membuat yang susah itu menjadi mudah.
Dengan penuh rasa syukur ke Hadirat-Mu Ya Rabb…..
Kupersembahkan apa yang telah kuperjuangkan untuk...
Mama yang senantiasa memberi arti kehidupan melalui
kasih sayang, do’a yang tak henti-henti, dan kesabarannya.
Apa yang mengajariku sebuah keuletan, tanggung jawab,
dan bijaksana dalam menyikapi persoalan.
Oleh :
YAYU RAHAYU
A24102050
PROGRAM STUDI ILMU TANAH S1
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
YAYU RAHAYU. Evaluation of Quick Test Method for Soil Organic Carbon Content (Under guidance of SUWARNO, ARIEF HARTONO, and LADIYANI RETNO WIDOWATI).
Before being introduced for wide application, the reliability of quick test
method for soil organic carbon content has to be evaluated. The objective of this
experiment was to evaluate quick test method for determining soil organic carbon
content developed by Indonesian Soil Research Institute.
In this research the effect of soil sample preparation (comparison between
prepared soil sample and unprepared/direct soil sample) and the effect of kinds of
reagent (IA or IB) were evaluated. For this purpose, froth height data of quick test
of soil organic carbon was correlated with organic carbon content of Walkley and
Black method. In addition, the best time for froth height observation was
determined in this research. Calibration of froth height was conducted on organic
carbon content of Walkley and Black method (%) for categorizing froth height
into classes of low, médium, and high.
Research results indicated that the quick test method was better to be
applied on direct soil samples (without air drying, crushing, and sieving), both for
reagents IA and IB. Reagent IA was better than reagent IB, and both kinds of
reagent were better for analyzing organic carbon content of paddy soil. The best
observation time (the shortest time for observation of froth height which had not
undergone much change anymore) using reagent IA for direct soil sample of
paddy soils was 10 minutes. Calibration results showed that in the quick test
Dengan penuh rasa syukur ke Hadirat-Mu Ya Rabb…..
Kupersembahkan apa yang telah kuperjuangkan untuk...
Mama yang senantiasa memberi arti kehidupan melalui
kasih sayang, do’a yang tak henti-henti, dan kesabarannya.
Apa yang mengajariku sebuah keuletan, tanggung jawab,
dan bijaksana dalam menyikapi persoalan.
YAYU RAHAYU. Pengujian Metode Uji Cepat Penetapan Kadar C-organik (Di
bawah bimbingan SUWARNO, ARIEF HARTONO, dan LADIYANI RETNO
WIDOWATI).
Sebelum digunakan secara luas, metode Uji Cepat penetapan kadar
C-organik perlu diuji keterandalannya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
metode Uji Cepat penetapan kadar C-organik yang dikembangkan oleh Balai
Penelitian Tanah.
Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh persiapan contoh tanah (untuk
membandingkan contoh tanah dipersiapkan dengan contoh tanah langsung) dan
pengaruh jenis pereaksi (IA atau IB). Untuk maksud tersebut, data tinggi buih
menurut metode Uji Cepat kadar organik dikorelasikan dengan data kadar
C-organik metode Walkley dan Black, kemudian nilai koefisien korelasinya
dievaluasi. Selain itu, juga ditentukan waktu pengamatan tinggi buih terbaik serta
dilakukan kalibrasi tinggi buih (mm) terhadap kadar C-organik metode Walkley
dan Black (%) untuk mengelompokkan tinggi buih ke dalam klas rendah, sedang,
dan tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Uji Cepat ini lebih baik
diaplikasikan pada contoh tanah langsung (tanpa dikering udarakan, dihaluskan,
serta disaring), baik untuk pereaksi IA dan pereaksi IB. Pereaksi IA lebih baik
dibandingkan dengan pereaksi IB, dan kedua jenis pereaksi lebih baik digunakan
untuk menganalisis kadar C-organik contoh tanah dari lahan sawah. Waktu
pengamatan terbaik (waktu terpendek pengamatan tinggi buih yang sudah tidak
mm, kelas sedang pada tinggi buih 42.0 mm – 56.0 mm, dan kelas tinggi pada
Oleh :
YAYU RAHAYU
A24102050
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH S1
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Nama : YAYU RAHAYU
NRP : A24102050
Menyetujui , Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. NIP. 131 803 642
Pembimbing II Pembimbing III
Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc. Ir. Ladiyani Retno Widowati, M.Sc. NIP. 132 049 460 NIP. 080 118 973
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019
Penulis lahir di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 11 Maret 1983 dari
pasangan Drs. Yahya Mulyana Anas dan Eti Setiawati. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara (Yanti, Yesi dan Yusi).
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 1990
di TK PGRI Babantar, Ciamis. Tahun 1996 lulus dari SDN Babantar, Ciamis.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di MTsN Kawali, Ciamis lulus pada
tahun 1999. Selanjutnya, penulis lulus dari SMUN 2 Ciamis pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Ilmu Tanah, Jurusan Tanah (sekarang
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan), Fakultas Pertanian, IPB.
Selama menyelesaikan studi, penulis aktif di Lembaga Struktural BEM-A
Fakultas Pertanian, yaitu Ladang Seni sebagai sekretaris pada periode 2003/2004,
pada periode yang sama penulis juga menjabat sebagai bendahara di Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT). Kemudian pada periode 2004/2005 menjabat
sebagai ketua umum Ladang Seni. Penulis juga pernah menjadi asisten Biologi
Tanah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Alhamdulillah……..Ya Rabb.
Puji syukur ke Hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”
Pengujian Metode Uji Cepat Penetapan Kadar C-organik”.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi, Bapak Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc., dan Ibu Ir. Ladiyani
Retno Widowati, M.Sc. selaku pembimbing skripsi atas semua ilmu, bimbingan,
petunjuk, nasehat dan perhatian yang telah diberikan selama penulis mengadakan
penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Ibu Dr.
Rahayu Widyastuti, yang telah menguji serta memberikan saran untuk perbaikan
skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada
pihak Badan Penelitian Tanah yang telah bekerjasama dan mendanai penelitian
ini; Bu Nanan yang selalu mempersiapkan pereaksi; Pak Agus, Pak Anda, Pak
Udin, Pak Wandi dkk. yang selalu menemani saat pengamatan; teman-teman
seperjuangan (Puji, Fika, Galuh, Vicky yang sudah jadi sarjana lebih dulu dan
soiler ‘39/”antilantanida”); Bu Tini, Pak Simon, Mbak Upi, serta semua pihak
yang telah membantu namun penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Mama, Apa,
Adik-adikku (Yanti, Yesi dan Neng Yusi) atas segala dorongan moril dan materil,
pengertian, do’a dan kasih sayang yang telah diberikan. Tak lupa penulis
berterima kasih kepada D. Agung N. sekeluarga atas support serta do’a yang telah
ini dapat memberikan manfaat meski hanya sebutir mutiara di antara untaian
permata.
Bogor, Mei 2007
DAFTAR TABEL……….. Komposisi atau Susunan Bahan Organik Tanah……….... Hasil Dekomposisi Bahan Organik Tanah………... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Bahan Organik Tanah……….. Faktor Penyebab Menurunnya Kadar C-organik dalam Tanah……….. Peranan Bahan Organik di dalam Tanah……… Metode Analisis Bahan Organik Tanah……….……… Kelebihan dan Kekurangan Metode Walkley dan Black Dibandingkan Metode Uji Cepat………... Jenis Tanah, Kadar C-organik, dan Jenis Penggunaan Lahan Contoh Tanah yang Digunakan……….. Pengaruh Persiapan Contoh Tanah terhadap Nilai Koefisien Korelasi (r) antara Tinggi Buih dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black……….. Pengaruh Jenis Pereaksi terhadap Nilai Koefisien Korelasi (r) antara Tinggi Buih dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black…...
Penetapan Waktu Pengamatan Tinggi Buih Metode Uji Cepat….. Kalibrasi Kadar C-organik Metode Uji Cepat………... KESIMPULAN DAN SARAN……….. Kesimpulan……… Saran………...
DAFTAR PUSTAKA………. LAMPIRAN………...
26 29 31 31 31 32
Nomor
Kelebihan dan Kekurangan Metode Walkley dan Black dengan Metode Uji Cepat……….
Sebaran Kadar C-organik Tanah pada Berbagai Jenis Tanah dan Jenis Penggunaan Lahan………..
Nilai Koefisien Korelasi (r) Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black Menggunakan Pereaksi IA dan Pereaksi IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan serta Contoh Tanah Langsung pada Berbagai Waktu Pengamatan………... Nilai Koefisien Korelasi (r) Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black Menggunakan Pereaksi IA dan Pereaksi IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan serta Contoh Tanah Langsung Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan pada Berbagai Waktu Pengamatan………...
Lampiran
Lokasi Pengambilan Contoh, Jenis Tanah, dan Penggunaan Lahannya di 10 Kabupaten dari Jawa Tengah dan Jawa Barat……… Hasil Analisis Kadar C-organik Walkley dan Black Contoh Tanah dari 10 Kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Barat serta Sebarannya………...
Kriteria Penilaian C-organik Tanah Pusat Penelitian Tanah…………
Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA untuk Contoh Tanah Dipersiapkan dan Contoh Tanah Langsung pada Berbagai Waktu Pengamatan………... Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan dan Contoh Tanah Langsung pada Berbagai Waktu Pengamatan………...
Nomor
Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan dan Contoh Tanah Langsung yang Berasal dari Lahan Sawah pada Berbagai Waktu Pengamatan………...
Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA untuk Contoh Tanah Dipersiapkan dan Contoh Tanah Langsung yang Berasal dari Lahan Kering pada Berbagai Waktu Pengamatan………...
Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan dan Contoh Tanah Langsung yang Berasal dari Lahan Kering pada Berbagai Waktu Pengamatan………...
Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA dengan Pola Menurun……….. Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA dengan Pola Mendatar………... Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA dengan Pola MenaikDrastis-Menurun………..
Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA dengan Pola Menaik-Mendatar-Menurun………....
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR GAMBAR
Pola Tinggi Buih Menurun……….
Pola Tinggi Buih Mendatar………
Pola Tinggi Buih yang Menaik Drastis-Menurun…………..
Pola Tinggi Buih Menaik-Mendatar-Menurun………...
Hubungan antara Kadar C-organik Metode Walkley dan Black (%) dengan Tinggi Buih (mm) dalam Kalibrasi Kadar C-organik Metode Uji Cepat………...
Halaman
26
27
27
28
Latar Belakang
Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tana h dengan jumlah sekitar 3 – 5 % saja (Hardjowigeno, 2003). Akan tetapi, peranannya dalam tanah
sangat besar baik langsung maupun tidak. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi
bahan organik terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Reijntjes et
al. (1992) mengemukakan bahwa fungsi bahan organik tanah di antaranya sebagai
penyimpan unsur hara yang secara perlahan akan dilepaskan ke dalam larutan air tanah dan disediakan untuk tanaman. Bahan organik di dalam atau di atas tanah
juga melindungi dan membantu mengatur suhu dan kelembaban tanah. Bahan
organik juga dapat meningkatkan daya sangga tanah (Kasno, Setyorini, dan
Nurjaya, 2003).
Permasalahan penurunan kadar C-organik dalam tanah dapat disebabkan oleh banyak faktor di antaranya : pengaruh dari suhu dan curah hujan daerah
tropis, pembukaan dan pengelolaan lahan, serta pengaruh erosi akibat pembukaan
lahan (Kasno et al., 2003). Petani pada umumnya mengabaikan masalah
ketersediaan bahan organik dalam tanah dengan tidak mengembalikan sisa
tanaman ke lahan, sehingga sebagian besar bahan organik terangkut keluar. Akibatnya kondisi kesuburan tanah pertanian saat ini mengalami penurunan
seiring dengan terus menurunnya kadar C-organik dalam tanah.
Kadar bahan organik tanah dapat diketahui melalui analisis C-organik
yang dilakukan di laboratorium di antaranya dengan metode Walkley dan Black,
Balai Penelitian Tanah sedang mengembangkan metode Uji Cepat kadar
C-organik tanah, yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kadar C-C-organik
tanah di lapang secara langsung serta mudah diaplikasikan. Namun, sebelum
diaplikasikan metode tersebut perlu diuji keterandalannya. Maka metode Uji
Cepat tersebut diuji melalui pengujian metode ekstraksi (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998) yang meliputi pengaruh jenis persiapan contoh tanah, jenis
pereaksi, penetapan waktu pengamatan, serta kalibrasi kadar C-organik metode
Uji Cepat. Untuk melihat pengaruh persiapan contoh tanah dan jenis pereaksi,
data tinggi buih metode Uji Cepat dikorelasikan dengan kadar C-organik menurut
metode Walkley dan Black. Begitupun untuk kalibrasi kadar C-organik menurut metode Uji Cepat, data tinggi buih metode Uji Cepat dikalibrasi dengan kadar
C-organik metode Walkley dan Black. Seharusnya korelasi dilakukan terhadap
jumlah hara yang diserap oleh tanaman, dan kalibrasi dilakukan terhadap produksi
tanaman (Westerman, 1990; Leiwakabessy dan Sut andi, 1998). Akan tetapi,
tanaman menyerap karbon (C) melalui daun dari udara. Oleh karena itu, untuk korelasi dan kalibrasi dilakukan terhadap kadar C-organik metode Walkley dan
Black sebagai suatu metode baku untuk mengukur kadar C-organik yang
digunakan di laboratorium dan memiliki ketelitian yang cukup tinggi (Setyorini
dan Widowati, 2005). Kelebihan metode Walkley dan Black dibandingkan dengan
metode yang lain yaitu sederhana, cepat, digunakan secara luas, dan hanya membutuhkan peralatan yang sedikit (Westerman, 1990).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji metode Uji Cepat penetapan kadar
Definisi Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan kompleks gabungan antara jasad hidup,
mati, bahan terdekomposisi, dan senyawa anorganik. Sebagian besar dari bahan
organik tanah diperoleh hasil dekomposisi jaringan tanaman dan sisanya
merupakan hasil dekomposisi mikrofauna dan mikrobiota (Alexander, 1977
dalam Suriadikarta et al., 2002).
Soepardi (1983) menyatakan bahwa bahan organik tanah merupakan
penimbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami
pelapukan dan pembentukan kembali ke tanah. Bahan demikian berada dalam
proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa jasad mikro. Sebagai akibat, bahan itu
berubah terus dan tidak mantap dan selalu harus diperbaharui melalui
penambahan sisa tanaman atau binatang.
Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik tanah yang telah
mengalami degradasi dan dekomposisi baik sebagian ataupun keseluruhan dan
telah mengalami resintesis secara kimia dan biologi dalam tanah. Fraksi organik
tanah mencakup baik organisme hidup, residu tanaman dan hewan mati, serta
merupakan bagian tanah yang secara kimia paling aktif. Fraksi organik tanah yang
hidup dan belum mengalami dekomposisi tidak termasuk dalam kategori bahan
organik tanah (Anwar dan Sudadi, 2004). Fraksi organik yang terdekomposisi
biasanya disebut sebagai “humus”, yang terdiri dari : 1) bahan non humat dan 2)
, lipida, lignin, dan lain- lain semuanya merupakan hasil metabolisme organisme.
Bahan humat meliputi asam humat dan asam fulvat (Tan, 1996).
Bahan organik tanah secara morfologi dapat dibedakan sebagai bahan
organik kasar (segar) yang masih memperlihatkan adanya serat-serat tanaman, dan
bahan organik halus (terdekomposisi) struktur tanaman sudah tidak dapat dikenali lagi. Bahan organik kasar penting terutama dalam hubungannya dengan sifat fisik
tanah dan sifat biologi tanah. Hubungannya dengan sifat fisik tanah yakni
terhadap bobot isi, struktur, dan ruang pori tanah. Sementara itu hubungan
terhadap sifat biologi tanah penting dalam kegiatan mikroorganisme tanah. Bahan
organik halus terutama yang telah me miliki sifat-sifat koloidal dapat mempengaruhi sifat fisik, sifat kimia, maupun sifat biologi tanah (Anwar dan
Sudadi, 2004).
Sumber Bahan Organik Tanah
Sumber asli bahan organik ialah jaringan tumbuhan. Di alam daun ranting,
cabang, batang, dan akar tumbuhan menyediakan sejumlah bahan organik tiap tahunnya. Penyumbang bahan organik sekunder setelah tumbuhan adalah
binatang. Binatang tersebut akan menggunakan bahan organik sebagai sumber
energi dan bila mereka mati jasadnya merupakan sumber bahan organik baru
(Soepardi, 1983).
Komposisi atau Susunan Bahan Organik Tanah
Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan berbeda dengan
komposisi jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang lebih cepat hancur
yang beragam mulai dari 60 – 90 % dan rata-rata kurang lebih 75 %. Bagian
padatan sekitar 25 % dari hidrat arang (60 %), protein (10 %), lignin (10 – 30 %)
dan lemak (1 – 8 %). Ditinjau dari susunan unsur, karbon merupakan bagian yang
terbesar (44 %), disusul oleh oksigen (40 %), hidrogen, dan abu masing- masing
sekitar 8 % (Hakim et al., 1986).
Hasil Dekomposisi Bahan Organik Tanah
Berdasarkan kecepatan reaksi dekomposisi, bahan organik dapat
dikelompokkan menjadi senyawa yang cepat dan yang lambat sekali
didekomposisikan. Bahan organik yang cepat didekomposisikan adalah gula, zat
pati, protein sederhana, protein kasar, dan hemiselulosa. Sementara, bahan organik lambat sekali didekomposisikan adalah hemiselulosa, selulosa, lignin,
lemak, waks, dan lain- lain. Hemiselulosa merupakan senyawa yang berada di
antara cepat dan lambat didekomposisikan (Hakim et al., 1986).
Bahan organik tanah berdasarkan kemudahan didekomposisi dapat
dikelompokkan menjadi fraksi bahan organik tanah mudah didekomposisi atau labil (labile pools) dan fraksi bahan organik tanah yang resisten (stabile pools).
Komponen sangat labil terdiri dari komponen hasil mineralisasi dengan masa daur
ulang beberapa hari hingga beberapa tahun. Sebagian fraksi ini terdiri dari sel
seperti karbohidrat, asam amino, peptida, gula amino, dan lipid yang mudah
terombak. Sementara, komponen bahan organik tanah yang resisten terhadap dekomposisi (stabile pools) adalah senyawa humik polimer tinggi yang
merupakan hasil dekomposisi sisa tanaman seperti senyawa lignin atau
kondensasi dari senyawa organik larut hasil dekomposisi gula, asam amino,
tanaman dan mikroba ini adalah asam humat (Duxbury et al., 1989 dalam
Suriadikarta et al., 2002).
Bahan organik yang lebih banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, dan
senyawa-senyawa larut air lebih mudah terombak. Urutan senyawa organik mulai
dari yang paling mudah terombak sampai dengan yang paling sulit terombak ialah (gula, amilum, protein sederhana) > (protein rumit, pektin, hemiselulosa) >
selulosa > (lignin, lilin, damar, tanin). Urutan ketahanan bahan tumbuhan ialah
tumbuhan padang < konifer < semak dan pohon berdaun lebar < rumput, rempah
< legum (Schroeder, 1984 dalam Notohadiprawiro, 1998).
Hasil sederhana dekomposisi bahan organik yang dihasilkan dari aktivitas mikroba yakni karbon (CO2, CO32-, HCO3-, CH4, dan C), nitrogen (NH4+, NO2-,
NO3-, gas nitrogen), sulfur (S, H2S, SO32-, SO42-), fosfor (H2PO4-, HPO42-), lainnya
K+, Ca2+, Mg2+, H2O, O2, H2, H+, OH-, dan lain- lain (Buckman dan Brady, 1982).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Bahan Organik Tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik adalah sebagai berikut :
(1) Ukuran partikel
Makin kecil ukuran partikel (potongan) bahan mentah tersebut maka
makin cepat proses pelapukannya. Tumpukan bahan organik yang
menggunakan sistem udara alami, ukuran partikel ± 5 cm. Sementara, untuk sistem pengomposan yang menggunakan suplai udara, ukuran
partikel dapat kurang dari 1 cm. Untuk jerami padi ukuran yang biasa
(2) Suhu dan ketinggian tumpukan
Timbunan yang terlalu dangkal akan kehilangan panas lebih cepat
daripada timbunan yang lebih tinggi, dan yang terlalu tinggi dapat terjadi
pemadatan sehingga suhu terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan
berkurang. Kekurangan udara dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerobik, yang dapat memberikan bau yang tidak enak. Tinggi timbunan
yang memenuhi syarat adalah sekitar 1.25-2.00 m.
(3) Nisbah C/N
Bahan organik dengan rasio C/N 25-40 cukup optimal untuk
pengomposan. (4) Kelembaban
Timbunan kompos harus selalu lembab, tetapi tidak boleh terlalu basah.
Kadar air yang baik adalah 40-60 %.
(5) Bak penampungan
Bak tersebut ± menampung 1 m3 kompos. Setiap timbunan atau tumpukan bahan kompos setebal ± 10 cm harus ditaburkan pupuk kandang dan
seterusnya sampai timbunan memenuhi bak. Selanjutnya, bagian atas
ditutup dengan tanah dan disiram hingga basah. Jika akan dilakukan
pengadukan, sisi bak dibuka lalu memasangnya lagi di dekat timbunan
yang masih berdiri. Setelah pengadukan selesai timbunan dimasukkan lagi ke dalam bak. Timbunan yang tadinya di atas menjadi di bawah dan yang
(6) Pengadukan
Apabila tidak dilakukan pengadukan dan timbunan terlalu basah, maka
dapat menambah udara, mengeringkan bahan, serta muncul bakteri
anaerobik yang dapat memberikan bau tidak enak.
(7) Suplai unsur hara
Penambahan unsur hara yang diperlukan, seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S,
atau menambah inokulum yang mengandung mikroorganisme.
(8) Derajat kemasaman (pH)
Mikroorganisme dapat hidup dengan baik pada kisaran pH tertentu.
Derajat kemasaman (pH) untuk bakteri berkisar antara 6.0-7.5, sedangkan fungi masih dapat hidup pada kisaran 5.5-8.0.
(9) Mikroorganisme
Beberapa isolat fungi selulotik seperti Aspergillus sp., Pennicillium sp.,
Trichoderma viride, Trichurus spiralis, dan Chaetomium sp., diketahui
efisien dalam merombak jerami dan residu tanaman (Widyastuti, Djuniwati, dan Virianita, 2005).
Faktor Penyebab Menurunnya Kadar C-organik dalam Tanah
Faktor penyebab menurunnya kadar C-organik dalam tanah menurut
Kasno et al., (2003) adalah suhu tinggi dan curah hujan daerah tropis, yang
merupakan faktor penting terhadap laju dekomposisi bahan organik. Pembukaan dan pengelolaan lahan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
dekomposisi bahan organik. Pembukaan lahan menyebabkan tanah terkena sinar
lebih cepat. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh erosi akibat
pembukaan lahan yang menyebabkan bahan organik semakin rendah.
Bila ditinjau dari sumbernya, faktor lain penyebab menurunnya kadar
C-organik tanah adalah susunan fraksi biokimia sumber bahan C-organik. Bahan
organik yang didominasi oleh lignin lebih sulit terombak sehingga laju dekomposisi lambat (Schroeder, 1984 dalam Notohadiprawiro, 1998).
Peranan Bahan Organik di dalam Tanah
Peranan bahan organik di dalam tanah dibagi ke dalam 3 kelompok yakni
peranan terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah.
Peranan Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah
Bagian serat dari bahan organik memungkinkan pembentukan agregat atau
granulasi tanah. Perbaikan agregasi tanah akan memperbaiki permeabilitas dan
peredaran udara tanah liat. Granulasi butir-butir tanah memperbaiki daya pegang
hara dan air pada tanah pasir (Hsieh dan Hsieh, 1990 dalam Karama et al., 1990).
Terjadinya agregasi dan granulasi akan mengurangi aliran permukaan dan memperkuat daya pegang tana h, sehingga erosi akan berkurang. Akar tanaman
mudah menembus lebih dalam dan luas, sehingga tanaman lebih kokoh dan lebih
mampu menyerap hara tanaman serta air lebih banyak (Jo, 1990 dalam Karama et
al., 1990).
Peranan lain bahan organik terhadap sifat fisik tanah yaitu dapat meningkatkan kapasitas penyimpanan/penahanan air, menstabilkan struktur dan
dan meningkatkan infiltrasi, serta mengurangi pengaruh dari pemadatan (Tisdale
et al., 1990).
Peranan Bahan Organik terhadap Sifat Kimia Tanah
Bahan organik menyediakan sebagian dari kapasitas tukar kation (KTK)
tanah. Kapasitas tukar kation yang tinggi penting untuk memegang pupuk inorganik yang diberikan dan meningkatkan daya sangga (buffer) dari tanah,
sehingga tanaman dapat terhindar dari beberapa tekanan seperti kemasaman tanah
dan keracunan hara. Bahan organik juga meningkatkan ketersediaan beberapa
unsur hara. Perombakan bahan organik akan melepaskan unsur-unsur hara seperti
N, P, K, S, dan beberapa unsur lain (Hsieh dan Hsieh, 1990 dalam Karama et al., 1990).
Peranan Bahan Organik terhadap Sifat Biologi Tanah
Bahan organik adalah sumber energi dan makanan utama bagi makro serta
mikro organisme tanah. Dalam aktivitasnya, biota tanah tersebut merombak atau
mendekomposisi bahan organik segar menjadi senyawa yang lebih sederhana (Suriadikarta et al., 2002). Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa bahan organik
tanah dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah, serta
meningkatkan kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik.
Metode Analisis Bahan Organik Tanah
Analisis bahan organik tanah dilakukan dengan tujuan untuk menduga kadar C-organiknya yang dilakukan menurut metode Walkley dan Black serta
Analisis Kadar C-organik Tanah dengan Metode Walkley dan Black
Kandungan dan komposisi bahan organik dalam tanah keragamannya
besar, sehingga dalam penetapan secara kuantitatif dari bahan organik biasanya
dengan mengukur kandungan C-organik bukan kandungan total C dari tanah (Tan,
1996). Bahan organik di tanah bisa dioksidasi dengan perlakuan campuran panas K2Cr2O7 dan H2SO4, dengan persamaan sebagai berikut :
2 Cr2O7 + 3 C + 16 H+ 4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O………(1)
Selanjutnya, kelebihan Cr2O72- dititrasi dengan FeSO4 dan Cr2O72- yang tereduksi
ketika bereaksi dengan tanah dianggap setara dengan C-organik di dalam contoh
tanah (Page, 1982).
Analisis kadar C-organik Tanah dengan Metode Uji Cepat
Untuk mengetahui kadar bahan organik secara cepat, maka diperlukan
penetapan kadar karbón (C) secara cepat pula. Dasar penetapan metode Uji Cepat
ádalah sebagai berikut :
Karbón (C) dalam tanah dioksidasi menjadi CO2 yang mudah larut dalam
air dan larutannya menjadi sedikit asam karena terbentuk asam karbonat (H2CO3).
Reaksinya ádalah sebagai berikut ;
C + O2 CO2………(2)
CO2 + H2O H2CO3………...(3)
Penetralan dengan basa mampu memberikan dua bentuk garam yaitu garam karbonat dengan netralisasi sempurna, dan garam- garam bikarbonat yang
terbentuk dengan netralisasi parsial (Segal, 1989). Reaksinya ádalah sebagai
berikut ;
2 NaOH + H2CO3 2 NaHCO3 + 2 H2O………..(5)
Garam- garam karbonat seperti Na2CO3 sulit terurai, sedangkan garam-garam
bikarbonat seperti NaHCO3 mudah terurai oleh pemanasan atau pengoksidasian.
Persamaan reaksinya ádalah ;
NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2 ………...(6)
CO2 yang terbentuk membuat gelembung-gelembung di atas permukaan larutan.
Cara kerja metode Uji Cepat tersebut ± 0.5 g tanah dimasukkan, kemudian
ditambahkan 1 ml larutan I, alau diaduk dengan pengaduk kaca sampai larut.
Setelah itu ditetesi larutan II sebanyak 3 tetes, lalu amati ketinggian gelembung.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Walkley dan Black dibanding Metode Uji Cepat
Setiap metode penetapan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Perbedaan kelebihan dan kekurangan penetapan C-organik menggunakan metode
Walkley dan Black dibanding metode Uji Cepat disajikan sebagai berikut :
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Walkley dan Black dengan Metode Uji Cepat
Metode Perbedaan
Kelebihan Kekurangan
Metode Walkley dan Black 1.Mengekstrak berbagai bentuk hara.
2.Pengukuran dengan perubahan warna.
3.Angka kuantitatif, ketelitian lebih tinggi.
4.Dapat menggunakan
berbagai jenis bahan kimia.
Lanjutan...
Metode Perbedaan
Kelebihan Kekurangan
Metode Uji Cepat 1.Prosedur cepat
2.Pengukuran dengan tinggi buih.
3.Menggunakan jenis bahan
kimia/asam/basa/garam tertentu.
1.Hanya mengekstrak bentuk yang mudah tersedia.
(Setyorini dan Widowati, 2005)
Pengertian Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah
Korelasi uji tanah adalah proses penentuan, apakah ada hubungan antara
serapan hara oleh tanaman atau hasil dan jumlah hara yang terekstrak oleh suatu
uji tanah khusus (Westerman, 1990). Dengan demikian dapat diketahui apakah
terdapat hubungan antara apa yang dianalisis di laboratorium dengan apa ya ng
diserap oleh tanaman. Penilaiannya didasarkan pada nilai r atau r2. Jadi tujuan korelasi ini adalah untuk menentukan macam metode uji tanah yang paling baik
untuk mengukur jumlah suatu unsur yang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy
dan Sutandi, 1998). Hubungan uji tanah dapat ditentukan dengan cara : 1)
Matematik dan 2) Grafik. Untuk menentukan koefisien korelasi, dilakukan
analisis regresi untuk menggambarkan secara matematik perubahan serapan hara
seiring dengan perubahan uji tanah (Corey, 1987 dalam Westerman, 1990).
Koefisien korelasi r = 1 menunjukkan bahwa korelasi sempurna, dan koefisien nol
menunjukkan tidak ada hubungan (Westerman, 1990).
Kalibrasi uji tanah adalah proses untuk mengetahui arti pengukuran uji
tanah dalam istilah respon tanaman. Tujuan kalibrasi tanah adalah untuk
mendeskripsikan hasil uji tanah dalam istilah yang mudah dimengerti untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pupuk menurut kategori kadar
hara tanah. Istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan kategori kadar
hara adalah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Prosedur
umum yang digunakan untuk menentukan kategori uji tanah salah satunya yaitu
dengan kurva kontinu. Tahapannya yaitu dengan menggambarkan titik-titik produksi relatif atau produksi aktual terhadap uji tanah. Selanjutnya, membuat
kurva regresi dari titik-titik tersebut, kemudian kurva tersebut dibagi menjadi
beberapa kategori misalnya rendah, sedang, serta tinggi. Dasar pengelompokan
menjadi kelas-kelas bersifat subjektif dan berubah-ubah, karena model regresi
kontinu tidak mempunyai titik belok sebagai pedoman pengelompokan (Westerman, 1990).
Unsur Hara Karbon (C)
Hara atau nutrien adalah zat yang diserap tanaman untuk makanannya.
Hara yang diserap dapat dalam bentuk molekul (CO2) dan ion. Karbon dioksida
diambil melalui daun dari udara. Dari CO2 tanaman memperoleh unsur hara C
yang termasuk sebagai unsur hara makro (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).
Karbon dioksida merupakan hasil sederhana dekomposisi bahan organik yang
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, dan Laboratorium Penelitian Balai Penelitian Tanah, Sindangbarang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan
bulan Oktober 2006.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang dipergunakan adalah contoh tanah komposit yang diambil
pada kedalaman 0–20 cm., serta bahan kimia untuk analisis C-organik metode Walkley dan Black dan metode Uji Cepat. Contoh tanah komposit yang
digunakan adalah berbagai jenis tanah dari 5 kabupaten di Jawa Barat (Indramayu,
Karawang, Bogor, Cianjur, dan Majalengka) dan 5 kabupaten di Jawa Tengah
(Kebumen, Tegal, Boyolali, Rembang, dan Demak). Dari masing- masing
kabupaten diambil 10 contoh tanah, sehingga jumlah keseluruhan contoh tanah yang digunakan adalah 100 buah. Bahan kimia untuk analisis C-organik metode
Walkley dan Black terdiri dari : K2Cr2O7, H2SO4, air destilata, indikator ferroin,
dan FeSO4. Sementara itu, bahan kimia untuk analisis kadar C-organik metode Uji
Cepat yakni pereaksi I terdiri dari pereaksi IA dan pereaksi IB serta pereaksi II
Metode Penelitian Jenis Persiapan Contoh Tanah yang Digunakan
Analisis C-organik dilakukan dengan menggunakan metode Walkley dan
Black serta metode Uji Cepat terhadap 100 buah contoh. Persiapan contoh tanah
menurut metode Walkley dan Black menggunakan contoh tanah dipersiapkan
dengan perlakuan terhadap tanah adalah dikering udarakan, dihaluskan, lalu
disaring dengan saringan berdiameter 2 mm. Untuk mengetahui pengaruh
persiapan contoh terhadap kadar C-organik, Uji Cepat dilakukan terhadap 2
kelompok persiapan contoh tanah yaitu contoh tanah yang dipersiapkan dan
contoh tanah langsung, sehingga jumlah contoh yang dianalisis keseluruhannya
menjadi 200 buah. Hal ini dilakukan karena pembanding metode Uji Cepat untuk
mengukur kadar C-organik tanah yaitu metode Walkley dan Black menggunakan
contoh yang dipersiapkan. Sementara itu, contoh tanah langsung diharapkan
memiliki kondisi hampir mendekati kondisi tanah di lapang (ada yang kering dan
lembab), karena metode Uji Cepat adalah untuk diaplikasikan di lapang.
Analisis Kadar C-organik Menurut Metode Walkley dan Black
Prinsip metode Walkley dan Black ini adalah Cr2O72- yang diberikan
berlebihan lalu tereduksi ketika bereaksi dengan tanah, dianggap setara dengan
C-organik di dalam contoh tanah (Page, 1982).
Cara penetapan C-organik tanah dengan prosedur metode Walkley dan
Black (Walkley, 1946; Peech et al., 1947; Greweling dan Peech, 1960 dalam
Page, 1982) adalah sebagai berikut : Contoh tanah diambil sebanyak 0.5 g,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambahkan 10 ml K2Cr2O7
reagent atau pereaksi. Sebanyak 20 ml H2SO4 pekat ditambahkan untuk
membentuk suspensi dengan cepat, kemudian erlenmeyer digoyang dengan cepat
sampai contoh bercampur dengan reagent selama 1 menit. Erlenmeyer did iamkan
hingga dingin selama 30 menit. Pencampuran dilakukan di ruang asap.
Diusahakan tidak ada zarah tanah yang terlempar ke dinding erlenmeyer sebelah atas hingga tidak tercampur merata. Ditambahkan ± 200 ml air destilata ke dalam
erlenmeyer, jika terjadi kekeruhan akan menyebabkan titik akhir tidak terlihat.
Ditambahkan 4 tetes indikator ferroin 1 N, lalu dititrasi dengan larutan FeSO4 0.5
N. Titik akhir dicapai jika larutan berubah dari dari biru ke merah anggur.
Penetapan blanko dilakukan sama seperti cara di atas tetapi tanpa menggunakan contoh. Penetapan diulang dengan contoh yang lebih sedikit jika lebih besar dari
75 % Cr2O72- yang direduksi. C-organik total dihitung dengan menggunakan
rumus :
%C-organik
BKM meFeSO O
Cr
meK ) 0.003 1.33 100
( 2 2 7 − 4 × × ×
= ... (7)
Dimana :
me = N x V
V = Volume
N = Normalitas
BKM = Bobot kering oven 105º C contoh.
Analisis Kadar C-organik Menurut Metode Uji Cepat
Prinsip metode Uji Cepat ádalah sebagai berikut : Karbón (C) dalam tanah
dioksidasi menjadi CO2 yang mudah larut dalam air dan larutannya menjadi
penetralan dengan basa yang mampu memberikan dua bentuk garam yaitu garam
karbonat dengan netralisasi sempurna, dan garam- garam bikarbonat yang
terbentuk dengan netralisasi parsial (Segal, 1989). Garam-garam karbonat seperti
Na2CO3 sulit terurai, sedangkan garam-garam bikarbonat seperti NaHCO3 mudah
terurai oleh pemanasan atau pengoksidasian. Hasil akhir dari pengoksidasian tersebut ádalah CO2. Karbón dioksida yang terbentuk membuat
gelembung-gelembung di atas permukaan larutan.
Contoh tanah dipersiapkan dan contoh tanah langsung sehingga berjumlah
200 buah tersebut dianalisis dengan dua kali ulangan (duplo), dengan
menggunakan dua jenis pereaksi I yaitu pereaksi IA dan pereaksi IB guna melihat pengaruh jenis pereaksi terhadap kadar C-organik. Dalam metode Uji Cepat kadar
C-organik tersebut ± 0.5 g contoh tanah dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian diberi 1 ml pereaksi I (A atau B), lalu diaduk dengan pengaduk kaca
sampai tercampur atau homogen. Setelah itu, ditetesi 3 tetes pereaksi II dan
dibiarkan bereaksi sampai terbentuk buih. Untuk mendapatkan waktu pengukuran terbaik, tinggi buih yang terbentuk diamati setiap selang 5 menit sekali yakni pada
5', 10', 15', 20', 25', dan 30'. Pengukuran tinggi buih dilakukan dengan
menggunakan mistar, dan diukur mulai dari permukaan suspensi.
Interpretasi Data Hasil Analisis
Untuk melihat pengaruh persiapan contoh tanah dan pengaruh jenis pereaksi, data tinggi buih metode Uji Cepat dikorelasikan dengan kadar C-organik
menurut metode Walkley dan Black sehingga dari koefisien korelasi tersebut
dapat ditetapkan jenis persiapan contoh tanah terbaik. Selanjutnya, untuk
Untuk kalibrasi kadar C-organik menurut metode Uji Cepat, data tinggi buih
dikalibrasi dengan kadar C-organik metode Walkley dan Black. Dalam kalibrasi
tersebut angka-angka pencilan (outlier) dibuang dan kalibrasi dilakukan pada data
C-organik untuk pereaksi terpilih dengan contoh tanah langsung yang berasal dari
jenis penggunaan lahan sawah dan berdasarkan waktu pengamatan terpilih. Data kadar C-organik metode Walkley dan Black ditempatkan sebagai sumbu x dan
tinggi buih sebagai sumbu y. Tinggi buih dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah
(R) untuk kadar C-organik Walkley dan Black = 2.00 %, sedang (S) untuk kadar
Jenis Tanah, Kadar C-organik, dan Jenis Penggunaan La han Contoh Tanah yang Digunakan
Jenis tanah (Tabel Lampiran 1), sebaran kadar C-organik tanah metode
Walkley dan Black (Tabel Lampiran 2), serta jenis penggunaan lahan dari contoh
tanah yang digunakan (Tabel Lampiran 1) dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran Kadar C-organik Tanah pada Berbagai Jenis Tanah dan Jenis Penggunaan Lahan
Dari Tabel 2 tampak bahwa jenis tanah yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi Aluvial (36 buah), Latosol (20 buah), Grumusol (19 buah), Regosol
(12 buah), Mediteran (10 buah), Podsolik (2 buah), dan Glei Humus (1 buah).
Contoh-contoh tanah tersebut diambil dari lahan sawah sebanyak 72 contoh serta
lahan kering sebanyak 28 contoh. Kadar C-organik berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat tanah PPT, 1983 (Tabel Lampiran 3) pada lahan sawah tersebut dalam
tinggi (T) hanya 1 buah. Sementara itu, contoh tanah dari lahan kering memiliki
sebaran kadar C-organik yang meliputi kelas sangat rendah 7 buah, rendah 14
buah, sedang 4 buah, serta tinggi 3 buah. Dari data di atas tampak bahwa contoh
tanah yang digunakan dalam penelitian ini didominasi oleh contoh tanah dengan
kadar C-organik rendah (51 buah), baik pada lahan sawah (37 buah) maupun pada lahan kering (14 buah).
Jumlah contoh keseluruhan tanah Aluvial adalah 36 buah. Contoh tanah
Aluvial dari lahan sawah yang berjumlah 34 buah memiliki kisaran kadar
C-organik mulai dari sangat rendah hingga tinggi, dan yang dominan adalah sedang
(17 buah). Contoh tanah Aluvial dari lahan kering berjumlah 2 buah dan kadarnya tergolong sangat rendah.
Jenis penggunaan lahan contoh tana h Latosol yang berjumlah 20 buah
semuanya merupakan lahan kering. Kadar C-organiknya berkisar mulai dari
sangat rendah hingga tinggi, dan sebagian besar tergolong rendah (12 buah).
Contoh tanah jenis Grumusol berjumlah 19 buah, 17 buah di antaranya berasal dari lahan sawah dan sisanya dari lahan kering. Lahan sawah memiliki
kisaran mulai dari sangat rendah hingga sedang, dan yang dominan adalah rendah
(10 buah). Sementara itu, untuk 2 buah contoh tanah jenis Grumusol yang berasal
dari lahan kering tergolong tinggi.
Jenis penggunaan lahan contoh tanah Regosol yang berjumlah 12 buah semuanya merupakan lahan sawah. Kadar C-organiknya berkisar mulai dari
rendah (6 buah) hingga sedang (6 buah).
Jumlah keseluruhan contoh tanah Mediteran adalah 10 buah. Meliputi
Tanah Mediteran dari lahan sawah memiliki kisaran kadar C-organik mulai dari
sangat rendah hingga tinggi, dan sebagain besar tergolong rendah (5 buah). Tanah
Mediteran dari lahan kering berjumlah 2 buah memiliki kisaran kadar C-organik
sangat rendah.
Jumlah tanah Podsolik hanya 2 buah yang berasal dari lahan kering, dan kadar C-organiknya tergolong rendah. Jenis tanah terakhir adalah Glei humus dari
lahan sawah, hanya 1 buah saja kadarnya tergolong rendah.
Pengaruh Persiapan Contoh Tanah terhadap Nilai Koefisien Korelasi (r) antara Tinggi Buih dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black
Untuk melihat pengaruh persiapan contoh tanah, data tinggi buih (Tabel
Lampiran 4-9) metode Uji Cepat dikorelasikan dengan kadar C-organik metode Walkley dan Black. Hasil korelasi antara tinggi buih metode Uji Cepat dengan
kadar C-organik metode Walkley dan Black yang menggunakan pereaksi IA
maupun pereaksi IB dengan contoh tanah dipersiapkan serta contoh tanah
langsung untuk seluruh contoh disajikan pada Tabel 3 (data disajikan pada Tabel
Lampiran 4-5). Selanjutnya, hasil korelasinya setelah contoh tanah dipisah menurut jenis penggunaan lahan yaitu lahan sawah dan lahan kering disajikan
pada Tabel 4 (data disajikan pada Tabel Lampiran 6-9).
Tabel 3. Nilai Koefisien Korelasi (r) Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black Menggunakan Pereaksi IA dan IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan serta Contoh Tanah Langsung pada Berbagai Waktu Pengamatan
Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi (r) Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black Menggunakan Pereaksi IA dan IB untuk Contoh Tanah Dipersiapkan serta Contoh Tanah Langsung berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan pada Berbagai Waktu Pengamatan
Jenis
Korelasi C-organik berdasarkan Waktu Pengamatan Tinggi Buih
Dari Tabel 3 tampak bahwa nilai koefisien korelasi (r) untuk contoh tanah
langsung dengan pereaksi IA maupun pereaksi IB lebih besar dibandingkan dengan contoh tanah yang dipersiapkan. Nilai r pereaksi IA untuk contoh tanah
langsung pada berbagai waktu pengamatan adalah 0.34, 0.34, 0.34, 0.35, 0.35, dan
0.35. Sementara pereaksi IB untuk contoh tanah langsung memiliki nilai r sebesar
0.34, 0.29, 0.25, 0.25, 0.25, dan 0.36. Nilai r contoh tanah dipersiapkan untuk
pereaksi IA adalah 0.15, 0.15, 0.16, 0.15, 0.14, dan 0.12, dan untuk pereaksi IB nilai r nya yaitu 0.22, 0.22, 0.22, 0.21, 0.21, serta 0.22. Selanjutnya, dari Tabel 4
tampak bahwa untuk pereaksi IA, nilai r pada contoh tanah langsung juga lebih
besar daripada contoh tanah dipersiapkan; baik untuk contoh dari lahan sawah
maupun dari lahan kering. Nilai- nilai r pereaksi IA yang berasal dari lahan sawah
0.24, 0.25, 0.25, 0.22, serta 0.19. Selanjutnya, untuk contoh tanah langsung yang
berasal dari lahan kering dengan pereaksi IA nilai r-nya (0.33, 0.26, 0.23, 0.24,
0.24, serta 0.23) lebih besar dibandingkan dengan contoh tanah dipersiapkan
(0.15, 0.09, 0.08, 0.05, 0.07, 0.05). Begitupun untuk pereaksi IB nilai r contoh
tanah langsung lebih besar daripada contoh tanah dipersiapkan, baik yang berasal dari lahan sawah maupun lahan kering. Nilai r pereaksi IB untuk contoh tanah
langsung yang berasal dari lahan sawah adalah 0.31, 0.32, 0.29, 0.29, 0.29, serta
0.29 dan nilai r contoh tanah dipersiapkan adalah 0.24, 0.24, 0.25, 0.25, 0.24,
0.25. Nilai r untuk contoh tanah langsung yang berasal dari lahan kering adalah
0.41, 0.25, 0.19, 0.16, 0.18, serta 0.21 dan untuk contoh tanah dipersiapkan nilai r-nya adalah : 0.23, 0.19, 0.18, 0.15, 0.16, 0.16. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
pengukuran kadar C-organik tanah menurut metode Uji Cepat lebih baik
digunakan contoh tanah langsung.
Dari Tabel 4 tampak bahwa ditinjau dari penggunaan lahannya, nilai r
untuk contoh tanah langsung dari lahan sawah dengan pereaksi IA bersifat sangat nyata (0.37, 0.41, 0.41, 0.42, 0.43, dan 0.42), sedangkan untuk pereaksi IB ada
yang bersifat nyata (0.29, 0.29, 0.29, 0.29) dan ada juga yang bersifat sangat nyata
(0.31, 0.32). Sebaliknya, nilai r untuk contoh tanah yang berasal dari lahan kering
hanya pada contoh tanah langsung untuk pereaksi IB dengan waktu pengamatan di
5 menit saja yang bersifat nyata (0.41), sedangkan yang lainnya tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa baik pereaksi IA maupun pereaksi IB metode Uji Cepat
Pengaruh Jenis Pe reaksi terhadap Nilai Koefisien Korelasi (r) antara Tinggi Buih dengan Kadar C-organik Metode Walkley dan Black
Dari uraian pada subbab di atas jelas bahwa metode Uji Cepat penetapan
kadar C-organik ini lebih baik digunakan untuk contoh tanah langsung yang
berasal dari lahan sawah. Oleh sebab itu, evaluasi pengaruh jenis pereaksi
terhadap nilai r antara tinggi buih dengan kadar C-organik metode Walkley dan Black hanya difokuskan pada contoh tanah langsung (Tabel Lampiran 6).
Dari Tabel 3 tampak bahwa untuk contoh tanah langsung nilai r bagi
pereaksi IA (0.34, 0.34, 0.34, 0.35, 0.35, dan 0.35) lebih besar daripada pereaksi
IB (0.34, 0.29, 0.25, 0.25, 0.25, dan 0.36). Selanjutnya, dari Tabel 4 diketahui
bahwa setelah contoh tanah dari lahan sawah dipisah dengan contoh tanah dari lahan kering, nilai r untuk contoh tanah langsung pada lahan sawah bagi pereaksi
IA (0.37, 0.41, 0.41, 0.42, 0.43, dan 0.42) juga lebih tinggi daripada pereaksi IB
(0.31, 0.32, 0.29, 0.29, 0.29, dan 0.29). Dengan pemisahan contoh tanah tersebut,
nilai r bagi pereaksi IA untuk contoh tanah langsung dari lahan sawah (0.37, 0.41,
0.41, 0.42, 0.43, dan 0.42) lebih tinggi daripada sebelum dipisah (0.34, 0.34, 0.34, 0.35, 0.35, dan 0.35). Sebaliknya, bagi pereaksi IB, nilai r untuk contoh tanah
langsung dari lahan sawah (0.31, 0.32, 0.29, 0.29, 0.29, dan 0.29) ada yang lebih
tinggi dan ada yang lebih rendah daripada nilai r sebelum dipisah (0.34, 0.29,
0.25, 0.25, 0.25, dan 0.36). Hasil- hasil tersebut menegaskan bahwa pereaksi IA
lebih sesuai untuk dipakai dalam metode Uji Cepat kadar C-organik dibanding pereaksi IB.
Penetapan Waktu Pengamatan Tinggi Buih Metode Uji Cepat
Untuk menetapkan waktu pengamatan tinggi buih (mm), analisis
diambil dari lahan sawah dengan jumlah contoh tanah 72 buah (Tabel Lampiran
6). Tinggi buih diamati pada selang waktu lima menit mulai dari 5 menit sampai
30 menit. Hasil pengukuran tinggi buih menunjukkan bahwa ada 4 (empat) pola
tinggi buih metode Uji Cepat, yaitu : 1) Pola tinggi buih menurun (11 buah), 2)
Pola tinggi buih mendatar (7 buah), 3) Pola tinggi buih menaik drastis- menurun (17 buah), dan 4) Pola tinggi buih menaik- mendatar- menurun (37 buah). Grafik
nilai tinggi buih rata-rata untuk 4 pola tersebut disajikan pada Gambar 1-4.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu Pengamatan (Menit)
Tinggi Buhi (mm)
0 10 20 30 40 50 60 70
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu Pengamatan (Menit)
Tinggi Buih (mm)
0 10 20 30 40 50 60 70
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu Pengamatan (Menit)
Tinggi Buih (mm)
Gambar 2. Pola Tinggi Buih Mendatar n = 7
Gambar 3. Pola Tinggi Buih Menaik Drastis-Menurun
0 10 20 30 40 50 60 70
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu Pengamatan (Menit)
Tinggi Buih (mm)
Dari Gambar 1 tampak bahwa pola tinggi buih menurun terjadi pada 11
buah contoh (Tabel Lampiran 10). Dalam pola tersebut tinggi buih mengalami
penurunan pada selang waktu pengamatan 5-10 menit, selanjutnya pada selang
antara 10-15 menit datar kemudian terjadi penurunan lagi pada selang 15-20
menit. Gambar tersebut menunjukkan bahwa 5 menit merupakan waktu
pengamatan yang paling baik dan 10 menit masih dapat dikatakan baik, karena
setelah itu tinggi buih mendatar. Gambar 2 menunjukkan pola tinggi buih yang
mendatar dan terjadi pada 7 buah contoh (Tabel Lampiran 11). Seperti halnya
pada menurun (Gambar 1), 5 menit merupakan waktu yang paling baik dan 10
menit masih dapat dikatakan baik. Dari pola tinggi buih menaik drastis kemudian
menurun (Gambar 3) terjadi pada 17 buah contoh (Tabel Lampiran 12). Gambar
tersebut menunjukkan bahwa titik maksimum kenaikkan tinggi buih adalah 10 Gambar 4. Pola Tinggi Buih Menaik
Mendatar-Menurun n = 37
menit, maka 10 menit merupakan waktu pengamatan yang paling baik. Gambar 4
menunjukkan pola tinggi buih menaik- mendatar- menurun dan terjadi pada 37
buah contoh (Tabel Lampiran 13), tampak bahwa pada 10 dan 15 menit
mengalami kenaikkan tinggi buih.
Dari keempat pola tersebut dapat dinyatakan bahwa waktu pengamatan terbaik yaitu waktu pengamatan terpendek bagi tinggi buih yang sudah tidak
banyak mengalami perubahan lagi adalah 10 menit.
Kalibrasi Kadar C-organik Metode Uji Cepat
Kalibrasi kadar C-organik menurut metode Uji Cepat ditujukan untuk
mengelompokan kadar C-organik metode Uji Cepat ke dalam kelas rendah,
sedang, dan tinggi. Untuk maksud tersebut angka-angka tinggi buih (mm)
dikalibrasi dengan kadar C-organik metode Walkley dan Black (%).
Pengelompokan angka-angka tersebut disesuaikan dengan pengelompokan kadar
C-organik metode Walkley dan Black menurut kriteria PPT (1983), yaitu kategori
rendah (R) = 2.00 %, sedang (S) untuk kadar C-organik 2.01 – 3.00 %, dan tinggi
(T) untuk kadar C-organik = 3.01 %. Dalam kalibrasi angka-angka pencilan
(outlier) kadar C-organik pereaksi IA untuk contoh tanah langsung yang berasal
dari lahan sawah berdasarkan waktu pengamatan 10 menit dibuang. Dengan
adanya pembuangan angka-angka pencilan tersebut, data kadar C-organik dengan
yang digunakan dalam kalibrasi berkurang dari 72 buah menjadi 60 buah (Tabel
Lampiran 14), dan nilai r- nya meningkat dari 0.41 menjadi 0.68.
Hasil kalibrasi kadar C-organik metode Uji Cepat disajikan pada Gambar
rendah adalah < 42.0 mm, untuk kelas sedang ialah 42.0 mm – 56.0 mm, dan
untuk kelas tinggi adalah > 56.0 mm.
y = 14.877x + 12.066 r = 0.68**
n = 60
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00
Kadar C-organik Metode Walkley dan Black (%)
Tinggi Buih (mm)
Gambar 5. Hubungan antara Kadar C-organik Metode Walkley dan Black (%) dengan Tinggi Buih (mm) dalam Kalibrasi Kadar C-organik Metode Uji Cepat
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode Uji Cepat kadar
C-organik yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanah memiliki koefisien
korelasi (r) yang sangat nyata dengan kadar C-organik metode Walkley dan
Black, meskipun nilai r nya relatif kecil. Metode ini lebih baik diterapkan pada
contoh tanah langsung daripada contoh tanah dipersiapkan. Dari dua jenis
pereaksi yang dikembangkan, pereaksi IA lebih baik daripada pereaksi IB. Kedua
pereaksi tersebut lebih cocok untuk menganalisis kadar C-organik pada contoh
dari lahan sawah. Waktu pengamatan tinggi buih terbaik adalah 10 menit. Sesuai
dengan hasil kalibrasi, kadar C-organik untuk kelas rendah adalah < 42.0 mm,
untuk kelas sedang ialah 42.0 mm – 56.0 mm, dan untuk kelas tinggi adalah >
56.0 mm.
Saran
Diperlukan pengujian lebih lanjut dengan menambah jenis tanah dari luar
Jawa untuk meningkatkan tingkat akurasi metode Uji Cepat penetapan kadar
Anwar, S., dan U. Sudadi. 2004. Pengantar Kimia Tanah. Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanaian Bogor, Bogor.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Soegiman, penerjemah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Karama, A. S., A. R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua-Bogor, 12-13 November 1990, hal. 397-399.
Kasno, A., D. Setyorini, dan Nurjaya. 2003. Status C-organik lahan sawah di Indonesia. Dalam Kearifan Pendayagunaan Sumberdaya Tanah sebagai Aset Utama Peningkatan Kemampuan Pembangunan Daerah. Prosiding Kongres Nasional VIII, Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Padang, 21-23 Juli 2003, hal. 481-483.
Leiwakabessy F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. .
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Page, A. L., editor. 1982. Methods of Soil Analysis Part 2 : Chemical and Microbiological Properties Second Edition. American Society of Agronomy, Inc. and Soil Science Society of America, Inc., Madison.
Reijntjes, C., B. Haverkort, dan Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan : Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Y. Sukoco, penerjemah. Kanisius, Yogyakarta.
Segal, D. 1989. Text Book General Chemistry and Experiment. P. 30-34.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suriadikarta, D. A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2002. Teknologi pengelolaan bahan organik tanah. Dalam Prosiding Teknologi Pengelolaan Lahan Kering : Menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.
Tan, K. H. 1996. Soil Sampling Preparation, and Analysis. Marcel Dekker, Inc., NewYork-Basel-Hongkong.
Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1990. Cropping System and Soil Management in Soil Fertilizers, 4th Edition. Macmillan Comp., New York.
Westerman, R. L., editor. 1990. Soil Testing and Plant Analysis, 3th Edition. Soil Science Society of America, Inc., Madison.
Tabel Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Contoh, Jenis Tanah, dan Penggunaan Lahannya di 10 Kabupaten dari Jawa Tengah dan Jawa Barat
No. Lokasi Jenis Tanah Penggunaan Lahan
Kabupaten Kebumen
1 Kec. Kebumen, Ds. Gesikan Aluvial Sawah sedang ditanami kedelai 2 Kec. Kebumen, Ds. Gesikan Aluvial Sawah sedang ditanami kedelai 3 Kec. Bulus Pesantren, Ds. Bulus Pesantren Aluvial Sawah
4 Kec. Bulus Pesantren, Ds. Arjowinangun Aluvial Sawah
5 Kec. Petanahan, Ds. Karanggadung Regosol Sawah tadah hujan sedang ditanami kacang tanah 6 Kec. Petanahan, Ds. Karanggadung Regosol Sawah tadah hujan sedang ditanami kacang tanah 7 Kec. Karanganyar, Ds. Grenggeng Grumusol Sawah sedang bera
8 Kec. Karanganyar, Ds. Wonorejo Grumusol Sawah sedang bera 9 Kec. Sruweng, Ds. Tanggerang Grumusol Sawah sedang bera 10 Kec. Sruweng, Ds. Tanggerang Grumusol Sawah sedang bera
Kabupaten Tegal
11 Kec. Lebaksiu, Ds. Jatimulya Regosol Sawah
12 Kec. Lebaksiu, Ds. Lebak Gowah Regosol Sawah 13 Kec. Pangkah, Ds. Rancawiru Mediteran Sawah 14 Kec. Pangkah, Ds. Rancawiru Mediteran Sawah 15 Kec. Kedung Banteng, Ds. Tonggara Mediteran Sawah 16 Kec. Kedung Banteng, Ds. Tonggara Mediteran Sawah 17 Kec. Balapulang, Ds. Banjar Anyar Mediteran Sawah 18 Kec. Balapulang, Ds. Banjar Anyar Mediteran Sawah
19 Kec. Margasari, Ds. Kaligayam Grumusol Sawah tadah hujan sedang bera 20 Kec. Margasari, Ds. Kaligayam Grumusol Sawah tadah hujan sedang bera
Kabupaten Boyolali
21 Kec. Banyudono, Ds. Terayu Regosol Sawah
22 Kec. Banyudono, Ds. Terayu Regosol Sawah
23 Kec. Teras, Ds. Gumuk Rejo Regosol Sawah
24 Kec. Teras, Ds. Gumuk Rejo Regosol Sawah
25 Kec. Sambi, Ds. Demangon Grumusol Sawah tadah hujan sedang b era 26 Kec. Sambi, Ds. Demangon Grumusol Sawah tadah hujan sedang bera
27 Kec. Ngemplak, Ds. Donohudan Regosol Sawah
28 Kec. Ngemplak, Ds. Donohudan Regosol Sawah
29 Kec. Sawit, Ds. Manjung Regosol Sawah
30 Kec. Sawit, Ds. Manjung Regosol Sawah
Kabupaten Rembang
31 Kec. Sarang, Ds. Sumber Mulyo Aluvial Lahan kering 32 Kec. Sarang, Ds. Sumber Mulyo Aluvial Lahan kering
33 Kec. Sedan, Ds. Karas Grumusol Sawah
34 Kec. Sedan, Ds. Mojosari Grumusol Sawah
35 Kec. Kaliori, Ds. Meteseh Aluvial Sawah
36 Kec. Kaliori, Ds. Meteseh Grumusol Sawah
37 Kec. Sulang, Ds. Seren Mediteran Lahan kering
38 Kec. Sulang, Ds. Seren Mediteran Lahan kering
39 Kec. Gusian, Ds. Panohan Mediteran Sawah
40 Kec. Gusian, Ds. Panohan Mediteran Sawah
Kabupaten Demak
41 Kec. Guntur, Ds. Wanareja Grumusol Lahan kering 42 Kec. Guntur, Ds. Wanareja Grumusol Lahan kering
Lanjutan (Tabel Lampiran 1.)
No. Lokasi Jenis Tanah Penggunaan Lahan
44 Kec. Demp et, Ds. Dempet Grumusol Sawah sedang ditanami palawija 45 Kec. Demak, Ds. Sedu Grumusol Sawah sedang ditanami kacang hijau 46 Kec. Demak, Ds. Sedu Grumusol Sawah sedang ditanami kacang hijau
47 Kec. Bonang, Ds. Gebang Aluvial Sawah
48 Kec. Bonang, Ds. Gebang Aluvial Sawah
49 Kec. Karang Tengah, Ds. Karangsari Grumusol Sawah sedang ditanami kacang hijau 50 Kec. Karang Tengah, Ds. Pulosari Grumusol Sawah sedang ditanami kacang hijau
Kabupaten Indramayu
51 Kec. Haurgeulis, Ds. Sridadadi Aluvial Sawah sedang bera 52 Kec. Haurgeulis, Ds. Sridadadi Aluvial Sawah sedang bera
53 Kec. Patrol, Ds. Lipas Aluvial Sawah
54 Kec. Patrol, Ds. Lipas Aluvial Sawah
55 Kec. Losarang, Ds. Santing Aluvial Sawah
56 Kec. Losarang, Ds. Santing Aluvial Sawah
57 Kec. Sylieg, Ds. Mekar Gading Aluvial Sawah
58 Kec. Sylieg, Ds. Mekar Gading Aluvial Sawah
59 Kec. Gabus Wetan, Ds. Kedung Dawa Aluvial Sawah sedang bera 60 Kec. Gabus Wetan, Ds. Kedung Dawa Aluvial Sawah sedang bera
Kabupaten Karawang
61 Kec. Rawa Merta, Ds. Panyingkiran Aluvial Sawah sedang bera 62 Kec. Rawa Merta, Ds. Panyingkiran Aluvial Sawah sedang bera
63 Kec. Waluya, Ds. Kuta Karya Aluvial Sawah
64 Kec. Waluya, Ds. Kuta Karya Aluvial Sawah
65 Kec. Pedes, Ds. Karang Jati Aluvial Sawah
66 Kec. Pedes, Ds. Karang Jati Aluvial Sawah
67 Kec. Tempuran, Ds. Pagadungan Aluvial Sawah
68 Kec. Tempuran, Ds. Pagadungan Aluvial Sawah
69 Kec. Telaga Sari, Ds. Cariu Mulya Glei Humus Sawah sedang bera 70 Kec. Telaga Sari, Ds. Cariu Mulya Aluvial Sawah sedang bera
Kabupaten Bogor
71 Kec. Gunung Sindur, Ds. Cibaduy Latosol Lahan kering ditanami ketela pohon 72 Kec. Gunung Sindur, Ds. Cibaduy Latosol Lahan kering ditanami ketela pohon 73 Kec. Parung Panjang, Ds. Kabasiran Podsolik Lahan kering
74 Kec. Parung Panjang, Ds. Kabasiran Podsolik Lahan kering
75 Kec. Cibinong, Ds. Pajelaran Latosol Lahan kering ditanami ketela pohon 76 Kec. Cibinong, Ds. Pajelaran Latosol Lahan kering ditanami buah-buahan 77 Kec. Babakan Madang, Ds. Bojong Koneng Latosol Lahan kering
78 Kec. Babakan Madang, Ds. Bojong Koneng Latosol Lahan kering
79 Kec. Gunung Putri, Ds. Karanggan Latosol Lahan kering ditanami ketela pohon dan palawija 80 Kec. Gunung Putri, Ds. Karanggan Latosol Lahan kering ditanami ketela pohon dan palawija
Kabupaten Cianjur
81 Kec. Mande, Ds. Jamali Latosol Lahan kering
82 Kec. Mande, Ds. Jamali Latosol Lahan kering
Lanjutan (Tabel Lampiran 1.)
No. Lokasi Jenis Tanah Penggunaan Lahan
89 Kec. Cikalong Kulon, Ds. Cirama Girang Aluvial Sawah sedang bera 90 Kec. Cikalong Kulon, Ds. Cirama Girang Aluvial Sawah sedang bera
Kabupaten Majalengka
91 Kec. Majalengka, Ds. Duku Asem Latosol Lahan kering ditanami jagung 92 Kec. Majalengka, Ds. Duku Asem Latosol Lahan kering ditanami jagung 93 Kec. Majalengka, Ds. Sindang Kasih Latosol Lahan kering ditanami jagung 94 Kec. Majalengka, Ds. Sindang Kasih Latosol Lahan kering ditanami jagung 95 Kec. Majalengka, Ds. Sindang Kasih Latosol Lahan kering ditanami ubi jalar 96 Kec. Majalengka, Ds. Sindang Kasih Latosol Lahan kering ditanami ubi jalar 97 Kec. Dawuan, Ds. Jatisawit Latosol Lahan kering
98 Kec. Dawuan, Ds. Jatisawit Latosol Lahan kering
99 Kec. Panyingkiran, Ds. Jatiserang Latosol Lahan kering ditanami jagung 100 Kec. Panyingkiran, Ds. Jatiserang Latosol Lahan kering ditanami jagung
Tabel Lampiran 2. Hasil Analisis Kadar C-organik Walkley dan Black Contoh Tanah dari 10 Kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Barat serta Sebarannya
No.
Lokasi
C-organik Kriteria Penilaian Kadar C-organik (SR/R/S/T/ST)
4 Kec. Bulus Pesantren, Ds. Arjowinangun 3.52 T
Lanjutan (Tabel Lampiran 2.)
No.
Lokasi
Lanjutan (Tabel Lampiran 2.)
No.
Lokasi
C-organik Kriteria Penilaian Kadar C-organik (SR/R/S/T/ST)
99 Kec. Panyingkiran, Ds. Jatiserang 1.98 R
100 Kec. Panyingkiran, Ds. Jatiserang 1.55 R
Keterangan :
Tabel Lampiran 3. Kriteria Penilaian C-organik Tanah Pusat Penelitian Tanah (1983)
Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Tabel Lampiran 10. Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA Pola Menurun
Tabel Lampiran 12. Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat dengan Pereaksi IA dengan Pola Menaik Drastis-Menurun
No.
Lokasi
Tinggi Buih
5' 10' 15' 20' 25' 30'
…………(mm)………….
1 Kec. Karang Tengah, Ds. Pulosari 13.0 13.5 11.5 11.5 11.0 10.0
2 Kec. Demak, Ds. Sedu 16.0 17.0 16.5 15.5 15.0 14.0
3 Kec. Sambi, Ds. Demangon 16.5 19.5 17.5 16.5 16.0 16.0
4 Kec. Balapulang, Ds. Banjar Anyar 33.5 34.0 33.0 32.5 30.0 22.0
5 Kec. Haurgeulis, Ds. Sridadadi 36.0 49.5 49.0 47.0 44.5 42.0
6 Kec. Losarang, Ds. Santing 38.0 40.5 39.0 37.0 37.0 37.0
7 Kec. Gabus Wetan, Ds. Kedung Dawa 39.5 49.0 48.5 47.5 46.0 46.0 8 Kec. Bulus Pesantren, Ds. Bulus Pesantren 44.0 46.0 45.0 44.5 44.5 42.0 9 Kec. Balapulang, Ds. Banjar Anyar 44.5 46.5 44.5 44.5 42.5 41.5
10 Kec. Waluya, Ds. Kuta Karya 44.5 47.5 47.0 46.5 45.5 44.5
11 Kec. Telaga Sari, Ds. Cariu Mulya 45.5 53.5 52.5 51.0 50.5 48.5
12 Kec. Lebaksiu, Ds. Lebak Gowah 46.0 46.5 46.0 46.0 45.5 45.5
13 Kec. Teras, Ds. Gumuk Rejo 46.0 49.0 48.0 47.0 46.0 45.0
14 Kec. Patrol, Ds. Lipas 46.5 47.5 47.0 47.0 46.0 45.5
15 Kec. Losarang, Ds. Santing 46.5 58.0 57.5 57.0 56.5 56.5
16 Kec. Rawa Merta, Ds. Panyingkiran 48.5 56.0 55.5 55.5 54.5 54.5
17 Kec. Haurgeulis, Ds. Sridadadi 53.0 60.5 59.5 58.5 57.0 54.5
Jumlah Total 657.5 734.0 717.5 705.0 688.0 665.0
Rata-rata 38.0 43.0 42.0 41.0 40.0 39.0
Tabel Lampiran 14. Data Tinggi Buih Metode Uji Cepat Menggunakan Pereaksi IA dengan Contoh Tanah Langsung Berasal dari Lahan Sawah Berdasarkan Waktu Pengamatan 10 Menit dalam Kalibrasi Kadar C-organik Metode Uji Cepat
Data Tinggi Buih Sebelum Angka-angka Pencilan Dibuang
No. Lokasi
2 Kec. Bulus Pesantren, Ds. Arjowinangun 55.0 3.52
Lanjutan (Tabel Lampiran 14.)
41 Kec. Cikalong Kulon, Ds. Mekargalih 44.5 2.36
42 Kec. Cikalong Kulon, Ds. Mekargalih 49.0 2.41
43 Kec. Cika long Kulon, Ds. Cinangsi 63.0 2.62
44 Kec. Cikalong Kulon, Ds. Cinangsi 66.0 1.33
45 Kec. Karanganyar, Ds. Grenggeng 45.0 2.08
46 Kec. Karanganyar, Ds. Wonorejo 30.5 2.08
71 Kec. Petanahan, Ds. Karanggadung 32.5 2.01
72 Kec. Petanahan, Ds. Karanggadung 25.0 1.18