• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pernikahan dini menurut perspektif pelaku pada masyarakat Desa Kertaraharja Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi dan solusi hukumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pernikahan dini menurut perspektif pelaku pada masyarakat Desa Kertaraharja Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi dan solusi hukumnya"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Astrian Widiyantri NIM: 107044100128

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)

PERNIKAHAN DINI MENURUT PERSPEKTIF PELAKU PADA MASYARAKAT DESA KERTARAHARJA KECAMATAN CIKEMBAR

KABUPATEN SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Astrian Widiyantri NIM: 107044100128

Di Bawah Bimbingan Pembimbing

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA, MM NIP. 195505051982031012

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(3)
(4)

i

KATA PENGANTAR











Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat dan hidayah serta inayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi. Salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada Rasul-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW serta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih atas keterlibatan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Diantara mereka adalah:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA, MM. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum yang sekaligus menjadi dosen pembimbing skripsi ini, yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya serta meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

(5)

ii menyelesaikan studi di kampus ini.

4. Bapak pimpinan dan staf karyawan perpustakaan utama, perpustakaan fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan perpustakaan Iman Jama yang telah membantu dan menyediakan bahan-bahan bacaan untuk penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Enjang, dan Ujang Enoh, Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kertaraharja, yang telah bersedia memberikan data-data kelurahan. Tak lupa kepada narasumber masyarakat Desa Kertaraharja yang telah bersedia memberikan waktunya untuk diwawancarai.

6. Ayahanda Achmad Sobandi, S.Pd dan ibunda Nung S. Nuryati tercinta, yang telah membesarkan dan mendidik ananda dengan limpahan kasih sayang, perhatian yang tulus dan doa, serta kakak-kakak tersayang Afriadi Eka Nanda dan Ardhiansyah Dwi Nanda yang selalu memberikan semangat dan motivasi, serta membimbing penulis hingga mampu untuk menjadi yang terbaik.

7. Rekan-rekan mahasiswa konsentrasi Peradilan Agama B yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis hingga penulis berhasil menyusun skripsi ini.

(6)

iii

Silvy serta sahabat-sahabat se-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala apa yang pernah kalian berikan kepada penulis.

9. Sahabat tersayang Heti Sumiyati yang telah membantu dan menemani penulis dalam mewawancarai narasumber.

10.Exspecially sahabat-sahabat Delima tercinta, yaitu: Desi Amalia, Laila Wahdah, Tajul Muttaqin, Maryam Mahdalina, dan Mariah yang selalu menemani hari-hariku selama kuliah dalam suka dan duka serta memberikan spirit dan pelajaran tentang makna persahabatan, keilmuan, dan pergaulan dalam membentuk kepribadian penulis sehingga menimbulkan kesan tertentu kepada penulis.

Atas segala bimbingan dan bantuan mereka penulis mendoakan semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.

Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak. Segala kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini merupakan keterbatasan penulis. Mudah-mudahan Allah SWT senatiasa memberikan maghfirah dan keridhoannya, Amin.

Jakarta, Juli 2011

Penulis

(7)

v

KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Review Studi Terdahulu ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Batasan Pernikahan Dini ... 10

B. Sebab Terjadi Pernikahan Dini ... 14

C. Batasan Usia Perkawinan ... 22

BAB III POTRET DESA KERTARAHARJA KEC. CIKEMBAR KAB. SUKABUMI A. Sejarah Singkat dan Letak Geografis ... 35

(8)

vi

C. Tradisi Pernikahan Dini dan Solusi yang Ditawarkan ... 42 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 48 B. Saran-saran ... 49

(9)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan (perkawianan) bagi manusia adalah sesuatu yang sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, serta tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syariat agama. Orang yang melangsungkan sebuah pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan nafsu birahinya, melainkan juga untuk meraih ketenangan, ketentraman, dan sikap saling mengayomi antara suami isteri dengan dilandasi cinta kasih yang mendalam.

Untuk mewujudkan perkawinan salah satu syaratnya bahwa para pihak yang akan melangsungkan perkawinan harus telah matang jiwa raganya supaya dapat mewujudkan perkawinan secara baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami isteri yang masih di bawah umur.1

Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Selain itu seorang ibu yang berusia muda sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti dia belum memiliki keterampilan yang memadai untuk mengasuh anaknya sehingga ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya dari pada sifat keibuannya.

1

(10)

2

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa. “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah

mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.”2

Hal ini ditafsirkan bahwa Undang-Undang tidak menghendaki pelaksanaan pernikahan dini, pada prinsipnya hal ini dimaksudkan agar orang yang akan menikah memiliki kematangan berfikir, kematangan jiwa, dan kekuatan fisik yang memadai.

Selain itu secara normatif Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 6 ayat (2) mengisyaratkan usia yang matang dalam perkawinan adalah umur 21 tahun, di mana pasangan calon mempelai yang hendak melangsungkan perkawinan yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua orang tua.3

Di lain pihak walaupun Undang–Undang telah membatasi usia perkawinan, tapi Undang-Undang sendiri telah memberikan kemungkinan untuk melakukan perkawinan di bawah usia ketentuan tersebut, yaitu dengan memberikan dispensasi kawin melalui Pengadilan Agama bagi yang belum memasuki usia kawin. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (2) .”4

(11)

Adanya ketentuan dispensai kawin itu secara otomatis memberikan peluang bagi masyarakat untuk dapat melangsungkan perkawinan pada usia di bawah ketentuan batas minimal yang ditentukan undang-undang itu. Ketidaktegasan Undang-Undang tersebut mengakibatkan Pengadilan Agama masih sering memberi dispensasi untuk anak perempuan di bawah 16 tahun melakukan pernikahan.

Menurut pengamatan sementara penulis, di Desa Kertaraharja Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi yang merupakan daerah pedesaan dengan mayoritas penduduknya melangsungkan perkawinan pada usia yang relatif muda, yaitu mulai di bawah usia minimal menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sampai tentang batas usia dewasa anatara 16-21 tahun bagi wanita dan antara 19-21 tahun bagi pria, di mana masalah kesiapan jiwa dan mental kurang begitu diperhatikan, bahkan tidak memperhatikan kesiapan ekonomi yang seringkali merupakan sebab pecahnya sengketa dalam rumah tangga. Karena merupakan kebanggaan bagi orang tua jika puteri mereka menikah pada usia dini dengan dalih bahwa puterinya banyak yang menyukai, sedangkan aib bagi orang tua jika anak gadisnya menikah di atas usia 18 tahun.

(12)

4

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas maka penulis akan membatasi permasalahan ini pada “Pernikahan Dini Menurut Perspektif Pelaku Pada Masyarakat Desa Kertaraharja Kecamatan Cikembar

Kabupaten Sukabumi”

2. Perumusan masalah

Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal

7 ayat (1) .”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur

19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.” Namun pada

kenyataannya di Desa Kertaraharja Kec. Cikembar Kab. Sukabumi banyak masyarakat yang melaksanakan pernikahan di bawah umur. Di daerah tersebut pernikahan di bawah umur merupakan suatu hal yang lumrah dikarenakan adanya kekurang pahaman akan Undang-Undang tersebut serta kebiasaan masyarakat di sana yang menikahkan anaknya setelah usia baligh.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam bentuk beberapa pertanyaan:

a. Apakah motif yang mendukung terjadinya pernikahan dini pada masyarakat?

b. Apakah faktor pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi turut berperan terhadap persepsi para pelaku pernikahan dini dalam bertindak ?

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitiaan

Dengan menganalisis latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan :.

a. Mengetahui motif apa saja yang mempengaruhi persepsi para pelaku nikah dini.

b. Mengetahui apakah faktor pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi mempengaruhi persepsi para pelaku nikah dini.

c. Mengetahui langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi nikah dini.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dapat memberikan informasi dan gambaran yang komprehensif serta sistematis seputar pernikahan dini dan segala bentuk permasalahannya terutama yang berkaitan dengan para pelakunya.

b. Menambah literatur kajian tentang wacana tersebut dalam menyikapi pernikahan dini.

D. Review Study Terdahulu

(14)

6

Penulis mengambil beberapa skripsi dan wacana tersebut untuk di jadikan sebagai bahan perbandingan. Diantaranya adalah:

1. Pengaruh pernikahan di bawah umur terhadap pembentukan keluarga sakinah (Study kasus kecamatan Cakung Jakarta Timur)

Oleh: Maruti, SJAS 2008 skripsi ini membahas mengenai batas usia pernikahan dan implikasinya terhadap pembentukan keluarga sakinah.

Perbedaannya dalam skripsi yang penulis buat lebih memfokuskan kepada motif apa yang mempengaruhi para pelaku melakukan pernikahan di bawah umur.

2. Pernikahan di bawah umur akibat hamil di luar nikah (study kasus di desa Pulo Timaha Babelan Bekasi)

Oleh: Munawwaroh, SAS 2006 skripsi ini memaparkan gambaran umum tentang pernikahan di bawah umur dan kawin hamil menurut Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Berbeda dengan skripsi di atas, skripsi yang penulis buat ini memang berkaitan dengan pernikahan dini, namun lebih menitik beratkan kepada persepsi para pelaku nikah dini tentang pernikahan di bawah umur itu sendiri juga faktor yang menyebabkan mereka melakukan hal tersebut.

E. Metode Penelitian

(15)

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala dalam kehidupan manusia.5

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam suatu individu, kelompok, institusi atau masyarakat tertentu tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor atau interaksi-interaksi sosial yang terjadi di dalamnya.6

2. Lokasi Penelitian

Desa Kertaraharja Kecamatan CiKembar Kabupaten Sukabumi. 3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat.7 Data ini meliputi interview dengan beberapa pelaku pernikahan dini, orang tua, pejabat KUA yang dianggap berperan dalam menikahkan para pelaku, kepala Desa, dan tokoh masyarakat setempat.

5

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hl. 20

6

Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 36

7

(16)

8

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara membandingkan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah

Al-Qur’an, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam (KHI), serta peraturan-peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan cara: a. Wawancara (Interview), yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu.8 Dalam hal ini, penulis mengadakan wawancara dengan informan yaitu: para pelaku pernikahan di bawah umur, orang tua, pejabat KUA, kepala Desa dan tokoh masyarakat setempat.

b. Dokumenter dan bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian. 5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan hasil wawancara yang diperoleh. Sehingga didapat suatu

8

(17)

kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.

6. Teknik Penulisan

Data penulisan proposal skripsi ini, penulis mengacu kepada buku pedoman Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memebagi sistematika penulisan skripsi ini ke dalam lima bab:

Bab Pertama pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review study terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua menjelaskan tentang batasan pernikahan dini, sebab terjadi

pernikahan dini dan batasan usia perkawinan.

Bab Ketiga menjelaskan sejarah singkat dan letak geografis, demografi

masyarakat serta tradisi perkawinan dini dan solusi yang ditawarkan.

Bab Keempat Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran kemudian

(18)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Batasan Pernikahan Dini

Pernikahan Dini adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu calon mempelai atau keduanya yang belum memenuhi syarat umur yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) :

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas)

tahun.”1

Namun apabila dianalisis lebih lanjut, kondisi perkawinan di Indonesia secara umum dapat dikategorikan mempunyai pola perkawinan muda. Usia muda global dimulai umur 12 sampai sekitar umur 21 tahun.2 Jadi perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilaksanakan dimana kedua mempelai atau salah satunya berusia 12 tahun dan yang berakhir sampai 21 tahun.

Hukum Islam sendiri tidak menetapkan dengan tegas batas umur dari seseorang yang telah sanggup untuk melangsungkan perkawinan. Al-qur’an dan hadits hanyalah menetapkan dengan isyarat-isyarat dan tanda-tanda saja. Terserah

1

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, (Bandung: Fokusmedia, 2005) h.4

2

(19)

kaum muslimin untuk menetapkan batas umur yang sebaiknya untuk melangsungkan perkawinan sesuai pula dengan isyarat-isyarat dan tanda-tanda yang telah ditentukan itu, dan disesuaikan pula dengan keadaan setempat dimana hukum itu akan diundangkan, diantara syarat-syarat dan tanda-tanda yang dimaksud ialah:3 Kitab, dalam Al-qur’an dan hadist ditunjukan kepada orang-orang mukallaf, termasuk didalamnya Kitab yang berhubungan dengan perkawinan. Tanda-tanda orang mukalaf itu ialah sebagai mana yang disebutkan dalam hadits Nabi di bawah ini:4

Artinya: Bersabda Rasulallah saw: diangkat hukum dari tiga perkara yaitu dari orang tidur hingga bangun, dari anak-anak hingga bermimpi/baligh, dan orang yang gila hingga sembuh (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, dan

Nasa’i)

Menurut hadits di atas ada tiga macam tanda-tanda orang mukalaf yaitu orang yang bangun, orang yang telah baligh, dan orang sehat atau tidak gila. Jadi individu yang diperintahkan kawin ialah orang yang telah berumur sedemikian rupa sehingga sanggup melakukan hubungan suami istri, memperoleh keturunan dan telah memiliki tanggung jawab.

3

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet ke-3, h. 40-41.

4

(20)

12

Selanjutnya, dalam Al-qur’an disebutkan tentang cukup umur untuk kawin, dengan kata rusyd (cerdas).Firman Allah dalam Al-qur’an :

4

6

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka

harta-hartanya…” (Q.S. An Nisa/4:6)

Menurut ulama Ushul Fiqh, kalimat “cukup umur” pada ayat diatas menunjukan seseorang telah bermimpi dengan mengeluarkan mani untuk pria dan haid untuk wanita. Orang yang seperti ini telah dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum sehingga seluruh perintah dan larangan syara’ dapat ia pikirkan dengan sebaik-baiknya dan dapat ia laksanakan dengan benar.

Adanya pembatasan usia pernikahan ini sangat perlu karena perkawinan usia muda tentulah membawa dampak yang tidak sedikit, terbagi menjadi 3 yaitu:5

1) Kesehatan

Meskipun dalam usia 10-16 tahun petumbuhan sudah memberikan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual, namun dibalik itu dijumpai efek yang membahayakan bagi pasangan usia muda. Kawin pada usia ini memberikan peluang kepada wanita belasan tahun untuk hamil dengan resiko

5

(21)

tinggi. Pada kehamilan usia belasan tahun komplikasi pada ibu dan anak seperti pendarahan yang banyak, kurang darah, keracunan, hamil prelamsia dan ekslamsia lebih sering terjadi pada ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur 20-30 tahun.6 2) Demografi

Pada akhir-akhir ini muncul suatu kekhawatiran pemerintah terhadap pesatnya laju pertumbuhan penduduk, sedang lahan yang tersedia tetap, tidak bertambah, terutama di perkotaan. Akibatnya munculah beberapa masalah kehidupan seperti kepadatan penduduk, banyaknya pengangguran, timbulnya kenakalan remaja karena banyaknya anak putus sekolah, dan lain-lain. Ledakan penduduk juga mempengaruhi sistem perekonomian dan kesejahteraan hidup. Lebih jauh dari itu, secara makro akan menghambat proses pembangunan bangsa.7

3) Sosio Kultural

Usia remaja merupakan masa yang paling indah bagi setiap orang, pada usia remaja ini umumnya orang sedang melampaui masa penuh idealisme, penuh harapan, dan angan-angan tinggi. Bila tiba-tiba seorang remaja terpaksa atau membatasi kebebasan pribadi, dimana seseorang tidak dapat seperti ketika masih sendirian karena perubahan setatus yang disandang, menjadi suami atau isteri.

6

Ibid., h.81.

7

(22)

14

Bila ditinjau dari sudut sosiokultural pada umumnya perubahan status ini, khususnya bagi seorang isteri harus diantisipasi dengan baik pada saat memasuki lingkungan sosial perkawinan seperti mengurus rumah tangga dan membesarkan anak-anak. Usia yang terlalu muda bisa mengakibatkan tidak hadirnya unsur yang disebutkan dalam Al-qur’an, yaitu hidup dalam ketentraman.8

B. Sebab Terjadi Pernikahan Dini

Pernikahan dini masih tetap saja terjadi terutama dikalangan mayarakat pedesaan atau pinggiran kota. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Faktor Psikologis

Menurut teori psikologis masa remaja bergerak antara umur 13 sampai dengan umur 18 tahun, dengan dimungkinkannya terjadi percepatan sehingga masa remaja datang lebih awal. Percepatan ini disebabkan oleh stimulasi sosial melalui pendidikan yang lebih baik, lingkungan sosial yang lebih mendewasakan, serta rangsangan-rangsangan media masa, terutama media masa audio visual. Pada usia 18 sampai 22 tahun, seseorang berada pada tahap perkembangan remaja akhir. Jika perkembangan remaja berjalan dengan normal seharusnya sudah menjadi dewasa yang selambat-lambatnya berusia 22 tahun, seseorang berada pada tahap perkembangan remaja akhir. Tugas

8

(23)

perkembangan adalah segala hak yang harus dicapai individu pada suatu tahap perkembangan. Keterlambatan memenuhi tugas perkembangan membuat perkembangan individu senantiasa terbebani secara pisik dan psikis untuk memenuhi tugas perkembangan dari tahap sebelumnya yang belum terealisasikan dengan baik.

M. Fauzil Adhim mengemukakan bahwa perkawinan remaja merupakan pilihan terbaik untuk menciptakan pergaulan yang baik dan sehat, karena mencegah bahaya harus didahulukan ketimbang mengambil manfaat. Penundaan usia perkawinan memang banyak dan tidak dapat dibantah, tetapi jika kawin sangat diperlukan untuk mengatasi bahaya, lebih baik pencegahan bahaya itu didahulukan dan agama memang membenarkannya.9

Sarlito Wirawan seperti dikutip M.Fauzil Adhim menyatakan bahwa kawin muda masih banyak yang merasa asing terutama pernikahan pada saat kuliah. Tanpa memikul tanggung jawab dalam kuliah saja banyak kuliahnya terkatung-katung apalagi pada saat kuliah harus memikirkan keluarganya. Pernikahan dapat berpengaruh pada aspek, yaitu perasaan tentang diri (sense of self), dan kesejahteraan jiwa (wellness). Selanjutnya Zimbargo dan Gerrig

seperti dikutipkan M.Fauzhi Adhim menyatakan bahwa kesejahteraan jiwa merujuk pada kondisi kesehatan jiwa yang optimal sehingga membentuk kemampuan untuk memfungsikan diri secara penuh dan aktif melampaui

9

(24)

16

ranah fisik intelektual, emosional, spiritual,sosial dan lingkungan dari kesehatan.10

2. Faktor Biologis

Diantara kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan biologis, yaitu kebutuhan laki-laki dan perempuan terhadap lawan jenisnya melalui pernikahan dan pergaulan. Dilihat dari tercipta dan terwujudnya manusia, maka tidak dapat diragukan bahwa diharapkan dapat melangsungkan keturunan. Allah telah menganugrahkan kepadanya potensi syahwat dan keinginan menikah sebagai sarana melestarikan kelangsungan wujud manusia. Kelangsungan alamiah ini tidak akan mengalami benturan kecuali dengan perbuatan zina, perbuatan yang terkuat untuk menghalangi terwujudnya rumah tangga. Zina merupakan penyebab manusia untuk melangsungkan pernikahan dan mengarahkan potensi syahwatnya kepada perzinahan yang dapat membawa manusia kepada kehancuaran rumah tangga serta putusnya keturunan.

Sementara itu, perkawinan melahirkan begitu besar tanggung jawab dan kewajiban bagi suami isteri. Tanggung jawab dan kewajiban yang belum mampu ditanggung seorang remaja putera dan puteri, meskipun mulai merasakan dorongan seksual dimasa puber. Akibat yang muncul pada saat ini adalah makin memanjangnya rentan waktu anatara masa puber yang alami dan kematangan sosial, ketika seseorang menjadi mampu untuk membangun

10

(25)

rumah tangga. Seorang murid dari pendidikan sekolah dasar, kemudian sekolah menengah dan sampai jenjang perguruan tinggi, jika tanpa terputus baru berusia 25 tahun ia selesai, itupun masih mempersiapkan diri menghadapi perkawinan. Hal yang sama berlaku pada remaja puteri yang hendak menempuh jenjang pendidikan yang sama. Dalam perakteknya tidak dimungkinkan bagi remaja putera yang berusia 18 tahun dan remaja puteri yang berusia 16 tahun untuk membebani tanggung jawab perkawinan permanen dan menempuh kehidupan dengan semakin banyak tugas dan kewajiban terhadap pasangan masin-masing, dan juga terhadap anak-anak mereka.11

3. Faktor Adat dan Budaya

Maksud adat dan budaya adalah, adat dan budaya perjodohan yang masih umum dan terjadi dibeberapa daerah Indonesia. Dimana anak gadis sejak kecil telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya, dan segera dinikahkan sesaat setelah anak menstruasi. Umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Dengan demikian dapat dipastikan anak tersebut dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum pernikahan yang diamanatkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu diperbolehkannya seorang perempuan menikah apabila telah mencapai

11

(26)

18

umur 16 tahun.12 Pada masyarakat betawi misalnya, mengawinkan seorang anak merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Para orang tua akan merasa malu bila anaknya tidak kunjung mendapatkan jodoh. Karena ada anggapan

bahwa seorang anak perempuan akan menjadi “ Perawan Tua” apabila setelah

meningkat remaja belum juga dikawinkan, begitu juga dengan anak laki-lakinya akan menjadi “Perjaka Tua” Meskipun usia anak-anak mereka masih di bawah batas usia yang diizinkan dalam Undang-Undang Perkawinan.13 4. Agama

Adanya penafsiran yang salah dalam menjalankan ajaran agama, ini terutama terjadi dikalangan masyarakat yang mempunyai fanatisme yang tinggi terhadap ajaran suatu agama, sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadist Rasulallah SAW yang diriwiyatkan oleh Muttafaq alaih :

Artinya: Dari Ibnu Mas”ud seraya berkata, Rasulullah saw bersabda: Hai golongan pemuda! Bila diantara kamu ada yang sudah mampu kawin hendaklah ia kawin, karena nanti matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara. Dan bilamana ia belum mampu kawin, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat

pengebiri”.(Muttafaq „alaih).14

12

Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata Keluarga Islam Indonesia, (Yogyakarta: Academia+Tazzafa, 2009), h. 387.

13

Fatimatuzzahra, Implikasi Nikah di Bawah Umur Terhadap Hak-hak Reproduksi Perempuan, (Skrpsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 1430H/2008), h.44.

14

(27)

Biasanya yang menjadi salah tafsir dalam hadist tersebut di atas, yaitu kata mampu, dimana masih banyak yang mengartikan kata mampu hanya dari segi seksualitas saja, sehingga merasa mampu untuk kawin jika sudah ada merasakan adanya rangsangan seksualitas. Padahal yang dimaksud mampu dalam kejiwaan adalah mampu dalam akal pikiran (dewasa), mampu dalam ekonomi, materil, dan mampu menegakan ajaran agama dalam kehidupan berumah tangga antara suami, isteri, anak-anak, keluarga, dan masyarakat.

Juga kehawatiran orang tua jika anaknya menjalin hubungan dengan lawan jenis tanpa ikatan nikah, termasuk zina yang sudah jelas melanggar ajaran agama. Dalam rangka mencegah dari pelanggaran inilah muncul nikah dini agar mereka terhindar dari perbuatan zina tersebut. Walaupun pada dasarnya si anak yang belum berusia 16 tahun mungkin masih bebersedia menunggu sampai usia 16 tahun,akan tetapi karena khawatir melakukan perbuatan zina maka orang tua bersikukuh untuk menikahkanya.15

5. Faktor Ekonomi

Alasan ekonomi sebagai faktor nikah dini dapat dilihat minimal dari dua bentuk. Pertama, ekonomi orang tua yang tidak mendukung anak sekolah. Akibatnya kondisi tersebut menyebabkan anak usia dini tidak melakukan kegiatan apa-apa. Banyak hal karena pertimbangan ekonomi, mereka melakukan pekerjaan sebisanya, walaupun hasilnya kecil dan sifatnya kasar.

15

(28)

20

Bagi anak perempuan lebih banyak yang memilih untuk menikah, hal ini karena dorongan dari orang tua. Terlebih lagi ada semacam anggapan, bahwa sekolah pun tidak ada gunanya, karena bagi anak wanita tetap saj kembali ke dapur.16

Kedua, alasan ekonomi orang tua menjadikan anak sebagai tumbal untuk menyelesaikan, khususnya anak perempuan. Bentuknya dapat berupa anak gadis sebagai pembayar hutang. Misalnya apa yang dicatat Pengadilan Agama bantul masih banyak kasus dimana anak gadis menjadi pembayar bagi orang tua yang terlilit hutang dan tidak mampu melunasi. Dengan menikahkan anak tersebut dengan si piutang, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.17

6. Faktor Sosial

Faktor sosial yang di maksud dapat menyebabkan terjadinya kawin muda adalah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Rasul SAW, telah melakukan preventif untuk mencegah hal-hal negatife yang terjadi dalam pergaulan bebas antara pria dan wanita, Sabda Rasulallah SAW:

16

Mudzakaroh Al-Azhar, Tentang Perkawinan di Bawah Umur, Panji Masyarakat, XXVII, 447 (Agustus,1985) h.62.

17

(29)

Artinya: ”Qutaibah ibn sa-id menceritakan kepada kami, sufyan menceritakan

kepada kami dari amru dari ba’dad dari ibnu abbas berkata:aku

mendengar Rasulallah SAW bersabda: jangan laki-laki dan perempuan berdua-duaan, dan janganlah perempuan bepergian tanpa kecuali ditemani mukhrimnya. Maka seorang laki-laki berdiri:”yah Rasulallah isteriku mau pergi haji sedangkan aku mempunyai

kewajiban untuk berperang. Rasulallah bersabda:”pergilah haji bersama isterimu.” (HR.Ibnu Abbas).18

Berdasarkan hadist di atas Rasulallah sangat melarang laki-laki dan perempuan berduaan di suatu tempat atau ruangan tertentu, karena akan menimbulkan fitnah diantara keduanya. Hadis ini menggambarkan kehidupan Rasulallah yang melarang memandang wanita, menganjurkan memakai jilbab, dan melarang berduaan disuatu tempat antara pria dan wanita yang bukan muhrim.

Dalam kehidupan sosial, media masa ikut berperan dalam memicu pernikahan di bawah umur, beredarnya VCD porno bagaikan kacang goreng, poster-poster film, tabloid dan majalah yang merangsang disetiap sudut kota, suguhan sinetron, dan iklan yang mengarah kepada sek bebas.19

Perkawinan usia muda tidak hanya terjadi di desa-desa, tetapi juga di kota-kota dengan sebab yang sama, terlebih lagi di kota besar dewasa ini sering terjadi perkawinan di bawah umur karena kecelakaan (zina) atau si gadis

18

. Imam Al bukhari, Shohih Bukhari: Kitab Al-Jihad wa Al-Sair, (Beirut: Dar Al-Fikr), jilid IV, h.172.

19 Inna Mutmainnah,”

(30)

22

dilarikan pacarnya. Jadi perkawinan hanya sebagi usaha menutupi aneka macam kemesuman karena kebebasan pergaulan.20

Selain faktor-faktor tadi yang disebutkan, juga ada sebab lain sebagai pendorong untuk memberikan peluang dan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada remaja untuk menikah dini adalah adanya dispensasi dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat ( 2) . Karena walaupun ada batasan tentang usia minimal yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita, tetapi ada kebolehan (dispensasi) bagi yang belum mencapai usia tersebut. Dispensasi ini secara prosedural sangat mudah didapat dan sedikitpun tidak ada kesulitan dalam pengurusannya. Tidak ada satupun pemikiran bagi masyarakat bahwa batasan usia dalam perkawinan sebetulnya memiliki ketentuan tanpa memiliki kewenangan. Selain masih banyak terjadi pernikahan dini ada yang lebih tragis lagi yaitu pemalsuan umur, seperti: anak gadis baru berusia 14 tahun atau 15 tahun diakui sudah 16 tahun, atau anak laki-laki baru usia 17 atau 18 tahun diakui sudah 19 tahun, supaya bisa melakukan perkawinan.21

C.Batasan Umur Perkawinan

Sebelum perkawinan dilakukan, tentunya persyaratan untuk dapat melangsunkan perkawinan harus dipenuhi. Misalnya tentang ketentuan batas usia

20

Aisyah Dahlan, Persiapan menuju perkawinana yang Lestari, (Jakarta: PT. Putaka Antara, 1996), h. 39.

21

(31)

minimum untuk menikah sangatlah penting. Karena perkawinan seharusnya dilakukan oleh mereka yang sudah cukup umur dan matang dilihat dari segi biologis, psikologis, dan ekonomi. Maka dari itu perlu diatur mengenai batas umur dalam perkawinan, dan batasan tersebut dibagi kedalam tiga bagian yaitu sebagai berikut:

1. Batas Umur Dalam Perundangan

Umur minimal boleh kawin menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah 19 tahun bagi pria dan enam 16 tahun bagi wanita. Seperti disebutkan pada Pasal 7 ayat (1),” Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita

sudah mencapai 16 (enam belas) tahun.”

Di samping itu, bagi calon yang belum mencapai umur 21 tahun diharuskan mendapat izin dari kedua orang tua atau pengadilan, seperti disebutkan pada Pasal 6 ayat (2) dan (5) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun isi ayat (2):” Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua.” Sedang isi ayat (5) adalah:

“Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

(32)

24

orang tersebut dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini”.22

Dengan demikian, apabila izin tidak didapatkan dari orang tua, pengadilan dapat memberi izin.23

KUHPerdata dalam pasal 29 menentukan, setiap laki-laki yang belum berusia 18 tahun penuh dan wanita belum berusia 15 tahun penuh, tidak diperbolehkan mengadakan perkawinan namun bila ada alasan-alasan penting Presiden dapat menghapuskan larangan-larangan itu dengan memberikan dispensasi.24

Sementara di dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 15 ayat (1) untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni calon suami kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.25 Sedangkan dalam UU No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak sebagai instrument HAM juga tidak menyebutkan secara eksplisit tentang usia minimum menikah selain menegaskan bahwa anak

22

Kumpulan Perundang-Undangan (memuat) NTCR, (Bandung: CV madani,2007)

23

Watjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta:Balai Aksara,1987) h.26.

24

R.Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya paramita, 2006)Cet.Ke-37. h. 540.

25

(33)

adalah mereka yang berusia dibawah 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan seorang ibu.26

Bagi orang yang belum mencapai umur minimal tersebut ada kemungkinan melangsungkan perkawinan dengan syarat dispensasi dari pengadilan atu pejabat lain, seperti disebutkan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (2) ,”Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak

wanita.”27

Dari ketentuan tersebut di atas bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa Undang-undang telah memberikan batasan usia minimum untuk dapatnya seseorang melangsungkan perkawinan secara pasti. Bertujuan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak-anak, agar pemuda pemudi yang akan menjadi suami isteri benar-benar telah matang jiwa raganya untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Begitu pula dimaksudkan untuk dapat mencegah terjadinya perceraian muda, dan agar dapat membenihkan keturunan yang baik dan sehat, serta tidak berakibat laju kelahiran yang lebih tinggi sehingga mempercepat pertambahan penduduk.

26

Undang-undang RI No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, (Jakarta: Trinity, 2007), Cet.Ke-1.h.3.

27

(34)

26

2. Batas Umur Dalam Hukum Adat

Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas umur untuk melangsungkan perkawinan. Hal mana berarti hukum adat membolehkan perkwinan semua umur. Dalam rangka memenuhi maksud Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai perizinan orang tua terhadap perkawinan dini, yang memungkinkan timbul perbedaan pendapat adalah dikarenakan struktur kekerabatan dalam masyarakat adat yang satu dan yang lain berbeda-beda, ada yang menganut kekerabatan patrielieneal, matrilineal, dan parental yang satu dan lai dipengaruhi pula oleh bentuk perkawinan yang berlaku.28

Di masa lampau sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sering terjadi perkawinan yang disebut “kawin gantung” (perkawinan yang ditangguhkan pencampuran sebagai suami isteri) kawin antara anak-anak dan anak perempuan yang belum baligh (dewasa) dengan laki-laki yang sudah dewasa atau sebaliknya perempuan yang sudah dewasa dengan laki-laki yang masih anak-anak.

Kedewasaan seseorang di dalam hukum adat diukur dengan tanda-tanda bangun tubuh, apabila anak wanita sudah haid, buah dada sudah menonjol, berarti ia sudah dewasa. Bagi anak pria ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun tubuh, sudah mengeluarkan air mani atau sudah mempunyai nafsu seks. Jadi bukan diukur dengan umur karena orang tua di masa lampau

28

(35)

kebnayakn tidak mencatat tanggal lahir anak-anaknya karena kebanykan buta huruf.29

3. Batas Umur Dalam Hukum Islam

Secara umum dapat dikatakan bahwa imam mazhab (fikih konvensional) membolehkan nikah dini. Yaitu laki-laki dan perempuan yang masih kecil dan pada umumnya zaman dahulu para ulama membolehkan seorang bapak sebagai wali mujbir mengawinkan anaknya laki-laki atau perempuan yang masih gadis dan masih di bawah umur tanpa meminta persetujuan anaknya terlebih dahulu baik kebolehan tersebut dinyatakan secara

jelas seperti ungkapan” boleh terjdi pernikahan antara laki-laki yang masih

kecil dan perempuan yang masih kecil” atau “boleh menikahkan laki-laki yang

masih kecil dan perempuan yang masih kecil”. Sebagimana pendapat Ibnu al

Humam yang dikutip oleh Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar fikih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan.30

Ibn al-Mundzir menganggap bolehnya pernikahan dini sebagai ijma kalau memang kuf (sekufu). Dalil yang dipakai mayoritas ulama ini ada banyak, salah satunya adalah nikahnya Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah

29

Ibid.h.50.

30

(36)

28

sewaktu masih berumur 6 tahun.31 Jadi Islam secara tegas tidak menentukan batas minimal kapan seseorang boleh melangsungka perkawinan. Sekalipun hukum Islam tidak membatasi usia minimal untuk dapat melangsunkan perkawinan, namun hukum Islam menyatakan bahwa seseorang baru dikenakan kewajiban melakukan pekerjaan atau perbuatan hukum apabila telah mukallaf, untuk itu Allah berfirman dalam QS. An-Nisa (04):6.

4

6

Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).

Ketika menafsirkan ayat ini, Hamka mengatakan bulugh al nikah itu diartikan dengan dewasa. Kedewasaan itu bukanlah bergantung kepada umur, tetapi kepada kecerdasan atau kedewasaan pikiran. Karena ada juga anak usianya belum dewasa, tetapi ia telah cerdik dan ada pula seseorang usianya

31

(37)

telah agak lanjut, tetapi belum matang pemikirannya.32 Batas umur minimal tidak terdapat dalam berbagai mazhab secara konkrit yang dinyatakan dalam bilangan angka, yang terdapat pernyataan istilah baligh sebagai batas minimalnya. Para ulama mazhab sepakat haidh dan hamil merupakan bukti ke baligh-an seorang wanita. Hamil terjadi karena pembuahan ovum oleh sperma, sedangkan haidh kedudukannya sama dengan mengeluarkan sperma bagi laki-laki.

Dalam hal menentukan kedewasaan dengan umur terdapat beberapa pendapat diantaranya:

a. Menurut Ulama Syafi’iyah dan hanafiyah, menentukan masa dewasa itu mulai usia 19 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita. Sedangkan Imam Malik menetapkan 18 tahun, baik laki-laki maupun wanita.33

b. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menentukan bahwa masa dewasa itu mulai umur 15 tahun, meskipun mereka dapat menerima kedewasaan dengan tanda-tanda di atas, tetapi karena tanda-tanda-tanda-tanda itu datangnya tidak sama untuk semua orang, maka kedewasaan ditentukan dengan umur. Disamakannya masa kedewasaan untuk pria dan wanita adalah karena kedewasaan itu ditentukan

32

Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:Pustaka panji Mas,1983), Juz IV, h266.

33

(38)

30

dengan akal, dengan akal maka terjadi taklif, dan karena akal pulalah adanya hukum.34

c. Yusuf Musa mengatakan bahwa usia dewasa itu setelah seseorang berumur 21 tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern ini orang melakukan persiapan matang, sebab mereka masih kurang pengalaman hidup dan masih dalam proses belajar. Namun demikian kepada mereka dapat diberikan beberapa urusan sejak usia 18 tahun.35

d. Sedangkan Majlis Ulama Indonesia (MUI) hanya memberikan dua kriteria sebelum melangsungkan perkawinan yakni secara spiritual dan material. Secara spiritual agar di dalamnya diperoleh ketenangan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan berkembangnya cinta dan kasih sayang. Adapun secara material merupakan kesanggupan membayar mahar dan nafaqah.36

Dengan melihat ketentuan seperti itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat melaksanakan perkawinan baik pria maupun wanita harus dewasa dan cakap hukum dalam artian matang secara biologis, psikologis, dan ekonominya. Di samping itu dilihat dari salah satu tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah membentuk rumah tangga yang damai, tentram dan kekal

34

Ibid.,h.70.

35

Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1975) ,Jilid 2, h.20.

36

(39)

maka hal ini tidak mungkin tercapai apabila pihak-pihak yang melaksanakan perkawinan belum dewasa dan belum matang jiwanya.

Selain dari mayoritas ulama fiqih yang membolehkan perkawinan dalam usia muda, ada juga yang mengatakan bahwa perkawinan gadis di usia muda itu tidak sah atau dilarang. Menurut para ulama perkawinan dini antara Aisyah binti Abu Bakar dengan Nabi Muhammad SAW yang sudah jauh lebih dewasa tidak dapat dijadikan dalil umum. Begitu pula halnya dengan Nabi sampai beristri 10 wanita, termasuk isterinya yang bukan orang Arab (Ajam) yaitu Jariyah dari Mesir bernama Mariyah (Baswedan), tidak bisa dijadikan dalil umum. Oleh karena sifatnya yang khusus, hampir semua isteri Nabi adalah janda kecuali Aisyah, dan semuanya mempunyai latar belakang sejarah dengan perjuangan Islam dimasa permulaan.37

Seperti pendapat dari Ibnu Syubrumah, beliau menyatakan beberapa alasan, diantaranya hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim.

Artinya: “Dari Abu Hurairah, Ia berkata,” Rasulallah Saw. Telah bersabda,”

Perempuan janda janganlah dinikahkan sebelum diajak

bermusyawarah, dan perawan sebelum diminta izinnya.’ Sahabat

-sahabat lalu bertanya,’ Bagaimana cara izin perawan itu, ya

Rasulullah?’ Jawab beliau,’ Diamnya tanda izinnya,” (Riwayat

Muttafaq’alaih)

37

(40)

32

Hadist ini mewajibkan wali termasuk bapak untuk meminta izin dari anak gadisnya sebelum berlangsung akad nikahnya. Oleh karena sahnya akad nikah tergantung pada izin sedangkan izin dari orang tua atau gadis yang belum dewasa tidak dianggap, maka wajiblah atas wali menunggu sampai anak gadisnya dewasa untuk mendapatkan izinnya. Dalil ini kita kemukakan sebagai alasan Ibnu Syubrumah menurut riwayat Ibnu Hazam. Sedangkan pendirian Ibnu Syubrumah sendiri menurut at-Thahawi, dalil yang harus kita kemukakan adalah sebagai berikut: tujuan utama dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan dan memlihara diri dari kemaksiatan. Cara mendapatkan keturunan dan memelihara tentulah dengan jalan persetubuhan, sedangkan maksud utama ini hanya dapat dilakukan terhadap gadis yang usianya telah memungkinkan untuk disetubuhi.

Lebih lanjut Ibnu Syubrumah dan al Batti berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Peunoh Daly dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi perbandingan dalam kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, bahwa tidak sah sama sekali mengawinkan anak yang masih kecil. Akad nikah yang dilakukan oleh wali sebagai ganti dari anak yang masih kecil itu dianggap batal. Penulis menyatakan bahwa hikmah hukum perkawinan dalam Islam memperkuat pandangan Ibnu Syubrumah, karena tidak ada kemaslahatan bagi anak kecil dalam perkawinan yang serupa itu (perkawinan dini), bahkan akan mendatangkan kemudharatan.38

38

(41)

Selain dari pada pendapat Ibnu Syubrumah ada juga dalil-dalil syar’i lainnya yang dapat menunjukan isyarat untuk kedewasaan seseorang sebelum melakukakan suatu perkawinan. Dalil-dalil hukum itu diantaranya:

1. Saad Adz-Dzari’ah, artinya melaksanakan suatu perbuatan yang semula mengandung kemaslahatan menuju pada suatu kerusakan (kemafsadatan), dimana menutup jalan yang bisa membawa mala petaka, karena kawin dini bisa membawa malapetaka bagi keluarga dan akibat-akibat lainnya yang negatif maka wajib menghindari dengan jalan menunda perkawinan”.39 2. Kaidah-kaidah dalam fiqhiyah antara lain.40

a.

Artinya: ”Mudharat atau malapetaka itu harus dihilangkan,”

Karena nikah dini membawa mudharat baik kepada dirinya, keluarga maupun kepada masyarakat, maka sebaiknya nikah dini harus dihindari

b.

Artinya: “Menghindari mafsadat atau kerusakan harus didahulukan dari

pada mencari maslahat atau kebaikan.”

Kawin dini mungkin adapula manfaat atau maslahatnya, namun mudharat atau resiko jauh lebih besar dari pada manfaat atau kebaikannya. Oleh karena itu,

39

Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung . CV. Pustaka Setia, 1999), Cet.Ke-1. h.132.

40

(42)

34

sudah seharusnya kawin dini itu ditunda sampai orang itu cukup dewasa dan matang fisik, fsikis dan mentalnya.

Dengan memperlihatkan argumen-argumen yang telah disampaikan oleh para ulama tersebut di atas, baik yang memperbolehkan perkawinan seorang gadis yang belum dewasa dan yang tidak memperbolehkannay maka penulis cenderung untuk tidak memeperbolehkannya karena perkawinan sebagai akad istimewa (mitsaqon ghalidhon) seharusnya memenuhi syarat sebagai sesorang yang mampu bertindak hukum sama sekali yaitu seseorang yang sudah dewasa dan berakal sehat dan ini sejalan dengan apa yang disebut dalam surat al-Nisa (4) ayat 6. Kemudian jika dikaitkan dengan pencapaian tujuan perkawinan menurut Islam adalah untuk membentuk/melahirkan keluarga bahagia (sakinah). Membentuk keluarga bahagia ini sekaligus sebagai tujuan pokok, adapun tujuan pokok perkawinan adalah pemenuhan kebutuhan biologis antara suami dan isteri seperti tujuan reproduksi menjaga kehormatan dan tujuan beribadah juga tujuan lainnya.

(43)

35

CIKEMBAR KABUPATEN SUKABUMI

A. Sejarah Singkat dan Letak Geografis

Desa Kertaraharja adalah salah satu Desa di wilayah Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi, merupakan hasil pemekaran dari Desa Parakanlima 1 pada tanggal 24 Februari 1984 yang terletak di Jalan Pelabuhan 11 Km.12,5 Sukabumi.

Nama “Kertaraharja” berasal dari kata “Kerta” dan “Raharja” yang artinya“aman,

tentram, dan makmur” sebagai pengganti nama kampung Pangleseran yang

terletak di jalur protokol antara Sukabumi-Pelabuhanratu dengan nama jalan Palabuhan II, kampung Pangleseran bertepatan dengan simpang tiga menuju wilayah Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi.

Batas Wilayah :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bojong

b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sirnaresmi Kec.Gunungguruh c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Parakan Lima, dan

d. Sebelah barat berbatasan dengan Parakan Lima dan Bojong

(44)

36

Pemanfaatan lahan dan penggunaan tanah adalah sebagai berikut:

TABEL III.1

Pemanfaatan Lahan dan Tanah Desa Kertaraharja

No Lahan dan Tanah Desa Jumlah Kemudian sumber kekayaan desa adalah sebagai berikut :

TABEL III.2 Sumber kekayaan Desa

No Sumber Kekayaan Desa Jumlah

1. Tanah Kas Desa/Titisara 22 Ha

2. Sawah Bengkok Desa 0.66 Ha

3. Tanah Kuburan Desa 1.75 Ha

4. Bangunan Kantor Desa 1 Buah

5. Gedung Serbaguna Desa 1 Buah

(45)

B. Demografi masyarakat 1. Penduduk

Jumlah penduduk Desa Kertaraharja menurut laporan akhir tahunan desa, tercatat sebanyak 7.536 jiwa yang terdiri dari :

TABEL III.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Penduduk Jumlah

1. Laki-Laki 2.896 Jiwa

2. Perempuan 2.799 Jiwa

3. Kepala keluarga 1.841 Jiwa

Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk Desa Kertaraharja lebih banyak di dominasi oleh kaum laki-laki yaitu sekitar 2.896 jiwa sedangkan kaum perempuannya sekitar 2.799 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.841 Jiwa.

Kemudian jumlah penduduk menurut struktur umur adalah sebagai berikut:

TABEL III.4

Jumlah penduduk menurut setruktur umur

No Umur Jumlah

1. 0-5 Tahun 742 Jiwa

2 6-12 Tahun 758 Jiwa

3 13-15 Tahun 394 Jiwa

4 16-18 Tahun 644 Jiwa

5 19-14 Tahun 592 Jiwa

6 25-56 Tahun 2.046 Jiwa

(46)

38

Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk banyak dihuni oleh mereka yang berusia 25-56 tahun sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah mereka yang berusia 57 tahun ke atas.

2. Pendidikan

Mengenai gambaran tingkat pendidikan masyarakat Desa Kertaraharja secara keseluruhan dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

TABEL III.5

Tingkat Pendidikan Penduduk

No Jenis Pendidikan Jumlah

1. Tidak tamat SD 1.114 Jiwa

2. Tamat SD/ sederajat 2.257 Jiwa

3. Tamat SLTP/ sederajat 868 Jiwa

4. Tamat SLTA/ sederajat 652 Jiwa

5. Tamat Akademik (D.I/ D.II/DIII) 87 Jiwa

6. Tamat S1/S2/S3 55 Jiwa

Dari tabel di atas dapat digambarkan bahwa kebanyakan penduduk Desa Kertaraharja masih banyak yang tamat SD yakni sekitar 2.257 jiwa disusul oleh jumlah terbanyak kedua yaitu tidak tamat SD yakni sekitar 1.114 jiwa, kemudian jumlah terbanyak ketiga yaitu tamat SLTP 868 jiwa kemudian disusul dengan jumlah penduduk tamatan SLTA, Akademi, dan S1.

(47)

TABEL III.6 Lembaga Pendidikan

No Lembaga Pendidikan Jumlah

1. SD 2 Buah

2. SLTP 1 Buah

3. MD 4 Buah

4. PAUD/TP 3 Buah

3. Sosial Ekonomi

Keadaan mata pencaharian penduduk Desa Kertaraharja, adalah sebagai berikut:

TABEL III.5 Mata Pencaharian Pokok

No Mata Pencaharian Jumlah

1. Petani 553

2. Pedagang 397

3. Pegawai Negri 89

4. TNI/POLRI 23

5. Pensiunan/Purnawiran 42

6. Buruh Pabrik 347

7. Pengrajin 17

8. Tukang Bangunan 58

9. Bengkel 15

10. Buruh Tani/Buruh Harian Lepas 625

11. Tukang Batu 147

(48)

40

Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa mata pencaharian penduduk Desa Kertaraharja bergam dimulai dengan jumlah terbanyak sebagai buruh tani yaitu sekitar 625 orang. Kemudian disusul oleh petani 553 oran, pedagang 397 orang, buruh pabrik 347 orang, dan yang terbanyak terakhir adalah tukang batu sebanyak 147 orang.

4. Keagamaan

Desa Kertaraharja merupakan salah satu desa yang agamis, ini terlihat dari nuansa kehidupan masyarakatnya. Ha ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ada berbagai jenis kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat. Walaupun demikian masyarakat tetap hidup rukun berdampingan dengan para pemeluk agama lain dengan saling menghormati dan melibatkan para non muslim tersebut dalam berbagai acara kemasyarakatan. Adapun jumlah penduduk menurut agama yang dianutnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

TABEL III.6

Jumlah penduduk penganut agama

No Agama Jumlah

1. Islam 5.650 Jiwa

2. Keristen 41 Jiwa

3. Budha 4 Jiwa

(49)

5. Keadaan Penduduk

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa pada tanggal 11 April 2011 bahwa perekonomian penduduk Desa Kertaraharja dalam tingkatan menengah kebawah, sehingga banyak masyarakatnya yang mengalami putus sekolah, mayoritas pekerjaan penduduk sebagai buruh tani, tukang batu, dan buruh pabrik.1 Kondisi ekonomi yang semacam ini berpengaruh terhadap perkembangan sosial budaya . Tidak heran kalau pada masyarakat ini ditemukan kompleksitas permasalahan yang muncul. Seperti kemiskinan, kebodohan, dan lain sebagainnya. Selain itu tidak ada kegiatan di luar sekolah yang bisa memberikan keterampilan bagi penduduk setempat, serta kurangya pengetahuan dikalangan orang tua dan remaja akan berbagai dampak negatif dari melakukan pernikahan dini maka pada akhirnya terjadilah kebiasaan masyarakat melakukan pernikahan dini bagi mereka yang putus sekolah dengan alasan bahwa tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain menikah, walaupun Undang-Undang perkawinan dengan jelas melarang menikah sebelum mencapai usia yang telah ditentukan dalam undang-undang perkawinan tersebut.

1

(50)

42

C. Tradisi Pernikahan Dini dan Solusi yang Ditawarkan 1. Tradisi Pernikahan

Tradisi pernikahan dini Menurut data dari KUA Cikembar, antara bulan Januari 2009 sampai Juni 2010 tercatat 21 pernikahan di bawah usia 16 tahun.2 Menurut hasil wawancara dengan narasumber sebagai para pelaku pernikahan dini hal ini terkait dengan kepercayaan yang mereka anut, yaitu bahwa jika orang tua memiliki anak perempuan dan ditanyakan atau diminta seorang pria untuk dinikahi harus diterima. Jika menolak, maka dipercaya anak itu takkan menemui jodoh kembali di kemudian hari. Para orang tua berpandangan bahwa wanita bertugas melayani suami dan anak-anak, serta menghabiskan banyak waktu didapur, sehingga dikatakan melanjutkan pendidikan tidak bermanfaat.

Penyebab terjadinya tradisi pernikahan dini di Desa Kertaraharja disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga

2

(51)

gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya).3

b. Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

c. Faktor orang tua

Orang tua khawatir terkena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga mengawinkan anaknya.

d. Media Massa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian permisif terhadap seks.

Pernikahan dini dinilai dapat menimbulkan berbagai dampak yang kurang baik, karena mereka dinilai belum memiliki kesiapan dan kematangan fisik dan mental, karena kematangan fisik dan mental sebelum menikah merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berlangsungnya perkawinan yang sama-sama dewasa dinilai akan membantu dampak yang baik bagi perkembangan rumah tangga, dengan adanya kedewasaan kedua

3

(52)

44

belah pihak baik fisik maupun mental akan membuat rumah tangga tentram dan damai sehingga apa yang dicita-citakan dalam kehidupan rumah tangga dapat tercapai.

Selain keempat faktor di atas, masih terdapat beberapa alasan terjadinya pernikahan dini dikalangan pelaku yaitu mereka tidak mengetahui Undang-Undang Perkawinan terutama dalam masalah batasan usia untuk melakukan perkawinan, maupun mengenai dispensasi nikah. Karena pada kenyataan yang terjadi di Desa Kertaraharja masyarakat beranggapan jika para perempuan sudah ada yang melamar maka mereka akan segera menikah walaupun usia mereka masih dini untuk menikah.

2. Solusi yang ditawarkan

Setiap permasalahan yang timbul pasti ada sebuah solusi atau cara untuk mengatasinya, begitu juga dalam hal pelaksanaan pernikahan dini pasti ada solusi untuk mencegahnya. Setelah saya mengetahui penyebab terjadinya pernikahan dini maka saya mempunyai solusi mencegah terjadinya pernikahan dini di Desa Kertaraharja. Adapun solusinya adalah :

1. Mengubah kebiasaan masyarakat melakukan pernikahan dini dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan mengenai umur ideal perkawinan serta penjelasan-penjelasan mengenai aspek positf dan negatifnya perkawinan di usia dini.

(53)

tertunda di masa pendidikan tersebut. Hal ini diamini oleh tokoh masyarakat AS beliau mengatakan bahwa”, hanyalah pendidikan yang bisa mengubah pola pikir warga Kertarahaja ini dalam memandang pernikahan

dini”.

3. Mengefektifkan peranan perangkat hukum, seperti pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pencatat nikah, peranan pengadilan atau pejabat selaku pemberi dispensasi. Memberi hukuman yang jelas kepada para pelaku zina, karena pada faktanya banyak pelaku yang terpaksa nikah dini karena kehamilan diluar nikah.

4. Meningkatkan frekuensi penasehatan (BP.4) kepada calon mempelai yang kelak nanti akan mempunyai anak dan berumah tangga.

5. Memberikan sanksi tegas kepada pelaku zina, karena pada dasarnya pernikahan dini sering terjadi karena yang bersangkutan hamil di luar nikah. Jika hal tersebut dilaksanakan maka akan meminimalisir terjadinya pernikahan dini.

(54)

46

Jika ada yang ingin menikah di luar batasan usia yang telah ditentukan maka orang tua yang bersangkutan harus meminta dispensasi ke Pengadilan Agama sebagaiman telah tercantum di dalam pasal 7 ayat (2). Dan calon mempelai belum mencapasi umur 21 tahun maka yang bersangkutan harus meminta izin ke Pengadilan Agama. Adapun cara mengajukan permohonan dispensasi atau izin nikah ke pengadilan ini pun tidak mudah yaitu harus membuat surat permohonan tertulis yang berisi identitas para pihak, posita yaitu penjelasan tentang keadaan atau peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang di jadikan dasar atau alasan permohonan , dan juga di dalam surat permohonan itu harus memuat petitum yaitu tuntutan yang diminta oleh pemohon agar dikabulkan oleh hakim. Setelah itu surat permohonan tersebut ditujukan ke kepaniteraan Pengadialn Agama yaitu pada Sub kepaniteraan permohonan.4

Selain penentuan batasan umur bagi yang menikah dan berbagai prosedur yang harus dilewati sebagaiman yang tercantum dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dengan maksud pencegahan terhadap terjadinya perkawinan di bawah umur, maka di dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawianan terutama pasal 6 ayat

(1) menyatakan: “Pegawai pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak

melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah

4

(55)

dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut

undang-undang perkawinan”.

Dengan adanya pemberian mutlak pada Pengadilan/Pejabat untuk mengeluarkan dispensasi nikah, maka seyogyanya Pengadilan mempertimbangkan secara matang alasan-alasan permohonan dispensai tersebut. Selain itu, Kantor Urusan Agama (KUA) juga memberikan beberapa persyaratan-persyaratan dalam melangsungkan perkawinan hal ini tidak jauh berbeda dengan peraturan pemerintah tersebut di atas yang bertujuan agar pelaksanaan perkawinan sesuai dengan prosedur yang telah tercantum dalam Undang-Undang yaitu bagi yang hendak menikah harus sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun bagi calon mempelai pria dan bagi calon mempelai wanita harus sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun, dan kedua calon mempelai tersebut juga harus membawa beberapa persyaratan-persyaratan, adapun persyaratan tersebut adalah:

1. Kutipan akta kelahiran,

2. Surat keterangan tentang orang tua,

3. Surat dispensasi dari Pengadialan Agama bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan bagi calon isteri yang belum mencapai umur 16 (enam belas) tahun, dan

4. Surat izin dari pejabat yang berwenang, jika salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota angkatan bersenjata.

(56)

48 BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas melalui hasil wawancara di lapangan, penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai motif yang mendukung terjadinya pernikahan dini di Desa Kertarahajra dan hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor adat yang mempunyai pengaruh besar terhadap persepsi masyarakat

untuk melakukan pernikahan dini para orang tua berpandangan bahwa wanita bertugas melayani suami dan anak-anak, serta menghabiskan banyak waktu didapur, sehingga dikatakan melanjutkan pendidikan tidak bermanfaat. Selain itu wanita di Kertaraharja berpendapat bahwa laki-laki di sana lebih suka menikahi wanita yang umurnya 15 tahun. Berbagai peringatan yang berbunyi seperti "awas jadi perawan tua", dan "jika anakmu akil balig, cepat-cepat kawinkan", mau tidak mau perempuan adalah pekerja dapur" dan sebagainya, menambah kuat adat nikah dini.

(57)

beban bagi orang tua. Jika menikahkanya akan meringankan beban tersebut karena tanggung jawab memberi nafkah jatuh kepada suami.

B. Saran-saran

Dalam hal ini penulis menyarankan kepada semua elemen masyarakat, khususnya masyarakat Kecamatan Cikembar kab. Sukabumi Jawa Barat. Demi keharmonisan dan kemaslahatan berumah tangga hendaknya:

1. Senantiasa selalu berpegang pada Undang-Undang perkawinan dalam setiap pernikahan yang akan dilaksanakan dan hendaknya antara lembaga pendidikan dan aparat pemerintah juga tokoh masyarakat setempat di kelurahan dan sebaginya bersama-sama saling mendukung program pemerintah dalam mensosialisasikan hal-hal yang terkait dengan perkawinan. Dan dihimbau kepada lembaga atau institusi yang bergerak di bidang sosial dan hukum, agar kiranya selalu melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat.

(58)

50

DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI Jakarta: Gema Risalah Press,1993.

Adhim Fauzil Muhammad, Indahnya Pernikahan Dini, Jakarta:Gema Insani, 2002 Al bukhari Imam, Shohih Bukhari: Kitab Al-Jihad wa Al-Sair, Beirut: Dar Al-Fikr,

jilid IV.

Alam, Andi Syamsyu, Usia Ideal Memasuki Dunia perkawinan: Sebuah Ikhtiar Mewujudkan Keluarga Sakinah, Jakarta:Kencana Mas Publishing Hous,2005, cet. Ke-1

Arikunto,Suharsimi, Management Penelitian, Jakarta:PT.Rineka Cipta,1993.

Arto, A.Mukti, Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama cet 1. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1996.

Ash-Shidieqy, Hasbi, Pengantar Hukum Islam, Jakarta:Bulan Bintang,1975,Jilid 2. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Dahlan Aisyah, Persiapan menuju perkawinana yang Lestari, Jakarta: PT. Putaka Antara, 1996.

Dahlan, Aisyah,Usia Ideal untuk Menikah,Persiapan menuju perkawinan yang lestari, Jakarta: Pustaka antara, 1996, cet k eke-4.

Departemen Agama RI, Undang-Undang Perkawianan No 1 Tahun 1974 , Jakarta : Departemen Agama RI, 2002

Fatimatuzzahra, Implikasi Nikah di Bawah Umur Terhadap Hak-hak Reproduksi Perempuan, Skrpsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 1430H/2008M.

Hadikusuma Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Adat Hukum Agama,Bandung:Mandur Maju, 1990, cet. Ke-1

Gambar

TABEL III.2
TABEL III.4
gambaran tingkat
TABEL III.6
+2

Referensi

Dokumen terkait

Volume telur larva ikan patin siam yang diberi perlakuan hormon tiroksin dan hormon rGH dapat menurun dengan cepat, akan tetapi pada perlakuan perendaman menggunakan rGH

Jumlah tenaga paramedis belum sesuai standar karena dihitung bukan berdasarkan tempat tidur tetapi berdasarkan tingkat ketergantungan pasien dan beban kerja, sehingga

The next three sections of the syllabus look at working capital management, investment appraisal, and sources of business finance.. Managing working capital is a key concern of

Hasil penelitian dari Andriyani dan Noor (2015) menyatakan masalah kedisiplinan karyawan seperti sering datang terlambat dan pulang kerja lebih awal dikarenakan karyawan

Pada tahun pertama program ini menghasilkan karya utama berupa (1) budidaya tanaman arabika yang meliputi teknik pembuatan bibit unggul dengan sistem sambungan

Simpulan yaitu adanya hubungan antara gaya hidup dengan tingkat kejadian penyakit cholelitiasis di ruang rawat inap RSI Surakarta, dan nilai odd ratio/OR = 3,000 [95%

Hasil p-value sebesar 0,067 (>0,05) yang berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan anemia pada ibu hamil trimester III

Metode yang digunakan untuk mengukur modal intelektual adalah Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) yang akan mengukur efisiensi dari sumber daya berwujud maupun