Activity Based Costing In PT. MUTIARA ".
Name: Sandy Handoyo
NIM: 1.03.06.030
The development of the global industrial world is now very rapidly, as also
happened in Indonesia with a variety of competition in modern industry is heavily
influenced by developments in technology, this is an impact to a company to make
major changes to the company's survival. Company as an important part in the
economy, demanded continue to make changes towards a better, particularly in the
economic sector. Various problems and difficulties for companies to get the price of
goods manufactured, allegedly due to the understanding of the overhead costs and
assignment is still weak.
Based on the description above, the formulation of this research is "How do
you calculate the price of goods manufactured by the company today?". "What if the
production price calculation using Activity Based Costing system?". "What is the
ratio calculation of cost of goods manufactured by the company with ABC
system?". Companies surveyed in this report is PT. MUTIARA. The method used in
this study is the ABC.
Through the estimates obtained, the conventional management system teryata
pricing resulting in disproportionate production of goods, while the ABC calculation
produces costing based on cost of goods consumed by each product based on units
produced.Results from the second calculation method, that difference is quite
significant profits, the produce CaCO M-104 = (14%), CaCO M-107 = (5%), CaCO
M-202 = (4%), CaCO M-205 = (5%), CaCO M-207 = (9%), CaCO M-301 = (47%),
CaCO M-305 = (64%), CaCO M-403 = 5%, and CaCO M-404 = 4 %. It happened
because the company set a base price is too low, so that profits generated less than the
maximum.
Activity Based Costing In PT. MUTIARA ".
Name: Sandy Handoyo
NIM: 1.03.06.030
The development of the global industrial world is now very rapidly, as also
happened in Indonesia with a variety of competition in modern industry is heavily
influenced by developments in technology, this is an impact to a company to make
major changes to the company's survival. Company as an important part in the
economy, demanded continue to make changes towards a better, particularly in the
economic sector. Various problems and difficulties for companies to get the price of
goods manufactured, allegedly due to the understanding of the overhead costs and
assignment is still weak.
Based on the description above, the formulation of this research is "How do
you calculate the price of goods manufactured by the company today?". "What if the
production price calculation using Activity Based Costing system?". "What is the
ratio calculation of cost of goods manufactured by the company with ABC
system?". Companies surveyed in this report is PT. MUTIARA. The method used in
this study is the ABC.
Through the estimates obtained, the conventional management system teryata
pricing resulting in disproportionate production of goods, while the ABC calculation
produces costing based on cost of goods consumed by each product based on units
produced.Results from the second calculation method, that difference is quite
significant profits, the produce CaCO M-104 = (14%), CaCO M-107 = (5%), CaCO
M-202 = (4%), CaCO M-205 = (5%), CaCO M-207 = (9%), CaCO M-301 = (47%),
CaCO M-305 = (64%), CaCO M-403 = 5%, and CaCO M-404 = 4 %. It happened
because the company set a base price is too low, so that profits generated less than the
maximum.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kondisi perekonomian di Indonesia pada saat ini sudah semakin berkembang,
sehingga memberikan ruang seluas-luasnya untuk terjadinya persaingan
khususnya di sektor ekonomi. Hal ini menimbulkan persaingan yang cukup ketat
di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia. Perusahan sebagai bagian
terpenting dalam perekonomian, dituntut terus untuk melakukan perubahan ke
arah yang lebih baik. Sehingga dapat bertahan di lingkungan persaingan yang
semakin ketat bahkan melewati batas Negara.
Perkembangan usaha perusahaan seringkali didorong oleh keinginan untuk
memperluas pasar, baik perluasan dari sudut konsumen yang baru dilayani
maupun perluasan daerah pemasaran yang harus dijangkau, serta para pesaing
yang harus dihadapi. Dengan pemahaman akan lingkungan persaingan
yang dihadapinya, perusahaan dapat mengetahui posisi persaingannya.
Sehingga mampu mengoptimalkan operasi-operasinya terutama dalam
menghasilkan produk dan memperoleh bagian pasar yang lebih besar, dengan
mempertimbangkan pada efisiensi biaya produksi dalam menentukan harga
pokok produksinya.
Selama ini sistem akutansi biaya konvensional telah dipercaya untuk melaporkan
sumber daya yang dipergunakan oleh setiap unit perusahaan. Pada perusahaan
yang memproduksi satu jenis produk (Single Product), pengalokasian dengan sistem konvensional tidak menimbulkan masalah karena biaya overhead pada produk dapat ditelusuri dengan cara membagi total biaya overhead dengan jumlah unit produksi. Perhitungan biaya produksi yang kurang tepat akan membimbing
manajemen mengambil keputusan yang kurang tepat. Perusahaan yang menjadi
objek penelitian adalah PT. MUTIARA yang bergerak dibidang industri
dua belas tahun, tetapi mampu bersaing dengan perusahaan manufaktur sejenis
yang eksistensinya sudah cukup lama. Kelebihan perusahaan ini yaitu
memiliki kapasitas produksi yang cukup besar. Pada saat ini penerapan sistem
biaya konvensional masih di gunakan oleh PT. MUTIARA, dimana perusahaan
menghasilkan produk kapur jenis Calsium Carbonate (CaCo3), sehingga biaya pengalokasian untuk semua jenis produk sama. Namun sistem biaya ini kurang
memberikan informasi yang tepat bagi manajemen. Oleh karena itu manajemen
harus mampu mengelola sumber daya dalam proses pembuatan produk, dengan
melakukan perancangan sistem akutansi biaya, yang dapat mencerminkan
konsumsi sumber daya dalam aktivitas pembuatan produk. PT. MUTIARA
menjual produknya berdasarkan tingkat kehalusan suatu kapur antara 100 Mess
sampai dengan 800 Mess dengan harga antara Rp. 150 sampai dengan Rp. 400 per
kilogram. Jadi semakin tinggi tingkat kehalusan kapur maka semakin tinggi harga
kapur tersebut. Sampel produk yang akan diteliti oleh peneliti yaitu
produk-produk yang di produk-produksi pada bulan Juli 2010, dimana perusahaan menjual
produknya per packing dengan satu packing sama dengan 25 kg sampai dengan 100 kg tergantung pesanan pelanggan.
Penetapan biaya produksi merupakan suatu proses yang penting karena proses
tersebut berguna bagi manajemen untuk menentukan harga jual dan tingkat
profitabilitas perusahaan dalam suatu periode. Keakuratan alokasi biaya overhead
baru akan menimbulkan masalah apabila perusahaan memproduksi lebih dari satu
produk (Multy Product) dengan fasilitas yang sama. Hal ini dinyatakan dalam jurnal akutansi di http://cic.vtt.fi/lean/singapore/kim&ballardFinal.pdf oleh Yong-Woo Kim dan Gleen Ballard (Agustus 2001) yang menyatakan:
“A traditional system report what money is spenton and by whom, but fails to report the cost of activities and processes”.
Maka, usaha yang harus dilakukan PT.MUTIARA untuk mengatasi masalah ini
meningkatkan efesiensi biaya dan perbaikan operasi usaha khususnya dalam hal
akurasi biaya produk. Hal itu dinyatakan dalam jurnal akutansi di
http://www2.newpaltz.edu/ %7Eroztockn/virginia99.pdf. oleh Narcyz Rostocki, Jorge F. Vanenzuela dan Jose D. Porter ( juni 1999) yang mengatakan bahwa:
“Activity Based Costing is a costing methodology used to trace overhead cost directly to cost object, product, processes, service or customers and help managers to make right decision regarding product mix and competitive strategies.”
Sedangkan menurut Hugh Waters, Hany Abdallah dan Paul Richardson (Juni
2003) pada jurnal akutansi di http://www.gaproject.org/pubs/PDFs/PeruABCrev .Pdf Mengatakan Bahwa:
“Activity Based Costing is dynamic approach to determining cost by assigning them to principal activites pervormed within an organization.”
Penentuan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC) diperlukan untuk mendapatkan informasi akutansi yang relevan karena mampu menggambarkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas
dan untuk menghasilkan suatu produk, sehingga dihasilkan harga pokok yang
lebih akurat. Dalam menetapkan harga pokok produk, perusahaan masih
menggunakan metode konvensional dimana perusahaan mengalokasikan biaya ke
departemen berdasarkan unit produksi. Dari uraian latar belakang diatas, maka
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas identifikasi pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini, yaitu:
1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahan saat
ini?
2. Bagaimanakah perhitungan harga pokok produksi jika dengan menggunakan
sistem ABC?
3. Bagaimana perbandingan perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan
perusahaan dengan sistem ABC?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, yaitu:
1. Untuk mengetahui penentuan harga pokok produksi di PT. MUTIARA saat
ini.
2. Untuk menghitung harga pokok produksi PT. MUTIARA dengan
menggunakan sistem ABC.
3. Membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan PT.
MUTIARA saat ini dengan perhitungan harga pokok produksi sistem ABC.
1.4. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini agar permasalahan tidak terlalu luas, maka peneliti
membatasi masalah, yaitu:
1. Data yang digunakan adalah data finansial dan operasional dari periode Juli
2010.
2. Dalam hal ini peneliti hanya menggunakan data sumber daya yang akan
dikonsumsi pada saat pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Peneliti
tidak memasukan biaya penjualan, biaya umum dan administrasi dalam ruang
lingkup karena biaya tersebut kurang memiliki hubungan erat dengan produk.
3. Pengumpulan data proses produksi serta aktivitas-aktivitas lainnya yang
operasional, catatan finansial, prosedur manual serta observasi langsung ke
lapangan adalah cara yang dipergunakan dalam penyusunan daftar aktivitas.
4. Produk yang menjadi objek penelitian pada Tugas Akhir ini adalah produk
produk yang diproduksi pada bulan Juli 2010.
1.5. Sistematik Penulisan
Tugas Akhir ini di bagi atas lima bab yang berisi segala sesuatu yang berkaitan
dengan penelitian ini. Bab-bab berikut berisi hal-hal berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, tujuan
penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Pada bab landasan teori, sebagai dasar untuk membahas dan menganalisis
masalah.
BAB 3 KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Berisikan tentang kerangka pemecahan masalah yang dituliskan dalam
bentuk bagan dan berisikan tentang langkah-langkah pemecahan masalah.
BAB 4 PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi pembahasan terhadap aplikasi Activity Based Costing dalam hal akurasi harga pokok penjualan dan efisiensi biaya yang berlandaskan
pada teori yang terdapat pada bab tinjauan pustaka.
BAB 5 ANALISIS
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berisikan kesimpulan yang didapatkan dari pengolahan data dari
praktikum sistem produksi dan pengaplikasiannya pada lantai
produksi. Saran
Berisikan mengenai saran-saran untuk memperbaiki praktikum sistem
produksi kedepannya.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Biaya
Penentuan biaya selalu menjadi fokus utama bagi para manajer karena melalui
pembebanan biaya bagi setiap item (produk maupun jasa) yang dihasilkan membantu para manajer dalam menyusun strategi baik untuk jangka waktu
pendek maupun jangka waktu panjang serta menemukan aktivitas-aktivitas yang
ternyata tidak memberi value added atau disebut dengan non-value addedactivity
baik bagi perusahaan maupun konsumen.
Oleh karena itu biaya (Cost), menurut horngren, Datar dan Foster (2003) dalam bukunya yang berjudul Cost Accounting and Managerial Emphasis, memiliki arti sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk memperoleh tujuan tertentu.
menurut mereka biaya biasanya diukur dalam satuan moneter yang harus dibayar
untuk memperoleh barang atau jasa. Sedangkan menurut Motriarity dan allen
(1991) dalam bukunya yang berjudul Cost Accounting, biaya merupakan nilai dari asset yang diserahkan untuk memperoleh aset yang lainnya.
Menurut horngren, Datar dan Foster (2003), biaya yang dikumpulkan dan dihitung
dari Cost Object tadi ada tiga macam (dibebankan untuk satu unit yang dihasilkan oleh perusahaan), yaitu:
1. Direct Material Cost, merupakan biaya yang berhubungan dengan material yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang. Direct Material Cost
merupakan biaya yang langsung dapat dibebankan kepada setiap Cost Object
(suatu barang/item/produk yang akan dihasilkan) dan dapat dengan mudah
ditelusuri ke Cost Object-nya. Contohnya, tinta untuk industri percetakan. 2. Direct Manufacturing Labor Cost, merupakan kompensasi bagi pekerja yang
dapat dengan mudah ditelusuri Cost Object-nya. Contohnya operator yang memang khusus menjalankan mesin, diamana gajinya dapat ditelusuri dengan
3. Indirect Manufacturing Cost atau yang juga dikenal dengan Factory Overhead Cost merupakan biaya yang sulit untuk dialokasikan ke Cost Object, hal ini dapat terjadi karena memang ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan
dibebankan untuk suatu Cost Object. Namun biaya ini dipakai bersama-sama untuk menghasilkan Cost Object lainnya. Contohnya beban listik.
2.2. Biaya Overhead Pabrik
Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, biaya overhead pabrik
adalah biaya selain bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Menurut
Mulyadi : 2009 dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Biaya”, biaya-biaya
produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokan menjadi beberapa bagian golongan yaitu:
1. Biaya bahan baku penolong
2. Biaya reparasi dan pemeliharaan
3. Biaya tenaga kerja tidak langsung
4. Biaya yang timbul oleh sebab penilaian terhadap aktiva
5. Biaya yang timbul akibat berlalunya waktu
6. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran
uang tunai
2.3. Sistem Manajemen Biaya Konvensional
Sistem akutansi biaya konvensional didasarkan pada produksi masal dari suatu
teknologi yang stabil. Otomatis kandungan tenaga kerja dalam proses manufaktur
berkurang, sedangkan biaya lainnya bertambah karena biasanya memerlukan
investasi yang besar dalam desain perekayasaan dan dalam proses yang baru.
Sistem ini juga membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang di produksi. Metode ini disebut Volume Based System. Dalam metode ini, biaya overhead pabrik dianggap proporsional dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Kebanyakan sistem akutansi biaya
konvensional ini menggunakan jam tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk
biaya produk yang mengandung Quantity Distrotion, karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak
sempurna dan tidak proporsional dengan konsumsi sesungguhnya sumber daya
oleh produk.
Akuntansi biaya metode konvensional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, biaya overhead pabrik dikumpulkan dalam pusat biaya, baik departemen pembantu maupun departemen produksi dengan
menggunakan alokasi tertentu.
2. Tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui agregasi tahap pertama dibebankan kepada produk atas dasar jam tenaga kerja langsung,
jam mesin atau biaya tenaga kerja langsung (Mulyadi, 2001-2009).
Sistem akuntansi biaya konvensional memiliki kekurangan sebagai berikut:
1. Hanya menggunakan jam kerja tenaga langsung (biaya tenaga kerja
langsung) sebagai dasar biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk atau jasa.
2. Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk
mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk atau jasa.
3. Pusat biaya terlalu besar dan berisi mesin yang memiliki struktur biaya
overhead yang sangat berbeda.
Suatu sistem manajemen biaya yang efektif harus dapat merefleksikan nilai dari
tiap-tiap aktivitas yang dilakukan dalam proses operasi perusahaan, baik itu
aktivitas operasi, aktivitas pemasaran dan penjualan serta aktivitas pengembangan
produk. Apabila terdapat perubahan dalam proses dan lingkungan manufaktur,
maka sistem manajemen biaya juga harus disesuaikan agar dapat memberikan
informasi yang relevan untuk pengendalian dan pengambilan keputusan
2.4. Activity Based Costing
Activity Based Costing merupakan salah satu cara pengalokasian biaya yang tidak langsung ke Cost Object berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi oleh Cost Object. Saat ini komposisi biaya yang terbesar tidak hanya biaya langsung karena biaya
tidak langsung memberikan kontribusi yang cukp signifikan, akibat perubahan ini
menjadi pengalokasian dengan menggunakan Activity Based Costing dan patut untuk dipertimbangkan. Activity Based Costing menaruh perhatian kepada pengalokasian biaya tidak langsung berdasarkan aktivitas yang digunakan
langsung oleh Cost Object.
Sehingga menurut teori ini. Idealnya, dalam suatu proses produksi, dipelajari
terlebih dahulu aktivitas apa saja yang dibutuhkan selama proses produksinya
berlangsung, yang tentunya merupakan Value Added Activity (aktivitas yang mendatangkan nilai baik bagi konsumen maupun bagi perusahaan). Tapi tidak
berhenti disini, karena untuk setiap aktivitas harus diperhitungkan biaya-biaya
yang timbul sebab aktivitas yang menimbulkan biaya. Tidak mudah untuk
mengukur biaya-biaya ini oleh karena itu di gunakan dasar alokasi biaya untuk
membantu melakukan perhtungan atas biaya.
Activity Based Costing memudahkan bagi manajemen dalam pengalokasian
Factory Overhead (biaya tidak langsung) untuk dibebankan kepada cost object
karena pada Activity Based Costing dapat digunakan sebagai dasar alokasi biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung (Indirect) kepada Cost Object-nya. Untuk menerapkan Activity Based Costing diperlukan suatu proses yang dikenal sebagai proses map yaitu Flowchart yang menggambarkan aktivitas-aktivitas didalam pengoperasian guna menghasilkan suatu produk atau jasa.
2.4.1. Struktur dari Activity Based Costing
Dengan Activity Based Costing, aktivitas dan biaya produk atau jasa ditentukkan berdasarkan prinsip dasar bahwa aktivitas menggunakan sumber daya (biaya),
produk dan jasa menggunakan aktivitas. Dengan demikian, Activity Based Costing
biaya, dimana biaya-biaya tersebut ditelusuri dari aktivitas ke produk berdasarkan
kebutuhan produk akan aktivitas tersebut selama proses produksi. Dasar alokasi
biaya yang digunakan dalam sistem biaya ini diukur berdasarkan aktivitas yang
dilakukan. Urutannya sebagai berikut:
Tahap Pengenaan Overhead Pada Activity Based Costing
Gambar 2.1
1. Tahap Pertama
Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya dituntukan ke setiap
aktivitas dan aktivitas-aktivitas yang berkaitan disatukan dalam pimpinan
homgen, berdasarkan kesamaan karakteristik, secara logika berkaitan dan
mempunyai ratio konsumsi sama untuk semua produk. Kumpulan overhead
yang disatukan dalam himpunan aktivitas disebut Homogeneus Cost Pool. Setelan Cost Pool didefinisikan Pool Rate atau biaya per unit dari pemicu biaya dapat dihitung dengan membagi Cost Pool dari kapasitas praktis dari pemicu biaya.
2. Tahap Kedua
Pada tahap ke dua, Overhead dari setiap Pool Rate dibebankan keproduk. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur sumber biaya yang dikonsumsi oleh
setiap produk, pengukuran ini diperoleh dari jumlah pemicu biaya yang
2.4.2. Penerapan Activity Based Costing
Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2006) terdapat enam tahap dalam
merancang Activity Based Costing yaitu:
1. Mengidentifikasikan dan mendefinisikan aktivitas dan pusat aktivitas.
Dalam mengidentifikasikan aktifitas, peneliti akan mewawancarai semua
orang yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan aktivitas
utama yang mereka lakukan. Biasanya, akan diperoleh catatan aktivitas yang
sangat panjang. Konsekuensinya, catatan aktivitas yang panjang tersebut
dikurangi dengan menggabungkan aktivitas-aktivitas yang sejenis dan
kemudian aktivitas-aktivitas tersebut akan dikelompokan kedalam level yang
sesuai.
Menurut Garrison, norren dan Brewer (2006) dalam bukunya akutansi
manajerial, terdapat lima tingkat aktivitas dalam memahami aktifitas dan
bagaimana aktivitas itu digabungkan yaitu:
a. Aktivitas unit level dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya
aktivitas unit level bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi.
Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan
menjadi aktivitas level karena tenaga tersebut cenderung di konsumsi
secara proporsional sesuai dengan jumlah unit produksi.
b. Aktivitas Batch Level dilakukan di Batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang adadidalam Batch tersebut. Sebagai contoh, pekerjaan seperti membuat order produksi, set-up peralatan dan pengaturan pengiriman kepada konsumen adalah aktivitas Batch Level. Aktivitas tersebut terjadi untuk setiap batch (atau order konsumen). Biaya pada Batch Level lebih tergantung kepada jumlah
biaya untuk set-up mesin untuk memproses Batch sama tanpa memperhatikan Batch berisi satu atau 5000 item.
c. Aktivitas Product Level berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh, aktivitas untuk merancang
produk, mengiklankan produk dan biaya untuk manajer dan staf
produksi adalah aktivitas Product Level.
d. Aktivitas Customer Level berkaitan dengan konsumen khusus dan meliputi aktivitas telepon untuk penjualan, pengiriman catalog,
dukungan teknis yang tidak terpaku pada produk tertentu.
e. Aktivitas Organization-Sustainin yang dilakukan tanpa memperhatikan konsumen mana yang dilayani, barang apa saja yang diproduksi,
berapa Batch yang dijalankan dan berapa unit yang dibuat. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantoor eksekutif, penyediaan
jaringan komputer, pengaturan pinjaman, penyusunan laporan tahunan
pemegang sahan atau lainnya.
Pada saat menggabungkan aktivitas dalam sistem Activity Based Costing, aktivitas tersebut harus dikelompokan dalam level yang sesuai. Aktivitas
Batch Level jaringan dikombinasikan dalam aktivitas unit level atau aktivitas
Product Level dengan aktivitas Batch Level dan sebagainya.secara umum, cara terbaik untuk mengkombinasikan adalh dengan mengumpulkan
aktivitas-aktivitas yang memiliki nilai korelasi yang tinggi dalam satu level.
Aktivitas memiliki korelasi tinggi apabila aktivitas tersebut cenderung
tandem (bersamaan). Sebagai contoh, jumlah order yang diterima akan
memiliki jumlah korelasi tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan order
konsumen sehingga kedua aktivitas Batch Level ini dapat digabungkan tanpa kehilangan keakuratan.
2. Menelusuri langsung ke aktivitas dan objek biaya
langsung ditelusuri ke order konsumen. Perusahaan ditagihkan langsung ke
setiap order yang dikirimkan, sehingga sangat mudah menelusuri biaya ini ke
order konsumen. Konsumen tidak membayar biaya pengiriman ini, mereka
membayar biaya pengiriman standar yang dapat berbeda secara substansial
dengan tagihan sesungguhnya yang diterima oleh perusahaan dari perusahaan
angkutan.
3. Membebankan biaya ke pool aktivitas
Sebagian besar biaya Overhead diklasifikasikan dalam sistem akutansi dasar perusahaan berdasarkan departemen dimana biaya tersebut terjadi. Sebagai
contoh, gaji, supplies, sewa dan sebagainya yang terjadi di dipartemen pemasaran akan di bebankan ke departemen tersebut. Dalam beberapa kasus,
beberapa atau semuabiaya ini dapat ditelusuri secara langsung kesalah satu
pool biaya aktivitas dalam sistem Activity Based Costing. Langkah ini merupakan tahap ketiga dari penerapan Activity Based Costing.
Sebagai contoh, jika sistem Activity Based Costing memiliki aktivitas yang disebut Purchase Order Processing (pemrosesan dan pembelian), semua pembelian di departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas tersebut.
Apabila memungkinkan, biaya tersebut ditelusuri langsung ke pool biaya
aktivitas. Meskipun demikian, sangat umum biaya overhead terkait dengan beberapa aktivitas yang ada dalam sistem Activity Based Costing. Dalam situasi seperti itu, biaya departemen tersebut dibagi dengan beberapa pool
aktivitas menggunakan proses alokasi yang disebut First-Stage Allocation
(alokasi tahap prertama). First-Stage Allocation Dalam sistem Activity Based Costing adalah proses pembebana biaya Overhead ke pool biaya aktivitas
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan
yang dipakai:
b. Harus diperhatikan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan
dipakai
4. Tarif menghitung aktivitas
Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya Overhead ke produk dan konsumen dihitung dengan membagi biaya-biaya Overhead
dengan total aktivitas dalam setiap pool biaya aktivitas.
5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan
ukuran aktivitas
Langkah ke lima dalam penerapan Activity Based Costing disebut alokasi tahap kedua (Second-Stage Allocation). Dalam alokasi tahap kedua, tariff aktivitas digunakan untuk membebankan biaya produk dan konsumen. Sistem
Activity Based Costing dapat digunakan untuk membebankan biaya aktivitas ke seluruh produk perusahaan, order konsumen dan konsumen
6. Menyiapkan Laporan manajemen.
2.4.3. Manfaat dari Ctivity Based Costing
Manajer mengimplementasikan Activity Based Costing karena mereka menyadari biaya tambahan untuk perhitungkan yang diperlukan lebih sedikit dari manfaat
yang diperoleh beupa biaya produk yang lebih akurat dan penajaman pengenaan
akan biaya produksi. Copper dan Kaplan mengemukakan bahwa secara garis besar
ada tiga manfaat Activity Based Costing, yaitu:
1. Dengan menerapkan Activity Based Costing, biaya produksi yang diterapkan Activity Based Costing lebih akurat dan mengurangi manajer dalam membuat keputusan yang salah.
2. Activity Based Costing mendukung aktivitas perbaikan penampilan (Performance) dengan mengidentifikasikan biaya-biaya yang dikeluarkan saat ini dimana penampilannya masih dapat ditingkatkan kemudian dengan
Sitem Activity Based Costing dapat menunjukan pengurangan pengurangan biaya yang dapat dilakukan dengan pengurangan biaya set-up, penjadwalan produksi (Produktion Scheduling) dan penanganan bahan baku (Material Handling) yang lebih efisien.
3. Sistem Activity Based Costing dapat mengurangi kebutuhan proses belajar yang mahal dalam menganalisa mengenai biaya produk. Hal ini disebabkan
karena sistem Activity Based Costing, keakuratan perhitungan biaya produk meningkat dan biaya-biaya aktivitas uang berbeda jenis dan dilaporkan secara
terpisah.
2.4.4. Kedandala Terhadap Penggunaan Activity Based Costing
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000), bahwa terdapat kendala-kendala yang
dihadapi jika suatu perusahaan ingin menerapkan suatu sitem Activity Based Costing, diantaranya adalah:
1. Kesulitan memonitor aktivitas yang dijalankan aktivitas pabrik.
2. Suatau sistem Activity Based Costing yang lengkap dengan berbagai kelompok biaya dengan pemicu biaya yang banyak tidak dapat diangkat lebih kompleks
dari pada sistem tradisional dan demikian lebih mahal untuk di
administrasikan.
3. Banyak masalah praktek yang tidak dapat diatasi. Contoh termasuk: biaya atau
Common Cost, pemilihan pemicu biaya, non-Linearity dari pemicu biaya dan sebagainya.
BAB III
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
3.1. Flowchart Pemecahan Masalah
Dalam penelitian ini, Flowchart merupakan kerangka berpikir untuk melakukan penelitian di PT. MUTIARA. Penelitian ini dilakukan pada pekerja pabrikasi.
3.2. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari Tugas Akhir ini maka
peneliti membuat Flowchart sebagai langkah-langkah penyelesaian masalah. 1. Mulai
Start menerangkan bahwa suatu pekerjaan dimulai. Sebagai langkah awal
suatu pekerjaan akan dimulai.
2. Identifikasi masalah
Dalam mengidentifikasi masalah peneliti akan mewawancarai semua orang
yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan kegiatan utama
yang mereka lakukan.
3. Studi Literatur
Peneliti melakukan studi literatur terhadap materi yang akan dibahas atau
digunakan.
4. Maksud dan tujuan penelitian
Membantu manajemen dalam menentukan biaya produksi yang lebih baik,
berdasarkan pengalokasian sumber daya.
5. Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data peneliti melakukan dua pengumpulan
data pada bulan Juli 2010, yaitu:
a. Data perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan (metode konvensional), yaitu:
- Biaya produksi yang terjadi pada bulan Juli 2010.
- Harga pokok produksi untuk produk yang akan diteliti.
b. Data-data yang mendukung dalam perhitungan manajemen biaya ABC,
yaitu:
1. Biaya bahan baku.
2. Biaya tenaga kerja langsung.
3. Biaya overhead yang terjadi pada bulan Juli 2010.
4. Aktivitas-aktivitas yang terjadi pada proses produksi dan
ukuran-ukuran pada tiap aktivitas.
6. Pengolahan Data
Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2006) terdapat 6 tahap dalam
merancang sistem biaya ABC yaitu:
a. Mengidentifikasi Aktivitas-aktivitas dan ukuran aktivitas
Sebagai langkah pertama dan paling penting dalam perancangan sistem
biaya ABC yaitu, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terjadi di
perusahaan selama proses produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan
departemen produksi dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap
proses produksi perusahaan maka aktivitas-aktivitas yang terjadi selama
proses produksi pada PT. MUTIARA yaitu:
1. Aktivitas Penimbangan.
2. Aktivitas Pengilingan.
3. Aktivitas Penghalusan.
4. Aktivitas Timbangan Otomatis/Pengepakan.
5. Aktivitas Pengiriman.
Setelah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dalam menerapkan sistem
biaya ABC diperlukan mengetahui ukuran pada tiap aktivitas adalah
dengan menelusuri langsung sejauh mana biaya overhead ke ukuran biaya aktivitas, seperti yang telampir pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Ukuran Aktivitas
Aktivitas Produksi/unit Ukuran aktivitas Aktivitas Penimbangan Aktivitas Penggilingan Aktivitas Penghalusan Aktivitas TO/Pengepakan Aktivitas Pengiriman Batch Unit Unit Unit Batch
Jumlah Order Konsumen
Jam Mesin
Jam Mesin
Unit Produksi
b. Mengetahui Persentase Penggunaan Sumber Daya Suatu Aktivitas.
Dalam mengidentifikasikan aktifitas, peneliti mewawancarai semua orang
yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan aktivitas
utama yang mereka lakukan. Biasanya, akan diperoleh catatan persentase
penggunaan sumber daya yang di konsumsi oleh aktivitas.
c. Membebankan Biaya Aktivitas
Langkah ketiga dalam sistem ABC ini adalah menelusuri secara
langsung sejauh mungkin biaya overhead perusahaan yang akan dibebankan ke objek biaya, misalnya salah satu biaya overhead adalah biaya tenaga kerja tidak langsung pada aktivitas penimbangan dikalikan
dengan persentase aktivitas penimbangan
d. Menghitung Tarif Biaya ke Seluruh Unit Produksi.
Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya overhead
ke produk dihitung dengan membagi biaya-biaya pada tahap ke empat
dengan ukuran biaya aktivitas. Sebagai contoh, selama bulan
Juli 2010 PT. MUTIARA menerima order konsumen sebanyak 60
pesanan, sehingga biaya tenaga kerja pada aktivitas penimbangan
(langkah ketiga) di bagi jumlah order konsumen perusahaan pada bulan
Juli.
e. Membebankan Biaya Ke Tiap-tiap Unit Produksi
Tahap selanjutnya yaitu mambebankan biaya ke objek, dimana dalam
Tugas Akhir ini peniliti mengambil dua jenis sampel yaitu seluruh jenis
produk yang diproduksi pada bulan Juli 2010 dan masing-masing produk
tersebut memiliki ukuran aktivitas produksi yang berbeda.
f. Menyiapkan Laporan Manajemen Biaya
Setelah tarif aktifitas untuk masing masing produk selesai dihitung, maka
harga pokok produksi menggunakan sistem ABC dapat dihitung.
7. Perbandingan Hasil Perhitungan Dan Selisih Antara harga pokok Produksi
Dari Kedua Metode
Pada tahap ketujuh langkah pemencahan masalah ini, untuk memberikan
biaya konvensional perusahaan pada bulan Juli 2010 dengan sistem biaya
ABC yang telah diolah pada tahap sebelumnya.
8. Analisis
Analisis ini berisi selisih perbandingan harga pokok produksi sistem biaya
perusahaan konvensional dengan perhitungan sistem biaya ABC yang
dilakukan peneliti.
9. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis terhadap pengolahan data, selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh.
Kesimpulan ini merupakan inti dari hasil penelitian yang dilakukan dan dapat
juga digunakan untuk memberikan saran-saran terhadap manajemen di
PT.MUTIARA.
10.Finish
BAB 4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1. Pengumpulan Data
4.1.1. Jenis Produk Perusahaan
PT. MUTIARA hanya memproduksi produk kapur yang bernama Calcium Carbonate dengan tingkat kehalusan yang beraneka ragam, maka penelitian disini hanya membicarakan proses pembuatan kapur tersebut.
Calcium Carbonate adalah produk kapur yang dibuat dengan proses produksi dengan berdasarkan bahan baku berupa batu kapur. Perusahaan hanya
mengunakan empat jenis batu kapur yang diklasifikasikan berdasarkan asal
batu-batu kapur tersebut, seperti batu-batu kapur Lampung, batu-batu kapur Rembang, batu-batu kapur
Padalarang, dan batu kapur Gombong. Kemudian batu kapur tersebut diproses
kedalam mesin-mesin produksi untuk mencapai tingkat kehalusan yang
diinginkan, dengan tingkat kehalusan antara 100 mesh dan 800 mesh.
Penjelasan mengenai produk adalah angka yang ada dibelakang nama/rumus dari
Calcium Carbonate adalah kode untuk tingkat kehalusan dan jenis batu yang digunakan. Sebagai contoh yaitu CaCo3 M-104 yang mempunyai arti CaCo3
merupakan rumus dari Calcium Carbonate, M adalah singkatan dari MUTIARA atau merupakan produk dari PT. MUTIARA dan angka yang pertama yaitu 3
(Tiga) merupakan jenis batu yang digunakan dalam memproduksi suatu produk,
dengan rincian:
a. 1 = Batu kapur Lampung
b. 2 = Batu kapur Padalarang
c. 3 = Batu kapur Gombong
Angka kedua dan ketiga merupakan kode untuk tingkat kehalusan yang di
produksi dalam penjelasan sebagai berikut:
a. 01 = 100 mesh
b. 02 = 150 mesh
c. 03 = 200 mesh
d. 04 = 300 mesh
e. 05 = 400 mesh
f. 06 = 500 mesh
g. 07 = 800 mesh
4.1.2. Total Biaya Produksi PT. MUTIARA
Pada bulan Juli 2010, total produksi yang dilakukan perusahaan yaitu
6,385,300kg. dengan jumlah produksi tersebut, pembebanan biaya overhead
pabrik dihitung berdasarkan kuantitas dari hasil produk selama bulan tersebut.
Biaya yang diakumulasikan oleh PT. MUTIARA merupakan biaya aktual sesuai
dengan yang terjadi dengan pada periode yang bersangkutan. Seluruh aktivitas
dari setiap departemen yang mengkonsumsi sumber daya yang menimbulkan
biaya overhead akan dibebankan langsung kesetiap produk dalam jumlah yang sama. Perincian yang terjadi pada bulan Juni 2010 terlampir pada tabel 4.1 Pada
bulan Juli 2010, perusahaan telah mengkonsumsi bahan baku sebesar
Rp. 772.698.795,33, tenaga kerja langsung Rp. 110,117,344,50 dan total biaya
Dari hasil wawancara dengan manajer produksi dan staf keuangan serta hasil
pengamatan yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa biaya produksi yang
dilakukan oleh perusahaan pada bulan Juli 2010 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Total Biaya Produksi Juli 2010
Kerterangan Rp
Harga Bahan Baku Rp 772.698.795,33 Tenaga Kerja Langsung Rp 110.117.344,50 Biaya Overhead:
· Tenaga kerja tidak langsung Rp 32.804.200,00 · Packing Rp 181.159.599,00 · Penyusutan Rp 140.641.687,71 · Listrik Rp 236.135.595,25 · Sparepart Rp 45.302.543,25 · BBM, oli dan lain-lain Rp 33.322.133,37 · Lain-lainnya Rp 329.753.160,00
Total Biaya Overhead Rp 998.118.918,58
Total HPP Rp 1.881.935.058,41
Sumber: Data Perusahaan
Untuk menghitung tarif biaya overhead PT. MUTIARA dengan cara membagi seluruh biaya overhead dengan total jumlah produksi yang dihasilkan pada bulan yang bersangkutan. Dengan demikian, tarif overhead per kilogram dihitung sebagai berikut:
Biaya Overhead / Kg = Rp. 998.118.918,58
6.385.300 Kg
= Rp. 156,47 / Kg
Tarif Overhead per kilogram adalah Rp. 156,47 / Kg, ini berlaku untuk semua produk yang diproduksi dalam berapapun jumlahnya. Untuk alokasi biaya
overhead yaitu dengan mengalikan jumlah kilogram padi yang di produksi untuk setiap jenis padi dengan tarif overhead tersebut. Dengan dasar biaya overhead ini juga perusahaan membuat perhitungan harga pokok untuk semua produk yang
4.1.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Perusahaan
Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan PT. MUTIARA adalah dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung serta biaya overhead berdasarkan jumlah produksi perusahaan yang terlampir pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Harga Pokok Produksi Juli 2010 (Metode Konvensional)
Keterangan CaCo3 M-104 CaCo3 M-107 CaCo3 M-202 CaCo3 M-205 CaCo3 M-207 CaCo3 M-301 CaCo3 M-305 CaCo3 M-403 CaCo3 M-404
Unit produksi (kg) 210500 378500 32400 221920 418650 30700 36030 1851100 3205500 Biaya Bahan Baku Rp 75.902.433,76 Rp 135.560.330,06 Rp 13.940.877,55 Rp 94.876.116,00 Rp 177.248.527,00 Rp 1.500.260,31 Rp 1.647.971,00 Rp 101.544.579,31 Rp 170.477.700,34 Tenaga Kerja Langsung Rp 3.630.166,32 Rp 6.527.232,50 Rp 558.738,00 Rp 3.827.010,40 Rp 7.219.805,85 Rp 529.421,50 Rp 621.353,42 Rp 31.924.769,01 Rp 55.278.847,50 Biaya Overhead Pabrik
Rp. 156,47 x 210.500 kg Rp 32.936.935,00
Rp. 156,47 x 378.500 kg Rp 59.225.409,00
Rp. 156,47 x 32.400 kg Rp 5.069.628,00
Rp. 156,47 x 221.920 kg Rp 34.723.822,40
Rp. 156,47 x 418.650 kg Rp 65.506.165,50
Rp. 156,47 x 30.700 kg Rp 4.803.629,00
Rp. 156,47 x 36.030 kg Rp 5.637.676,32
Rp. 156,47 x 1.851.100 kg Rp 289.641.617,00
Rp. 156,47 x 3.205.500 kg Rp 501.564.585,00
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Mengidentifikasi Aktivitas-aktivitas dan Ukuran Aktivitas
Sebagai langkah pertama dan paling penting dalam perancangan sistem biaya
ABC yaitu, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terjadi di perusahaan selama
proses produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan departemen produksi dan
pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap proses produksi perusahaan maka
aktivitas-aktivitas yang terjadi selama proses produksi pada PT. MUTIARA yaitu:
1. Aktivitas penimbangan
Aktivitas ini merupakan aktivitas gabungan dari aktivitas pengangkutan
bahan baku dan aktivitas penimbangan, karena kedua aktivitas tersebut
dilakukan dalam satu ruangan. Kedua aktivitas ini merupakan proses
awal dari penanganan bahan baku untuk siap diproses pembuatan
produk-produk perusahaan.
2. Aktivitas pengilingan
Bahan baku yang berupa batu-batu kapur yang sudah ditimbang dan
diklasifikasikan, dimasukan ke mesin penggilingan untuk di split
menjadi ukuran batu yang lebih kecil lagi.
3. Aktivitas penghalusan
Pada aktivitas ini merupakan penggabungan dari aktivitas set-up mesin, aktivitas bucket, aktivitas silo bahan baku dan aktivitas silo produksi. Aktivitas-aktivitas ini dilakukan pada suatu mesin yang bernama Jaw Crusher. Sebelumnya operator mengatur berapa mess yang akan diproduksi sesuai dengan pesanan konsumen. Kemudian batu-batu
tersebut dihisap kedalam mesin yang bernama Bucket, untuk masuk ke
tahap pertama dalam proses penghalusan batu kapur. Tahap ini
dinamakan silo bahan baku. Setelah melewati tahap ini, batu-batu yang
sudah menjadi seperti pasir dihaluskan lagi pada tahap ini di namakan
silo produksi/penghalusan.
4. Aktivitas Timbangan Otomatis/Pengepakan.
Aktivitas ini merupakan penggabungan dari aktivitas timbangan
otomatis, aktivitas pengepakan dan aktivitas pengangkutan ke gudang.
kehalusan yang diinginkan langsung ditimbang secara otomatis dan
secara bersamaan dikepakkan kedalam satuan karung sesuai dengan
berat yang dipesan konsumen antara 25 kg, 50 kg atau 100 kg dan
kemudia disimpan dalam gudang.
5. Aktivitas pengiriman
Kapur-kapur yang sudah dikepak disimpan dalam gudang sampai
menunggu intruksi pengiriman dari bagian pengiriman barang agar
sampai ke tangan konsumen sesuai dengan jadwal yang diinginkan
konsumen
Setelah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dalam menerapkan sistem biaya ABC
diperlukan mengetahui ukuran pada tiap aktivitas adalah dengan menelusuri
[image:30.612.134.452.388.524.2]langsung sejauh mana biaya overhead ke ukuran biaya aktivitas, seperti yang telampir pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Ukuran Aktivitas
Aktivitas Produksi/unit Ukuran aktivitas
Aktivitas Penimbangan
Aktivitas Penggilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas Pengiriman
Batch
Unit
Unit
Unit
Batch
Jumlah Order Konsumen
Jam Mesin
Jam Mesin
Unit Produksi
4.2.2. Distribusi aktivitas
Biaya overhead pabrik yang telah diidentifikasikan dengan aktivitas kemudian akan dibebankan terhadap aktivitas tersebut. Peneliti melakukan wawancara dengan manajer produksi untuk mengetahui persentase penggunaan sumber daya untuk suatu aktivitas, hasil
[image:31.792.77.740.221.361.2]wawancara terlampir pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Aktivitas
Biaya Overhead: Aktivitas
Penimbangan
Aktivitas Pengilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas
Pengiriman TOTAL
· Tenaga Kerja Tidak Langsung 15.4% 11.5% 11.5% 23.1% 38.5% 100%
· Packing 0% 0% 0% 100% 0% 100%
· Penyusutan 10% 30% 35% 5% 20% 100%
· Listrik 15% 35% 40% 10% 0% 100%
· Sparepart dan MTC 20% 30% 30% 0% 20% 100%
· BBM, oli dan lain-lain 0% 15% 25% 0% 60% 100%
· Lain-lainnya 15.4% 11.5% 11.5% 23.1% 38.5% 100%
Terlihat dalam tabel 4.4 berdasarkan hasil wawancara dengan manajer produksi,
bahwa pada biaya Tenaga kerja tidak langsung, 15.4% dikonsumsi pada aktivitas
penimbangan dan 11.5% masing-masing untuk aktivitas penggilingan dan
penghalusan, 23.1% digunakan pada pengepakan dan sisanya 38.5% digunakan
pada aktivitas pengiriman.
Begitu juga dengan biaya packing yang dikonsumsi seluruhnya oleh aktivitas pengepakan. Biaya penyusutan dikonsumsi oleh aktivitas penimbangan 10%,
aktivitas penggilingan 30%, aktivitas penghalusan dengan persentase 35%,
sedangkan sisanya dikonsumsi oleh aktivitas pengepakan sebesar 5% dan aktivitas
pengiriman yaitu sebesar 20%. Aktivitas penghalusan mengkonsumsi biaya listrik
paling besar yaitu 40%, aktivitas penimbangan 15%, aktivitas penggilingan 35%
dan sisanya 10% untuk aktivitas pengepakan. Biaya sparepart dan MTC dikonsumsi sebesar 20% oleh aktivitas penimbangan, 30% aktivitas penggilingan,
30% aktivitas penghalusan dan sisanya 20% aktivitas pengiriman. Biaya BBM, oli
dan lain-lain dikonsumsi paling besar oleh aktivitas pengiriman sebesar 60%,
aktivitas penghalusan 25%, aktivitas dan penggilingan 15%. Biaya lain-lain yaitu
sebagian besar biaya pengiriman 76.4% dan sisanya dikonsumsi oleh aktivitas
4.2.3. First-Stage Allocation Ke Pusat Biaya Aktivitas
[image:33.792.74.761.183.312.2]Kemudian persentase dalam tabel 4.4 tersebut dialokasikan ke pusat aktivitas. Proses pembebanan biaya overhead ke pusat aktivitas biaya ini dinamakan first-stage allocation yang terlampir pada tabel berikut:
Tabel 4.5. First-Stage Allocation Ke Pusat Biaya Aktivitas
Biaya Overhead: Aktivitas
Penimbangan
Aktivitas Pengilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas
Pengiriman TOTAL
· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 5.046.800,00 Rp 3.785.100,00 Rp 3.785.100,00 Rp 7.570.200,00 Rp 12.617.000,00 Rp 32.804.200,00
· Packing 0 0 0 Rp 181.159.599,00 0 Rp 181.159.599,00
· Penyusutan Rp 14.064.168,77 Rp 42.192.506,31 Rp 49.224.590,70 Rp 7.032.084,39 Rp 28.128.337,54 Rp 140.641.687,71
· Listrik Rp 35.420.339,29 Rp 82.647.458,34 Rp 94.454.238,10 Rp 23.613.559,53 0 Rp 236.135.595,25
· Sparepart dan MTC Rp 9.060.508,65 Rp 13.590.762,98 Rp 13.590.762,98 0 Rp 9.060.508,65 Rp 45.302.543,25
· BBM, oli dan lain-lain 0 Rp 4.998.320,01 Rp 8.330.533,34 0 Rp 19.993.280,02 Rp 33.322.133,37
· Lain-lainnya Rp 77.821.745,76 0 0 0 Rp 251.931.414,24 Rp 329.753.160,00 TOTAL Rp 141.413.562,47 Rp 147.214.147,63 Rp 169.385.225,12 Rp 219.375.442,91 Rp 321.730.540,45 Rp 999.118.918,58
Sumber: Olah sendiri
Contoh perhitungan:
1. Aktivitas Penimbangan
a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas penimbangan
b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas penimbangan
Overhead packing (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penimbangan (tabel 4.4)
Rp. 181.159.599,00 x 0% = 0
2. Aktivitas Penggilingan
a. Biaya overhead packing pada Aktivitas penggilingan
Overhead packing (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penggilingan (tabel 4.4)
Rp. 181.159.599,00 x 0% = 0
b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan
Overhead penyusutan (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas penggilingan (tabel 4.4)
Rp. 140.641.687,71 x 10% = Rp. 42.192.506,31
3. Aktivitas Penghalusan
a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan
Overhead penyusutan (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penghalusan (tabel 4.4)
Rp. 140.641.687,71 x 35% = Rp. 49.224.590,70
b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas penghalusan
Overhead listrik (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penghalusan (tabel 4.4
Rp. 236.135.595,25 x 40% = Rp. 94.454.238,10
4. Aktivitas Pengepakan
c. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan
Overhead listrik (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Pengepakan (tabel 4.4)
Rp. 236.135.595,25 x 10% = Rp. 23.613.559,53
d. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Pengepakan (tabel 4.4)
4.2.4. Perhitungan Tarif Aktivitas Ke Seluruh Unit Produksi
Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar
6.385.300 kg berdasarkan 60 order konsumen dengan mengkonsumsi 710 jam mesin dan melakukan 300 kali pengiriman kepada
[image:35.792.78.739.240.382.2]konsumen. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya overhead ke produk dihitung dengan membagi biaya-biaya yang disajikan dalam tabel 4.5 dengan ukuran biaya untuk tiap-tiap aktivitas. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.6. Perhitungan Tarif Aktivitas
Biaya Overhead:
Aktivitas Penimbangan
Aktivitas Pengilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas
Pengiriman TOTAL
/60 Order /710 jam mesin /710 jam mesin 6.385.300 Kg 300 Pengiriman
· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 84.113,33 Rp 5.331,13 Rp 5.331,13 Rp 1,19 Rp 42.056.67 Rp 136.833,44
· Packing Rp - Rp - Rp - Rp 28,37 Rp - Rp 28,37
· Penyusutan Rp 234.402,81 Rp 59.426,07 Rp 69.330,41 Rp 1,10 Rp 93.761,13 Rp 456.921,51
· Listrik Rp 590.338,99 Rp 116.404,87 Rp 133.034,14 Rp 3,70 Rp - Rp 839.781,70
· Sparepart dan MTC Rp 151.008,48 Rp 19.141,92 Rp 19.141,92 Rp - Rp 30,201,70 Rp 219.494,01
· BBM, oli dan lain-lain Rp - Rp 7.039,89 Rp 11.733,15 Rp - Rp 66.644,27 Rp 85.417,30
· Lain-lainnya Rp 1.297.029,10 Rp - Rp - Rp - Rp 839.771,38 Rp 2.136.800,48 TOTAL Rp 2.356.892,71 Rp 207.343,87 Rp 238.570,74 Rp 34,36 Rp 1.072.435,13 Rp 3.875.276,81
Contoh perhitungan:
1. Aktivitas Penimbangan
a. Biaya overhead Tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan
Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.5) : Jumlah Order pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.6)
Rp. 5.046.800,00 : 60 order = Rp. 84.113,33/order.
b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan
Overhead packing (tabel 4.5) : Jumlah Order pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.6)
0 : 60 order = 0
2. Aktivitas Penggilingan
a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan
Overhead packing (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.6)
0 : 710 jam mesin = 0
b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas penggilingan
Overhead penyusutan (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas penggilingan (tabel 4.6)
Rp. 42.192.506,31 : 710 jam mesin = Rp. 59.426,07/Jam mesin
3. Aktivitas Penghalusan
a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan
Overhead penyusutan (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.6)
Rp. 49.224.590,70 : 710 jam mesin = Rp. 69.330,41/Jam mesin
b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan
Overhead listrik (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.6)
4. Aktivitas Pengepakan
a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan
Overhead listrik (tabel 4.5) : Jumlah unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.6)
Rp. 23.613.559,53 : 6.385.300 kg = Rp. 3,70/kg
b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.5) : Jumlah unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.6)
0 : 6.385.300 kg = 0
5. Aktivitas Pengiriman
a. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengiriman
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.5) : Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.6)
Rp. 9.060.508,65 : 300 pengiriman = Rp. 30,201,70/pengiriman
b. Biaya overhead BBM, oli dan lain-lain pada Aktivitas Pengiriman
Overhead BBM, oli dan lain-lain (tabel 4.5) : Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.6)
4.2.5. Membebankan biaya ke objek biaya
Tahap selanjutnya yaitu membebankan biaya ke objek biaya yang disebut alokasi tahap ke dua (Second-Stage Allocation). Dalam tahap kedua, tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk. Produk sampel yang diambil peneliti yaitu produk-produk yang
dipesan pada bulan Juli 2010.
4.2.5.1.Produk Jenis CaCo3 M-104
Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar
210.500 kg berdasarkan 5 order konsumen dengan mengkonsumsi 23 jam mesin dan melakukan 10 kali pengiriman kepada konsumen
seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7. Perhitungan Produk CaCo3 M-104
Biaya Overhead:
Aktivitas Penimbangan
Aktivitas Pengilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas
Pengiriman TOTAL
/5 Order /23 jam mesin /23 jam mesin 210.500 Kg 10 Pengiriman
· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 420.566,67 Rp 122.615,92 Rp 490.463,66 Rp 249.561,82 Rp 420.566,67 Rp 1.703.774,73
· Packing 0 0 0 Rp 5.972.169,76 0 Rp 5.972.169,76
· Penyusutan Rp 1.172.014,06 Rp 1.366.799,50 Rp 6.378.397,67 Rp 231.822,12 Rp 937.611,25 Rp 10.086.644,60
· Listrik Rp 2.951.694,94 Rp 2.677.312,03 Rp 3.059.785,18 Rp 778.452,74 0 Rp 9.467.244,89
· Sparepart dan MTC Rp 755.042,39 Rp 440.264,15 Rp 1.761.056,61 0 Rp 302.016,96 Rp 3.258.380,11
· BBM, oli dan lain-lain 0 Rp 161.917,41 Rp 1.079.449,39 0 Rp 666.442,67 Rp 1.907.809,47
· Lain-lainnya Rp 6.485.145,48 0 0 0 Rp 8.397.713,81 Rp 14.882.859,29 TOTAL Rp 11.784.463,54 Rp 4.768.909,01 Rp 12.769152,51 Rp 7.232.006,44 Rp 10.724.351,35 Rp 47.278.882,85
Contoh perhitungan:
1. Aktivitas Penimbangan
a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan
Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.7)
Rp. 84.113,33/Order x 5 order = Rp. 420.566,67
b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan
Overhead packing (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.7)
0 x 5 order = 0
2. Aktivitas Penggilingan
a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan
Overhead packing (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan Produk CaCo3 M-307 (tabel 4.7)
0 x 23 jam mesin = 0
b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan
Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.7)
Rp. 59.426,07/Jam mesin x 23 jam mesin = Rp. 1.366.799,50
3. Aktivitas Penghalusan
a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan
Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.7)
Rp. 69.330,41/Jam mesin x 23 jam mesin = Rp. 6.378.397,67
b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan
Overhead listrik (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.7)
4. Aktivitas Pengepakan
a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan
Overhead listrik (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.7)
Rp. 3,70/kg x 210.500 kg = Rp.778.452,74
b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.7)
0 x 210.500 kg = 0
5. Aktivitas Pengiriman
a. Biaya overheadsparepart dam MTC pada Aktivitas Pengiriman
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.7)
Rp. 30.201,70 x 10 pengiriman = Rp. 302.016,96
b. Biaya overhead BBM, oli dan lain-lain pada Aktivitas Pengiriman
Overhead BBM, oli dan lain-lain (tabel 4.6) x Jumlah Pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.7)
4.2.5.2.Produk Jenis CaCo3 M-107
Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar
378.500 kg berdasarkan 6 order konsumen dengan mengkonsumsi 42 jam mesin dan melakukan 19 kali pengiriman kepada konsumen
[image:41.792.78.760.219.368.2]seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.8. Perhitungan Produk CaCo3 M-107
Biaya Overhead:
Aktivitas Penimbangan
Aktivitas Pengilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas
Pengiriman TOTAL
/6 Order /42 jam mesin /42 jam mesin 378.500 Kg 19 Pengiriman
· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 504.680,00 Rp 223.907,32 Rp 223.907,32 Rp 448.737,05 Rp 799.076,67 Rp 2.200.308,37
· Packing Rp - 0 0 Rp 10.738.557,03 0 Rp 10.738.557,03
· Penyusutan Rp 1.172.014.06 Rp 9.983.578,96 Rp 2.911.877,20 Rp 416.839,29 Rp 1.781.461,38 Rp 16.265.770,89
· Listrik Rp 2.951.694,94 Rp 19.556.018,31 Rp 5.587.433,80 Rp 1.399.735,69 0 Rp 29.494.882,74
· Sparepart dan MTC Rp 755.042,39 Rp 3.215.842,51 Rp 803.960,63 0 Rp 573.832,21 Rp 5.348.677,74
· BBM, oli dan lain-lain Rp - Rp 1.182.701,07 Rp 492.792,11 0 Rp 1.266.241,07 Rp 2.941.734,25
· Lain-lainnya Rp 6.485.145,48 0 0 0 Rp 15.955.656,24 Rp 22.440.801,72 TOTAL Rp 1.868.576,87 Rp 34.162.048,17 Rp 10.019.971,06 Rp 13.003.869,07 Rp 20.376.267,56 Rp 89.430.732,73
Contoh perhitungan:
1. Aktivitas Penimbangan
a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan
Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.8)
Rp. 84.113,33/Order x 6 order = Rp. 504.680,00
c. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan
Overhead packing (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.8)
0x 6 order = 0
2. Aktivitas Penggilingan
a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan
Overhead packing (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan Produk CaCo3 M-307 (tabel 4.8)
0x 42 jam mesin = 0
b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan
Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.8)
Rp. 59.426,07/Jam mesin x 42 jam mesin = Rp. 9.983.578,96
3. Aktivitas Penghalusan
a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan
Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.8)
Rp. 69.330,41/Jam mesin x 42 jam mesin = Rp. 2.911.877,20
b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan
Overhead listrik (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.8)
4. Aktivitas Pengepakan
a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan
Overhead listrik (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.8)
Rp. 3,70/kg x 378.500 kg = Rp.1.399.735,69
b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.8)
0x 378.500 kg = 0
5. Aktivitas Pengiriman
a. Biaya overheadsparepart dam MTC pada Aktivitas Pengiriman
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.8)
Rp. 30.201,70 x 19 pengiriman = Rp. 573.832,21
b. Biaya overhead BBM, oli dan lain-lain pada Aktivitas Pengiriman
Overhead BBM, oli dan lain-lain (tabel 4.6) x Jumlah Pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.8)
4.2.5.3.Produk Jenis CaCo3 M-202
Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar
32.400 kg berdasarkan 3 order konsumen dengan mengkonsumsi 4 jam mesin dan melakukan 2 kali pengiriman kepada konsumen seperti
[image:44.792.76.755.220.362.2]yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.9. Perhitungan Produk CaCo3 M-202
Biaya Overhead:
Aktivitas Penimbangan
Aktivitas Pengilingan
Aktivitas Penghalusan
Aktivitas TO/Pengepakan
Aktivitas
Pengiriman TOTAL
/3 Order /4 jam mesin /4 jam mesin 32.400 Kg 2 Pengiriman
· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 252.340,00 Rp 21.324,51 Rp 21.324,51 Rp 38.412,37 Rp 84.113,33 Rp 417.514,71
· Packing 0 0 0 Rp 919.231,83 0 Rp 919.231,83
· Penyusutan Rp 703.208,44 Rp 237.704,26 Rp 277.321,64 Rp 35.681,88 Rp 187.522,25 Rp 1.441.438.47
· Listrik Rp 1.771.016,96 Rp 465.619,48 Rp 532.136,55 Rp 119.818,85 0 Rp 2.888.591,85
· Sparepart dan MTC Rp 453.025,43 Rp 76.567,68 Rp 76.567,68 0 Rp 60.403,39 Rp 666.564,18
· BBM, oli dan lain-lain 0 Rp 28.159.55 Rp 46.932,58 0 Rp 133.288,53 Rp 208.380,67
· Lain-lainnya Rp 3.891.087,29 0 0 0 Rp 1.679.542,76 Rp 5.570.630,05 TOTAL Rp 7.070.678,12 Rp 829.375,48 Rp 954.282,96 Rp 1.113.144,93 Rp 2.144.870,27 Rp 12.112.351,77
Contoh perhitungan:
1. Aktivitas Penimbangan
a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan
Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.9)
Rp. 84.113,33/Order x 3 order = Rp. 252.340,00
b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan
Overhead packing (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.9)
0x 3 order = 0
2. Aktivitas Penggilingan
a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan
Overhead packing (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan Produk CaCo3 M-307 (tabel 4.9)
0x 4 jam mesin = 0
b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan
Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.9)
Rp. 59.426,07/Jam mesin x 4 jam mesin = Rp. 237.704,26
3. Aktivitas Penghalusan
a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan
Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.9)
Rp. 69.330,41/Jam mesin x 4 jam mesin = Rp. 277.321,64
b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan
Overhead listrik (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.9)
4. Aktivitas Pengepakan
a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan
Overhead listrik (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.9)
Rp. 3,70/kg x 32.400 kg = Rp. 119.818,85
b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan
Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.9)
0x 32.400 kg = 0
5. Aktivitas Pengiriman
a. Biaya overheadsparepart dam MTC p