DAFTAR PUSTAKA
Ashigh, J. and T. M. Sterling. 2009. Herbicide Resistance: Development and management. http://aces.nmsu.edu. Diakses tanggal 25 Oktober 2016
Beyond Pesticides. 2014.Glyphosate.Diaksesdari
Breden, G. and James T.B. 2009. Goosegrass (Eleusine indica).Turfgrass Science.University of Tenessee.
Cox, C. 2004.Glyphosate. Journal of Pesticide Reform 4:10-15.
Deptan. 2012. Karet. www.deptan.co.id. Diakses pada tanggal 15 November 2016.
Evans S. P., Knezevic S. Z., Shapiro C. A., Lindquist J.L. 2003. Nitrogen application influences the critical period for weed control in corn. Weed Sci 51:408–417
Gapkindo. 2014. Luas Perkebunan Karet. Diakses dari tanggal 25 Oktober 2016
Girsang, J. 2010. Skripsi : Kajian Efikasi Paraquat Glifosat, 2,4-D Terhadap Asystasia dan Perkecambahan Seedbank di Pertanaman Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hager, A. G. dan D. Refsell. 2008. Weed Resistance to Herbicides. Department ofCrop Sciences, Ameri Oktober 2016
Lee, L. J. dan J. Ngim. 2000. A First Report of Glyphosate-Resistant Goosegrass (Eleusine indica (L.) Gaertn) in Malaysia. Melaka, Malaysia. http://ag.udel.edu.Diakses tanggal 25 Oktober 2016.
Mathers, H. M. 2002. Herbicide Resistance: Development, Prevention and Recognition. Oktober 2016
Menne, H. dan H. Kocher. 2007. HRAC Classification of Herbicides and Resistance Development. ISBN : 9
Miller, A., J. A. Gervais, B. Luukinen, K. Buhl, and D. Stone.2013. Glyphosate Technical Fact Sheet.National Pesticide Information Center. Oregon State University Extension Services
Prather, T. S., J. M. Ditomaso, dan J. S. Holt. 2000. Herbicide Resistence: Definitionand Management Strategies.http://anrcatalog.ucdavis.edu. Diakses tanggal 18 Juni 2016.
Purba, E. 2004. Pengujian Lapangan Efikasi Herbisida Ristop 240 AS Terhadap Gulma Pada Budidaya Karet Menghasilkan. http://www.library.usu.ac.id. Diakses Tanggal 9 Juli 2016.
Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma, Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara, Medan.
Riadi,M. Sjahril,R. Dan Syam’un, E. 2011. Bahan ajar mata kuliah herbisida dan aplikasinya. Prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian UNHAS. Makassar
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan pengelolaanya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Steckel, L. 2005. Goosegrass (Eleusine indica L. Gaertn.). Programs in agriculture and natural resources. Departement of agriculture.University of Tennesse
Santhakumar, N. T. 2002. Mechanism of Herbicide Resistance in Weeds University of Massachussets, Amherst. pada tanggal 26 Oktober 2016.
Sukma, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di kebun percobaanFakultas Pertanian USU,
Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober 2016.
Bahan dan Alat
Biji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas biji Eleusine indica
yang resisten-glifosatyang diambil dari beberapa blok afdeling II, III, IV, V, dan
VIII di kebun Rambutan PTPN III.E.indica di kebun Rambutan (ESU5) yang
dilaporkan bahwa glifosat tidak lagi efektif untuk mengendalikannya. Seluruh
populasitersebut disemprot glifosat bersamaan populasi sensitif herbisida (ESU0)
yang berasal dari Padang Bulan Medan yang tidak pernah mendapat perlakuan
herbisida sebelumnya. Bahan yang digunakan adalah herbisida bahan aktif
glifosat, top soil, pasir, kompos, boks perkecambahan dan pot penelitian
berukuran 23 cm x 17 cm.
Alat yang digunakan meliputi knapsack sprayer “Solo”, meteran, pacak
sampel, label nama, amplop, ember, pot, cangkul, gelas ukur, kalkulator, kamera,
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non
faktorial, dengan faktor perlakuan asal biji. Dengan taraf perlakuan ada 15 yaitu :
1. ESU0 = Sensitif
Mengambil sampel untuk melihat penyebaran di PTPN III Kebun Rambutan
Luas Lahan : 1139.225 H.a
Jumlah blok lahan : 69 blok
Jumlah sampel blok lahan : 15
Jumlah tanaman/pot : 20
Jumlah ulangan : 4
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut
Yij = μ + αi + εij
dimana:
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke- j
μ = Nilai tengah
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji beda rataan terkecil Duncan (DMRT) taraf 5%
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Biji
Pada populasi lulangan di Kebun Rambutan, disebut sebagai ESU5, biji
diambil dari beberapa blok kebun Rambutan PTPN III, Serdang Bedagai. Areal
tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus ±28 tahun. Metode
pengambilan biji lulangan pada setiap areal blok dilakukan metode zig zag yaitu
dengan membuat titik pengambilan sampel secara acak pada setiap blok. Biji yang
diambil adalah biji yang telah matang yang ditandai pada bagian buahnya telah
berwarna coklat dan biji mudah rontok, diambil sebanyak-banyaknya dari induk
minimal 50 induk /blok afdelinguntuk dijadikan sumber biji, biji dimasukkan
kedalam amplop dan diberi label kemudian dibawa ke lahan Fakultas Pertanian
USU untuk proses pengujian.Sedangkan populasi pembanding adalah populasi E.
yang disebut sebagai populasi ESU0. Jumlah populasi ESU0 yang menjadi sumber
biji ± 300 induk E. indica.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah topsoil, pasir, dan kompos dengan
perbandingan 2:1:1. Media tersebut diaduk merata dan dimasukkan ke dalam pot
penelitian yang berdiameter 23 cm dan tinggi 17 cm. Serta disiapkan juga untuk
media tanam perkecambahan berukuran 30 cm × 20 cm.
Penyemaian
Biji gulma pembanding dan sejumlah populasi dari kebun Rambutan
tersebut disemaikan pada hari yang sama di dalam boks perkecambahan
berukuran 30 cm × 20 cm secara terpisah dan diberi label untuk setiap boks
perkecambahan untuk membedakan sampel gulma yang diambil dari beberapa
blok afdeling.
Penanaman
Bibit dari boks persemaian dipindah tanam saat tumbuhan berdaun 2-3
helai. Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat bantu papan yang
memiliki pembentuk lubang tanah di dalam pot, penanaman dilakukan secara
hati-hati dan terdiri dari 20 bibit untuk tiap pot.
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor setiap hari, yang
Penyiangan
Penyiangan dilakukan ketika ada gulma lain yang tumbuh pada pot.
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma lain yang tumbuh di media
pot.
Aplikasi Herbisida
Sebelum aplikasi herbisida dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat
semprot untuk menentukan volume semprot sebanyak 304,76 L/ha. Tumbuhan
lulangan disemprotpada fase pertumbuhan berdaun 4-5 helai atau umur 4 minggu
setelah tanam (MST). Penyemprotan dengan glifosat pada dosis 480g
b.a/hadengan menggunakan alat semprot punggung (knapsack sprayer ‘SOLO’).
Ketinggian nozel pada saat penyemprotan ditentukan 40 cm dari tanaman
Eleusine indica, aplikasi herbisida dilaksanakan pada kondisi cuaca cerah. Panen
Tumbuhan lulangan dipanen dengan cara memotong pada permukaan
tanah berumur 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Tajuk yang dipotong tepat pada
leher akar pada masing-masing pot dimasukkan kedalam amplop untuk
selanjutnya dikeringkan.
Pengamatan
Jumlah gulma bertahan hidup
Jumlah gulma yang bertahan hidup dihitung untuk masing-masing pot
pada 3 minggu setelah aplikasi (MSA).
Bobot Kering
Bobot kering ditimbang setelah dikering ovenkan pada temperatur 70ºC
pengeringan didalam oven dilakukan rotasi setiap 24 jam. Pengambilan data
diambil dari setiap pot yang kemudian dirata-ratakan.
Kategori/ Tingkat Resisten
Resistensi lulangan dibagi atas 4 kategori yaitu:
1. Sangat resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai sangat resisten
jika 75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi
herbisida.
2. Resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai resisten jika 20% -
<75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.
3. Berkembang resisten (Mooderate Resistant) yaitu populasi gulma
digolongkan sebagai berkembang resisten jika 2- < 20% jumlah populasi
bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.
4. Rentan/ sensitif yaitu populasi gulma digolongkan sebagai rentan atau
sensitif jika <2% jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
HasilJumlah Gulma Bertahan Hidup Setelah Aplikasi Glifosat
Jumlah tumbuhan lulangan yang bertahan hidup setelah aplikasi glifosat
ditunjukkan pada Tabel 1. Populasi ESU5 dari masing-masing blok afdeling
memiliki kemampuan bertahan hidup yang berbeda dibandingkan dengan populasi
ESU0.
Tabel 1. Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap kemampuan bertahan hidup rumput lulangan dari 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif (ESU0) 3 MSA.
Populasi Sumber Biji ( Afd. Blok)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi di Kebun Rambutan (ESU5)
memiliki persentase bertahan hidup yang bervariasi. Populasi ESU5.10 dan ESU5.11
memiliki persentasi bertahan hidup antara 22,5-46,5% termasuk kategori resisten,
populasi ESU5.2 dan ESU5.3 memiliki persentasi bertahan hidup antara
62,5-68,75% yang termasuk juga kategori resisten. Pada populasi ESU5.4, ESU5.5,
ESU5.6, ESU5.7, ESU5.8, ESU5.9, ESU5.12, ESU5.13 memiliki persentasi bertahan
hidup antara 72,5-88,75% termasuk kategori resisten sampai dengan sangat
resisten. Sedangkan populasi ESU5.1 dan ESU5.14 memiliki persentasi bertahan
hidup paling tinggi diantara seluruh populasi yaitu 96,25-100% yang
dikategorikan sangat resisten.
Gambar 1. Persentase Gulma Bertahan Hidup rumput lulangan pada 14 blok Kebun Rambutan 3 minggu setelah aplikasi glifosat.
Bobot Kering
Tabel rataan terhadap aplikasi glifosat ( 480 g b.a/ha), menunjukkan
bahwa populasi lulangan di Kebun Rambutan (ESU5) pada beberapa blok areal
afdeling memiliki respon yang berbeda terhadap hasil bobot kering setelah
aplikasi glifosat.
Tabel 2. Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap bobot kering
rumput lulangan dari 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif (ESU0)3 MSA
Populasi Sumber Biji Kontrol (g/pot) Rataan (g/pot)
Persentase
Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi ESU5 pada blok areal 175, 184
afdeling III dan blok 54 afdeling V tidak mengalami penyusutan bobot kering,
sedangkan populasi ESU5 pada blok areal 154 dan 164 afdeling V mengalami
populasi ESU5 pada blok areal 175, 184 afdeling III dan blok 54 afdeling V
resisten terhadap glifosat.
Gambar 2. Bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi Glifosatpada 14 blok kebun
Rambutan dan populasi sensitif
Gambar 3. Persentase penyusutan bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi
Glifosatpada 14 blokkebun Rambutan dan populasi sensitif
Tabel. 3 Klasifikasi tingkat resisten terhadap aplikasi glifosat berdasarkan persentase
jumlah gulma E. indicapada tabel 1.
ASAL BIJI Kategori
ESU0 -
ESU5.II. 254 Sangat Resisten ESU5.III. 175 Resisten
ESU5.III. 184 Resisten
ESU5.III. 185 Sangat Resisten ESU5. IV. 171 Sangat Resisten
Tabel 1 menunjukkan bahwa kemampuan bertahan hidup seluruh populasi
dari kebun Rambutan (ESU5.1 - ESU5.14) memiliki perbedaan yang nyata
dibandingkan dengan populasi ESU0. Populasi ESU5.10 dan ESU5.11 pada afdeling
V, memiliki persentasi bertahan hidup 22,5% dan 46,5% yang termasuk kategori
resisten, populasi ESU5.2 dan ESU5.3 pada afdeling III, memiliki persentasi
bertahan hidup antara 62,5% dan 68,75% yang termasuk juga kategori resisten.
Pada populasi ESU5.4, ESU5.5 , ESU5.6 , ESU5.7 , ESU5.8 , ESU5.9, ESU5.12 , ESU5.13
yang terdapat pada afdeling III, IV, V, dan VIII, memiliki persentasi bertahan
hidup antara 72,5-88,75% yang termasuk kategori resisten sampai dengan sangat
VIII, memiliki persentasi bertahan hidup paling tinggi diantara seluruh populasi
yaitu 96,25 dan 100% yang dikategorikan sangat resisten. Hal ini didasarkan pada
uji duncan, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi tersebut sudah
menjadi populasi yang resisten. Hal ini dikarenakan pemakaian herbisida
berbahan aktif glifosat sangat intens digunakan dalam pengendalian gulma diareal
blok perkebunan karet kebun Rambutan PTPN III hal ini sesuai dengan literatur
Purba (2008) yang menyatakan pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan
aktif atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada
suatu areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi
dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
kebal terhadap herbisida tersebut.
Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi glifosatpada populasi ESU0dan
ESU5menyebabkan bobot kering yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan kemampuan masing-masing populasi yang bertahan hidup. Bobot
keringpopulasi ESU5 pada blok areal 154 dan 164 afdeling V mengalami
penyusutan lebih besar yaitu ≥ 75%. Namun pada populasi ESU5 blok areal 175,
184, dan 54 aplikasi gifosat tidak berpengaruhterhadap penyusutan bobot kering,
dimana bobot kering gulma bertahan hidup setelah aplikasi glifosat sama atau
lebih besar dari bobot kering tanaman kontrol.
Tabel 3 menujukkan bahwa kategori resistensiE. indica di kebun Rambutan
yang diambil dari blok areal kebun Rambutan, jika di klasifikasikan tingkat resistensi
6 blok areal dikategorikan resisten terhadap glifosat yaitu pada blok 175, 184, 64,
154, 164, 2 dan 8 blok areal dikategorikan sangat resistan terhadap glifosat yaitu
pada blok areal254, 185, 171, 172, 182, 54, 1, dan 12.Pembagian kategori resisten
dilihat dari persentase bertahan hidup gulma, dikatakan sangat resisten apabila
persentase bertahan hidupnya diatas 75% , dikatakan resisten apabila persentase
bertahan hidupnya diatas 20 %, hal ini sesuai dengan literatur Owen dan Powles
(2009) yang menyatakan bahwa yang digolongkan sebagai sangat resisten jika 75%
atau lebih dariindividu dalam populasi bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.
Dimanaada 20% atau lebih kelangsungan hidup populasi digolongkan sebagai
resisten. Di mana ada 2%-19% kelangsungan hidup populasi digolongkan
berkembang resisten, dimana ada kurang dari 2% bertahan hidup,populasi
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN1. Penyebaran lulangan(E. indica) resisten-glifosat telah terjadi pada keempat
belas blok afdeling pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III
Serdang Bedagai
2. Tingkat resistensi populasi-populasi E.indica terhadap glifosat bervariasi
antar blok dan afdeling. Sembilan populasi (blok) termasuk kategori
“sangat resisten” yaitu pada blok areal 254, 185, 171, 172, 182, 54, 1, dan
12 sedangkan lima populasi (blok) termasuk kategori “resisten” glifosat
terdapat di afdeling III pada blok 175 dan 184, afdeling V pada blok 64,
154, 164, dan afdeling VIII pada blok 2.
Saran
Pengendalian gulma E.indica di blok afdeling kebun Rambutan PTPN III
sebaiknya berdasarkan kepada pemetaan sebaran dan tingkat resistensi gulma
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Eleusine indica (L.) GaertnDalam dunia tumbuhan E.indica termasuk ke dalam famili
Poaceae,genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun
pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak
dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya.
Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta
mudahterbawa.E.indica berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat
menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).
E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki sistem perakaran serabut. Daun berwarna hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun
memanjang dan memiliki helaian daun yang berlipat.Pada permukaan daun
hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus. Gulma ini memiliki malai yang tampak
seperti bergerigi. Biji- biji tersusun seperti tandan pada tangkai bunga.Pada
Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada ujung batang (Breden dan James, 2009).
Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan
terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter diatas
permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang
terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik
kontak maupun sistemik efektif untuk mengendalikannya (Breden and James, 2009).
Pengendalian Gulma Perkebunan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan
dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di
pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman
utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida.Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun
sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca
tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan
tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya
(Girsang, 2010).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrasi, dan
tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,
dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:
cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),
dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Sembodo, 2010).
Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan
karet. Pengendalian secara khemis dilakukan dengan cara penyemprotan pada
sepanjang strip sepanjang barisan tanaman. Dengan pengaplikasian herbisida
maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya
diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding dengan metoda lain
seperti membabat dan mengikis ( Purba, 2004).
Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman
karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan
memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya
sitotoksisitas pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi
keamanan terhadap lingkungan (organisme bukan sasaran), harga dan
ketersediaan ( Purba, 2004).
Resisten Herbisida
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu
tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan
dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di dalam
suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan acak,
walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya mutasi
tersebut (Prather, et. al, 2000).
Kelemahan dari penggunaan herbisida adalah dapat menimbulkan efek
samping seperti mengakibatkan resistensi beberapa spesies gulma, menimbulkan
populasi gulma resisten yang dominan, dan residunya dapat meracuni tanaman.
Keanekaragaman spesies dan kepadatan gulma telah meningkat dalam beberapa
tahun terakhir akibat semakin berkembangnya penggunaan herbisida yang
memiliki tingkat efektivitas tinggi ( Prather et. al, 2000 ).
Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk
bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya
herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan
spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,
karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies
terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi
merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat
(Hager dan Refsell, 2008).
Para ahli biologi mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu gulma
berubah menjadi resisten tanpa perubahan dari populasinya. Populasi gulma
memiliki kelebihan masing-masing, meskipun ada kemiripan bentuk antar gulma
akan tetapi ada perbedaan pada level genetis. Terkadang, ada beberapa variasi
genetik yang peka terhadap herbisida sehingga penanggulangan tidak perlu
berulang (hanya 1:1.000.000). Evolusi resistensi terus berlanjut seiring dengan
pemakaian satu jenis herbisida yang menyebabkan biotip populasi alami yang
rentan menurun drastis dan biotip resisten perlahan meningkat. Akan tetapi, kita
tidak akan mengetahui perbedaan gulma yang rentan dan resisten
(Santhakumar, 2002).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif
atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu
areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi
dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap
herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya
secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan
mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu
yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika
menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian
( Purba, 2009 ).
Meningkatnya masalah terhadap populasi gulma resisten herbisida
sebagian besar dimiliki oleh negara-negara dengan sistem pertanian yang intensif.
Adanya ketergantungan dengan alat-alat manajemen gulma dengan mengabaikan
prinsip-prinsip pengelolaan gulma terpadu sangat erat kaitannya dengan
perubahan pada komunitas populasi gulma. Keterbatasan dalam sistem
penanaman, kurangnya pergantian bakan kimia herbisida dan cara kerja,
keterbatasan dalam teknik pengendalian gulma, penurunan dosis dan sebagainya
merupakan pendorong utama terjadinya resistensi herbisida
(Menne dan Kocher, 2007).
Dalam semua percobaan, dengan semua herbisida, angka kematian 100%
terjadi jika populasi yang rentan, sedangkan dikenal populasi resisten selalu ada
kelangsungan hidup yang sangat tinggi (≥90%) dengan semua herbisida yang
digunakan. Efek herbisida adalah dinilai dengan menentukan kematian bibit 21
hari setelah aplikasi. Populasi oat liar yang digolongkan sebagai resisten jika 20%
atau lebih dari individu dalam populasi bertahan hidup terhadap herbisida. Jika
resistensi/multiple resistant dan jika ada kurang dari 2% bertahan hidup, populasi
digolongkan rentan ( Owen dan Powles, 2009).
Mekanisme Resistensi Herbisida
Penggunaan alternatif herbisida tidak akan menghalangi masalah gulma
resisten.Inimembutuhkan pentingnya untuk lebih memahami mekanisme
resistensi herbisida sehingga kita bisa mengatasi ancaman ini dengan cara yang
lebih baik. Sifat tahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami biokimia
tanaman dasar proses dan mekanisme dasar dimana tanaman mempertahankan diri
dari bahan kimia beracun xenobiotik. Metode baru untuk mengatasi perlawanan
dan dengan demikian untuk mengendalikan gulma resisten mungkin
dikembangkan (Santhakumar, 2002).
Tiga sistem enzim yang dikenal terlibat dalam resisten karena
meningkatnya detoksifikasi herbisida (mengurangi kadar racun).
• Resistensi untuk atrazine beberapa populasi Abutilion theophrasti karena
peningkatan aktivitas glutathione-s-transferase yang mendetoksifikasi atrazine.
• Resistensi terhadap propanil pada spesies Echinochloa colona adalah karena
peningkatan aktivitas enzim Aril-acylamidase yang mendetoksifikasi propanil.
• Meningkatnya metabolisme herbisida karena sitokrom P450 monoxygenase
yang bertanggung jawab resisten terhadap inhibitor ACCase, ALS dan PSII di
jumlah spesies rumput (Santhakumar, 2002).
Evolusi Resisten Herbisida
Selama bertahun-tahun petani beranggapan bahwa dengan herbisida yang
sama hasil pengendalian terhadap spesies tersebut selalu memuaskan, maka petani
pengendalian kemungkinan disebabkan oleh kualitas herbisida sudah turun. Petani
tidak menyadari bahwa populasi gulma yang sebelumnya cukup peka sekarang
telah berubah menjadi populasi resisten ( Purba, 2009 ).
Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan
herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini
resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance
(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda).Cross resistance
adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang
belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple resistance
adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi dengan satu
herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya selama beberapa
tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).
Karena adanya seleksi yang terus-menerus jumlah individu yang peka
dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu
resisten. Individu resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan
yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan
akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan
sifat ini pada keturunan mereka. Karena pengguna herbisida sering menganggap
bahwa individu-individu gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal,
petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi
Glifosat
Nama Umum : Glifosat
Nama Kimia : [(phosphonomethyl) amino] acetic acid
Rumus Bangun :
N-phosphonomethyl glycine (glyphosate, Roundup) adalah suatu herbisida non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke seluruh
bagian tumbuhan. Jadi, ia dapat menguasai Imperata cylindrica, Cynodon
dactylon, Cyperus rotundus,dan Chloromolaena odorata. Garam dapur lebih berbahaya untuk manusia bila dibandingkan dengan glifosat. Jadi glifosat sangat
aman dipakai (Riadi, et al. 2011).
Herbisida glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan di
dunia, dan glifosat adalah agrokimia terkemuka di dunia. Meskipun glifosat
herbisida telah populer sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 1974,
penggunaannya dalam pertanian telah berkembang baru-baru ini dengan
peningkatan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetik untuk
mentolerir perlakuan glifosat (Cox, 2004).
Tumbuhanyang diberi perlakuanglifosatakan mentranslokasikanherbisida
secarasistemikke akar mereka, menyerang berbagai daerahdan buah, di manaitu
mengganggukemampuantanamanuntuk membentukasam amino yang diperlukan
sampai tigahari. Karenatanaman yang menyerapglifosattidak bisa
sepenuhnyadihilangkandengan mencucinya
Glifosat adalah herbisida sistemik non-selektif yang diterapkan langsung
untuk daun tanaman. Ketika digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, glifosat
dapat bertindak sebagai pengatur pertumbuhan tanaman. Glifosat adalah glycine
derivative, nama International Union of Pure and Applied Kimia (IUPAC) untuk glifosat adalah N-(fosfonometil) glycine3 (Miller,et.al, 2013).
Glifosat telah menjadi herbisida global karena fleksibilitas dalam
mengendalikan gulma dengan spektrum yang sangat luas pada pertanian, industri,
dan domestik. Ini adalah herbisida non-selektif yang efektif dalam membunuh
semua jenis tanaman termasuk rumput, tanaman keras, dan tanaman berkayu.
Herbisida yang diserap ke dalam tanaman melalui daun dan jaringan tangkai
lembut. Hal ini kemudian diangkut seluruh tanaman dan bertindak ke berbagai
sistem enzim menghambat metabolisme asam amino. Glifosat menghambat jalur
asam shikimat. Oleh karena itu, tanpa asam amino, tanaman tidak bisa membuat
protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses kehidupan, yang mengakibatkan
PENDAHULUAN
Latar BelakangPengembangan komoditas karet terus meningkat dari tahun ke tahun,
terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal perkebunan karet selama
2009 - 2014 sebesar 0.99 %, sedangkan produksi karet meningkat rata-rata 0.96 %
per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga karet yang relatif
stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya
petani, yang cukup menguntungkan.Tahun 2014 luas areal perkebunan karet di
Sumatera Utara mencapai 3,606 juta Ha dengan produksi 3,205 juta ton karet
(Gapkindo, 2014).
Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia
sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan
komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sepatu, pipa, kabel, karpet,
rol, dan banyak lainnya. Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan
penting bagi perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa, sumber bahan
baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian di daerah (Deptan, 2012).
Meningkatkan produksi hasil perkebunan sering kali ditemui berbagai
kendala, diantaranya semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja pada saat
pengolahan tanah yang berdampak pada peningkatan permintaan upah . Kegiatan
penting lainnya adalah melakukan pengendalian gulma yang tumbuh di sekitar
tajuk tanaman. Gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman karet
diketahui dapat menyebabkan kerugian terhadap karet tersebut, akibat adanya
seperti air, unsur hara, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Gulma atau tanaman
yang tidak diinginkan keberadaannya menjadi pesaing utama tanaman utama pada
saat pertumbuhan tanaman. Dalam budidaya karet gangguan gulma merupakan
salah satu kendala produksi.
Gulma di perkebunan karet harus dikendalikan agar secara ekonomi tidak
berpengaruh nyata terhadap penurunan hasil produksi. Keberadaan gulma menjadi
masalah besar karena membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang terus menerus
untuk mengendalikan gulma pada perkebunan.
Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di pertanaman karet, antara lain,
(1)pertumbuhan dan matang sadap terhambat hingga tiga tahun, (2) terjadinya
penurunan produksi lateks hingga 5%, (3) menyulitkan operasional kebun seperti
pemupukan dan penyadapan, (4) mendorong perkembangan penyakit akar putih
(mouldy root), serta (5) resiko bahaya kebakaran ( Barus, 2003).
Salah satu contoh gulma yang keberadaannya dapat ditemukan hampir di
semua pertanaman ataupun budidaya tanaman, terutama pada areal perkebunan
tanaman tahunan seperti karetadalah lulangan (Eleusine indica). Keberadaan
gulma ini cukup mengganggu pada areal produksi yang meliputi tanaman belum
menghasilkan (TBM) serta pada areal pembibitan karet. Penyebaran lulangan
sangat cepat karena biji yang ringan mudah terbawa oleh angin di areal
perkebunan. Jika keberadaan lulangan dibiarkan begitu saja maka penyebaran
gulma ini dapat mendominasi areal perkebunan.
Salah satu metode pengendalian gulma yang umum dan utama pada
perkebunan karet adalah pengendalian secara kimia dengan menggunakan
Pengendalian lulangan (E. indica) di Kebun Rambutan selalu
menggunakan herbisida yang berbahan aktif glifosat pada tanaman belum
menghasilkan (TBM). Penggunaan glifosat ini dilakukan disetiap afdeling selama
± 28 tahun sebanyak dua sampai empat kali penyemprotan pertahun dengan dosis
270 s/d 500 gr b.a glifosat/ha. Akhir-akhir ini penggunaan herbisida tersebut tidak
lagi mampu mengendaliakan lulangan. Sedangkan jenis tanaman yang
dibudidayakan pada areal pertanaman karet juga merupakan tanaman yang sama.
Pada beberapa blok pertanaman telah dikonfirnasi bahwa lulangan telah resisten
terhadap glifosat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
kajian penyebaran dan tingkat resistensi lulangan(Eleusine indica)terhadap
glifosat pada pertanaman karetdi Kebun Rambutan PTPN III.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan
(E. indica) resisten-glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III.
Hipotesis Penelitian
Penyebaran lulangan(E. indica) resisten-glifosat telah terjadi pada
blok-blok pertanaman karet di afdeling Kebun Rambutan PTPN III.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan peta sebaran dan tingkat
resistensi lulangan(E. Indica) terhadap glifosat pada pertanaman karet di sejumlah
afdeling Kebun Rambutan PTPN III sehingga strategi pengendalian gulma di
Kebun Rambutan tersebut dapat dibuat lebih baikdan guna memperoleh data
sebagai bahan penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Eleusine indica (L.) GaertnDalam dunia tumbuhan E.indica termasuk ke dalam famili
Poaceae,genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun
pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak
dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya.
Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta
mudahterbawa.E.indica berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat
menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).
E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki sistem perakaran serabut. Daun berwarna hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun
memanjang dan memiliki helaian daun yang berlipat.Pada permukaan daun
hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus. Gulma ini memiliki malai yang tampak
seperti bergerigi. Biji- biji tersusun seperti tandan pada tangkai bunga.Pada
Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada ujung batang (Breden dan James, 2009).
Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan
terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter diatas
permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang
terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik
kontak maupun sistemik efektif untuk mengendalikannya (Breden and James, 2009).
Pengendalian Gulma Perkebunan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan
dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di
pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman
utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida.Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun
sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca
tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan
tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya
(Girsang, 2010).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrasi, dan
tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,
dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:
cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),
dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Sembodo, 2010).
Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan
karet. Pengendalian secara khemis dilakukan dengan cara penyemprotan pada
sepanjang strip sepanjang barisan tanaman. Dengan pengaplikasian herbisida
maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya
diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding dengan metoda lain
seperti membabat dan mengikis ( Purba, 2004).
Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman
karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan
memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya
sitotoksisitas pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi
keamanan terhadap lingkungan (organisme bukan sasaran), harga dan
ketersediaan ( Purba, 2004).
Resisten Herbisida
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu
tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan
dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di dalam
suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan acak,
walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya mutasi
tersebut (Prather, et. al, 2000).
Kelemahan dari penggunaan herbisida adalah dapat menimbulkan efek
samping seperti mengakibatkan resistensi beberapa spesies gulma, menimbulkan
populasi gulma resisten yang dominan, dan residunya dapat meracuni tanaman.
Keanekaragaman spesies dan kepadatan gulma telah meningkat dalam beberapa
tahun terakhir akibat semakin berkembangnya penggunaan herbisida yang
memiliki tingkat efektivitas tinggi ( Prather et. al, 2000 ).
Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk
bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya
herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan
spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,
karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies
terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi
merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat
(Hager dan Refsell, 2008).
Para ahli biologi mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu gulma
berubah menjadi resisten tanpa perubahan dari populasinya. Populasi gulma
memiliki kelebihan masing-masing, meskipun ada kemiripan bentuk antar gulma
akan tetapi ada perbedaan pada level genetis. Terkadang, ada beberapa variasi
genetik yang peka terhadap herbisida sehingga penanggulangan tidak perlu
berulang (hanya 1:1.000.000). Evolusi resistensi terus berlanjut seiring dengan
pemakaian satu jenis herbisida yang menyebabkan biotip populasi alami yang
rentan menurun drastis dan biotip resisten perlahan meningkat. Akan tetapi, kita
tidak akan mengetahui perbedaan gulma yang rentan dan resisten
(Santhakumar, 2002).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif
atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu
areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi
dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap
herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya
secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan
mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu
yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika
menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian
( Purba, 2009 ).
Meningkatnya masalah terhadap populasi gulma resisten herbisida
sebagian besar dimiliki oleh negara-negara dengan sistem pertanian yang intensif.
Adanya ketergantungan dengan alat-alat manajemen gulma dengan mengabaikan
prinsip-prinsip pengelolaan gulma terpadu sangat erat kaitannya dengan
perubahan pada komunitas populasi gulma. Keterbatasan dalam sistem
penanaman, kurangnya pergantian bakan kimia herbisida dan cara kerja,
keterbatasan dalam teknik pengendalian gulma, penurunan dosis dan sebagainya
merupakan pendorong utama terjadinya resistensi herbisida
(Menne dan Kocher, 2007).
Dalam semua percobaan, dengan semua herbisida, angka kematian 100%
terjadi jika populasi yang rentan, sedangkan dikenal populasi resisten selalu ada
kelangsungan hidup yang sangat tinggi (≥90%) dengan semua herbisida yang
digunakan. Efek herbisida adalah dinilai dengan menentukan kematian bibit 21
hari setelah aplikasi. Populasi oat liar yang digolongkan sebagai resisten jika 20%
atau lebih dari individu dalam populasi bertahan hidup terhadap herbisida. Jika
resistensi/multiple resistant dan jika ada kurang dari 2% bertahan hidup, populasi
digolongkan rentan ( Owen dan Powles, 2009).
Mekanisme Resistensi Herbisida
Penggunaan alternatif herbisida tidak akan menghalangi masalah gulma
resisten.Inimembutuhkan pentingnya untuk lebih memahami mekanisme
resistensi herbisida sehingga kita bisa mengatasi ancaman ini dengan cara yang
lebih baik. Sifat tahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami biokimia
tanaman dasar proses dan mekanisme dasar dimana tanaman mempertahankan diri
dari bahan kimia beracun xenobiotik. Metode baru untuk mengatasi perlawanan
dan dengan demikian untuk mengendalikan gulma resisten mungkin
dikembangkan (Santhakumar, 2002).
Tiga sistem enzim yang dikenal terlibat dalam resisten karena
meningkatnya detoksifikasi herbisida (mengurangi kadar racun).
• Resistensi untuk atrazine beberapa populasi Abutilion theophrasti karena
peningkatan aktivitas glutathione-s-transferase yang mendetoksifikasi atrazine.
• Resistensi terhadap propanil pada spesies Echinochloa colona adalah karena
peningkatan aktivitas enzim Aril-acylamidase yang mendetoksifikasi propanil.
• Meningkatnya metabolisme herbisida karena sitokrom P450 monoxygenase
yang bertanggung jawab resisten terhadap inhibitor ACCase, ALS dan PSII di
jumlah spesies rumput (Santhakumar, 2002).
Evolusi Resisten Herbisida
Selama bertahun-tahun petani beranggapan bahwa dengan herbisida yang
sama hasil pengendalian terhadap spesies tersebut selalu memuaskan, maka petani
pengendalian kemungkinan disebabkan oleh kualitas herbisida sudah turun. Petani
tidak menyadari bahwa populasi gulma yang sebelumnya cukup peka sekarang
telah berubah menjadi populasi resisten ( Purba, 2009 ).
Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan
herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini
resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance
(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda).Cross resistance
adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang
belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple resistance
adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi dengan satu
herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya selama beberapa
tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).
Karena adanya seleksi yang terus-menerus jumlah individu yang peka
dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu
resisten. Individu resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan
yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan
akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan
sifat ini pada keturunan mereka. Karena pengguna herbisida sering menganggap
bahwa individu-individu gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal,
petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi
Glifosat
Nama Umum : Glifosat
Nama Kimia : [(phosphonomethyl) amino] acetic acid
Rumus Bangun :
N-phosphonomethyl glycine (glyphosate, Roundup) adalah suatu herbisida non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke seluruh
bagian tumbuhan. Jadi, ia dapat menguasai Imperata cylindrica, Cynodon
dactylon, Cyperus rotundus,dan Chloromolaena odorata. Garam dapur lebih berbahaya untuk manusia bila dibandingkan dengan glifosat. Jadi glifosat sangat
aman dipakai (Riadi, et al. 2011).
Herbisida glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan di
dunia, dan glifosat adalah agrokimia terkemuka di dunia. Meskipun glifosat
herbisida telah populer sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 1974,
penggunaannya dalam pertanian telah berkembang baru-baru ini dengan
peningkatan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetik untuk
mentolerir perlakuan glifosat (Cox, 2004).
Tumbuhanyang diberi perlakuanglifosatakan mentranslokasikanherbisida
secarasistemikke akar mereka, menyerang berbagai daerahdan buah, di manaitu
mengganggukemampuantanamanuntuk membentukasam amino yang diperlukan
sampai tigahari. Karenatanaman yang menyerapglifosattidak bisa
sepenuhnyadihilangkandengan mencucinya
Glifosat adalah herbisida sistemik non-selektif yang diterapkan langsung
untuk daun tanaman. Ketika digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, glifosat
dapat bertindak sebagai pengatur pertumbuhan tanaman. Glifosat adalah glycine
derivative, nama International Union of Pure and Applied Kimia (IUPAC) untuk glifosat adalah N-(fosfonometil) glycine3 (Miller,et.al, 2013).
Glifosat telah menjadi herbisida global karena fleksibilitas dalam
mengendalikan gulma dengan spektrum yang sangat luas pada pertanian, industri,
dan domestik. Ini adalah herbisida non-selektif yang efektif dalam membunuh
semua jenis tanaman termasuk rumput, tanaman keras, dan tanaman berkayu.
Herbisida yang diserap ke dalam tanaman melalui daun dan jaringan tangkai
lembut. Hal ini kemudian diangkut seluruh tanaman dan bertindak ke berbagai
sistem enzim menghambat metabolisme asam amino. Glifosat menghambat jalur
asam shikimat. Oleh karena itu, tanpa asam amino, tanaman tidak bisa membuat
protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses kehidupan, yang mengakibatkan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di kebun percobaanFakultas Pertanian USU,
Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober 2016.
Bahan dan Alat
Biji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas biji Eleusine indica
yang resisten-glifosatyang diambil dari beberapa blok afdeling II, III, IV, V, dan
VIII di kebun Rambutan PTPN III.E.indica di kebun Rambutan (ESU5) yang
dilaporkan bahwa glifosat tidak lagi efektif untuk mengendalikannya. Seluruh
populasitersebut disemprot glifosat bersamaan populasi sensitif herbisida (ESU0)
yang berasal dari Padang Bulan Medan yang tidak pernah mendapat perlakuan
herbisida sebelumnya. Bahan yang digunakan adalah herbisida bahan aktif
glifosat, top soil, pasir, kompos, boks perkecambahan dan pot penelitian
berukuran 23 cm x 17 cm.
Alat yang digunakan meliputi knapsack sprayer “Solo”, meteran, pacak
sampel, label nama, amplop, ember, pot, cangkul, gelas ukur, kalkulator, kamera,
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non
faktorial, dengan faktor perlakuan asal biji. Dengan taraf perlakuan ada 15 yaitu :
1. ESU0 = Sensitif
Mengambil sampel untuk melihat penyebaran di PTPN III Kebun Rambutan
Luas Lahan : 1139.225 H.a
Jumlah blok lahan : 69 blok
Jumlah sampel blok lahan : 15
Jumlah tanaman/pot : 20
Jumlah ulangan : 4
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut
Yij = μ + αi + εij
dimana:
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke- j
μ = Nilai tengah
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji beda rataan terkecil Duncan (DMRT) taraf 5%
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Biji
Pada populasi lulangan di Kebun Rambutan, disebut sebagai ESU5, biji
diambil dari beberapa blok kebun Rambutan PTPN III, Serdang Bedagai. Areal
tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus ±28 tahun. Metode
pengambilan biji lulangan pada setiap areal blok dilakukan metode zig zag yaitu
dengan membuat titik pengambilan sampel secara acak pada setiap blok. Biji yang
diambil adalah biji yang telah matang yang ditandai pada bagian buahnya telah
berwarna coklat dan biji mudah rontok, diambil sebanyak-banyaknya dari induk
minimal 50 induk /blok afdelinguntuk dijadikan sumber biji, biji dimasukkan
kedalam amplop dan diberi label kemudian dibawa ke lahan Fakultas Pertanian
USU untuk proses pengujian.Sedangkan populasi pembanding adalah populasi E.
yang disebut sebagai populasi ESU0. Jumlah populasi ESU0 yang menjadi sumber
biji ± 300 induk E. indica.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah topsoil, pasir, dan kompos dengan
perbandingan 2:1:1. Media tersebut diaduk merata dan dimasukkan ke dalam pot
penelitian yang berdiameter 23 cm dan tinggi 17 cm. Serta disiapkan juga untuk
media tanam perkecambahan berukuran 30 cm × 20 cm.
Penyemaian
Biji gulma pembanding dan sejumlah populasi dari kebun Rambutan
tersebut disemaikan pada hari yang sama di dalam boks perkecambahan
berukuran 30 cm × 20 cm secara terpisah dan diberi label untuk setiap boks
perkecambahan untuk membedakan sampel gulma yang diambil dari beberapa
blok afdeling.
Penanaman
Bibit dari boks persemaian dipindah tanam saat tumbuhan berdaun 2-3
helai. Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat bantu papan yang
memiliki pembentuk lubang tanah di dalam pot, penanaman dilakukan secara
hati-hati dan terdiri dari 20 bibit untuk tiap pot.
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor setiap hari, yang
Penyiangan
Penyiangan dilakukan ketika ada gulma lain yang tumbuh pada pot.
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma lain yang tumbuh di media
pot.
Aplikasi Herbisida
Sebelum aplikasi herbisida dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat
semprot untuk menentukan volume semprot sebanyak 304,76 L/ha. Tumbuhan
lulangan disemprotpada fase pertumbuhan berdaun 4-5 helai atau umur 4 minggu
setelah tanam (MST). Penyemprotan dengan glifosat pada dosis 480g
b.a/hadengan menggunakan alat semprot punggung (knapsack sprayer ‘SOLO’).
Ketinggian nozel pada saat penyemprotan ditentukan 40 cm dari tanaman
Eleusine indica, aplikasi herbisida dilaksanakan pada kondisi cuaca cerah. Panen
Tumbuhan lulangan dipanen dengan cara memotong pada permukaan
tanah berumur 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Tajuk yang dipotong tepat pada
leher akar pada masing-masing pot dimasukkan kedalam amplop untuk
selanjutnya dikeringkan.
Pengamatan
Jumlah gulma bertahan hidup
Jumlah gulma yang bertahan hidup dihitung untuk masing-masing pot
pada 3 minggu setelah aplikasi (MSA).
Bobot Kering
Bobot kering ditimbang setelah dikering ovenkan pada temperatur 70ºC
pengeringan didalam oven dilakukan rotasi setiap 24 jam. Pengambilan data
diambil dari setiap pot yang kemudian dirata-ratakan.
Kategori/ Tingkat Resisten
Resistensi lulangan dibagi atas 4 kategori yaitu:
1. Sangat resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai sangat resisten
jika 75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi
herbisida.
2. Resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai resisten jika 20% -
<75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.
3. Berkembang resisten (Mooderate Resistant) yaitu populasi gulma
digolongkan sebagai berkembang resisten jika 2- < 20% jumlah populasi
bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.
4. Rentan/ sensitif yaitu populasi gulma digolongkan sebagai rentan atau
sensitif jika <2% jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi
ABSTRAK
Agustinus Kristian Purba : Pemetaan Sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan (Eleusine indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III, dibimbing oleh Edison Purba dan Charloq.
Pengendalian rumput lulangan (E. indica) pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III denganmenggunakanglifosattelahberlangsung secara
terus-menerus .Belakanganinidilaporkanbahwa bahanaktif herbisida tersebuttidaklagiefektifuntukmengendalikanE.indica pada areal tersebut.Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan(E. indica) resisten glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III. Biji diambil dari 14 blok kebun Rambutan PTPN III Serdang Bedagai,pada areal tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus (populasi ESU5) selama 28 tahundan populasi ESU0 diambil dari Padang Bulan Medan sebagai pembanding. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial, setiap populasi dibuat dalam 5 ulangan, dan disemprot dengan glifosat (480 g b.a/ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 populasi lulangan kebun Rambutan sebanyak 9 populasi sangat resisten terhadap glifosat dan 5 populasi resisten terhadap glifosat. Dengan demikian seluruh populasi telah berkembang menjadi resisten terhadap glifosat.
ABSTRACT
Agustinus Kristian Purba : Mapping the distribution and resistance levels weed of goosegras (Eleusine indica L. Gaertn.)against Glyphosate on rubber planting PTPN III Rambutan estate, supervised by Edison Purba and Charloq.
Goosegrass (Eleusine indica) at rubber planting at PTPN III Rambutan Estate had been controlled using glyphosate on continuously. Later it was reported that the herbicide active ingredients are no longer effective at controlling E.indica in the area. The objective of this study was to determine the spread and resistance levels bones ( E. Indica ) to glyphosate in rubber planting PTPN IIIRambutan estate.Sampling of weeds taken from 14 blockPTPN III Rambutan estate Serdang Bedagai, in the area had been sprayed with glyphosate continuously ( ESU5 population ) for 28 years and the population ESU0 taken from Padang Bulan Medan as a comparison. Experiment using Fully Randomized Design non Factorial, each population was made in 5 replications, and sprayed with glyphosate (480 g ba / ha).
Results showed that 14 populations from the Rambutan estate. 9 populations especially resistant of glyphosate and 5 population resistant of glyphosate. Thus the entire population has grown to become resistant to glyphosate.
PEMETAAN SEBARANDAN TINGKAT RESISTENSI LULANGAN ( Eleusine indica)
TERHADAP GLIFOSAT PADA PERTANAMAN KARET DI KEBUN RAMBUTAN
PTPN III
SKRIPSI
OLEH:
AGUSTINUS K. PURBA
110301160/BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMETAAN SEBARANDAN TINGKAT RESISTENSI LULANGAN ( Eleusine indica)
TERHADAP GLIFOSAT PADA PERTANAMAN KARET DI KEBUN RAMBUTAN
PTPN III
SKRIPSI
OLEH:
AGUSTINUS K. PURBA
110301160/BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Pemetaan Sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan (Eleusine indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III
Nama : Agustinus K. Purba NIM : 110301160
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D Dr. Ir.Charloq , MP.
Ketua Anggota
Mengetahui:
ABSTRAK
Agustinus Kristian Purba : Pemetaan Sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan (Eleusine indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III, dibimbing oleh Edison Purba dan Charloq.
Pengendalian rumput lulangan (E. indica) pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III denganmenggunakanglifosattelahberlangsung secara
terus-menerus .Belakanganinidilaporkanbahwa bahanaktif herbisida tersebuttidaklagiefektifuntukmengendalikanE.indica pada areal tersebut.Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan(E. indica) resisten glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III. Biji diambil dari 14 blok kebun Rambutan PTPN III Serdang Bedagai,pada areal tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus (populasi ESU5) selama 28 tahundan populasi ESU0 diambil dari Padang Bulan Medan sebagai pembanding. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial, setiap populasi dibuat dalam 5 ulangan, dan disemprot dengan glifosat (480 g b.a/ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 populasi lulangan kebun Rambutan sebanyak 9 populasi sangat resisten terhadap glifosat dan 5 populasi resisten terhadap glifosat. Dengan demikian seluruh populasi telah berkembang menjadi resisten terhadap glifosat.
ABSTRACT
Agustinus Kristian Purba : Mapping the distribution and resistance levels weed of goosegras (Eleusine indica L. Gaertn.)against Glyphosate on rubber planting PTPN III Rambutan estate, supervised by Edison Purba and Charloq.
Goosegrass (Eleusine indica) at rubber planting at PTPN III Rambutan Estate had been controlled using glyphosate on continuously. Later it was reported that the herbicide active ingredients are no longer effective at controlling E.indica in the area. The objective of this study was to determine the spread and resistance levels bones ( E. Indica ) to glyphosate in rubber planting PTPN IIIRambutan estate.Sampling of weeds taken from 14 blockPTPN III Rambutan estate Serdang Bedagai, in the area had been sprayed with glyphosate continuously ( ESU5 population ) for 28 years and the population ESU0 taken from Padang Bulan Medan as a comparison. Experiment using Fully Randomized Design non Factorial, each population was made in 5 replications, and sprayed with glyphosate (480 g ba / ha).
Results showed that 14 populations from the Rambutan estate. 9 populations especially resistant of glyphosate and 5 population resistant of glyphosate. Thus the entire population has grown to become resistant to glyphosate.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkatdan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pemetaan sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan
( Eleusine indica ) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
atas petunjuk, saran dan bimbingan oleh Bapak Prof. Edison Purba Ph.D, sebagai
ketua komisi pembimbing, Ibu Dr.Ir. Charloq, MP sebagai anggota komisi
pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada para dosen dan staf
pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
Medan,November 2016
DAFTAR ISI
Karakteristik Eleusine indica ... 4Pengendalian Gulma Di Perkebunan ... 4
Resisten Herbisida ... 6
Mekanisme Resisten Herbisida ... 9
Evolusi Resistensi Herbisida ... 9
Glifosat ... 11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian. ... 14
Pelaksanaan Penelitian ... 15
Pengambilan biji ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 19
Jumlah Gulma Bertahan Hidup ... 19
Bobot Kering... 21
Pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 26
Saran ... 26
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Hal
1 Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap kemampuan bertahan hidup rumput lulangan ( E.indica)dari 14 blok kebun
Rambutan dan biotip sensitif pada 3MSA ... 18
2 Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap bobot kering rumput lulangan ( E.indica)dari 14 blok kebun Rambutan dan
populasi sensitif pada 3MSA ... 21
3 Klasifikasi tingkat resistensi berdasarkan persentase bertahan hidup pada tabel 1 populasi E.indica PTPN III Kebun
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Persentase Gulma Bertahan Hidup rumput lulangan terhadap Aplikasi
Glifosat pada 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif...
19
2 Bobot Kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi Glifosat pada 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif...
22
3 Persentase penyusutan bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi
Glifosat pada 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif... 22
4 Pengambilan sampel... 31
5. Persiapan Media Tanam dan Persemaian... 32
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1 Kalibrasi Alat Semprot 29
2 E.indica populasi ESU5 dan ESU0 yang bertahan hidup hingga 3 MSA pada aplikasi glifosat ( 480 g b.a/ha)...
30
3 Bobot Kering E.indica populasi ESU5 dan ESU0 yang bertahan hidup hingga 3 MSA pada aplikasi glifosat ( 480 g b.a/ha)...
31
4 Dokumentasi Penelitian 32
5 Peta Blok Lahan Pertanaman Karet Kebun Rambutan PTPN
III