada (Pigram & Jenkins 1999). Faktor lain yang juga
mempengaruhi yaitu kebersihan, kebisingan, keusangan tapak, harapan
Sumber: Pigram dan Jenkins (1999) diadaptasi dari Brotherton (1973)
Gambar 3 Perbedaan efek kerumunan tehadap kepuasan rekreasi di kawasan alami dan kawasan artifisial
S
at
isf
ac
ti
o
n
Wilderness Fun fair
Level of use Level of use
S
at
isf
ac
ti
o
26
3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Taman Wisata Matahari (TWM), Desa Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Secara geografis TWM terletak di antara 6°39'14.4 - 6°39'32.4 LS dan 106°54'54 - 106°55'22.8 BT. TWM memiliki luas 24.3 hektar. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 blok tema, yaitu blok A1 (rekreasi darat) seluas 8.2 hektar, blok A2 (rekreasi air) seluas 3.4 hektar, dan blok A3 (rekreasi jelajah buatan) seluas 1.4 hektar. Penelitian dilakukan selama enam bulan sejak April hingga September 2013, meliputi survei awal, pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan tesis.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengambil komponen data ekologis dan psikologis disajikan dalam Tabel 3.
Metode Pengumpulan Data
Data Parameter Psikologis Wisatawan
Pengambilan data wisatawan terdiri atas tiga kegiatan, yaitu (1) pengamatan jumlah wisatawan masuk dan keluar objek per periode waktu, (2) pengamatan luas penggunaan ruang, serta (3) wawancara persepsi kepuasan dan motivasi wisatawan. Observasi jumlah wisatawan masuk dan keluar dilakukan pada tiga Tabel 3 Komponen data ekologis dan psikologis
No Parameter Satuan Alat Metode
1 Kualitas tanah
2 Kuantitas & kualitas visual sungai
- Kedalaman
3 Kuantitas & kualitas visual rumput
- Produktivitas rumput
4 Karakteristik wisatawan Kuesioner wawancara
5 Motivasi wisatawan Kuesioner wawancara
6 Tingkat partisipasi wisatawan Kuesioner wawancara
7 Tingkat kepuasan wisatawan Kuesioner wawancara
8 Pola jumlah keluar masuk wisatawan Tally sheet observasi
pintu masuk dan keluar, observasi luas penggunaan ruang wisatawan pada blok A1 dilakukan di Lapangan Palem serta Lapangan Duren & Taman Air Mancur Naga, sedangkan pengamatan pola penggunaan wahana pada blok A2 dan A3 didekati dengan kapasitas wahana, durasi permainan, dan waktu efektif operasional setiap wahana. Wawancara dilakukan dengan menyebarkan kuesioner di dalam TWM. Ketiga kegiatan tersebut dilakukan pada waktu bersamaan.
Dengan pertimbangan kedinamisan daya dukung dan seasonalitas wisata, pengambilan sampel dilakukan bertahap dalam tiga tipe hari kunjungan, yaitu low visits,condensed visits, dan peak visits. Waktu low visits diwakili oleh hari kerja (antara hari Senin–Jumat) ketika tingkat kunjungan rendah. Condensed visits
diwakili oleh hari Sabtu ketika tingkat kunjungan sudah agak tinggi karena beberapa segmen wisatawan sudah mendapatkan libur akhir pekan. Peak visits
diwakili oleh hari Minggu, hari libur nasional, dan hari-hari pada musim libur anak sekolah ketika tingkat kunjungan mencapai puncaknya karena seluruh segmen wisatawan dianggap bebas dari rutinitas kerja harian.
Observasi dilakukan selama jam buka operasional di setiap tipe hari kunjungan dengan tiga kali pengulangan. Pencatatan data observasi dan penyebaran kuesioner dipisahkan berdasarkan empat periode waktu kunjungan. Tujuannya adalah untuk melihat perubahan proporsi aktivitas wisatawan, luas penggunaan ruang wisatawan, serta tingkat kepuasan wisatawan pada saat tingkat kepadatan area berbeda. Tingkat kepadatan area didekati dengan periode waktu kunjungan, yaitu:
1. periode 1 : jam 08.00–10.00 2. periode 2 : jam 10.00–12.00 3. periode 3 : jam 12.00–14.00 4. periode 4 : jam 14.00–16.00
Data psikologis wisatawan (motivasi, partisipasi, dan persepsi kepuasan) diambil dengan kuesioner close-ended. Responden ditentukan dengan metode
random sampling. Besar ukuran sampel responden per periode waktu kunjungan
mengacu pada saran Roscoe (1982 dalam Sugiyono 2012) yang menyatakan bahwa bila sampel dibagi dalam kategori, maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 responden. Total jumlah responden yang diambil adalah:
30 orang responden × 4 periode × 3 tipe hari kunjungan =360 orang responden
Data Parameter Ekologis
Pengambilan data parameter ekologis difokuskan pada komponen ekologis yang dipengaruhi langsung oleh aktivitas wisatawan, yaitu kualitas fisik tanah permukaan, kuantitas air sungai, serta kualitas visual vegetasi rumput. Data kualitas fisik tanah permukaan dan kualitas visual vegetasi rumput diambil karena keduanya diduga mendapatkan pengaruh langsung dari injakan wisatawan, sedangkan kuantitas air sungai diambil dengan pertimbangan digunakannya aliran sungai untuk kegiatan fun rafting. Data potensi gangguan terhadap satwa tidak diambil karena minimnya jumlah satwa yang ditemui.
Komponen data kualitas tanah yang diambil adalah persen kadar air (%) serta penetrasi tanah (Mega Pascal/MPa). Sampel tanah diambil di Lapangan Pinus, Lapangan Manggis, dan Lapangan Villa Ciliwung. Pengambilan sampel di setiap lokasi dibagi ke dalam tiga kondisi dengan kriteria:
28
2. Kondisi 2 : tanah dengan intensitas penggunaan aktivitas wisata normal. 3. Kondisi 3 : tanah dengan intensitas penggunaan aktivitas wisata tinggi.
Pengambilan sampel di setiap kondisi tanah dilakukan dengan tiga kali ulangan. Sampel kadar air tanah diambil menggunakan ring sample kedap, sedangkan data penetrasi tanah diukur menggunakan Eijkelkamp Penetrometer Digital. Total jumlah sampel tanah adalah:
3 kondisi × 3 lokasi × 3 kali ulangan=27 sampel tanah
Aspek kualitas sungai yang berhubungan dengan kegiatanfun raftingadalah debit air sungai dan kejernihan air. Pengukuran debit dan kejernihan air dilakukan pada inlet dan outlet sungai di dalam objek. Debit diukur dengan metode profil sungai, yaitu membagi lebar sungai (L) dengan interval jarak per 1 meter dan diukur kedalamannya (D). Luas penampang sungai (A) diperoleh dengan rumus:
A = L1D1 + L2D2 +…+ LnDn
Kecepatan aliran sungai (V) diukur dengan Flowatch pada setiap interval selama 5 menit (3 kali ulangan) dan dihitung kecepatan maksimalnya. Kecepatan maksimal perlu dikalikan dengan faktor koreksi kecepatan. Sungai yang diukur berkarakter dangkal, memiliki aliran bebas dengan luas penampang (A) kurang dari 10 m2. Dengan karakteristik demikian faktor koreksinya adalah 0.65 (Rahayu
et al.2009). Penghitungan debit (Q) sungai diperoleh dengan rumus: Q (m3/s) = A m2 × V (m/s)
Aspek kualitas rumput yang diukur adalah kualitas visual rumput (jumlah pucuk, panjang rumput, tinggi rebahan serta warna rumput) dan produksi hijauan rumput (% kadar air pada rumput). Lokasi pengambilan sampel rumput disamakan dengan lokasi pengambilan sampel tanah, yaitu pada 3 kondisi dengan 3 kali ulangan. Di setiap kondisi dipilih secara acak 3 plot seluas 20×20 cm. Sampel produksi bahan segar diambil di lokasi yang sama, kemudian ditimbang dan disimpan dalam plastik sampel. Total jumlah sampel rumput adalah:
3 kondisi × 3 lokasi × 3 kali ulangan = 27 sampel rumput
Rancangan Penelitian
Karakteristik Wisatawan
Ragam Kegiatan Rekreasi dan Luas Penggunaan Ruang per Wisatawan
Data ragam kegiatan rekreasi ditabulasi dan dikategorikan untuk
memudahkan analisis. Data luas penggunaan ruang wisatawan ditabulasi dan dianalisis per kegiatan per periode waktu per tipe hari kunjungan. Kemudian dicari persamaan garis yang memiliki korelasi tertinggi (R2 terbesar) antara jumlah wisatawan (x) dengan luas ruang yang digunakan (y). Tren persamaan garis yang digunakan dapat berupa tren linear, eksponensial, logaritmik, atau polinomial. Setelah tren persamaan garis terpilih, kemudian dihitung rata-rata luas ruang yang digunakan per wisatawan dengan nilai Xmaxdan Xminberdasarkan data
pengamatan.
Daya Dukung Ekologis
Daya dukung ekologis didapatkan melalui 2 tahapan yaitu penghitungan nilai daya dukung fisik dan tahap penghitungan nilai daya dukung riil yang menggacu pada rumus Cifuentes (Ceballos-Lascurain 1996). Rumus penghitungan daya dukung dijelaskan dengan empat persamaan berikut.
1. Daya dukung fisik (jumlah wisatawan yang secara fisik dapat masuk ke dalam kawasan)
PCC = A × V
a × Rf keterangan:
PCC : daya dukung fisik/Physical Carrying Capacity
A : luas efektif yang tersedia untuk pemanfaatan wisata V/a : luas yang digunakan per wisatawan per m²
Rf : faktor rotasi kawasan
2. Faktor rotasi kawasan (Rf):
Rf = lama buka operasional objek (jam) lama wisatawan di dalam objek (jam)
3. Daya dukung riil (jumlah wisatawan maksimum yang dapat diterima objek setelah mempertimbangkan faktor koreksi ekologis)
RCC = PCC × 100-CfS
RCC : daya dukung riil/Real Carrying Capacity
CfS : faktor koreksi tanah
CfQ : faktor koreksi debit air sungai CfG : faktor koreksi rumput
4. Faktor koreksi:
Cfi= MLi
MTi × 100%
keterangan:
Cfi : faktor koreksi ke-i
MLi : magnitude limitation/ukuran pembatas, selisih kondisi lapangan dengan ukuran ideal
30
“A” diperoleh dari pengurangan luas objek dengan luas area yang tidak dapat digunakan untuk kegiatan wisata (bangunan pengelola, luas jalan, dll).
“V/a” diperoleh dari hasil pengukuran luas penggunaan ruang per wisatawan. Lama wisatawan di dalam objek diperoleh dari hasil analisis jumlah wisatawan yang masuk dan keluar dari objek per periode waktu. Titik perpotongan dari
overlay grafik masuk dan grafik keluar dinyatakan sebagai lama wisatawan di dalam objek (Avenzora 2013).
Daya Dukung Psikologis
Data psikologis wisatawan yang diambil adalah data persepsi kepuasan wisatawan dan data motivasi berwisata. Data yang diperoleh berbentuk data ordinal yang menggambarkan derajat nilai sangat positif hingga nilai sangat negatif. Skala yang digunakan adalah Skala Likert, skala untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial (Sugiyono 2012). Skala
Likert dari rentang skor 1-5 diperluas menjadi skor 1-7 dengan pertimbangan karakter masyarakat Indonesia yang jarang memilih nilai ekstrim (Avenzora 2008b).
Nilai persepsi kepuasan wisatawan kemudian dianalisis menggunakan metodeImportance-Performance Analysis(IPA) dan Customer Satisfaction Index
(CSI). IPA digunakan untuk memetakan hubungan antara kepentingan dengan kepuasan dari masing-masing atribut agar dapat menganalisis tingkat kepuasan responden secara keseluruhan (Surakusumah 2012). CSI digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan wisatawan secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut produk atau jasa (Aritonang 2005).
IPA adalah analisis kuadran yang bertujuan mengelompokkan persepsi nilai kepentingan dan nilai kepuasan. IPA terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
1. Menghitung rata-rata nilai kepentingan dan kepuasan untuk setiap atribut
xi= xi
xi : bobot rata-rata tingkat penilaian kepuasan atribut ke-i
yi : bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan atribut ke-i
n : jumlah responden
2. Menghitung tingkat kepentingan dan kepuasan untuk seluruh atribut
xi= xi
xi : nilai rata-rata kepuasan atribut ke-i
yi : bobot rata-rata kepentingan atribut ke-i
3. Mengelompokkanxdanyke dalam diagram kartesius (Gambar 5).
Diagram kartesius terdiri dari empat kuadran: Kuadran 1 (pertahankan prestasi) menunjukkan bahwa atribut dianggap penting dan memiliki nilai kepuasan yang tinggi. Kuadran 2 (prioritas utama) memuat atribut yang dianggap penting namun dengan nilai kepuasan di bawah harapan wisatawan.
×
×
Gambar 4 KuadranImportance-Performance Analysis
ti
n
g
k
at
k
ep
en
ti
n
g
an
tingkat kepuasan Kuadran 2
prioritas tinggi
Kuadran 1 pertahankan
Kuadran 3 prioritas rendah
Kuadran 4 berlebihan
Tabel 4 Kriteria nilaiCustomerSatisfactionIndex
Nilai CSI Interpretasi
0.89–1.00 Sangat puas
0.76–0.88 Puas
0.64–0.75 agak puas
0.51–0.63 Biasa saja
0.39–0.50 Agak tidak puas
0.26–0.38 Tidak puas
0.14–0.25 Sangat tidak puas
Sumber: olahan peneliti (2013)
Sumber: TWM (2013)
Gambar 5 Konsep pengembangan wisata Taman Wisata Matahari Konsep Pengembangan
Wisata TWM
a. Mendidik masyarakat setempat untuk mengelola dan menjaga keindahan alam.
b. Mendidik pengunjung untuk menghargai dan menjaga alam.
c. Melatih pengelola untuk mengelola alam yang berkelanjutan
a. Meningkatkan nilai ekonomi daerah wisata. b. Meningkatkan masyarakat penduduk setempat. c. Membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk
setempat.
d. Meningkatkan pendapatan daerah khususnya daerah kabupaten.
a. Menjaga kelestarian alam.
b. Membangun daerah konservasi alam.
c. Menggali dan mengembangkan potensi keindahan alam.
d. Memberdayakan sumberdaya masyarakat setempat.
Lingkungan
Ekonomi
objek agar kondisi keindahan lingkungan dapat terjaga dengan baik. Upaya tersebut dilakukan dengan mengimplementasikan konsep pengembangan wisata (Gambar 5) dan menumbuhkan kesadaran pegawai (masyarakat lokal) untuk ikut serta menjaga kelestarian lingkungan agar tercipta suasana nyaman untuk berwisata.
Daya Tarik Wisata
Bentang alam khas pegunungan dan aliran Sungai Ciliwung merupakan aset daya tarik wisata TWM. Ragam kegiatan yang ditawarkan juga menjadi daya tarik objek ini. TWM menawarkan kegiatan rekreasi darat (berpiknik, outbond, makan-makan, beristirahat, berfoto, bermain), kegiatan rekreasi air (pasif: perahu naga, perahu motor, terapi ikan; aktif: water ball, rowing boat, paddle boat, perahu karet, arung jeram, tangkap ikan, renang), kegiatan outbound (flying fox,
trampoline, wall climbing, permaian high rope untuk anak lainnya), kegiatan rekreasi jelajah buatan (wahana anak: Matahari Fantasi,Children Adventure Park,
Stinger; wahana jelajah: taman burung, rumah hantu, labirin, theater 4D, areal ATV), serta wisata belanja dan kuliner.
Faktor lain yang menjadi daya tarik TWM yaitu kelengkapan fasilitas serta keterjangkauan harga yang ditawarkan. Beberapa fasilitas, sarana dan prasarana yang dimiliki TWM antara lain areal parkir, loket, pusat informasi, villa/cottage, aula, saung/gazebo, lapangan, kolam renang, kolam rekreasi air, danau buatan, serta fasilitas transportasi internal seperti mobil wara-wiri, Kereta Thomas, dan sepeda wisata.
Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu elemen penting dalam pengelolaan objek wisata massal dengan lahan yang luas. Dibutuhkan sumberdaya manusia yang tidak sedikit dalam mengoperasikan TWM. Jumlah pegawai TWM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 pegawai TWM hanya berjumlah 71 orang, dan kini meningkat hingga 424 orang pada tahun 2011. Dalam mewujudkan prinsip-prinsip ekowisata, paling tidak SDM harus memiliki dua kompetensi utama, yaitu pariwisata dan konservasi (Ditjen PHKA & JICA 2000). Kompetensi tersebut dapat diindikasikan berdasarkan tingkat pendidikan. Tidak sepenuhnya mudah menganggap tingkat pendidikan sebagai indikator kompetensi, namun paling tidak tingkat pendidikan dapat menunjukkan kemampuan berpikir analitis, sintesis dan pemecahan masalah (Basuni & Kosmaryandi 2008).
Pendidikan formal pegawai yang bekerja dalam bidang pelayanan wisata Tabel 5 Sumberdaya manusia berdasarkan status kepegawaian dan tingkat pendidikan
No Sumberdaya manusia Jumlah %
1 Status kepegawaian Tetap 124 29.2
Tidak tetap 300 70.8
2 Tingkat pendidikan SD 26 6.1
Sumber: TWM (2013)
Gambar 6 Pertumbuhan jumlah wisatawan TWM periode 2008–2012
540
1,066
1,901 1,793 1,814
-500 1,000 1,500 2,000
2008 2009 2010 2011 2012
(d
al
am
ri
b
u
)
Tabel 6 Profil wisatawan TWM
No Persentase
(%)
1 Jenis kelamin Pria 48.1
Wanita 51.9
2 Usia 13-19 tahun 30.3
20-29 tahun 25.6
30-39 tahun 24.2
40-49 tahun 15.0
>50 tahun 5.0
4 Domisili Kota dan Kabupaten Bogor 27.5
Provinsi Jakarta 41.7
Tidak bekerja/ibu rumah tangga 18.4
7 Penghasilan Tidak berpenghasilan 52.2
< Rp 1.000.000 4.4
Rp 1.000.000–2.900.000 15.3 Rp 3.000.000–4.900.000 14.1
> Rp 5.000.000 3.9
8 Pergi wisata Sendiri 1.9
Keluarga 40.0
Teman kerja 33.9
Kelompok warga 10.3
Teman sekolah 13.9
10 Lama kunjungan 2-3 jam 7.5
4-5 jam 46.6
6-7 jam 34.7
8 jam 11.1
11 Frekuensi kunjungan 1 kali 46.1
2 kali 25.8
3-5 kali 20.0
>5 kali 8.1
12 Kunjungan sebelumnya 1-3 bulan yang lalu 14.4
3-6 bulan yang lalu 8.6
>6 bulan yang lalu 30.8