KEMAMPUAN BAKTERI DIAZOTROF ENDOFIT UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jaqc.)
ANDREAS PANJAITAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANAIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
RINGKASAN
ANDREAS PANJAITAN. Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit. Dibimbing oleh : ISWANDI ANAS, RAHAYU WIDYASTUTI dan WIWIK EKO WIDAYATI
Bakteri Diazotrof Endofit adalah bakteri penambat nitrogen yang hidup berkoloni di dalam jaringan tanaman tetapi tidak memberikan efek patogenik terhadap tanaman inangnya. Asosiasi dengan tanaman inangnya sangat spesifik sehinggatercipta kondisi yang lebih sesuai dan efisien untuk transfer unsur hara di antara keduanya. Keberadaan bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman lebih menguntungkan terutama dalam hal proteksi aktifitas nitrogenase terhadap O2. Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dan berlebihan dalam industri perkebunan kelapa sawit yang terus berkembang kurang ramah terhadap lingkungan, dapat mengganggu kesehatan tanaman dan meningkatkan biaya produksi. Kemampuan bakteri diazotrof endofit dalam menyumbangkan hara nitrogen bagi tanaman diharapkan akan sangat berperan dalam mengurangi ketergantungan akan pupuk nitrogen anorganik.
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri diazotrof endofit yang diaplikasikan dengan hara nitrogen terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman, berat kering tanaman dan serapan hara N, P dan K jaringan tanaman bibit kelapa sawit. Percobaan mulai bulan Mei hingga bulan November 2012 di rumah kaca kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga dengan ketinggian tempat sekitar 250 m dpl dan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB serta di Laboratorium Biologi Tanah Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan, Jawa Timur. Persiapan media tanam dilakukan dengan mengambil lapisan tanah atas (top soil
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian dosis N dan isolat bakteri diazotrof endofit berpengaruh secara signifikan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yaitu pada diameter bonggol, tinggi tanaman, jumlah pelepah daun dan bobot kering tanaman serta terhadap kandungan hara N, P dan K jaringan tanaman. Pertumbuhan diameter bonggol terbaik ditunjukkan oleh perlakuan isolat 3 tanpa pemupukan N (N0I3) yaitu meningkat sebesar 10,3% dari diameter bonggol bibit kontrol (N3I0), sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari perlakuan tanpa isolat dan tanpa pemupukan N (N0I0). Pertumbuhan tinggi tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan isolat 1 tanpa pemupukan N (N0I1)
) dengan kedalaman 5 - 20 cm kemudian dikering anginkan dan dimasukkan ke dalam setiap polybag dengan berat masing-masing 1,5 kg.
yaitu meningkat sebesar 9,6% dari tinggi tanaman bibit kontrol (N3I0), sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari perlakuan tanpa isolat dan tanpa pemupukan N. Jumlah pelepah daun bibit tertinggi diperoleh dari perlakuan isolat 2 tanpa pemupukan N(N0I2) yaitu meningkat sebesar 19,6% dari jumlah pelepah daun bibit kontrol (N3I0), sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari perlakuan tanpa isolat dantanpa pemupukan N (N0I0). Berat kering total jaringan tanaman yang terbaik diperoleh dari perlakuan Isolat 1 tanpa pemupukan N yaitu meningkat sebesar 23,5% dari berat kering bibit kontrol (N3I0), sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari perlakuan tanpa isolat dan tanpa pemupukan N. Selanjutnya pada pengukuran serapan hara jaringan tanaman menunjukkan serapan hara N tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan isolat 1 tanpa pemupukan N (N0I1), serapan hara P tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan isolat 3 (N0I3) tanpa pemupukan N. Sedangkan serapan hara K tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan isolat 1 tanpa pemupukan N (N0I1). Aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit mampu meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
SUMMARY
ANDREAS PANJAITAN . Ability of Endophytic Diazotrophic Bacteria In Promoting Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq.). Guided by : ISWANDI ANAS , RAHAYU WIDYASTUTI and WIWIK EKO WIDAYATI
Endophytic diazotrophic bacteria are free-living nitrogen fixing bacteria that lived and colonized between living plant cells and do not contribute phatogenic effect to its host. Endophytic diazotrophic bacteria associated with its host in a very specific relation which in creating the more suitable and efficient condition to transfer nutrient among both of them. Existence endophytic diazotrophic bacteria between plant cells is more beneficial especially in protecting nitrogenase activity from O2. Excessive and continuously inorganic fertiliser use in oil palm industry that continue developing considered as an unfriendly method to environment sustainability, disturbing the health of crop and increasing production cost. The ability of endophytic diazotrophic bacteria in Nitrogen fixation as nutrient for crop holds an important role in reducing dependency of inorganic Nitrogen fertilizer.
The aim of this experiment is to study the ability of endophytic diazotrophic bacteria isolate collection that applicated with inorganic Nitrogen fertilizer in promoting vegetative growth, dry weight and N, P, K content in plant tissue of Oil Palm Seedling. Experiment was performed in May to November 2012 in the greenhouse trial garden IPB, Cikabayan, Darmaga with the altitude of surroundings 250 m asl and in Soil Fertility Laboratorium, Departement of Soil Science and Land Resources Bogor Agricultural Institute and in Laboratorium of Soil Biology, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan, East Java. The preparation of plant media was conducted by using air dried top soil with the depth 5 - 20 cms and packed into polybag with an individual weight 1, 5 kg. The measurement of vegetative growth parameter of Oil Palm seedling was conducted at 4th week after planting (WAP) to 18th WAP, and the measurement of dry weight and nutrient up take of plant tissue were conducted in the end of experiment.
9,6% higher than control (N3I0), while the smallest growth was obtained from the treatment without isolate and N fertilizer. Best result in leaf number shown by the combination of treatment of isolate 2 without N fertilizers ( N0I2 )that is 19,6% higher than control (N3I0), while the smallest growth was obtained from the treatment without isolate and N fertilizer.The highest growth of total dry weight of plant tissue was obtained from the treatment of Isolate 1 (N0I1) without N fertilizerthat is 23,5% higher than control (N3I0), while the smallest growthwas obtained from the treatment without isolate and N fertilizer.The highest N content in plant tissue is shown by the treatment of isolate 1 without N fertilizer (N0I1). The highest P content in plant tissue was obtained from the treatment of isolate 3 without N fertilizer (N0I3). While the highest content of nutrient K in plant tissue was obtained from the treatment of isolate 1 without N fertilizer (N0I1). Application of endophytic diazotrophic bacteria isolate is able to promote growth of oil palm seedling.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
KEMAMPUAN BAKTERI DIAZOTROF ENDOFIT UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jaqc.)
ANDREAS PANJAITAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi Tanah & Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq ) Nama : Andreas Panjaitan
NIM : A154100041
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Iswandi Anas, M.Sc. Ketua
Dr. Dra. Rahayu Widyastuti, MSc. Anggota
Dr. Ir. Wiwik Eko Widayati, MS. Anggota
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
Prof.Dr.Ir. Dwi Andreas Santosa M.Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA, atas segala kasih dan anugerahNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulisan karya ilmiah yang berjudul “Kemampuan BakteriDiazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.)” dapat diselesaikan.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc., sebagai ketua komisi pembimbing dalam penelitian ini, Ibu Dr. Dra. Rahayu Widyastuti, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Wiwik Eko Widayati, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dan kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi , Msi sebagai dosen penguji pada ujian akhir pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Sarjito dan rekan-rekan Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan angkatan tahun 2010 – 2012 yang telah banyak membantu Penulis selama melakukan penelitian.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda B. Panjaitan dan Ibunda E. Br. Siahaan, abang, kakak dan adik penulis atas doa, dorongan dan motivasinya kepada penulis. Yang terkasih istri penulis dan anak-anak : Salma Roida Silalahi, SP, Anastasya Putri Fortuna Panjaitan, Samuel Putra Tondi Tambatua Panjaitan dan Andrea Putri Ulina Zwagery Panjaitan atas doa, dorongan, kesabaran dan perhatian serta pengorbanan yang tulus.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasinya.
Bogor, Mei 2014
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ...1
Latar Belakang ...1
Tujuan Penelitian...2
Hipotesis Penelitian ...2
Batasan penelitian ...2
Manfaat Penelitian...2
TINJAUAN PUSTAKA ...3
Perkembangan Perkebunan Kelapa sawit di Indonesia ...3
Bibit Kelapa sawit ...3
Asosiasi BakteriDiazotrof Endofit dengan Tanaman ...4
Isolasi dan Pemanfaatan Mikrob Endofit pada Berbagai Tanaman ...6
Mekanisme Infeksi dan Perkembangan Bakteri Diazotrof Endofit dalam Jaringan Tanaman ...8
Penelusuran Bakteri Diazotrof Endofit dengan Penanda gen Gfp (Green Fluorescent Protein) ...9
BAHAN DAN METODE ...11
Percobaan I. Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit dengan Bibit Kelapa Sawit ...11
Waktu dan Tempat Penelitian ...11
Bahan dan Alat ...11
Metode Penelitian ...11
Pelaksanaan Penelitian ...11
Analisa Data ...13
Percobaan II. Uji Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kelapa Sawit ...13
Waktu dan Tempat Penelitian ...13
Bahan dan Alat ...13
Metode Penelitian ...13
Pelaksanaan Penelitian ...14
Analisa Data ...16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...17
Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit dengan Bibit Kelapa Sawit ...17
Pengujian Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ...19
Diameter Bonggol ...20
Tinggi Tanaman ...22
Jumlah Pelepah Daun ...24
Berat Kering Jaringan Tanaman ...27
Serapan Hara Jaringan Tanaman ...28
KESIMPULAN DAN SARAN ...31
KESIMPULAN ...31
SARAN ...31
DAFTAR TABEL
1. Kecepatan interaksi bakteri diazotrof endofit dengan jaringan tanaman bibit kelapa sawit ... 18 2. Diameter bonggol bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian
empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit ... 21 3. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat
taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit ... 23 4. Jumlah pelepah daun bibitkelapa sawit pada perlakuan empat taraf
dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit ... 25 5. Berat kering jaringan tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan
pemberian empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit ... 27 6. Serapan hara N, P dan K jaringan tanaman bibit kelapa sawit umur
18 MST pada perlakuan pemberian empat variasi dosis pupuk nitrogen dan empat isolat bakteri diazotrof endofit ... 29
DAFTAR GAMBAR
1. Alat pengiris (slicer) jaringan tanaman kelapa sawit ... 12 2. Mikroskop Fluorescence merk Nikon type 026327 ... 12 3. Keberadaan koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji pada
jaringan akarbibitkelapa sawit ... 17 4. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan
bonggol bibitkelapa sawit ... 18 5. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan
DAFTAR LAMPIRAN
1. Petak Percobaan RAK Faktorial (3 Ulangan) ... 39 2. Deskripsi Kelapa Sawit Varietas D x P Simalungun ... 40 3. Sifat Kimia dan Fisik Media Tanah Sebelum Perlakuan ... 41 4. Analisis Sifat Kimia Pupuk Anorganik yang Digunakan pada
Penelitian ... 42 5. Dosis Standar Pemupukan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery ... 42 6. Dosis Pupuk pada Unit Perlakuan Percobaan ... 43 7. Diameter bonggol kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat
isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat variasi dosis
pupuk Nitrogen ... 43 8. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat
isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat variasi dosis
pupuk Nitrogen ... 44 9. Jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian
empat isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat variasi
dosis pupuk Nitrogen ... 44 10.Berat kering jaringan tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan
pemberian empat isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat
variasi dosis pupuk Nitrogen ... 45 11.Kandungan hara total jaringan tanaman bibit kelapa sawit umur 18
MST dengan perlakuan pemberian empat isolat bakteri diazotrof
endofit diazotrof dan empat variasi dosis pupuk ... 45 12.Rekapitulasi hasil uji sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
diameter bonggol bibit kelapa sawit ... 46 13.Rekapitulasi hasil uji sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
tinggi tanaman bibit kelapa sawit ... 48 14.Rekapitulasi hasil uji sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
jumlah pelepah daun tanaman bibit kelapa sawit ... 50 15.Sidik ragam berat kering akar, berat kering batang dan daun dan
berat kering total bibit kelapa sawit Minggu ke-18 ... 52 16.Sidik ragam kandungan hara total jaringan tanaman bibit kelapa
sawit 18 MST ... 53 17.Gambar Kondisi Akar Bibit Kelapa sawit dengan Perlakuan Isolat
Bakteri diazotrof endofit ... 54 18.Gambar Kondisi Akar Bibit Kelapa Sawit dengan Perlakuan Pupuk
Nitrogen ... 55 19.Gambar Bibit Kelapa sawit dengan Perlakuan Isolat Bakteri
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting di Indonesia. Luas areal maupun produksinya terus meningkat belakangan ini. Luas areal tahun 2005 sebesar 5,45 juta ha dan meningkat menjadi 9,3 juta ha pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2013).Peningkatan luas areal ini mengakibatkan kebutuhan pupuk meningkat tajam. Seiring dengan harga bahan baku pupuk yang meningkat pesat menyebabkan harga pupuk anorganik semakin mahal dan mengakibatkan biaya produksi semakin mahal. Di sisi lain, penggunaan pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl dan Kieserite) yang terus menerus dan secara berlebihan kurang ramah terhadap lingkungan, dapat mengganggu kesehatan tanaman serta meningkatkan biaya produksi.
Upaya pemanfaatan bakteri diazotrof (penambat N2) sebagai pupuk hayati telah banyak dilakukan tetapi hingga saat ini belum memberikan hasil yang konsisten. Salah satu hal yang patut dicermati dalam upaya pemanfaatan pupuk hayati adalah pola interaksi yang terjadi antara bakteri diazotrof dengan tanaman inangnya (Widayati, 2005).
Quispel (1991) mengusulkan 2 cara untuk meningkatkan kapasitas bakteri diazotrof dalam menunjang pertumbuhan tanaman yaitu (1) memperluas kisaran jenis (host range) bagi bakteri simbion (Rhizobium dan Frankia), (2) meningkatkan peran bakteri diazotrof dengan memanfaatkan bakteri rizosfer misalnya Azosprillum, menjadi endosimbion yang efektif. Berdasarkan kedua usulan tersebut tampak bahwa titik berat permasalahan terletak pada hubungan yang spesifik antara bakteri dengan inangnya.
Beberapa bakteri diazotrof diketahui mampu hidup secara harmonis dan menyumbangkan sekitar 70% kebutuhan total N pada beberapa varietas tanaman tebu (Lima et al., 1987; Urquiaga et al., 1992). Bakteri diazotrof tersebut diketahui mampu hidup secara endofit dalam tanaman tebu (Calvante & Dobereiner, 1988; Boddey et al., 1995), dan berkolonisasi pada xylem tebu (Reis et al., 1999; James et al., 2001).
Istilah endofit digunakan untuk menunjukkan adanya kolonisasi mikrob di dalam jaringan tanaman tetapi tidak memberikan efek patogenik (tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit) terhadap tanaman inangnya(Zinniel et al., 2002; Reiter et al., 2002; Azevedo et al., 2000).
Asosiasi yang terjadi antara bakteri diazotrof endofit dengan tanaman sedemikian spesifik sehingga tidak termasuk dalam kategori penggolongan bakteri diazotrof yang telah dikenal yaitu bakteri diazotrof yang mampu melakukan simbiosis dan bakteri diazotrof yang hidup bebas (free-living) (Bergersen, 1980).
Lee et al. (2000) menyebutkan bahwa bentuk interaksi endofit merupakan prototype interaksi mikrob dengan tanaman yang perlu dipelajari untuk mengupayakan pemanfaatan mikrob dalam meningkatkan kualitas tanaman. Hubungan yang erat antara tanaman dan bakteri diazotrof endofit menciptakan kondisi yang lebih sesuai untuk transfer nutrien di antara keduanya dibanding dengan asosiasi bakteri diazotrof yang mendominasi rizosfer atau rizoplane tanaman. Dalam hubungan ini, bakteri diazotrof endofit tidak perlu berkompetisi dengan rizobakteri indigenous untuk mendapatkan sumber karbon (Quispel, 1991) dan keberadaannya dalam jaringan tanaman lebih menguntungkan terutama dalam hal proteksi aktifitas nitrogenase terhadap O2 (James et al., 2001).
Sampai saat ini belum banyak informasi tentang interaksi mikrob endofit dengan bibit kelapa sawit. Oleh karena itu, untuk mengupayakan pemanfaatan bakteri diazotrof endofit tersebut perlu segera dilakukan eksplorasi peran mikrob endofit untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan asosiasi isolat bakteri diazotrof endofit dengan bibit kelapa sawit dan pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawitdengan aplikasi hara N pada taraf dosis sebesar 0%, 50%, 75% dan 100% dari dosis standard pemupukan kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian
1. Sifat endofitisme (kemampuan asosiasi dengan tanaman) dari isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji berbeda.
2. Isolat bakteri diazotrof endofit meningkatkan pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit dengan aplikasi hara N pada empat taraf dosis.
Batasan penelitian
Batasan penelitian meliputi : aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit pada bibit kelapa sawit untuk melihat sifat endofitisme dan kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit pada berbagai dosis hara N.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Perkebunan Kelapa sawit di Indonesia
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi perkebunan yang penting di Indonesia karena perannya dalam peningkatan devisa negara, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan perekonomian rakyat. (Lubis, 2008).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di kawasan Khatulistiwa dengan kelas iklim tipe A, B dan C menurut sistem klasifikasi Schmidth & Ferguson (Purba dan Lubis, 1985). Pada umumnya areal pengembangan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan memenuhi persyaratan iklim, topografi, keadaan fisik dan kimia lahan untuk mendukung pertumbuhan kelapa sawit yang baik. Hal ini yang menyebabkan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian (2013) luas areal perkebunan kelapa sawit terus meningkat setiap tahunnya. Pada periode 2001-2011 terjadi peningkatan yang sangat signifikan yaitu 4,7 juta ha pada tahun 2001 menjadi 8,99 juta ha pada tahun 2011 dan menjadi 9,3 juta ha pada tahun 2012. Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia ini tentu membutuhkan peningkatan sarana produksi diantaranya bibit kelapa sawit yang berkualitas baik, pupuk, pestisida dan alat-alat penunjang lainnya.
Bibit Kelapa sawit
Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman di lapangan (transplanting
Kebutuhan nutrisi bibit kelapa sawit setelah periode penggunaan endosperm sebagian besar berasal dari hara media tanah yang digunakan dan hara pupuk yang diaplikasikan. Dari berbagai penelitian pemupukan menunjukkan hasil pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik diperoleh dari pemberian nutrisi yang lengkap dan seimbang dengan frekwensi pemberian disesuaikan umur bibit. ). Turner dan Gillbank (2003) menyatakan bibit dan perawatan pembibitan kelapa sawit berperan sangat signifikan dalam aspek ekonomis perkebunan kelapa sawit karena dapat memperpendek periode tanaman belum menghasilkan dan menjamin tercapainya produktifitas buah yang tinggi pada periode tanaman menghasilkan.
Interaksi antara unsur N, P, K, sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka terhadap perobahan perimbangan antara unsur-unsur hara tersebut (Turner & Gillbanks, 2003).
Pada beberapa bulan pertama pertumbuhannya, bibit kelapa sawit membutuhkan lebih banyak N dan P (Tobing, 1983). Jaringan bibit kelapa sawit umumnya mengandung 1,4% N berupa senyawa organik esensial (asam amino, protein, asam nukleat) yang beberapa diantara protein tersebut berfungsi sebagai enzym yang mengkatalisis reaksi biokimia pada tanaman. Aplikasi nitrogen pada bibit kelapa sawit nyata meningkatkan indeks luas daun yang secara langsung meningkatkan net asimilasi dan produksi biomassa. Sedangkan defisiensi N menyebabkan pembentukan dan fungsi kloroplas menjadi terganggu, hidrolisis protein untuk pembentukan asam amino serta mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang kerdil (Fairhurst & Hardter, 2003).
Secara umum konsentrasi P di dalam bahan kering jaringan vegetatif berkisar 0,147% pada bibit kelapa sawit sampai 0,052% pada tanaman dewasa (Ng & Tamboo, 1968). Fosfor merupakan penyusun esensial dari asam nukleat yang berfungsi sebagai pembawa informasi genetik dan penyusun ATP yang berperan dalam seluruh transfer energi di dalam sel tanaman. Defisiensi P menyebabkan terganggunya pertumbuhan pucuk, luas permukaan daun dan jumlah daun bibit kelapa sawit (Fairhurst & Hardter, 2003).
Ketersediaan Kalium memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan vegetatif dan berat kering bibit kelapa sawit (Turner & Gillbanks, 2003). Sedangkan kemampuan serapan Kalium terutama dipengaruhi oleh kapasitas serapan Nitrogen dan keseimbangan ketersediaan Kalsium dan Magnesium (Fairhurst dan Hardter, 2003).
Asosiasi BakteriDiazotrof Endofit dengan Tanaman
Penelitian terhadap peran bakteri diazotrof (penambat N2) pada tanaman kacang-kacangan telah membuktikan bahwa bakteri tersebut mampu menyumbangkan sejumlah hara N bagi pertumbuhan tanaman. Triplett (1996) melaporkan upaya pemanfaatan bakteri diazotrof sebagai agen hayati penyedia hara diantaranya (i) upaya pemindahan gen pengkode pembentukan nodul tanaman kacang-kacangan ke tanaman lain (ii) upaya mengekspresikan regulon gen nif pada organel tanaman jagung, (iii) upaya mendapatkan galur tanaman jagung yang mampu berasosiasi dengan bakteri diazotrof. Namun upaya tersebut belum memberikan hasil yang menjanjikan karena banyaknya kendala.
Singh et al., (1981) melaporkan sejumlah genera bakteri diazotrof banyak ditemukan di rizosfer tebu diantaranya Azotobacter, Beijerinckia dan Derxia, bahkan beberapa diantaranya mampu hidup secara endofit dan menyebar dalam batang tebu.
Calvante dan Dobreiner (1988) merupakan peneliti pertama yang berhasil menemukan dan mengisolasi spesies bakteri diazotrof dari tebu yaitu Gluconacetobacter diazotrophicus strain PAL5 (syn. Acetobacter diazotrophicus). Bakteri tersebut bersifat endofit dan memiliki keunggulan dibanding bakteri diazotrof lainnya yaitu tumbuh optimum pada sukrosa/glukosa 10%, pH 5,5, memiliki enzim nitrat reduktase, kemampuan fiksasi N2 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi 25 mM NO3.
Asosiasi antara bakteri G. diazotrophicus dengan tanaman tebu menunjukkan bentuk simbiosis baru yang bersifat endofit di mana sifat interaksinya berbeda dengan interaksi bakteri diazotrof simbiosis maupun bakteri diazotrof yang hidup bebas di rizosfer tanaman inang. Perbedaan interaksi bakteri tersebut terletak pada kemampuan bakteri diazotrof endofit untuk masuk ke dalam jaringan tanaman (Bergersen, 1980).
Bentuk asosiasi antara G. diazotrophicus dengan tebu disebutkan sebagai obligate endophyte (Muthukumarasamy et al., 2002). Bentuk asosiasi ini juga dijumpai pada tanaman sorgum dan Herbaspirillum (Oliveira et al., 2002). Bentuk asosiasi obligate endophyte merujuk pada kemampuan bakteri diazotrof untuk hidup dalam jaringan tanaman yang menyebar baik pada akar, batang dan daun, serta tidak membentuk struktur khusus atau serupa bintil (Dong et al., 1994, Muthukumarasamy et al., 2002).
Bakteri diazotrof obligate endophyte tidak dapat ditemukan dan diisolasi dari tanah, tetapi dapat diisolasi dari tanaman, insekta dan jamur. Bakteri tersebut tidak mampu tumbuh dengan baik pada tanah. (Boddey et al., 1995; Olivares et al., 1996). Dengan menggunakan tanah yang telah dipasteurisasi sebagai media tumbuh tebu, Dong et al. (1994) membuktikan bahwa G. diazotrophicus bergerak dari dalam bagal tebu ke tunas baru dan selanjutnya masih dapat ditemukan pada generasi kedua dan ketiga tebu.
Hubungan yang erat antara tanaman dan bakteri diazotrof endofit memberikan kondisi yang lebih sesuai dalam transfer nutrien di antara keduanya dibandingkan dengan asosiasi bakteri diazotrof non endofit. Fotosintat tanaman dapat digunakan langsung oleh bakteri diazotrof endofit, demikian juga dengan hasil fiksasi N2 udara oleh bakteri diazotrof dapat digunakan langsung oleh tanaman (James et al., 2001).
Tanaman inang tidak menunjukkan respon bertahan (defense response) terhadap masuknya bakteri ke dalam jaringan. Penyebabnya diduga karena (1). masuknya bakteri pertama kali ke dalam jaringan tanaman lewat rongga interselular atau melalui jaringan yang mati misalnya xylem dan aerenkhim, bukan langsung ke sel tanaman (intact host cell) (Gyaneshwar et al., 2001). (2). jumlah bakteri diazotrof endofit biasanya hanya berkisar 104 – 105 cfu g-1 berat tanaman segar, sedangkan bakteri yang bersifat patogen jumlahnya dapat mencapai 1010 cfu g-1 berat tanaman segar. Jumlah bakteri yang tinggi ini yang menyebabkan tanaman memberikan tanggapan berupa respon bertahan (James et al. 2001).
G. diazotrophicus tampak bahwa populasi bakteri tersebut mengalami penurunan jumlah dalam waktu beberapa hari setelah tanaman tebu mendapat pemupukan N dalam jumlah yang tinggi (Caruso & Baldani, 1995 cit. Muthukumarasamy et al., 2002).
Peranan bakteri diazotrof endofit pada tebu dapat ditingkatkan dengan menambahkan unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Gyaneshwar et al. (2001) membuktikan bahwa bibit tebu yang diperkaya dengan bakteri diazotrof endofit Serratia marcescens mengalami peningkatan aktivitas penambatan N2 udara bila senyawa-senyawa seperti asam malat, suksinat, dan sukrosa diberikan pada rizosfer tebu. Percobaan lain dilakukan oleh Boddey et al, (2003) menunjukkan bahwa pemberian pupuk tunggal Mo sebesar 100 g ha-1 pada tebu varietas RB 72-454 memberikan hasil yang sama dengan bila tebu dipupuk dengan 60 kg N ha-1. Hal ini diyakini sebagai respon bakteri diazotrof endofit terhadap kebutuhan hara Mo bagi enzim nitrogenase yang mengakibatkan aktivitas penambatan N2 udara oleh bakteri tersebut meningkat sehingga meningkatkan hasil tebu seperti halnya pada perlakuan pupuk N sebesar 60 kg ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan nutrien yang diperlukan bagi bakteri diazotrof endofit dan tanaman inang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman inangnya (Oliviera et al., 2002). Isolasi dan Pemanfaatan Mikrob Endofit pada Berbagai Tanaman
Upaya isolasi mikrob endofit yang hidup di dalam jaringan tanaman, memerlukan proses sterilisasi permukaan jaringan tanaman. Masing-masing tanaman membutuhkan proses sterilisasi permukaan jaringan yang berbeda sesuai dengan sifat jaringan tanaman itu sendiri. Proses sterilisasi tanaman yang perbanyakannya menggunakan biji dilakukan dengan sterilisasi biji yang ditumbuhkan secara aseptik. Teknik sterilisasi lainnya adalah dengan perendaman jaringan tanaman dalam larutan desinfektan (Dong et al., 1994).
Isolasi bakteri diazotrof endofit umumnya dilakukan dengan teknik isolasi selektif yang keberhasilannya ditentukan oleh media selektif yang digunakan. Media selektif yang sering digunakan sebagai media selektif untuk isolasi bakteri diazotrof adalah media NFM (De Connick et al., 1988), media LGI (Kirchhof et al., 1997), Rennie medium (Elbeltagy et al., 2001), dan medium malat sintetik (Barak et al., 1982).
Jumlah bakteri diazotrof endofit yang dapat diisolasi bervariasi tergantung jenis tanaman, umur tanaman, bagian jaringan tanaman, waktu pengambilan sampel, dan lingkungan tanaman. Umumnya, populasi bakteri diazotrof endofit dalam tanaman paling tinggi dijumpai pada akar, kemudian pada batang dan daun. Secara alamiah jumlah bakteri diazotrof endofitindigenous pada tanaman alfafa, jagung manis, bit gula, labu, kapas dan kentang berkisar antara 2,0 – 6,0 log10 CFU g-1 jaringan tanaman, sedang pada tanaman tomat dan kentang yang diinokulasi dengan bakteri diazotrof endofit secara root or seed drenching, jumlahnya berkisar antara 3,0 – 5,0 log10 CFU g-1 jaringan tanaman (Zinniel et al., 2002).
2004), dan 5 taksa endofit pada tanaman anggrek (Manoch, 2004). Beberapa upaya isolasi mikrob endofit yang dilakukan di Indonesia diantaranya dilaporkan berhasil mengisolasi jamur endofit dari akar tanaman vanili sehat (Irawati, 2005), jamur endofit dari jaringan batang jeruk (Sulistyowati et al., 2005), bakteri diazotrof endofit dari tanaman tebu (Widayati et al., 2007), dan bakteri endofit pada tanaman pisang untuk pengendalian penyakit darah pada pisang (Marwan et al, 2011).
Isolasi mikrob endofit pada tanaman kelapa sawit umumnya dilakukan untuk mencari mikrob endofit yang berpotensi sebagai pengendali patogen Ganoderma boninense Pat dan penyedia hara bagi tanaman. Pinruan et al. (2010) melaporkan berhasil mengisolasi 162 isolat basidiomycetes endofit dari tanaman kelapa sawit di Thailand. Sembiring et al. (2008) berhasil mengisolasi 40 isolat bakteri endofit dari tanaman kelapa sawit di Sumatra Utara yang berpotensi sebagai agen pengendali patogen Ganoderma sp. Mariana & Budi (2013) berhasil mendapat 52 isolat cendawan endofit dari tanaman kelapa sawit di daerah Kalimantan selatan yang sebagian berpotensi sebagai cendawan antagonis terhadap Ganoderma sp.
Peran Mikrob Endofit
1. Meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan abiotik
Mikrob endofit dapat berperan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon (Bacon&Hinton, 2002), penyedia hara dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara (Hallman et al., 1997), serta penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan resistensi tanaman terhadap logam berat (Magnani et al., 2010). Kemampuan memproduksi fitohormon seperti etilen, auksin, sitokinin dijumpai pada kelompok bakteri endofit Pseudomonas, Enterobacter, Staphylococcus, Azotobacter dan Azospirillum (Lodewyckx et al., 2002). Sedangkan Nassar et al (2005) melaporkan khamir endofit Williopsis saturnus pada tanaman jagung mampu menghasilkan hormon perangsang pertumbuhan tanaman, indole-3-acetic acid (IAA) dan indole-3-pyruvic acid (IPYA).
Kelompok mikrob endofit yang mampu menyediakan hara dan meningkatkan kemampuan tanaman menyerap hara diantaranya kelompok bakteri pelarut P dan fiksasi N2 (Sturz et al, 2000). Kelompok bakteri pemfiksasi N2 seperti Azospirillum, Enterobacter cloacae, Acetobacter diazotrophicus, Herbaspirillum seropedicae dan Azoarcus sp. mampu menyediakan N2 bagi tanaman non-legume.
contoh, keberadaan jamur Neotyphodium coenophialum pada sistem perakaran tanaman memicu perkembangan akar jauh ke dalam tanah sehingga tanaman mampu bertahan dalam kondisi kering (Rodriguez et al., 2009).
2. Sebagai agensia pengendali hama dan penyakit tanaman
Bakteri endofit mampu mencegah perkembangan penyakit karena memproduksi siderofor (Kloeper et al., 1999), menghasilkan senyawa metabolit yang bersifat racun bagi jamur patogen (Schnider-Keelet al.,2000) atau terjadinya kompetisi ruang dan nutrisi (Kloeper et al., 1980). Bakteri endofit juga bisa memiliki kemampuan untuk mereduksi produksi toksin yang dihasilkan oleh patogen sehingga tidak patogenik terhadap tanaman atau kemampuan menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen (M’Piga et al., 1997).
Kelompok bakteri endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati antara lain dari genus Bacillus, Pseudomonas dan Burkholderia yang mampu menghasilkan antibiotik, antikanker, anti jamur, anti virus, senyawa volatile bahkan insektisida (Lodewyckx et al., 2002). Kim et al. (2002) melaporkan bahwa Bacillus lentimorbus menghasilkan senyawa alpha dan beta-glucosidase yang bersifat anti jamur sehingga mampu menghambat infeksi Fusarium sambunicum Fuckel pada tanaman kentang. Rajendran dan Samiyappan (2008) menemukan inokulasi dua strain Bacillus yang merupakan bakteri endofit pada tanaman kapas meningkatkan produksi enzim-enzim yang berkaitan dengan sistem pertahanan tanaman, yaitu chitinase, β-1-3-glucanase, peoksidase, polifenol oksidase, fenilalanin amonialiase dan fenol tanaman inangnya sehingga mampu mengatasi serangan R. solani, penyebab rebah kecambah. Mekanisme Infeksi dan Perkembangan Bakteri Diazotrof Endofit dalam Jaringan Tanaman
Tanah di daerah perakaran tanaman merupakan sistem ekologi yang sangat dinamis yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu rizosfer dan bagian tanah (bulk soil). Rizosfer merupakan bagian ekosistem yang lebih dinamis, karena adanya eksudat akar dan mikrob tanah (Overbeek & Elsas, 1995). Kehadiran mikrob tersebut berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi pertumbuhan tanaman (Curl & Truelove, 1996; Lynch, 1990; Rovira, 1991).
Bakteri endofit biasanya masuk pertama kali melalui perakaran sekunder dengan mengeluarkan enzym selulase atau pektiase (Agarwal & Shende, 1987), atau bagian atas tanaman seperti batang, bunga, radikel kecambah, stomata ataupun kotiledon dan daun yang sobek (Kobayashi & Palumbo, 2000). Bakteri kemudian berkoloni di titik tempat dia masuk atau menyebar ke seluruh bagian tanaman (Hallman et al., 1997) dan hidup dalam sel, ruang interseluler atau dalam sistem pembuluh.
tersebut, namun belum pernah ditemukan di dalam tanah non rhizosfer atau pada gulma di sekitar pertanaman tebu.
Komposisi senyawa penyusun eksudat menentukan jenis mikrob yang mendominasi rizosfer dan hubungan ini bersifat spesifik artinya setiap spesies mikrob membutuhkan sumber C yang berbeda (Marschner, 1986), sehingga hanya spesies tertentu saja yang tertarik untuk mendekat dan hidup berkolonisasi dengan baik di rizosfer tanaman tertentu (Hartmann, 1988).
Proses kolonisasi bakteri pada tanaman merupakan perbanyakan bakteri yang terjadi pada tanaman. Bakteri yang mampu mengkolonisasi jaringan tanaman merupakan bakteri yang unggul dalam berkompetisi dengan bakteri lain di daerah tersebut. Aspek kemampuan kolonisasi bakteri menjadi faktor dominan dalam meningkatkan peranan bakteri diazotrof (O’Callaghan et al., 2000). Kapasitas kolonisasi suatu bakteri pada rizosfer sangat dipengaruhi atau bahkan ditingkatkan oleh beberapa komponen senyawa eksudat akar (Bacilio-Jimenez et al., 2003). Protein yang terdapat pada lapisan terluar sel bakteri sangat menentukan kemampuan pelekatannya pada permukaan abiotik maupun biotik (Espinosa-Urgel et al., 2000).
.
Penelusuran Bakteri Diazotrof Endofit dengan Penanda gen Gfp (Green Fluorescent Protein)
Penanda gen sangat diperlukan dalam penelusuran kembali mikrob yang diteliti dan dilepas pada kondisi alami. Salah satu persyaratan yang dibutuhkan dalan penggunaan sistem penandaan adalah kemampuan penanda tersebut untuk memberikan identitas yang jelas bagi strain yang diberi penanda dalam komunitas mikrob alam. Disamping itu, penanda tersebut harus bersifat stabil dalam strain yang membawa tanda dan mampu memberikan ekspresi yang cukup jika dideteksi (Errampalli et al., 1999).
Penanda antibiotik digunakan pertama kali dalam upaya pemberian penanda bagi mikrob. Penanda gen resisten terhadap kanamicin adalah penanda gen yang pertama kali digunakan, hanya saja penanda ini kurang berkembang karena kontribusinya rendah dalam hal pembedaan terhadap mikrob indigeneous. Kerancuan tersebut muncul karena adanya resistensi terhadap kanamicin yang secara alami terdapat pada mikrob indigeneous (Lindow, 1995).
Penanda berikutnya yang berkembang adalah gen penanda ensim metabolik spesifik. Gen penanda ensim metabolik meliputi xyIE (gen yang mengkode catechol 2,3-oxygenase), lacZ (gen yang mengkode β-galactosidase) dan gusA (gen yang mengkode β-glucuronidase). Kehadiran gene xyIE dapat dideteksi karena perubahan substrat catechol yang menjadi warna kuning, ekspresi gen lacZ dideteksi dari hasil pelepasan substrat 5-bromo-4chloro-3-indolyl-β -galactopyranoside (X-gal) yang memberikan warna biru, demikian juga ekspresi gen gusA ditandai dengan pelepasan substrat dari garam 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-glucuronide cyclohexyl ammonia (X-gluc) yang juga memberikan warna biru (Prosser, 1994).
yang berhasil melakukan klon gfp cDNA dari Aequora victoria dan klon gen gfp tersebut yang memberikan warna hijau pada beberapa organisme misalnya Drosophila dan Eschericia coli [(Charlie et al. (1994) cit Errampalli et al., (1999)].
BAHAN DAN METODE
Percobaan I. Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit dengan Bibit Kelapa Sawit
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai November 2012 di Laboratorium Biologi Tanah, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Pasuruan – Jawa Timur.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kelapa sawit varietas DxP Simalungun dari PPKS Medan, gen gfp (green fluorescent protein) E. coli PFAJ 1819 sebagai penanda bakteri diazotrof endofit yang diaplikasi, antibiotik kanamicin, ampicilin dan rifampicin, MgSO4, serta mikroskop fluorescence merk Nikon type 026327.
Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan pengamatan keberadaan bakteri diazotrof endofit wild type pada jaringan akar, jaringan batang (bonggol) dan jaringan daun bibit kelapa sawit.
Untuk memudahkan pengamatan visual dalam membedakan bakteri yang diuji dengan bakteri diazotrof endofit indigenous, maka isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji diberi marka gen gfp E. coli PFAJ 1819. Isolat bakteri yang telah diberi marka kemudian diinokulasi ke jaringan bibit kelapa sawit.
Setiap unit percobaan diamati sebanyak 1 kali dengan waktu pengamatan pada 1 dan 3 jam setelah aplikasi isolat bakteri. Waktu tercepat ditemukannya isolat bakteri yang diberi marka gen gfp dicatat sebagai kecepatan isolat bakteri mencapai jaringan tanaman.
Pelaksanaan Penelitian
1. Penandaan bakteri diazotrof endofit menggunakan Gen gfp
Tahap transformasi gen dimulai dengan menumbuhkan E. coli PFAJ 1819 pada media 5 ml LB cair yang mengandung 50 µg/ml kanamicin dan 50 µg/ml ampicilin. Bakteri target ditumbuhkan pada 5 ml media LB cair yang mengandung rifampicin 50 µg/ml. Masing-masing media diinkubasi selama semalam. Keesokan harinya, dari masing-masing suspensi bakteri tersebut diambil 1 ml kemudian dicampurkan dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatannya dibuang, kemudian ditambahkan 500 µl 10 mM MgSO4. Selanjutnya suspensi tersebut disentrifugasi kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Ke dalam pelet yang terbentuk ditambahkan 30 µl 10 mM MgSO4.
2. Pengujian Sifat Endofitik Bakteri pada Bibit Kelapa Sawit
diinokulasikan. Inokulasi bakteri rekombinan dilakukan dengan cara menyiramkan media LB cair yang mengandung bakteri rekombinan ke permukaan tanah polibag bibit kelapa sawit sebanyak 10 ml/polibag. Tujuan perlakuan ini untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh bakteri diazotrof endofit untuk mencapai jaringan tanaman (akar, batang dan daun) bila diaplikasikan dalam kondisi lapangan.
.
3. Visualisasi Keberadaan Bakteri Diazotrof Endofit dalam Jaringan kecambah Kelapa sawit dengan Mikroskop Fluorescence
Irisan jaringan kecambah kelapa sawit yang telah diinokulasi dengan bakteri diazotrof endofit rekombinan diamati dengan menggunakan mikroskop fluorescence merk Nikon type 026327 pada perbesaran 100x.
Gambar.1 Alat pengiris (slicer) jaringan tanaman kelapa sawit
Gambar.2 Mikroskop Fluorescence merk Nikon type 026327
4. Pengamatan Parameter
Data pengamatan yang diambil terdiri dari :
b. Waktu yang dibutuhkan bakteri diazotrof endofit untuk mencapai jaringan batang bibit kelapa sawit. Lamanya waktu yang dibutuhkan dicatat pada waktu tercepat ditemukannya bakteri diazotrof endofit rekombinan pada jaringan batang bibit kelapa sawit. Pengamatan dilakukan pada jaringan batang bibit kelapa sawit dengan cara yang sama dengan pengamatan jaringan akar.
c. Waktu yang dibutuhkan bakteri diazotrof endofit untuk mencapai jaringan daun bibit kelapa sawit. Lamanya waktu yang dibutuhkan dicatat pada waktu tercepat ditemukannya bakteri diazotrof endofit rekombinan pada jaringan daun bibit kelapa sawit. Pengamatan dilakukan pada jaringan daun bibit kelapa sawit dengan cara yang sama dengan pengamatan jaringan akar. Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian ditabulasi sehingga didapat waktu tercepat yang dibutuhkan masing-masing isolat untuk mencapai jaringan tanaman . Data ini diharapkan dapat membuktikan isolat bakteri yang diuji mempunyai sifat endofitisme serta memberikan informasi waktu yang dibutuhkan bakteri diazotrof endofit untuk mencapai masing-masing jaringan tanaman kelapa sawit.
Percobaan II. Uji Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kelapa Sawit
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai dengan November 2012 di rumah kaca kebun percobaan IPB, Cikabayan – Darmaga, Bogor. Ketinggian tempat dari permukaan laut adalah sekitar 250 m. Sampel tanah untuk media tanam diambil dari lahan kebun percobaan IPB – Cikabayan, Bogor. Analisa hara tanah dilakukan di Laboratorium Kesuburan tanah/ Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kelapa sawit varietas DxP Simalungun dari PPKS dan tanah Latosol Darmaga sebagai media tumbuh dari kebun percobaan Cikabayan (Bogor) yang diambil dari lapisan top soil pada kedalaman 5 – 20 cm. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk Urea, RP, SP-36, KCL (MOP) dan Kieserite serta polybag ukuran 25 cm x 14 cm x 0,07 mm. Sedangkan alat yang digunakan adalah gelas ukur, meteran, kaliper digital, timbangan digital, plastik kedap udara, alat tulis dan alat dokumentasi kamera digital.
Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) factorial dengan 2 faktor yaitu dosis hara Nitrogen (I) dan jenis isolat (II) dengan taraf sebagai berikut :
Faktor I. Dosis hara Nitrogen
N2 = Dosis pupuk N sebesar 75% dari dosis standard PPKS N3 = Dosis pupuk N sebesar 100% dari dosis standard PPKS
1. N0I0
Faktor II. Jenis Isolat I0 = tanpa isolat
I1 = isolat 1 (diisolasi dari jaringan akar kelapa sawit yang tumbuh liar) I2 = Isolat 2 (diisolasi dari jaringan batang kelapa sawit yang tumbuh liar) I3 =Isolat 3 (diisolasi dari jaringan daun kelapa sawit yang tumbuh liar) Isolat bakteri diazotrof yang digunakan adalah isolat bakteri diazotrof wild type (isolat asli tanpa penanda gen gfp) koleksi PT Swakarsa Sinar Sentosa, Jakarta dan P3GI Pasuruan yang berasal dari daerah Kalimantan Tengah.
Perlakuan yang diuji terdiri dari 16 kombinasi perlakuan yaitu : 5. N0I1 9. N0I2 13. N0I3
2. N1I0 6. N1I1 10. N1I2 14. N1I3 3. N2I0 7. N2I1 11. N2I2 15. N2I3 4. N3I0 8. N3I1 12. N3I2 16. N3I3
Setiap unit percobaan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 48 unit perlakuan. Satu unit perlakuan diujikan terhadap 4 bibit kelapa sawit, sehingga diperoleh 192 tanaman perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Media Tanam
Media tanam menggunakan tanah Latosol yang diambil pada lapisan top soil dari kebun Percobaan IPB – Cikabayan, Darmaga, Bogor. Media tanam terlebih dahulu dibuat dalam kondisi kering udara dan diaduk sampai merata. Media tanah dimasukkan ke dalam baby polybag masing-masing sebanyak 1,5 kg tanah. Kedalam setiap polybag dicampurkan 25 gr pupuk RP sebagai pupuk dasar sesuai standar pemupukan bibit kelapa sawit di pre nursery.
2. Penanaman Kecambah
Kecambah kelapa sawit diseleksi terlebih dahulu dengan cara memilih kecambah yang fisiknya normal (plumula dan radikula lurus). Kecambah yang sudah diseleksi kemudian ditanam pada kedalaman 1,5 cm di bawah permukaan tanah. Pada masing – masing perlakuan ditanam 1 (satu) kecambah sedangkan untuk kecambah cadangan ditanam pada waktu yang sama namun ditanam pada media yang netral (tanah tanpa perlakuan).
3. Penyiraman Tanaman
Penyiraman dilaksanakan maksimal 2 kali dalam sehari, penyiraman dilakukan hingga terjadi sedikit genangan pada masing – masing polybag. Hal ini dilakukan untuk memastikan kecukupan kebutuhan air pada masing – masing perlakuan. Pada saat aplikasi pemupukan penyiraman akan dilaksanakan setelah aplikasi pemupukan.
4. Aplikasi Isolat Bakteri diazotrof endofit
5. Aplikasi Pupuk
Aplikasi pupuk urea sebagai sumber hara Nitrogen disesuaikan dengan taraf dosis perlakuan (0%, 50%, 75%, dan 100% dari standard pemupukan bibit pre nursery), sedangkan dosis pupuk SP-36, KCL dan Kieserite diberikan sesuai standard pemupukan (100%) untuk seluruh perlakuan. Waktu dan frekuensi pemupukan disesuaikan dengan perlakuan masing-masing seperti tertera pada Tabel Lampiran 6. Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara diencerkan dengan air dan disiramkan ke media tanah di dalam polybag.
6. Pengamatan Variabel Peubah
Pengamatan variable peubah penelitian dilakukan terhadap keragaan tanaman yang meliputi pengukuran hal – hal berikut :
a. Peubah keragaan tanaman 1) Diameter bonggol
Diameter bonggol diukur pada pangkal batang yang membengkak, pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper digital. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 minggu dari waktu tanam kecambah.
2) Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 minggu dari waktu tanam kecambah.
3) Jumlah pelepah daun
Jumlah pelepah daun yang dihitung adalah pelepah daun yang sudah membuka >75%, dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 minggu dari waktu tanam kecambah.
b. Peubah bobot kering tanaman 1) Bobot kering akar
Bobot kering akar ditimbang setelah seluruh bagian akar dikering-ovenkan.
2) Bobot kering tanaman bagian atas (tajuk)
Bobot kering tanaman bagian atas ditimbang setelah dikering ovenkan. 3) Bobot kering total
Bobot kering tanaman total dihitung dengan menjumlahkan bobot kering tanaman bagian atas (tajuk) dan bobot kering akar. Bobot kering tanaman diukur pada bagian akhir penelitian.
c. Peubah serapan hara tanaman 1) Serapan hara N total
Serapan hara N total dihitung dari sampel komposit masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan pada suhu 1000C.
2) Serapan hara P
Serapan hara P dihitung dari sampel komposit masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan pada suhu 1000C.
3) Serapan hara K
Analisa Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit dengan Bibit Kelapa Sawit
Pengujian kemampuan asosiasi isolat bakteri diazotrof endofit dengan bibit kelapa sawit dilakukan dengan menginokulasikan isolat uji yang telah diberi marka gen gfpE. Coli PFAJ 1819 ke bibit kelapa sawit dengan cara menyiramkan larutan berisi isolat uji ke media tanah disekitar pangkal batang bibit kelapa sawit. Asosiasi bakteri diazotrof endofit dengan tanaman ditandai dengan keberadaan bakteri diazotrof endofit pada jaringan tanaman yang diamati. Pengamatan kecepatan asosiasi bakteri diazotrof endofit dilakukan dengan cara melakukan pengamatan keberadaan bakteri diazotrof endofit pada jaringan akar, jaringan batang dan jaringan daun bibit kelapa sawit yaitu 1 jam setelah aplikasi (JSA) dan 3 JSA. Pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop fluorescence dengan perbesaran 100x. Keberadaan bakteri diazotrof endofit yang telah diberi gen penanda pada jaringan tanaman bibit kelapa sawit dapat dilihat dengan adanya cahaya yang berpendar berwarna hijau di dalam jaringan bibit kelapa sawit tersebut. Waktu tercepat ditemukannya bakteri diazotrof endofit pada jaringan tanaman dinyatakan sebagai kecepatan asosiasi bakteri dengan tanaman.
Gambar 3. menunjukkan keberadaan koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan akarbibitkelapa sawit (ditunjukkan dengan tanda panah). Seluruh isolat bakteri yang diuji sudah ditemukan di dalam jaringan akar bibit kelapa sawit pada 1 JSA. Pada pengamatan 3 JSA koloni isolat bakteri diazotrof endofit ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih banyak.
Gambar 3. Keberadaan koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan akar bibit kelapa sawit
Keterangan : (a) koloni isolat 1 pada jaringan akar 1 JSA (b) koloni isolat 1 pada jaringan akar 3 JSA (c) koloni isolat 2 pada jaringan akar 1 JSA (d) koloni isolat 2 pada jaringan akar 3 JSA (e) koloni isolat 3 pada jaringan akar 1 JSA (f) koloni isolat 3 pada jaringan akar 3 JSA.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
[image:31.595.112.507.450.661.2]Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan bonggol bibit kelapa sawit terlihat pada Gambar 4. (ditunjukkan dengan tanda panah). Seluruh isolat bakteri yang diuji sudah ditemukan di dalam jaringan bonggol bibit kelapa sawit pada 1 JSA. Demikian juga pada pengamatan 3 JSA seluruh koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji dapat ditemukan dan dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibanding jumlah koloni pada 1 JSA.
Gambar 4. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan bonggol bibit kelapa sawit
Keterangan : (a) koloni isolat 1 pada jaringan bonggol 1 JSA (b) koloni isolat 1 pada jaringan bonggol 3 JSA (c) koloni isolat 2 pada jaringan bonggol 1 JSA (d) koloni isolat 2 pada jaringan bonggol 3 JSA (e) koloni isolat 3 pada jaringan bonggol 1 JSA (f) koloni isolat 3 pada jaringan bonggol 3 JSA.
Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan daun bibit kelapa sawit terlihat pada Gambar 5. (ditunjukkan dengan tanda panah). Seluruh isolat bakteri yang diuji sudah ditemukan di dalam jaringan daun bibit kelapa sawit pada 1 JSA. Demikian juga pada pengamatan 3 JSA seluruh koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibanding jumlah koloni pada 1 JSA.
Dari pengamatan keberadaan isolat bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman maka dapat disebutkan kecepatan asosiasi masing-masing isolat yang diuji dengan bibit kelapa sawit adalah 1 JSA (Tabel 1).
Tabel 1.
Akar Batang Daun
- -
-1 1 1
1 1 1
1 1 1
I2 I3
Kecepatan Interaksi Bakteri dengan Jaringan Tanaman Perlakuan
Kecepatan interaksi bakteri diazotrof endofit dengan jaringan tanaman bibit kelapa sawit
jam setelah aplikasi (JSA)
---I0 I1 (a)
(b) (d)
(c) (e)
[image:32.595.82.483.171.378.2]Gambar 5. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan daun bibit kelapa sawit
Keterangan : (a) koloni isolat 1 pada jaringan daun 1 JSA (b) koloni isolat 1 pada jaringan daun 3 JSA (c) koloni isolat 2 pada jaringan daun 1 JSA (d) koloni isolat 2 pada jaringan daun 3 JSA (e) koloni isolat 3 pada jaringan daun 1 JSA (f) koloni isolat 3 pada jaringan daun 3 JSA.
Dari metode inokulasi isolat bakteri diazotrof endofit ke bibit kelapa sawit yaitu dengan cara disiramkan ke media tanah di sekitar pangkal batang diyakini sebagian besar isolat bakteri tersebut masuk melalui jaringan akar bibit kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Muthukumarasamy et al (2002) dan Dong et al (2003) bahwa bakteri diazotrof endofit dapat masuk ke dalam jaringan tanaman melalui akar (tempat munculnya akar lateral, rambut akar) dan stomata daun.
Kecepatan masuknya isolat bakteri diazotrof endofit ke dalam jaringan akar bibit kelapa sawit diyakini kurang dari 1 JSA. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan isolat bakteri diazotrof endofit di jaringan bonggol dan daun bibit kelapa sawit pada 1 JSA yang diduga menyebar dari jaringan akar tempat masuknya bakteri endofit ke jaringan tanaman. Cepatnya isolat bakteri diazotrof endofit masuk ke dalam jaringan tanaman bibit kelapa sawit diyakini berhubungan dengan asal bakteri diazotrof endofit dan kesesuaian senyawa penyusun eksudat akar sebagai sumber energi awal ketika bakteri masuk ke jaringan tanaman. Bakteri diazotrof endofit yang diuji seluruhnya diisolasi dari jaringan tanaman kelapa sawit sehingga eksudat akar bibit kelapa sawit lebih sesuai sebagai sumber nutrisinya. Marschner (1986) mengemukakan komposisi senyawa penyusun eksudat menentukan jenis mikrob yang mendominasi rizosfer dan hubungan ini bersifat spesifik.
Pengujian Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
Penelitian secara in vivo dilakukan di rumah kaca. Bibit kelapa sawit ditanam di polibag kemudian diberikan penambahan isolat bakteri diazotrof
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
[image:33.595.104.517.74.540.2]endofit sesuai perlakuan secara bersamaan pada umur 4 minggu setelah tanam (MST). Pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit diamati setiap 2 minggu mulai dari 4 MST sampai 18 MST dengan peubah diameter bonggol, tinggi tanaman, jumlah pelepah daun tanaman, bobot kering dan kandungan hara jaringan bibit kelapa sawit.
Diameter Bonggol
Hasil analisis statistik terhadap data pengamatan pengaruh perlakuan dosis pupuk nitrogen dan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diamati setiap 2 minggu disajikan pada Tabel 2, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Pengaruh empat perlakuan aplikasi isolat bakteri dan empat taraf hara nitrogen terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit yang disajikan pada Lampiran 7. menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Secara umum perlakuan pemberian pupuk nitrogen dan aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit mulai menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit sejak bibit kelapa sawit berumur 12 MST sampai akhir penelitian (18 MST), sedangkan di awal pengamatan perlakuan yang diuji belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini diyakini karena bibit kelapa sawit pada awal pertumbuhannya masih tergantung pada suplai nutrisi yang tersimpan di endosperm dan mulai efektif melakukan fotosintesis serta menyerap hara dari lingkungan tumbuhnya setelah cadangan nutrisi endosperm mulai berkurang.
Corley (1976) menyatakan proses fotosintesis bibit kelapa sawit mulai efektif sekitar 45 hari (± 7 minggu) setelah perkecambahan, ditandai dengan pertambahan bobot bibit kelapa sawit. Turner & Gillbanks (2003) menambahkan bahwa kebutuhan nutrisi bibit kelapa sawit setelah periode penggunaan endosperm sebagian besar berasal dari hara media tanah yang digunakan dan hara pupuk yang diaplikasikan. Oleh karena itu, perbedaan pertumbuhan bibit akibat perlakuan akan mulai terlihat setelah periode 7 MST.
Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa peningkatan dosis hara nitrogen pada perlakuan tanpa isolat bakteri diazotrof endofit (I0) memberikan hasil yang semakin meningkat terhadap peubah diameter bonggol bibit kelapa sawit. Pertumbuhan terbaik diameter bonggol bibit kelapa sawit umur 18 MST didapat dari perlakuan pupuk nitrogen 100% dari dosis standar yaitu 19,06 mm, diikuti dengan hasil yang semakin kecil dari perlakuan pupuk nitrogen dosis 75%, 50% dan 0% yaitu sebesar 18,24 mm, 16,88 mm dan 15,58 mm.
Perlakuan pupuk nitrogen dosis 100% tanpa penambahan isolat bakteri diazotrof endofit merupakan perlakuan standar pemupukan di pembibitan kelapa sawit. Dari hasil analisis statistik terlihat bahwa setiap penurunan dosis pupuk nitrogen sebesar 25% juga diikuti penurunan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan peranan penting hara nitrogen dalam pertumbuhan dan pembesaran diameter bonggol bibit kelapa sawit.
Tabel 2. Diameter bonggol bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat taraf dosis pupuk Nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit
12 14 16 18
Dosis N
3,35 a 4,78 a 6,05 a 8,10 a 9,50 i 12,13 f 13,91 j 15,58 m 3,77 a 4,72 a 6,85 a 9,31 a 11,06 b 13,98 b 17,88 b 20,15 c 3,55 a 4,74 a 6,73 a 8,98 a 10,61 cd 14,64 a 17,98 b 20,53 b 3,96 a 5,15 a 7,58 a 9,62 a 11,45 a 14,71 a 18,45 a 21,03 a
3,66 4,85 6,80 9,00 10,65 13,86 17,05 19,32
3,73 a 4,92 a 6,86 a 8,71 a 10,26 de 12,13 f 15,15 g 16,88 ij 3,68 a 5,12 a 7,48 a 9,42 a 10,37 de 14,02 b 17,54 c 19,45 d 3,48 a 4,88 a 6,37 a 8,14 a 9,98 g 13,05 de 16,47 e 18,78 f 3,63 a 4,90 a 7,59 a 9,06 a 10,68 c 13,53 c 16,98 d 19,20 de
3,63 4,95 7,07 8,83 10,32 13,18 16,53 18,58
3,47 a 4,58 a 6,65 a 8,21 a 10,44 cde 13,25 cd 16,25 e 18,24 g 3,67 a 4,97 a 6,50 a 8,87 a 10,42 de 12,12 f 15,09 gh 17,10 i 3,49 a 5,03 a 6,37 a 8,62 a 10,34 de 12,74 e 15,69 f 17,16 i 3,39 a 4,68 a 6,70 a 8,42 a 10,04 fg 12,85 e 15,67 f 17,80 h
3,50 4,81 6,55 8,53 10,31 12,74 15,68 17,58
3,59 a 4,79 a 6,52 a 8,00 a 9,79 gh 12,73 e 16,56 e 19,06 ef 3,39 a 4,95 a 6,46 a 8,42 a 9,64 hi 11,83 f 14,75 hi 16,28 kl 3,51 a 4,66 a 6,71 a 8,33 a 9,62 hi 12,08 f 14,48 i 16,06 l 3,50 a 4,66 a 6,39 a 8,14 a 9,25 j 12,02 f 14,88 gh 16,58 jk
3,50 4,77 6,52 8,22 9,58 12,17 15,16 16,99
8 10 Rerata Rerata 100% Tanpa Isolat Isolat 1 Rerata Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Isolat 1 Isolat 2 Rerata
* angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
mm
---Isolat 2 Isolat 3 Isolat
Tanpa Isolat
Perlakuan Umur tanaman (MST)
4 6 0% 50% 75% Isolat 3 Tanpa Isolat
Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 2. terlihat bahwa hasil terbaik diameter bonggol bibit kelapa sawit dominan ditunjukkan oleh perlakuan aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit tanpa pemberian pupuk nitrogen (dosis N 0%). Diameter bonggol bibit kelapa sawit yang terbesar dicapai pada perlakuan isolat 3 (N0I3) yaitu sebesar 21,03 mm dan diikuti oleh perlakuan isolat 2 (N0I2) dan isolat 1 (N0I1) masing-masing sebesar 20,53 mm dan 20,15 mm.
[image:35.595.104.523.114.481.2]dengan keberadaan pupuk nitrogen yang mengakibatkan kemampuan bakteri diazotrof endofit dalam mendukung pertumbuhan bibit kelapa sawit juga menurun.
Boddey et al (1991) menyatakan bahwa efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit sangat dipengaruhi oleh varietas dan keberadaan pupuk nitrogen. Berdasarkan percobaan yang dilakukan Caruso & Baldani (1995) dan percobaan Triplett (1996) juga membuktikan bahwa tanaman tebu yang mendapat perlakuan pupuk nitrogen dalam jumlah yang tinggi dapat kehilangan kemampuannya dalam berasosiasi dengan bakteri diazotrof endofit. Penurunan kemampuan asosiasi itu dibuktikan dengan menurunnya jumlah populasi bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman beberapa hari setelah tanaman mendapat pemupukan nitrogen dalam jumlah yang tinggi.
Penurunan kemampuan asosiasi tanaman dengan bakteri diazotrof endofit diduga menjadi penyebab menurunnya peran bakteri diazotrof endofit sebagai penambat dan penghasil hara nitrogen (Lee et al., 2000; Cruz et al., 2001) serta penghasil fitohormon (Widayati, 1998; Feng et al., 2006) bagi bibit kelapa sawit.
Kecenderungan penurunan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit akibat penambahan pupuk nitrogen juga menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji cukup sensitif terhadap keberadaan nitrogen dalam jaringan tanaman.
Tinggi Tanaman
Hasil analisis statistik terhadap data pengamatan pengaruh dosis pupuk nitrogen dan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang diamati setiap 2 minggu disajikan pada Tabel 3. Dua perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit.
Pengaruh empat perlakuan aplikasi isolat bakteri dan empat taraf hara nitrogen terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang disajikan pada Lampiran 8. menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Secara umum perlakuan dosis pupuk nitrogen dan isolat bakteri diazotrof endofit mulai menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman sejak bibit kelapa sawit berumur 12 MST sampai akhir penelitian (18 MST), sedangkan di awal pengamatan perlakuan yang diuji belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Pola pertumbuhan tinggi tanaman cenderung sama dengan pola pertumbuhan diameter bonggol bibit, diduga karena keduanya merupakan parameter pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga pola pertumbuhannya cenderung sama. Diyakini pada awal pertumbuhannya, bibit kelapa sawit masih memenuhi kebutuhan nutrisinya dari cadangan nutrisi yang ada di endospermnya dan mulai efektif melakukan fotosintesis serta menyerap hara dari lingkungan tumbuhnya setelah cadangan nutrisi endosperm tersebut mulai berkurang.Setelah beberapa waktu, perbedaan asupan nutrisi pada bibit kelapa sawit mulai menunjukkan perbedaan respon pertumbuhan tinggi tanaman.
dari perlakuan pupuk nitrogen 100% dosis standar yaitu 40,08 cm, diikuti dengan hasil yang semakin kecil dari perlakuan pupuk nitrogen 75%, 50% dan 0% yaitu sebesar 39,50 cm, 36,51 cm dan 36,13 cm.
Tabel 3. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit
14 16
Dosis N
9,34 a 14,77 a 18,52 a 20,47 a 24,26 a 29,10 f 31,60 i 36,13 hi
9,83 a 15,65 a 19,69 a 22,48 a 27,97 a 32,71 ab 37,63 a 43,91 a
9,82 a 16,35 a 19,56 a 22,53 a 27,63 a 33,37 ab 36,66 b 42,98 b 9,26 a 15,95 a 20,02 a 22,68 a 27,69 a 33,08 ab 36,77 b 42,82 b
9,56 15,68 19,45 22,04 26,89 32,06 35,66 41,46
9,41 a 15,58 a 19,35 a 22,83 a 27,06 a 30,28 de 33,25 h 36,51 gh 9,92 a 15,66 a 19,07 a 22,43 a 27,53 a 33,24 ab 35,96 c 40,06 c 9,67 a 15,16 a 19,97 a 22,56 a 26,88 a 31,62 c 35,44 cd 38,77 d 9,73 a 15,27 a 19,10 a 22,54 a 27,22 a 31,82 c 35,27 cde 39,93 c
9,68 15,41 19,37 22,59 27,17 31,74 34,98 38,81
9,14 a 14,87 a 18,04 a 21,30 a 26,08 a 32,60 b 35,03 def 39,50 c 9,33 a 14,38 a 18,48 a 21,20 a 25,79 a 29,73 ef 34,84 defg 37,05 fg 9,86 a 15,53 a 19,05 a 22,23 a 27,23 a 31,61 c 34,76 defg 37,52 ef 9,58 a 14,47 a 18,68 a 21,85 a 26,80 a 30,90 d 34,31 fg 37,78 ef
9,48 14,81 18,56 21,64 26,48 31,21 34,74 37,96
8,81 a 15,10 a 18,33 a 21,40 a 26,80 a 30,41 de 34,09 g 40,08 c 9,33 a 15,32 a 18,47 a 21,93 a 26,37 a 30,73 d 33,36 h 35,56 i 8,78 a 14,76 a 17,97 a 21,72 a 26,07 a 29,37 f 33,18 h 35,60 i 9,44 a 15,29 a 18,52 a 21,88 a 26,56 a 30,81 d 34,52 efg 36,96 fg
9,09 15,12 18,32 21,73 26,45 30,33 33,79 37,05
Tanpa Isolat Isolat 1
Isolat 2 Isolat 3
* angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
50% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3
75% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3
100% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Rerata Rerata Rerata Rerata
Perlakuan Umur tanaman (MST)
4 6 8 10 12 18
Isolat cm
---0%
Dari hasil analisis statistik terlihat bahwa untuk perlakuan tanpa aplikasi isolat maka setiap penurunan dosis pupuk nitrogen sebesar 25% juga diikuti dengan penurunan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan peranan penting hara nitrogen dalam pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit.
Perlakuan pemberian tiga jenis isolat bakteri diazotrof endofit memberikan pengaruh pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang berbeda nyata dibanding dengan perlakuan tanpa pemberian isolat bakteri diazotrof endofit namun tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit (Lampiran 8).
pada Tabel 3. memberikan hasil terbaik dominan didapat pada perlakuan aplikasi ketiga isolat bakteri diazotrof endofit tanpa pemberian pupuk nitrogen (dosis N 0%). Tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang terbesar dicapai pada perlakuan isolat 1 (N0I1) yaitu sebesar 43,91 cm, diikuti oleh perlakuan isolat 2 (N0I2) dan isolat 3 (N0I3) masing-masing sebesar 42,98 cm dan 42,82 cm.
Dari data yang ada, diperoleh fenomena yang sama antara pertumbuhan tinggi tanaman dengan pertumbuhan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit yaitu cenderung semakin menurun seiring dengan penambahan dosis pupuk nitrogen. Pemberian pupuk nitrogen sampai dengan dosis 50% dari dosis standar pada seluruh bibit yang diberi perlakuan isolat bakteri, masih memberikan hasil tinggi tanaman yang lebih besar dibanding tinggi tanaman bibit kelapa sawit tanpa pemberian isolat bakteri. Namun ketika dosis pupuk nitrogen dinaikkan menjadi lebih dari 50% terhadap dosis standar maka tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada seluruh perlakuan yang diberi isolat bakteri diazotrof endofit menjadi lebih kecil dibanding tinggi tanaman bibit tanpa isolat bakteri.
Hal tersebut diduga karena efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit yang diuji semakin menurun dengan keberadaan pupuk nitrogen di dalam tubuh tanaman sehingga peran bakteri endofit sebagai penyedia hara N bagi tanaman menjadi terganggu. Boddey et al (1991) menyatakan bahwa efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit sangat dipengaruhi oleh varietas dan keberadaan pupuk nitrogen. Berdasarkan percobaan yang dilakukan Caruso & Baldani (1995) dan percobaan Triplett (1996) juga membuktikan bahwa tanaman tebu yang mendapat perlakuan pupuk nitrogen dalam jumlah yang tinggi dapat kehilangan kemampuannya dalam berasosiasi dengan bakteri diazotrof endofit. Penurunan kemampuan asosiasi itu dibuktikan dengan menurunnya jumlah populasi bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman beberapa hari setelah tanaman mendapat pemupukan nitrogen dalam jumlah yang tinggi.
Kecenderungan penurunan hasil tinggi tanaman akibat penambahan pupuk nitrogen pada bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji cukup sensitif terhadap keberadaan nitrogen dalam jaringan tanaman.
Jumlah Pelepah Daun
Hasil analisis statistik terhadap data jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit akibat perlakuan pemberian dosis pupuk nitrogen dan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit yang diamati setiap 2 minggu disajikan pada Tabel 5. Pengaruh dua perlakuan yang diuji memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit.
Pengaruh perlakuan empat taraf hara nitrogen dan aplikasi empat isolat bakteri terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit yang disajikan pada Lampiran 9. menunjukkan pengaruh hasil yang berbeda nyata.
(18 MST). Pada awal pengamatan, perlakuan yang diuji belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Kecenderungan pertumbuhan jumlah pelepah daun hampir sama dengan kecenderungan pertumbuhan diameter bonggol dan tinggi tanaman bibit kelapa sawit namun terlihat lebih lama untuk menunjukkan hasil yang berbeda secara nyata.
[image:39.595.105.515.342.739.2]Meskipun peubah jumlah pelepah daun merupakan salah satu peubah pertumbuhan vegetatif tanaman dan pertumbuhannya memiliki pola yang relatif sama dengan peubah diameter bonggol dan peubah tinggi tanaman namun diyakini pengaruh sifat genetis varietas kelapa sawit yang digunakan masih dominan terhadap pertumbuhan jumlah pelepah daun bibit. Hal ini mengakibatkan pengaruh kedua perlakuan yang diuji lebih lambat menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap peubah jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit. Seiring dengan pertambahan umur tanaman maka kebutuhan nutrisi tanaman semakin besar sehingga ketersediaan nutrisi di lingkungan perakaran maupun di dalam jaringan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan jumlah pelepah daun bib