• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapat Stakeholder Primer Wawancara

Pengamatan Komunitas Karang

Data karang diamati per kedalaman sesuai dengan kondisi perairan di lapangan, bila terumbu karang terdapat sampai kedalaman lebih dari 10 meter, maka pengamatan dilakukan pada dua kedalaman, yaitu kedalaman 10 meter yang mewakili daerah dalam dan kedalaman 3 meter mewakili daerah yang dangkal. Namun, bila terumbu karang hanya terdapat sampai kedalaman ± 5 meter, maka pengamatan dilakukan pada satu kedalaman yang mewakili. Pengambilan data dengan menggunakan alat SCUBA dengan menggunakan metode Transek Garis Menyinggung (LIT), yaitu transek garis dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar garis pantai pada kedalaman tertentu, kemudian dicatat transisi transek, jenis dan genus karang yang bersinggungan dengan transek garis tersebut.

Persen penutupan karang dihitung berdasarkan panjangnya transek yang menyinggung koloni karang dibagi dengan total pajang transek garis. Pengamatan biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan karang (Tabel 2) untuk mengetahui jenis dan jumlah bentuk pertumbuhan karang di daerah tersebut sesuai dengan parameter yang dibutuhkan pada matriks analisis kesesuaian untuk wisata bahari (snorkeling dan selam). Selain itu, pengamatan juga dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah genus karang yang terdapat di perairan tersebut. Pencatatan jenis dan jumlah genus ini untuk mengetahui jenis-jenis dan jumlah genus karang yang terdapat di perairan Tanjung Tinggi dan Tanjung Kelayang tersebut agar bisa memberikan informasi yang lebih banyak tentang daerah penelitian.

Pengamatan Komunitas Ikan Karang

Untuk mengetahui potensi ekosistem terumbu karang sebagai objek wisata selam dan snorkeling, dilakukan juga pengamatan terhadap komunitas ikan karang. Pengamatan ikan karang menggunakan metode sensus visual (visual census) pada transek garis yang sama untuk pengamatan biota karang, yaitu transek garis yang dibentangkan sepanjang 50 m sejajar garis pantai dan menggunakan peralatan SCUBA. Setelah transek garis dibentangkan, stasiun pengamatan dibiarkan beberapa saat agar ikan-ikan karang yang lari dan bersembunyi pada saat pemasangan transek keluar dari tempat persembunyiannya. Pencatat data ikan karang berenang di atas transek garis sepanjang 50 m sambil mencatat seluruh spesies ikan dan kelimpahannya yang ditemukan sejauh 2,5 m ke kiri dan kanan transek.

Pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis ikan karang dilakukan pada interval waktu antara jam 08:30 sampai 17:00 agar data ikan yang diambil merupakan ikan karang yang bersifat diurnal, karena jenis ikan yang teramati sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan pengamatan. Identifikasi ikan karang yang teramati berdasarkan Kuiter (1992) dan Allen (1999). Adapun cara pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode sensus visual seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.

Pengukuran Parameter Fisik Perairan

Untuk mendapatkan tingkat kesesuaian ekosistem terumbu karang sebagai objek wisata selam dan snorkeling, tidak hanya dibutuhkan informasi mengenai parameter biotik saja, tetapi juga dibutuhkan data dan keterangan mengenai kondisi beberapa parameter perairan. Kegiatan ini meliputi pengumpulan data primer dengan cara mengamati dan melakukan pengukuran insitu pada parameter- parameter lingkungan yang diperlukan dalam penelitian ini. Parameter lingkungan yang dimaksudkan yaitu : kecerahan perairan, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang.

Tabel 2 Kategori pengamatan data komunitas karang

Kategori Lifeform Kode Keterangan

Karang Batu :

Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih sampai

putih kotor

Dead Coral with Algae

DCA Karang mati yang masih tampak bentuknya tapi sudah ditumbuhi alga

Acropora Branching ACB Sedikitnya 2 cabang. Cth: Acropora

palmata, A. formosa

Encrusting ACE Biasanya berupa pelat dasar dari bentuk

Acropora yang belum dewasa

Submassive ACS Kokoh berbentuk bonggol/baji

Digitate ACD Percabangan tidak sampai 20. Cth: A. humilis, A. digitifera, A. gemmifera Tabular ACT Pelat datar seperti meja

Non-Acropora Branching CB Percabangan ± 20

Encrusting CE Sebagian besar menempel pada substrat sebagai pelat laminar

Foliose CF Karang menempel pada satu atau lebih titik, bentuk menyerupai daun

Massive CM Berbentuk bola atau batu besar/tanggul

Submassive CS Membentuk kolom kecil, baji atau bonggol

Mushroom CMR Soliter

Millepora CME Karang api

Heliopora CHL Karang biru, soliter

Tubipora CTU

Fauna lain Soft Coral SC Karang lunak

Sponges SP

Zoanthids ZO

Others OT Ascidians, anemon, gorgonia, kima raksasa, timun laut, bulu babi, dll

Algae: Algae

Assemblage

AA Terdiri lebih dari satu spesies

Coraline Algae

CA

Halimeda HA

Macroalgae MA Warna merah, coklat, dll

Turf Algae TA Algae filamen yang lembut, sering ditemukan dalam wilayah damselfish

Abiotik: Sand S Pasir

Rubble R Pecahan karang tak beraturan

Silt SI Lumpur

Water WA Celah lebih dari 50 cm

Rock RCK Tapakan karang termasuk kapur, batuan

Gambar 3 Pengamatan ikan karang dengan metode pencacahan langsung (Sumber : English et al. 1994)

Kecerahan Perairan

Pengukuran kecerahan perairan dilakukan secara visual dan dilakukan pada siang hari ketika sinar matahari cerah. Pada saat melakukan pengukuran kecerahan, posisi si pengukur tidak menghalangi cahaya matahari ke daerah yang sedang di ukur. Metode yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam English et al. (1994). Secchi disk diturunkan ke perairan sampai pada kedalaman tertentu saat secchi disk tersebut mulai hilang dari pandangan mata (D1), kemudian Secchi disk diturunkan sampai tidak terlihat, lalu ditarik lagi ke atas sampai mulai terlihat (D2).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang diukur adalah kecepatan arus permukaan perairan saja. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang arus (floating dredge) bertali yang memiliki skala ukuran panjang sampai ketelitian sentimeter (cm). Layang arus dimasukkan ke perairan, kemudian dicatat waktu tempuh layang arus (t) sampai jarak tertentu (S) dengan menggunakan stop watch. Selain itu, arah arus juga dicatat dengan menggunakan petunjuk arah dari GPS.

Kedalaman Terumbu Karang

Kedalaman perairan dimana terdapat terumbu karang dapat diketahui dari alat pengukur kedalaman (depth gauge) yang terintegrasi dengan peralatan selam SCUBA. Selain itu, pengukuran kedalaman juga dapat dilakukan dengan menggunakan tali berskala yang diberi pemberat. Pemberat diturunkan sampai ke dasar perairan, kemudian kedalaman perairan diketahui dari skala pada tali yang

tampak tepat berada di permukaan perairan. Dengan demikian, pengukuran kedalaman dapat dilakukan dari atas kapal.

Pengukuran Parameter Kimia Perairan

Pengukuran parameter kimia air laut di daerah penelitian diperlukan untuk mengetahui kondisi perairan di objek wisata pantai Tanjung Kelayang dan pantai Tanjung Tinggi. Parameter kimia perairan yang diukur adalah konsentrasi nitrat (NO3-N), total nitrogen (total N), total fosfat (PO4-P), dan ortofosfat yang

terkandung di kedua perairan tersebut. Data parameter kimia tersebut nantinya dipergunakan sebagai dasar untuk pengelolaan dan pelaksanaan daya dukung wisata di kedua objek wisata tersebut. Untuk dapat mengetahui nilai kandungan parameter kimia di perairan objek wisata Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi, dilakukan pengambilan contoh air laut yang dimasukkan ke dalam wadah botol plastik dan kemudian langsung dibekukan di dalam lemari es. Contoh air tersebut segera dikirim ke Laboratorium Pengujian Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Konsentrasi nitrat diketahui dengan menganalisis air laut contoh tersebut dengan menggunakan metode APHA, ed. 21, 2005, 4500-NO3

Analisis Data

-E, sedangkan total nitrogen menggunakan metode APHA, ed. 21, 2005, 4500-N-C, total fosfat dan ortofosfat menggunakan metode APHA, ed. 21, 2005, 4500-P-E&J.

Analisis Data Biofisik dan Parameter Fisik Perairan Persen Penutupan Karang Hidup dan Jumlah Lifeform Karang

Persen penutupan karang hidup dapat dihitung dengan menggunakan persamaan menurut English et al. (1994). Jumlah bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dari tiap kategori dicatat dan dihitung jumlahnya pada tiap stasiun pengamatan. :

% ������������������= ������������������������

������������������� ���% ...(1) Jumlah Spesies Ikan Karang

Pengamatan ikan karang dilakukan pada transek garis sepanjang 50 meter dan 2,5 meter ke kiri dan kanan transek. Hal tersebut berarti dilakukan pengamatan dalam dimensi persegi panjang dengan panjang 50 meter dan lebar 5 meter. Maka akan terdata jumlah spesies ikan karang dalam luasan 250 m2

Kecerahan Perairan

.

Setelah didapatkan nilai D1 dan D2 dalam satuan meter, maka kecerahan perairan dapat dihitung dengan persamaan :

………(2)

�= �1 +�2 2

Keterangan :

K : Kecerahan secchi

D1 : Kedalaman perairan saat keping secchi mulai tidak terlihat D2 : Kedalaman perairan saat keping secchi mulai terlihat

Kecepatan Arus

Kecepatan arus (V) perairan dapat diketahui dengan menggunaan persamaan umum berikut :

………..(3)

Keterangan :

V : Kecepatan arus (cm/detik) S : Jarak yang ditempuh (cm) T : Waktu tempuh (detik).

Analisis Kesesuaian Wisata Snorkeling

Data yang telah dikumpukan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam matriks kesesuaian untuk mengetahui kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut sebagai objek wisata bahari. Masing-masing parameter di dalam matriks kesesuaian ini memiliki skor dan bobot yang berbeda berdasarkan tingkat kepentingan terhadap pariwisata bahari. Penentuan kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut menggunakan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkeling (Tabel 3) dan selam (Tabel 4) berdasarkan modifikasi Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007).

Tabel 3 Matriks kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata snorkeling Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kecerahan Perairan (%) 5 100 3 80 - <100 2 20- <80 1 <20 0 Tutupan komunitas terumbu karang (%) 5 >75 3 50-75 2 25-50 1 <25 0

Jumlah Life form 3 >12 3 <7-12 2 4-7 1 <4 0 Jumlah (spesies) Ikan karang 3 >50 3 30-50 2 10- <30 1 <10 0 Kecepatan Arus (cm/detik) 1 0- 15 3 >15- 30 2 >30- 50 1 >50 0 Kedalaman Terumbu Karang (m) 1 1-3 3 >3-6 2 >6-10 1 >10 < 1 0 Sumber: Modifikasi dari Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007)

� = � �

Penghitungan nilai kesesuaian untuk wisata snorkeling dan menggunakan persamaan berikut (Yulianda 2007) :

...(4)

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai Parameter Ke-i (Bobot x Skor) Nmax : Maksimum dari suatu kategori wisata = 54

Analisis Kesesuaian Wisata Selam

Tabel 4 Matriks kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata selam Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kecerahan Perairan (%) 5 >80 3 50-80 2 20- 50 1 <20 0 Tutupan komunitas terumbu karang (%) 5 >75 3 >50- 75 2 25-50 1 <25 0 Jumlah Lifeform 3 >12 3 <7-12 2 4-7 1 <4 0 Jenis (spesies) Ikan karang 3 >100 3 50- 100 2 20- <50 1 <20 0 Kecepatan Arus (cm/detik) 1 0-15 3 >15- 30 2 >30- 50 1 >50 0 Kedalaman Terumbu Karang (m) 1 6-15 3 >15- 20 3-<6 2 >20- 30 1 >30 < 3 0 Sumber: Modifikasi dari Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007)

Penghitungan nilai kesesuaian wisata selam menggunakan persamaan berikut (Yulianda, 2007) :

……..……….(5)

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai Parameter Ke-i (Bobot x Skor) Nmax : Maksimum dari suatu kategori wisata = 54 Kelas kesesuaian :

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83-100 % S2 = Cukup Sesuai, dengan nilai 50-<80 % S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 17-<50 % N = Tidak sesuai, dengan nilai <17 %

��� = �[ ��

����] × 100%

��� = �[ ��

Penjelasan kelas kesesuaian menurut Bakosurtanal (1996) adalah : Kelas S1: Sangat sesuai (Highly suitable)

Daerah ini tidak mempunyai batas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diberikan.

Kelas S2: Cukup sesuai (Moderately suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Kelas S3: Sesuai Bersyarat (Marginally suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diberikan.

Kelas N: Tidak sesuai (Not suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas permanent, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata

Penentuan daya dukung wisata dalam penelitian ini lebih menekankan kepada kondisi fisik-ekologis dari suatu objek wisata yang sering menjadi batasan utama dari pengembangan suatu objek wisata. Hal ini berarti informasi mengenai existing condition di daerah objek penelitian adalah sesuatu yang sangat penting untuk diketahui. Laporan Team Laboratrium Perencanaan Lingkungan Universitas Aegen, Yunani (2001) menyatakan, komponen fisik-ekologis yang digunakan yaitu komponen yang bersifat tetap tetap seperti kapasitas dari sistem-sistem alam biasanya dinyatakan sebagai kapasitas ekologis, kapasitas asimilasi dll. Komponen fisik-ekologis terdiri dari semua komponen-komponen yang tetap (fix) dan yang fleksibel dari alam dan lingkungan buatan-budaya, seperti infrastruktur. Komponen tetap seperti kapasitas dari sistem-sistem alam yang terkadang dinyatakan sebagai kapasitas ekologis, kapasitas asimilasi dll. Komponen tetap ini tidak bisa dimanipulasi dengan mudah oleh manusia dan untuk meningkatkan batas-batas ini dapat diestimasi dan harus diobservasi secara hati-hati. Informasi tentang existing condition tersebut diketahui dengan studi literatur dan pengamatan langsung di lapangan.

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Pantai

Kebutuhan ruang bagi setiap wisatawan sangatlah beragam, hal tersebut berkaitan dengan penentuan fasilitas yang harus disediakan. Karena standar untuk aktivitas wisatawan di Indonesia dan di Asia, maka untuk mengetahui ruang yang dibutuhkan oleh wisatawan menggunakan standar Amerika dan Eropa (Wong, 1991). Daya dukung fisik dan ekologis terdiri dari akomodasi, fasilitas komunikasi, pelayanan dan fasilitas rekreasi. Adapun urutan dari analisis- analisisnya adalah : (a). Analisis panjang pantai berpasir, area ketersediaan lahan untuk akomodasi, dan ketersediaan air tawar, (b) Perbandingan antara ukuran area dengan standar yang dibutuhkan. Analisis menggunakan lima parameter berikut : (1) Panjang pantai bepasir, (2) area ketersediaan lahan untuk akomodasi, (3)

ketersediaan air tawar, (4) Ukuran area/lahan untuk pembuangan sampah, (5) Kemampuan perairan laut sebagai tempat aktivitas wisata pantai.

Penghitungan jumlah pengunjung optimum yang secara fisik dapat dipenuhi oleh ruangan yang tersedia secara periodik menggunakan formula yang dikenalkan oleh Cifuentes (1992) berikut :

...(6) Keterangan :

PCC : Jumlah pengunjung optimum

A : Area yang tersedia untuk umum

� : Area yang dibutuhkan oleh per wisatawan (1 pengunjung per m 2

Rf

) : Faktor rotasi (jumlah kunjungan per hari)

Daya dukung wisata pantai dihitung hanya pada hamparan pasir putih sepanjang pantai yang biasa menjadi area utama akitivitas wisatawan, bukan seluruh ruang terbuka yang terdapat di dalam kawasan wisata. Untuk menghitung daya dukung area untuk menampung sejumlah wisatawan, terdapat beberapa asumsi potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata dan waktu yang digunakan untuk tiap kegiatan wisata tersebut (Modifikasi dari de Vantier & Turak 2004 dan Hutabarat et al. 2009). Adapun potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata adalah sebagai berikut:

Jenis Kegiatan (org) Unit Area (Lt) Keterangan

Rekreasi Pantai 1 20 m2 1 org setiap 10m x 2m

Adapun waktu yang tersedia untuk wisata pantai adalah 6 jam dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan wisata pantai adalah selama 3 jam. Dengan demikian, faktor rotasi (Rf) adalah 6/3 = 2.

Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Selam dan Snorkeling

Konsep daya dukung wisata di ekosistem terumbu karang, belum mampu menghasilkan sebuah nilai numerik yang menentukan jumlah wisatawan dan penyelam, tetapi dinilai melalui kriteria yang dapat mempengaruhi kapasitas dan menyebabkan penurunan dalam kapasitas tersebut. Konsep tradisional dari daya dukung adalah bukan tanpa pembatasan-pembatasan daya dukung itu sendiri, dan dimodifikasi untuk melihat tindakan-tindakan yang mungkin diambil untuk meminimalkan atau membatasi dampak antropogenik yang bersifat merugikan terhadap lingkungan terumbu karang.

Penghitungan jumlah pengunjung optimum yang secara fisik dapat dipenuhi oleh ruangan yang tersedia secara periodik untuk wisata selam juga menggunakan formula yang dikenalkan oleh Cifuentes (1992) (Persamaan 6). Daya dukung wisata selam dan snorkeling ini dimaksudkan hanya dilakukan untuk menikmati ekosistem terumbu karang, atau dapat dikatakan selam dan

���=� × �

snorkeling tersebut dilakukan di perairan yang terdapat ekosistem terumbu karang saja. Untuk menghitung daya dukung area untuk menampung sejumlah wisatawan, terdapat beberapa asumsi dasar, yaitu :

Potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata : Jenis Kegiatan (org) Unit Area (Lt) Keterangan

Selam 2 1000 m2 Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m

Snorkeling 1 300 m2 Setiap 1 org dalam 100 m x 3 m

Waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan wisata :

Kegiatan Waktu berwisata Waktu yang tersedia Rf

Selam 2 8 4

Snorkeling 3 6 2

Selain dengan menghitung jumlah pengunjung optimum dengan formula di atas, kriteria yang juga relevan dalam penentuan daya dukung di ekosistem terumbu karang adalah kerentanan ekosistem terumbu karang tersebut. Sitepu (2008) menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang yang memiliki persentase karang genus Acropora > 40% merupakan lokasi yang rentan, persentase karang antara 20% - 40% merupakan lokasi yang cukup rentan, sedangkan persentase sebesar < 20% dianggap kurang rentan. Jadi bisa diasumsikan, dalam luasan daerah yang sama, ekosistem terumbu karang dengan persentase tutupan karang Acropora > 40% memiliki daya dukung rendah, persentase karang 20% - 40% memiliki daya dukung sedang dan persentase penutupan karang Acropora < 20% memiliki daya dukung baik. Faktor keahlian dari penyelam juga mempengaruhi kriteria tersebut, karena penyelam dengan jam selam yang sudah tinggi dan memiliki kemampuan menyelam yang baik, peluang untuk merusak karang akibat faktor ketidaksengajaan seperti terkena kayuhan fin (kaki katak) semakin kecil, dan begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan kriteria di atas, kami merasa kriteria tersebut kurang tepat dalam menggambarkan daya dukung di ekosistem terumbu karang hanya menggunakan persen penutupan genus Acropora saja. Berdasarkan pengalaman di lapangan, tidak hanya genus Acropora saja yang rentan patah/rusak akibat terkena kayuhan fin penyelam, tetapi juga terdapat jenis yang lebih rentan semisal genus Seriatopora. Maka dari itu, dalam penelitian ini kriteria tersebut dimodifikasi dengan menggunakan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang. Adapun jenis lifeform yang dianggap sangat rentan terhadap kerusakan akibat terkena kayuhan fin yaitu ACB (Acropora Branching), ACT (Acropora Tabulate), CB (Coral Branching), dan CF (Coral Foliose). Jumlah persen penutupan karang hidup dari ketiga lifeform tersebut akan dikriteriakan dengan persen penutupan seperti kriteria di atas, yaitu : persentase tutupan lifeform karang ACB+ACT+CB+CF: > 40% memiliki daya dukung rendah, persentase tutupan karang ACB+ACT+CB+CF: 20% - 40% memiliki daya dukung sedang dan persentase tutupan karang ACB+ACT+CB+CF: < 20% memiliki daya dukung baik. Dengan

demikian kesemua kriteria penentuan daya dukung ekologis wisata selam di ekosistem terumbu karang tersebut akan dibandingkan, sehingga akan memberikan lebih banyak pilihan dalam pengelolaan objek wisata selam dan snorkeling.

Analisis Daya Dukung Ekolgi Wisata Berdasarkan Ketersediaan Air Tawar Jumlah wisatawan yang dapat didukung oleh suatu kawasan wisata juga sangat ditentukan volume air tawar yang tersedia. Air tawar merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan dalam suatu kawasan wisata, maka dari itu, penting untuk diketahui ketersediaan air tawar di lokasi penelitian. Ketersediaan air tawar di lokasi penelitian dapat diketahui berdasarkan informasi mengenai sumber-sumber air tawar yang tersedia. Menurut informasi yang diterima, pemenuhan kebutuhan air tawar bagi wisatawan di Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi berasal dari sumur. Hal tersebut berarti ketersediaan air tawar tersebut dapat diartikan sebagai banyaknya sumur dan volume air yang dapat dimanfaatkan. Informasi mengenai ketersediaan air tawar tersebut dapat diketahui dengan mewawancarai pihak pengelola pantai atau pihak-pihak lain yang ikut memanfaatkan sumber air tawar tersebut seperti pedagang dan masyarakat sekitar. Untuk memastikan keberadaan dan kondisi sumberdaya air tawar tersebut, maka berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara, kemudian dilakukan pemeriksaan langsung di lapangan. Hasil pemeriksaan tersebut diharapkan akan memberikan informasi mengenai jumlah sumber air tawar yang tersedia dan fluktuasi ketersediaannya sepanjang tahun.

WTO (1981) menyatakan bahwa konsumsi air bersih di penginapan yang terletak di daerah pesisir adalah 200-300 liter per hari. Dengan demikian, bila diasumsikan wisatawan tidak menginap di objek wisata, maka konsumsi air bersih akan menjadi setengah dari nilai tersebut, yaitu 100-150 liter per hari. Berdasarkan informasi di atas, maka untuk perhitungan daya dukung wisata berdasarkan ketersediaan air tawar dapat dilakukan dengan mengetahui debit sumber air tawar yang tersedia di dalam area objek wisata tersebut. Bila wisatawan menginap di objek wisata maka daya dukung wisata berdasar ketersediaan air tawar dapat dihitung menggunakan formulasi sbb :

…..…..(7) Keterangan :

DDAM (maks) : Daya dukung air maksimum bila wisatawan menginap. DDAM (min) : Daya dukung air minimum bila wisatawan menginap

Q : Debit sumber air (sumur)

Wt : Waktu sehari semalam (24 jam)

Cmaks : Konsumsi maksimum air oleh wisatawan (300 l/hari)

Cmin : Konsumsi minimum air oleh wisatawan (200 l/hari)

Namun, bila wisatawan diasumsikan tidak menginap di dalam area objek wisata, maka daya dukung wisata berdasarkan ketersediaan air tawar adalah :

���� (maks) = � ��

����� ���� ���� (min) =

� ��

…...(8)

Keterangan :

DDATM (maks) : Daya dukung air maksimum bila wisatawan tidak menginap DDAM (min) : Daya dukung air minimum bila wisatawan tidak menginap

Q : Debit sumber air (sumur)

Wt : Waktu sehari semalam (12 jam)

Cmaks : Konsumsi maksimum air oleh wisatawan (150 l/hari)

Cmin : Konsumsi minimum air oleh wisatawan (100 l/hari)

Analisis Daya Dukung Ekolgi Wisata Berdasarkan Ketersediaan Akomodasi Wisata

Akomodasi dan fasilitas merupakan salah satu instrumen penting dalam penyelenggaraan aktivitas wisata di suatu kawasan wisata. Ketersediaan akomodasi wisata juga dapat menjadi faktor pembatas kehadiran wisatawan di dalam suatu kawasan wisata. Bila ketersediaan atau daya dukung dari akomodasi dan fasilitas wisata tersebut melebihi daya dukung ekosistem dalam menampung jumlah wisatawan, maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem yang menjadi daya tarik wisatawan. Bila kondisi tersebut terjadi maka akan mengurangi tingkat kepuasan wisatawan yang berwisata. Akomodasi dan fasilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan tempat penginapan (hotel, dll), rumah makan dan kapal-kapal yang akan mengangkut wisatawan. Daya dukung penginapan dapat diketahui dari jumlah kamar yang tersedia. Daya dukung kapal, dapat diketahui dari berapa banyak kapal yang tersedia dan kapasitas muatan penumpang kapal tersebut di dalam kawasan wisata untuk mengangkut wisatawan. Adapun daya dukung fasilitas tempat makan dapat diketahui dari berapa banyak rumah makan yang tersedia dan kapasitas tampungnya. Dengan demikian dapat diketahui apakah daya dukung akomodasi dan fasilitas wisata tersebut telah melebihi atau masih di bawah daya dukung ekosistem.

Strategi Pengelolaan

Dari hasil analisis daya dukung ekologi kawasan wisata tersebut, kemudian didapatkan tabulasi daya dukung untuk setiap parameter. Dengan demikian dapat diketahui tingkat daya dukung kawasan dan kemudian

Dokumen terkait