• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit dengan Bibit Kelapa Sawit

Pengujian kemampuan asosiasi isolat bakteri diazotrof endofit dengan bibit kelapa sawit dilakukan dengan menginokulasikan isolat uji yang telah diberi marka gen gfpE. Coli PFAJ 1819 ke bibit kelapa sawit dengan cara menyiramkan larutan berisi isolat uji ke media tanah disekitar pangkal batang bibit kelapa sawit. Asosiasi bakteri diazotrof endofit dengan tanaman ditandai dengan keberadaan bakteri diazotrof endofit pada jaringan tanaman yang diamati. Pengamatan kecepatan asosiasi bakteri diazotrof endofit dilakukan dengan cara melakukan pengamatan keberadaan bakteri diazotrof endofit pada jaringan akar, jaringan batang dan jaringan daun bibit kelapa sawit yaitu 1 jam setelah aplikasi (JSA) dan 3 JSA. Pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop fluorescence dengan perbesaran 100x. Keberadaan bakteri diazotrof endofit yang telah diberi gen penanda pada jaringan tanaman bibit kelapa sawit dapat dilihat dengan adanya cahaya yang berpendar berwarna hijau di dalam jaringan bibit kelapa sawit tersebut. Waktu tercepat ditemukannya bakteri diazotrof endofit pada jaringan tanaman dinyatakan sebagai kecepatan asosiasi bakteri dengan tanaman.

Gambar 3. menunjukkan keberadaan koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan akarbibitkelapa sawit (ditunjukkan dengan tanda panah). Seluruh isolat bakteri yang diuji sudah ditemukan di dalam jaringan akar bibit kelapa sawit pada 1 JSA. Pada pengamatan 3 JSA koloni isolat bakteri diazotrof endofit ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih banyak.

Gambar 3. Keberadaan koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan akar bibit kelapa sawit

Keterangan : (a) koloni isolat 1 pada jaringan akar 1 JSA (b) koloni isolat 1 pada jaringan akar 3 JSA (c) koloni isolat 2 pada jaringan akar 1 JSA (d) koloni isolat 2 pada jaringan akar 3 JSA (e) koloni isolat 3 pada jaringan akar 1 JSA (f) koloni isolat 3 pada jaringan akar 3 JSA. (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan bonggol bibit kelapa sawit terlihat pada Gambar 4. (ditunjukkan dengan tanda panah). Seluruh isolat bakteri yang diuji sudah ditemukan di dalam jaringan bonggol bibit kelapa sawit pada 1 JSA. Demikian juga pada pengamatan 3 JSA seluruh koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji dapat ditemukan dan dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibanding jumlah koloni pada 1 JSA.

Gambar 4. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan bonggol bibit kelapa sawit

Keterangan : (a) koloni isolat 1 pada jaringan bonggol 1 JSA (b) koloni isolat 1 pada jaringan bonggol 3 JSA (c) koloni isolat 2 pada jaringan bonggol 1 JSA (d) koloni isolat 2 pada jaringan bonggol 3 JSA (e) koloni isolat 3 pada jaringan bonggol 1 JSA (f) koloni isolat 3 pada jaringan bonggol 3 JSA.

Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan daun bibit kelapa sawit terlihat pada Gambar 5. (ditunjukkan dengan tanda panah). Seluruh isolat bakteri yang diuji sudah ditemukan di dalam jaringan daun bibit kelapa sawit pada 1 JSA. Demikian juga pada pengamatan 3 JSA seluruh koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibanding jumlah koloni pada 1 JSA.

Dari pengamatan keberadaan isolat bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman maka dapat disebutkan kecepatan asosiasi masing-masing isolat yang diuji dengan bibit kelapa sawit adalah 1 JSA (Tabel 1).

Tabel 1.

Akar Batang Daun

- - -1 1 1 1 1 1 1 1 1 I2 I3

Kecepatan Interaksi Bakteri dengan Jaringan Tanaman Perlakuan

Kecepatan interaksi bakteri diazotrof endofit dengan jaringan tanaman bibit kelapa sawit

jam setelah aplikasi (JSA)

---I0 I1 (a) (b) (d) (c) (e) (f)

Gambar 5. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan daun bibit kelapa sawit

Keterangan : (a) koloni isolat 1 pada jaringan daun 1 JSA (b) koloni isolat 1 pada jaringan daun 3 JSA (c) koloni isolat 2 pada jaringan daun 1 JSA (d) koloni isolat 2 pada jaringan daun 3 JSA (e) koloni isolat 3 pada jaringan daun 1 JSA (f) koloni isolat 3 pada jaringan daun 3 JSA.

Dari metode inokulasi isolat bakteri diazotrof endofit ke bibit kelapa sawit yaitu dengan cara disiramkan ke media tanah di sekitar pangkal batang diyakini sebagian besar isolat bakteri tersebut masuk melalui jaringan akar bibit kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Muthukumarasamy et al (2002) dan Dong et al (2003) bahwa bakteri diazotrof endofit dapat masuk ke dalam jaringan tanaman melalui akar (tempat munculnya akar lateral, rambut akar) dan stomata daun.

Kecepatan masuknya isolat bakteri diazotrof endofit ke dalam jaringan akar bibit kelapa sawit diyakini kurang dari 1 JSA. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan isolat bakteri diazotrof endofit di jaringan bonggol dan daun bibit kelapa sawit pada 1 JSA yang diduga menyebar dari jaringan akar tempat masuknya bakteri endofit ke jaringan tanaman. Cepatnya isolat bakteri diazotrof endofit masuk ke dalam jaringan tanaman bibit kelapa sawit diyakini berhubungan dengan asal bakteri diazotrof endofit dan kesesuaian senyawa penyusun eksudat akar sebagai sumber energi awal ketika bakteri masuk ke jaringan tanaman. Bakteri diazotrof endofit yang diuji seluruhnya diisolasi dari jaringan tanaman kelapa sawit sehingga eksudat akar bibit kelapa sawit lebih sesuai sebagai sumber nutrisinya. Marschner (1986) mengemukakan komposisi senyawa penyusun eksudat menentukan jenis mikrob yang mendominasi rizosfer dan hubungan ini bersifat spesifik.

Pengujian Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

Penelitian secara in vivo dilakukan di rumah kaca. Bibit kelapa sawit ditanam di polibag kemudian diberikan penambahan isolat bakteri diazotrof

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

endofit sesuai perlakuan secara bersamaan pada umur 4 minggu setelah tanam (MST). Pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit diamati setiap 2 minggu mulai dari 4 MST sampai 18 MST dengan peubah diameter bonggol, tinggi tanaman, jumlah pelepah daun tanaman, bobot kering dan kandungan hara jaringan bibit kelapa sawit.

Diameter Bonggol

Hasil analisis statistik terhadap data pengamatan pengaruh perlakuan dosis pupuk nitrogen dan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diamati setiap 2 minggu disajikan pada Tabel 2, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.

Pengaruh empat perlakuan aplikasi isolat bakteri dan empat taraf hara nitrogen terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit yang disajikan pada Lampiran 7. menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Secara umum perlakuan pemberian pupuk nitrogen dan aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit mulai menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit sejak bibit kelapa sawit berumur 12 MST sampai akhir penelitian (18 MST), sedangkan di awal pengamatan perlakuan yang diuji belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini diyakini karena bibit kelapa sawit pada awal pertumbuhannya masih tergantung pada suplai nutrisi yang tersimpan di endosperm dan mulai efektif melakukan fotosintesis serta menyerap hara dari lingkungan tumbuhnya setelah cadangan nutrisi endosperm mulai berkurang.

Corley (1976) menyatakan proses fotosintesis bibit kelapa sawit mulai efektif sekitar 45 hari (± 7 minggu) setelah perkecambahan, ditandai dengan pertambahan bobot bibit kelapa sawit. Turner & Gillbanks (2003) menambahkan bahwa kebutuhan nutrisi bibit kelapa sawit setelah periode penggunaan endosperm sebagian besar berasal dari hara media tanah yang digunakan dan hara pupuk yang diaplikasikan. Oleh karena itu, perbedaan pertumbuhan bibit akibat perlakuan akan mulai terlihat setelah periode 7 MST.

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa peningkatan dosis hara nitrogen pada perlakuan tanpa isolat bakteri diazotrof endofit (I0) memberikan hasil yang semakin meningkat terhadap peubah diameter bonggol bibit kelapa sawit. Pertumbuhan terbaik diameter bonggol bibit kelapa sawit umur 18 MST didapat dari perlakuan pupuk nitrogen 100% dari dosis standar yaitu 19,06 mm, diikuti dengan hasil yang semakin kecil dari perlakuan pupuk nitrogen dosis 75%, 50% dan 0% yaitu sebesar 18,24 mm, 16,88 mm dan 15,58 mm.

Perlakuan pupuk nitrogen dosis 100% tanpa penambahan isolat bakteri diazotrof endofit merupakan perlakuan standar pemupukan di pembibitan kelapa sawit. Dari hasil analisis statistik terlihat bahwa setiap penurunan dosis pupuk nitrogen sebesar 25% juga diikuti penurunan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan peranan penting hara nitrogen dalam pertumbuhan dan pembesaran diameter bonggol bibit kelapa sawit.

Perlakuan pemberian tiga jenis isolat bakteri diazotrof endofit memberikan pengaruh pertumbuhan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang berbeda nyata lebih besar dibanding diameter bonggol bibit tanpa pemberian isolat bakteri diazotrof endofit namun tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan pemberian isolat (Lampiran 7).

Tabel 2. Diameter bonggol bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat taraf dosis pupuk Nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit

12 14 16 18 Dosis N 3,35 a 4,78 a 6,05 a 8,10 a 9,50 i 12,13 f 13,91 j 15,58 m 3,77 a 4,72 a 6,85 a 9,31 a 11,06 b 13,98 b 17,88 b 20,15 c 3,55 a 4,74 a 6,73 a 8,98 a 10,61 cd 14,64 a 17,98 b 20,53 b 3,96 a 5,15 a 7,58 a 9,62 a 11,45 a 14,71 a 18,45 a 21,03 a 3,66 4,85 6,80 9,00 10,65 13,86 17,05 19,32 3,73 a 4,92 a 6,86 a 8,71 a 10,26 de 12,13 f 15,15 g 16,88 ij 3,68 a 5,12 a 7,48 a 9,42 a 10,37 de 14,02 b 17,54 c 19,45 d 3,48 a 4,88 a 6,37 a 8,14 a 9,98 g 13,05 de 16,47 e 18,78 f 3,63 a 4,90 a 7,59 a 9,06 a 10,68 c 13,53 c 16,98 d 19,20 de 3,63 4,95 7,07 8,83 10,32 13,18 16,53 18,58 3,47 a 4,58 a 6,65 a 8,21 a 10,44 cde 13,25 cd 16,25 e 18,24 g 3,67 a 4,97 a 6,50 a 8,87 a 10,42 de 12,12 f 15,09 gh 17,10 i 3,49 a 5,03 a 6,37 a 8,62 a 10,34 de 12,74 e 15,69 f 17,16 i 3,39 a 4,68 a 6,70 a 8,42 a 10,04 fg 12,85 e 15,67 f 17,80 h 3,50 4,81 6,55 8,53 10,31 12,74 15,68 17,58 3,59 a 4,79 a 6,52 a 8,00 a 9,79 gh 12,73 e 16,56 e 19,06 ef 3,39 a 4,95 a 6,46 a 8,42 a 9,64 hi 11,83 f 14,75 hi 16,28 kl 3,51 a 4,66 a 6,71 a 8,33 a 9,62 hi 12,08 f 14,48 i 16,06 l 3,50 a 4,66 a 6,39 a 8,14 a 9,25 j 12,02 f 14,88 gh 16,58 jk 3,50 4,77 6,52 8,22 9,58 12,17 15,16 16,99 8 10 Rerata Rerata 100% Tanpa Isolat Isolat 1 Rerata Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Isolat 1 Isolat 2 Rerata

* angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%

mm

---Isolat 2 Isolat 3 Isolat

Tanpa Isolat

Perlakuan Umur tanaman (MST)

4 6 0% 50% 75% Isolat 3 Tanpa Isolat

Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 2. terlihat bahwa hasil terbaik diameter bonggol bibit kelapa sawit dominan ditunjukkan oleh perlakuan aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit tanpa pemberian pupuk nitrogen (dosis N 0%). Diameter bonggol bibit kelapa sawit yang terbesar dicapai pada perlakuan isolat 3 (N0I3) yaitu sebesar 21,03 mm dan diikuti oleh perlakuan isolat 2 (N0I2) dan isolat 1 (N0I1) masing-masing sebesar 20,53 mm dan 20,15 mm.

Dari data yang ada terlihat kecenderungan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit semakin kecil seiring dengan penambahan dosis pupuk nitrogen. Pemberian pupuk nitrogen sampai dengan dosis 50% dari dosis standar pada seluruh bibit yang diberi perlakuan pemberian isolat bakteri, masih memberikan hasil diameter bonggol yang lebih besar dibanding diameter bonggol bibit tanpa pemberian isolat bakteri. Namun ketika dosis pupuk nitrogen dinaikkan menjadi lebih dari 50% dosis standar maka diameter bonggol bibit kelapa sawit pada seluruh perlakuan yang diberi isolat menjadi lebih kecil dibanding diameter bonggol bibit tanpa isolat bakteri. Hal ini menunjukkan efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit semakin menurun

dengan keberadaan pupuk nitrogen yang mengakibatkan kemampuan bakteri diazotrof endofit dalam mendukung pertumbuhan bibit kelapa sawit juga menurun.

Boddey et al (1991) menyatakan bahwa efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit sangat dipengaruhi oleh varietas dan keberadaan pupuk nitrogen. Berdasarkan percobaan yang dilakukan Caruso & Baldani (1995) dan percobaan Triplett (1996) juga membuktikan bahwa tanaman tebu yang mendapat perlakuan pupuk nitrogen dalam jumlah yang tinggi dapat kehilangan kemampuannya dalam berasosiasi dengan bakteri diazotrof endofit. Penurunan kemampuan asosiasi itu dibuktikan dengan menurunnya jumlah populasi bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman beberapa hari setelah tanaman mendapat pemupukan nitrogen dalam jumlah yang tinggi.

Penurunan kemampuan asosiasi tanaman dengan bakteri diazotrof endofit diduga menjadi penyebab menurunnya peran bakteri diazotrof endofit sebagai penambat dan penghasil hara nitrogen (Lee et al., 2000; Cruz et al., 2001) serta penghasil fitohormon (Widayati, 1998; Feng et al., 2006) bagi bibit kelapa sawit.

Kecenderungan penurunan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit akibat penambahan pupuk nitrogen juga menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji cukup sensitif terhadap keberadaan nitrogen dalam jaringan tanaman.

Tinggi Tanaman

Hasil analisis statistik terhadap data pengamatan pengaruh dosis pupuk nitrogen dan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang diamati setiap 2 minggu disajikan pada Tabel 3. Dua perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit.

Pengaruh empat perlakuan aplikasi isolat bakteri dan empat taraf hara nitrogen terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang disajikan pada Lampiran 8. menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Secara umum perlakuan dosis pupuk nitrogen dan isolat bakteri diazotrof endofit mulai menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman sejak bibit kelapa sawit berumur 12 MST sampai akhir penelitian (18 MST), sedangkan di awal pengamatan perlakuan yang diuji belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata.

Pola pertumbuhan tinggi tanaman cenderung sama dengan pola pertumbuhan diameter bonggol bibit, diduga karena keduanya merupakan parameter pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga pola pertumbuhannya cenderung sama. Diyakini pada awal pertumbuhannya, bibit kelapa sawit masih memenuhi kebutuhan nutrisinya dari cadangan nutrisi yang ada di endospermnya dan mulai efektif melakukan fotosintesis serta menyerap hara dari lingkungan tumbuhnya setelah cadangan nutrisi endosperm tersebut mulai berkurang.Setelah beberapa waktu, perbedaan asupan nutrisi pada bibit kelapa sawit mulai menunjukkan perbedaan respon pertumbuhan tinggi tanaman.

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa peningkatan dosis hara nitrogen pada perlakuan tanpa isolat bakteri diazotrof endofit (I0) memberikan hasil yang semakin meningkat terhadap peubah tinggi tanaman bibit kelapa sawit. Pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit umur 18 MST terbesar didapat

dari perlakuan pupuk nitrogen 100% dosis standar yaitu 40,08 cm, diikuti dengan hasil yang semakin kecil dari perlakuan pupuk nitrogen 75%, 50% dan 0% yaitu sebesar 39,50 cm, 36,51 cm dan 36,13 cm.

Tabel 3. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit

14 16 Dosis N 9,34 a 14,77 a 18,52 a 20,47 a 24,26 a 29,10 f 31,60 i 36,13 hi 9,83 a 15,65 a 19,69 a 22,48 a 27,97 a 32,71 ab 37,63 a 43,91 a 9,82 a 16,35 a 19,56 a 22,53 a 27,63 a 33,37 ab 36,66 b 42,98 b 9,26 a 15,95 a 20,02 a 22,68 a 27,69 a 33,08 ab 36,77 b 42,82 b 9,56 15,68 19,45 22,04 26,89 32,06 35,66 41,46 9,41 a 15,58 a 19,35 a 22,83 a 27,06 a 30,28 de 33,25 h 36,51 gh 9,92 a 15,66 a 19,07 a 22,43 a 27,53 a 33,24 ab 35,96 c 40,06 c 9,67 a 15,16 a 19,97 a 22,56 a 26,88 a 31,62 c 35,44 cd 38,77 d 9,73 a 15,27 a 19,10 a 22,54 a 27,22 a 31,82 c 35,27 cde 39,93 c 9,68 15,41 19,37 22,59 27,17 31,74 34,98 38,81 9,14 a 14,87 a 18,04 a 21,30 a 26,08 a 32,60 b 35,03 def 39,50 c 9,33 a 14,38 a 18,48 a 21,20 a 25,79 a 29,73 ef 34,84 defg 37,05 fg 9,86 a 15,53 a 19,05 a 22,23 a 27,23 a 31,61 c 34,76 defg 37,52 ef 9,58 a 14,47 a 18,68 a 21,85 a 26,80 a 30,90 d 34,31 fg 37,78 ef 9,48 14,81 18,56 21,64 26,48 31,21 34,74 37,96 8,81 a 15,10 a 18,33 a 21,40 a 26,80 a 30,41 de 34,09 g 40,08 c 9,33 a 15,32 a 18,47 a 21,93 a 26,37 a 30,73 d 33,36 h 35,56 i 8,78 a 14,76 a 17,97 a 21,72 a 26,07 a 29,37 f 33,18 h 35,60 i 9,44 a 15,29 a 18,52 a 21,88 a 26,56 a 30,81 d 34,52 efg 36,96 fg 9,09 15,12 18,32 21,73 26,45 30,33 33,79 37,05 Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3

* angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%

50% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 75% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 100% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Rerata Rerata Rerata Rerata

Perlakuan Umur tanaman (MST)

4 6 8 10 12 18

Isolat cm

---0%

Dari hasil analisis statistik terlihat bahwa untuk perlakuan tanpa aplikasi isolat maka setiap penurunan dosis pupuk nitrogen sebesar 25% juga diikuti dengan penurunan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan peranan penting hara nitrogen dalam pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit.

Perlakuan pemberian tiga jenis isolat bakteri diazotrof endofit memberikan pengaruh pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang berbeda nyata dibanding dengan perlakuan tanpa pemberian isolat bakteri diazotrof endofit namun tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit (Lampiran 8).

pada Tabel 3. memberikan hasil terbaik dominan didapat pada perlakuan aplikasi ketiga isolat bakteri diazotrof endofit tanpa pemberian pupuk nitrogen (dosis N 0%). Tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang terbesar dicapai pada perlakuan isolat 1 (N0I1) yaitu sebesar 43,91 cm, diikuti oleh perlakuan isolat 2 (N0I2) dan isolat 3 (N0I3) masing-masing sebesar 42,98 cm dan 42,82 cm.

Dari data yang ada, diperoleh fenomena yang sama antara pertumbuhan tinggi tanaman dengan pertumbuhan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit yaitu cenderung semakin menurun seiring dengan penambahan dosis pupuk nitrogen. Pemberian pupuk nitrogen sampai dengan dosis 50% dari dosis standar pada seluruh bibit yang diberi perlakuan isolat bakteri, masih memberikan hasil tinggi tanaman yang lebih besar dibanding tinggi tanaman bibit kelapa sawit tanpa pemberian isolat bakteri. Namun ketika dosis pupuk nitrogen dinaikkan menjadi lebih dari 50% terhadap dosis standar maka tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada seluruh perlakuan yang diberi isolat bakteri diazotrof endofit menjadi lebih kecil dibanding tinggi tanaman bibit tanpa isolat bakteri.

Hal tersebut diduga karena efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit yang diuji semakin menurun dengan keberadaan pupuk nitrogen di dalam tubuh tanaman sehingga peran bakteri endofit sebagai penyedia hara N bagi tanaman menjadi terganggu. Boddey et al (1991) menyatakan bahwa efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit sangat dipengaruhi oleh varietas dan keberadaan pupuk nitrogen. Berdasarkan percobaan yang dilakukan Caruso & Baldani (1995) dan percobaan Triplett (1996) juga membuktikan bahwa tanaman tebu yang mendapat perlakuan pupuk nitrogen dalam jumlah yang tinggi dapat kehilangan kemampuannya dalam berasosiasi dengan bakteri diazotrof endofit. Penurunan kemampuan asosiasi itu dibuktikan dengan menurunnya jumlah populasi bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman beberapa hari setelah tanaman mendapat pemupukan nitrogen dalam jumlah yang tinggi.

Kecenderungan penurunan hasil tinggi tanaman akibat penambahan pupuk nitrogen pada bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji cukup sensitif terhadap keberadaan nitrogen dalam jaringan tanaman.

Jumlah Pelepah Daun

Hasil analisis statistik terhadap data jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit akibat perlakuan pemberian dosis pupuk nitrogen dan pemberian isolat bakteri diazotrof endofit yang diamati setiap 2 minggu disajikan pada Tabel 5. Pengaruh dua perlakuan yang diuji memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit.

Pengaruh perlakuan empat taraf hara nitrogen dan aplikasi empat isolat bakteri terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit yang disajikan pada Lampiran 9. menunjukkan pengaruh hasil yang berbeda nyata.

Secara umum perlakuan pemberian dosis pupuk nitrogen mulai menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun bibit kelapa sawit sejak bibit kelapa sawit berumur 10 MST, sedangkan perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit mulai menunjukkan pengaruh yang berbeda sejak bibit berumur 12 MST. Pengaruh kedua perlakuan mulai menunjukkan hasil yang berbeda nyata sejak bibit kelapa sawit berumur 16 MST sampai akhir penelitian

(18 MST). Pada awal pengamatan, perlakuan yang diuji belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Kecenderungan pertumbuhan jumlah pelepah daun hampir sama dengan kecenderungan pertumbuhan diameter bonggol dan tinggi tanaman bibit kelapa sawit namun terlihat lebih lama untuk menunjukkan hasil yang berbeda secara nyata.

Meskipun peubah jumlah pelepah daun merupakan salah satu peubah pertumbuhan vegetatif tanaman dan pertumbuhannya memiliki pola yang relatif sama dengan peubah diameter bonggol dan peubah tinggi tanaman namun diyakini pengaruh sifat genetis varietas kelapa sawit yang digunakan masih dominan terhadap pertumbuhan jumlah pelepah daun bibit. Hal ini mengakibatkan pengaruh kedua perlakuan yang diuji lebih lambat menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap peubah jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit. Seiring dengan pertambahan umur tanaman maka kebutuhan nutrisi tanaman semakin besar sehingga ketersediaan nutrisi di lingkungan perakaran maupun di dalam jaringan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit (Turner & Gillbanks, 2003).

Tabel 4. Jumlah pelepah daun bibitkelapa sawit pada perlakuan empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit

Dosis N 1,67 a 1,83 a 2,75 a 3,17 a 4,17 a 4,58 a 5,00 j 5,33 h 1,75 a 2,00 a 2,92 a 3,50 a 4,42 a 5,08 a 5,83 bc 6,92 b 1,83 a 2,00 a 2,92 a 3,50 a 4,25 a 5,00 a 6,00 a 7,08 a 2,00 a 2,00 a 3,00 a 3,67 a 4,50 a 5,33 a 6,00 a 6,92 b 1,81 1,96 2,90 3,46 4,33 5,00 5,71 6,56 1,58 a 2,00 a 2,83 a 3,33 a 4,25 a 4,92 a 5,33 gh 5,75 e 2,00 a 2,00 a 3,00 a 3,50 a 4,50 a 5,17 a 5,67 cd 6,00 c 1,58 a 2,17 a 2,67 a 3,33 a 4,25 a 5,08 a 5,42 fg 6,00 c 1,75 a 2,00 a 2,92 a 3,42 a 4,33 a 5,08 a 5,58 de 5,92 cd 1,73 2,04 2,85 3,40 4,33 5,06 5,50 5,92 1,58 a 2,00 a 2,92 a 3,25 a 4,17 a 4,92 a 5,50 ef 5,92 cd 1,67 a 2,00 a 2,83 a 3,33 a 4,42 a 5,08 a 5,25 hi 5,50 fg 1,75 a 2,00 a 2,92 a 3,50 a 4,42 a 5,17 a 5,42 fg 5,83 de 1,50 a 2,08 a 2,83 a 3,33 a 4,17 a 5,08 a 5,25 hi 5,58 f 1,63 2,02 2,88 3,35 4,29 5,06 5,35 5,71 1,75 a 2,00 a 2,83 a 3,17 a 4,00 a 4,83 a 5,75 bc 5,92 cd 1,75 a 2,00 a 2,92 a 3,17 a 4,17 a 4,75 a 5,00 j 5,42 gh 1,67 a 2,00 a 2,92 a 3,25 a 4,08 a 4,75 a 5,00 j 5,17 i 1,67 a 2,00 a 2,92 a 3,17 a 4,08 a 4,75 a 5,17 i 5,33 h 1,71 2,00 2,90 3,19 4,08 4,77 5,23 5,46 Isolat 0% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Rerata Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 50% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 75% Tanpa Isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Rerata Rerata

* angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%

14 16 18

helai

---Perlakuan Umur tanaman (MST)

4 6 8 10 12

100% Tanpa Isolat Rerata

Tabel 4. menunjukkan bahwa peningkatan perlakuan pemberian hara nitrogen tanpa pemberian isolat bakteri diazotrof endofit memberikan hasil jumlah pelepah daun yang semakin meningkat. Pada bibit kelapa sawit umur 18 MST tanpa isolat bakteri diazotrof endofit, jumlah pelepah daun terbesar didapat dari perlakuan pupuk nitrogen 100% dan 75% dosis standar yaitu 5,92 helai per tanaman, diikuti dengan hasil yang semakin kecil dari perlakuan pupuk nitrogen 50% dan 0% yaitu masing-masing sebesar 5,75 helai dan 5,33 helai per tanaman. Hasil ini juga menguatkan bahwa pertambahan jumlah pelepah daun lebih dominan dipengaruhi oleh sifat genetis varietas kelapa sawit di mana bila terpenuhi jumlah minimal nutrisi nitrogen maka bibit kelapa sawit mampu memproduksi jumlah pelepah daun yang relatif sama.

Perlakuan isolat bakteri diazotrof endofit memberikan pengaruh pertumbuhan jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit yang tidak berbeda nyata dibanding dengan perlakuan tanpa isolat bakteri diazotrof kecuali isolat 2 yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Namun pengaruh ketiga isolat yang digunakan terhadap jumlah pelepah daun bibit tidak berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 9).

Hasil analisis statistik terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit pada Tabel 4. menunjukkan bahwa hasil terbaik dominan ditunjukkan oleh perlakuan aplikasi ketiga isolat bakteri diazotrof endofit tanpa pemberian pupuk nitrogen (dosis N 0%). Jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit yang terbesar dicapai pada perlakuan isolat 2 (N0I2) yaitu sebesar 7,08 pelepah per tanaman, diikuti secara bersamaan oleh perlakuan isolat 1 (N0I1) dan isolat 3 (N0I3) masing-masing sebesar 6,92 pelepah per tanaman.

Dari data yang ada, diperoleh fenomena yang sama antara pola pertumbuhan jumlah pelepah daun dengan pertumbuhan diameter bonggol dan tinggi tanaman bibit kelapa sawit, yaitu pertumbuhan bibit yang diberi perlakuan isolat cenderung semakin menurun seiring dengan penambahan dosis pupuk nitrogen. Pemberian pupuk nitrogen sampai dengan dosis 50% dari dosis standar pada seluruh bibit yang diberi perlakuan isolat bakteri masih memberikan pertumbuhan jumlah pelepah daun yang lebih besar dibanding jumlah pelepah bibit kelapa sawit tanpa pemberian isolat bakteri. Namun ketika dosis pupuk nitrogen dinaikkan menjadi lebih dari 50% terhadap dosis standar maka jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit pada seluruh perlakuan yang diberi isolat bakteri diazotrof endofit menjadi lebih rendah dibanding jumlah pelepah daun bibit tanpa isolat bakteri. Hal ini diduga akibat efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit semakin menurun dengan keberadaan pupuk nitrogen yang tinggi.

Efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit dengan bibit kelapa sawit yang semakin menurun tersebut diyakini akibat jumlah populasi bakteri diazotrof di dalam jaringan tanaman semakin menurun. Pendapat ini dikuatkan dengan hasil

Dokumen terkait