• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Sebarandan Tingkat Resistensi Lulangan ( Eleusine Indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet Di Kebun Rambutan Ptpn Iii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Sebarandan Tingkat Resistensi Lulangan ( Eleusine Indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet Di Kebun Rambutan Ptpn Iii"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ashigh, J. and T. M. Sterling. 2009. Herbicide Resistance: Development and management. http://aces.nmsu.edu. Diakses tanggal 25 Oktober 2016

Beyond Pesticides. 2014.Glyphosate.Diaksesdari

Breden, G. and James T.B. 2009. Goosegrass (Eleusine indica).Turfgrass Science.University of Tenessee.

Cox, C. 2004.Glyphosate. Journal of Pesticide Reform 4:10-15.

Deptan. 2012. Karet. www.deptan.co.id. Diakses pada tanggal 15 November 2016.

Evans S. P., Knezevic S. Z., Shapiro C. A., Lindquist J.L. 2003. Nitrogen application influences the critical period for weed control in corn. Weed Sci 51:408–417

Gapkindo. 2014. Luas Perkebunan Karet. Diakses dari tanggal 25 Oktober 2016

Girsang, J. 2010. Skripsi : Kajian Efikasi Paraquat Glifosat, 2,4-D Terhadap Asystasia dan Perkecambahan Seedbank di Pertanaman Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hager, A. G. dan D. Refsell. 2008. Weed Resistance to Herbicides. Department ofCrop Sciences, Ameri Oktober 2016

Lee, L. J. dan J. Ngim. 2000. A First Report of Glyphosate-Resistant Goosegrass (Eleusine indica (L.) Gaertn) in Malaysia. Melaka, Malaysia. http://ag.udel.edu.Diakses tanggal 25 Oktober 2016.

Mathers, H. M. 2002. Herbicide Resistance: Development, Prevention and Recognition. Oktober 2016

Menne, H. dan H. Kocher. 2007. HRAC Classification of Herbicides and Resistance Development. ISBN : 9

Miller, A., J. A. Gervais, B. Luukinen, K. Buhl, and D. Stone.2013. Glyphosate Technical Fact Sheet.National Pesticide Information Center. Oregon State University Extension Services

(2)

Prather, T. S., J. M. Ditomaso, dan J. S. Holt. 2000. Herbicide Resistence: Definitionand Management Strategies.http://anrcatalog.ucdavis.edu. Diakses tanggal 18 Juni 2016.

Purba, E. 2004. Pengujian Lapangan Efikasi Herbisida Ristop 240 AS Terhadap Gulma Pada Budidaya Karet Menghasilkan. http://www.library.usu.ac.id. Diakses Tanggal 9 Juli 2016.

Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma, Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara, Medan.

Riadi,M. Sjahril,R. Dan Syam’un, E. 2011. Bahan ajar mata kuliah herbisida dan aplikasinya. Prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian UNHAS. Makassar

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan pengelolaanya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Steckel, L. 2005. Goosegrass (Eleusine indica L. Gaertn.). Programs in agriculture and natural resources. Departement of agriculture.University of Tennesse

Santhakumar, N. T. 2002. Mechanism of Herbicide Resistance in Weeds University of Massachussets, Amherst. pada tanggal 26 Oktober 2016.

Sukma, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

(3)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaanFakultas Pertanian USU,

Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat

Biji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas biji Eleusine indica

yang resisten-glifosatyang diambil dari beberapa blok afdeling II, III, IV, V, dan

VIII di kebun Rambutan PTPN III.E.indica di kebun Rambutan (ESU5) yang

dilaporkan bahwa glifosat tidak lagi efektif untuk mengendalikannya. Seluruh

populasitersebut disemprot glifosat bersamaan populasi sensitif herbisida (ESU0)

yang berasal dari Padang Bulan Medan yang tidak pernah mendapat perlakuan

herbisida sebelumnya. Bahan yang digunakan adalah herbisida bahan aktif

glifosat, top soil, pasir, kompos, boks perkecambahan dan pot penelitian

berukuran 23 cm x 17 cm.

Alat yang digunakan meliputi knapsack sprayer “Solo”, meteran, pacak

sampel, label nama, amplop, ember, pot, cangkul, gelas ukur, kalkulator, kamera,

(4)

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non

faktorial, dengan faktor perlakuan asal biji. Dengan taraf perlakuan ada 15 yaitu :

1. ESU0 = Sensitif

Mengambil sampel untuk melihat penyebaran di PTPN III Kebun Rambutan

Luas Lahan : 1139.225 H.a

Jumlah blok lahan : 69 blok

Jumlah sampel blok lahan : 15

Jumlah tanaman/pot : 20

Jumlah ulangan : 4

(5)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut

Yij = μ + αi + εij

dimana:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke- j

μ = Nilai tengah

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan

dengan uji beda rataan terkecil Duncan (DMRT) taraf 5%

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan Biji

Pada populasi lulangan di Kebun Rambutan, disebut sebagai ESU5, biji

diambil dari beberapa blok kebun Rambutan PTPN III, Serdang Bedagai. Areal

tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus ±28 tahun. Metode

pengambilan biji lulangan pada setiap areal blok dilakukan metode zig zag yaitu

dengan membuat titik pengambilan sampel secara acak pada setiap blok. Biji yang

diambil adalah biji yang telah matang yang ditandai pada bagian buahnya telah

berwarna coklat dan biji mudah rontok, diambil sebanyak-banyaknya dari induk

minimal 50 induk /blok afdelinguntuk dijadikan sumber biji, biji dimasukkan

kedalam amplop dan diberi label kemudian dibawa ke lahan Fakultas Pertanian

USU untuk proses pengujian.Sedangkan populasi pembanding adalah populasi E.

(6)

yang disebut sebagai populasi ESU0. Jumlah populasi ESU0 yang menjadi sumber

biji ± 300 induk E. indica.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah topsoil, pasir, dan kompos dengan

perbandingan 2:1:1. Media tersebut diaduk merata dan dimasukkan ke dalam pot

penelitian yang berdiameter 23 cm dan tinggi 17 cm. Serta disiapkan juga untuk

media tanam perkecambahan berukuran 30 cm × 20 cm.

Penyemaian

Biji gulma pembanding dan sejumlah populasi dari kebun Rambutan

tersebut disemaikan pada hari yang sama di dalam boks perkecambahan

berukuran 30 cm × 20 cm secara terpisah dan diberi label untuk setiap boks

perkecambahan untuk membedakan sampel gulma yang diambil dari beberapa

blok afdeling.

Penanaman

Bibit dari boks persemaian dipindah tanam saat tumbuhan berdaun 2-3

helai. Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat bantu papan yang

memiliki pembentuk lubang tanah di dalam pot, penanaman dilakukan secara

hati-hati dan terdiri dari 20 bibit untuk tiap pot.

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor setiap hari, yang

(7)

Penyiangan

Penyiangan dilakukan ketika ada gulma lain yang tumbuh pada pot.

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma lain yang tumbuh di media

pot.

Aplikasi Herbisida

Sebelum aplikasi herbisida dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat

semprot untuk menentukan volume semprot sebanyak 304,76 L/ha. Tumbuhan

lulangan disemprotpada fase pertumbuhan berdaun 4-5 helai atau umur 4 minggu

setelah tanam (MST). Penyemprotan dengan glifosat pada dosis 480g

b.a/hadengan menggunakan alat semprot punggung (knapsack sprayer ‘SOLO’).

Ketinggian nozel pada saat penyemprotan ditentukan 40 cm dari tanaman

Eleusine indica, aplikasi herbisida dilaksanakan pada kondisi cuaca cerah. Panen

Tumbuhan lulangan dipanen dengan cara memotong pada permukaan

tanah berumur 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Tajuk yang dipotong tepat pada

leher akar pada masing-masing pot dimasukkan kedalam amplop untuk

selanjutnya dikeringkan.

Pengamatan

Jumlah gulma bertahan hidup

Jumlah gulma yang bertahan hidup dihitung untuk masing-masing pot

pada 3 minggu setelah aplikasi (MSA).

Bobot Kering

Bobot kering ditimbang setelah dikering ovenkan pada temperatur 70ºC

(8)

pengeringan didalam oven dilakukan rotasi setiap 24 jam. Pengambilan data

diambil dari setiap pot yang kemudian dirata-ratakan.

Kategori/ Tingkat Resisten

Resistensi lulangan dibagi atas 4 kategori yaitu:

1. Sangat resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai sangat resisten

jika 75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi

herbisida.

2. Resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai resisten jika 20% -

<75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.

3. Berkembang resisten (Mooderate Resistant) yaitu populasi gulma

digolongkan sebagai berkembang resisten jika 2- < 20% jumlah populasi

bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.

4. Rentan/ sensitif yaitu populasi gulma digolongkan sebagai rentan atau

sensitif jika <2% jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah Gulma Bertahan Hidup Setelah Aplikasi Glifosat

Jumlah tumbuhan lulangan yang bertahan hidup setelah aplikasi glifosat

ditunjukkan pada Tabel 1. Populasi ESU5 dari masing-masing blok afdeling

memiliki kemampuan bertahan hidup yang berbeda dibandingkan dengan populasi

ESU0.

Tabel 1. Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap kemampuan bertahan hidup rumput lulangan dari 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif (ESU0) 3 MSA.

Populasi Sumber Biji ( Afd. Blok)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan.

(10)

Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi di Kebun Rambutan (ESU5)

memiliki persentase bertahan hidup yang bervariasi. Populasi ESU5.10 dan ESU5.11

memiliki persentasi bertahan hidup antara 22,5-46,5% termasuk kategori resisten,

populasi ESU5.2 dan ESU5.3 memiliki persentasi bertahan hidup antara

62,5-68,75% yang termasuk juga kategori resisten. Pada populasi ESU5.4, ESU5.5,

ESU5.6, ESU5.7, ESU5.8, ESU5.9, ESU5.12, ESU5.13 memiliki persentasi bertahan

hidup antara 72,5-88,75% termasuk kategori resisten sampai dengan sangat

resisten. Sedangkan populasi ESU5.1 dan ESU5.14 memiliki persentasi bertahan

hidup paling tinggi diantara seluruh populasi yaitu 96,25-100% yang

dikategorikan sangat resisten.

Gambar 1. Persentase Gulma Bertahan Hidup rumput lulangan pada 14 blok Kebun Rambutan 3 minggu setelah aplikasi glifosat.

(11)

Bobot Kering

Tabel rataan terhadap aplikasi glifosat ( 480 g b.a/ha), menunjukkan

bahwa populasi lulangan di Kebun Rambutan (ESU5) pada beberapa blok areal

afdeling memiliki respon yang berbeda terhadap hasil bobot kering setelah

aplikasi glifosat.

Tabel 2. Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap bobot kering

rumput lulangan dari 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif (ESU0)3 MSA

Populasi Sumber Biji Kontrol (g/pot) Rataan (g/pot)

Persentase

Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi ESU5 pada blok areal 175, 184

afdeling III dan blok 54 afdeling V tidak mengalami penyusutan bobot kering,

sedangkan populasi ESU5 pada blok areal 154 dan 164 afdeling V mengalami

(12)

populasi ESU5 pada blok areal 175, 184 afdeling III dan blok 54 afdeling V

resisten terhadap glifosat.

Gambar 2. Bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi Glifosatpada 14 blok kebun

Rambutan dan populasi sensitif

Gambar 3. Persentase penyusutan bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi

Glifosatpada 14 blokkebun Rambutan dan populasi sensitif

(13)

Tabel. 3 Klasifikasi tingkat resisten terhadap aplikasi glifosat berdasarkan persentase

jumlah gulma E. indicapada tabel 1.

ASAL BIJI Kategori

ESU0 -

ESU5.II. 254 Sangat Resisten ESU5.III. 175 Resisten

ESU5.III. 184 Resisten

ESU5.III. 185 Sangat Resisten ESU5. IV. 171 Sangat Resisten

Tabel 1 menunjukkan bahwa kemampuan bertahan hidup seluruh populasi

dari kebun Rambutan (ESU5.1 - ESU5.14) memiliki perbedaan yang nyata

dibandingkan dengan populasi ESU0. Populasi ESU5.10 dan ESU5.11 pada afdeling

V, memiliki persentasi bertahan hidup 22,5% dan 46,5% yang termasuk kategori

resisten, populasi ESU5.2 dan ESU5.3 pada afdeling III, memiliki persentasi

bertahan hidup antara 62,5% dan 68,75% yang termasuk juga kategori resisten.

Pada populasi ESU5.4, ESU5.5 , ESU5.6 , ESU5.7 , ESU5.8 , ESU5.9, ESU5.12 , ESU5.13

yang terdapat pada afdeling III, IV, V, dan VIII, memiliki persentasi bertahan

hidup antara 72,5-88,75% yang termasuk kategori resisten sampai dengan sangat

(14)

VIII, memiliki persentasi bertahan hidup paling tinggi diantara seluruh populasi

yaitu 96,25 dan 100% yang dikategorikan sangat resisten. Hal ini didasarkan pada

uji duncan, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi tersebut sudah

menjadi populasi yang resisten. Hal ini dikarenakan pemakaian herbisida

berbahan aktif glifosat sangat intens digunakan dalam pengendalian gulma diareal

blok perkebunan karet kebun Rambutan PTPN III hal ini sesuai dengan literatur

Purba (2008) yang menyatakan pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan

aktif atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada

suatu areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi

dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran

herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis

herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian

juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut

kebal terhadap herbisida tersebut.

Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi glifosatpada populasi ESU0dan

ESU5menyebabkan bobot kering yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan kemampuan masing-masing populasi yang bertahan hidup. Bobot

keringpopulasi ESU5 pada blok areal 154 dan 164 afdeling V mengalami

penyusutan lebih besar yaitu ≥ 75%. Namun pada populasi ESU5 blok areal 175,

184, dan 54 aplikasi gifosat tidak berpengaruhterhadap penyusutan bobot kering,

dimana bobot kering gulma bertahan hidup setelah aplikasi glifosat sama atau

lebih besar dari bobot kering tanaman kontrol.

Tabel 3 menujukkan bahwa kategori resistensiE. indica di kebun Rambutan

(15)

yang diambil dari blok areal kebun Rambutan, jika di klasifikasikan tingkat resistensi

6 blok areal dikategorikan resisten terhadap glifosat yaitu pada blok 175, 184, 64,

154, 164, 2 dan 8 blok areal dikategorikan sangat resistan terhadap glifosat yaitu

pada blok areal254, 185, 171, 172, 182, 54, 1, dan 12.Pembagian kategori resisten

dilihat dari persentase bertahan hidup gulma, dikatakan sangat resisten apabila

persentase bertahan hidupnya diatas 75% , dikatakan resisten apabila persentase

bertahan hidupnya diatas 20 %, hal ini sesuai dengan literatur Owen dan Powles

(2009) yang menyatakan bahwa yang digolongkan sebagai sangat resisten jika 75%

atau lebih dariindividu dalam populasi bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.

Dimanaada 20% atau lebih kelangsungan hidup populasi digolongkan sebagai

resisten. Di mana ada 2%-19% kelangsungan hidup populasi digolongkan

berkembang resisten, dimana ada kurang dari 2% bertahan hidup,populasi

(16)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Penyebaran lulangan(E. indica) resisten-glifosat telah terjadi pada keempat

belas blok afdeling pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III

Serdang Bedagai

2. Tingkat resistensi populasi-populasi E.indica terhadap glifosat bervariasi

antar blok dan afdeling. Sembilan populasi (blok) termasuk kategori

“sangat resisten” yaitu pada blok areal 254, 185, 171, 172, 182, 54, 1, dan

12 sedangkan lima populasi (blok) termasuk kategori “resisten” glifosat

terdapat di afdeling III pada blok 175 dan 184, afdeling V pada blok 64,

154, 164, dan afdeling VIII pada blok 2.

Saran

Pengendalian gulma E.indica di blok afdeling kebun Rambutan PTPN III

sebaiknya berdasarkan kepada pemetaan sebaran dan tingkat resistensi gulma

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn

Dalam dunia tumbuhan E.indica termasuk ke dalam famili

Poaceae,genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun

pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak

dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya.

Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta

mudahterbawa.E.indica berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat

menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).

E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki sistem perakaran serabut. Daun berwarna hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun

memanjang dan memiliki helaian daun yang berlipat.Pada permukaan daun

hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus. Gulma ini memiliki malai yang tampak

seperti bergerigi. Biji- biji tersusun seperti tandan pada tangkai bunga.Pada

Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada ujung batang (Breden dan James, 2009).

Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan

terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter diatas

permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang

terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik

kontak maupun sistemik efektif untuk mengendalikannya (Breden and James, 2009).

Pengendalian Gulma Perkebunan

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya

saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman

(18)

mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan

dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di

pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman

utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan

menggunakan herbisida.Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun

sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca

tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,

terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan

tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya

(Girsang, 2010).

Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma

harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,

yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrasi, dan

tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,

dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:

cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),

dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Sembodo, 2010).

Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan

karet. Pengendalian secara khemis dilakukan dengan cara penyemprotan pada

sepanjang strip sepanjang barisan tanaman. Dengan pengaplikasian herbisida

maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya

(19)

diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding dengan metoda lain

seperti membabat dan mengikis ( Purba, 2004).

Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman

karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan

memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya

sitotoksisitas pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi

keamanan terhadap lingkungan (organisme bukan sasaran), harga dan

ketersediaan ( Purba, 2004).

Resisten Herbisida

Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu

tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan

dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di dalam

suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan acak,

walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya mutasi

tersebut (Prather, et. al, 2000).

Kelemahan dari penggunaan herbisida adalah dapat menimbulkan efek

samping seperti mengakibatkan resistensi beberapa spesies gulma, menimbulkan

populasi gulma resisten yang dominan, dan residunya dapat meracuni tanaman.

Keanekaragaman spesies dan kepadatan gulma telah meningkat dalam beberapa

tahun terakhir akibat semakin berkembangnya penggunaan herbisida yang

memiliki tingkat efektivitas tinggi ( Prather et. al, 2000 ).

Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk

bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya

(20)

herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan

spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,

karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies

terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi

merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat

(Hager dan Refsell, 2008).

Para ahli biologi mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu gulma

berubah menjadi resisten tanpa perubahan dari populasinya. Populasi gulma

memiliki kelebihan masing-masing, meskipun ada kemiripan bentuk antar gulma

akan tetapi ada perbedaan pada level genetis. Terkadang, ada beberapa variasi

genetik yang peka terhadap herbisida sehingga penanggulangan tidak perlu

berulang (hanya 1:1.000.000). Evolusi resistensi terus berlanjut seiring dengan

pemakaian satu jenis herbisida yang menyebabkan biotip populasi alami yang

rentan menurun drastis dan biotip resisten perlahan meningkat. Akan tetapi, kita

tidak akan mengetahui perbedaan gulma yang rentan dan resisten

(Santhakumar, 2002).

Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif

atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu

areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi

dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran

herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis

herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian

juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut

(21)

dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap

herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya

secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan

mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu

yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika

menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian

( Purba, 2009 ).

Meningkatnya masalah terhadap populasi gulma resisten herbisida

sebagian besar dimiliki oleh negara-negara dengan sistem pertanian yang intensif.

Adanya ketergantungan dengan alat-alat manajemen gulma dengan mengabaikan

prinsip-prinsip pengelolaan gulma terpadu sangat erat kaitannya dengan

perubahan pada komunitas populasi gulma. Keterbatasan dalam sistem

penanaman, kurangnya pergantian bakan kimia herbisida dan cara kerja,

keterbatasan dalam teknik pengendalian gulma, penurunan dosis dan sebagainya

merupakan pendorong utama terjadinya resistensi herbisida

(Menne dan Kocher, 2007).

Dalam semua percobaan, dengan semua herbisida, angka kematian 100%

terjadi jika populasi yang rentan, sedangkan dikenal populasi resisten selalu ada

kelangsungan hidup yang sangat tinggi (≥90%) dengan semua herbisida yang

digunakan. Efek herbisida adalah dinilai dengan menentukan kematian bibit 21

hari setelah aplikasi. Populasi oat liar yang digolongkan sebagai resisten jika 20%

atau lebih dari individu dalam populasi bertahan hidup terhadap herbisida. Jika

(22)

resistensi/multiple resistant dan jika ada kurang dari 2% bertahan hidup, populasi

digolongkan rentan ( Owen dan Powles, 2009).

Mekanisme Resistensi Herbisida

Penggunaan alternatif herbisida tidak akan menghalangi masalah gulma

resisten.Inimembutuhkan pentingnya untuk lebih memahami mekanisme

resistensi herbisida sehingga kita bisa mengatasi ancaman ini dengan cara yang

lebih baik. Sifat tahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami biokimia

tanaman dasar proses dan mekanisme dasar dimana tanaman mempertahankan diri

dari bahan kimia beracun xenobiotik. Metode baru untuk mengatasi perlawanan

dan dengan demikian untuk mengendalikan gulma resisten mungkin

dikembangkan (Santhakumar, 2002).

Tiga sistem enzim yang dikenal terlibat dalam resisten karena

meningkatnya detoksifikasi herbisida (mengurangi kadar racun).

Resistensi untuk atrazine beberapa populasi Abutilion theophrasti karena

peningkatan aktivitas glutathione-s-transferase yang mendetoksifikasi atrazine.

Resistensi terhadap propanil pada spesies Echinochloa colona adalah karena

peningkatan aktivitas enzim Aril-acylamidase yang mendetoksifikasi propanil.

Meningkatnya metabolisme herbisida karena sitokrom P450 monoxygenase

yang bertanggung jawab resisten terhadap inhibitor ACCase, ALS dan PSII di

jumlah spesies rumput (Santhakumar, 2002).

Evolusi Resisten Herbisida

Selama bertahun-tahun petani beranggapan bahwa dengan herbisida yang

sama hasil pengendalian terhadap spesies tersebut selalu memuaskan, maka petani

(23)

pengendalian kemungkinan disebabkan oleh kualitas herbisida sudah turun. Petani

tidak menyadari bahwa populasi gulma yang sebelumnya cukup peka sekarang

telah berubah menjadi populasi resisten ( Purba, 2009 ).

Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan

herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini

resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance

(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda).Cross resistance

adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang

belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple resistance

adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi dengan satu

herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya selama beberapa

tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).

Karena adanya seleksi yang terus-menerus jumlah individu yang peka

dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu

resisten. Individu resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan

yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan

akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan

sifat ini pada keturunan mereka. Karena pengguna herbisida sering menganggap

bahwa individu-individu gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal,

petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi

(24)

Glifosat

Nama Umum : Glifosat

Nama Kimia : [(phosphonomethyl) amino] acetic acid

Rumus Bangun :

N-phosphonomethyl glycine (glyphosate, Roundup) adalah suatu herbisida non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke seluruh

bagian tumbuhan. Jadi, ia dapat menguasai Imperata cylindrica, Cynodon

dactylon, Cyperus rotundus,dan Chloromolaena odorata. Garam dapur lebih berbahaya untuk manusia bila dibandingkan dengan glifosat. Jadi glifosat sangat

aman dipakai (Riadi, et al. 2011).

Herbisida glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan di

dunia, dan glifosat adalah agrokimia terkemuka di dunia. Meskipun glifosat

herbisida telah populer sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 1974,

penggunaannya dalam pertanian telah berkembang baru-baru ini dengan

peningkatan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetik untuk

mentolerir perlakuan glifosat (Cox, 2004).

Tumbuhanyang diberi perlakuanglifosatakan mentranslokasikanherbisida

secarasistemikke akar mereka, menyerang berbagai daerahdan buah, di manaitu

mengganggukemampuantanamanuntuk membentukasam amino yang diperlukan

(25)

sampai tigahari. Karenatanaman yang menyerapglifosattidak bisa

sepenuhnyadihilangkandengan mencucinya

Glifosat adalah herbisida sistemik non-selektif yang diterapkan langsung

untuk daun tanaman. Ketika digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, glifosat

dapat bertindak sebagai pengatur pertumbuhan tanaman. Glifosat adalah glycine

derivative, nama International Union of Pure and Applied Kimia (IUPAC) untuk glifosat adalah N-(fosfonometil) glycine3 (Miller,et.al, 2013).

Glifosat telah menjadi herbisida global karena fleksibilitas dalam

mengendalikan gulma dengan spektrum yang sangat luas pada pertanian, industri,

dan domestik. Ini adalah herbisida non-selektif yang efektif dalam membunuh

semua jenis tanaman termasuk rumput, tanaman keras, dan tanaman berkayu.

Herbisida yang diserap ke dalam tanaman melalui daun dan jaringan tangkai

lembut. Hal ini kemudian diangkut seluruh tanaman dan bertindak ke berbagai

sistem enzim menghambat metabolisme asam amino. Glifosat menghambat jalur

asam shikimat. Oleh karena itu, tanpa asam amino, tanaman tidak bisa membuat

protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses kehidupan, yang mengakibatkan

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan komoditas karet terus meningkat dari tahun ke tahun,

terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal perkebunan karet selama

2009 - 2014 sebesar 0.99 %, sedangkan produksi karet meningkat rata-rata 0.96 %

per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga karet yang relatif

stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya

petani, yang cukup menguntungkan.Tahun 2014 luas areal perkebunan karet di

Sumatera Utara mencapai 3,606 juta Ha dengan produksi 3,205 juta ton karet

(Gapkindo, 2014).

Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia

sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan

komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sepatu, pipa, kabel, karpet,

rol, dan banyak lainnya. Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan

penting bagi perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa, sumber bahan

baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian di daerah (Deptan, 2012).

Meningkatkan produksi hasil perkebunan sering kali ditemui berbagai

kendala, diantaranya semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja pada saat

pengolahan tanah yang berdampak pada peningkatan permintaan upah . Kegiatan

penting lainnya adalah melakukan pengendalian gulma yang tumbuh di sekitar

tajuk tanaman. Gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman karet

diketahui dapat menyebabkan kerugian terhadap karet tersebut, akibat adanya

(27)

seperti air, unsur hara, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Gulma atau tanaman

yang tidak diinginkan keberadaannya menjadi pesaing utama tanaman utama pada

saat pertumbuhan tanaman. Dalam budidaya karet gangguan gulma merupakan

salah satu kendala produksi.

Gulma di perkebunan karet harus dikendalikan agar secara ekonomi tidak

berpengaruh nyata terhadap penurunan hasil produksi. Keberadaan gulma menjadi

masalah besar karena membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang terus menerus

untuk mengendalikan gulma pada perkebunan.

Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di pertanaman karet, antara lain,

(1)pertumbuhan dan matang sadap terhambat hingga tiga tahun, (2) terjadinya

penurunan produksi lateks hingga 5%, (3) menyulitkan operasional kebun seperti

pemupukan dan penyadapan, (4) mendorong perkembangan penyakit akar putih

(mouldy root), serta (5) resiko bahaya kebakaran ( Barus, 2003).

Salah satu contoh gulma yang keberadaannya dapat ditemukan hampir di

semua pertanaman ataupun budidaya tanaman, terutama pada areal perkebunan

tanaman tahunan seperti karetadalah lulangan (Eleusine indica). Keberadaan

gulma ini cukup mengganggu pada areal produksi yang meliputi tanaman belum

menghasilkan (TBM) serta pada areal pembibitan karet. Penyebaran lulangan

sangat cepat karena biji yang ringan mudah terbawa oleh angin di areal

perkebunan. Jika keberadaan lulangan dibiarkan begitu saja maka penyebaran

gulma ini dapat mendominasi areal perkebunan.

Salah satu metode pengendalian gulma yang umum dan utama pada

perkebunan karet adalah pengendalian secara kimia dengan menggunakan

(28)

Pengendalian lulangan (E. indica) di Kebun Rambutan selalu

menggunakan herbisida yang berbahan aktif glifosat pada tanaman belum

menghasilkan (TBM). Penggunaan glifosat ini dilakukan disetiap afdeling selama

± 28 tahun sebanyak dua sampai empat kali penyemprotan pertahun dengan dosis

270 s/d 500 gr b.a glifosat/ha. Akhir-akhir ini penggunaan herbisida tersebut tidak

lagi mampu mengendaliakan lulangan. Sedangkan jenis tanaman yang

dibudidayakan pada areal pertanaman karet juga merupakan tanaman yang sama.

Pada beberapa blok pertanaman telah dikonfirnasi bahwa lulangan telah resisten

terhadap glifosat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan

kajian penyebaran dan tingkat resistensi lulangan(Eleusine indica)terhadap

glifosat pada pertanaman karetdi Kebun Rambutan PTPN III.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan

(E. indica) resisten-glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III.

Hipotesis Penelitian

Penyebaran lulangan(E. indica) resisten-glifosat telah terjadi pada

blok-blok pertanaman karet di afdeling Kebun Rambutan PTPN III.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan peta sebaran dan tingkat

resistensi lulangan(E. Indica) terhadap glifosat pada pertanaman karet di sejumlah

afdeling Kebun Rambutan PTPN III sehingga strategi pengendalian gulma di

Kebun Rambutan tersebut dapat dibuat lebih baikdan guna memperoleh data

sebagai bahan penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn

Dalam dunia tumbuhan E.indica termasuk ke dalam famili

Poaceae,genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun

pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak

dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya.

Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta

mudahterbawa.E.indica berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat

menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).

E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki sistem perakaran serabut. Daun berwarna hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun

memanjang dan memiliki helaian daun yang berlipat.Pada permukaan daun

hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus. Gulma ini memiliki malai yang tampak

seperti bergerigi. Biji- biji tersusun seperti tandan pada tangkai bunga.Pada

Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada ujung batang (Breden dan James, 2009).

Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan

terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter diatas

permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang

terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik

kontak maupun sistemik efektif untuk mengendalikannya (Breden and James, 2009).

Pengendalian Gulma Perkebunan

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya

saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman

(30)

mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan

dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di

pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman

utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan

menggunakan herbisida.Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun

sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca

tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,

terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan

tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya

(Girsang, 2010).

Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma

harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,

yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrasi, dan

tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,

dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:

cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),

dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Sembodo, 2010).

Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan

karet. Pengendalian secara khemis dilakukan dengan cara penyemprotan pada

sepanjang strip sepanjang barisan tanaman. Dengan pengaplikasian herbisida

maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya

(31)

diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding dengan metoda lain

seperti membabat dan mengikis ( Purba, 2004).

Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman

karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan

memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya

sitotoksisitas pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi

keamanan terhadap lingkungan (organisme bukan sasaran), harga dan

ketersediaan ( Purba, 2004).

Resisten Herbisida

Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu

tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan

dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di dalam

suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan acak,

walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya mutasi

tersebut (Prather, et. al, 2000).

Kelemahan dari penggunaan herbisida adalah dapat menimbulkan efek

samping seperti mengakibatkan resistensi beberapa spesies gulma, menimbulkan

populasi gulma resisten yang dominan, dan residunya dapat meracuni tanaman.

Keanekaragaman spesies dan kepadatan gulma telah meningkat dalam beberapa

tahun terakhir akibat semakin berkembangnya penggunaan herbisida yang

memiliki tingkat efektivitas tinggi ( Prather et. al, 2000 ).

Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk

bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya

(32)

herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan

spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,

karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies

terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi

merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat

(Hager dan Refsell, 2008).

Para ahli biologi mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu gulma

berubah menjadi resisten tanpa perubahan dari populasinya. Populasi gulma

memiliki kelebihan masing-masing, meskipun ada kemiripan bentuk antar gulma

akan tetapi ada perbedaan pada level genetis. Terkadang, ada beberapa variasi

genetik yang peka terhadap herbisida sehingga penanggulangan tidak perlu

berulang (hanya 1:1.000.000). Evolusi resistensi terus berlanjut seiring dengan

pemakaian satu jenis herbisida yang menyebabkan biotip populasi alami yang

rentan menurun drastis dan biotip resisten perlahan meningkat. Akan tetapi, kita

tidak akan mengetahui perbedaan gulma yang rentan dan resisten

(Santhakumar, 2002).

Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif

atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu

areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi

dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran

herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis

herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian

juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut

(33)

dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap

herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya

secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan

mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu

yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika

menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian

( Purba, 2009 ).

Meningkatnya masalah terhadap populasi gulma resisten herbisida

sebagian besar dimiliki oleh negara-negara dengan sistem pertanian yang intensif.

Adanya ketergantungan dengan alat-alat manajemen gulma dengan mengabaikan

prinsip-prinsip pengelolaan gulma terpadu sangat erat kaitannya dengan

perubahan pada komunitas populasi gulma. Keterbatasan dalam sistem

penanaman, kurangnya pergantian bakan kimia herbisida dan cara kerja,

keterbatasan dalam teknik pengendalian gulma, penurunan dosis dan sebagainya

merupakan pendorong utama terjadinya resistensi herbisida

(Menne dan Kocher, 2007).

Dalam semua percobaan, dengan semua herbisida, angka kematian 100%

terjadi jika populasi yang rentan, sedangkan dikenal populasi resisten selalu ada

kelangsungan hidup yang sangat tinggi (≥90%) dengan semua herbisida yang

digunakan. Efek herbisida adalah dinilai dengan menentukan kematian bibit 21

hari setelah aplikasi. Populasi oat liar yang digolongkan sebagai resisten jika 20%

atau lebih dari individu dalam populasi bertahan hidup terhadap herbisida. Jika

(34)

resistensi/multiple resistant dan jika ada kurang dari 2% bertahan hidup, populasi

digolongkan rentan ( Owen dan Powles, 2009).

Mekanisme Resistensi Herbisida

Penggunaan alternatif herbisida tidak akan menghalangi masalah gulma

resisten.Inimembutuhkan pentingnya untuk lebih memahami mekanisme

resistensi herbisida sehingga kita bisa mengatasi ancaman ini dengan cara yang

lebih baik. Sifat tahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami biokimia

tanaman dasar proses dan mekanisme dasar dimana tanaman mempertahankan diri

dari bahan kimia beracun xenobiotik. Metode baru untuk mengatasi perlawanan

dan dengan demikian untuk mengendalikan gulma resisten mungkin

dikembangkan (Santhakumar, 2002).

Tiga sistem enzim yang dikenal terlibat dalam resisten karena

meningkatnya detoksifikasi herbisida (mengurangi kadar racun).

Resistensi untuk atrazine beberapa populasi Abutilion theophrasti karena

peningkatan aktivitas glutathione-s-transferase yang mendetoksifikasi atrazine.

Resistensi terhadap propanil pada spesies Echinochloa colona adalah karena

peningkatan aktivitas enzim Aril-acylamidase yang mendetoksifikasi propanil.

Meningkatnya metabolisme herbisida karena sitokrom P450 monoxygenase

yang bertanggung jawab resisten terhadap inhibitor ACCase, ALS dan PSII di

jumlah spesies rumput (Santhakumar, 2002).

Evolusi Resisten Herbisida

Selama bertahun-tahun petani beranggapan bahwa dengan herbisida yang

sama hasil pengendalian terhadap spesies tersebut selalu memuaskan, maka petani

(35)

pengendalian kemungkinan disebabkan oleh kualitas herbisida sudah turun. Petani

tidak menyadari bahwa populasi gulma yang sebelumnya cukup peka sekarang

telah berubah menjadi populasi resisten ( Purba, 2009 ).

Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan

herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini

resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance

(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda).Cross resistance

adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang

belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple resistance

adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi dengan satu

herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya selama beberapa

tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).

Karena adanya seleksi yang terus-menerus jumlah individu yang peka

dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu

resisten. Individu resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan

yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan

akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan

sifat ini pada keturunan mereka. Karena pengguna herbisida sering menganggap

bahwa individu-individu gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal,

petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi

(36)

Glifosat

Nama Umum : Glifosat

Nama Kimia : [(phosphonomethyl) amino] acetic acid

Rumus Bangun :

N-phosphonomethyl glycine (glyphosate, Roundup) adalah suatu herbisida non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke seluruh

bagian tumbuhan. Jadi, ia dapat menguasai Imperata cylindrica, Cynodon

dactylon, Cyperus rotundus,dan Chloromolaena odorata. Garam dapur lebih berbahaya untuk manusia bila dibandingkan dengan glifosat. Jadi glifosat sangat

aman dipakai (Riadi, et al. 2011).

Herbisida glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan di

dunia, dan glifosat adalah agrokimia terkemuka di dunia. Meskipun glifosat

herbisida telah populer sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 1974,

penggunaannya dalam pertanian telah berkembang baru-baru ini dengan

peningkatan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetik untuk

mentolerir perlakuan glifosat (Cox, 2004).

Tumbuhanyang diberi perlakuanglifosatakan mentranslokasikanherbisida

secarasistemikke akar mereka, menyerang berbagai daerahdan buah, di manaitu

mengganggukemampuantanamanuntuk membentukasam amino yang diperlukan

(37)

sampai tigahari. Karenatanaman yang menyerapglifosattidak bisa

sepenuhnyadihilangkandengan mencucinya

Glifosat adalah herbisida sistemik non-selektif yang diterapkan langsung

untuk daun tanaman. Ketika digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, glifosat

dapat bertindak sebagai pengatur pertumbuhan tanaman. Glifosat adalah glycine

derivative, nama International Union of Pure and Applied Kimia (IUPAC) untuk glifosat adalah N-(fosfonometil) glycine3 (Miller,et.al, 2013).

Glifosat telah menjadi herbisida global karena fleksibilitas dalam

mengendalikan gulma dengan spektrum yang sangat luas pada pertanian, industri,

dan domestik. Ini adalah herbisida non-selektif yang efektif dalam membunuh

semua jenis tanaman termasuk rumput, tanaman keras, dan tanaman berkayu.

Herbisida yang diserap ke dalam tanaman melalui daun dan jaringan tangkai

lembut. Hal ini kemudian diangkut seluruh tanaman dan bertindak ke berbagai

sistem enzim menghambat metabolisme asam amino. Glifosat menghambat jalur

asam shikimat. Oleh karena itu, tanpa asam amino, tanaman tidak bisa membuat

protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses kehidupan, yang mengakibatkan

(38)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaanFakultas Pertanian USU,

Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat

Biji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas biji Eleusine indica

yang resisten-glifosatyang diambil dari beberapa blok afdeling II, III, IV, V, dan

VIII di kebun Rambutan PTPN III.E.indica di kebun Rambutan (ESU5) yang

dilaporkan bahwa glifosat tidak lagi efektif untuk mengendalikannya. Seluruh

populasitersebut disemprot glifosat bersamaan populasi sensitif herbisida (ESU0)

yang berasal dari Padang Bulan Medan yang tidak pernah mendapat perlakuan

herbisida sebelumnya. Bahan yang digunakan adalah herbisida bahan aktif

glifosat, top soil, pasir, kompos, boks perkecambahan dan pot penelitian

berukuran 23 cm x 17 cm.

Alat yang digunakan meliputi knapsack sprayer “Solo”, meteran, pacak

sampel, label nama, amplop, ember, pot, cangkul, gelas ukur, kalkulator, kamera,

(39)

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non

faktorial, dengan faktor perlakuan asal biji. Dengan taraf perlakuan ada 15 yaitu :

1. ESU0 = Sensitif

Mengambil sampel untuk melihat penyebaran di PTPN III Kebun Rambutan

Luas Lahan : 1139.225 H.a

Jumlah blok lahan : 69 blok

Jumlah sampel blok lahan : 15

Jumlah tanaman/pot : 20

Jumlah ulangan : 4

(40)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut

Yij = μ + αi + εij

dimana:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke- j

μ = Nilai tengah

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan

dengan uji beda rataan terkecil Duncan (DMRT) taraf 5%

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan Biji

Pada populasi lulangan di Kebun Rambutan, disebut sebagai ESU5, biji

diambil dari beberapa blok kebun Rambutan PTPN III, Serdang Bedagai. Areal

tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus ±28 tahun. Metode

pengambilan biji lulangan pada setiap areal blok dilakukan metode zig zag yaitu

dengan membuat titik pengambilan sampel secara acak pada setiap blok. Biji yang

diambil adalah biji yang telah matang yang ditandai pada bagian buahnya telah

berwarna coklat dan biji mudah rontok, diambil sebanyak-banyaknya dari induk

minimal 50 induk /blok afdelinguntuk dijadikan sumber biji, biji dimasukkan

kedalam amplop dan diberi label kemudian dibawa ke lahan Fakultas Pertanian

USU untuk proses pengujian.Sedangkan populasi pembanding adalah populasi E.

(41)

yang disebut sebagai populasi ESU0. Jumlah populasi ESU0 yang menjadi sumber

biji ± 300 induk E. indica.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah topsoil, pasir, dan kompos dengan

perbandingan 2:1:1. Media tersebut diaduk merata dan dimasukkan ke dalam pot

penelitian yang berdiameter 23 cm dan tinggi 17 cm. Serta disiapkan juga untuk

media tanam perkecambahan berukuran 30 cm × 20 cm.

Penyemaian

Biji gulma pembanding dan sejumlah populasi dari kebun Rambutan

tersebut disemaikan pada hari yang sama di dalam boks perkecambahan

berukuran 30 cm × 20 cm secara terpisah dan diberi label untuk setiap boks

perkecambahan untuk membedakan sampel gulma yang diambil dari beberapa

blok afdeling.

Penanaman

Bibit dari boks persemaian dipindah tanam saat tumbuhan berdaun 2-3

helai. Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat bantu papan yang

memiliki pembentuk lubang tanah di dalam pot, penanaman dilakukan secara

hati-hati dan terdiri dari 20 bibit untuk tiap pot.

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor setiap hari, yang

(42)

Penyiangan

Penyiangan dilakukan ketika ada gulma lain yang tumbuh pada pot.

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma lain yang tumbuh di media

pot.

Aplikasi Herbisida

Sebelum aplikasi herbisida dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat

semprot untuk menentukan volume semprot sebanyak 304,76 L/ha. Tumbuhan

lulangan disemprotpada fase pertumbuhan berdaun 4-5 helai atau umur 4 minggu

setelah tanam (MST). Penyemprotan dengan glifosat pada dosis 480g

b.a/hadengan menggunakan alat semprot punggung (knapsack sprayer ‘SOLO’).

Ketinggian nozel pada saat penyemprotan ditentukan 40 cm dari tanaman

Eleusine indica, aplikasi herbisida dilaksanakan pada kondisi cuaca cerah. Panen

Tumbuhan lulangan dipanen dengan cara memotong pada permukaan

tanah berumur 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Tajuk yang dipotong tepat pada

leher akar pada masing-masing pot dimasukkan kedalam amplop untuk

selanjutnya dikeringkan.

Pengamatan

Jumlah gulma bertahan hidup

Jumlah gulma yang bertahan hidup dihitung untuk masing-masing pot

pada 3 minggu setelah aplikasi (MSA).

Bobot Kering

Bobot kering ditimbang setelah dikering ovenkan pada temperatur 70ºC

(43)

pengeringan didalam oven dilakukan rotasi setiap 24 jam. Pengambilan data

diambil dari setiap pot yang kemudian dirata-ratakan.

Kategori/ Tingkat Resisten

Resistensi lulangan dibagi atas 4 kategori yaitu:

1. Sangat resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai sangat resisten

jika 75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi

herbisida.

2. Resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai resisten jika 20% -

<75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.

3. Berkembang resisten (Mooderate Resistant) yaitu populasi gulma

digolongkan sebagai berkembang resisten jika 2- < 20% jumlah populasi

bertahan hidup setelah aplikasi herbisida.

4. Rentan/ sensitif yaitu populasi gulma digolongkan sebagai rentan atau

sensitif jika <2% jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi

(44)

ABSTRAK

Agustinus Kristian Purba : Pemetaan Sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan (Eleusine indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III, dibimbing oleh Edison Purba dan Charloq.

Pengendalian rumput lulangan (E. indica) pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III denganmenggunakanglifosattelahberlangsung secara

terus-menerus .Belakanganinidilaporkanbahwa bahanaktif herbisida tersebuttidaklagiefektifuntukmengendalikanE.indica pada areal tersebut.Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan(E. indica) resisten glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III. Biji diambil dari 14 blok kebun Rambutan PTPN III Serdang Bedagai,pada areal tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus (populasi ESU5) selama 28 tahundan populasi ESU0 diambil dari Padang Bulan Medan sebagai pembanding. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial, setiap populasi dibuat dalam 5 ulangan, dan disemprot dengan glifosat (480 g b.a/ha).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 populasi lulangan kebun Rambutan sebanyak 9 populasi sangat resisten terhadap glifosat dan 5 populasi resisten terhadap glifosat. Dengan demikian seluruh populasi telah berkembang menjadi resisten terhadap glifosat.

(45)

ABSTRACT

Agustinus Kristian Purba : Mapping the distribution and resistance levels weed of goosegras (Eleusine indica L. Gaertn.)against Glyphosate on rubber planting PTPN III Rambutan estate, supervised by Edison Purba and Charloq.

Goosegrass (Eleusine indica) at rubber planting at PTPN III Rambutan Estate had been controlled using glyphosate on continuously. Later it was reported that the herbicide active ingredients are no longer effective at controlling E.indica in the area. The objective of this study was to determine the spread and resistance levels bones ( E. Indica ) to glyphosate in rubber planting PTPN IIIRambutan estate.Sampling of weeds taken from 14 blockPTPN III Rambutan estate Serdang Bedagai, in the area had been sprayed with glyphosate continuously ( ESU5 population ) for 28 years and the population ESU0 taken from Padang Bulan Medan as a comparison. Experiment using Fully Randomized Design non Factorial, each population was made in 5 replications, and sprayed with glyphosate (480 g ba / ha).

Results showed that 14 populations from the Rambutan estate. 9 populations especially resistant of glyphosate and 5 population resistant of glyphosate. Thus the entire population has grown to become resistant to glyphosate.

(46)

PEMETAAN SEBARANDAN TINGKAT RESISTENSI LULANGAN ( Eleusine indica)

TERHADAP GLIFOSAT PADA PERTANAMAN KARET DI KEBUN RAMBUTAN

PTPN III

SKRIPSI

OLEH:

AGUSTINUS K. PURBA

110301160/BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(47)

PEMETAAN SEBARANDAN TINGKAT RESISTENSI LULANGAN ( Eleusine indica)

TERHADAP GLIFOSAT PADA PERTANAMAN KARET DI KEBUN RAMBUTAN

PTPN III

SKRIPSI

OLEH:

AGUSTINUS K. PURBA

110301160/BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

Judul Penelitian : Pemetaan Sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan (Eleusine indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III

Nama : Agustinus K. Purba NIM : 110301160

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D Dr. Ir.Charloq , MP.

Ketua Anggota

Mengetahui:

(49)

ABSTRAK

Agustinus Kristian Purba : Pemetaan Sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan (Eleusine indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III, dibimbing oleh Edison Purba dan Charloq.

Pengendalian rumput lulangan (E. indica) pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III denganmenggunakanglifosattelahberlangsung secara

terus-menerus .Belakanganinidilaporkanbahwa bahanaktif herbisida tersebuttidaklagiefektifuntukmengendalikanE.indica pada areal tersebut.Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan(E. indica) resisten glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III. Biji diambil dari 14 blok kebun Rambutan PTPN III Serdang Bedagai,pada areal tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus (populasi ESU5) selama 28 tahundan populasi ESU0 diambil dari Padang Bulan Medan sebagai pembanding. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial, setiap populasi dibuat dalam 5 ulangan, dan disemprot dengan glifosat (480 g b.a/ha).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 populasi lulangan kebun Rambutan sebanyak 9 populasi sangat resisten terhadap glifosat dan 5 populasi resisten terhadap glifosat. Dengan demikian seluruh populasi telah berkembang menjadi resisten terhadap glifosat.

(50)

ABSTRACT

Agustinus Kristian Purba : Mapping the distribution and resistance levels weed of goosegras (Eleusine indica L. Gaertn.)against Glyphosate on rubber planting PTPN III Rambutan estate, supervised by Edison Purba and Charloq.

Goosegrass (Eleusine indica) at rubber planting at PTPN III Rambutan Estate had been controlled using glyphosate on continuously. Later it was reported that the herbicide active ingredients are no longer effective at controlling E.indica in the area. The objective of this study was to determine the spread and resistance levels bones ( E. Indica ) to glyphosate in rubber planting PTPN IIIRambutan estate.Sampling of weeds taken from 14 blockPTPN III Rambutan estate Serdang Bedagai, in the area had been sprayed with glyphosate continuously ( ESU5 population ) for 28 years and the population ESU0 taken from Padang Bulan Medan as a comparison. Experiment using Fully Randomized Design non Factorial, each population was made in 5 replications, and sprayed with glyphosate (480 g ba / ha).

Results showed that 14 populations from the Rambutan estate. 9 populations especially resistant of glyphosate and 5 population resistant of glyphosate. Thus the entire population has grown to become resistant to glyphosate.

(51)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkatdan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Pemetaan sebaran dan Tingkat Resistensi Lulangan

( Eleusine indica ) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet di Kebun Rambutan PTPN III”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

atas petunjuk, saran dan bimbingan oleh Bapak Prof. Edison Purba Ph.D, sebagai

ketua komisi pembimbing, Ibu Dr.Ir. Charloq, MP sebagai anggota komisi

pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada para dosen dan staf

pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih

Medan,November 2016

(52)

DAFTAR ISI

Karakteristik Eleusine indica ... 4

Pengendalian Gulma Di Perkebunan ... 4

Resisten Herbisida ... 6

Mekanisme Resisten Herbisida ... 9

Evolusi Resistensi Herbisida ... 9

Glifosat ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian. ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pengambilan biji ... 15

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 19

Jumlah Gulma Bertahan Hidup ... 19

Bobot Kering... 21

Pembahasan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA

(54)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap kemampuan bertahan hidup rumput lulangan ( E.indica)dari 14 blok kebun

Rambutan dan biotip sensitif pada 3MSA ... 18

2 Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap bobot kering rumput lulangan ( E.indica)dari 14 blok kebun Rambutan dan

populasi sensitif pada 3MSA ... 21

3 Klasifikasi tingkat resistensi berdasarkan persentase bertahan hidup pada tabel 1 populasi E.indica PTPN III Kebun

(55)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Persentase Gulma Bertahan Hidup rumput lulangan terhadap Aplikasi

Glifosat pada 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif...

19

2 Bobot Kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi Glifosat pada 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif...

22

3 Persentase penyusutan bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi

Glifosat pada 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif... 22

4 Pengambilan sampel... 31

5. Persiapan Media Tanam dan Persemaian... 32

(56)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Kalibrasi Alat Semprot 29

2 E.indica populasi ESU5 dan ESU0 yang bertahan hidup hingga 3 MSA pada aplikasi glifosat ( 480 g b.a/ha)...

30

3 Bobot Kering E.indica populasi ESU5 dan ESU0 yang bertahan hidup hingga 3 MSA pada aplikasi glifosat ( 480 g b.a/ha)...

31

4 Dokumentasi Penelitian 32

5 Peta Blok Lahan Pertanaman Karet Kebun Rambutan PTPN

III

Gambar

Tabel 1. Pengaruh aplikasi glifosat (480 g b.a/ha) terhadap kemampuan bertahan                hidup rumput lulangan dari 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif (ESU0) 3 MSA
Gambar 1. Persentase Gulma Bertahan Hidup rumput lulangan pada 14 blok Kebun Rambutan 3 minggu setelah aplikasi glifosat
Tabel                        rumput lulangan dari 14 blok kebun Rambutan dan populasi sensitif (ESU
Gambar 2.  Bobot kering gulma lulangan 3 MSA terhadap aplikasi Glifosatpada 14 blok kebun
+2

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Asia Afrika No.114 Bandung, mengundang penyedia untuk mengikuti pelelangan umum dengan pasca kualifikasi melalui LPSE Kementerian Keuangan sebagai berikut :.

2 Kepada Perusahaan yang dinyatakan sebagai pemenang, diharapkan menghubungi Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Bina Kesertaan KB Jalur Pemerintah, Satuan

845.381.790,- (delapan ratus empat puluh lima juta tiga ratus delapan puluh satu ribu tujuh ratus sembilan puluh rupiah). Hasil Evaluasi

Permendagri Nomor 54 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi

Tampilan di atas merupakan tampilan yang berada pada cashier , menu ini dapat digunakan oleh cashier apabila costumer melakukan proses transaksi pembayaran, setelah semua

Analisis Perbandingan Metode Intensity Filtering Dengan Metode Frequency Filtering Sebagai Reduksi Noise Pada... Haar-Like Features With Optimally Weighted Rectangles For Rapid

Internal Conflict that the struggle actually occurs inside a character, usually the protagonist, or main