MAJALAH NOOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Aulia Rahmi NIM. 1110051100055
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERNYATAAN
Denganinisayamenyatakanbahwa:
1. Skripsiinimerupakanhasilkaryasaya yang
diajukanuntukmemenuhisalahsatupersyaratanmemperolehgelarStara 1 (S1)
UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semuasumber yang sayagunakandalampenulisanini,
telahsayacantumkansesuaidenganketentuan yang belaku di UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
3. Jikakemudianhariterbuktibahwakaryainihasilplagiatatauhasiljiplakankarya
orang lain, makasayabersediamenerimasanksi yang berlaku di UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Desember 2014
ABSTRAK Aulia Rahmi
Feminisme Liberal DalamWacana Fenomena Koruptor Perempuan Pada Rubrik Topik Kita di Majalah Noor.
Majalah merupakan salah satu media komunikasi massa dalam menyampaikan pesan kepada khalayak dengan sangat terperinci karena memiliki karkteristik yang berbeda dari media cetak lainnya. Pemberitaan di majalah dihadirkan dalam bentuk yang menarik dan isinya yang lebih imajinatif. Salah satu pemberitaan yang menjadi topik hangat di media cetak beberapa waktu lalu adalah kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat perempuan. Namun, diantara beberapa media, baik media elektronik maupun media cetak yang memuat berita mengenai fenomena koruptor perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teks yang dibangun oleh majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan ?Bagaimana kognisi sosial yang melatar belakangi wacana yang dibentuk pada rubrik topik kita di majalah Noor? Bagaimana pula kontekssosial yang melatar belakangi wacana dalam pemberitaan mengenai fenomena koruptor perempuan pada rubrik topik kita di majalah Noor?
Teori yang digunakan dalam instrument penelitian ini adalah teori feminisme liberal yang diuraikan dalam buku Feminist Thought karya Rosmarie Putnam Tong, dimana penganut aliran feminisme liberal menekankan bahwa keadilan gender menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil, yang didalamnya perempuan dapat merasakan hak yang sama dengan laki-laki baik dalam memperoleh pendidikan dan bermanfaat di ruang publik. Karena itu, penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif untuk menjelaskan keterikatan antara teori feminisme liberal dengan permasalahan mengenai koruptor perempuan menggunakan pisau analisis wacana kritis milik Teun. A. Van Dijk.
Metodologi penelitian ini menggunakan paradigm kritis dengan pendekatan kualitatif. Paradigma kritis bersumber pada bagaimana berita tersebut diproduksi dan bagaimana kedudukan wartawan dan media bersangkutan dalam keseluruhan proses produksi berita. Metode ini menekankan pada level teks, kognisi sosial, dan konteks sosial yang berhubungan dengan berita yang ditampilkan pada rubrik topic kita di majalah Noor agar menjadi sebuah pembelajaran untuk dapat menyampaikan pesan komunikasi dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berita terdapat makna teks yang meliputi enam struktur teks. Selain itu terdapat kognisi sosial yang meliputi empat skema berupa skema person, skema diri, skema peran, dan skema peristiwa. Pemberitaan tersebut juga dilatarbelakangi oleh konteks sosial berupa praktik kekuasaan dan akses yang mempengaruhi wacana di dalamnya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Segala puji bagi Allah SWT ., Tuhan
semesta alam yang senantiasa melimpahkan nikmat, karunia, dan ridhoNya .
Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW, beserta para sahabat dan keluarganya, yang telah menjadi
panutan yang baik bagi umat Muslim di seluruh dunia. Serta hidayah dan
inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Selama kurang lebih enam bulan lamanya, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Kritis Citra Koruptor
Perempuan Pada Rubrik Topik Kita di Majalah Noor”, yang disusun guna
memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Program Studi Jurnalistik, Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Terselesaikannya skripsi ini juga berkat doa, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu peneliti bermaksud untuk
mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa dalam
penyelesaian skripsi ini. Mereka adalah:
1.
Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN SyarifHidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A. Wakil Dekan I
Bidang Akademik, Dr. Suparto, M. Ed, Ph.D. Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III
2.
Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si. serta SekretarisKonsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah
meluangkan waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta
bantuan dalam hal perkuliahan. Tak lupa penulis haturkan terima
kasih kepada Ketua dan Sekretaris terdahulu, Rubiyanah, MA. dan
Ade Rina Farida, serta Dosen Pembimbing Akademik Dr. Rully
Nasrullah, atas bantuan dan petuahnya kepada peneliti selama ini.
3.
Dosen Pembimbing, Wati Nilamsari, M. Si., yang telah bersediameluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,
memberikan banyak pelajaran, baik dari segi keilmuan maupun
tulisan, dan selalu memotivasi peneliti agar dapat menyelesaikan
skripsi dengan baik. Semoga Ibu selalu dilimpahkan karunia dan
nikmat serta senantiasa selalu mendapat perlindungan dari Allah
SWT.
4.
Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah danKomunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis, .
5.
Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN SyarifHidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi yang telah menyediakan buku serta fasilitas lainnya
sehingga penulis mendapat banyak referensi dalam penelitian ini.
6.
Narasumber Penelitian, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jetti R.Majalah Noor, Riri atas bantuannya guna melengkapi syarat
penelitian ini.
7.
Orangtua tercinta, Ayahanda Drs. Gustiri MAK dan Ibunda Ende JujuJulaeha serta keluarga besar yang tiada henti menyemangati peneliti
agar dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu, serta memberikan
dukungan berupa doa, moril, dan materil yang tak terhingga
jumlahnya. Semoga Allah senantiasa memberikan mereka nikmat
sehat dan umur panjang agar bisa menjadi saksi hingga anaknya
menjadi pribadi yang sukses serta berguna bagi nusa dan bangsa.
8.
Fajar Febrianto, yang senantiasa membantu peneliti dalam halapapun, termasuk dalam doa, semangat, serta tidak pernah lelah
mengingatkan peneliti agar menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
bermanfaat. Terima kasih atas segala perhatian yang telah diberikan.
Semoga Allah membalas budi baikmu.
9.
Sahabat terbaikku yang senantiasa menjadi pelipur lara, NormaGustiany, Athifa Rahmah, Dea Nuva, Bella Stevany, Ira Wati,
Latifah, Ika Suci Agustin, Revalia Ayunda, Alica, Faradilla Nurul
Rahma, Vera. Terima kasih kalian selalu berhasil membuat saya
tertawa bahagia.
10.
Teman-teman seperjuangan Konsentrasi Jurnalistik 2010, JurnalistikA, Septinia, Tezar Aditya, beserta teman Najua lainnya, teman-teman
Jurnalistik C, dan khususnya Jurnalistik B, Ntep, Diyah, Damar, Tyo,
Damar, Bunbun, Nissa, Sri, Fauziah dan teman-teman JB lainnya
kenangan selama empat tahun lamanya, dalam belajar, berkarya,
berimajinasi, dan belajar bersama menjadi calon Jurnalis yang baik
11.
Keluarga besar Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK FM), yangtelah memberikan banyak pelajaran berharga. Terima kasih telah
memberikan pengalaman yang terbaik bagi peneliti untuk terus
belajar dan belajar.
12.
Keluarga besar Unity Agency, khususnya Terry Sintawati Latif yangtelah banyak memberikan peneliti waktu untuk dapat menyelesaikan
skripsi dengan baik. Terima kasih atas motivasi dan pelajaran yang
selalu diberikan.
13.
Teman-teman KKN SIMFONI 2013 Tanjakan Mekar. Terima kasihatas pengalaman hidup selama satu bulan, dan canda tawa yang kita
lalui bersama dengan penuh rasa kekeluargaan.
Pada penulisan skripsi ini, peneliti sadar masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Namun, peneliti telah semaksimal mungkin
berupaya agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga skripsi ini
menjadi manfaat bagi yang membacanya. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 12 Desember 2014
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR………....…...i
DAFTAR ISI………....…..…v
DAFTAR TABEL……….…...viii
DAFTAR GAMBAR………...ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………..………...6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...7
D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian……….…..…8
2. Pendekatan Penelitian………...…9
3. Metode Penelitian……….…...11
4. Teknik Pengumpulan Data………….…………....11
5. Teknik Analisis Data………...…14
6. Subjek dan Objek Penelitian…………...15
E. Tinjauan Pustaka……….…..…...15
F. Sistematika Penulisan………..………..…..17
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teori 1. Feminisme……….19
a. Feminisme Liberal………...23
2. Analisis Wacana………....25
a. Analisis Wacana Kritis Van Dijk………...28
B. Kerangka Konseptual 1. Korupsi a. Pengertian Korupsi……….……….…35
b. Korupsi di Indonesia……….……..38
2. Perempuan dalam Perspektif Islam………..40
3. Media Massa a. Pengertian Media Massa………..….…..45
b. Fungsi Sosial Media Massa………....48
c. Media Cetak………..….49
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH NOOR A. Gambaran Umum Majalah Noor………...…...53
1. Visi dan Misi Majalah Noor………...…56
2. Logo Majalah Noor………...57
B. Gambaran Umum Rubrik Topik Kita
1. Rubrik Topik Kita………..……..…...59
2. Karakteristik Pembaca Majalah Noor…...…...60
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Struktur Teks Berita……….………62
1. Analisis Teks Berita “Agar Perempuan Tak Rentan”……...63
2. Analisis Teks Berita “Peta Identitas Perempuan: Menyikapi Fenomena Koruptor Perempuan (31/12/2013)….…...74
B. Analisis Level Kognisi Sosial………...…88
C. Analisis Level Konteks Sosial………....93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………97
B. Saran………...99
DAFTAR PUSTAKA………100
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
Tabel 1: Struktur Teks Analisis Wacana Van Dijk………...31
Tabel 2: Elemen Teks pada Wacana Teun A. Van Dijk………...32
Tabel 3: Skema pada Level Kognisi Sosial………..33
Tabel 4: Struktur Redaksi Majalah Noor………...………..58
Tabel 5: Analisis Level Teks Berita Berjudul “Agar Perempuan Tak Rentan”....70
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Realitas dunia tidak bisa hanya diamati melalui mata dan telinga
saja, perlu pihak ketiga yaitu media massa.1 Media massa memiliki peran penting dalam komunikasi. Media massa itu sendiri sebagai alat yang
berfungsi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Media massa
adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran
informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal.2 Sedangkan komunikasi massa merupakan komunikasi melalui media
massa (media cetak dan elektronik). Pada awal perkembangannya,
komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass
communication (media komuniksi massa) yang dihasilkan oleh teknologi
modern.3
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi komunikasi
media massa mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan teknologi
tersebut telah mengantarkan masyarakat agar semakin mudah dalam
berhubungan antara satu dengan lainnya. Seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, beredar surat kabar sebagai sumber informasi
media cetak pertama kali. Media cetak adalah berita-berita yang disiarkan
1
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h.2.
2
Burhan Bungin, Sosiologi komunikasi (Jakarta: Kencana, 2008), h.72.
melalui benda cetak.4 Keberadaan surat kabar sebagai media cetak pertama kali dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di
Jerman. Sedangkan keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan
perjalanan panjang melalui lima periode, yakni masa penjajahan Belanda,
masa penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan,
serta zaman orde lama dan orde baru.
Setelah beredarnya surat kabar di Indonesia, munculah komunikasi
berupa tulisan yang lebih beragam konten beserta isinya, yaitu majalah.
Majalah merupkan salah satu media komunikasi massa dalam
menyampaikan pesan kepada khalayak dengan sangat terperinci karena
memiliki karakteristik yang berbeda dari media cetak lainnya.
Karakteristik dari majalah dapat dilihat dari isi pesan yang disajikan.
Dalam penyajian pesannya, majalah menyajikan pesan lebih banyak serta
memiliki cover/sampul sebagai daya tarik.
Majalah terbit secara berkala dan isinya meliputi beragam liputan
jurnalistik, pandangan tertentu, topik aktual yang layak diketahui
konsumen pembaca, artikel, dan sastra. Penerbitan majalah dibedakan atas
majalah mingguan, bulanan, dan sebagainya. Menurut pengkhususan
isinya, majalah dibedakan atas majalah wanita, berita, remaja, olahraga,
sastra, dan ilmu pengetahuan tertentu. Dan segmentasi pembacanya pun
berbeda-beda. Salah satu majalah wanita yang ada di Indonesia yaitu
majalah Noor.
Majalah Noor adalah majalah wanita yang terbit bulanan, dimana
di dalam majalah ini terdapat beberapa rubrik yang dapat menjadi inspirasi
bagi para pembacanya seperti info kesehatan, perjalanan, karier,
kecantikan dan berbagai hal menarik di dalamnya. Majalah yang
mempunyai tagline “Yakin Cerdas Bergaya” ini merupakan majalah yang bernafaskan Islam. Konten yang terdapat didalamnya terdiri dari 11 rubrik.
Salah satu rubrik yang menarik dan membedakan majalah Noor dengan
majalah lainnya adalah rubrik Topik Kita. Rubrik topik kita merupakan
rubrik tentang pengetahuan yang didalamnya terdapat pandangan Islam.
Rubrik topik kita hadir di setiap edisi majalah Noor dengan ulasan tema
yang berbeda-beda setiap bulannya.
Salah satu tema yang dihadirkan dalam rubrik topik kita yaitu
tentang fenomena koruptor perempuan pada majalah Noor edisi Vol X th.
XI/2013. Dalam rubrik edisi tersebut membahas tentang persoalan politik
yang kian ramai diperbincangkan. Dan tidak hanya dituliskan tentang
fenomena yang sedang terjadi, tetapi dijelaskan juga mengenai pandangan
dalam Islam terhadap perempuan.
Perempuan merupakan makhluk yang sangat dimuliakan. Hal
tersebut yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, dimana beliau
sangat menghormati ibunya. Pada hakikatnya, perempuan tercipta untuk
menjadi makmum (orang yang berdiri di belakang imam), tetapi seiring
berkembangnya zaman, perempuan tidak hanya menjadi seorang pengikut
Dalam fikih siyasah (politik) maupun fikih munakahah
(pernikahan), kaum perempuan dipandang tak berhak menjadi pemimpin
sebagai kepala pemerintahan maupun kepala keluarga.5 Realitanya, banyak kaum perempuan yang didaulat sebagai seorang pemimpin. Dimulai dari
hal kecil, kedudukan ketua kelas yang semula hanya dipimpin oleh kaum
lelaki, sekarang perempuan pun bisa menjadi seorang ketua kelas. Dalam
sejarah politik Indonesia, tercatat Indonesia pernah memiliki seorang
pemimpin Negara dari kaum perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri.
Dan kini semakin marak perempuan yang mencalonkan dirinya sebagai
pemimpin penyalur aspirasi rakyat Indonesia.
Menjadi seorang pemimpin bukan hal yang mudah karena
bertanggung jawab atas banyak jiwa. Tetapi banyak diantara pemimpin
wanita yang mencalonkan dirinya untuk menunggang popularitas saja.
Dalam suatu Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan: “Dari Ibnu
Umar ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarga, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin di
rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta
tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Oleh karena itu, kalian sebagai pemimpin akan dimintai
5
pertanggungjawaban kalian atas kepemimpinannya.”6 Dalil tersebut menjelaskan bahwa apabila sudah diberi amanat berupa jabatan yang baik
lalu tidak dapat mempertanggungjawabkannya dengan baik seperti berbuat
curang yaitu dengan melakukan tindak pidana korupsi, maka Allah akan
meminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat.
Meskipun tindak korupsi merupakan tindakan terlarang baik secara
hukum maupun agama, tidak sedikit pemimpin yang melakukannya.
Fenomena koruptor di Indonesia kian merajalela, dan pelakunya bukan
hanya dari kalangan pria, tetapi juga wanita. Wanita yang terdaftar sebagai
koruptor di Indonesia, beberapa diantaranya ialah Angelina Sondakh,
Miranda Goeltom, Nunun Nurbaeti, Siti Hartati Murdaya,dan Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah.
Menurut survey yang dilakukan oleh pihak Transparency
International Indonesia (TII), Indonesia menempati urutan ke-118 dalam
urutan Negara terkorup. Pihak TII juga melansir Indonesia berada di empat
Negara terbawah dalam urutan tingkat korupsi dengan kondisi yang
semakin memburuk.7 Kondisi tersebut membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi Negara dalam upaya pemberantasan
korupsi menurun.
Melihat realitas yang ada, menimbulkan ketertarikan bagi penulis
untuk meneliti fenomena koruptor perempuan di Indonesia dalam rubrik
6 Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid Satu, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h.
604.
7
topik kita di majalah Noor yang akan diteliti dengan cara mencari makna
tersembunyi (latent) pada suatu teks di media yang menjadi rujukan utama
dalam penelitian. Untuk menganalisis sebuah makna yang terkandung
dalam sebuah teks dapat diteliti melalui sebuah studi analisis data
kualitatif, berupa analisis wacana.
Penelitian ini difokuskan pada pemberitaan mengenai koruptor
perempuan tentang Fenomena Koruptor Perempuan dan Agar Perempuan
Tak Rentan edisi Desember 2013, karena melihat pada bulan tersebut isu
ini sedang ramai diperbincangkan. Maka Penelitian ini mengangkat judul
“Feminisme Liberal dalam Wacana Fenomena Koruptor Perempuan
Pada Rubrik “Topik Kita” di Majalah Noor.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar lebih fokus dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
masalah Analisis wacana pada fenomena koruptor perempuan pada
majalah Noor yaitu dalam rubrik Topik kita di majalah Noor edisi Vol X
th. XI/2013.
Terdapat kurang lebih tiga berita mengenai hal ini dalam majalah
Noor pada bulan Desember 2013. Namun, peneliti fokus pada dua berita.
Dari pembatasan masalah tersebut perumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teks yang dibangun oleh majalah Noor mengenai fenomena
2. Bagaimana kognisi sosial yang melatarbelakangi wacana yang
dibentuk majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan?
3. Bagaimana konteks sosial yang melatarbelakangi wacana dalam
pemberitaan fenomena koruptor perempuan di majalah Noor?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang tertulis di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna teks yang terdapat pada rubrik topik kita di
majalah Noor tentang fenomena koruptor perempuan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kognisi sosial ditinjau dari analisis wacana terhadap
majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan dalam rubrik
topik kita.
3. Untuk mengetahui konteks sosial ditinjau dari analisis wacana
terhadap majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan dalam
rubrik topik kita
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif bagi pengembangan wacana keilmuan tentang gejala sosial yang
tengah terjadi di masyarakat. Seperti hal-hal yang enggan dan dianggap
tabu untuk diberitakan, sama halnya dengan apa yang terjadi ditengah
2. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif
khususnya pada bidang ilmu komunikasi, terutama dalam konteks analisis
wacana, serta rubrik yang terkait dengan bidang sosial, ekonomi dan
politik.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi peneliti,
praktisi komunikasi, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tim
redaksi majalah, dan berbagai konten masyarakat lainnya bahwa dalam
produksi suatu berita, teks tidak berdiri secara netral. Namun, banyak
aspek yang ikut mempengaruhi di dalam memproduksi sebuah berita.
Termasuk kondisi kognisi wartawan dan pandangan masyarakat dalam
melihat suatu isu yang ditampilkan oleh suatu media. Penelitian ini juga
guna menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam mempelajari
praktik karya jurnalistik.
E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
kritis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap
media dan teks berita yang dihasilkan. Paradigma kritis bersumber pada
dan media bersangkutan dalam keseluruhan proses produksi berita.8 Dalam pandangan kritis, realitas merupakan kenyataan semu yang telah terbentuk
oleh proses kekuatan sosial, politik, dan ekonomi.
Analisis wacana dalam pandangan kritis menekankan pada
konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi
makna.9 Analisis wacana kritis tidak dipusatkan pada benar atau tidaknya struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis
konstruktivisme, karena pada paradigma kritis kelompok dominan sangat
berperan dan terlihat ingin menunjukan diri mereka dengan mengemas
sebuah wacana untuk selanjutnya dilemparkan ke publik sehingga
dianggap sebagai nilai yang dapat diterima bersama oleh khalayak.
2. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum
yang mendasari suatu perwujudan makna dari gejala-gejala sosial di
masyarakat.10 Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode pengumpulan data dan analisis yang bersifat non-kuantitatif.
Karena dalam melakukan penelitian kualitatif adalah dengan
menggunakan instrumen wawancara mendalam dan pengamatan.
Dalam melakukan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif,
terdapat beberapa kriteria, diantaranya ialah kredibilitas yang digunakan
8 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
31.
9
Eriyanto, Analisis Wacana, h.48
untuk mendeskripsikan/memahami fenomena yang menarik perhatian dari
suatu sudut pandang. Kedua, transferabilitas yang merujuk pada tingkat
kemampuan hasil penelitian kualitatif yang dapat masuk akal. Ketiga,
dependabilitas yang secara esensial berhubungan dengan kemungkinan
memperoleh hasil yang sama sesuai dengan pengamatan yang dilakukan.
Keempat, konfirmabilitas yang berasumsi bahwa setiap peneliti membawa
perspektif yang unik ke dalam penelitian.11 Selain kriteria, hal yang juga sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah objek analisis.
Objek analisis dalam pendekatan kualitatif ialah makna dari
gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari
masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai
kategorisasi tertentu.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penulis
menyandingkan dengan pisau analisis wacana yang dikemukakan Teun A.
Van Dijk. Analisis wacana diartikan sebagai suatu upaya pengungkapan
maksud tersembunyi dari subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.
Terdapat perbedaan antara analisis wacana dengan analisis isi kualitatif
yaitu analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana (how) dari suatu
pesan atau teks komunikasi, sedangkan analisis isi lebih menekankan pada
pernyataan apa (what) dalam sebuah teks.12
11 Prof. Dr. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: Raja Grafindo,
2009), h.
12
3. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif model Analisis Wacana Kritis. Dalam penelitian ini,
teori yang digunakan adalah teori milik Teun A. Van Dijk, dimana teks
memiliki ideologi dan kecenderungan tertentu terhadap suatu pemberitaan.
Dalam menganalisis menggunakan Analisis Wacana Kritis model Van
Dijk diperlukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana
tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.13
Analisis wacana berfokus pada pencarian makna terhadap suatu
pesan yang sifatnya tersembunyi (latent). Dalam perangkat wacana milik
Van Dijk, jika ada suatu teks yang memarjinalkan wanita, dibutuhkan
suatu penelitian lebih dalam untuk melihat bagaimana produksi teks itu
bekerja, kenapa teks itu memarjinalkan wanita. Dan penelitian ini sangat
khas Van Dijk karena melibatkan suatu proses yang disebut sebagai
kognisi sosial.14
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah sebagai berikut:
13
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 201
14
a. Observasi Non Partisipan
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi non
partisipan. Observasi berupa pengamatan langsung dilakukan
kepada teks yang akan diteliti yaitu teks berita mengenai fenomena
koruptor perempuan pada rubrik Topik Kita di Majalah Noor edisi
Desember 2013. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
penelitian non partisipan dimana peneliti mengobservasi tanpa
bantuan dari partisipan.15
b. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data
yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan
masalah tertentu yang sesuai dengan data.16 Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan wawancara mendalam
kepada narasumber terkait yaitu Jetti Rosilla Hadi (Pemimpin
Redaksi Majalah Noor) dan Badriyah Fayumi (Penulis dan
Redaktur rubrik Topik Kita).
Wawancara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tak terstruktur (wawancara secara
mendalam). Wawancara terstruktur adalah wawancara yang
pertanyaannya telah ditetapkan sebelumnya dan telah disediakan
pilihan jawabannya, sedangkan wawancara tak terstruktur disebut
15
John W. Creswell, Research Design. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), h. 268.
16
sebagai wawancara mendalam (intensif) yang bertujuan untuk
mendapatkan bentuk-bentuk informasi dari semua responden yang
disesuaikan dengan cirri-ciri setiap responden.17
Wawancara dalam penelitian kualitatif berlangsung dari
alur umum ke alur khusus. Wawancara pada tahap pertama
biasanya hanya bertujuan untuk memberikan deskripsi dan
orientasi awal periset perihal masalah dan subjek yang dikaji.
Tema-tema yang muncul kemudian diperdalam, dikonfirmasikan
pada wawancara berikutnya, dan demikian seterusnya hingga
mencapai titik jenuh. Periset kualitatif dalam melakukan
wawancara dapat melakukan loncatan materi wawancara kepada
responden yang secara natural memiliki informasi yang lebih
banyak dan menjadi informan yang lebih penting.18
c. Dokumentasi
Dokumentasi berupa data tertulis yang berisikan keterangan
dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang bersifat
aktual.19 Dokumentasi pada penelitian ini berupa foto, arsip, dokumen, dan catatan-catatan yang terdapat di majalah Noor.
d. Studi Pustaka
17
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2001), h. 103.
18
Agus Salim MS, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 17.
19
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data-data
dari beberapa buku, jurnal, kamus, dan artikel media lain yang
berhubungan dengan penelitian.
5. Teknik analisis data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan analisis
wacana Teun A. Van Dijk. Analisis wacana oleh Van Dijk digambarkan
sebagai analisis yang mempunyai tiga dimensi didalamnya, yaitu: level
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Kesimpulan dari analisis ini adalah
menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan
analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks
dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu.
Pada level kognisi sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga
mempelajari bangunan wacana yang berkembang di masyarakat dalam
suatu masalah.20
Setelah data terkumpul secara rapi dan lengkap, data yang
didapatkan adalah hasil dari wawancara, arsip-arsip serta dokumentasi
majalah Noor yang kemudian dikelompokkan sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu dianalisis dan diberikan interpretasi dengan cara
mengklasifikasikannya dengan kerangka teori dan dibuat kesimpulan.
6. Subjek dan objek penelitian
20
Subjek yang diteliti adalah pihak redaksi majalah Noor, sedangkan
objek penelitiannya adalah teks berita dengan judul “Menyingkap Fenomena Koruptor Perempuan” dan “Agar Perempuan Tak Rentan” pada rubrik topik kita edisi Vol X th. XI/2013 di majalah Noor.
7. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor Majalah Noor yang terletak di Jalan
Karang Pola VI No. 7A, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
dan waktu penelitian dilaksanakan pada 07 Mei – 16 Juni 2014.
8. Pedoman Penulisan
Pedoman penulisan ini mengacu pada buku pedoman penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang
diterbitkan oleh CeQDA (Centre for Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
9. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengdakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan yang berada di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dan dari hasil pencarian, penulis belum menemukan judul yang sama
persis dengan judul yang akan diteliti. Hanya terdapat beberapa judul yang
hampir sama dengan menemukan persamaan dan perbedaan yang terdapat
a. Analisis Wacana Citra Perempuan dalam Tabloid Nova Edisi
Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 November 2011 yang ditulis
oleh Tiara Mustika mahasiswa Jurusan Konsentrasi Jurnalistik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi angkatan 2012.
Pada skripsi ini terdapat kesamaan yaitu menggunakan analisis
teks yang sama yaitu analisis wacana dengan model analisis
wacana Teun A. Van Djik. Dan perbedaan yang terdapat di
dalamnya adalah teori yang digunakan yaitu teori labeling, dan
skripsi ini menggunakan tabloid Nova sebagai subjek dalam
penelitiannya.
b. Analisis Wacana Karakteristik Islam Rubrik Mutiara Dakwah
pada majalah Ummi Edisi Maret-Juni 2009 yang ditulis oleh
Erma Mulyana mahasiswa Jurusan konsentrasi Jurnalistik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2004. Pada skripsi ini tidak
dijelaskan paradigma apa yang digunakan penulis, apakah
paradigm positivis, konstruktivisme, ataupun kritis. Selain itu,
media yang digunakan dalam penelitian adalah majalah UMMI
dan lebih menekankan kepada penelitian karakteristik
keislamannya.
Dari beberapa skripsi tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa belum ada mahasiswa yang meneliti judul skripsi Analisis Wacana
Teun A. Van Dijk pada rubrik topik kita mengenai fenomena koruptor
F. Sistematika Penulisan
Agar penelitian skripsi ini lebih sistematis, penulisan ini disusun
dengan lima bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:
BAB I
Penulis akan menjabarkan tentang Latar Belakang Masalah ,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustka, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II
Penulis akan menjelaskan pengertian umum tentang Teori
Feminisme, Feminisme Liberal, Analisis Wacana, Analisis Wacana
Kritis Van Dijk, Korupsi, Media Massa, serta perempuan dalam
pandangan Islam.
BAB III
Menggambarkan secara umum tentang profil majalah Noor,
sekilas tentang rubrik topik kita yang didapat dalam wawancara
dengan tim redaksi.
BAB IV
Bab ini berisi hasil temuan dari hasil penelitian yang diperoleh
BAB V
Bab ini berisi tentang kesimpulan atas analisis penelitian juga
kritik dan saran dari permasalahan yang diangkat disertai dengan
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teori
1. Feminisme
Feminisme merupakan istilah yang digunakan oleh para kaum feminis
kultural untuk mendeskripsikan ideologi superioritas wanita. Secara umum,
istilah „feminisme‟ merujuk pada pengertian ideologi pembebasan wanita,
karena yang melekat dalam semua pendekatannya ialah bentuk keyakinan
bahwa wanita mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.21 Feminisme pada umumnya adalah tentang bagaimana pola relasi laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat, serta bagaimana hak, status, dan kedudukan perempuan di
sektor domestik dan publik.
Rosmarie Putnam Tong dalam bukunya yang berjudul Feminist
Thought menyebutkan bahwa teori feminisme terbagi menjadi beberapa jenis,
di antaranya adalah feminisme liberal, feminisme radikal libertarian dan
radikal kultural, feminisme marxis dan sosialis, feminisme psikoanalisis dan
gender, feminisme ektensialis, feminisme postmodern, feminisme
multikultural dan global, serta feminisme ekofeminisme.22
Feminisme radikal menekankan bahwa budaya patriarkal ditandai oleh
adanya kuasa, dominasi, hirarki, dan kompetisi.23 Laki-laki hanya diizinkan untuk menunjukkan karakteristik maskulin, sedangkan perempuan
21
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Wanita dalam Iklan, (Yogyakarta: T.pn., 2008), h. 73.
22
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 1-10.
karakteristiknya hanya feminin saja. Maka feminisme radikal-liberal berfokus
pada seks, gender, reproduksi. Seks, gender, dan reproduksi yang dimaksud
Tong disini adalah jenis kelamin, sifat maskulin/feminin, dan apa yang
dihasilkan perempuan dan laki-laki. Seperti, laki-laki tidak bisa melahirkan,
menyusui layaknya seorang perempuan.24
Berbeda dengan Feminisme libertarian, feminisme
radikal-kultural bersifat ekslusifitas seksual di mana laki-laki dan perempuan tidak
bisa dipersatukan. Dalam pandangan Tong, ekslusif seksual adalah perempuan
termasuk dalam golongan yang tidak diizinkan untuk menikah dengan
laki-laki. Bahkan untuk bekerja di ruang publik sekalipun, tidak diperbolehkan.
Hal yang ingin diperjuangkan dalam gerakan feminisme ini adalah
mengembalikan hak-hak kebebasan perempuan yang sangat mendasar.25
Gerakan feminisme marxis dan sosialis terbentuk karena adanya
tuntutan ekonomi sehingga perempuan terpaksa terjun ke ranah publik untuk
menghasilkan uang dan akhirnya hanya menguntungkan pihak laki-laki.
Tujuan dari gerakan feminisme marxis dan sosialis adalah agar ada kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan sehingga kepentingan laki-laki tidak terlalu
diutamakan atas kepentingan perempuan.26
Berbeda dengan feminisme marxis dan sosialis, dalam feminisme
psikoanalisis dan gender, laki-laki menganggap bahwa dirinya sebagai
24 Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 3.
25
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 5.
26
maskulin dan perempuan menganggap bahwa dirinya sebagai feminin.
Padahal dalam realitanya, laki-laki juga memiliki sifat feminin dalam dirinya,
hal tersebut terbukti dari tingkat emosional yang laki-laki miliki. Sementara
perempuan juga memiliki sifat pemberani dalam dirinya seperti laki-laki.
Tujuan gerakan feminisme ini adalah untuk menuju masyarakat yang
androgini, yaitu perempuan memiliki kedua sifat tersebut, feminin dan
maskulin.27 Contohnya, laki-laki juga bisa menangis saat kehilangan seseorang yang disayang. Sedangkan perempuan single parent yang mampu
menghidupi anak, baik sebagai ibu maupun sebagai seorang ayah, yaitu
mengasuh anak dan mencari nafkah yang seharusnya menjadi tugas suami.
Aliran feminisme yang lain yaitu, feminisme eksistensialis. Menurut
Beauvoir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan perempuan dalam
mencapai suatu perubahan. Pertama, perempuan bisa bekerja di lingkungan
yang kebanyakan adalah laki-laki. Kedua, perempuan bisa membuat
perubahan dengan cara pandangannya sendiri dalam suatu pekerjaan. Ketiga,
perempuan dapat bekerja untuk mencapai perubahan sosial khususnya di
masyarakat.28
Gerakan selanjutnya yaitu feminisme posmodern yang ditujukan untuk
mencapai kebebasan perempuan dari perbedaan ras, kelas, kecenderungan
seksual, etnisitas, kebudayaan, umur, agama, dan sebagainya. Feminisme
posmodern berkaitan dengan pemikiran posmodernisme yang secara garis
27
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 190.
28
besar menekankan bahwa perempuan bisa mengeskpresikan dirinya sebagai
perempuan, karena perempuan dan laki-laki berbeda. 29
Sedangkan pada feminisme multikultural dan global cenderung
menekankan pada perbedaan antara perempuan kulit hitam dan perempuan
kulit putih. Beberapa perempuan diuntungkan hanya karena ras dan kelas
mereka. Di mana perempuan kulit hitam hanya boleh berbicara atau
mengemukakan pendapat atas perempuan kulit hitam lainnya, dan begitu pula
dengan perempuan kulit putih. Sedangkan feminisme global menekankan pada
bergantung apakah seorang perempuan dalam menghadapi perannya sebagai
warga negara.30
Aliran feminisme yang selanjutnya adalah ekofeminisme. Ekofeminis
berpendapat ada hubungan konseptual, simbolik, dan linguistik antara feminis
dan isu ekologi. Dalam ekofeminisme, terdapat hubungan antara perempuan
dengan alam. Di mana laki-laki dianggap yang paling dominan dalam merusak
alam, sehingga adanya gerakan ini untuk mencapai kesetaraan baik laki-laki
maupun perempuan dalam memperbaiki lingkungan tanpa adanya dominasi
dari kedua belah pihak.31 Dari berbagai macam aliran feminisme yang ada, aliran feminisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah feminism liberal.
29
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 283.
30 Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 309.
31
a. Feminisme Liberal
Feminisme liberal merupakan aliran yang ada sejak abad ke-18. Akar
feminisme liberal berawal dari pemikiran Alison Jaggar pada abad ke-18 dan
ke-19 yang mengamati pemikiran politis liberal yang mempunyai konsepsi
atas sifat manusia, yang menempatkan keunikan kita sebagi manusia dalam
kapasitas untuk bernalar.32 Pada abad ke-18, pekerjaan produktif (pekerjaan yang menghasilkan pendapatan untuk menghidupi sebuah keluarga) telah
dilakukan di sekitaran rumah, baik perempuan maupun laki-laki. Tetapi
kemudian kekuatan kapitalisme industri mulai menarik tenaga kerja keluar
rumah, dan kemudian memasuki ruang kerja publik.
Pada mulanya, proses ini bergerak perlahan dan tidak teratur, dan
meninggalkan dampaknya yang paling besar pada perempuan borjuis yang
sudah menikah.33 Perempuan kelompok ini tidak intensif bekerja di luar rumah karena rata-rata menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Sedangkan
perempuan kelas menengah juga tidak mempunyai kebebasan, bahkan dalam
hal bernalar sekalipun. Wollstonecraft menegaskan bahwa jika nalar adalah
kapasitas yang membedakan manusia dari binatang, yakni masyarakat wajib
memberikan pendidikan kepada perempuan, seperti halnya juga dengan
laki-laki. Karena setiap manusia berhak mendapat kesempatan yang setara untuk
mengembangkan kapasitas nalar dan moralnya.
32
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h.15.
33
Pada abad ke-19, John Stuart Mill dan Hariet Taylor (Mill),
memandang nalar tidak saja secara moral, namun sebagai kapasitas untuk
mengambil keputusan secara otonom, tetapi juga melalui pemikiran yang
hati-hati. Mill dan Taylor mengklaim cara yang dapat memaksimalkan kegunaan
yang total (kebahagiaan/kenikmatan), adalah dengan membiarkan setiap
individu untuk mengejar apa yang mereka inginkan.34 Jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual, dan keadilan gender, maka masyarakat harus
membiarkan perempuan hak politik dan kesempatan, seta pendidikan yang
sama dengan laki-laki.
Mill berpendapat bahwa setelah perempuan mendapat pendidikan
penuh dan hak pilih, kebanyakan dari mereka akan memilih untuk tetap berada
di dalam lingkungan ranah pribadi untuk “mempercantik diri” dan bukan
untuk “mendukung” kehidupan. Sebaliknya, Taylor berpendapat dalam tulisan
berjudul Enfranchisment of Women bahwa tugas perempuan dan laki-laki
adalah sama-sama untuk “mendukung” kehidupan.35 Perempuan seharusnya tidak hanya mencari kesempatan untuk membaca buku dan memasukkan suara
dalam pemilu. Mereka juga harus dapat menjadi partner laki-laki dalam
usaha, keuntungan, risiko, dan pendapatan dari industri produktif. Taylor
bersikeras, bahwa secara psikologis, sangatlah penting bagi seorang
perempuan untuk bekerja, tidak masalah apakah pekerjaan yang dilakukan
akan menghasilkan kegunaan atau tidak.
34
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 23.
35
Mill juga menyampaikan bahwa salah satu perbedaan yang terdapat
pada perempuan dan laki-laki terdapat pada pencapaian intelektualnya, di
mana laki-laki lebih lengkap menerima pendidikan dibandingkan perempuan,
dan posisi laki-laki yang lebih diuntungkan.
2. Analisis Wacana
Istilah wacana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kontemporer
mencakup tiga hal. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur kata. Kedua,
keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan suatu kesatuan. Ketiga,
satuan bahasa terbesar, terlengkap yang terealisasi pada bentuk karangan yang
utuh seperti novel, buku, dan artikel.36 Ismail Marahimin mengartikan wacana
sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan menurut urut-urutan
yang teratur dan semestinya, serta komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan yang resmi dan teratur”.37
Menurut Riyono Pratiko, proses berpikir seseorang sangat erat
kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang
disajikannya.38 Semakin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.
Kajian terhadap wacana tersebut sering disebut sebagai analisis
wacana. Menurut pandangan Littlejohn, terdapat beberapa rangkaian tentang
36
Peter Y Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h.1709
37
Ismail Muhaimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h.26.
38
analisis wacana. Pertama, seluruhnya tentang analisis wacana disusun, prinsip
yang digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami
percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Kedua, wacana dipandang sebagai
aksi, yaitu dengan cara melakukan segala hal, biasanya dengan kata-kata. Ahli
analisis wacana berasumsi bahwa pengguna bahasa mengetahui bukan hanya
aturan tata bahasa kalimat, namun juga aturan-aturan untuk mengetahui unit
yang lebih besar dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatic dalam situasi
sosial. Ketiga, analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang
digunakan oleh komunikator aktual melalui perspektif mereka seperti, ia tidak
memedulikan ciri atau sifat psikologis tersembunyi atau fungsi otak, namun
terhadap problema percakapan sehari-hari yang dikelola dan dipecahkan.39
Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap suatu linguistik
murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa yang sempurna. Analisis
wacana mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti
unsur bahasa terikat pada konteks pemakaian. Berdasarkan analisisnya, ciri
dan sifat wacana itu dapat dikemukakan antara lain: Analisis wacana
membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat, analisis wacana
merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi,
analisis wacana merupakan suatu pemahaman rangkaian tuturan melalui
interpretasi semantik, analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa
dalam berbahasa, analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa
secara fungsional.40 Dari kelima ciri dan sifat wacana berdasarkan analisisnya,
39
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.
40
dapat disimpulkan bahwa analisis wacana berkaitan pada bahasa untuk
mencari makna yang terdapat pada teks.
Dari beragam ciri dan sifatnya, analisis wacana memiliki tiga
pandangan mengenai bahasa. Pandangan pertama diwakili oleh kaum
positivisme-empiris.41 Oleh penganut aliran ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Maksudnya ialah
adanya pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya,
konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah orang tidak perlu mengetahui
makna subjektif dari sebuah teks, karena yang terpenting ialah apakah
pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan
semantik. Oleh karena itu, tata bahasa, kebenaran sintaksis merupakan bidang
utama dari aliran positivism-empiris tentang wacana.
Pandangan kedua disebut sebagai pandangan konstrutivisme.
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi.42 Aliran ini adalah kebalikan dari aliran positivism-empiris, karena di dalam pandangan
kostruktivisme, subjek dan objek bahasa tidak dapat dipisahkan.
Konstruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan
wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini
mencoba mengoreksi pandangam konstruktivisme yang kurang sensitif pada
proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun
41
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.4.
42
institusional.43 Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pandangan yang ketiga yaitu
pandngan kritis atau analisis wacana kritis.
a. Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk
Analisis Wacana Kritis dibangun oleh sekelompok pengajar Universitas
East Angelia pada tahun 1970-an. Dalam Analisis Wacana Kritis, wacana
tidak dipahami semata-mata sebagai suatu studi bahasa. Bahasa dianalisis
bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga
menghubungkan dengan konteks yang ada.44 Dalam analisis wacana kritis, bahasa dilihat sebagai suatu faktor yang penting, yakni bagaimana bahasa
digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam suatu
masyarakat.
Terdapat beberapa Analisis Wacana dengan Paradigma kritis,
beberapa diantaranya yaitu Fairclough dan Wodak, serta Teun A. Van Dijk.
Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana
melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan
versinya masing-masing.45 Analisis Wacana Kritis milik Fairclough dan Wodak melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai
43
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 6.
44
Aris Badara, Analisis Wacana; Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.27-28.
45
bentuk dari praktik sosial.46 Praktik sosial dimaksudkan sebagai pihak yang memiliki kekuasaan dalam memaknai suatu teks bahasa.
Dalam Analisis Wacana Kritis, terdapat lima karakteristik diantanya
sebagai berikut:47 Pertama, tindakan, prinsip pertama wacana ditandai sebagai sebuah tindakan, dimana seseorang menulis, berbicara, dan menggunakan
bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Kedua,
konteks, wacana dalam analisis wacana kritis dipandang diproduksi,
dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Ketiga, historis, wacana
baru akan dipahami apabila kita bisa memberikan konteks historis di mana
teks itu diciptakan. Keempat, kekuasaan, dalam analisis wacana kritis terdapat
elemen kekuasaan di dalam analisisnya. Karena di setiap wacana yang muncul
dalam analisis wacana kritis dipandang sebagai sesuatu yang bersifat alamiah,
wajar, dan netral, tetapi juga merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.
Kelima, ideologi. Ideologi dalam analisis wacana kritis dibangun oleh
kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi
dominasi mereka. Pandangan semacam ini, wacana tidak dipahami sebagai
sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap
wacana selalu terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh.
Kekuatan yang dimiliki Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah
kemampuannya dalam melihat dan membongkar politik ideologi di dalam
media. Hal tersebut menjadi sangat penting karena dalam wacana yang
bersifat kritis diyakini bahwa teks merupakan bentuk dari praktik ideologi atau
46
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 7.
47
peencerminan ideologi tertentu.48 Dalam buku “Analisis Wacana Pengantar
Analisis Teks Media” karangan Eriyanto, didalamnya terdapat tokoh-tokoh
yang mengembngkan analisis wacana. Tokoh-tokoh yang terkenal dan
dikemukakan oleh Eriyanto tersebut, di antaranya Roger Fowler dkk (1979),
Norman Fairclough (1998) yaitu mengenai wacana tentang ideologi, Sara
Mills (1992) yang menitikberatkan perhatian kepada wacana mengenai
feminism, Theo Van Leeuwen (1986) adalah analisis yang diperuntukkan
untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang
yang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Dari banyaknya tokoh
yang mengembangkan analisis wacana, model van Dijk adalah model yang
paling sering digunakan dalam berbagai penelitian teks media. Meski pada
umumnya penelitian Van Dijk mengenai rasialisme namun tidak menutup
kemungkinan terhadap objek penelitian atau teks berita lainnya untuk diteliti.
Teun A. Van Dijk memiliki tiga kerangka analisis, diantaranya sebagai
berikut:
1. Dimensi Teks
Dalam melihat suatu teks, Van Dijk memiliki beberapa
struktur/tingkatan masing-masing yang saling mendukung. Tingkatan
tersebut terdiri atas 3 (tiga) bagian, meliputi: struktur makro, superstruktur,
dan struktur mikro. Jika digambarkan maka struktur teks adalah sebagai
berikut:
48
Tabel 1.49
Struktur Teks Analisis Wacana Van Dijk
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks.
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.
Struktur mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu
teks.
Dalam dimensi teks ini, teks tidak semata dipahami melalui suatu
teks berita, tetapi juga elemen yang nembentuk teks berita, kata, kalimat,
paragraf, dan proposisi. Sehingga bisa diketahui lebih dalam maknanya,
seperti bagaimana cara media dalam menyampaikan pesan tersebut, dan
retorika seperti apa yang digunakan.50 Dalam pandangannya Van Dijk menilai, bahwa segala teks dapat dianalisis dengan menggunakan elemen
teks ini. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua elemen itu merupakan
kesatuan, saling berhubungan, dan mendukung satu sama lainnya.
Terdapat 15 elemen yang mendasari wacana Van Dijk, diantaranya
yaitu tematik, skematik, latar, detil, maksud, koherensi, koherensi
kondisional, koherensi pembeda, pengingkaran, bentuk kalimat, kata ganti,
leksikon, praanggapan, grafis, dan metafora. Semua elemen tersebut
sangat berkaitan dengan struktur wacana khususnya dimensi teks, dimana
49
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 227.
50
semuanya adalah bagian dari struktur wacana makro, superstruktur, dan
struktur mikro.
Tabel 2.51
Elemen Teks pada Wacana Teun A. Van Dijk
Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik
Dalam kerangka analisis Van Dijk, dimensi kognisi sosial sangat
penting karena ada peran wartawan di dalamnya. Kesadaran mental
51
wartawan membentuk makna dari suatu teks tersebut. Setiap teks pada
dasarnya terbentuk lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau
pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa. Peristiwa dipahami berdasarkan
skema atau model. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental
yang di dalamnya terdapat cara pandang terhadap manusia, peranan sosial,
dan peristiwa. Beberapa skema atau model yang digunakan dalam analisis
kognisi sosial digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.52
Skema Pada Level Kognisi Sosial
Skema person (Person Schemas)
Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain.
Skema Diri (Self Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bgaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang.
Skema Peran (Role Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang
ditempati seseorang dalam masyarakat.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Skema ini merupakan skema yang paling sering digunakan, karena setiap hari selalu ada peristiwa yang terjadi. Dan dari setiap peristiwa tersebut selalu dapat ditafsirkan dan dimaknai
dalam skema tertentu.
Dalam dimensi kognisi sosial dijelaskan bagaimana cara
wartawan dalam mempresentasikan kepercayaan atau prasangka dan
pengetahuan strategi dalam pembentun teks peristiwa yang spesifik dan
tercermin melalui berita. Dan skema yang tersedia menunjukan bahwa kita
menggunakan struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi
yang dating dari lingkungan sekitar.
3. Konteks Sosial
Dalam analisis sosial model Van Dijk mengenai masyarakat ini,
ada dua poin yang penting, yaitu: kekuasaan (power), dan akses (access).
Berikut akan dijelaskan beberapa faktor tersebut:
a. Praktik kekuasaan
Teun A. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok untuk mengontrol kelompok dari
kelompok lain. Selain berupa control yang sifatnya langsung dan tidak
langsung, kekuasaan juga dipahami Van Dijk yang berbentuk persuasif
yang secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi
kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.
Analisis wacana memberikan perhatian yang besar terhadap apa
yang disebut dominasi. Dominasi direproduksi oleh pemberian akses yang
khusus pada suatu kelompok dibandingkan kelompok lain (diskriminasi).
b. Akses mempengaruhi wacana
Dalam buku milik Eriyanto dijelaskan bahwa Van dijk
mendefinisikan kekuasaan sebagai alat kontrol yang bersifat langsung dan
fisik, serta berbentuk persuasif, yaitu kepercayaan, sikap, dan
kelompok dalam suatu masyarakat. Pada umumnya, kelompok elit
memiliki akses yang lebih besar dibandingakan kelompok yang tidak
berkuasa.53 Oleh karena itu, kelompok elit mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam mempengaruhi khalayak melalui akses media yang
dimiliki.
Struktur teks, kognisi sosial, maupun konteks sosial adalah bagian
yang integral dalam kerangka analisis wacana milik Van Dijk. Dan akses
yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol
kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi
wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.54
B. Kerangka Konseptual 1. Korupsi
a. Pengertian Korupsi
Korupsi merupakan permasalahan serius di banyak negara Asia.
Perkembangan korupsi mengakibatkan terancamnya stabilitas dan
keamanan masyarakat nasional dan internasional, melemahkan institusi
dan nilai-nilai demokrasi dan keadilan serta membahayakan pembangunan
berkelanjutan dan penegakan hukum. Di Indonesia, dari waktu ke waktu
tindak pidana korupsi sudah begitu meluas dalam masyarakat. Perluasan
itu tidak hanya dalam jumlah kerugian keuangan negara dan kualitas
tindak pidana yang dilakukan, tetapi korupsi semakin sistematis dan
meluas sehingga menimbulkan bencana terhadap perekonomian nasional
53
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 272-273.
54
dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat.
DR. Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial
menyatakan bahwa korupsi adalah tingkah laku yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mendapat keuntungan pribadi yang
merugikan kepentingan umum dan negara.55 Dan semakin hari tingkat praktik korupsi semakin meningkat.
Praktik korupsi sudah banyak meruak di Indonesia. Melihat kondisi
tersebut, dalam tiga tahun terakhir lembaga riset Political and Economic
Risk Consultancy (PERC) selalu menempatkan Indonesia sebagai juara
korupsi di Asia. Predikat tersebut juga datang dari Transparency
International yang selalu menempatkan Indonesia sebagai salah satu
Negara terkorup di dunia.56 Akibatnya negara Indonesia yang seharusnya dapat menjadi negara yang bersih dari praktik korupsi masih menjadi
wacana yang hingga kini belum terealisasikan karena banyaknya peluang
di pemerintahan untuk para pejabat melakukan tindak pidana korupsi.
Korupsi dapat terjadi jika ada peluang, keinginan, dan bobroknya
system pengawasan dalam waktu bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari
mana saja: suap ditawarkan pada seorang pejabat, atau sebaliknya seorang
pejabat meminta (atau bahkan dengan cara memaksa) dengan uang
pelican. Orang menawarkan sesuatu karena ingin memperebutkan apa
yang bukan haknya (uang rakyat). Namun kasus korupsi yang terjadi tidak
55
DR. Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), h. 80.
56
pandang dia laki-laki ataupun perempuan. Semakin banyaknya kasus
korupsi di Indonesia yang melibatkan perempuan di dalamnya membuat
Indonesia membenah diri dengan sistem hukumnya.
Sistem hukum yang wajib dibenahi dan dikaji lebih dalam lagi,
dimaksudkan agar Indonesia tidak kehilangan peran hukum di dalamnya.
Hilangnya peran hukum yang adil dalam kehidupan sosial politik di
berbagai Negara modern mengakibatkan perjalanan bangsanya terganggu,
tidak terarah, dan menimbulkan korupsi dengan berbagai corak dan
variasinya.57 Korupsi politik tidak hanya terjadi di negara Asia, tetapi juga di Timur Tengah, Afrika, Eropa, Amerika Latin, maupun Amerika Utara.
Korupsi di dunia politik tidak terlepas dari faktor kekuasaan, struktur
sosial politik yang tidak adil dan lemahnya kontrol sosial, kontrol politik,
dan kontrol hukum.
Sedangkan terjadinya korupsi disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ialah sebagai berikut58:
1. Adanya nafsu politik untuk mempertahankan dan
memperluas kekuasaan, karena kekuasaan adalah
kewenangan untuk mengatur kehidupan kewarganegaraan.
Terutama kewenangan dalam mendistribusikan ekonomi
dan sumber daya alam, serta kekuasaan untuk
melaksanakan kebijakan politik.
57
Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, Yogyakarta: FH UII Press, 2008, hal.382.
58
2. Tersedianya sarana dan prasarana ekonomi dan politik yang
steril dari budaya dialogis.
3. Tidak adanya kontrol yang efektif dari rakyat.
4. Faktor iklim sosial dan politik yang krisis akan keteladanan
dan kevakuman moral.
5. Faktor iklim penegakan hukum yang tragikomis, dimana
kredibilitas penegak hukum merosot, karena adanya krisis
institusi dan mental dari aparat penegak hukum itu sendiri.
b. Korupsi di Indonesia
Pada 29 November 2002, terbentuklah RUU mengenai
pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang
terdiri atas 12 bab dan 17 pasal didalamnya dan telah disetujui oleh DPR.59 Terbentuknya RUU mengenai pembetukan KPK cukup membantu dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia yang dinilai sebagai salah satu negara
terkorup di dunia. Korupsi di Indonesia semakin menjadi saat negeri ini
beranjak menuju demokratisasi. Pasca lengsernya rezim otoriter Soeharto,
kasus korupsi merebak dimana-mana, dan dilakukan oleh berbagai
kalangan. Semua lembaga pemerintah yang dibentuk untuk kepentingan
publik terjangkiti korupsi.60 Padahal, pembahasan mengenai korupsi sudah dilakukan juga oleh semua kalangan.
59
Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, Membasmi Kanker Korupsi (Jakarta Pusat: T.pn., 2004), h. 211.
60