• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan kompos ki ambang untuk meningkatkan pertumbuhan jabon (anthocephalus cadamba roxb miq.) di lahan pascatambang pt bukit asam (persero) tbk, sumatera selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan kompos ki ambang untuk meningkatkan pertumbuhan jabon (anthocephalus cadamba roxb miq.) di lahan pascatambang pt bukit asam (persero) tbk, sumatera selatan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KOMPOS KI AMBANG UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN JABON (Anthocephalus

cadamba Roxb Miq.) DI LAHAN PASCATAMBANG PT BUKIT

ASAM (PERSERO) TBK, SUMATERA SELATAN

RIYAN DWI PRIYANTO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Kompos Ki Ambang untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) di Lahan Pascatambang PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIYAN DWI PRIYANTO. Pemanfaatan Kompos Ki Ambang untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) di Lahan Pascatambang PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Sumatera Selatan. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR.

Ki Ambang (Salvinia natans) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menjadi fitoremediator logam berat dalam pengolahan air asam tambang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kandungan Fe dan Mn dalam kompos dan mengetahui pengaruh kompos serta dosis yang tepat terhadap pertumbuhan jabon. Ki ambang dikomposkan 24 hari dengan dua jenis kombinasi, yaitu pertama ki ambang yang dikombinasikan dengan urea, serbuk kayu dan EM4 dan kedua tanpa EM4. Hasil analisis kandungan kompos dengan maupun tanpa EM4 memiliki kandungan Fe sebesar 12.613 ppm dan 12.349 ppm, sedangkan Mn 1.308 ppm dan 914 ppm. Kompos ki ambang diberikan ke tanaman jabon dengan perlakuan kontrol; 2,5 kg kompos ki ambang dengan EM4; 5 kg kompos ki ambang dengan EM4; 2,5 kg kompos ki ambang tanpa EM4; dan 5 kg kompos ki ambang tanpa EM4. Uji T menunjukkan bahwa pemberian kompos ki ambang berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter, tetapi berpengaruh nyata pada parameter tinggi dan jumlah cabang. Jenis dan dosis kompos terbaik adalah kompos ki ambang dengan EM4 5 kg.

Kata kunci: Anthocephalus cadamba, fitoremediator, kompos, Salvinia natans

ABSTRACT

RIYAN DWI PRIYANTO. Utilization of Ki Ambang Compost for Increasing Growth Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) In Post-Mining Land PT Bukit Asam (Persero) Tbk, South Sumatra. Supervised by IRDIKA MANSUR.

Ki ambang (Salvinia natans) is one of the plants that could potentially be fitoremediator heavy metals in acid mine water treatment. The purpose of this study was to determine the content of Fe and Mn in compost and compost as well as determine the effect of dose on the growth Jabon right. Ki ambang composted 24 days with a combination of two types, namely ki ambang combined with urea, wood dust and EM4 and second without EM4. The results of the analysis of the content of the compost with or without EM4 has a Fe content of 12.613 ppm and 12.349 ppm, Mn while 1308 ppm and 914 ppm. Compost ki ambang given to the control treatment; 2,5 kg compost with EM4 ki ambang; 5 kg compost with EM4 ki ambang; 2,5 kg compost ki ambang without EM4; and 5 kg of compost ki ambang without EM4. T test showed that the administration of compost ki ambang no real effect on the ki ambang parameters diameter and number of branches. The type and dose of the best compost is ki ambang composted with EM4 5 kg.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PEMANFAATAN KOMPOS KI AMBANG UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN JABON (Anthocephalus

cadamba Roxb Miq.) DI LAHAN PASCATAMBANG PT BUKIT

ASAM (PERSERO) TBK, SUMATERA SELATAN

RIYAN DWI PRIYANTO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Kompos Ki Ambang untuk Meningkatkan

Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) di Lahan Pascatambang PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Sumatera Selatan Nama : Riyan Dwi Priyanto

NIM : E44100088

Disetujui oleh

Dr Ir Irdika Mansur, MForSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan Juni 2014 ini ialah revegetasi lahan pascatambang, dengan judul Pemanfaatan Kompos Ki Ambang untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) di Lahan Pascatambang PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Sumatera Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Irdika Mansur, MForSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga diucapkan kepada PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang telah memfasilitasi penulis selama penelitian serta teman-teman Silvikultur 47 yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

KONDISI UMUM LOKASI 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Susut ketinggian tumpukan kompos 8

2 Kandungan kompos 9

3 Rekapitulasi hasil uji T parameter tinggi 10

4 Rekapitulasi hasil uji T parameter diameter 11

5 Rekapitulasi hasil uji T parameter jumlah cabang 12 6 Hasil analisis kandungan tanah pada lokasi penelitian di lapang 14

DAFTAR GAMBAR

1 Pencacahan 3

2 Pembuatan larutan EM4 4

3 Penumpukan bahan 4

4 Pemupukan 5

5 Pengendalian hama 5

6 Lokasi Unit Penambangan Tanjung Enim 7

7 Curah hujan 7

8 Suhu tumpukan kompos selama proses pengomposan 8

9 Hasil akhir kompos tanpa EM4 dan dengan EM4 9

10 Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada 8 minggu setelah

pemupukan 10

11 Pertumbuhan diameter jabon dari 2-8 MSP pemupukan 11 12 Rata-rata pertumbuhan diameter tanaman pada 8 minggu setelah

pemupukan 12

13 Pertumbuhan jumlah cabang jabon dari 2-8 MSP pemupukan 13 14 Rata-rata pertumbuhan jumlah cabang tanaman pada 8 minggu setelah

pemupukan 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria penilaian karakteristik tanah 18

2 Lembar hasil pengujian tanah 19

3 Hasil analisis kompos ki ambang 20

4 Hasil analisis kompos ki ambang parameter C-org, N, Fe dan Mn 21

5 Hasil uji T parameter tinggi 22

6 Hasil uji T parameter diameter 27

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

PT Bukit Asam (Persero), Tbk (PTBA) yang berlokasi di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara. Jenis pertambangan yang digunakan di perusahaan adalah tambang terbuka atau open pit sehingga dapat mengganggu lingkungan hidup sekitar tambang baik langsung maupun tidak langsung. Menurut (Kemenhut 2009) reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya.

Dalam penataan lahan setelah blok selesai ditambang, tanah pucuk yang disebar sebelum reklamasi sering tercampur dengan lapisan lain sehingga hara tidak secara optimal dapat dimanfaatkan sebagai pertumbuhan tanaman revegetasi. Selain kesuburan tanah terdapat masalah lainnya, yaitu air asam tambang (AAT). Air asam tambang berasal dari mine sump dan limpasan stock pile. Terdapat dua jenis pengendalian AAT yang dilakukan, yaitu aktif dan pasif. Pengendalian secara aktif dengan pemberian kapur tohor dan tawas, sedangkan pengendalian secara pasif melalui pemanfaatan tanaman air yang mampu mereduksi logam dan penanganan kualitas air sebelum disalurkan ke perairan umum atau sungai.

Salah satu tanaman air yang digunakan sebagai pengendalian pasif AAT adalah ki ambang. Ki ambang merupakan tanaman yang berpotensi menjadi fitoremediator logam berat dalam pengolahan limbah dan air buangan (Choudary 2008). Dengan memanfaatkan sifat pertumbuhannya yang cepat serta bentuk akar yang panjang, berbulu halus dan masuk ke dalam air diharapkan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk penyerapan logam berat di perairan. Dalam waktu pemanfaatannya sebagai fitoremediasi daun ki ambang akan mengalami klorosis dan nekrosis. Klorosis adalah degenerasi klorofil (tidak terbentuk atau kurang berkembangnya klorofil) sehingga daun menjadi kuning atau terjadi mosaik dengan warna campuran hijau, kuning dan hitam, sedangkan nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organ hidup sehingga timbul bercak dan warna kecoklatan pada tepi dan ujung daun. Pada umur 3 bulan ki ambang mengalami nekrosis dan diduga telah jenuh menyerap limbah pada AAT sehingga perlu diangkat dari kolam untuk dikumpulkan di stock pile ki ambang. Pemindahan ki ambang dari kolam juga bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ki ambang muda sehingga dapat menyerap limbah AAT secara optimal. Namun, saat ini limbah ki ambang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga diperlukan cara untuk memanfaatkannya.

(12)

2

dan nekrosis. Menurut Darmono (1995) klorosis adalah degenerasi klorofil (tidak terbentuk/kurang berkembangnya klorofil) sehingga daun menjadi kuning atau terjadi mosaik dengan warna campuran hijau, kuning dan hitam, sedangkan nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organ hidup sehingga timbul bercak dan warna kecoklatan pada tepi dan ujung daun. Pada umur 3 bulan ki ambang mengalami nekrosis dan diduga telah jenuh menyerap limbah pada AAT sehingga perlu diangkat dari kolam untuk dikumpulkan di stock pile ki ambang. Pemindahan ki ambang dari kolam juga bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ki ambang muda sehingga dapat menyerap limbah AAT secara optimal. Namun, saat ini limbah ki ambang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga diperlukan cara untuk memanfaatkannya.

Limbah ki ambang berpotensi dimanfaatkan untuk kompos yang diperlukan dalam reklamasi lahan bekas tambang. Informasi mengenai ki ambang dan pemanfaatannya sebagai bahan kompos sejauh ini masih terbatas. Dengan demikian, penelitian mengenai pemanfaatan S. natans sebagai kompos perlu dilakukan dan diharapkan mampu memberi kesuburan terhadap tanah.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan Fe dan Mn dalam kompos dan mengetahui pengaruh kompos serta dosis yang tepat terhadap pertumbuhan jabon.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi pengaruh pertumbuhan tanaman jabon terhadap kompos berbahan dasar sehingga yang telah nekrosis dapat dimanfaatkan sebagai kompos.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga Mei 2014 di PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Lokasi pembuatan kompos terletak di Kolam Pengendapan Lumpur Stock Pile 1. Bahan pembuatan kompos berasal dari kolam-kolam penampungan yang berada di dalamnya. Waktu yang dibutuhkan hingga kompos siap digunakan mencapai 24 hari. Setelah kompos matang, kompos diberikan ke tanaman jabon yang terletak di PIT 3 Banko Barat.

Bahan

(13)

3 berumur 5 bulan. Bahan utama kompos yang digunakan merupakan yang tersimpan di stock pile setelah mencapai masa jenuh berada dalam kolam ditandai dengan warna coklat kekuningan. EM4 yang digunakan merupakan produksi PT Songgolangit Persada, Jakarta. Sedangkan molase dan urea didapatkan dari toko pertanian yang berada di sekitar PTBA.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kompos crusher (mesin pencacah) Mitsubishi DI1100, plastik hitam 1 x 5 m, peti berdimensi 1 x 1 x 1 m, dirigen air, cangkul dan sekop. Sedangkan alat yang digunakan pada pengukuran pertumbuhan tanaman adalah pulpen, tally sheet, spidol putih, pita meter dan kaliper digital Nankai dengan range pengukuran 0 – 150 mm/0 – 6 inchi.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Kompos

Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan sebagai kompos dijemur bertujuan mengurangi kadar air yang cukup sehingga memudahkan dalam pengolahan dan aktivitas mikroba kemudian dicacah menggunakan crusher untuk menghasilkan ukuran bahan 1 – 5 cm (Gambar 1). Semakin halus ukuran partikel, semakin luas area bagi mikoorganisme untuk bekerja. Pencacahan dan pelumatan bahan akan mempercepat proses pengomposan. Ukuran cacahan yang baik antara 1 – 5 cm bertujuan memudahkan dalam pengolahan kompos.

Gambar 1 Pencacahan Persiapan Larutan EM4

(14)

4

Gambar 2 Pembuatan larutan EM4 (a) pencampuran EM4 (b) pencampuran molase

Penumpukkan Bahan

Bahan ditumpuk berukuran panjang x lebar x tinggi = 1 m x 1 m x 0.85 m dengan ketentuan setiap ketinggian 20 cm ditaburkan urea, serbuk kayu dan larutan EM4 pada peti pertama. Hal yang sama juga dilakukan pada peti kedua namun tanpa pemberian larutan EM4 (Gambar 3).

Gambar 3 Penumpukan bahan (a) penebaran urea dan serbuk kayu (b) penuangan larutan EM4

Peti ditutup dengan plastik untuk menghindari gangguan dari luar dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme. Pembalikan kompos dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan berguna untuk meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air dan membantu penghancuran bahan menjadi partikel lebih kecil setiap 7 hari.

Pengamatan Kematangan

Setelah 24 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan atau suhu di tempat. Terdapat pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kematangan dan kestabilan kompos, seperti suhu, nisbah C/N < 20, kehilangan nitrat dan hilangnya ammonia, tidak ada aktivitas serangga dan larva pada produk akhir, hilangnya bau tidak sedap, muncul warna putih atau abu-abu karena pertumbuhan aktinomicetes dan berwarna coklat tua hingga kehitaman. Pengamatan di lapang menunjukkan kompos telah matang karena aroma amoniak telah hilang sehingga dapat digunakan namun perlu didiamkan ± 2 jam.

a b

(15)

5

Pemupukan

Menurut Mansur (2010) pemberian kompos melalui akar dilakukan dengan membuat parit sekeliling batang sesuai dengan proyeksi tajuk. Selain itu, gulma yang terletak di bawah tajuk dibersihkan agar tidak terjadi persaingan unsur hara dengan tanaman yang akan diberikan kompos (Gambar 4).

Gambar 4 Pemupukan (a) pembuatan lubang (b) penebaran kompos

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan berupa pembersihan gulma di sekitar tanaman setiap dua minggu. Pembersihan gulma bertujuan menghilangkan atau membuang gulma yang tumbuh di sekitar tempat tumbuh jabon. Bila dibiarkan, gulma akan mengganggu pertumbuhan jabon karena kompetitor yang secara langsung ikut memanfaatkan cahaya, air, unsur hara dan ruang yang disediakan untuk menyuplai pertumbuhan jabon.

Gambar 5 Pengendalian hama (a) jenis insektisida yang dipakai (b) penyemprotan Selain itu saat daun jabon diserang oleh ulat penggulung dan menyisakan pertulangan daun, dilakukan penyemprotan insektisida menggunakan sprayer.

a b

(16)

6

Insektisida yang digunakan adalah Thiodan 20 WP dan Decis 25 EC (Gambar 5a) yang dilarutkan pada 15 liter air.

Rancangan Penelitian

Terdapat beberapa variabel yang diukur pada penelitian ini. Variabel tersebut adalah pertumbuhan diameter batang, pertumbuhan tinggi dan penambahan jumlah cabang. Setiap variabel ini diukur pada setiap dua minggu selama delapan minggu. Selanjutnya dilakukan analisis data untuk diketahui perbedaan sebaran nilai antarperlakuan dengan menggunakan uji T. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Independent Sample T-Test dengan 5 kali ulangan.

Perlakuan yang diberikan adalah:

Faktor A : Taraf jenis kompos, terdiri dari: A0: tanpa pemberian kompos

A1: 2,5 kg kompos dengan EM4 A2: 5 kg kompos dengan EM4 A3: 2,5 kg kompos tanpa EM4 A4: 5 kg kompos tanpa EM4

Hipotesis yang digunakan adalah

H0: Tidak terdapat perbedaan nilai yang signifikan dalam kombinasi antar

perlakuan

H1: Terdapat perbedaan nilai yang signifikan dalam kombinasi antar

perlakuan

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Posisi Geografis Lokasi PT Bukit Asam (Persero), Tbk

(17)

7

Gambar 6 Lokasi Unit Penambangan Tanjung EniM Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di wilayah Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat mempunyai tipe iklim A. Sebaran curah hujan bulanan dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata bulan basah adalah 5,5%. Suhu udara maksimum di daerah penelitian adalah berkisar 33,90 C pada bulan Februari dan suhu udara minimum adalah 20,80 C di bulan November. Kelembaban udara maksimum berkisar antara 95–98% dan kelembaban udara minimum adalah 35-46%. Curah hujan rata-rata tahunan untuk daerah Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim tempat PTBA berada, yaitu sebesar 2.500 mm sampai dengan 3.500 mm per tahun. Berikut curah hujan aktual saat penelitian (Gambar 7).

Gambar 7 Curah hujan 0

100 200 300 400 500 600

Pebruari Mar Apr Mei

C

ur

ah hujan

(mm)

(18)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengomposan

Pada awal proses pengomposan suhu tumpukan kompos berkisar 26,5 – 28 oC. Selama proses pengomposan suhu tumpukan kompos mengalami kenaikan pada hari ke-1 sebesar 37 – 38 oC kemudian menurun hingga hari ke-24 pada akhir proses pengomposan, yaitu 31 oC mendekati suhu lingkungan (Gambar 8).

Gambar 8 Suhu tumpukan kompos selama proses pengomposan Pemberian aktivator EM4 menyusutkan bobot kompos setelah 24 hari sebesar 22,35% sedangkan tanpa pemberian aktivator EM4 mampu mereduksi kompos 15,88% dari bobot awal (850 kg) tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Susut ketinggian tumpukan kompos

Jenis Kompos Ketinggian Penyusutan (%)

7 HSP 14 HSP 24 HSP

Ki ambang tanpa EM4 7,06 11,76 15,88

Ki ambang dengan EM4 11,76 15,29 22,35

Pada 24 HSP untuk semua semua perlakuan menunjukkan indikator kematangan secara fisik, yaitu kompos telah berwarna hitam, aroma amoniak telah hilang, tidak ada aktivitas lalat di sekitar kompos dan suhu kompos mendekati suhu lingkungan (Gambar 9).

20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40

0 1 2 3 4 7 8 9 10 11 14 15 16 17 18 22 23 24 Hari Setelah Perlakuan (HSP)

(19)

9

Gambar 9 Hasil akhir kompos tanpa EM4 dan dengan EM4 Analisis Kompos

Kompos buatan yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis kesuburannya untuk mengetahui kandungan unsur hara. Sampel kompos dianalisis setelah pembuatan selesai. Sampel kompos dianalisis di Laboratorium Pengujian PT Bukit Asam (Persero), Tbk, sedangkan parameter N, Fe dan Mn dianalisis di Laboratorium SEAMEO BIOTROP. Hasil analisis kesuburan kompos yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan kompos

No Parameter tanpa EM4 dengan EM4

1 Kadar air (%) 78,27 79,58

2 pH 6,96 6,86

3 Kadar abu (%) 49,61 45,94

4 Kadar bahan organik (%) 19,32 20,31 5 Kadar C-organik (%) 11,21 11,78

6 C/N 9,75 10,51

7 N (%)* 1,15 1,12

8 P (mg/100gr) 19,34 8,93

9 K (mg/100gr) 835,84 515,15

10 Mn (ppm)* 914 1.308

11 Fe (ppm)* 12.349 12.613

*Sampel dianalisis di Laboratorium SEAMEO BIOTROP

Pertumbuhan Jabon

(20)

10

Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji T parameter tinggi (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4)

No. Antarperlakuan Perbedaan

1 A1 - A4 tn

2 A2 - A1 tn

3 A2 - A3 *

4 A2 - A0 *

5 A4 - A1 tn

6 A4 - A3 tn

7 A4 - A0 *

8 A1 - A3 tn

9 A1 - A0 *

10 A3 - A0 *

Berdasarkan pengamatan selama 8 minggu, perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi pohon. Pemberian 5 kg kompos beraktivator EM4 atau A2 menghasilkan nilai tinggi pohon tertinggi sebesar 34,8 cm (Gambar 10).

Gambar 10 Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada 8 minggu setelah pemupukan (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4).

Perlakuan pemberian kompos yang diberikan tidak menunjukkan perbedaan nilai terhadap diameter sejak minggu pertama pengukuran sampai dengan minggu ke-8 (Tabel 4). Pertumbuhan diameter dari 2 - 8 MSP dapat dilihat pada Gambar 11.

9,9

26,1

34,8

16,8

26,9

0 5 10 15 20 25 30 35 40

A0 A1 A2 A3 A4

R

ata

-ra

ta

pe

rtumbuha

n

ti

ng

g

i

(c

m)

(21)

11 Tabel 4 Rekapitulasi hasil uji T parameter diameter (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4)

No. Antarperlakuan Perbedaan

1 A4 - A2 tn

2 A4 - A3 tn

3 A4 - A1 tn

4 A4 - A0 tn

5 A2 - A3 tn

6 A2 - A1 tn

7 A2 - A0 tn

8 A3 - A1 tn

9 A3 - A0 tn

10 A1 - A0 tn

Gambar 11 Pertumbuhan diameter jabon dari 2-8 MSP pemupukan (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4).

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2 4 6 8

Kontrol A1 A2 A3 A4

P

ertumbuha

n diame

ter

(mm)

(22)

12

Berdasarkan pengamatan selama 8 minggu, perlakuan pemupukan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter pohon (Gambar 12).

Gambar 12 Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada 8 minggu setelah pemupukan (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4).

Sedangkan perlakuan pemberian kompos yang diberikan menunjukkan perbedaan nilai terhadap jumlah cabang. Perbedaan nilai terjadi antara perlakuan A4 dengan A3 (Tabel 5). Rata-rata pertumbuhan diameter dan jumlah cabang dari 2 - 8 MSP dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 5 Rekapitulasi hasil uji T parameter jumlah cabang (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4)

No. Antarperlakuan Perbedaan

1 A4 - A1 tn

2 A4 - A2 tn

3 A4 - A0 tn

4 A4 - A3 *

5 A1 - A2 tn

6 A1 - A0 tn

7 A1 - A3 tn

8 A2 - A0 tn

9 A2 - A3 tn

10 A0 - A3 tn

36,16

47,68

71,22

49,36

92,36

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

A0 A1 A2 A3 A4

Jenis kompos

R

ata

-ra

ta

pe

rtumbuha

n

diame

ter

(23)

13

Gambar 12 Pertumbuhan jumlah cabang jabon dari 2-8 MSP pemupukan (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4).

Berdasarkan pengamatan selama 8 minggu, perlakuan pemupukan memberikan perbedaan nilai terjadi antara perlakuan A4 dengan A3 terhadap pertumbuhan jumlah cabang (Gambar 12).

Gambar 12 Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada 8 minggu setelah pemupukan (A0=kontrol, A1=2,5 kg kompos dengan EM4, A2=5 kg kompos dengan EM4, A3=2,5 kg kompos tanpa EM4 dan A4=5 kg kompos tanpa EM4).

0 1 2 3 4 5 6 7

2 4 6 8

A0 A1 A2 A3 A4

Pengukuran minggu ke-

Per

tumbuha

n

j

umla

h c

aba

ng

4,00

5,60

4,60

3,60

6,60

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

A0 A1 A2 A3 A4

Jenis kompos

R

ata

-ra

ta

pe

rtumbuha

n

jum

lah c

aba

(24)

14

Hasil Analisis Tanah

Sampel tanah diambil pada awal penelitian. Hasil analisis sifat kimia tanah seperti pH tanah, kandungan C organik, N total, rasio C/N, kandungan P tersedia, kandungan K dan KTK tanah disajikan pada Tabel 6. Lapisan tanah telah tercampur akibat dari kegiatan pengerukan, penimbunan dan pemadatan tanah. Pengambilan sampel tanah ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah pascatambang dan dapat digunakan sebagai acuan untuk kegiatan reklamasi lahan pascatambang.

Tabel 6 Hasil analisis kandungan tanah pada lokasi penelitian di lapang No Parameter Pengujian Satuan Sampel tanah Kriteria *)

1 pH

H2O (1:1) 4 Sangat masam

CaCL2 (1:1) 3,7 Sangat masam

2 C-organik % 0,43 Sangat rendah

3 N Total % 0,05 Sangat rendah

4 Rasio C/N 9 Rendah

5 P2O5 Tersedia ppm 3,2 Sangat rendah

6 Ca cmol/kg 0,35 Sangat rendah

7 Mg cmol/kg 1,81 Sedang

8 K cmol/kg 0,17 Rendah

9 Na cmol/kg 0,28 Rendah

10 KTK cmol/kg 7,78 Rendah

11 KB % 33,55 Rendah

12 Al3+

me/100g 6,24

13 H+ me/100g 4,28

14 Pasir % 29,5

15 Debu % 13,2

16 Liat % 57,3

Sampel dianalisis di Laboratorium SEAMEO BIOTROP; *) Kriteria penilaian sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2010)

Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian tentang pertumbuhan tanaman pionir di lahan pascatambang batubara. Jenis yang ditanam digunakan dalam penelitian ini adalah jabon. Menurut Mansur (2010) jabon merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang dan pohon peneduh. Kegiatan revegetasi dihadapkan oleh kondisi tanah yang miskin unsur hara dan kondisi keasaaman tinggi sehingga diperlukan upaya dalam penyediaan hara dengan pemupukan kompos . Perlakuan pada penelitian ini membedakan jenis dan dosis pupuk yang digunakan untuk pemupukan jabon di lahan bekas tambang PTBA.

(25)

15 tumpukan kompos berkisar 26,5 – 28 oC. Selama proses pengomposan suhu tumpukan kompos mengalami kenaikan pada hari ke-1 sebesar 37 – 38 oC kemudian menurun hingga hari ke-24 mendekati suhu lingkungan. Menurut Wong et al. (2001) merombak bahan organik disertai dengan pelepasan sejumlah energi dalam panas dapat menyebabkan peningkatan suhu kompos. Suhu tumpukan kompos yang tinggi pada awal pengomposan menunjukkan mikroorganisme aktif mendekomposisi bahan organik. Menurut Djuarnani dkk (2005) suhu optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35 – 55 oC. Kemudian, pemberian aktivator EM4 menyusutkan bobot kompos setelah 24 hari sebesar 22,35% sedangkan tanpa pemberian aktivator EM4 mampu mereduksi kompos 15,88% dari bobot awal (850 kg). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian EM4 mampu mereduksi lebih tinggi dibanding tanpa pemberian EM4. Menurut Djuarnani dkk (2005) effective microorganism (EM4) merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengomposan.

Berdasarkan hasil uji T menunjukkan bahwa pemberian beda jenis kompos dan dosis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter pada minggu ke-2 hingga minggu ke-8 setelah pemupukan. Sedangkan berdasarkan hasil uji T parameter tinggi dan jumlah cabang kompos memberikan perbedaan nilai. Hasil uji T menunjukkan jenis dan dosis pupuk 5 kg kompos beraktivator EM4 menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi pohon tertinggi sebesar 34,8 cm. Namun, nilai A2 tidak berbeda terhadap A1 sehingga pemberian 2,5 kg kompos beraktivator EM4 memiliki keuntungan secara ekonomis. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis dan dosis kompos memberikan respon berbeda pada masing-masing parameter. Tidak berpengaruhnya parameter diameter setelah pemberian kompos diduga karena umur tanaman jabon yang berusia 5 bulan sehingga pertumbuhan berfokus kepada tinggi terlebih dulu.

Selain itu, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dapat dikelompokkan menjadi faktor lingkungan di atas tanah dan unsur penyusun tanah (Sitompul dan Guritno 1995). Faktor lingkungan yang berada di atas tanah antara lain sinar matahari, suhu, udara, dan air (Hardjowigeno 2010).

Kondisi lahan bekas tambang yang digunakan dalam penelitian ini sangat masam dan miskin unsur hara. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata pH tanah ini adalah 4 (H2O) dan nilai KTK tanah yaitu 7,78 cmol/kg. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2010), pH (H2O) tanah di bawah 4,5 tergolong dalam kriteria tanah sangat masam dan KTK di bawah 5 – 16 cmol/kg tergolong rendah. Menurut Munawar (2011) pengaruh pH terhadap ketersediaan hara bagi tanaman menjadi sangat penting bagi pengelolaan tanah yang tepat.

(26)

16

Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah kandungan Fe maksimal 8.000 ppm dan kandungan Mn maksimal 5.000 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua kompos memiliki kandungan Fe berlebih namun Mn yang sesuai klasifikasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat diambil simpulan bahwa penambahan EM4 dapat mereduksi kompos mencapai 22,35% dari bobot awal. Uji T menunjukkan bahwa pemberian kompos ki ambang berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter, tetapi memiliki nilai yang berbeda pada parameter tinggi. Jenis dan dosis kompos terbaik adalah 5 kg kompos ki ambang dengan EM4. Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah kandungan Mn telah memenuhi standar mutu, sedangkan kandungan Fe terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi standar mutu pada kedua jenis kompos ki ambang.

Saran

Dari hasil yang telah didapatkan setelah pengamatan maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut, perlunya dilakukan penelitian selanjutmya tentang analisis tanaman, agar mengetahui kandungan Fe dan Mn yang terserap oleh tanaman jabon.

Perlunya dilakukan penyemprotan insektisida lambung untuk mengatasi serangan hama yang menyerang daun terutama bagian pucuk. Perlunya pengamatan respon akar terhadap perlakuan pemupukan.

DAFTAR PUSTAKA

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. Jakarta: Kemenhut.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah. Jakarta: Kementan.

[PT BA] PT Bukit Asam. 2013. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan. Muara Enim (ID): PT Bukit Asam (Persero) Tbk.

Choudary MI, Naheed N. 2008. Phenolic and other constituents of fresh water fern Salvinia molesta. Phytochemistry 69 (4): 1018-23.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Air. Jakarta: UI Press.

(27)

17 Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo

Mansur I, Tuheteru F D. 2010. Kayu Jabon. Jakarta: Penebar Swadaya. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanag dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta

(ID): Gadjah Mada University Press.

(28)

18

LAMPIRAN

(29)
(30)

20

(31)
(32)

22

Lampiran 5 Hasil uji T parameter tinggi A2-A4

Independent Samples Test

F

95% Confidence Interval of the

Difference

Independent Samples Test

F Interval of the

Difference

(33)

23 Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

(34)

24

95% Confidence Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(35)

25

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(36)

26

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(37)

27 Lampiran 6 Hasil uji T parameter diameter

A4-A2

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(38)

28

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(39)

29 Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(40)

30

Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(41)

31 Independent Samples Test

F Interval of the Difference

Independent Samples Test

(42)

32

Lampiran 7 Hasil uji T parameter jumlah cabang A4-A1

Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference Lower Upper JC

Independent Samples Test

(43)

33 Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference Lower Upper JC

Independent Samples Test

(44)

34

Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Sig. t df

95% Confidence Interval of the Difference

3.68875 6.88875 Equal

variances not assumed

.698 7.967 .505 1.60000 2.29347

-3.69260 6.89260

A1-A3

Independent Samples Test

(45)

35

A2-A0

Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference

Independent Samples Test

F Sig. t df Interval of the Difference Lower Upper JC

Independent Samples Test

(46)

36

Independent Samples Test

F Sig. t df

Sig. (2-tailed )

Mean Differenc e

Std. Error Differenc e

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper JC1

0

Equal variance s

assumed 1.62 0

.23 9

.22

9 8 .825 .40000 1.74929 -3.6338 6

4.4338 6 Equal

variance s not assumed

.22 9

4.73

7 .829 .40000 1.74929 -4.1729 7

(47)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 16 Agustus 1992 dari pasangan Supriono dan Nani Riyanti sebagai putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jakarta pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI). Penulis diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama masa perkuliahan di IPB penulis juga aktif di berbagai kegiatan non-akademis antara lain sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal IPB pada tahun 2010-2014. Selain itu penulis juga aktif dalam Himpunan Mahasiswa Tree Grower Community sebagai anggota Divisi Human Reaserch and Development pada tahun 2012 dan sebagai anggota Divisi Business Development pada tahun 2013. Pada kepanitiaan penulis juga pernah menjadi anggota medis dalam Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Fakultas Kehutanan pada tahun 2012 dan anggota medis dalam Masa Perkenalan Departemen (MPD) Silvikultur pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 1 Pencacahan
Gambar 7 Curah hujan
Tabel 1 Susut ketinggian tumpukan kompos
Tabel 2 Kandungan kompos
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada tindakan I siklus I yang telah dilaksanakan dengan menerapkan model CTL , dapat ditemukan hasil: dari 17 kegiatan guru dan siswa yang diamati cenderung

Simpulan yang diperoleh adalah (1) Metode Naïve Bayes bisa digunakan untuk menentukan emosi dari kalimat berbahasa Indonesia dengan melihat hasil yang

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui (1) Seberapa besar pengaruh pemanfaatan perpustakaan sekolah terhadap hasil belajar kewirausahaan kelas XI SMK GARUDA

PT PP London Sumatra Indonesia, Tbk menanam berbagai jenis tanaman meliputi kelapa sawit, karet dan coklat (cocoa) yang lokasi perkebunannya mayoritas berada di Sumatra

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan

Dari hasil simulasi menggunakan Evolutionary Programming didapatkan hasil penempatan Node B HSDPA dengan nilai fitness sebesar 55329, ini berarti sistem dapat meng-cover 85.66%

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan ini karena tema yang dipilih oleh peneliti memerlukan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis bahasa dan dialek yang digunakan di Kota Cirebon dan memvisualisasikannya dalam bentuk peta serta mengetahui faktor-faktor apa