• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analyze of Potential and Ecological Carrying Capacity of Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi Beach for Coastal Tourism, Diving and Snorkeling in Sijuk, Belitung District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analyze of Potential and Ecological Carrying Capacity of Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi Beach for Coastal Tourism, Diving and Snorkeling in Sijuk, Belitung District"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

WISATA SELAM DAN SNORKELING

DI KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG

ALDINO AKBAR

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Potensi dan Daya Dukung Ekologi Kawasan Wisata Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi untuk Wisata Pantai, Wisata Selam dan Snorkeling di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Aldino Akbar NRP. C252090191

(4)

Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi untuk Wisata Pantai, Wisata Selam dan Snorkeling di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Dibimbing oleh Hefni Effendi dan Isdradjad Setyobudiandi.

Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi merupakan objek wisata pantai yang menjadi tujuan utama bagi wisatawan lokal, domestik, maupun wisatawan manca negara di Kabupaten Belitung. Akibatnya kedua objek wisata tersebut selalu ramai didatangi oleh wisatawan, bahkan kondisinya bisa menjadi sangat ramai dan padat bila ada penyelenggaraan acara tertentu. Kondisi tersebut tentu saja akan memperbesar potensi terjadinya degradasi lingkungan dan keindahan alam di dalam objek wisata tersebut, sehingga dapat mengancam pengembangan dan keberlanjutan industri wisata. Selain kondisi alam pantainya sangat indah, di perairan kedua objek wisata pantai tersebut juga terdapat ekosistem terumbu karang yang belum dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata dan mungkin berpotensi untuk dijadikan objek wisata bahari sebagai tempat aktivitas menyelam dan snorkeling. Besarnya potensi tersebut dapat diketahui dari tingkat kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut untuk dijadikan objek wisata selam dan snorkeling. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar potensi dan tingkat kesesuaian wisata ekosistem terumbu karang di kedua perairan ini.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis : (1) Kondisi dan kesesuaian ekosistem terumbu karang di peraian pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi untuk dikembangkan sebagai objek wisata selam (diving) dan snorkeling. (2) Daya dukung ekologi wisata pantai di pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi. (3) Daya dukung ekologi wisata selam (diving) dan

snorkeling di ekosistem terumbu karang yang terdapat di perairan pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi.

Penelitian ini dilakukan di objek wisata pantai Tanjung Kelayang dan pantai Tanjung Tinggi yang terletak di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Adapun metode yang digunakan meliputi Indeks kesesuaian wisata dan besarnya kapasitas lingkungan untuk menampung jumlah wisatawan. Pengambilan data dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan eksploratif. Pengambilan data biofisik lapangan untuk komunitas karang menggunakan metode garis menyinggung, untuk komunitas ikan karang menggunakan metode pencacahan langsung, untuk mengetahui luasan area pantai dan karang dengan menggunakan metode tracking

GPS. Pengukuran beberapa parameter fisik dilakukan secara insitu. Data pelengkap dan pembanding didapatkan dengan melakukan wawancara dengan

(5)

masih tergolong sangat baik. Hanya terdapat satu lokasi yang terkategori sangat sesuai untuk aktivitas wisata snorkeling di perairan Tanjung Kelayang, yaitu di stasiun 4, sedangkan lima stasiun penelitian lainnya terkategori cukup sesuai. Hasil analisis data menunjukkan bahwa seluruh stasiun pengamatan di perairan Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi terkategori cukup sesuai untuk wisata selam. Perairan pantai Tanjung Kelayang memiliki daya dukung sebesar 91 wisatawan/hari untuk wisata selam dan 76 wisatawan/hari untuk snorkeling. Namun, bentuk pertumbuhan tutupan karang mengisyaratkan bahwa stasiun 1, 2 dan 3 adalah cukup rentan dan stasiun 4 sangat rentan untuk terjadi kerusakan akibat kayuhan fin penyelam. Sedangkan di pantai Tanjung Tinggi, daya dukung untuk wisata selam adalah sebesar 182 wisatawan dan 152 wisatawan/hari untuk wisata snorkeling. Akan tetapi, ekosistem terumbu karang di stasiun 5 memiliki kondisi cukup rentan dan di stasiun 6 tidak rentan untuk terjadinya kerusakan karang.

Daya dukung untuk aktivitas wisata pantai di pantai Tanjung Kelayang adalah sebesar 288 wisatawan/hari dan di pantai Tanjung Tinggi adalah sebesar 98 wisatawan/hari. Informasi yang didapat dari pihak pengelola mengatakan bahwa jumlah kunjungan wisatawan di pantai Tanjung Kelayang rata-rata adalah tidak kurang dari 300 wisatawan/hari, sedangkan di Pantai Tanjung Tinggi tidak kurang dari 500 wisatawan/hari. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi sudah melebihi batas daya dukung pantainya sedangkan ekosistem terumbu karang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai objek wisata bahari untuk selam dan snorkeling. Hal tersebut mengisyaratkan pihak pengelola perlu mengoptimalkan pemanfaatan wilayah perairan untuk pengembangan pariwisata. Selain itu juga perlu dilakukan penambahan fasilitas dan akomodasi wisata.

(6)

Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi Beach for Coastal Tourism, Diving and Snorkeling in Sijuk, Belitung District. Under direction of Hefni Effendi and Isdradjad Setyobudiandi.

Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi beach are the main coastal tourism destination in Belitung district for local, domestic and foreign country tourists. That’s why both coastal tourism objects always visited by many tourists and the condition can be saturated when special even is holded there. The saturated condition can stimulates the potential of environment and the beauty of nature degradation there become larger that will threat the sustainability of the tourism it selves. Except for the beautiful beach feature, there are also coral reef ecosystem in both of Tanjung kelayang and Tanjung Tinggi sea water which may have potential becoming marine tourism object for diving and snorkeling that have not been used as a attractive feature to attract the tourists. Therefor, it’s need to be done a research to reveal the potential of the coral reef ecosystem and it’s level of suitability as a marine tourism destination spot for diving and snorkeling.

The general goal of this research are to analyse : (1) The condition and the suitability level of coral reef ecosystem that existed in Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi sea water to be develoved as a marine tourism objects for diving and snorkeling. (2) The Ecological carrying cappacity of beach and sand tourism activities at Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi beaches. (3) The ecological carrying cappacity of diving and snorkeling activities on coral reef ecosystems that existed in Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi sea waters.

This research is conducted at coastal tourism objects Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi which is sited at Sijuk subdistrict, Belitung district. The methods are used are suitability tourism index and the capacity of tourism destination area to receive and accommodate the visitors. The observation for biological and physics of coral reef community data collecting used line intercept transect method, while the observation and data collecting for reef fishes community uses visual cencus method, and to collect data the extensive of coral reef area and shore area are using Global Possitioning System (GPS) tracking method. Some of physics parameter are measured on the research site. Complemented and comparising datas that are needed are collected by interviewing with the stakeholders. Analysis methods to the datas for knowing the tourism suitability is used matrix method which involved some physic and biological parameters. Analysis methods for shore ecological carrying capacity, coral reef ecosystem, fresh waters and accommodation are counted based on parameters which is collected from the measurements on the sites, then it’s used to determine the better management system descriptively.

(7)

visitors per day for snorkeling activity. The lifeform of coral reef presupposing that observation sation 1, 2 and 3 are susceptible enough while the station 4 is very susceptible to be broken by divers fin kicks. Tanjung Tinggi has the carrying capacity for diving and snorkeling activity as many as 182 visitors per day and 152 visitors per day respectively. But then, the coral reef ecosystem at station 5 posses susceptible condition while the station 6 is not susceptible to coral destruction by divers fin kicks.

The carrying capacity of shore based tourism activity at Tanjung Kelayang beach is 288 visitors per day while at Tanjung Tinggi is 98 visitors per day. Informations which is collected from the manager of the site says that the average visits of tourists at Tanjung Kelayang beach is at least 300 visitors per day, while at Tanjung Tinggi beach is at least 500 visitors per day. Based on that conditions, it can be said that the visitors of Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi beach are exceed it’s ecological carrying capacity, but, the coral reef ecosystem in the sea water has not been used optimally as a marine tourism object for diving and snorkeling. Those all things presupposing that the managers of the Tanjung Kelayang and Tanjung Tinggi need to optimize the use of sea water area to develop the tourism there. Besides that, it is very needed to build more infrastructure, facility and accommodation for the visitors in quantity and quanlity means.

(8)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

WISATA SELAM DAN SNORKELING

DI KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG

ALDINO AKBAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Kabupaten Belitung

Nama : Aldino Akbar

NIM : C252090191

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Hefni Effendi, MPhil

Ketua

Dr.Ir.Isdradjad Setyobudiandi,MSc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr

(12)

berkat dan ridho-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Analisis Potensi dan Daya Dukung Ekologi Kawasan Wisata Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi untuk Wisata Pantai, Wisata Selam dan

Snorkeling di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis hingga menyelesaikan studi ini, sebagai berikut :

1. Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku anggota atas segala arahan dan bimbingan kepada penulis mulai dari penyusunan Proposal Penelitian sampai penulisan Tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku dosen Penguji Luar Komisi, yang telah bersedia menjadi penguji dan atas saran dan masukan yang sangat berharga demi perbaikan tesisi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan atas segala arahan selama masa studi.

4. Rekan & teman yang telah membantu proses pengambilan data Rizza Muftiadi, Dedy dll.

5. Teman-teman Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Angkatan 16 Tahun 2009 Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Mohammad Akbar, Fery Kurniawan, James Walalangi, Mohamad Sayuti Djau, Mochamad Idham Shilman, Sudirman Adibrata, Syultje M. Latukolan, Suryo Kusumo, RM. Puji Rahardjo, Dewi Dwi Puspitasari Sutedjo, Ita Karlina, Al Azhar, Rieke Kusuma Dewi, Yofi Mayalanda, Destilawaty, Andi khodijah).

6. Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada kedua orang tua, ayahanda Sahani Saleh dan ibunda Asmara yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan bantuan dan doa. Terimakasih yang tak terhingga bagi istriku Ana Chandra Sari & putraku tercinta Irsyadzaky Sandriano serta atas segala bantuannya dari adekku Dedek Kusvianti.

Akhirnya, terima kasih dan hormat yang sangat mendalam penulis persembahkan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa. Penulis berharap, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Bogor, Juli 2013

(13)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Kerangka Pemikiran 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Deskripsi Wisata Pantai dan Wisata Bahari 5 Dampak Pariwisata Terhadap Ekosistem Pantai dan Terumbu

Karang 7

Konsep Daya Dukung Wisata 11

Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang 12

Daya Dukung Wisata Berkaitan Dengan Ketersediaan Air Tawar 13

3 METODOLOGI 14

Waktu dan Lokasi Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Pengumpulan Data 14

Penentuan Potensi Ekosistem Terumbu Karang 14

Pengamatan Komunitas Karang 15

Pengamatan Komunitas Ikan Karang 16

Pengukuran Parameter Fisik Perairan 16

Kecerahan Perairan 18

Kecepatan Arus 18

Kedalaman Terumbu Karang 18

Pengukuran Parameter Kimia Perairan 19

Analisis Data 19

Analisis Data Biofisik dan Parameter Fisik Perairan 19 Persen Penutupan Karang Hidup dan Jumlah Lifeform

Karang 19

Jumlah Spesies Ikan Karang 19

Kecerahan Perairan 19

Kecepatan Arus 20

Analisis Kesesuaian Wisata Snorkeling 20

Analisis Kesesuaian Wisata Selam 21

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata 22

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Pantai 22 Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Selam dan

Snorkeling 23

Analisis Daya Dukung Ekolgi Wisata Berdasarkan

(14)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Kondisi Umum Daerah Penelitian 27

Kondisi Umum Desa Keciput 28

Kondisi Umum Pengelolaan Pantai Tanjung Kelayang 30 Kondisi Umum Pengelolaan Pantai Tanjung Tinggi 31

Kondisi Ekosistem Terumbu Karang 32

Kondisi Komunitas Karang 32

Kondisi Komunitas Karang di Perairan Pantai Tanjung

Kelayang 34 Kondisi Komunitas Karang di Perairan Pantai Tanjung

Tinggi 36

Kondisi Komunitas Ikan Karang 38

Indeks Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkeling 42

Konsentrasi Nitrat & Fosfat Perairan 45

Daya Dukung Ekologi Wisata 47

Daya Dukung Ekologi Wisata Pantai 47

Daya Dukung Ekologi Wisata Selam dan Snorkeling 48 Daya Dukung Ekologi Wisata Selam dan Snorkeling di

Pantai Tanjung Kelayang 48

Daya Dukung Ekologi Wisata Selam dan Snorkeling di

Pantai Tanjung Tinggi 50

Daya Dukung Akomodasi Wisata 52

Daya Dukung Air Tawar 54

Daya Dukung Air Tawar di Pantai Tanjung Kelayang 54 Daya Dukung Air Tawar di Pantai Tanjung Tinggi 56

Strategi Pengelolaan 57

5 KESIMPULAN DAN SARAN 60

Kesimpulan 60

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 69

(15)

1 Kebutuhan Data, Alat, Bahan dan Metode Yang Digunakan

Dalam Penelitian 15

2 Kategori pengamatan data komunitas karang 17 3 Matriks kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata

snorkeling

20

4 Matriks kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata selam 21 5 Jenis pekerjaan dan jumlah pekerja di Desa Keciput Tahun 2011 28 6 Hasil pengamatan komunitas karang di perairan pantai Tanjung

Kelayang dan Tanjung Tinggi 33

7 Nilai indeks mortalitas karang (IMK) 34

8 Jumlah spesies dan kelimpahan ikan karang di tiap stasiun pengamatan dan di kawasan perairan pantai Tanjung Kelayang

dan Tanjung Tinggi 38

9 Jumlah spesies, kelimpahan ikan karang, persen penutupan karang hidup dan jumlah liveform karang di tiap stasiun

pengamatan 41 10 Nilai indeks kesesuaian wisata tiap stasiun pengamatan 42 11 Hasil pengukuran parameter kesesuaian wisata selam dan

snorkeling 43

12 Kesesuaian wisata tiap stasiun pengamatan 45 13 Hasil pengukuran fosfat dan nitrat di perairan Tanjung Kelayang

dan Tanjung Tinggi 45

14 Luas ekosistem terumbu karang di tiap stasiun pengamatan 49 15 Nilai daya dukung ekologi untuk wisata selam dan snorkeling

beserta jumlah wisatawan per trip di pantai Tanjung Kelayang 49 16 Persen penutupan karang hidup dengan bentuk pertumbuhan

ACB, ACT, CB, CF di perairan pantai Tanjung Kelayang 50 17 Nilai daya dukung ekologi untuk wisata selam dan snorkeling

beserta jumlah wisatawan per trip di pantai Tanjung Tinggi 51 18 Hasil pengukuran contoh sumur di pantai Tanjung Kelayang 55 19 Debit air sumur contoh di kawasan pantai Tanjung Tinggi 56

(16)

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Peta Lokasi Penelitian 14

3 Pengamatan ikan karang dengan metode pencacahan langsung 18 4 Peta kondisi pantai Tanjung Kelayang dan lokasi penelitian 31 5 Peta kondisi pantai Tanjung Tinggi dan lokasi penelitian 32 6 Peta daya dukung dan kerentanan ekosistem terumbu karang di

perairan pantai Tanjung Kelayang 50

7 Peta daya dukung dan kerentanan ekosistem terumbu karang di

(17)

1 Hasil penghitungan tutupan ekosistem terumbu karang di tiap

stasiun pengamatan 70

2 Hasil penghitungan jumlah family, spesies dan kelimpahan ikan

karang di perairan Tanjung Kelayang 72

3 Hasil penghitungan jumlah family, spesies dan kelimpahan ikan

(18)

Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi merupakan objek wisata pantai yang terdapat di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Belitung, kedua objek wisata pantai tersebut termasuk ke dalam wilayah yang peruntukkannya adalah untuk pengembangan pariwisata. Kedua pantai tersebut merupakan tujuan utama bagi wisatawan lokal untuk berwisata, khususnya pada hari libur. Jumlah wisatawan yang ramai dan padat selalu terkonsentrasi di kedua pantai ini. Jumlah wisatawan akan bertambah padat pada saat saat hari-hari libur atau diselenggarakannya even-even khusus yang rutin diselenggarakan seperti “Festival Muang Jong”, “Sail Belitung”, dll. Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi merupakan objek wisata alam (nature-based tourism) yang mengandalkan keindahan alam berupa hamparan pasir putih halus yang panjang membentang, susunan bebatuan granit besar yang unik dan air lautnya yang jernih membiru. Pariwisata berbasiskan alam adalah pariwisata yang menampilkan/ menyajikan alam, dan merupakan bagian yang penting dari industri pariwisata dunia (Lindberg dkk 1998).

Sampai saat ini, bentuk pengelolaan objek wisata pantai Tanjung Kelayang adalah wisata masal (mass-tourism) yang berupaya mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, sehingga pihak pengelola akan lebih banyak mendapatkan keuntungan dari tiket masuk bila semakin banyak wisatawan yang datang. Pantai Tanjung Tinggi belum ada pengelolaan seperti tersebut, dan setiap wisatawan bebas masuk untuk menikmati keindahan alam tanpa harus membayar. Bila kondisi seperti tersebut di atas terus berlanjut, maka potensi untuk terjadinya kerusakan lingkungan dan ekologi di kedua pantai tersebut juga akan semakin besar. Kerusakan lingkungan yang telah terjadi di kedua pantai tersebut adalah banyaknya sampah yang mengotori pantai, dan khusus di Pantai Tanjung Tinggi, batu-batu besar di sekitar pantai tersebut telah banyak yang tercoret-coret oleh wisatawan sehingga mengurangi keindahannya. Aktivitas wisata masal diperkirakan bertanggungjawab terhadap timbulnya dampak negatif yang paling buruk dari pariwisata. Di antara semua jenis aktivitas bersenang-senang, wisata masal adalah yang paling sering harus bertanggungjawab terhadap kerusakan yang berkaitan dengan pariwisata (Budeanu 2005). Kekhawatiran terbesar yang dapat terjadi bila terjadi kerusakan lingkungan dan ekologi, maka keberlanjutan pariwisata di tempat tersebut dapat terancam. Hal tersebut dikarenakan objek wisata yang bersifat nature-based, keberlanjutannya sangat tergantung pada kondisi alam sebagai daya tarik utama bagi wisatawan. Pariwisata yang bersifat nature-based di masa yang akan datang akan sangat tergantung pada sumberdaya alam tersebut dan membutuhkan akses-akses pada lingkungan alami yang berkualitas tinggi (Priskin 2001).

(19)

berkurangnya kenyamanan yang bermuara pada tidak tercapainya tujuan berwisata, padahal, potensi keindahan alam yang terdapat di bawah lautnya belum dimanfaatkan dengan optimal. Adapun aktivitas wisata yang biasa dilakukan di ekosistem terumbu karang tersebut yaitu menyelam (diving) dan snorkeling. Atau dengan kata lain, mungkin dapat dilakukan pengembangan wisata di kedua pantai tersebut yang semula hanya berorientasi pada pantai saja menjadi objek wisata pantai dan wisata bahari. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, terdapat ekosistem terumbu karang di perairan sekitar Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi. Namun, belum diketahui seberapa besar potensi dan kesesuaiannya untuk dijadikan objek wisata selam dan snorkeling. Sehingga, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar potensi tersebut berdasarkan analisis kesesuaiannya.

Aspek keindahan alam, lingkungan dan ekologi yang terjaga pada objek wisata yang mengandalkan keindahan alam merupakan hal yang penting sebagai daya tarik utama wisatawan, sehingga diperlukan keseimbangan antara jumlah wisatawan yang datang dengan tetap terjaganya keindahan alam di objek wisata tersebut. Pengaruh fisik yang bersifat merugikan mungkin dapat dikurangi jika terjadi hubungan simbiotik antara pariwisata yang bersifat nature-based dengan konservasi, hal tersebut jika pariwisata dikembangkan dengan cara berkelanjutan secara ekologi (Priskin 2001). Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencapai pengembangan pariwisata yang berkelanjutan secara ekologi tersebut adalah dengan menentukan daya dukung ekologi suatu objek wisata. Maka dari itu, selain mengetahui besarnya potensi ekosistem terumbu karang di kawasan tersebut, juga perlu dilakukan analisis daya dukung ekologi pada objek wisata pantai dan objek wisata bahari (ekosistem terumbu karang) yang terdapat di Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi tersebut.

Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada objek wisata pantai Tanjung Kelayang dan pantai Tanjung Tinggi tersebut, yaitu :

1. Bagaimana kesesuaian ekosistem terumbu karang di perairan pantai Tanjung Kelayang dan pantai Tanjung Tinggi tersebut untuk dikembangkan sebagai objek wisata selam (diving) dan snorkeling.

2. Bagaimana daya dukung ekologi untuk wisata pantai di pantai Tanjung Tinggi dan di pantai Tanjung Kelayang.

3. Bagaimana daya dukung ekologi untuk wisata selam dan snorkeling di ekosistem terumbu karang yang terdapat di perairan pantai Tanjung Tinggi dan pantai tanjung Kelayang.

Kerangka Pemikiran

(20)

kondisi ekosistem terumbu karang dan tingkat kesesuaiannya untuk dijadikan objek wisata selam dan snorkeling. Agar wisata pantai dan wisata bahari dapat terlaksana secara berkelanjutan dan ekosistem pantai dan ekosistem terumbu karang di perairannya dapat terus terjaga dan lestari, maka perlu diketahui daya dukung untuk wisata pantai dan wisata bahari di kedua objek wisata tersebut. Adapun bagan alir kerangka pemikiran pada penelitian ini seperti yang digambarkan pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dengan pencapaian tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui kondisi dan kesesuaian ekosistem terumbu karang di peraian pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi untuk dikembangkan sebagai objek wisata selam (diving) dan snorkeling.

2. Mengetahui daya dukung ekologi wisata pantai di pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi.

3. Mengetahui daya dukung ekologi wisata selam (diving) dan snorkeling di ekosistem terumbu karang yang terdapat di perairan pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi.

Manfaat Penelitian

(21)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Data Biofisik Pantai

Analisis Daya Dukung Wisata

Pantai

Daya Dukung Ekologi Wisata

Pantai

Analisis Kesesuaian Wisata Selam &

Snorkeling

Pariwisata Berkelanjutan

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Selam

& Snorkeling

Daya Dukung Wisata Selam & Snorkeling Daya dukung ekologi

wisata pantai

Data Biofisik Ekosistem Terumbu Karang

Sesuai ? Daya dukung ekologi di

wisata Tanjung Kelayang & Tanjung Tinggi

Kesesuaian terumbu karang sebagai objek wisata selam &

snorkeling

Ya

Upaya Peningkatan Kelas Kesesuaian

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Wisata Pantai dan Wisata Bahari

Pariwisata menurut Agenda 21 untuk perjalanan dan industri pariwisata tahun 1996 adalah seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya untuk jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai (leisure), bisnis dan berbagai maksud lain (www.world-tourism.org). Pariwisata di Indonesia menurut UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990 pasal 1 (5) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidangnya.

Berikut adalah definisi-definisi pariwisata yang biasa digunakan. Pariwisata yaitu pergerakan temporal ke daerah-daerah tujuan di luar rumah dan tempat kerja, aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan selama tinggal disana, dan fasilitas-fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan (Mathieson & Wall 1982). Sebuah studi terhadap permintaan dan penyediaan akomodasi dan pelayanan-pelayanan yang mendukung untuk tinggal jauh dari rumah, dan pola-pola yang dihasilkan dari pengeluaran, penghasilan, dan pekerjaan (Ryan 1991). Hal-hal yang dicari orang-orang yang menguntungkan secara psikologi yang meningkat dari pengalaman-pengalaman di tempat-tempat baru, dan situasi-situasi baru yang durasinya temporer, sementara bebas dari keharusan pekerjaan, atau pola-pola normal kehidupan sehari-hari di rumah (McIntosh & Goeldner 1991). Akan tetapi, definisi ini dapat diperbaiki. Pertama, bagian terakhir sepertinya terlalu menyulitkan dan membatasi, dan penghilangannya dapat meningkatkan ekspresi ekonomi. Kedua, istilah komunitas setempat dapat dikembangkan menjadi komunitas setempat dan komunitas lingkungan untuk memperhitungkan lingkungan fisik seperti komunitas manusia. Ketiga, perlu dipertimbangkan tidak hanya bisnis dan individu di dalam pembangkitan pariwisata negara tetapi juga pemerintah, masyarakat, dan lingkungan dalam pengembangan negara-negara ini. Sehingga, definisi pariwisata yang dimodifikasi seharusnya dibaca : Penjumlahan dari fenomena dan hubungan-hubungan yang bangkit dari interaksi dalam pembangkitan dan negara-negara penyelenggara pariwisata, penyedia bisnis, pemerintahan, masyarakat dan lingkungan (Tribe 1997).

Dahuri et al. (2004) menyatakan bahwa daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan, seperti misalnya kehidupan di bawah air, bentuk pantai (gua-gua, air terjun, pasir dan sebagainya), dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuh-tumbuhan, burung dan hewan-hewan lain. Karena daya tariknya, maka daerah pesisir sering menjadi tujuan utama para wisatawan. Daerah pesisir secara fisik dapat dibagi menjadi daerah daratan dan perairan, sehingga berdasarkan kondisi tersebut, maka aktivitas wisata di daerah pesisir bisa diklasifikasikan sebagai wisata pantai dan wisata bahari.

(23)

berperahu, ekoturisme berbasis pesisir dan laut, pelayaran, berenang, rekreasi memancing, snorkeling dan menyelam (Miller & Auyong 1991; Miller 1993). Wisata bahari sangat erat berkaitan dengan konsep wisata pesisir tetapi juga termasuk wisata berbasis laut seperti memancing di laut dalam dan pelayaran menggunakan kapal pesiar. Orams (1999) mendefinisikan wisata bahari termasuk aktivitas rekreasi dengan bepergian dari tempat tinggal untuk fokus pada lingkungan laut (air yang bersalinitas dan dipengaruhi pasang-surut). Yayasan biologi dan rekreasi juga menekankan bahwa wisata pesisir dan laut harus juga memasukkan aktivitas-aktivitas yang berbasis di pantai, seperti pengamatan paus dari pantai, berjalan di batu karang, kapal layar dan kegiatan berlayar/pesiar, di dalam keseluruhan keinginan wisata bahari (Hall 2001).

Anonimous diacu dalam Aryanto (2003) berpendapat bahwa wisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berlandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Daya tarik itu mencakup perjalanan dengan moda laut, kekayaan alam bahari serta peristiwa-peristiwa yang diselenggarakan di laut dan di pantai, seperti misalnya lomba memancing, selancar, menyelam, lomba layar, olah raga pantai, dayung, upacara adat yang dilakukan di laut. Wisata bahari dalam PPRTKIM (1995) didefinisikan sebagai kumpulan dari segala bentuk wisata yang berhubungan dengan laut, mulai dari wisata di pesisir pantai, wisata di permukaan laut (berenang, snorkeling, berlayar, berselancar dan sebagainya) bahkan sampai wisata di dasar laut (selam, selam SCUBA). Supriharyono (2000) menyatakan bahwa daerah pantai yang mempunyai ekosistem terumbu karang, hewan-hewan laut yang beraneka ragam dan pantai pasir putih secara alamiah akan memberikan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Andalan utama kegiatan wisata bahari yang banyak diminati oleh para wisatawan adalah aspek keindahan dan keunikan terumbu karang. Terumbu karang dapat dimanfaatkan untuk objek wisata bahari karena memiliki nilai estetika yang sangat tinggi. Dari definisi-definisi di atas, maka dapat diasumsikan bahwa wisata selam merupakan salah satu bentuk dari wisata bahari yang fokus pada menikmati keindahan alam bawah laut seperti keindahan ekosistem terumbu karang dll.

Hal yang menarik bagi penyelam di terumbu karang adalah petualangan untuk memasuki medium untuk menikmati kebebasan dari grafitasi dan kemampuan bergerak secara bebas dalam tiga dimensi. Pemandangan menarik dapat ditingkatkan oleh struktur-struktur tiga dimensi seperti bebatuan, karang atau kapal tenggelam (wreck). Jika pemandangan tersebut ditambah dan dihuni oleh organisme-organisme yang beraneka warna, hal tersebut menyediakan atraksi tambahan dan pada puncaknya yaitu hewan-hewan yang besar dan berbahaya dapat diamati, menjadikannya semakin lengkap (Van Treek & Schumacher 1998).

(24)

Pariwisata Austraia Barat dan Departemen Konservasi dan Manajemen Lahan 1997). Baik pariwisata berbasiskan alam dan ekowisata keduanya bergantung pada sumberdaya alam. Penggunaan yang lebih berani dari area alam termasuk, mengendarai off-road, memanjat tebing dan menyelam (Wong 1998; Orams 1999). Teori pariwisata telah mengenal kunci pentingnya kualitas lingkungan untuk menjamin daya saing dari kebanyakan tipe daerah tujuan wisata (Inskeep 1991; Mihalic 2000). Dengan demikian, daerah yang alami memiliki peran yang penting dalam mempromosikan produk wisata.

Dampak Pariwisata Terhadap Ekosistem Pantai dan Terumbu Karang Lingkungan pesisir, utamanya garis pantai berpasir lebih rentan terhadap pengaruh fisik yang bersifat negatif (Wong 1998; Orams 1999). Pengaruh negatif terhadap pesisir termasuk degradasi pada bukit pasir (dune), hilangnya keanekaragaman, erosi, eutrofikasi dan pengotoran (Wong 1998; Agen Pemerintah Jerman untuk Konservasi Alam 1997). Jika sumberdaya yang menjadi dasar tersebut berkurang maka potensi untuk menarik wisatawan juga berkurang (Priskin 2001). Pariwisata dapat berdampak membahayakan lingkungan fisik dan laut yang sekarang telah banyak diketahui (Hanna & Wells 1992). Akan tetapi, bahwa pariwisata secara otomatis memiliki pengaruh-pengaruh negatif, sekarang telah menjadi suatu kebenaran di dalam banyak literatur perjalanan di jaman sekarang ini. Tidak diragukan lagi, pengembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang jelek dapat merusak lingkungan alami, tetapi pemahaman keseluruhan dari interaksi antara pariwisata dan lingkungan utamanya di daerah pesisir sangat sedikit, dengan debat tentang dampak pengembangan pariwisata sering berhadapan dalam keadaan umum dibanding hasil penelitian ilmiah tentang dampak pariwisata di suatu lingkungan yang spesifik atau terhadap suatu spesies spesifik (Hall 1996). Walaupun demikian, peningkatan perekonomian pariwisata yang signifikan, pertumbuhan aktivitas pariwisata yang berbasis alam, dan keinginan banyak konsumen untuk merasakan pengalaman di lingkungan yang alami dari gambaran wisata telah berkontribusi pada peningkatan dalam penelitian dampak fisik dari pariwisata (Hanna & Wells 1992).

(25)

paling penting penyebab dampak negatif pada lingkungan pesisir dan laut yang sensitif (WWF 2001).

Secara ekologi, ekspansi aktivtas rekreasi mungkin mengancam daerah yang belum terganggu dan daerah-daerah hutan belantara demi keuntungan ekonomi jangka pendek (Wanhill & Buhalis 1999; Hohl & Tisdell 1995). Ekspansi aktivitas rekreasi tersebut merubah komposisi flora dan fauna, menciptakan polusi, erosi dan pengaruh-pengaruh secara visual, dan merusak sumberdaya alam (Cooper et al. 1998). Aktivitas rekreasi mengganggu sistem ekologi melalui berbagai cara (Garrigos et al. 2004). Dampak aktivitas rekreasi dapat menyebabkan pertukaran biota dan kepunahan spesies-spesies liar. Vitousek et al. (1997) menyatakan bahwa mobilitas manusia telah menyebabkan pertukaran spesies-spesies yang pada akhirnya berdampak pada keanekaragaman biologi dan fungsi ekosistem melalui penghomogenan biota dan gangguan pada sistem-sistem alam. Gossling (2002) menyebutkan bahwa jalan utama bagi spesies-spesies tersebut untuk memasuki lingkungan-lingkungan yang baru yaitu seperti melalui perdagangan internasional, perdagangan organisme hidup, dan dilintaskan oleh wisatawan. Pariwisata juga dapat berkontribusi dalam pemunahan spesies melalui gangguan, pengoleksian, menginjak-injak dan membeli spesies hewan dan tumbuhan.

Survey secara regional telah sering membuktikan nilai dalam indentifikasi dampak pariwisata terhadap ekosistem-ekosistem laut. Sebagai contoh, dampak merugikan di Karibia yang telah dilaporkan termasuk perusakan dari jangkar kapal kecil, pendaratan kapal, dan pesnorkel dan penyelam scuba. Sebagai tambahan, laporan pengembangan pulau telah menyebabkan erosi, runoff pestisida, limbah cair, juga cemaran minyak dan penangkapan ikan berlebih. Perusakan oleh jangkar diduga sebagai salah satu ancaman paling serius terhadap sumberdaya laut di Karibia utamanya oleh jumlah pertumbuhan kapal layar berukuran sedang dan besar yang beroperasi di daerah tersebut (Allen 1992).

Berikut adalah dampak kerusakan lingkungan dan ekologi yang diakibatkan oleh pariwisata, studi kasus di pulau-pulau di Pasifik (Hall 2001) :

1. Degradasi lingkungan dan polusi :

− Degradasi dan polusi lingkungan oleh pelatihan golf

− Polusi karena pengotoran

2. Penghancuran habitat dan perusakan ekosistem :

− Pariwisata dengan manajemen yang jelek mungkin menghasilkan

− Kehancuran pada lingkungan alam yang berkualitas tinggi

− Tidak diaturnya gangguan manusia terhadap flora dan fauna spesies yang spesifik

− Letusan dinamit dan penangkapan berlebih 3. Hilangnya sumberdaya pesisir dan laut :

(26)

− Hancurnya dan rusaknya ekosistem pesisir melalui pengembangan pariwisata

− Limpasan air dari daratan dan pengerukan di daerah pesisir merusak terumbu karang dan sumberdaya laut disebabkan oleh pembangunan infrastruktur wisata seperti landasan pesawat, marina, pelabuhan, area parkir dan jalan, dan penggunaan batu kapur karang dalam pembangunan hotel dan penginapan

− Aktivitas wisata menghancurkan terumbu karang, laguna, mangrove, rumput air asin, dan lahan basah melalui kunjungan yang terlalu banyak dan/atau tidak diaturnya eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut gangguan pada kehidupan organisme akuatik dekat pantai oleh getaran kapal dan kapal tour

− Perusahaan pariwisata merubah integritas lingkungan dan melanggar batas gaya hidup masyarakat lokal dengan mngimpor spesies-spesies eksotis untuk perburuan

− Kerusakan pada ekosistem pasir berlumpur

− Kerusakan pada ekosistem mangrove

− Kerusakan pada ekosistem hutan hujan pesisir

− Hilangnya pantai berpasir dan erosi garis pantai melalu pembangunan di pantai dan konstruksi dinding pantai (seawalls). 4. Polusi pantai :

− Pembuangan dan polusi limbah cair

− Polusi perairan pesisir dan siltasi oleh konstruksi penginapan di dekat pantai dan limpasan permukaan dari daerah penginapan menyebabkan kerusakan pada habitat alami, karang dan daerah mencari makan ikan

− Polusi laut dan pelabuhan, polusi minyak di pesisir melalui kendaraan dan kapal-kapal bermesin

Salah satu hal yang nyata dimana pembangunan yang berhubungan dengan pariwisata telah berdampak pada lingkungan pesisir adalah pengaruh aktivitas wisata dan wisatawan terhadap terumbu karang. Terumbu karang sangatlah rentan, dan aktivitas manusia yang merugikan mungkin menghasilkan kapasitas yang lebih rendah unuk beregenerasi, atau kematian dari seluruh koloni karang (TCSP 1988). Wisatawan dapat secara langsung berdampak pada terumbu karang dalam beragam cara. Skin diver dan pesnorkel dapat merusak karang melaui kayuhan kaki katak (fin) mereka. Dalam hal mencegah kerusakan tersebut, Vanuatu secara aktif melatih penyelam dalam mendapatkan gaya apung yang benar. Di Great Barrier Reef Australia, berjalan di karang oleh wisatawan pada saat surut telah menyebabkan kerusakan terhadap karang di bagian yang mudah didatangi dari pantai (Hall & Lew 1998). Ekspansi besar-besaran yang direncanakan melalui utara Laut Merah mengancam ekosistem karang dan memperingatkan bahwa meskipun kecepatan pengembangan wisatawan dikurangi, daya dukung terumbu karang dapat dilampaui dengan kemungkinan menyebarluasnya degradasi karang (Hawkins & Roberts 1994).

(27)

contoh: penginapan; dan sumberdaya-sumberdaya di laut, contoh: kapal-kapal wisatawan. Polusi dari daratan sering bermuatan terlalu banyak nutrient yang berasal dari limbah rumah tangga dan pupuk. Sementara kedua tipe polutan tersebut mungkin datang dari sumber non-pariwisata seharusnya dicatat bahwa septic tanks atau sistem limbah rumah tangga yang tidak layak di penginapan, atau larian permukanan pupuk dari lapangan golf mungkin berdampak pada sistem karang (Kuji 1991). Kandungan nutrient yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan alga yang menyebabkan penutupan karang dan pada akhirnya mematikannya. Hal yang serupa, sedimentasi menyebabkan pelumpuran dan kekeruhan air yang menghalangi cahaya matahari menuju karang juga dapat membunuh mereka. Pada kasus konstruksi jalan tanjung Tribulation dekat Daintree di utara Queensland oleh pemerintah pada pertengahan 1980 dalam sebuah usaha pengembangan wisata, sedimentasi pada karang di dekatnya meningkat lebih dari 6 kali lipat dibandingkan dengan daerah yang tidak diganggu di wilayah yang sama (Hopley et al. 1993).

Degradasi terhadap karang terjadi ketika pariwisata bahari berkembang. Kemajuan teknis peralatan juga peningkatan minat terhadap alam, konservasi dan masalah-masalah lingkungan (Ceballos-Lascurain 1993) telah menghasilkan peningkatan popularitas rekreasi terumbu karang, utamanya menyelam scuba. Perusakan oleh penyelam beragam tergantung tipe karang yang ada. Karang bercabang adalah yang paling menderita dan paling banyak patah (Rouphael & Inglis 1997; Garrabou et al. 1998) meskipun Hawkins et al. (1999) menemukan bahwa walau pertumbuhan mereka cepat, persen penutupan karang bercabang di Bonaire meningkat 8,2% di area yang padat penyelam, adalah merupakan korbanan dari karang-karang yang tumbuh lebih lambat. Karakteristik penyelam juga berkaitan dengan kerusakan karang oleh penyelam. Penyelam yang kurang berpengalaman (< 100 penyelaman) sepertinya lebih merusak karang dibandingkan penyelam yang sudah berpengalaman (Roberts & Harriott 1994). Penyelam pria, penggunaan kamera dan fase pendahuluan dari penyelaman juga berkaitan dengan tingkat kerusakan karang (Rouphael & Inglis 2001). Fin (kaki katak) penyebab utama kerusakan karang, diikuti oleh tangan, lutut dan alat pengukur tekanan dan kedalaman (Rouphael 1997). Kayuhan fin juga dapat meresuspensi sedimen yang kemudian tertinggal di substrat sekitar, termasuk pada karang (Rouphael & Inglis 1995; Zakai & Chadwick-Furman 2002).

(28)

Konsep Daya Dukung Wisata

Telah banyak publikasi yang menyatakan dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati (Misal : Tribe 1997). Raffaelli & Hawkins (1996) menyatakan Selain pengumpulan secara langsung untuk makanan, invertebrata laut banyak dikumpulkan untuk digunakan sebagai umpan untuk pemancingan komersil dan rekreasi. Pengumpulan cangkang kerang dan binatang pantai lainnya sebagai suvenir telah menjadi sumber pemasukkan berarti di banyak bagian dunia. Pariwisata juga telah merupakan bagian penting dari perekonomian di suatu negara. Laporan Team Coastal Area Management Program di Mediterania pariwisata dipandang sebagai industri yang paling penting, mewakili hampir 30 persen persinggahan wisatawan dunia dan pemasukan dari pariwisata (CAMP 1999). Dengan adanya dampak negatif terhadap daerah wisata baik secara ekologi maupun secara ekonomi dan sosial budaya, maka perlu dilakukan pembatasan dalam berbagai hal dalam industri pariwisata. Pembatasan tersebut dilakukan untuk menjaga keberlanjutan dari industri pariwisata itu sendiri. Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai pariwisata berkelanjutan tersebut adalah dengan mengetahui daya dukung wisata.

Daya dukung wisata adalah kapasitas untuk mengakomodasi pengunjung dan pembangunan tanpa mengganggu dan merusak lingkungan laut dan sumberdaya-sumberdayanya atau berdampak pada berkurangnya kepuasan wisatawan (WTO & UNEP 1992). Daya dukung untuk daerah tujuan wisatawan mengimplikasikan bahwa ada batas pada jumlah pengembangan pariwisata dan aktivitas di suatu daerah, diantaranya yaitu kejenuhan fasilitas-fasilitas, wisatawan menjadi tidak puas dan degradasi lingkungan. Daya dukung wisata di masa yang akan datang dapat menjadi rusak pada komponen yang paling mendasar dari daya dukung ekologi, lingkungan, fisik, sosial ekonomi. Daya dukung secara fisik yaitu batas ruang, dimana fasilitas-fasilitas telah dalam kondisi jenuh (Getz 1982). Daya dukung sosial dapat dilihat dari dua perspektif, pertama yaitu kapasitas dari penduduk lokal dalam mentoleransi kehadiran wisatawan dan yang kedua yaitu tingkat dimana hilangnya kesenangan pengunjung dan terjadi ketidakpuasan wisatawan (O'Reily 1986). Daya dukung ekonomi adalah tingkat dimana campur tangan pariwisata dengan aktivitas non-wisata menjadi tidak dapat diterima secara ekonomi. Keberlanjutan ekologi pengembangan pariwisata berarti bahwa aktivitas-aktivitas sekarang ini merawat sumberdaya tersebut sehingga generasi mendatang juga dapat terus memanfaatkan sumberdaya tersebut (Ioannides 1995; Dowling 1992; Walker 1988).

(29)

sebuah tempat melebihi yang digunakan dan dipadati akan mulai mengambil tempat atau masalah-masalah lingkungan mulai meningkat. Daya dukung psikologi (perceptual) – tingkat terendah kesenangan wisatawan yang disiapkan untuk menerima sebelum mereka mulai mencari daerah tujuan wisata alternatif. Daya dukung sosial – tingkat toleransi masyarakat lokal terhadap kehadiran dan tingkah laku wisatawan di daerah wisata, dan/atau tingkat/jumlah wisatawan yang disiapkan dan bisa diterima oleh wisatawan lainnya. Daya dukung ekonomi – kemampuan untuk menyerap aktivitas-aktivitas wisatawan tanpa memindahkan atau mengganggu aktivitas masyarakat lokal.

Papageorgiou & Brotherton (1999) menggarisbawahi apa yang mereka pikirkan poin utama dari konsep daya dukung adalah : dalam konteks rekreasi, inti dari semua definisi daya dukung adalah ide untuk memelihara integritas basis sumberdaya dan penentuan pengalaman rekreasi yang berkualitas tinggi bagi wisatawan. Pada tingkat ini, kita akan mendapatkan dua elemen utama dari definisi tersebut : - dugaan batas frekuensi kuantitatif berhubungan dengan suatu luasan area yang tetap dan dengan tingkat kepuasan. – gagasan dalam memelihara sumberdaya alam dimana terdapat aktivitas pariwisata. Beberapa penulis setuju bahwa daya dukung utamanya adalah konsep ekologi, yang menyatakan hubungan antara populasi dan lingkungan alam (Abernethy 2001). Dalam hal ini, Buckley (1999) mendefinisikan daya dukung sebagai jumlah pengunjung yang menghasilkan perubahan ekologi yang tidak dapat dideteksi, atau sekurang-kurangnya tidak dapat diubah terhadap ekosistem di dalam suatu daerah; atau tingkat maksimum pemanfaatan untuk rekreasi dalam hal jumlah dan aktivitas yang bisa diakomodasi oleh suatu area atau suatu ekosistem sebelum penurunan nilai ekologi yang tidak dapat diterima dan tidak dapat diubah tersebut terjadi (Papageorgiou & Brotherton 1999).

Banyak penelitian pada kasus ketidakpuasan wisatawan terungkap bahwa ketidaksenangan tersebut merupakan cabang dari terlalu padatnya pengunjung di daerah wisata dan masalah-masalah lingkungan. Terlalu banyak wisatawan dan orang-orang, pengembangan komersil yang berlebihan, pembangunan daerah yang berlebihan, terlalu banyak gedung, dan terlalu banyak lalu lintas dan kemacetan adalah atribut-atribut negatif daerah tujuan wisata yang biasanya tidak diinginkan wisatawan (Alegre & Jaume 2010). Konsep daya dukung berdasarkan pernyataan umum bahwa beberapa bentuk pembangunan di dalam daya dukung ekosistem berarti sebuah pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut sesuai dengan definisi pembangunan berkelanjutan yaitu sebagai bentuk pembangunan yang menggunakan ekosistem-ekosistem alam sebagai sumberdaya dari produksi dan konsumsi dan menyisakan mereka tanpa perubahan untuk generasi mendatang, atau lebih sederhana, yaitu sebuah pembangunan di dalam daya dukung ekosistem (CAMP 1999).

Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang

(30)

ekosistem terumbu karang tersebut. Maka dari itu, terumbu karang hanya dapat mentoleransi sejumlah tertentu perubahan dari kondisi ambiennya, dan faktor seperti polusi, pelumpuran dan dampak eksploitasi dengan cara yang kurang baik. Meskipun demikian, daya dukung ekosistem terumbu karang adalah sesuatu yang sulit untuk diketahui. Daya dukung fisik dari ekosistem terumbu karang berkaitan dengan ketersediaan kapal-kapal yang membawa penyelam ke daerah karang tersebut, juga jumlah penambat kapal dan juga luas dari ekosistem terumbu karang tersebut. Ukuran dan bentuk-bentuk karang dan komposisi komunitas karang juga menentukan daya dukung dari ekosistem terumbu karang. Daya dukung sosial karang adalah batas hubungan visual antara penyelam karena mereka merasa tidak puas (Salm 1986). Batasan - batasan tersebut didefinisikan sebagai daya dukung ekologi (Harriott et al.1997). Fishelson (1995) menerapkan pembatasan akses tersebut 2 penyelam per meter garis pantai per hari untuk terumbu tepi yang sangat kecil di dekat Eilat (Teluk Aqaba). Harriot et al. (1997) membedakan kerusakan terhadap karang berdasarkan pengalaman dari penyelam setelah memiliki catatan sampai 15 karang rusak untuk penyelaman selama 30 menit. Pengaruh langsung dari penyelam baru dengan kontrol gaya apung yang masih kurang baik sangat perlu menjadi perhatian. Dengan demikian, Cara terbaik untuk mengkonservasi lingkungan karang adalah dengan meminimalkan pengaruh-pengaruh antropogenik (Van Treek & Schumacher 1998). Adapun komponen-komponen yang perlu diketahui untuk menentukan daya dukung wisata ekosistem terumbu karang yaitu : ukuran dan bentuk karang, komposisi komunitas karang, kedalaman, arus dan visibility, Aksesibilitas, dan atraksi-atraksi yang terdapat di dalamnya.

Daya Dukung Wisata Berkaitan Dengan Ketersediaan Air Tawar

(31)

3 METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung (Gambar 2) pada Bulan November – Desember 2010.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian (Sumber : BAPPEDA Kabupaten Belitung. 2003, diolah).

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer maupun data sekunder. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai : data biofisik ekosistem terumbu karang, data parameter fisik pantai dan perairan, dan data untuk analisis daya dukung wisata. Secara singkat, data tersebut ditabulasikan dalam Tabel 1.

Metode Pengumpulan Data

Penentuan Potensi Ekosistem Terumbu Karang

[image:31.595.93.473.143.553.2]
(32)

menentukan nilai kesesuaiannya untuk dijadikan objek wisata berdasarkan kriteria menurut Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007).

Tabel 1 Data, Alat, Bahan dan Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian

Kebutuhan Data Sumber Metode

1. Analisis Kesesuaian

Pengamatan Komunitas Biotik

Penutupan Karang Primer LIT

Jumlah Lifeform Karang Primer LIT

Jumlah Spesies Ikan Karang Primer Sensus visual Pengukuran Parameter Fisik Perairan

Kecerahan Perairan Primer English et al. 1994

Kecepatan & Arah Arus Primer

Kedalaman Karang Primer

2. Analisis Daya Dukung

Luas Pantai Primer GPS tracking

Luas Area Karang Primer GPS tracking

Jumlah & Debit Sumber Air- Primer Pengukuran Tawar

Konsumsi Air Tawar Wisatawan Sekunder Literatur

Jumlah & Kapasitas Kapal Primer Wawancara/Observasi- Langsung

Konsentrasi N & P Perairan Primer/Sekunder Lab: Spektrofotometer

Jumlah Kamar Penginapan Primer Wawancara

Waktu Kunjungan Sekunder Literatur

Baku Mutu Kualitas Air Sekunder Literatur

3. Data Pendukung

Pendapat Stakeholder Primer Wawancara

Pengamatan Komunitas Karang

[image:32.595.94.510.149.583.2]
(33)

Persen penutupan karang dihitung berdasarkan panjangnya transek yang menyinggung koloni karang dibagi dengan total pajang transek garis. Pengamatan biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan karang (Tabel 2) untuk mengetahui jenis dan jumlah bentuk pertumbuhan karang di daerah tersebut sesuai dengan parameter yang dibutuhkan pada matriks analisis kesesuaian untuk wisata bahari (snorkeling dan selam). Selain itu, pengamatan juga dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah genus karang yang terdapat di perairan tersebut. Pencatatan jenis dan jumlah genus ini untuk mengetahui jenis-jenis dan jumlah genus karang yang terdapat di perairan Tanjung Tinggi dan Tanjung Kelayang tersebut agar bisa memberikan informasi yang lebih banyak tentang daerah penelitian.

Pengamatan Komunitas Ikan Karang

Untuk mengetahui potensi ekosistem terumbu karang sebagai objek wisata selam dan snorkeling, dilakukan juga pengamatan terhadap komunitas ikan karang. Pengamatan ikan karang menggunakan metode sensus visual (visual census) pada transek garis yang sama untuk pengamatan biota karang, yaitu transek garis yang dibentangkan sepanjang 50 m sejajar garis pantai dan menggunakan peralatan SCUBA. Setelah transek garis dibentangkan, stasiun pengamatan dibiarkan beberapa saat agar ikan-ikan karang yang lari dan bersembunyi pada saat pemasangan transek keluar dari tempat persembunyiannya. Pencatat data ikan karang berenang di atas transek garis sepanjang 50 m sambil mencatat seluruh spesies ikan dan kelimpahannya yang ditemukan sejauh 2,5 m ke kiri dan kanan transek.

Pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis ikan karang dilakukan pada interval waktu antara jam 08:30 sampai 17:00 agar data ikan yang diambil merupakan ikan karang yang bersifat diurnal, karena jenis ikan yang teramati sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan pengamatan. Identifikasi ikan karang yang teramati berdasarkan Kuiter (1992) dan Allen (1999). Adapun cara pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode sensus visual seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.

Pengukuran Parameter Fisik Perairan

(34)
[image:34.595.104.514.107.728.2]

Tabel 2 Kategori pengamatan data komunitas karang

Kategori Lifeform Kode Keterangan

Karang Batu :

Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih sampai

putih kotor

Dead Coral with Algae

DCA Karang mati yang masih tampak bentuknya tapi sudah ditumbuhi alga

Acropora Branching ACB Sedikitnya 2 cabang. Cth: Acropora

palmata, A. formosa

Encrusting ACE Biasanya berupa pelat dasar dari bentuk

Acropora yang belum dewasa

Submassive ACS Kokoh berbentuk bonggol/baji

Digitate ACD Percabangan tidak sampai 20. Cth: A. humilis, A. digitifera, A. gemmifera Tabular ACT Pelat datar seperti meja

Non-Acropora Branching CB Percabangan ± 20

Encrusting CE Sebagian besar menempel pada substrat sebagai pelat laminar

Foliose CF Karang menempel pada satu atau lebih titik, bentuk menyerupai daun

Massive CM Berbentuk bola atau batu besar/tanggul

Submassive CS Membentuk kolom kecil, baji atau bonggol

Mushroom CMR Soliter

Millepora CME Karang api

Heliopora CHL Karang biru, soliter

Tubipora CTU

Fauna lain Soft Coral SC Karang lunak

Sponges SP

Zoanthids ZO

Others OT Ascidians, anemon, gorgonia, kima raksasa, timun laut, bulu babi, dll

Algae: Algae

Assemblage

AA Terdiri lebih dari satu spesies

Coraline Algae

CA

Halimeda HA

Macroalgae MA Warna merah, coklat, dll

Turf Algae TA Algae filamen yang lembut, sering ditemukan dalam wilayah damselfish

Abiotik: Sand S Pasir

Rubble R Pecahan karang tak beraturan

Silt SI Lumpur

Water WA Celah lebih dari 50 cm

Rock RCK Tapakan karang termasuk kapur, batuan

(35)

Gambar 3 Pengamatan ikan karang dengan metode pencacahan langsung (Sumber : English et al. 1994)

Kecerahan Perairan

Pengukuran kecerahan perairan dilakukan secara visual dan dilakukan pada siang hari ketika sinar matahari cerah. Pada saat melakukan pengukuran kecerahan, posisi si pengukur tidak menghalangi cahaya matahari ke daerah yang sedang di ukur. Metode yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam English et al. (1994). Secchi disk diturunkan ke perairan sampai pada kedalaman tertentu saat secchi disk tersebut mulai hilang dari pandangan mata (D1), kemudian Secchi disk diturunkan sampai tidak terlihat, lalu ditarik lagi ke atas sampai mulai terlihat (D2).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang diukur adalah kecepatan arus permukaan perairan saja. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang arus (floating dredge) bertali yang memiliki skala ukuran panjang sampai ketelitian sentimeter (cm). Layang arus dimasukkan ke perairan, kemudian dicatat waktu tempuh layang arus (t) sampai jarak tertentu (S) dengan menggunakan stop watch. Selain itu, arah arus juga dicatat dengan menggunakan petunjuk arah dari GPS.

Kedalaman Terumbu Karang

[image:35.595.157.424.79.332.2]
(36)

tampak tepat berada di permukaan perairan. Dengan demikian, pengukuran kedalaman dapat dilakukan dari atas kapal.

Pengukuran Parameter Kimia Perairan

Pengukuran parameter kimia air laut di daerah penelitian diperlukan untuk mengetahui kondisi perairan di objek wisata pantai Tanjung Kelayang dan pantai Tanjung Tinggi. Parameter kimia perairan yang diukur adalah konsentrasi nitrat (NO3-N), total nitrogen (total N), total fosfat (PO4-P), dan ortofosfat yang

terkandung di kedua perairan tersebut. Data parameter kimia tersebut nantinya dipergunakan sebagai dasar untuk pengelolaan dan pelaksanaan daya dukung wisata di kedua objek wisata tersebut. Untuk dapat mengetahui nilai kandungan parameter kimia di perairan objek wisata Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi, dilakukan pengambilan contoh air laut yang dimasukkan ke dalam wadah botol plastik dan kemudian langsung dibekukan di dalam lemari es. Contoh air tersebut segera dikirim ke Laboratorium Pengujian Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Konsentrasi nitrat diketahui dengan menganalisis air laut contoh tersebut dengan menggunakan metode APHA, ed. 21, 2005, 4500-NO3

Analisis Data

-E, sedangkan total nitrogen menggunakan metode APHA, ed. 21, 2005, 4500-N-C, total fosfat dan ortofosfat menggunakan metode APHA, ed. 21, 2005, 4500-P-E&J.

Analisis Data Biofisik dan Parameter Fisik Perairan Persen Penutupan Karang Hidup dan Jumlah Lifeform Karang

Persen penutupan karang hidup dapat dihitung dengan menggunakan persamaan menurut English et al. (1994). Jumlah bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dari tiap kategori dicatat dan dihitung jumlahnya pada tiap stasiun pengamatan. :

% ������������������= ������������������������

������������������� ���% ...(1)

Jumlah Spesies Ikan Karang

Pengamatan ikan karang dilakukan pada transek garis sepanjang 50 meter dan 2,5 meter ke kiri dan kanan transek. Hal tersebut berarti dilakukan pengamatan dalam dimensi persegi panjang dengan panjang 50 meter dan lebar 5 meter. Maka akan terdata jumlah spesies ikan karang dalam luasan 250 m2

Kecerahan Perairan

.

Setelah didapatkan nilai D1 dan D2 dalam satuan meter, maka kecerahan perairan dapat dihitung dengan persamaan :

………(2)

(37)

Keterangan :

K : Kecerahan secchi

D1 : Kedalaman perairan saat keping secchi mulai tidak terlihat D2 : Kedalaman perairan saat keping secchi mulai terlihat

Kecepatan Arus

Kecepatan arus (V) perairan dapat diketahui dengan menggunaan persamaan umum berikut :

………..(3)

Keterangan :

V : Kecepatan arus (cm/detik) S : Jarak yang ditempuh (cm) T : Waktu tempuh (detik).

Analisis Kesesuaian Wisata Snorkeling

[image:37.595.82.487.544.726.2]

Data yang telah dikumpukan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam matriks kesesuaian untuk mengetahui kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut sebagai objek wisata bahari. Masing-masing parameter di dalam matriks kesesuaian ini memiliki skor dan bobot yang berbeda berdasarkan tingkat kepentingan terhadap pariwisata bahari. Penentuan kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut menggunakan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkeling (Tabel 3) dan selam (Tabel 4) berdasarkan modifikasi Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007).

Tabel 3 Matriks kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata snorkeling

Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kecerahan

Perairan (%) 5 100 3

80 - <100 2

20-

<80 1 <20 0 Tutupan

komunitas terumbu karang (%)

5 >75 3 50-75 2 25-50 1 <25 0

Jumlah Life form 3 >12 3 <7-12 2 4-7 1 <4 0 Jumlah (spesies)

Ikan karang 3 >50 3 30-50 2

10-<30 1 <10 0 Kecepatan Arus

(cm/detik) 1

0-15 3

>15-30 2

>30-50 1 >50 0 Kedalaman

Terumbu Karang (m)

1 1-3 3 >3-6 2 >6-10 1 >10 < 1 0

Sumber: Modifikasi dari Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007)

(38)

Penghitungan nilai kesesuaian untuk wisata snorkeling dan menggunakan persamaan berikut (Yulianda 2007) :

...(4)

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai Parameter Ke-i (Bobot x Skor) Nmax : Maksimum dari suatu kategori wisata = 54

[image:38.595.108.515.306.499.2]

Analisis Kesesuaian Wisata Selam

Tabel 4 Matriks kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata selam

Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kecerahan

Perairan (%) 5 >80 3 50-80 2

20-

50 1 <20 0 Tutupan

komunitas terumbu karang (%)

5 >75 3

>50-75 2 25-50 1 <25 0

Jumlah Lifeform 3 >12 3 <7-12 2 4-7 1 <4 0 Jenis (spesies)

Ikan karang 3 >100 3

50-100 2

20-<50 1 <20 0 Kecepatan Arus

(cm/detik) 1 0-15 3

>15-30 2

>30-50 1 >50 0 Kedalaman

Terumbu Karang (m)

1 6-15 3

>15-20 3-<6

2 >20-30 1

>30 < 3 0

Sumber: Modifikasi dari Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007)

Penghitungan nilai kesesuaian wisata selam menggunakan persamaan berikut (Yulianda, 2007) :

……..……….(5)

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai Parameter Ke-i (Bobot x Skor) Nmax : Maksimum dari suatu kategori wisata = 54

Kelas kesesuaian :

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83-100 % S2 = Cukup Sesuai, dengan nilai 50-<80 % S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 17-<50 % N = Tidak sesuai, dengan nilai <17 %

��� = �[ ��

����] × 100%

��� = �[ ��

(39)

Penjelasan kelas kesesuaian menurut Bakosurtanal (1996) adalah : Kelas S1: Sangat sesuai (Highly suitable)

Daerah ini tidak mempunyai batas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diberikan.

Kelas S2: Cukup sesuai (Moderately suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Kelas S3: Sesuai Bersyarat (Marginally suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diberikan.

Kelas N: Tidak sesuai (Not suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas permanent, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata

Penentuan daya dukung wisata dalam penelitian ini lebih menekankan kepada kondisi fisik-ekologis dari suatu objek wisata yang sering menjadi batasan utama dari pengembangan suatu objek wisata. Hal ini berarti informasi mengenai existing condition di daerah objek penelitian adalah sesuatu yang sangat penting untuk diketahui. Laporan Team Laboratrium Perencanaan Lingkungan Universitas Aegen, Yunani (2001) menyatakan, komponen fisik-ekologis yang digunakan yaitu komponen yang bersifat tetap tetap seperti kapasitas dari sistem-sistem alam biasanya dinyatakan sebagai kapasitas ekologis, kapasitas asimilasi dll. Komponen fisik-ekologis terdiri dari semua komponen-komponen yang tetap (fix) dan yang fleksibel dari alam dan lingkungan buatan-budaya, seperti infrastruktur. Komponen tetap seperti kapasitas dari sistem-sistem alam yang terkadang dinyatakan sebagai kapasitas ekologis, kapasitas asimilasi dll. Komponen tetap ini tidak bisa dimanipulasi dengan mudah oleh manusia dan untuk meningkatkan batas-batas ini dapat diestimasi dan harus diobservasi secara hati-hati. Informasi tentang existing condition tersebut diketahui dengan studi literatur dan pengamatan langsung di lapangan.

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Pantai

(40)

ketersediaan air tawar, (4) Ukuran area/lahan untuk pembuangan sampah, (5) Kemampuan perairan laut sebagai tempat aktivitas wisata pantai.

Penghitungan jumlah pengunjung optimum yang secara fisik dapat dipenuhi oleh ruangan yang tersedia secara periodik menggunakan formula yang dikenalkan oleh Cifuentes (1992) berikut :

...(6)

Keterangan :

PCC : Jumlah pengunjung optimum

A : Area yang tersedia untuk umum

� : Area yang dibutuhkan oleh per wisatawan (1 pengunjung per m 2

Rf

)

: Faktor rotasi (jumlah kunjungan per hari)

Daya dukung wisata pantai dihitung hanya pada hamparan pasir putih sepanjang pantai yang biasa menjadi area utama akitivitas wisatawan, bukan seluruh ruang terbuka yang terdapat di dalam kawasan wisata. Untuk menghitung daya dukung area untuk menampung sejumlah wisatawan, terdapat beberapa asumsi potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata dan waktu yang digunakan untuk tiap kegiatan wisata tersebut (Modifikasi dari de Vantier & Turak 2004 dan Hutabarat et al. 2009). Adapun potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata adalah sebagai berikut:

Jenis Kegiatan (org) Unit Area (Lt) Keterangan

Rekreasi Pantai 1 20 m2 1 org setiap 10m x 2m

Adapun waktu yang tersedia untuk wisata pantai adalah 6 jam dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan wisata pantai adalah selama 3 jam. Dengan demikian, faktor rotasi (Rf) adalah 6/3 = 2.

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Selam dan Snorkeling

Konsep daya dukung wisata di ekosistem terumbu karang, belum mampu menghasilkan sebuah nilai numerik yang menentukan jumlah wisatawan dan penyelam, tetapi dinilai melalui kriteria yang dapat mempengaruhi kapasitas dan menyebabkan penurunan dalam kapasitas tersebut. Konsep tradisional dari daya dukung adalah bukan tanpa pembatasan-pembatasan daya dukung itu sendiri, dan dimodifikasi untuk melihat tindakan-tindakan yang mungkin diambil untuk meminimalkan atau membatasi dampak antropogenik yang bersifat merugikan terhadap lingkungan terumbu karang.

Penghitungan jumlah pengunjung optimum yang secara fisik dapat dipenuhi oleh ruangan yang tersedia secara periodik untuk wisata selam juga menggunakan formula yang dikenalkan oleh Cifuentes (1992) (Persamaan 6). Daya dukung wisata selam dan snorkeling ini dimaksudkan hanya dilakukan untuk menikmati ekosistem terumbu karang, atau dapat dikatakan selam dan

���=� × �

(41)

snorkeling tersebut dilakukan di perairan yang terdapat ekosistem terumbu karang saja. Untuk menghitung daya dukung area untuk menampung sejumlah wisatawan, terdapat beberapa asumsi dasar, yaitu :

Potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata :

Jenis Kegiatan (org) Unit Area (Lt) Keterangan

Selam 2 1000 m2 Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m

Snorkeling 1 300 m2 Setiap 1 org dalam 100 m x 3 m

Waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan wisata :

Kegiatan Waktu berwisata Waktu yang tersedia Rf

Selam 2 8 4

Snorkeling 3 6 2

Selain dengan menghitung jumlah pengunjung optimum dengan formula di atas, kriteria yang juga relevan dalam penentuan daya dukung di ekosistem terumbu karang adalah kerentanan ekosistem terumbu karang tersebut. Sitepu (2008) menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang yang memiliki persentase karang genus Acropora > 40% merupakan lokasi yang rentan, persentase karang antara 20% - 40% merupakan lokasi yang cukup rentan, sedangkan persentase sebesar < 20% dianggap kurang rentan. Jadi bisa diasumsikan, dalam luasan daerah yang sama, ekosistem terumbu karang dengan persentase tutupan karang Acropora > 40% memiliki daya dukung rendah, persentase karang 20% - 40% memiliki daya dukung sedang dan persentase penutupan karang Acropora < 20% memiliki daya dukung baik. Faktor keahlian dari penyelam juga mempengaruhi kriteria tersebut, karena penyelam dengan jam selam yang sudah tinggi dan memiliki kemampuan menyelam yang baik, peluang untuk merusak karang akibat faktor ketidaksengajaan seperti terkena kayuhan fin (kaki katak) semakin kecil, dan begitu pula sebaliknya.

(42)

demikian kesemua kriteria penentuan daya dukung ekologis wisata selam di ekosistem terumbu karang tersebut akan dibandingkan, sehingga akan memberikan lebih banyak pilihan dalam pengelolaan objek wisata selam dan snorkeling.

Analisis Daya Dukung Ekolgi Wisata Berdasarkan Ketersediaan Air Tawar Jumlah wisatawan yang dapat didukung oleh suatu kawasan wisata juga sangat ditentukan volume air tawar yang tersedia. Air tawar merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan dalam suatu kawasan wisata, maka dari itu, penting untuk diketahui ketersediaan air tawar di lokasi penelitian. Ketersediaan air tawar di lokasi penelitian dapat diketahui berdasarkan informasi mengenai sumber-sumber air tawar yang tersedia. Menurut informasi yang diterima, pemenuhan kebutuhan air tawar bagi wisatawan di Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi berasal dari sumur. Hal tersebut berarti ketersediaan air tawar tersebut dapat diartikan sebagai banyaknya sumur dan volume air yang dapat dimanfaatkan. Informasi mengenai ketersediaan air tawar tersebut dapat diketahui dengan mewawancarai pihak pengelola pantai atau pihak-pihak lain yang ikut memanfaatkan sumber air tawar tersebut seperti pedagang dan masyarakat sekitar. Untuk memastikan keberadaan dan kondisi sumberdaya air tawar tersebut, maka berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara, kemudian dilakukan pemeriksaan langsung di lapangan. Hasil pemeriksaan tersebut diharapkan akan memberikan informasi mengenai jumlah sumber air tawar yang tersedia dan fluktuasi ketersediaannya sepanjang tahun.

WTO (1981) menyatakan bahwa konsumsi air bersih di penginapan yang terletak di daerah pesisir adalah 200-300 liter per hari. Dengan demikian, bila diasumsikan wisatawan tidak menginap di objek wisata, maka konsumsi air bersih akan menjadi setengah dari nilai tersebut, yaitu 100-150 liter per hari. Berdasarkan informasi di atas, maka untuk perhitungan daya dukung wisata berdasarkan ketersediaan air tawar dapat dilakukan dengan mengetahui debit sumber air tawar yang tersedia di dalam area objek wisata tersebut. Bila wisatawan menginap di objek wisata maka daya dukung wisata berdasar ketersediaan air tawar dapat dihitung menggunakan formulasi sbb :

…..…..(7)

Keterangan :

DDAM (maks) : Daya dukung air maksimum bila wisatawan menginap. DDAM (min) : Daya dukung air minimum bila wisatawan menginap

Q : Debit sumber air (sumur)

Wt : Waktu sehari semalam (24 jam)

Cmaks : Konsumsi maksimum air oleh wisatawan (300 l/hari)

Cmin : Konsumsi minimum air oleh wisatawan (200 l/hari)

Namun, bila wisatawan diasumsikan tidak menginap di dalam area objek wisata, maka daya dukung wisata berdasarkan ketersediaan air tawar adalah :

���� (maks) = � ��

����� ���� ���� (min) =

� ��

(43)

…...(8)

Keterangan :

DDATM (maks) : Daya dukung air maksimum bila wisatawan tidak menginap DDAM (min) : Daya dukung air minimum bila wisatawan tidak menginap

Q : Debit sumber air (sumur)

Wt : Waktu sehari semalam (12 jam)

Cmaks : Konsumsi maksimum air oleh wisatawan (150 l/hari)

Cmin : Konsumsi minimum air oleh wisata

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian (Sumber : BAPPEDA Kabupaten Belitung.
Tabel 1 Data, Alat, Bahan dan Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian
Tabel 2  Kategori pengamatan data komunitas karang
+7

Referensi

Dokumen terkait

kebun sayur di Kampung Cireyod, Cikole, lembang adalah keuntungan yang. didapat tidak sesuai dengan hasil kerja keras

[r]

Pada saat eksportir menerima pembayaran tersebut maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh eksportir adalah menukarkan nilai mata uang asing yang diperolehnya menjadi

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2015 dengan menggunakan metode pengukuran secara time series selama tiga tahun (2013, 2014, dan 2015) pada

Kelebihan metode analisis SVD dalam menyelesaikan sistem persamaan linear yaitu, solusi dari sistem persamaan linear tetap dapat dicari meskipun sistem persamaan

Total Phenolic Content dari Rhizopus oryzae pada Konsentrasi Ekstrak Kulit Pisang Kepok 500 gram/L air dan 1000 gram/L air .... Total Phenolic Content Hasil Ekstraksi Biomassa

Jenis pompa perpindahan positif ( positive displacement pump ) dipilih dengan pertimbangan pompa dapat mengalirkan larutan asam fosfat secara konstan pada flow rate 55m 3 /h

Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait sesuai tugas.