EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu)
PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA
AZRIZAL
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn dan Cu) Pada Tanah Sawah di Pulau Jawaadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
AZRIZAL. Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu) pada tanah sawah di Pulau Jawa, Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF HARTONO dan SYAIFUL ANWAR.
Tanah sawah di Jawa telah mengalami pemupukan berkepanjangan dengan hara makro, khususnya dengan pupuk N, P, K, sedangkan pemupukan hara mikro hanya sedikit atau tidak sama sekali. Pemupukan hara mikro harus diperhatikan dengan seksama karena pemberian yang berlebihan dapat meracuni dan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini diperlukan dalam mengevaluasi status hara mikro pada tanah sawah di Pulau Jawa untuk keseimbangan pupuk yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi status hara Fe, Mn, Zn, dan Cu pada tanah sawah di Pulau Jawa; untuk membandingkan ketersediaan Fe, Mn, Zn, dan Cu antara Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; untuk mengkorelasikan pH, Kejenuhan Basa, P-Bray, dan N-total dengan ketersediaan Fe, Mn, Zn, dan Cu. Terdapat 23 sampel tanah yang dianalisis, 7 sampel dari Jawa Barat, 11 sampel dari Jawa Tengah, dan 5 sampel dari Jawa Timur. Ketersediaan Fe, Mn, Zn, Cu dianalisis menggunakan metode DTPA. Secara umum, status Mn dan Cu sudah cukup. Besi (Fe) cukup di Jawa Barat dan Jawa Tengah, tetapi sebagian besar di Jawa Timur kekurangan. Seng (Zn) merupakan yang paling bervariasi ketersediaannya di seluruh wilayah, mulai dari kurang hingga cukup. Hasil uji korelasi menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Fe, Mn, Zn, dan Cu dengan pH; korelasi negatif yang signifikan antara Fe Mn dengan P-Bray1; dan korelasi positif yang signifikan antara Fe dan Cu dengan N-total.
Kata kunci: DTPA, Hara Mikro, Pulau Jawa, Tanah Sawah
in East Java. Zinc was the most varied from deficient to sufficient in all areas. There were significant negative correlations between Fe, Mn, Zn, and Cu with pH; significant negative correlation between Fe and Mn with Bray1-P; and significant positive correlation between Fe and Cu with total-N.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu)
PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA
AZRIZAL
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn dan Cu) pada Tanah Sawah di Pulau Jawa
Nama NIM
Azrizal A14090011
Dr Ir MSc
Pembimbing I
Disetujui oleh
Tanggal Lulus: l I 1 DEC 20J5
Dr Ir MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn dan Cu) pada Tanah Sawah di Pulau Jawa. Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Arief Hartono, MSc Agr dan Dr Ir Syaiful Anwar MSc selaku dosen pembimbing atas segala nasehat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, waktu, pikiran dan keikhlasan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.
2. Dr Ir Lilik Indriyati, MSc selaku dosen penguji atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
3. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, kakak dan adik tercinta serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, perhatian, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang.
4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu, nasehat, dan kerjasamanya.
5. Seluruh Sahabat Ilmu Tanah 46, Ilmu Tanah 45, Ilmu Tanah 44.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu tanah khususnya di tanah-tanah sawah di Pulau Jawa.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Bahan dan Alat 2
Metode Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Evaluasi Status Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu 4
Pengaruh Lokasi terhadap Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu 9 Korelasi Beberapa Sifat Tanah (pH, Kb, P-Bray dan N-Total) dengan
Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu 10
KESIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
DAFTAR TABEL
1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian 4 2. Evaluasi Status Hara Fe Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 5 3. Evaluasi Status Hara Mn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 6 4. Evaluasi Status Hara Zn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 7 5. Evaluasi Status Hara Cu Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 8 6. Perbedaan Ketersediaan Hara Mikro Pada Setiap Lokasi 9 7. Kolerasi hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Terhadap Sifat Tanah Lainnya 10
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia adalah 237 juta jiwa dimana 57.5% tersebar di Pulau Jawa, dan sisanya 42.5% di pulau-pulau lainnya. Hampir seluruh penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Menurut data FAO (Food and Agriculture Organization) tahun 2013 Indonesia menjadi negara dengan konsumsi beras terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Data BPS pada tahun 2013 menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas panen 6.44 juta ha mampu menyumbang 53% dari produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia (BPS 2013).
Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia adalah dengan melakukan program intensifikasi. Selain menggunakan varietas unggul, pemupukan menjadi kegiatan yang paling menentukan dalam keberhasilan program ini. Hal ini terbukti dengan penggunaan pupuk yang meningkat pesat setelah perencanaan program intensifikasi yang dimulai tahun 1969. Rekomendasi pemupukan padi sawah yang berlaku sekarang bersifat umum untuk semua wilayah Indonesia tanpa mempertimbangkan status hara tanah dan kemampuan tanaman menyerap hara. Sementara itu diketahui bahwa status hara P dan K sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi (Adiningsih et al. 1989; Moersidi et al. 1991; Haryani 2013; Sitorus 2013).
Pemupukan N, P dan K secara terus-menerus pada tiga dasawarsa terakhir ini menyebabkan sebagian besar lahan sawah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Lombok dan Bali berstatus hara P dan K tinggi. Selain itu penggunaan pupuk N, P dan K terus-menerus menyebabkan ketidakseimbangan hara tanah. Ketidakseimbangan hara disinyalir mengakibatkan terjadinya pelandaian produktivitas (leveling off) padi sawah. Kadar hara N, P dan K yang tinggi menyebabkan ketersediaan hara mikro seperti Fe, Mn, Zn dan Cu tertekan (Sofyan et al. 2004).
Pemupukan N, P, dan K dengan takaran tinggi tanpa pengembalian sisa panen akan mempercepat penurunan ketersediaan hara mikro seperti Fe, Mn, Zn dan Cu serta hara makro lainnya seperti S, Ca, dan Mg. Pemupukan hara mikro harus diperhitungkan dengan sangat hati-hati karena pemberian yang berlebihan dapat meracuni tanaman dan menghambat pertumbuhan (Setyorini et al. 2009).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengevaluasi status hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu pada tanah sawah di Pulau Jawa.
2. Membandingkan ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
3. Mengkorelasi pH, Kejenuhan Basa (KB), P-Bray dan total N dengan ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan September 2013 sampai dengan selesai. Sample diambil dari 3 Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) di Pulau Jawa (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 23 Sample tanah sawah yang diambil dari 3 provinsi di Pulau Jawa. Alat-alat yang digunakan untuk analisis laboratorium adalah pipet (5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml), erlenmeyer, tabung sentrifuge 50 ml, gelas piala, gelas ukur, labu takar 50 ml dan 100 ml, alat ukur timbangan, neraca analitik, botol kocok plasik lemari pendingin, autoclave, kertas saring, corong gelas, pipet tetes, dan alat ukur Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penetapan hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu adalah Diethilenetriamine-pentaaceticacid (DTPA), HCl, CaCl2,
aquades, dan TEA (Tri Etanol Amin).
3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu tahap persiapan, pengambilan sampel tanah, analisis pendahuluan dan analisis hara mikro, dan pengolahan data.
Persiapan
Tahap ini meliputi tahap perencanaan sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan, yaitu menetapkan lahan sawah yang akan diambil contoh tanahnya, jumlah dan lokasi pengambilan contoh tanah. Penetapan lokasi pengambilan contoh tanah didasarkan atas pertimbangan karena daerah tersebut merupakan sentral pertanian, terutama tanaman padi sawah.
Pengambilan Sampel Tanah
Sebanyak 23 contoh tanah sawah diambil di Pulau Jawa oleh peneliti terlebih dahulu. Contoh tanah tersebut diambil pada lapisan olah dengan kedalaman 0-20 cm yang diambil secara komposit. Contoh tanah komposit kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label. Setiap contoh tanah sawah yang diambil pada masing-masing lokasi dicatat titik koordinatnya. Jumlah contoh tanah sawah yang diambil di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berturut-turut sebanyak 7, 11 dan 5 contoh tanah.
Analisis Pendahuluan dan Analisis Hara Mikro
Contoh tanah yang telah diambil dikeringudarakan dalam ruangan berventilasi. Contoh tanah kemudian ditumbuk dan diayak menggunakan ayakan yang berukuran 2 mm. Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik sifat kimia tanah sawah yang diambil. Analisis pendahuluan meliputi pH (H2O) yang diukur dengan pH meter. KTK dan basa-basa (Nadd, Cadd, Mgdd)
diperoleh dari hasil ekstraksi dengan tanah 1 M NH4OAc pH 7. N-total diperoleh
dari hasil destruksi dengan metode Kjeldahl. Kejenuhan basa diperoleh dengan perhitungan yaitu rasio total basa-basa dapat ditukar terhadap KTK tanah dan diekspresikan dalam persen. Analisis pendahuluan tanah dilakukan oleh penelitian sebelumnya oleh Haryani (2013) dan Satwoko (2013). Analisis hara mikro Fe, Mn, Zn, dan Cu dianalisis dengan menggunakan DTPA.
Pengolahan Data dan Penentuan Kelas Status Hara Mikro
Penilaian dari hasil analisis evaluasi status hara mikro dan hasilnya dibagi menjadi 3 kelas status hara Fe, Mn, Zn, dan Cu yaitu cukup, sedang, rendah. Kriteria yang digunakan dalam penetapan status hara mikro tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2009) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2009)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Status Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu
Evaluasi Status Hara Mikro Fe
Besi adalah unsur mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Batas kritis kosentrasi Fe dalam larutan tanah yang dapat menyebabkan keracunan tanaman bervariasi dari 10-100 ppm, tetapi secara umum terjadi pada konsentrasi Fe tanah >300 ppm (Santoso dan Sofyan 2002).
Hasil analisis hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu (Tabel 2) menunjukkan bahwa ketersediaan Fe-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 8.90 ppm sampai dengan 90.60 ppm. Fe-DTPA Jawa Tengah berkisar antara 6.16 ppm sampai
dengan 76.60 ppm.. Fe-DTPA Jawa Timur berkisar antara 0.41 ppm sampai
dengan 5.04 ppm. Karawang memiliki Fe-DTPA tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan. Fe-DTPA sebesar 90.60 ppm. Sementara Tambak Rejo
memiliki Fe-DTPA terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Fe-DTPA sebesar 0.41 ppm.
Perbedaan Fe-DTPA yang sangat jauh antara Karawang dan Tambak Rejo disebabkan karena kedua daerah tersebut berada di Provinsi yang berbeda iklimnya. Karawang berada di Provinsi Jawa Barat sedangkan Tambak rejo berada di Provinsi Jawa Timur. Kondisi iklim di kedua daerah tersebut mempengaruhi ketersediaan Fe. Tidak hanya itu kedua daerah tersebut memiliki jenis tanah yang berbeda. Berdasarkan nilai rata-rata Fe pada setiap provinsi. Fe-DTPA tertinggi terdapat di Jawa Barat sedangkan terendah di Jawa Timur. Rata-rata Fe-DTPA Jawa Barat sebesar 62.84 ppm. Rata-rata Fe-DTPA Jawa Tengah sebesar 39.4 ppm. Sementara rata-rata Fe-DTPA Jawa Timur sebesar 2.60 ppm.
Untuk status hara Fe pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa, 20 lokasi berstatus cukup, tiga lokasi berstatus rendah yaitu Jombang, Nganjuk dan Tambak Rejo di Jawa Timur.
Unsur mikro (DTPA) Rendah Sedang Cukup
Fe (ppm) <2.5 2.5-4.5 >4.5
Mn (ppm) <1 >1
Zn (ppm) <0.5 0.5-1 >1
5 Tabel 2 Evaluasi Status Hara Fe Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa
Provinsi Lokasi OrderTanah (Soil Taxonomy,
2004)
Fe-DTPA (ppm) Status
Jawa Barat Karawang Inceptisols 90.6 Cukup
Jatisari Inceptisols 88.4 Cukup
Pamanukan Inceptisols 63.7 Cukup
Indramayu Inceptisols 38.5 Cukup
Palimanan Inceptisols 8.92 Cukup
Cicalengka Inceptisols 54.0 Cukup
Cikarawang Ultisols 15.5 Cukup
Rata-ratasd 62.8428.96
Jawa Tengah Brebes Inceptisols 39.8 Cukup
Suradadi Inceptisols 22.3 Cukup
Batang Ultisols 52.5 Cukup
Kendal Inceptisols 71.4 Cukup
Demak Vertisols 6.16 Cukup
Jekulo Vertisols 10.3 Cukup
Borobudur Inceptisols 57.6 Cukup
Kutoarjo Inceptisols 28.9 Cukup
Karanganyar Inceptisols 36.7 Cukup
Buntu Inceptisols 76.6 Cukup
Jogjakarta Vertisols 31.4 Cukup
Rata-ratasd 39.423.1
Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 4.87 Cukup
Tambak Rejo Vertisols 0.41 Rendah
Nganjuk Vertisols 0.89 Rendah
Jombang Inceptisols 1.80 Rendah
Ponorogo Vertisols 5.04 Cukup
Rata-ratasd 2.602.21
Evaluasi Status Hara Mikro Mn
6
Tabel 3 Evaluasi Status Hara Mn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa
Provinsi Lokasi OrderTanah (Soil Taxonomy,
2004)
Mn-DTPA (ppm) Status
Jawa Barat Karawang Inceptisols 46.4 Cukup
Jatisari Inceptisols 34.0 Cukup
Pamanukan Inceptisols 13.5 Cukup
Indramayu Inceptisols 10.6 Cukup
Palimanan Inceptisols 20.9 Cukup
Cicalengka Inceptisols 11.4 Cukup
Cikarawang Ultisols 21.2 Cukup
Rata-ratasd 22.613.3
Jawa Tengah Brebes Inceptisols 18.6 Cukup
Suradadi Inceptisols 6.67 Cukup
Batang Ultisols 20.0 Cukup
Kendal Inceptisols 7.15 Cukup
Demak Vertisols 2.99 Cukup
Jekulo Vertisols 32.2 Cukup
Borobudur Inceptisols 4.19 Cukup
Kutoarjo Inceptisols 12.5 Cukup
Karanganyar Inceptisols 10.5 Cukup
Buntu Inceptisols 27.1 Cukup
Jogjakarta Vertisols 9.26 Cukup
Rata-ratasd 17.212.2
Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 8.83 Cukup
Tambak Rejo Vertisols 8.02 Cukup
Nganjuk Vertisols 6.99 Cukup
Jombang Inceptisols 5.40 Cukup
Ponorogo Vertisols 4.09 Cukup
Rata-ratasd 6.71.93
7 Evaluasi Status Hara Mikro Zn
Seng (Zn) di butuhkan tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit. Fungsinya sebagai katalis dalam berbagai kegiatan fisiologis tanaman. Zn rendah umumya terjadi pada tanah yang memiliki pH netral dan tanah berkapur yang mengandung bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Zn rendah juga terdapat pada tanah yang diusahakan intensif dengan pemberian pupuk N, P dan K dalam jumlah yang banyak tanpa penambahan Zn, tanah sodik dan tanah salin, tanah gambut, tanah berpasir, tanah masam bertekstur kasar yang telah melapuk lanjut dan tanah Sulfat Masam yang telah tercuci Ca, Mg, dan K (Santoso dan Sofyan 2002).
Tabel 4 Evaluasi Status Hara Zn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa
Provinsi Lokasi OrderTanah (Soil Taxonomy,
2004)
Zn-DTPA (ppm) Status
Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.74 Medium
Jatisari Inceptisols 1.46 Cukup
Pamanukan Inceptisols 0.66 Medium
Indramayu Inceptisols 0.20 Rendah
Palimanan Inceptisols 0.04 Rendah
Cicalengka Inceptisols 0.93 Medium
Cikarawang Ultisols 6.13 Cukup
Rata-ratasd 1.62.03
Jawa Tengah Brebes Inceptisols 0.20 Rendah
Suradadi Inceptisols 1.36 Cukup
Batang Ultisols 0.69 Medium
Kendal Inceptisols 0.04 Rendah
Demak Vertisols 0.09 Rendah
Jekulo Vertisols 0.19 Rendah
Borobudur Inceptisols 0.76 Medium
Kutoarjo Inceptisols 0.21 Rendah
Karanganyar Inceptisols 1.84 Cukup
Buntu Inceptisols 1.42 Cukup
Jogjakarta Vertisols 0.22 Rendah
Rata-ratasd 0.820.58
Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.26 Rendah
Tambak Rejo Vertisols 0.15 Rendah
Nganjuk Vertisols 0.004 Rendah
Jombang Inceptisols 2.46 Cukup
Ponorogo Vertisols 0.35 Rendah
Rata-ratasd 0.440.13
8
bahwa Zn-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 0.04 ppm sampai dengan 6.13 ppm. Zn-DTPA di Jawa Tengah berkisar antara 0.04 ppm sampai dengan 1.84 ppm. Zn-DTPA di Jawa Timur berkisar antara 0.004 ppm sampai dengan 2.46 ppm.
Sementara untuk daerah dengan Zn-DTPA tertinggi adalah Cikarawang di Jawa Barat sebesar 6.13 ppm dan yang terkecil adalah daerah Nganjuk di Jawa Timur sebesar 0.004 ppm. Untuk Zn-DTPA pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa, 12 lokasi berstatus rendah, 6 lokasi bersatus cukup dan 5 lokasi berstatus medium.
Evaluasi Status Hara Mikro Cu
Rata-rata Cu dalam litosfer sekitar 100 ppm, tetapi yang berada dalam tanah antara 2 sampai 100 ppm (Tisdale dan Nelson 1975). Menurut (Soepardi 1983), bahwa bahan induk merupakan sumber ketersediaan Cu. Ketersediaan Cu sangat tergantung pada pH tanah.
Tabel 5 Evaluasi Status Hara Cu Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa
Provinsi Lokasi OrderTanah (Soil Taxonomy,
2004)
Cu-DTPA (ppm) Status
Jawa Barat Karawang Inceptisols 1.94 Cukup
Jatisari Inceptisols 1.35 Cukup
Pamanukan Inceptisols 1.38 Cukup
Indramayu Inceptisols 1.52 Cukup
Palimanan Inceptisols 0.92 Cukup
Cicalengka Inceptisols 2.16 Cukup
Cikarawang Ultisols 1.09 Cukup
Rata-ratasd 1.480.44
Jawa Tengah Brebes Inceptisols 2.57 Cukup
Suradadi Inceptisols 1.03 Cukup
Batang Ultisols 1.86 Cukup
Kendal Inceptisols 2.57 Cukup
Demak Vertisols 1.41 Cukup
Jekulo Vertisols 1.39 Cukup
Borobudur Inceptisols 2.58 Cukup
Kutoarjo Inceptisols 2.50 Cukup
Karanganyar Inceptisols 2.60 Cukup
Buntu Inceptisols 2.65 Cukup
Jogjakarta Vertisols 1.63 Cukup
Rata -ratasd 2.070.61
Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 1.34 Cukup
Tambak Rejo Vertisols 0.69 Cukup
Nganjuk Vertisols 1.07 Cukup
Jombang Inceptisols 1.11 Cukup
Ponorogo Vertisols 2.50 Cukup
9 Berdasarkan Tabel 5 hasil analisis evaluasi status hara mikro menunjukkan bahwa Cu-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 0.92 ppm sampai dengan 2.16 ppm. Cu-DTPA Jawa Tengah berkisar antara 1.03 ppm sampai dengan 2.65 ppm.
Cu-DTPA Jawa Timur berkisar antara 0.69 ppm sampai dengan 2.50 ppm. Buntu memiliki Cu-DTPA tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Cu sebesar 2.65 ppm. Sementara Tambak Rejo memiliki Cu-DTPA terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Cu-DTPAsebesar 0.69 ppm.
Perbedaan Cu-DTPA antara Buntu dan Tambak Rejo disebabkan karena kedua daerah tersebut berada di Provinsi yang berbeda. Buntu berada di Provinsi Jawa Tengah sedangkan Tambak Rejo berada di Provinsi Jawa Timur. Kondisi iklim di kedua daerah tersebut mempengaruhi ketersediaan Cu. Tidak hanya itu kedua daerah tersebut memiliki jenis tanah yang berbeda. Berdasarkan nilai rata-rata Cu-DTPA pada setiap provinsi, tertinggi terdapat di Jawa Tengah sedangkan terendah di Jawa Timur. Rata-rata Cu-DTPA Jawa Barat sebesar 1.48 ppm, rata-rata Cu-DTPA Jawa Tengah sebesar 2.07ppm, sementara ketersediaan rata-rata-rata-rata Cu Jawa Timur sebesar 1.35ppm.
Pengaruh Lokasi terhadap Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu
Secara keseluruhan atau umum, evaluasi hara mikro di Pulau Jawa bahwa ketersediaan Fe, Mn, dan Zn di Jawa Barat cenderung lebih tinggi diikuti Jawa Tengah kemudian Jawa Timur. Berbeda dengan ketersediaan Cu di Jawa Tengah cenderung lebih tinggi dikuti dengan Jawa barat kemudian Jawa Timur.
Perbedaan ketersediaan Fe, Mn, Zn dan Cu pada setiap lokasi disajikan pada Tabel 6. Hasil ANOVA pengaruh lokasi terhadap ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Zn, dan Cu secara berturut-turut disajikan pada Tabel lampiran 2, 3, 4, dan 5. Pengaruh lokasi nyata mempengaruhi ketersediaan hara Fe dan Cu, sementara pada Mn dan Zn tidak berpengaruh nyata.
Tabel 6 Perbedaan Ketersediaan Hara Mikro Pada Setiap Lokasi
Lokasi
10
(n=7), dan Jawa Timur 1.350.68 (n=5). Nilai Mn-DTPA sebagai berikut: Jawa Barat 22.613.3 (n=7), Jawa Tengah 17.212.2 (n=11), dan Jawa Timur 6.71.93 (n=5). Untuk Zn-DTPA Jawa Barat 1.62.03 (n=7), Jawa Tengah 0.820.58 (n=11), dan Jawa Timur 0.440.13 (n=5). Nilai standar deviasi yang besar menunjukan bahwa keragaman antar lokasi sangat tinggi. Keragaman ini mungkin disebabkan oleh pemupukan hara Fe dan Cu yang sangat bervariasi pada setiap lokasi.
Angka rata-rata konsentrasi Fe, Mn, Zn, dan Cu menunjukkan bahwa lokasi Jawa Timur memiliki angka-angka Fe, Mn, Zn, dan Cu yang lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk Fe dan Cu lokasi Jawa Timur nyata lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk Mn dan Zn walaupun tidak nyata lokasi Jawa Timur cenderung memiliki Mn dan Zn yang lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak dibandingkan bagian timur atau semakin ke timur lebih kering sehingga pencucian di Jawa Barat lebih intensif bila dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur (Nurwadjedi 2011). Selain itu, KB di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat tinggi bila dibandingkan dengan Jawa Barat. Tidak adanya pencucian secara intensif menyebabkan jumlah basa tanah demikian tinggi
Korelasi Beberapa Sifat Tanah (pH, Kb, P-Bray dan N-Total) dengan Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu
Hasil uji korelasi hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu pada tanah sawah terhadap sifat-sifat kimia tanah seperti pH tanah, kejenuhan basa (KB), P-Bray dan N-Total disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa keempat hara mikro berkolerasi negatif didalam tanah terhadap pH. Hara mikro Zn dan Cu berkolerasi nyata, sedangkan hara mikro Fe dan Mn berkolerasi sangat nyata terhadap pH tanah. Semakin tinggi pH tanah maka semakin rendah hara mikro yang tersedia dalam tanah. Uji kolerasi antara mikro dengan kejenuhan basa berkolerasi negatif kecuali Cu. Kolerasi P-Bray dengan hara mikro berkolerasi negatif kecuali Cu. Hara Fe dan Mn berkolerasi nyata terhadap P-Bray, dapat dikatakan semakin besar P-Bray didalam tanah akan menekan ketersediaan hara Fe dan Mn. Uji kolerasi N-total dengan hara mikro berkolerasi yang positif. Semakin tinggi total nitrogen didalam tanah, maka semakin tinggi ketersediaan hara mikro di dalam tanah sawah.
Tabel 7 Kolerasi hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Terhadap Sifat Tanah Lainnya
11
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Status Fe, Mn, Zn dan Cu tersedia (DTPA) dapat dipertukarkan pada tanah sawah di Pulau Jawa di 23 lokasi contoh yang diambil bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Menurut kriteria Balai Penelitian Tanah (2009), dari 23 lokasi contoh yang diambil kemudian dianalisis ketersediaanhara Fe, Mn, Zn, dan Cu terdapat 20 lokasi berstatus Fe cukup, 3 lokasi berstatus Fe rendah, 23 lokasi berstatus Mn cukup, 6 lokasi Zn cukup, 5 lokasi berstatus Zn medium dan 12 lokasi memiliki staus Zn rendah, dan 23 lokasi berstatus Cu cukup.
Provinsi Jawa Timur memiliki hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. pH mempengaruhi ketersediaan hara mikro, dimana pH berkolerasi negatif terhadap hara mikro. Ketersediaan hara mikro dipengaruhi oleh KB dan P-Bray, dimana KB dan P-Bray berkolerasi negatif. N-Total berkolerasi positif dengan hara mikro.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai respon produksi pada terhadap penambahan hara mikro Fe dan Zn yang rendah pada tanah sawah di Pulau Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih JS, Moersidi, M Sudjadi, dan AM Fagi. 1989. Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Efesiensi Penggunaan Pupuk. Cipayung, 21 November 1988. hlm 63-89.
BPS. 2013. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. JakartaBPS. 2013. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah.
Lindsay WL. 1979. Chemical Equilibria in Soil. Jhon Wiley and Sons: New York. Haryani H. 2013. Evaluasi status hara kalium pada tanah sawah di Pulau Jawa
[skirpsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Moersidi S, D Santoso, M Soepartini, M Al-Jabri, JS Adiningsih, dan M Sudjadi. 1991. Peta keperluan fosfat tanah sawah Jawa dan Madura. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 6: 24-25
Nurwadjedi. 2011. Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah untuk Mendukung Penataan Ruang: Studi Kasus di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor:Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
12
Sitorus ET. 2013. Analisis status hara fosfor pada berbagai lahan pertanian pangan di Pulau Jawa. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sofyan A, Nurjaya, A Kasno. 2004. Status Hara Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaanya. Bogor: Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm 113-114.
Santoso D dan A Sofyan. 2002. Pengelolaan Hara pada Lahan Kering, dalam Tekhnologi Pengelolaan lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Pelitian Tanah dan Agroklimat: Bogor.
Satwoko A. 2013. Fraksionasi fosfor pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
13
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis Pedahuluan Tanah Sawah di Pulau Jawa
14
Lampiran 2 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Fe-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber
Lampiran 3 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Mn-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber
Lampiran 4 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Zn-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Agustus 1991, adalah putra dari pasangan Azhari dan Idawati Rangkuti. Penulis adalah purta kedua dari tiga bersudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA ANGAKASA 1 LANUD MEDAN dan pada tahun yang sama penulis meneruskan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).