• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Activity Based Costing Di PT. Mutiara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Usulan Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Activity Based Costing Di PT. Mutiara"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Activity Based Costing In PT. MUTIARA ".

Name: Sandy Handoyo

NIM: 1.03.06.030

The development of the global industrial world is now very rapidly, as also

happened in Indonesia with a variety of competition in modern industry is heavily

influenced by developments in technology, this is an impact to a company to make

major changes to the company's survival. Company as an important part in the

economy, demanded continue to make changes towards a better, particularly in the

economic sector. Various problems and difficulties for companies to get the price of

goods manufactured, allegedly due to the understanding of the overhead costs and

assignment is still weak.

Based on the description above, the formulation of this research is "How do

you calculate the price of goods manufactured by the company today?". "What if the

production price calculation using Activity Based Costing system?". "What is the

ratio calculation of cost of goods manufactured by the company with ABC

system?". Companies surveyed in this report is PT. MUTIARA. The method used in

this study is the ABC.

Through the estimates obtained, the conventional management system teryata

pricing resulting in disproportionate production of goods, while the ABC calculation

produces costing based on cost of goods consumed by each product based on units

produced.Results from the second calculation method, that difference is quite

significant profits, the produce CaCO M-104 = (14%), CaCO M-107 = (5%), CaCO

M-202 = (4%), CaCO M-205 = (5%), CaCO M-207 = (9%), CaCO M-301 = (47%),

CaCO M-305 = (64%), CaCO M-403 = 5%, and CaCO M-404 = 4 %. It happened

because the company set a base price is too low, so that profits generated less than the

maximum.

(2)

Activity Based Costing In PT. MUTIARA ".

Name: Sandy Handoyo

NIM: 1.03.06.030

The development of the global industrial world is now very rapidly, as also

happened in Indonesia with a variety of competition in modern industry is heavily

influenced by developments in technology, this is an impact to a company to make

major changes to the company's survival. Company as an important part in the

economy, demanded continue to make changes towards a better, particularly in the

economic sector. Various problems and difficulties for companies to get the price of

goods manufactured, allegedly due to the understanding of the overhead costs and

assignment is still weak.

Based on the description above, the formulation of this research is "How do

you calculate the price of goods manufactured by the company today?". "What if the

production price calculation using Activity Based Costing system?". "What is the

ratio calculation of cost of goods manufactured by the company with ABC

system?". Companies surveyed in this report is PT. MUTIARA. The method used in

this study is the ABC.

Through the estimates obtained, the conventional management system teryata

pricing resulting in disproportionate production of goods, while the ABC calculation

produces costing based on cost of goods consumed by each product based on units

produced.Results from the second calculation method, that difference is quite

significant profits, the produce CaCO M-104 = (14%), CaCO M-107 = (5%), CaCO

M-202 = (4%), CaCO M-205 = (5%), CaCO M-207 = (9%), CaCO M-301 = (47%),

CaCO M-305 = (64%), CaCO M-403 = 5%, and CaCO M-404 = 4 %. It happened

because the company set a base price is too low, so that profits generated less than the

maximum.

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kondisi perekonomian di Indonesia pada saat ini sudah semakin berkembang,

sehingga memberikan ruang seluas-luasnya untuk terjadinya persaingan

khususnya di sektor ekonomi. Hal ini menimbulkan persaingan yang cukup ketat

di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia. Perusahan sebagai bagian

terpenting dalam perekonomian, dituntut terus untuk melakukan perubahan ke

arah yang lebih baik. Sehingga dapat bertahan di lingkungan persaingan yang

semakin ketat bahkan melewati batas Negara.

Perkembangan usaha perusahaan seringkali didorong oleh keinginan untuk

memperluas pasar, baik perluasan dari sudut konsumen yang baru dilayani

maupun perluasan daerah pemasaran yang harus dijangkau, serta para pesaing

yang harus dihadapi. Dengan pemahaman akan lingkungan persaingan

yang dihadapinya, perusahaan dapat mengetahui posisi persaingannya.

Sehingga mampu mengoptimalkan operasi-operasinya terutama dalam

menghasilkan produk dan memperoleh bagian pasar yang lebih besar, dengan

mempertimbangkan pada efisiensi biaya produksi dalam menentukan harga

pokok produksinya.

Selama ini sistem akutansi biaya konvensional telah dipercaya untuk melaporkan

sumber daya yang dipergunakan oleh setiap unit perusahaan. Pada perusahaan

yang memproduksi satu jenis produk (Single Product), pengalokasian dengan sistem konvensional tidak menimbulkan masalah karena biaya overhead pada produk dapat ditelusuri dengan cara membagi total biaya overhead dengan jumlah unit produksi. Perhitungan biaya produksi yang kurang tepat akan membimbing

manajemen mengambil keputusan yang kurang tepat. Perusahaan yang menjadi

objek penelitian adalah PT. MUTIARA yang bergerak dibidang industri

(4)

dua belas tahun, tetapi mampu bersaing dengan perusahaan manufaktur sejenis

yang eksistensinya sudah cukup lama. Kelebihan perusahaan ini yaitu

memiliki kapasitas produksi yang cukup besar. Pada saat ini penerapan sistem

biaya konvensional masih di gunakan oleh PT. MUTIARA, dimana perusahaan

menghasilkan produk kapur jenis Calsium Carbonate (CaCo3), sehingga biaya pengalokasian untuk semua jenis produk sama. Namun sistem biaya ini kurang

memberikan informasi yang tepat bagi manajemen. Oleh karena itu manajemen

harus mampu mengelola sumber daya dalam proses pembuatan produk, dengan

melakukan perancangan sistem akutansi biaya, yang dapat mencerminkan

konsumsi sumber daya dalam aktivitas pembuatan produk. PT. MUTIARA

menjual produknya berdasarkan tingkat kehalusan suatu kapur antara 100 Mess

sampai dengan 800 Mess dengan harga antara Rp. 150 sampai dengan Rp. 400 per

kilogram. Jadi semakin tinggi tingkat kehalusan kapur maka semakin tinggi harga

kapur tersebut. Sampel produk yang akan diteliti oleh peneliti yaitu

produk-produk yang di produk-produksi pada bulan Juli 2010, dimana perusahaan menjual

produknya per packing dengan satu packing sama dengan 25 kg sampai dengan 100 kg tergantung pesanan pelanggan.

Penetapan biaya produksi merupakan suatu proses yang penting karena proses

tersebut berguna bagi manajemen untuk menentukan harga jual dan tingkat

profitabilitas perusahaan dalam suatu periode. Keakuratan alokasi biaya overhead

baru akan menimbulkan masalah apabila perusahaan memproduksi lebih dari satu

produk (Multy Product) dengan fasilitas yang sama. Hal ini dinyatakan dalam jurnal akutansi di http://cic.vtt.fi/lean/singapore/kim&ballardFinal.pdf oleh Yong-Woo Kim dan Gleen Ballard (Agustus 2001) yang menyatakan:

A traditional system report what money is spenton and by whom, but fails to report the cost of activities and processes”.

Maka, usaha yang harus dilakukan PT.MUTIARA untuk mengatasi masalah ini

(5)

meningkatkan efesiensi biaya dan perbaikan operasi usaha khususnya dalam hal

akurasi biaya produk. Hal itu dinyatakan dalam jurnal akutansi di

http://www2.newpaltz.edu/ %7Eroztockn/virginia99.pdf. oleh Narcyz Rostocki, Jorge F. Vanenzuela dan Jose D. Porter ( juni 1999) yang mengatakan bahwa:

Activity Based Costing is a costing methodology used to trace overhead cost directly to cost object, product, processes, service or customers and help managers to make right decision regarding product mix and competitive strategies.”

Sedangkan menurut Hugh Waters, Hany Abdallah dan Paul Richardson (Juni

2003) pada jurnal akutansi di http://www.gaproject.org/pubs/PDFs/PeruABCrev .Pdf Mengatakan Bahwa:

Activity Based Costing is dynamic approach to determining cost by assigning them to principal activites pervormed within an organization.”

Penentuan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC) diperlukan untuk mendapatkan informasi akutansi yang relevan karena mampu menggambarkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas

dan untuk menghasilkan suatu produk, sehingga dihasilkan harga pokok yang

lebih akurat. Dalam menetapkan harga pokok produk, perusahaan masih

menggunakan metode konvensional dimana perusahaan mengalokasikan biaya ke

departemen berdasarkan unit produksi. Dari uraian latar belakang diatas, maka

(6)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas identifikasi pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini, yaitu:

1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahan saat

ini?

2. Bagaimanakah perhitungan harga pokok produksi jika dengan menggunakan

sistem ABC?

3. Bagaimana perbandingan perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan

perusahaan dengan sistem ABC?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, yaitu:

1. Untuk mengetahui penentuan harga pokok produksi di PT. MUTIARA saat

ini.

2. Untuk menghitung harga pokok produksi PT. MUTIARA dengan

menggunakan sistem ABC.

3. Membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan PT.

MUTIARA saat ini dengan perhitungan harga pokok produksi sistem ABC.

1.4. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini agar permasalahan tidak terlalu luas, maka peneliti

membatasi masalah, yaitu:

1. Data yang digunakan adalah data finansial dan operasional dari periode Juli

2010.

2. Dalam hal ini peneliti hanya menggunakan data sumber daya yang akan

dikonsumsi pada saat pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Peneliti

tidak memasukan biaya penjualan, biaya umum dan administrasi dalam ruang

lingkup karena biaya tersebut kurang memiliki hubungan erat dengan produk.

3. Pengumpulan data proses produksi serta aktivitas-aktivitas lainnya yang

(7)

operasional, catatan finansial, prosedur manual serta observasi langsung ke

lapangan adalah cara yang dipergunakan dalam penyusunan daftar aktivitas.

4. Produk yang menjadi objek penelitian pada Tugas Akhir ini adalah produk

produk yang diproduksi pada bulan Juli 2010.

1.5. Sistematik Penulisan

Tugas Akhir ini di bagi atas lima bab yang berisi segala sesuatu yang berkaitan

dengan penelitian ini. Bab-bab berikut berisi hal-hal berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, tujuan

penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pada bab landasan teori, sebagai dasar untuk membahas dan menganalisis

masalah.

BAB 3 KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Berisikan tentang kerangka pemecahan masalah yang dituliskan dalam

bentuk bagan dan berisikan tentang langkah-langkah pemecahan masalah.

BAB 4 PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi pembahasan terhadap aplikasi Activity Based Costing dalam hal akurasi harga pokok penjualan dan efisiensi biaya yang berlandaskan

pada teori yang terdapat pada bab tinjauan pustaka.

BAB 5 ANALISIS

(8)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN  Kesimpulan

Berisikan kesimpulan yang didapatkan dari pengolahan data dari

praktikum sistem produksi dan pengaplikasiannya pada lantai

produksi.  Saran

Berisikan mengenai saran-saran untuk memperbaiki praktikum sistem

produksi kedepannya.

(9)

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Biaya

Penentuan biaya selalu menjadi fokus utama bagi para manajer karena melalui

pembebanan biaya bagi setiap item (produk maupun jasa) yang dihasilkan membantu para manajer dalam menyusun strategi baik untuk jangka waktu

pendek maupun jangka waktu panjang serta menemukan aktivitas-aktivitas yang

ternyata tidak memberi value added atau disebut dengan non-value addedactivity

baik bagi perusahaan maupun konsumen.

Oleh karena itu biaya (Cost), menurut horngren, Datar dan Foster (2003) dalam bukunya yang berjudul Cost Accounting and Managerial Emphasis, memiliki arti sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk memperoleh tujuan tertentu.

menurut mereka biaya biasanya diukur dalam satuan moneter yang harus dibayar

untuk memperoleh barang atau jasa. Sedangkan menurut Motriarity dan allen

(1991) dalam bukunya yang berjudul Cost Accounting, biaya merupakan nilai dari asset yang diserahkan untuk memperoleh aset yang lainnya.

Menurut horngren, Datar dan Foster (2003), biaya yang dikumpulkan dan dihitung

dari Cost Object tadi ada tiga macam (dibebankan untuk satu unit yang dihasilkan oleh perusahaan), yaitu:

1. Direct Material Cost, merupakan biaya yang berhubungan dengan material yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang. Direct Material Cost

merupakan biaya yang langsung dapat dibebankan kepada setiap Cost Object

(suatu barang/item/produk yang akan dihasilkan) dan dapat dengan mudah

ditelusuri ke Cost Object-nya. Contohnya, tinta untuk industri percetakan. 2. Direct Manufacturing Labor Cost, merupakan kompensasi bagi pekerja yang

dapat dengan mudah ditelusuri Cost Object-nya. Contohnya operator yang memang khusus menjalankan mesin, diamana gajinya dapat ditelusuri dengan

(10)

3. Indirect Manufacturing Cost atau yang juga dikenal dengan Factory Overhead Cost merupakan biaya yang sulit untuk dialokasikan ke Cost Object, hal ini dapat terjadi karena memang ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan

dibebankan untuk suatu Cost Object. Namun biaya ini dipakai bersama-sama untuk menghasilkan Cost Object lainnya. Contohnya beban listik.

2.2. Biaya Overhead Pabrik

Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, biaya overhead pabrik

adalah biaya selain bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Menurut

Mulyadi : 2009 dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Biaya”, biaya-biaya

produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokan menjadi beberapa bagian golongan yaitu:

1. Biaya bahan baku penolong

2. Biaya reparasi dan pemeliharaan

3. Biaya tenaga kerja tidak langsung

4. Biaya yang timbul oleh sebab penilaian terhadap aktiva

5. Biaya yang timbul akibat berlalunya waktu

6. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran

uang tunai

2.3. Sistem Manajemen Biaya Konvensional

Sistem akutansi biaya konvensional didasarkan pada produksi masal dari suatu

teknologi yang stabil. Otomatis kandungan tenaga kerja dalam proses manufaktur

berkurang, sedangkan biaya lainnya bertambah karena biasanya memerlukan

investasi yang besar dalam desain perekayasaan dan dalam proses yang baru.

Sistem ini juga membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang di produksi. Metode ini disebut Volume Based System. Dalam metode ini, biaya overhead pabrik dianggap proporsional dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Kebanyakan sistem akutansi biaya

konvensional ini menggunakan jam tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk

(11)

biaya produk yang mengandung Quantity Distrotion, karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak

sempurna dan tidak proporsional dengan konsumsi sesungguhnya sumber daya

oleh produk.

Akuntansi biaya metode konvensional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk melalui dua tahap, yaitu:

1. Tahap pertama, biaya overhead pabrik dikumpulkan dalam pusat biaya, baik departemen pembantu maupun departemen produksi dengan

menggunakan alokasi tertentu.

2. Tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui agregasi tahap pertama dibebankan kepada produk atas dasar jam tenaga kerja langsung,

jam mesin atau biaya tenaga kerja langsung (Mulyadi, 2001-2009).

Sistem akuntansi biaya konvensional memiliki kekurangan sebagai berikut:

1. Hanya menggunakan jam kerja tenaga langsung (biaya tenaga kerja

langsung) sebagai dasar biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk atau jasa.

2. Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk

mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk atau jasa.

3. Pusat biaya terlalu besar dan berisi mesin yang memiliki struktur biaya

overhead yang sangat berbeda.

Suatu sistem manajemen biaya yang efektif harus dapat merefleksikan nilai dari

tiap-tiap aktivitas yang dilakukan dalam proses operasi perusahaan, baik itu

aktivitas operasi, aktivitas pemasaran dan penjualan serta aktivitas pengembangan

produk. Apabila terdapat perubahan dalam proses dan lingkungan manufaktur,

maka sistem manajemen biaya juga harus disesuaikan agar dapat memberikan

informasi yang relevan untuk pengendalian dan pengambilan keputusan

(12)

2.4. Activity Based Costing

Activity Based Costing merupakan salah satu cara pengalokasian biaya yang tidak langsung ke Cost Object berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi oleh Cost Object. Saat ini komposisi biaya yang terbesar tidak hanya biaya langsung karena biaya

tidak langsung memberikan kontribusi yang cukp signifikan, akibat perubahan ini

menjadi pengalokasian dengan menggunakan Activity Based Costing dan patut untuk dipertimbangkan. Activity Based Costing menaruh perhatian kepada pengalokasian biaya tidak langsung berdasarkan aktivitas yang digunakan

langsung oleh Cost Object.

Sehingga menurut teori ini. Idealnya, dalam suatu proses produksi, dipelajari

terlebih dahulu aktivitas apa saja yang dibutuhkan selama proses produksinya

berlangsung, yang tentunya merupakan Value Added Activity (aktivitas yang mendatangkan nilai baik bagi konsumen maupun bagi perusahaan). Tapi tidak

berhenti disini, karena untuk setiap aktivitas harus diperhitungkan biaya-biaya

yang timbul sebab aktivitas yang menimbulkan biaya. Tidak mudah untuk

mengukur biaya-biaya ini oleh karena itu di gunakan dasar alokasi biaya untuk

membantu melakukan perhtungan atas biaya.

Activity Based Costing memudahkan bagi manajemen dalam pengalokasian

Factory Overhead (biaya tidak langsung) untuk dibebankan kepada cost object

karena pada Activity Based Costing dapat digunakan sebagai dasar alokasi biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung (Indirect) kepada Cost Object-nya. Untuk menerapkan Activity Based Costing diperlukan suatu proses yang dikenal sebagai proses map yaitu Flowchart yang menggambarkan aktivitas-aktivitas didalam pengoperasian guna menghasilkan suatu produk atau jasa.

2.4.1. Struktur dari Activity Based Costing

Dengan Activity Based Costing, aktivitas dan biaya produk atau jasa ditentukkan berdasarkan prinsip dasar bahwa aktivitas menggunakan sumber daya (biaya),

produk dan jasa menggunakan aktivitas. Dengan demikian, Activity Based Costing

(13)

biaya, dimana biaya-biaya tersebut ditelusuri dari aktivitas ke produk berdasarkan

kebutuhan produk akan aktivitas tersebut selama proses produksi. Dasar alokasi

biaya yang digunakan dalam sistem biaya ini diukur berdasarkan aktivitas yang

dilakukan. Urutannya sebagai berikut:

Tahap Pengenaan Overhead Pada Activity Based Costing

Gambar 2.1

1. Tahap Pertama

Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya dituntukan ke setiap

aktivitas dan aktivitas-aktivitas yang berkaitan disatukan dalam pimpinan

homgen, berdasarkan kesamaan karakteristik, secara logika berkaitan dan

mempunyai ratio konsumsi sama untuk semua produk. Kumpulan overhead

yang disatukan dalam himpunan aktivitas disebut Homogeneus Cost Pool. Setelan Cost Pool didefinisikan Pool Rate atau biaya per unit dari pemicu biaya dapat dihitung dengan membagi Cost Pool dari kapasitas praktis dari pemicu biaya.

2. Tahap Kedua

Pada tahap ke dua, Overhead dari setiap Pool Rate dibebankan keproduk. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur sumber biaya yang dikonsumsi oleh

setiap produk, pengukuran ini diperoleh dari jumlah pemicu biaya yang

(14)

2.4.2. Penerapan Activity Based Costing

Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2006) terdapat enam tahap dalam

merancang Activity Based Costing yaitu:

1. Mengidentifikasikan dan mendefinisikan aktivitas dan pusat aktivitas.

Dalam mengidentifikasikan aktifitas, peneliti akan mewawancarai semua

orang yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan aktivitas

utama yang mereka lakukan. Biasanya, akan diperoleh catatan aktivitas yang

sangat panjang. Konsekuensinya, catatan aktivitas yang panjang tersebut

dikurangi dengan menggabungkan aktivitas-aktivitas yang sejenis dan

kemudian aktivitas-aktivitas tersebut akan dikelompokan kedalam level yang

sesuai.

Menurut Garrison, norren dan Brewer (2006) dalam bukunya akutansi

manajerial, terdapat lima tingkat aktivitas dalam memahami aktifitas dan

bagaimana aktivitas itu digabungkan yaitu:

a. Aktivitas unit level dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya

aktivitas unit level bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi.

Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan

menjadi aktivitas level karena tenaga tersebut cenderung di konsumsi

secara proporsional sesuai dengan jumlah unit produksi.

b. Aktivitas Batch Level dilakukan di Batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang adadidalam Batch tersebut. Sebagai contoh, pekerjaan seperti membuat order produksi, set-up peralatan dan pengaturan pengiriman kepada konsumen adalah aktivitas Batch Level. Aktivitas tersebut terjadi untuk setiap batch (atau order konsumen). Biaya pada Batch Level lebih tergantung kepada jumlah

(15)

biaya untuk set-up mesin untuk memproses Batch sama tanpa memperhatikan Batch berisi satu atau 5000 item.

c. Aktivitas Product Level berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh, aktivitas untuk merancang

produk, mengiklankan produk dan biaya untuk manajer dan staf

produksi adalah aktivitas Product Level.

d. Aktivitas Customer Level berkaitan dengan konsumen khusus dan meliputi aktivitas telepon untuk penjualan, pengiriman catalog,

dukungan teknis yang tidak terpaku pada produk tertentu.

e. Aktivitas Organization-Sustainin yang dilakukan tanpa memperhatikan konsumen mana yang dilayani, barang apa saja yang diproduksi,

berapa Batch yang dijalankan dan berapa unit yang dibuat. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantoor eksekutif, penyediaan

jaringan komputer, pengaturan pinjaman, penyusunan laporan tahunan

pemegang sahan atau lainnya.

Pada saat menggabungkan aktivitas dalam sistem Activity Based Costing, aktivitas tersebut harus dikelompokan dalam level yang sesuai. Aktivitas

Batch Level jaringan dikombinasikan dalam aktivitas unit level atau aktivitas

Product Level dengan aktivitas Batch Level dan sebagainya.secara umum, cara terbaik untuk mengkombinasikan adalh dengan mengumpulkan

aktivitas-aktivitas yang memiliki nilai korelasi yang tinggi dalam satu level.

Aktivitas memiliki korelasi tinggi apabila aktivitas tersebut cenderung

tandem (bersamaan). Sebagai contoh, jumlah order yang diterima akan

memiliki jumlah korelasi tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan order

konsumen sehingga kedua aktivitas Batch Level ini dapat digabungkan tanpa kehilangan keakuratan.

2. Menelusuri langsung ke aktivitas dan objek biaya

(16)

langsung ditelusuri ke order konsumen. Perusahaan ditagihkan langsung ke

setiap order yang dikirimkan, sehingga sangat mudah menelusuri biaya ini ke

order konsumen. Konsumen tidak membayar biaya pengiriman ini, mereka

membayar biaya pengiriman standar yang dapat berbeda secara substansial

dengan tagihan sesungguhnya yang diterima oleh perusahaan dari perusahaan

angkutan.

3. Membebankan biaya ke pool aktivitas

Sebagian besar biaya Overhead diklasifikasikan dalam sistem akutansi dasar perusahaan berdasarkan departemen dimana biaya tersebut terjadi. Sebagai

contoh, gaji, supplies, sewa dan sebagainya yang terjadi di dipartemen pemasaran akan di bebankan ke departemen tersebut. Dalam beberapa kasus,

beberapa atau semuabiaya ini dapat ditelusuri secara langsung kesalah satu

pool biaya aktivitas dalam sistem Activity Based Costing. Langkah ini merupakan tahap ketiga dari penerapan Activity Based Costing.

Sebagai contoh, jika sistem Activity Based Costing memiliki aktivitas yang disebut Purchase Order Processing (pemrosesan dan pembelian), semua pembelian di departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas tersebut.

Apabila memungkinkan, biaya tersebut ditelusuri langsung ke pool biaya

aktivitas. Meskipun demikian, sangat umum biaya overhead terkait dengan beberapa aktivitas yang ada dalam sistem Activity Based Costing. Dalam situasi seperti itu, biaya departemen tersebut dibagi dengan beberapa pool

aktivitas menggunakan proses alokasi yang disebut First-Stage Allocation

(alokasi tahap prertama). First-Stage Allocation Dalam sistem Activity Based Costing adalah proses pembebana biaya Overhead ke pool biaya aktivitas

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan

yang dipakai:

(17)

b. Harus diperhatikan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan

dipakai

4. Tarif menghitung aktivitas

Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya Overhead ke produk dan konsumen dihitung dengan membagi biaya-biaya Overhead

dengan total aktivitas dalam setiap pool biaya aktivitas.

5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan

ukuran aktivitas

Langkah ke lima dalam penerapan Activity Based Costing disebut alokasi tahap kedua (Second-Stage Allocation). Dalam alokasi tahap kedua, tariff aktivitas digunakan untuk membebankan biaya produk dan konsumen. Sistem

Activity Based Costing dapat digunakan untuk membebankan biaya aktivitas ke seluruh produk perusahaan, order konsumen dan konsumen

6. Menyiapkan Laporan manajemen.

2.4.3. Manfaat dari Ctivity Based Costing

Manajer mengimplementasikan Activity Based Costing karena mereka menyadari biaya tambahan untuk perhitungkan yang diperlukan lebih sedikit dari manfaat

yang diperoleh beupa biaya produk yang lebih akurat dan penajaman pengenaan

akan biaya produksi. Copper dan Kaplan mengemukakan bahwa secara garis besar

ada tiga manfaat Activity Based Costing, yaitu:

1. Dengan menerapkan Activity Based Costing, biaya produksi yang diterapkan Activity Based Costing lebih akurat dan mengurangi manajer dalam membuat keputusan yang salah.

2. Activity Based Costing mendukung aktivitas perbaikan penampilan (Performance) dengan mengidentifikasikan biaya-biaya yang dikeluarkan saat ini dimana penampilannya masih dapat ditingkatkan kemudian dengan

(18)

Sitem Activity Based Costing dapat menunjukan pengurangan pengurangan biaya yang dapat dilakukan dengan pengurangan biaya set-up, penjadwalan produksi (Produktion Scheduling) dan penanganan bahan baku (Material Handling) yang lebih efisien.

3. Sistem Activity Based Costing dapat mengurangi kebutuhan proses belajar yang mahal dalam menganalisa mengenai biaya produk. Hal ini disebabkan

karena sistem Activity Based Costing, keakuratan perhitungan biaya produk meningkat dan biaya-biaya aktivitas uang berbeda jenis dan dilaporkan secara

terpisah.

2.4.4. Kedandala Terhadap Penggunaan Activity Based Costing

Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000), bahwa terdapat kendala-kendala yang

dihadapi jika suatu perusahaan ingin menerapkan suatu sitem Activity Based Costing, diantaranya adalah:

1. Kesulitan memonitor aktivitas yang dijalankan aktivitas pabrik.

2. Suatau sistem Activity Based Costing yang lengkap dengan berbagai kelompok biaya dengan pemicu biaya yang banyak tidak dapat diangkat lebih kompleks

dari pada sistem tradisional dan demikian lebih mahal untuk di

administrasikan.

3. Banyak masalah praktek yang tidak dapat diatasi. Contoh termasuk: biaya atau

Common Cost, pemilihan pemicu biaya, non-Linearity dari pemicu biaya dan sebagainya.

(19)

BAB III

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

3.1. Flowchart Pemecahan Masalah

Dalam penelitian ini, Flowchart merupakan kerangka berpikir untuk melakukan penelitian di PT. MUTIARA. Penelitian ini dilakukan pada pekerja pabrikasi.

(20)
(21)

3.2. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari Tugas Akhir ini maka

peneliti membuat Flowchart sebagai langkah-langkah penyelesaian masalah. 1. Mulai

Start menerangkan bahwa suatu pekerjaan dimulai. Sebagai langkah awal

suatu pekerjaan akan dimulai.

2. Identifikasi masalah

Dalam mengidentifikasi masalah peneliti akan mewawancarai semua orang

yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan kegiatan utama

yang mereka lakukan.

3. Studi Literatur

Peneliti melakukan studi literatur terhadap materi yang akan dibahas atau

digunakan.

4. Maksud dan tujuan penelitian

Membantu manajemen dalam menentukan biaya produksi yang lebih baik,

berdasarkan pengalokasian sumber daya.

5. Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data peneliti melakukan dua pengumpulan

data pada bulan Juli 2010, yaitu:

a. Data perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh

perusahaan (metode konvensional), yaitu:

- Biaya produksi yang terjadi pada bulan Juli 2010.

- Harga pokok produksi untuk produk yang akan diteliti.

b. Data-data yang mendukung dalam perhitungan manajemen biaya ABC,

yaitu:

1. Biaya bahan baku.

2. Biaya tenaga kerja langsung.

3. Biaya overhead yang terjadi pada bulan Juli 2010.

4. Aktivitas-aktivitas yang terjadi pada proses produksi dan

ukuran-ukuran pada tiap aktivitas.

(22)

6. Pengolahan Data

Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2006) terdapat 6 tahap dalam

merancang sistem biaya ABC yaitu:

a. Mengidentifikasi Aktivitas-aktivitas dan ukuran aktivitas

Sebagai langkah pertama dan paling penting dalam perancangan sistem

biaya ABC yaitu, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terjadi di

perusahaan selama proses produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan

departemen produksi dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap

proses produksi perusahaan maka aktivitas-aktivitas yang terjadi selama

proses produksi pada PT. MUTIARA yaitu:

1. Aktivitas Penimbangan.

2. Aktivitas Pengilingan.

3. Aktivitas Penghalusan.

4. Aktivitas Timbangan Otomatis/Pengepakan.

5. Aktivitas Pengiriman.

Setelah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dalam menerapkan sistem

biaya ABC diperlukan mengetahui ukuran pada tiap aktivitas adalah

dengan menelusuri langsung sejauh mana biaya overhead ke ukuran biaya aktivitas, seperti yang telampir pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Ukuran Aktivitas

Aktivitas Produksi/unit Ukuran aktivitas Aktivitas Penimbangan Aktivitas Penggilingan Aktivitas Penghalusan Aktivitas TO/Pengepakan Aktivitas Pengiriman Batch Unit Unit Unit Batch

Jumlah Order Konsumen

Jam Mesin

Jam Mesin

Unit Produksi

(23)

b. Mengetahui Persentase Penggunaan Sumber Daya Suatu Aktivitas.

Dalam mengidentifikasikan aktifitas, peneliti mewawancarai semua orang

yang terlibat dalam proses produksi untuk menggambarkan aktivitas

utama yang mereka lakukan. Biasanya, akan diperoleh catatan persentase

penggunaan sumber daya yang di konsumsi oleh aktivitas.

c. Membebankan Biaya Aktivitas

Langkah ketiga dalam sistem ABC ini adalah menelusuri secara

langsung sejauh mungkin biaya overhead perusahaan yang akan dibebankan ke objek biaya, misalnya salah satu biaya overhead adalah biaya tenaga kerja tidak langsung pada aktivitas penimbangan dikalikan

dengan persentase aktivitas penimbangan

d. Menghitung Tarif Biaya ke Seluruh Unit Produksi.

Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya overhead

ke produk dihitung dengan membagi biaya-biaya pada tahap ke empat

dengan ukuran biaya aktivitas. Sebagai contoh, selama bulan

Juli 2010 PT. MUTIARA menerima order konsumen sebanyak 60

pesanan, sehingga biaya tenaga kerja pada aktivitas penimbangan

(langkah ketiga) di bagi jumlah order konsumen perusahaan pada bulan

Juli.

e. Membebankan Biaya Ke Tiap-tiap Unit Produksi

Tahap selanjutnya yaitu mambebankan biaya ke objek, dimana dalam

Tugas Akhir ini peniliti mengambil dua jenis sampel yaitu seluruh jenis

produk yang diproduksi pada bulan Juli 2010 dan masing-masing produk

tersebut memiliki ukuran aktivitas produksi yang berbeda.

f. Menyiapkan Laporan Manajemen Biaya

Setelah tarif aktifitas untuk masing masing produk selesai dihitung, maka

harga pokok produksi menggunakan sistem ABC dapat dihitung.

7. Perbandingan Hasil Perhitungan Dan Selisih Antara harga pokok Produksi

Dari Kedua Metode

Pada tahap ketujuh langkah pemencahan masalah ini, untuk memberikan

(24)

biaya konvensional perusahaan pada bulan Juli 2010 dengan sistem biaya

ABC yang telah diolah pada tahap sebelumnya.

8. Analisis

Analisis ini berisi selisih perbandingan harga pokok produksi sistem biaya

perusahaan konvensional dengan perhitungan sistem biaya ABC yang

dilakukan peneliti.

9. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis terhadap pengolahan data, selanjutnya dilakukan

penarikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh.

Kesimpulan ini merupakan inti dari hasil penelitian yang dilakukan dan dapat

juga digunakan untuk memberikan saran-saran terhadap manajemen di

PT.MUTIARA.

10.Finish

(25)

BAB 4

Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.1. Pengumpulan Data

4.1.1. Jenis Produk Perusahaan

PT. MUTIARA hanya memproduksi produk kapur yang bernama Calcium Carbonate dengan tingkat kehalusan yang beraneka ragam, maka penelitian disini hanya membicarakan proses pembuatan kapur tersebut.

Calcium Carbonate adalah produk kapur yang dibuat dengan proses produksi dengan berdasarkan bahan baku berupa batu kapur. Perusahaan hanya

mengunakan empat jenis batu kapur yang diklasifikasikan berdasarkan asal

batu-batu kapur tersebut, seperti batu-batu kapur Lampung, batu-batu kapur Rembang, batu-batu kapur

Padalarang, dan batu kapur Gombong. Kemudian batu kapur tersebut diproses

kedalam mesin-mesin produksi untuk mencapai tingkat kehalusan yang

diinginkan, dengan tingkat kehalusan antara 100 mesh dan 800 mesh.

Penjelasan mengenai produk adalah angka yang ada dibelakang nama/rumus dari

Calcium Carbonate adalah kode untuk tingkat kehalusan dan jenis batu yang digunakan. Sebagai contoh yaitu CaCo3 M-104 yang mempunyai arti CaCo3

merupakan rumus dari Calcium Carbonate, M adalah singkatan dari MUTIARA atau merupakan produk dari PT. MUTIARA dan angka yang pertama yaitu 3

(Tiga) merupakan jenis batu yang digunakan dalam memproduksi suatu produk,

dengan rincian:

a. 1 = Batu kapur Lampung

b. 2 = Batu kapur Padalarang

c. 3 = Batu kapur Gombong

(26)

Angka kedua dan ketiga merupakan kode untuk tingkat kehalusan yang di

produksi dalam penjelasan sebagai berikut:

a. 01 = 100 mesh

b. 02 = 150 mesh

c. 03 = 200 mesh

d. 04 = 300 mesh

e. 05 = 400 mesh

f. 06 = 500 mesh

g. 07 = 800 mesh

4.1.2. Total Biaya Produksi PT. MUTIARA

Pada bulan Juli 2010, total produksi yang dilakukan perusahaan yaitu

6,385,300kg. dengan jumlah produksi tersebut, pembebanan biaya overhead

pabrik dihitung berdasarkan kuantitas dari hasil produk selama bulan tersebut.

Biaya yang diakumulasikan oleh PT. MUTIARA merupakan biaya aktual sesuai

dengan yang terjadi dengan pada periode yang bersangkutan. Seluruh aktivitas

dari setiap departemen yang mengkonsumsi sumber daya yang menimbulkan

biaya overhead akan dibebankan langsung kesetiap produk dalam jumlah yang sama. Perincian yang terjadi pada bulan Juni 2010 terlampir pada tabel 4.1 Pada

bulan Juli 2010, perusahaan telah mengkonsumsi bahan baku sebesar

Rp. 772.698.795,33, tenaga kerja langsung Rp. 110,117,344,50 dan total biaya

(27)

Dari hasil wawancara dengan manajer produksi dan staf keuangan serta hasil

pengamatan yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa biaya produksi yang

dilakukan oleh perusahaan pada bulan Juli 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Total Biaya Produksi Juli 2010

Kerterangan Rp

Harga Bahan Baku Rp 772.698.795,33 Tenaga Kerja Langsung Rp 110.117.344,50 Biaya Overhead:

· Tenaga kerja tidak langsung Rp 32.804.200,00 · Packing Rp 181.159.599,00 · Penyusutan Rp 140.641.687,71 · Listrik Rp 236.135.595,25 · Sparepart Rp 45.302.543,25 · BBM, oli dan lain-lain Rp 33.322.133,37 · Lain-lainnya Rp 329.753.160,00

Total Biaya Overhead Rp 998.118.918,58

Total HPP Rp 1.881.935.058,41

Sumber: Data Perusahaan

Untuk menghitung tarif biaya overhead PT. MUTIARA dengan cara membagi seluruh biaya overhead dengan total jumlah produksi yang dihasilkan pada bulan yang bersangkutan. Dengan demikian, tarif overhead per kilogram dihitung sebagai berikut:

Biaya Overhead / Kg = Rp. 998.118.918,58

6.385.300 Kg

= Rp. 156,47 / Kg

Tarif Overhead per kilogram adalah Rp. 156,47 / Kg, ini berlaku untuk semua produk yang diproduksi dalam berapapun jumlahnya. Untuk alokasi biaya

overhead yaitu dengan mengalikan jumlah kilogram padi yang di produksi untuk setiap jenis padi dengan tarif overhead tersebut. Dengan dasar biaya overhead ini juga perusahaan membuat perhitungan harga pokok untuk semua produk yang

(28)

4.1.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Perusahaan

Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan PT. MUTIARA adalah dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung serta biaya overhead berdasarkan jumlah produksi perusahaan yang terlampir pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Harga Pokok Produksi Juli 2010 (Metode Konvensional)

Keterangan CaCo3 M-104 CaCo3 M-107 CaCo3 M-202 CaCo3 M-205 CaCo3 M-207 CaCo3 M-301 CaCo3 M-305 CaCo3 M-403 CaCo3 M-404

Unit produksi (kg) 210500 378500 32400 221920 418650 30700 36030 1851100 3205500 Biaya Bahan Baku Rp 75.902.433,76 Rp 135.560.330,06 Rp 13.940.877,55 Rp 94.876.116,00 Rp 177.248.527,00 Rp 1.500.260,31 Rp 1.647.971,00 Rp 101.544.579,31 Rp 170.477.700,34 Tenaga Kerja Langsung Rp 3.630.166,32 Rp 6.527.232,50 Rp 558.738,00 Rp 3.827.010,40 Rp 7.219.805,85 Rp 529.421,50 Rp 621.353,42 Rp 31.924.769,01 Rp 55.278.847,50 Biaya Overhead Pabrik

Rp. 156,47 x 210.500 kg Rp 32.936.935,00

Rp. 156,47 x 378.500 kg Rp 59.225.409,00

Rp. 156,47 x 32.400 kg Rp 5.069.628,00

Rp. 156,47 x 221.920 kg Rp 34.723.822,40

Rp. 156,47 x 418.650 kg Rp 65.506.165,50

Rp. 156,47 x 30.700 kg Rp 4.803.629,00

Rp. 156,47 x 36.030 kg Rp 5.637.676,32

Rp. 156,47 x 1.851.100 kg Rp 289.641.617,00

Rp. 156,47 x 3.205.500 kg Rp 501.564.585,00

(29)

4.2. Pengolahan Data

4.2.1. Mengidentifikasi Aktivitas-aktivitas dan Ukuran Aktivitas

Sebagai langkah pertama dan paling penting dalam perancangan sistem biaya

ABC yaitu, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terjadi di perusahaan selama

proses produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan departemen produksi dan

pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap proses produksi perusahaan maka

aktivitas-aktivitas yang terjadi selama proses produksi pada PT. MUTIARA yaitu:

1. Aktivitas penimbangan

Aktivitas ini merupakan aktivitas gabungan dari aktivitas pengangkutan

bahan baku dan aktivitas penimbangan, karena kedua aktivitas tersebut

dilakukan dalam satu ruangan. Kedua aktivitas ini merupakan proses

awal dari penanganan bahan baku untuk siap diproses pembuatan

produk-produk perusahaan.

2. Aktivitas pengilingan

Bahan baku yang berupa batu-batu kapur yang sudah ditimbang dan

diklasifikasikan, dimasukan ke mesin penggilingan untuk di split

menjadi ukuran batu yang lebih kecil lagi.

3. Aktivitas penghalusan

Pada aktivitas ini merupakan penggabungan dari aktivitas set-up mesin, aktivitas bucket, aktivitas silo bahan baku dan aktivitas silo produksi. Aktivitas-aktivitas ini dilakukan pada suatu mesin yang bernama Jaw Crusher. Sebelumnya operator mengatur berapa mess yang akan diproduksi sesuai dengan pesanan konsumen. Kemudian batu-batu

tersebut dihisap kedalam mesin yang bernama Bucket, untuk masuk ke

tahap pertama dalam proses penghalusan batu kapur. Tahap ini

dinamakan silo bahan baku. Setelah melewati tahap ini, batu-batu yang

sudah menjadi seperti pasir dihaluskan lagi pada tahap ini di namakan

silo produksi/penghalusan.

4. Aktivitas Timbangan Otomatis/Pengepakan.

Aktivitas ini merupakan penggabungan dari aktivitas timbangan

otomatis, aktivitas pengepakan dan aktivitas pengangkutan ke gudang.

(30)

kehalusan yang diinginkan langsung ditimbang secara otomatis dan

secara bersamaan dikepakkan kedalam satuan karung sesuai dengan

berat yang dipesan konsumen antara 25 kg, 50 kg atau 100 kg dan

kemudia disimpan dalam gudang.

5. Aktivitas pengiriman

Kapur-kapur yang sudah dikepak disimpan dalam gudang sampai

menunggu intruksi pengiriman dari bagian pengiriman barang agar

sampai ke tangan konsumen sesuai dengan jadwal yang diinginkan

konsumen

Setelah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dalam menerapkan sistem biaya ABC

diperlukan mengetahui ukuran pada tiap aktivitas adalah dengan menelusuri

[image:30.612.134.452.388.524.2]

langsung sejauh mana biaya overhead ke ukuran biaya aktivitas, seperti yang telampir pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Ukuran Aktivitas

Aktivitas Produksi/unit Ukuran aktivitas

Aktivitas Penimbangan

Aktivitas Penggilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas Pengiriman

Batch

Unit

Unit

Unit

Batch

Jumlah Order Konsumen

Jam Mesin

Jam Mesin

Unit Produksi

(31)

4.2.2. Distribusi aktivitas

Biaya overhead pabrik yang telah diidentifikasikan dengan aktivitas kemudian akan dibebankan terhadap aktivitas tersebut. Peneliti melakukan wawancara dengan manajer produksi untuk mengetahui persentase penggunaan sumber daya untuk suatu aktivitas, hasil

[image:31.792.77.740.221.361.2]

wawancara terlampir pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Aktivitas

Biaya Overhead: Aktivitas

Penimbangan

Aktivitas Pengilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas

Pengiriman TOTAL

· Tenaga Kerja Tidak Langsung 15.4% 11.5% 11.5% 23.1% 38.5% 100%

· Packing 0% 0% 0% 100% 0% 100%

· Penyusutan 10% 30% 35% 5% 20% 100%

· Listrik 15% 35% 40% 10% 0% 100%

· Sparepart dan MTC 20% 30% 30% 0% 20% 100%

· BBM, oli dan lain-lain 0% 15% 25% 0% 60% 100%

· Lain-lainnya 15.4% 11.5% 11.5% 23.1% 38.5% 100%

(32)

Terlihat dalam tabel 4.4 berdasarkan hasil wawancara dengan manajer produksi,

bahwa pada biaya Tenaga kerja tidak langsung, 15.4% dikonsumsi pada aktivitas

penimbangan dan 11.5% masing-masing untuk aktivitas penggilingan dan

penghalusan, 23.1% digunakan pada pengepakan dan sisanya 38.5% digunakan

pada aktivitas pengiriman.

Begitu juga dengan biaya packing yang dikonsumsi seluruhnya oleh aktivitas pengepakan. Biaya penyusutan dikonsumsi oleh aktivitas penimbangan 10%,

aktivitas penggilingan 30%, aktivitas penghalusan dengan persentase 35%,

sedangkan sisanya dikonsumsi oleh aktivitas pengepakan sebesar 5% dan aktivitas

pengiriman yaitu sebesar 20%. Aktivitas penghalusan mengkonsumsi biaya listrik

paling besar yaitu 40%, aktivitas penimbangan 15%, aktivitas penggilingan 35%

dan sisanya 10% untuk aktivitas pengepakan. Biaya sparepart dan MTC dikonsumsi sebesar 20% oleh aktivitas penimbangan, 30% aktivitas penggilingan,

30% aktivitas penghalusan dan sisanya 20% aktivitas pengiriman. Biaya BBM, oli

dan lain-lain dikonsumsi paling besar oleh aktivitas pengiriman sebesar 60%,

aktivitas penghalusan 25%, aktivitas dan penggilingan 15%. Biaya lain-lain yaitu

sebagian besar biaya pengiriman 76.4% dan sisanya dikonsumsi oleh aktivitas

(33)

4.2.3. First-Stage Allocation Ke Pusat Biaya Aktivitas

[image:33.792.74.761.183.312.2]

Kemudian persentase dalam tabel 4.4 tersebut dialokasikan ke pusat aktivitas. Proses pembebanan biaya overhead ke pusat aktivitas biaya ini dinamakan first-stage allocation yang terlampir pada tabel berikut:

Tabel 4.5. First-Stage Allocation Ke Pusat Biaya Aktivitas

Biaya Overhead: Aktivitas

Penimbangan

Aktivitas Pengilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas

Pengiriman TOTAL

· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 5.046.800,00 Rp 3.785.100,00 Rp 3.785.100,00 Rp 7.570.200,00 Rp 12.617.000,00 Rp 32.804.200,00

· Packing 0 0 0 Rp 181.159.599,00 0 Rp 181.159.599,00

· Penyusutan Rp 14.064.168,77 Rp 42.192.506,31 Rp 49.224.590,70 Rp 7.032.084,39 Rp 28.128.337,54 Rp 140.641.687,71

· Listrik Rp 35.420.339,29 Rp 82.647.458,34 Rp 94.454.238,10 Rp 23.613.559,53 0 Rp 236.135.595,25

· Sparepart dan MTC Rp 9.060.508,65 Rp 13.590.762,98 Rp 13.590.762,98 0 Rp 9.060.508,65 Rp 45.302.543,25

· BBM, oli dan lain-lain 0 Rp 4.998.320,01 Rp 8.330.533,34 0 Rp 19.993.280,02 Rp 33.322.133,37

· Lain-lainnya Rp 77.821.745,76 0 0 0 Rp 251.931.414,24 Rp 329.753.160,00 TOTAL Rp 141.413.562,47 Rp 147.214.147,63 Rp 169.385.225,12 Rp 219.375.442,91 Rp 321.730.540,45 Rp 999.118.918,58

Sumber: Olah sendiri

Contoh perhitungan:

1. Aktivitas Penimbangan

a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas penimbangan

(34)

b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas penimbangan

Overhead packing (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penimbangan (tabel 4.4)

Rp. 181.159.599,00 x 0% = 0

2. Aktivitas Penggilingan

a. Biaya overhead packing pada Aktivitas penggilingan

Overhead packing (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penggilingan (tabel 4.4)

Rp. 181.159.599,00 x 0% = 0

b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan

Overhead penyusutan (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas penggilingan (tabel 4.4)

Rp. 140.641.687,71 x 10% = Rp. 42.192.506,31

3. Aktivitas Penghalusan

a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan

Overhead penyusutan (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penghalusan (tabel 4.4)

Rp. 140.641.687,71 x 35% = Rp. 49.224.590,70

b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas penghalusan

Overhead listrik (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Penghalusan (tabel 4.4

Rp. 236.135.595,25 x 40% = Rp. 94.454.238,10

4. Aktivitas Pengepakan

c. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan

Overhead listrik (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Pengepakan (tabel 4.4)

Rp. 236.135.595,25 x 10% = Rp. 23.613.559,53

d. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.1) x Persentase sumber daya Aktivitas Pengepakan (tabel 4.4)

(35)

4.2.4. Perhitungan Tarif Aktivitas Ke Seluruh Unit Produksi

Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar

6.385.300 kg berdasarkan 60 order konsumen dengan mengkonsumsi 710 jam mesin dan melakukan 300 kali pengiriman kepada

[image:35.792.78.739.240.382.2]

konsumen. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya overhead ke produk dihitung dengan membagi biaya-biaya yang disajikan dalam tabel 4.5 dengan ukuran biaya untuk tiap-tiap aktivitas. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.6. Perhitungan Tarif Aktivitas

Biaya Overhead:

Aktivitas Penimbangan

Aktivitas Pengilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas

Pengiriman TOTAL

/60 Order /710 jam mesin /710 jam mesin 6.385.300 Kg 300 Pengiriman

· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 84.113,33 Rp 5.331,13 Rp 5.331,13 Rp 1,19 Rp 42.056.67 Rp 136.833,44

· Packing Rp - Rp - Rp - Rp 28,37 Rp - Rp 28,37

· Penyusutan Rp 234.402,81 Rp 59.426,07 Rp 69.330,41 Rp 1,10 Rp 93.761,13 Rp 456.921,51

· Listrik Rp 590.338,99 Rp 116.404,87 Rp 133.034,14 Rp 3,70 Rp - Rp 839.781,70

· Sparepart dan MTC Rp 151.008,48 Rp 19.141,92 Rp 19.141,92 Rp - Rp 30,201,70 Rp 219.494,01

· BBM, oli dan lain-lain Rp - Rp 7.039,89 Rp 11.733,15 Rp - Rp 66.644,27 Rp 85.417,30

· Lain-lainnya Rp 1.297.029,10 Rp - Rp - Rp - Rp 839.771,38 Rp 2.136.800,48 TOTAL Rp 2.356.892,71 Rp 207.343,87 Rp 238.570,74 Rp 34,36 Rp 1.072.435,13 Rp 3.875.276,81

(36)

Contoh perhitungan:

1. Aktivitas Penimbangan

a. Biaya overhead Tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan

Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.5) : Jumlah Order pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.6)

Rp. 5.046.800,00 : 60 order = Rp. 84.113,33/order.

b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan

Overhead packing (tabel 4.5) : Jumlah Order pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.6)

0 : 60 order = 0

2. Aktivitas Penggilingan

a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan

Overhead packing (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.6)

0 : 710 jam mesin = 0

b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas penggilingan

Overhead penyusutan (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas penggilingan (tabel 4.6)

Rp. 42.192.506,31 : 710 jam mesin = Rp. 59.426,07/Jam mesin

3. Aktivitas Penghalusan

a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan

Overhead penyusutan (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.6)

Rp. 49.224.590,70 : 710 jam mesin = Rp. 69.330,41/Jam mesin

b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan

Overhead listrik (tabel 4.5) : Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.6)

(37)

4. Aktivitas Pengepakan

a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan

Overhead listrik (tabel 4.5) : Jumlah unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.6)

Rp. 23.613.559,53 : 6.385.300 kg = Rp. 3,70/kg

b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.5) : Jumlah unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.6)

0 : 6.385.300 kg = 0

5. Aktivitas Pengiriman

a. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengiriman

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.5) : Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.6)

Rp. 9.060.508,65 : 300 pengiriman = Rp. 30,201,70/pengiriman

b. Biaya overhead BBM, oli dan lain-lain pada Aktivitas Pengiriman

Overhead BBM, oli dan lain-lain (tabel 4.5) : Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.6)

(38)

4.2.5. Membebankan biaya ke objek biaya

Tahap selanjutnya yaitu membebankan biaya ke objek biaya yang disebut alokasi tahap ke dua (Second-Stage Allocation). Dalam tahap kedua, tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk. Produk sampel yang diambil peneliti yaitu produk-produk yang

dipesan pada bulan Juli 2010.

4.2.5.1.Produk Jenis CaCo3 M-104

Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar

210.500 kg berdasarkan 5 order konsumen dengan mengkonsumsi 23 jam mesin dan melakukan 10 kali pengiriman kepada konsumen

seperti yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.7. Perhitungan Produk CaCo3 M-104

Biaya Overhead:

Aktivitas Penimbangan

Aktivitas Pengilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas

Pengiriman TOTAL

/5 Order /23 jam mesin /23 jam mesin 210.500 Kg 10 Pengiriman

· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 420.566,67 Rp 122.615,92 Rp 490.463,66 Rp 249.561,82 Rp 420.566,67 Rp 1.703.774,73

· Packing 0 0 0 Rp 5.972.169,76 0 Rp 5.972.169,76

· Penyusutan Rp 1.172.014,06 Rp 1.366.799,50 Rp 6.378.397,67 Rp 231.822,12 Rp 937.611,25 Rp 10.086.644,60

· Listrik Rp 2.951.694,94 Rp 2.677.312,03 Rp 3.059.785,18 Rp 778.452,74 0 Rp 9.467.244,89

· Sparepart dan MTC Rp 755.042,39 Rp 440.264,15 Rp 1.761.056,61 0 Rp 302.016,96 Rp 3.258.380,11

· BBM, oli dan lain-lain 0 Rp 161.917,41 Rp 1.079.449,39 0 Rp 666.442,67 Rp 1.907.809,47

· Lain-lainnya Rp 6.485.145,48 0 0 0 Rp 8.397.713,81 Rp 14.882.859,29 TOTAL Rp 11.784.463,54 Rp 4.768.909,01 Rp 12.769152,51 Rp 7.232.006,44 Rp 10.724.351,35 Rp 47.278.882,85

(39)

Contoh perhitungan:

1. Aktivitas Penimbangan

a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan

Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.7)

Rp. 84.113,33/Order x 5 order = Rp. 420.566,67

b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan

Overhead packing (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.7)

0 x 5 order = 0

2. Aktivitas Penggilingan

a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan

Overhead packing (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan Produk CaCo3 M-307 (tabel 4.7)

0 x 23 jam mesin = 0

b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan

Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.7)

Rp. 59.426,07/Jam mesin x 23 jam mesin = Rp. 1.366.799,50

3. Aktivitas Penghalusan

a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan

Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.7)

Rp. 69.330,41/Jam mesin x 23 jam mesin = Rp. 6.378.397,67

b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan

Overhead listrik (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.7)

(40)

4. Aktivitas Pengepakan

a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan

Overhead listrik (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.7)

Rp. 3,70/kg x 210.500 kg = Rp.778.452,74

b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.7)

0 x 210.500 kg = 0

5. Aktivitas Pengiriman

a. Biaya overheadsparepart dam MTC pada Aktivitas Pengiriman

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.7)

Rp. 30.201,70 x 10 pengiriman = Rp. 302.016,96

b. Biaya overhead BBM, oli dan lain-lain pada Aktivitas Pengiriman

Overhead BBM, oli dan lain-lain (tabel 4.6) x Jumlah Pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.7)

(41)

4.2.5.2.Produk Jenis CaCo3 M-107

Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar

378.500 kg berdasarkan 6 order konsumen dengan mengkonsumsi 42 jam mesin dan melakukan 19 kali pengiriman kepada konsumen

[image:41.792.78.760.219.368.2]

seperti yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.8. Perhitungan Produk CaCo3 M-107

Biaya Overhead:

Aktivitas Penimbangan

Aktivitas Pengilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas

Pengiriman TOTAL

/6 Order /42 jam mesin /42 jam mesin 378.500 Kg 19 Pengiriman

· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 504.680,00 Rp 223.907,32 Rp 223.907,32 Rp 448.737,05 Rp 799.076,67 Rp 2.200.308,37

· Packing Rp - 0 0 Rp 10.738.557,03 0 Rp 10.738.557,03

· Penyusutan Rp 1.172.014.06 Rp 9.983.578,96 Rp 2.911.877,20 Rp 416.839,29 Rp 1.781.461,38 Rp 16.265.770,89

· Listrik Rp 2.951.694,94 Rp 19.556.018,31 Rp 5.587.433,80 Rp 1.399.735,69 0 Rp 29.494.882,74

· Sparepart dan MTC Rp 755.042,39 Rp 3.215.842,51 Rp 803.960,63 0 Rp 573.832,21 Rp 5.348.677,74

· BBM, oli dan lain-lain Rp - Rp 1.182.701,07 Rp 492.792,11 0 Rp 1.266.241,07 Rp 2.941.734,25

· Lain-lainnya Rp 6.485.145,48 0 0 0 Rp 15.955.656,24 Rp 22.440.801,72 TOTAL Rp 1.868.576,87 Rp 34.162.048,17 Rp 10.019.971,06 Rp 13.003.869,07 Rp 20.376.267,56 Rp 89.430.732,73

(42)

Contoh perhitungan:

1. Aktivitas Penimbangan

a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan

Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.8)

Rp. 84.113,33/Order x 6 order = Rp. 504.680,00

c. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan

Overhead packing (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.8)

0x 6 order = 0

2. Aktivitas Penggilingan

a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan

Overhead packing (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan Produk CaCo3 M-307 (tabel 4.8)

0x 42 jam mesin = 0

b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan

Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.8)

Rp. 59.426,07/Jam mesin x 42 jam mesin = Rp. 9.983.578,96

3. Aktivitas Penghalusan

a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan

Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.8)

Rp. 69.330,41/Jam mesin x 42 jam mesin = Rp. 2.911.877,20

b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan

Overhead listrik (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.8)

(43)

4. Aktivitas Pengepakan

a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan

Overhead listrik (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.8)

Rp. 3,70/kg x 378.500 kg = Rp.1.399.735,69

b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.8)

0x 378.500 kg = 0

5. Aktivitas Pengiriman

a. Biaya overheadsparepart dam MTC pada Aktivitas Pengiriman

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Jumlah pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.8)

Rp. 30.201,70 x 19 pengiriman = Rp. 573.832,21

b. Biaya overhead BBM, oli dan lain-lain pada Aktivitas Pengiriman

Overhead BBM, oli dan lain-lain (tabel 4.6) x Jumlah Pengiriman pada Aktivitas Pengiriman (tabel 4.8)

(44)

4.2.5.3.Produk Jenis CaCo3 M-202

Pada bulan Juli 2010, data-data yang diterima peneliti mengenai pesanan produk jenis ini yaitu perusahaan mengkonsumsi sebesar

32.400 kg berdasarkan 3 order konsumen dengan mengkonsumsi 4 jam mesin dan melakukan 2 kali pengiriman kepada konsumen seperti

[image:44.792.76.755.220.362.2]

yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.9. Perhitungan Produk CaCo3 M-202

Biaya Overhead:

Aktivitas Penimbangan

Aktivitas Pengilingan

Aktivitas Penghalusan

Aktivitas TO/Pengepakan

Aktivitas

Pengiriman TOTAL

/3 Order /4 jam mesin /4 jam mesin 32.400 Kg 2 Pengiriman

· Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 252.340,00 Rp 21.324,51 Rp 21.324,51 Rp 38.412,37 Rp 84.113,33 Rp 417.514,71

· Packing 0 0 0 Rp 919.231,83 0 Rp 919.231,83

· Penyusutan Rp 703.208,44 Rp 237.704,26 Rp 277.321,64 Rp 35.681,88 Rp 187.522,25 Rp 1.441.438.47

· Listrik Rp 1.771.016,96 Rp 465.619,48 Rp 532.136,55 Rp 119.818,85 0 Rp 2.888.591,85

· Sparepart dan MTC Rp 453.025,43 Rp 76.567,68 Rp 76.567,68 0 Rp 60.403,39 Rp 666.564,18

· BBM, oli dan lain-lain 0 Rp 28.159.55 Rp 46.932,58 0 Rp 133.288,53 Rp 208.380,67

· Lain-lainnya Rp 3.891.087,29 0 0 0 Rp 1.679.542,76 Rp 5.570.630,05 TOTAL Rp 7.070.678,12 Rp 829.375,48 Rp 954.282,96 Rp 1.113.144,93 Rp 2.144.870,27 Rp 12.112.351,77

(45)

Contoh perhitungan:

1. Aktivitas Penimbangan

a. Biaya overhead tenaga kerja tidak langsung pada Aktivitas Penimbangan

Overhead Tenaga kerja tidak langsung (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.9)

Rp. 84.113,33/Order x 3 order = Rp. 252.340,00

b. Biaya overheadpacking pada Aktivitas Penimbangan

Overhead packing (tabel 4.6) x Jumlah Order produk CaCo3 M-305 pada Aktivitas Penimbangan (tabel 4.9)

0x 3 order = 0

2. Aktivitas Penggilingan

a. Biaya overhead packing pada Aktivitas Penggilingan

Overhead packing (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan Produk CaCo3 M-307 (tabel 4.9)

0x 4 jam mesin = 0

b. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penggilingan

Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penggilingan (tabel 4.9)

Rp. 59.426,07/Jam mesin x 4 jam mesin = Rp. 237.704,26

3. Aktivitas Penghalusan

a. Biaya overhead penyusutan pada Aktivitas Penghalusan

Overhead penyusutan (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.9)

Rp. 69.330,41/Jam mesin x 4 jam mesin = Rp. 277.321,64

b. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Penghalusan

Overhead listrik (tabel 4.6) x Jam mesin Aktivitas Penghalusan (tabel 4.9)

(46)

4. Aktivitas Pengepakan

a. Biaya overhead listrik pada Aktivitas Pengepakan

Overhead listrik (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.9)

Rp. 3,70/kg x 32.400 kg = Rp. 119.818,85

b. Biaya overheadsparepart dan MTC pada Aktivitas Pengepakan

Overhead sparepart dan MTC (tabel 4.6) x Unit produksi Aktivitas Pengepakan (tabel 4.9)

0x 32.400 kg = 0

5. Aktivitas Pengiriman

a. Biaya overheadsparepart dam MTC p

Gambar

Tabel 4.3. Ukuran Aktivitas
Tabel 4.4. Distribusi Aktivitas
Tabel 4.5. First-Stage Allocation Ke Pusat Biaya Aktivitas
Tabel 4.6. Perhitungan Tarif Aktivitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Langkah selanjutnya menganalisis faktor penyesuaian dan kelonggaran, waktu baku, peta pekerja dan mesin, kapasitas produksi, aliran material, sistem manajemen

Dalam penelitian ini untuk mengukur pengaruh efektivitas penerimaan retribusi jasa umum terhadap pendapatan asli daerah kabupaten kuningan tahun 2013-2017 peneliti

Penelitian yang dilakukan oleh Nunung Nurhaeni (2009) tentang pengaruh pemilihan umum legislatif Indonesia terhadap return saham, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

Data umum daerah pelayanan sampah yang wajib disediakan dan dilengkapi oleh setiap daerah dalam perhitungan kalkulator retribusi yaitu 1) jumlah penduduk, 2)

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Implementasi Program Raskin dalam Meringankan Beban Masyarakat Miskin (Studi di

Metode yang digunakan adalah uji aktivitas acc deaminase dilakukan pada media Dworkin – Foster (DF) dan PCR gen acdS menggunakan primer spesifik ACC serta analisis

Hasil analisis data terhadap tes sebelum dan sesudah pelaksanaan program menunjukkan informasi tentang tumbuh kembang anak yang memberikan kontribusi sebesar 21,66%

Hal yang luar biasa adalah bahwa kutipan-kutipan dalam Perjan- jian Baru terhadap teks Perjanjian Lama jus- tru didominasi kutipan dari Septuaginta, yang tidak lain adalah