• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI

KULIT

Acacia mangium

Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA

DAN APLIKASINYA SEBAGAI

ADSORBEN

NAILUL FAUZIAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Judul Skripsi : Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben

Nama : Nailul Fauziah

NRP : E24104018

Departemen : Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Rita Kartika Sari, M.Si Dr. Gustan Pari, M.Si, APU NIP. 132.133.963 NIP. 710.005.078

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131.578.788

Tanggal Pengesahan:

(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 10 Agustus 1986, anak bungsu dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Hambali Subing dan Ibu Mahbubah Tuzakkiyah. Pendidikan SD ditempuh penulis di SD Negeri I Tulang Bawang Tengah pada tahun 1995 sampai tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pada tahun 2000 di SLTP Negeri I Tulang Bawang Tengah dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 pula penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Tumijajar dan menyelesaikannya pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Sarjana Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus DKM Al Hurriyah, DKM Ibaadurrahmaan, dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN).

Penulis telah mengikuti Praktek Umum Pengenalan Hutan di KPH Ngawi Jawa Timur, KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang selama dua bulan di industri furniture PT Pratama Jaya, Semarang Jawa Tengah.

(4)

PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI

KULIT

Acacia mangium

Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA

DAN APLIKASINYA SEBAGAI

ADSORBEN

NAILUL FAUZIAH

E24104018

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf yang salah satu manfaatnya adalah sebagai adsorben. Kualitas arang aktif ditentukan oleh proses pengarangan dan aktivasi terutama suhu optimum karbonisasi. Sifat fisika dan kimia arang aktif yang meliputi kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat digunakan untuk menduga kualitas arang aktif tersebut. Kualitas arang aktif sebagai adsorben dapat diketahui melalui pengukuran derajat kristalinitas dan daya serap terhadap senyawa kimia yang berbeda tingkat kepolarannya seperti yodium, kloroform, dan benzena. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang membahas pengaruh suhu optimum karbonisasi terhadap kualitas arang aktif sebagai adsorben yang dibuat dari kulit akasia dengan aktivasi secara fisika.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari dari sempurna. Segala kritik dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2009

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahhirobbil alaamiin, segala puji hanya bagi ALLAH SWT, Rabb semesta alam, atas segala nikmat yang hadir dalam setiap episode kehidupan, dan atas izin – NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat kelulusan menjadi sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini :

1. Ibu Ir. Rita Kartikasari , Msi dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si APU selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, saran, ketulusan, dan motivasi tanpa henti, yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi penulis untuk menjadi manusia berdedikasi.

2. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Arum S. Wulandari, M.Si selaku penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan nasehatnya kepada penulis.

3. Ayah dan ibu, serta seluruh keluarga tercinta atas segala cinta, ketulusan, do’a, dan motivasi yang tiada pernah surut mencipta seberkas cahaya dalam mengarungi lautan ilmuNYA.

4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama bagian Kimia Hasil Hutan yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira kepada penulis. 5. Sahabat terbaik dan teristimewa Dewangga, Tuti, Meita, Ariyanto, serta teman

– teman seperjuangan di bagian Kimia Hasil Hutan, Patria, Adi, Rendra, Edo, Novi, Hanif, Farikha, Sandi, dan Ali. Kebersamaan dalam canda tawa dan duka bersama kalian adalah hal yang tetap tertoreh abadi di hati ini.

6. Seluruh sahabat angkatan 2004 di Fakultas Kehutanan umumnya dan sahabat di Program Studi Teknologi Hasil Hutan khususnya. Memiliki sahabat seperti kalian adalah harta yang tidak dapat tergantikan di sepanjang kehidupan, semoga persaudaraan kita tetap abadi.

7. Keluarga besar DKM Ibaadurrahmaan, atas segala do’a dan indahnya persaudaraan selama ini.

(8)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia mangium Wild ... 4

2.2 Arang dan Arang Aktif 2.2.1 Arang... .. 5

2.2.2 Arang aktif... ... 8

2.3 Daya serap arang aktif ... 10

BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Persiapan sample ... 11

3.3.2 Pengarangan ... 11

3.3.3 Pembuatan arang aktif ... 12

3.3.4 Pengujian kualitas arang dan arang aktif ... 12

3.3.4.1 Pengujian sifat fisika ... 12

a. Penetapan kadar air ... 12

3.3.4.2 Pengujian sifat kimia ... 12

b. Penetapan kadar zat menguap ... 12

c. Penetapan kadar abu ... 13

d. Penetapan kadar karbon terikat ... 13

3.3.4.3 Daya serap arang aktif ... 13

a. Daya serap terhadap yodium ... 13

b. Daya serap terhadap kloroform dan benzena ... 14

3.3.5 Derajat kristalinitas arang dan arang aktif ... 14

3.3.6 Rancangan percobaan ... 14

3.3.7 Analisis data ... 15

3.3.8 Diagram alir proses penelitian ... 16

(9)

4.1.1 Kadar air ... 18

4.1.2 Kadar zat Menguap ... 20

4.1.3 Kadar abu ... 21

4.1.4 Kadar karbon terikat ... 23

4.1.5 Derajat kristalinitas arang... 25

4.2 Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia Dan Arang Aktif Komersial ... 26

4.2.1 Kadar air ... 26

4.2.2 Kadar zat menguap ... 27

4.2.3 Kadar abu ... 27

4.2.4 Kadar karbon terikat ... 28

4.2.5 Derajat kristalinitas arang aktif kulit akasia dan arang aktif komersial ... 28

4.3 Daya Serap Arang Aktif Kulit Akasia dan Arang Aktif Komersial ... 29

4.3.1 Daya serap terhadap yodium ... 29

4.3.1 Daya serap terhadap benzena ... 30

4.3.1 Daya serap terhadap kloroform ... 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

v

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Persyaratan Kualitas Arang Aktif Menurut (SNI) 06 – 3730 – 199 ... 10 2. Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia ... 18 3. Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia serta Arang Aktif

(11)

PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI

KULIT

Acacia mangium

Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA

DAN APLIKASINYA SEBAGAI

ADSORBEN

NAILUL FAUZIAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Judul Skripsi : Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben

Nama : Nailul Fauziah

NRP : E24104018

Departemen : Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Rita Kartika Sari, M.Si Dr. Gustan Pari, M.Si, APU NIP. 132.133.963 NIP. 710.005.078

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131.578.788

Tanggal Pengesahan:

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 10 Agustus 1986, anak bungsu dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Hambali Subing dan Ibu Mahbubah Tuzakkiyah. Pendidikan SD ditempuh penulis di SD Negeri I Tulang Bawang Tengah pada tahun 1995 sampai tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pada tahun 2000 di SLTP Negeri I Tulang Bawang Tengah dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 pula penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Tumijajar dan menyelesaikannya pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Sarjana Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus DKM Al Hurriyah, DKM Ibaadurrahmaan, dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN).

Penulis telah mengikuti Praktek Umum Pengenalan Hutan di KPH Ngawi Jawa Timur, KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang selama dua bulan di industri furniture PT Pratama Jaya, Semarang Jawa Tengah.

(14)

PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI

KULIT

Acacia mangium

Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA

DAN APLIKASINYA SEBAGAI

ADSORBEN

NAILUL FAUZIAH

E24104018

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)
(16)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf yang salah satu manfaatnya adalah sebagai adsorben. Kualitas arang aktif ditentukan oleh proses pengarangan dan aktivasi terutama suhu optimum karbonisasi. Sifat fisika dan kimia arang aktif yang meliputi kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat digunakan untuk menduga kualitas arang aktif tersebut. Kualitas arang aktif sebagai adsorben dapat diketahui melalui pengukuran derajat kristalinitas dan daya serap terhadap senyawa kimia yang berbeda tingkat kepolarannya seperti yodium, kloroform, dan benzena. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang membahas pengaruh suhu optimum karbonisasi terhadap kualitas arang aktif sebagai adsorben yang dibuat dari kulit akasia dengan aktivasi secara fisika.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari dari sempurna. Segala kritik dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2009

(17)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahhirobbil alaamiin, segala puji hanya bagi ALLAH SWT, Rabb semesta alam, atas segala nikmat yang hadir dalam setiap episode kehidupan, dan atas izin – NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat kelulusan menjadi sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini :

1. Ibu Ir. Rita Kartikasari , Msi dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si APU selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, saran, ketulusan, dan motivasi tanpa henti, yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi penulis untuk menjadi manusia berdedikasi.

2. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Arum S. Wulandari, M.Si selaku penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan nasehatnya kepada penulis.

3. Ayah dan ibu, serta seluruh keluarga tercinta atas segala cinta, ketulusan, do’a, dan motivasi yang tiada pernah surut mencipta seberkas cahaya dalam mengarungi lautan ilmuNYA.

4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama bagian Kimia Hasil Hutan yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira kepada penulis. 5. Sahabat terbaik dan teristimewa Dewangga, Tuti, Meita, Ariyanto, serta teman

– teman seperjuangan di bagian Kimia Hasil Hutan, Patria, Adi, Rendra, Edo, Novi, Hanif, Farikha, Sandi, dan Ali. Kebersamaan dalam canda tawa dan duka bersama kalian adalah hal yang tetap tertoreh abadi di hati ini.

6. Seluruh sahabat angkatan 2004 di Fakultas Kehutanan umumnya dan sahabat di Program Studi Teknologi Hasil Hutan khususnya. Memiliki sahabat seperti kalian adalah harta yang tidak dapat tergantikan di sepanjang kehidupan, semoga persaudaraan kita tetap abadi.

7. Keluarga besar DKM Ibaadurrahmaan, atas segala do’a dan indahnya persaudaraan selama ini.

(18)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia mangium Wild ... 4

2.2 Arang dan Arang Aktif 2.2.1 Arang... .. 5

2.2.2 Arang aktif... ... 8

2.3 Daya serap arang aktif ... 10

BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Persiapan sample ... 11

3.3.2 Pengarangan ... 11

3.3.3 Pembuatan arang aktif ... 12

3.3.4 Pengujian kualitas arang dan arang aktif ... 12

3.3.4.1 Pengujian sifat fisika ... 12

a. Penetapan kadar air ... 12

3.3.4.2 Pengujian sifat kimia ... 12

b. Penetapan kadar zat menguap ... 12

c. Penetapan kadar abu ... 13

d. Penetapan kadar karbon terikat ... 13

3.3.4.3 Daya serap arang aktif ... 13

a. Daya serap terhadap yodium ... 13

b. Daya serap terhadap kloroform dan benzena ... 14

3.3.5 Derajat kristalinitas arang dan arang aktif ... 14

3.3.6 Rancangan percobaan ... 14

3.3.7 Analisis data ... 15

3.3.8 Diagram alir proses penelitian ... 16

(19)

4.1.1 Kadar air ... 18

4.1.2 Kadar zat Menguap ... 20

4.1.3 Kadar abu ... 21

4.1.4 Kadar karbon terikat ... 23

4.1.5 Derajat kristalinitas arang... 25

4.2 Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia Dan Arang Aktif Komersial ... 26

4.2.1 Kadar air ... 26

4.2.2 Kadar zat menguap ... 27

4.2.3 Kadar abu ... 27

4.2.4 Kadar karbon terikat ... 28

4.2.5 Derajat kristalinitas arang aktif kulit akasia dan arang aktif komersial ... 28

4.3 Daya Serap Arang Aktif Kulit Akasia dan Arang Aktif Komersial ... 29

4.3.1 Daya serap terhadap yodium ... 29

4.3.1 Daya serap terhadap benzena ... 30

4.3.1 Daya serap terhadap kloroform ... 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(20)

v

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Persyaratan Kualitas Arang Aktif Menurut (SNI) 06 – 3730 – 199 ... 10 2. Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia ... 18 3. Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia serta Arang Aktif

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia...16

2 Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit akasia...17

3. Histogram Nilai Kadar Air Arang Kulit Akasia...19

4. Histogram Nilai Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia...20

5. Histogram Nilai Kadar Abu...22

(22)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 . Hasil Analisis Sidik Ragam Sifat fisika dan Kimia Arang Kulit akasia .. 35 1.1 Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air Arang Kulit Akasia... 35 1.2 Hasil Analisis Sidik Rgam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia ... 35 1.3 Hasil Analisis Sidik Rgam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu Arang Kulit Akasia... 35 1.3 Hasil Analisis Sidik Rgam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia... 36 2 . Hasil Uji Lanjut Duncan... 36 2.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Arang Kulit Akasia ... 36 2.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Zat Menguap

Arang Kulit Akasia... 37 2.3 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Arang Kulit Akasia ... 37 2.4 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Karbon Terikat

Arang Kulit Akasia... 38 3 . Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Kulit Acacia Mangium

(23)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Secara Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisis pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya nyata yang telah dilakukan untuk menjaga kelestarian sumber daya hutan dan memenuhi kebutuhan industri kehutanan akan kayu adalah dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan berbagai jenis tanaman cepat tumbuh dan berkualitas baik. Salah satu jenis tanaman HTI yang banyak ditanam dan berhasil dikembangkan dibandingkan jenis lainnya adalah Acacia mangium Wild. Hal ini karena kayu akasia yang dipakai sebagai bahan baku utama dalam industri pulp, kertas, dan Medium Density Fiber (MDF) termasuk ke dalam jenis tanaman cepat tumbuh dengan riap rata – rata sebesar 25 – 30 m /ha/th (Stahl 1993). Hingga saat ini bagian dari kayu akasia yang belum termanfaatkan secara optimal dan dianggap sebagai limbah dalam industri – industri tersebut yaitu bagian kulit. Diperkirakan terdapat 1.665.150 m3 limbah kulit akasia dengan rendemen kulit antara 12 – 17% (Pari et al. 2000). Data lain mengungkapkan bahwa dari 1 m3 kayu akasia bisa diperoleh 0,14 ton kulit kayu dengan kadar air 50% (Santoso 2005). Sebagai contoh potensi limbah kulit kayu akasia di industri

(25)

2

akasia juga dapat digunakan sebagai bahan baku arang dan arang aktif. Saaat ini diperkirakan konsumsi arang aktif dunia mencapai 300.000 ton/th (Anonim 2008). Disamping itu, kebutuhan Indonesia akan arang aktif untuk bidang industri masih relatif tinggi untuk keperluan berbagai bidang keperlun berbagai bidang industri seperti industri makanan, farmasi, air minum, dan lain – lain. Pada tahun 2000, impor arang aktif tercatat sebesar 2.7770.573 kg berasal dari negara Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Singapura, dan Malaysia (Anonim 2000). Peningkatan ekspor arang aktif dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu 6,1% dengan jumlah ekspor saat ini sebesar 11.553 ton ke Yunani, Timur Tengah, dan negara – negara Eropa lainnya (Anonim 2008). Berdasarkan hal tersebut pembuatan arang aktif dari limbah kulit akasia merupakan langkah tepat dalam pengembangan potensi limbah kulit akasia. Salah satu pemanfaatan arang aktif limbah kulit akasia yaitu sebagai subtitusi bahan penyerap (adsorben) komersial yang telah diperjualbelikan. Arang aktif yang dimanfaatkan sebagai penyerap ini kemudian dapat diaplikasikan salah satunya dalam penjernihan air yang tercemar oleh limbah industri kimia, pertambangan, dan pertanian.

Selama ini pembuatan arang aktif dilakukan dengan cara membuat arang terlebih dahulu baru kemudian diaktivasi menjadi arang aktif dengan cara kimia maupun fisika (Pari et al. 2006). Namun cara tersebut dinilai kurang afektif karena membutuhkan tahapan dan waktu yang cukup lama. Untuk mempersingkat proses tersebut maka arang aktif tidak dihasilkan dari aktivasi produk arang, namun arang aktif dibuat secara langsung dari bahan baku dengan suhu aktivasi yang optimum. Seperti halnya pada penelitian Pari et al (1996) yang mengkonversi secara langsung bahan baku kayu sengon menjadi arang aktif dengan kualitas memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh karena itu, pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit akasia juga dapat dilakukan sebagai langkah tepat untuk meningkatkan pengembangan potensi limbah kulit akasia secara efektif.

(26)

3

kualitas memenuhi standar sangat diperlukan terutama sebagai acuan dalam pembuatan arang aktif. Selain itu arang aktif yang akan dimanfaatkan sebagai penyerap dalam penjernihan air perlu dilihat derajat kristalinitas dan besarnya daya serap arang aktif tersebut terhadap gas atau cairan. Hal ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas arang aktif tersebut.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui suhu optimum karbonisasi untuk menghasilkan arang yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif. Suhu optimum ini akan digunakan sebagai suhu pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit akasia.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acacia mangium Wild

Di dunia Internasional Acacia mangium dikenal dengan nama brown salwood, black wattle, dan hickory wattle. Sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama tongke hutan, mange hutan dan nak, dan di Malaysia disebut mangium (Lemmens et al. 1995). Pohon akasia tumbuh secara alami di Indonesia, yaitu di kepulauan Seram, Aru, dan Irian Jaya. Di Indonesia tanaman A. mangium dikenal dengan nama perdagangan kayu akasia (Mandang dan Pandit 1997). Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai musim kemarau yang basah, pada tempat subur atau kurang subur. Pohon akasia juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap variasi kondisi tempat tumbuh, namun lebih menyukai daerah yang tinggi dan kering (Lemmens et al. 2002). Lawrence (1951) menerangkan sistematika tanaman akasia adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Sub Famili : Mimosoidae Genus : Acacia

Species : Acacia mangium Wild

(28)

5

akasia memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan arang dan arang aktif (Pari et al. 2000).

2.2 Arang dan Arang Aktif

2.2.1 Arang

Arang merupakan residu hitam berbentuk padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatile dari bahan-bahan yang mengandung karbon melalui pemanasan pada suhu tinggi (Tryana dan Sarma 2003 Anonim 2008). Komarayati (2007) mendefinisikan bahwa arang adalah residu berwarna hitam hasil pembakaran pada keadaan tanpa oksigen yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori, seperti kayu atau bahan biomaterial lainnya. Sebagian pori – pori masih tetap tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat ( fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur.

Arang merupakan produk setengah jadi dalam pembuatan arang aktif dan kualitas arang aktif yang dihasilkan di antaranya dipengaruhi oleh kesempurnaan proses pengarangan. Pengarangan merupakan salah satu dari proses termokimia yang dapat mengkonversi biomassa menjadi arang (Worasuwannark et al. 2004). Proses pengarangan salah satunya dipengaruhi oleh suhu yang akhirnya akan menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Banyaknya arang yang dihasilkan ditentukan oleh komposisi awal biomassa yaitu semakin banyak kandungan zat menguap maka semakin sedikit arang yang dihasilkan karena banyak bagian yang terlepas ke udara (Kementrian BUMN 2008)

Proses pengarangan ada 4 tahap (Sudrajat dan Salim 1994 ), yaitu :

1. Pada suhu 100 – 120 °C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270°C mulai terjadi penguapan selulosa. Destilat yang dihasilkan mengandung asam organik dan sedikit metanol.

(29)

6

3. Pada suhu 310 – 510 °C terjadi penguraian lignin, dihasilkan lebih banyak ter,

sedangkan larutan pirolignat menurun, dan produksi gas CO2 menurun,

sedangkan gas CO, CH4, dan H2 meningkat.

4. Pada suhu 500 – 1000 °C merupakan tahap pemurnian arang atau peningkatan kadar karbon.

Nugraha (2005) menyatakan bahwa pirolisis ialah salah satu proses pengarangan yang mendekomposisi material organik tanpa mengandung oksigen. Apabila ada oksigen pada saat proses pirolisis maka akan ada reaksi dengan material lain yang pada akhirnya akan menghasilkan abu. Pada proses pirolisis terhadap kayu, lignin terdegradasi sebagai akibat kenaikan suhu sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai dengan jenis kayu.

Proses pirolisis berlangsung dalam dua tahapan yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer terdiri dari proses cepat yang terjadi pada suhu 50 – 300 °C, dan proses lambat pada suhu 300 – 400 °C. Proses pirolisis primer cepat menghasilkan arang, berbagai gas, dan H2O. Sedangkan proses lambat

menghasilkan arang, H2O, CO, dan CO2. Pirolisis sekunder merupakan proses

pirolisis yang berlangsung pada suhu lebih dari 600°C dan terjadi pada gas – gas hasil, serta menghasilkan CO, H2, dan hidrokarbon (Pari 2004).

Penilaian kualitas arang dilakukan berdasarkan : 1. Ukuran, meliputi : batangan, halus, atau pecah.

2. Sifat fisik meliputi, warna, bunyi, nyala, kekerasan, kerapuhan, nilai kalor, dan berat jenis.

3. Analisis arang, meliputi : kadar air, kadar abu, karbon sisa, dan zat mudah menguap.

4. Suhu maksimum pengarangan dan kemurnian arang.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas arang adalah cara dan proses pengolahan (Djatmiko et al. 1981). Menurut Hendra dan Darmawan (2000) penetapan kualitas arang umumnya dilakukan terhadap kombinasi sifat kimia dan fisika yaitu:

(30)

7

sangat kecil, biasanya kurang dari 1%. Proses penyerapan air dari udara sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat kadar air mencapai kadar air keseimbangan dengan udara sekitarnya. Arang yang berkualitas baik yang dipasarkan adalah arang yang mempunyai kadar air 5-10 %.

2. Sifat Kimia, antara lain : a. Kadar abu

Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran. Residu tersebut berupa zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Salah satu unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Kadar abu setiap arang berbeda-beda tergantung jenis kayu, letak kayu dalam pohon, dan kandungan kulit kayu. Arang yang baik mempunyai kadar abu sekitar 3%. Semakin rendah kadar abu maka akan semakin baik briket arang tersebut.

b. Kadar zat menguap

Zat mudah menguap adalah zat selain air, yaitu karbon terikat dan abu yang terdapat di dalam arang, yang terdiri atas cairan dan sisa ter yang tidak habis dalam proses karbonisasi. Kadar zat mudah menguap ini tergantung pada proses pengarangan dan temperatur yang diberikan. Apabila proses karbonisasi lama dan temperatur karbonisasi ditingkatkan akan semakin menurunkan persentase kadar zat menguapnya.

c. Kadar karbon terikat

Kadar karbon terikat adalah fraksi C dalam arang. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar zat menguap dan kadar abu maka akan menurunkan kadar karbon terikat. Kadar karbon terikat dalam arang kayu berkisar 50-95 %. Arang kayu yang berkulitas baik yang mempunyai kadar karbon terikat antara 70-80 %.

d. Nilai kalor bakar

Nilai kalor bakar adalah nilai panas yang ditimbulkan oleh arang akibat adanya reaksi pembakaran pada volum tetap. Arang dengan nilai kalor bakar yang tinggi sangat disukai, baik untuk keperluan rumah tangga ataupun industri.

(31)

8

1. Mempunyai kandungan arang (fixed carbon) diatas 75% 2. Cukup keras ditandai dengan tidak mudah dan hancur 3. Kadar abunya tidak lebih dari 5%

4. Kadar zat menguapnya tidak lebih dari 15% 5. Kadar airnya tidak lebih dari 15%

6. Tidak tercemar oleh unsur-unsur yang membahayakan atau kotoran lainnya. Penggunaan arang tidak hanya terbatas sebagai bahan bakar, tetapi juga dalam berbagai industri. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa arang banyak digunakan untuk metalurgi, pemurnian logam, sintetis kimia dan berbagai tujuan lain. Manfaat arang menurut Kholik et al. (2006) antara lain :

1. Keperluan rumah tangga dan bahan bakar khusus seperti binatu, tungku pembakar, pengeringan daging, ikan, tembakau, pengecoran logam, peleburan timah dan logam, peleburan timah dan timbal.

2. Keperluan metalurgi seperti industri aluminium, plat baja, penyepuhan, kobalt, tembaga, nikel, besi kasar, serbuk besi, baja, molybdenium, campuran logam khusus, cetakan pengecoran dan pertambangan.

3. Dalam industri kimia, arang banyak digunakan untuk karbon aktif, karbon

monoksida, elektroda gelas, campuran resin, obat – obatan, makanan ternak, karet, serbuk hitam, karbon bisulfida, katalisator, pupuk, perekat, magnesium, plastik, dan bahan penyerap dalam silinder.

2.2.2 Arang aktif

(32)

9

1. Aktivasi kimia yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik

dengan pemakaian bahan – bahan kimia.

2. Aktivasi fisika yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan panas, uap, dan CO2

Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Tryana dan Sarma 2003). Dengan semakin luasnya permukaan arang aktif maka daya adsorpsinya juga semakin meningkat (Baker et al. 1997). Menurut Solovyov et al. (2002), arang aktif berbentuk amorf, dan sebagian besar kandungannya terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat - pelat datar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal yang mirip dengan grafit. Pelat – pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak.

Menurut Tryana dan Sarma (2003), berdasarkan penggunaannya arang aktif terbagi menjadi dua tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap. Karena hal tersebut maka karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri dan hampir 60% produksi arang aktif di dunia dimanfaatkan oleh industri gula, pembersihan minyak dan lemak, industri kimia dan farmasi.

Arang aktif komersial sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan penyerap (adsorben) dalam berbagai aplikasi seperti digunakan pada pembersihan tumpahan minyak, penyaring air minum, penyaring udara, dan perbaikan tanah. Selain itu arang aktif komersial juga telah digunakan sebagai penyaring kotoran organik dalam industri minuman keras, dan sebagai penyerap racun di dalam tubuh manusia. Dalam perkembangannya arang aktif komersial telah dimanfaatkan sebagai pengontrol kemurnian buah – buahan dan sayur yang dikonsumsi manusia, serta mampu menyerap emisi (Anonim 2008).

(33)

10

Tabel 1 Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730- 1995

Jenis Persyaratan Parameter Kadar Air Maksimum 15 % Kadar Abu Maksimum 10 % Kadar Zat Menguap Maksimum 25 % Kadar Karbon Terikat Minimum 65 % Daya Serap Terhadap Yodium Minimum 750 mg/g Daya Serap Terhadap Benzena Minimum 25 % Sumber : Anonim 1995

2.2.3 Daya serap arang aktif

[image:33.595.118.513.113.206.2]
(34)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama bulan November 2008 di Laboratorium kimia dan energi Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor (Puslitbang).

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah limbah kulit kayu akasia yang berasal dari tegakan Acacia mangium berumur 7 tahun, diperoleh dari PT Musi Hutan Persada (MHP) Palembang. Bahan kimia yang digunakan yaitu thio, yodium, kloroform, benzena, dan arang aktif komersial yang telah dipasarkan (norit) sebagai pembanding arang aktif.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan adalah tungku yang dilengkapi dengan pemanas listrik dan termokopel, tanur, oven, cawan penghalus, penyaring serbuk, wadah plastik, timbangan, cawan porselin, cawan Petri, desikator, penyerap kloroform, penyerap benzena, dan x – ray difractometer (XRD).

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan sampel

Limbah kulit kayu akasia dikeringudarakan terlebih dahulu. Setelah mencapai kadar air ± 12 %, limbah tersebut diarangkan.

3.3.2 Pengarangan

(35)

12

3.3.3 Pembuatan arang aktif

Pembuatan arang aktif dilakukan di dalam retor arang yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu optimum. Tungku dipanaskan dengan jalan mengalirkan arus listrik, kenaikan suhu diatur dengan cara mengatur termokopel sampai dicapai suhu yang diinginkan. Jika telah mencapai suhu tersebut dilakukan aktivasi dengan mengalirkan uap H2O selama

90 menit dengan suhu uap 800 °C serta tekanan sebesar 1000 atm.

3.3.4 Pengujian kualitas arang dan arang aktif

Pengujian sifat arang dan arang aktif dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan sifat kimianya, sehingga dapat diketahui mutu dan kualitas arang tersebut.

3.3.4.1 Pengujian sifat fisika

a. Penetapan kadar air

Prosedur penetapan kadar air mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Contoh uji arang sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)oC sampai beratnya konstan. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai bobotnya tetap dan ditentukan kadar airnya dalam persen (%). Kadar air arang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air (%) =

gTanur BeratKerin g gTanur BeratKerin g hAwal

BeratConto ( ) ( )

x 100%

3.3.4.2 Pengujian sifat kimia

b. Penetapan kadar zat menguap

Prosedur penetapan Kadar Zat Menguap mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan porselin yang berisi contoh dari penentuan kadar air, ditutup dan diikat dengan kawat nichrome. Cawan dimasukkan kedalam tanur listrik pada suhu 950

o

(36)

13

beratnya konstan dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat menguap arang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Zat Menguap (%) =

) ( ) ( g gTanur BeratKerin g atContoh SelisihBer x 100%

c. Penetapan kadar abu

Prosedur penetapan Kadar Abu mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan yang sudah berisi contoh yang kadar air dan kadar zat menguapnya sudah ditetapkan, digunakan untuk mengukur kadar abu. Caranya cawan tersebut diletakkan dalam tanur, perlahan-lahan dipanaskan mulai dari suhu kamar sampai 600oC selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan, kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu arang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar Abu (%) =

) ( ) ( g gTanur BeratKerin g BeratAbu x 100%

d. Penetapan kadar karbon terikat

Prosedur penetapan Kadar Karbon Terikat mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Karbon terikat adalah fraksi karbon yang terikat di dalam ruang selain fraksi air, zat menguap dan abu.

Pengukuran kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar Karbon Terikat (%) = 100%-( Kadar Zat Menguap + Kadar Abu)%

3.3.4.3 Daya serap arang aktif

a. Daya serap terhadap yodium

(37)

14

untuk titrasi menggunakan larutan thio. Titrasi dilakukan hingga larutan contoh uji berubah warna menjadi bening.

Besarnya daya serap arang aktif terhadap yodium dihitung dengan rumus:

Daya serap terhadap yodium (mg/g) =

10 – Molaritas Thio (0.1) x ml Thio untuk titrasi x 12.693 x 2.5

Molaritas Yodium (0.1002)

0.254

b. Daya serap terhadap kloroform dan benzena

Penetapan daya serap arang aktif terhadap kloroform dan benzena mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan Petri yang telah kering oven ditimbang bobotnya, kemudian contoh uji arang aktif dan arang aktif komersial (norit) yang juga telah diletakkan diatas cawan Petri yang masih berada di atas neraca timbangan. Contoh uji tersebut diratakan hingga menutupi semua permukaan cawan Petri dan dicatat bobotnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat penyerap benzena dan kloroform, dibiarkan selama ±24 jam, dan ditimbang bobot akhirnya. Daya serap terhadap kloroform dan benzena dihitung dengan rumus berikut ini :

Daya serap kloroform / benzena (%) =

Berat contoh awal (g) – Berat Kering Tanur (g) x 100 %

Berat Kering Tanur (g)

3.3.5 Derajat kristalinitas arang dan arang aktif

Penetapan derajat kristalinitas arang dan arang aktif bertujuan untuk mengetahui persentase struktur arang yang berfungsi sebagai penyerap. Penetapan derajat kristalinitas tersebut mengacu pada petunjuk teknis penggunaan X-Ray Difractometer (Iguchi 1997, Jimenez et al. 1999, Kercher 2003). Untuk mengukur derajat kristalin, jarak antar lapisan, tinggi dan lebar lapisan antar aromatik serta jumlah aromatik digunakan difraksi sinar x (XRD) (Shimadzu, XDDI) dengan sumber radiasi tembaga.

(38)

15

S0 = Kontrol (Bahan mentah yang tidak dikarbonisasi) S1 = Karbonisasi pada suhu 200 °C

S2 = Karbonisasi pada suhu 300 °C S3 = Karbonisasi pada suhu 400 °C S4 = Karbonisasi pada suhu 500 °C S5 = Karbonisasi pada suhu 600 °C S6 = Karbonisasi pada suhu 700 °C S7 = Karbonisasi pada suhu 800 °C

Setiap kombinasi perlakuan menggunakan 270 g kulit akasia dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali sehingga yang dibutuhkan sebanyak 810 g kulit akasia. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik 2002) :

Yij = µ + αi + εij

Yijk = Nilai respon dari ulangan ke- j dan perlakuan ke- i µ = Nilai rata-rata umum respon (keseluruhan)

αi = Tambahan respon (terhadap rata-rata umum) dari perlakuan ke- i εijk = Simpangan / sisaan acak dari ulangan ke- j dalam perlakuan ke- i

3.3.7 Analisis data

Analisis data hasil pengamatan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13 dan Minitab 15. Sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 = Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas arang dan arang aktif

H1 = Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kualitas arang dan arang aktif Kriteria pengambilan keputusan untuk kriteria yang diuji adalah :

F hitung < F tabel : terima H0 F hitung > F tabel : tolak H0

(39)

16

3.3.8 Diagram alir proses penelitian

Tahapan proses penelitian dapat dilihat melalui gambar berikut ini : a. Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia

Kulit Akasia Karbonisasi

Arang

Pengujian Sifat Fisika dan Kimia Pengujian Derajat Kristalinitas

Dibandingkan dengan SNI

[image:39.595.95.496.137.434.2]

Untuk mengetahui suhu optimum yang digunakan sebagai suhu karbonisasi arang aktif

Gambar 1 Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia. Kadar

Air

Kadar Zat Menguap p

Kadar Abu

(40)

17

b. Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit Akasia

Kulit Akasia

Karbonisasi dan Aktivasi

Arang Aktif

Pengujian Sifat Fisika Pengujian Pengujian dan Kimia Daya Serap Derajat Kristalinitas

Dibandingkan dengan SNI

[image:40.595.48.510.105.568.2]

Untuk mengetahui kualitas arang aktif kulit akasia yang memenuhi standar sebagai penyerap

Gambar 2 Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit Akasia sebagai Penyerap.

Kadar Air

Kadar Zat Menguap

Kadar Abu

Kadar Karbon Terikat

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia

[image:41.595.109.517.233.393.2]

Arang yang dihasilkan dari suhu karbonisasi yang berbeda memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda pula. Hasil pengujian sifat fisika dan kimia arang yang dihasilkan dari karbonisasi kulit akasia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia Suhu

(oC)

Kadar Air (%) Kadar Zat Menguap (%) Kadar Abu (%) Kadar Karbon Terikat (%) Derajat Kristalinitas (%) Kontrol 10,89d 75,11j 22,64m 2,16o 39,51

200 3,48c 55,77i 22,43m 21,78p 37,61 300 3,42c 27,92h 23,47m 48,59q 41,63 400 2,33b 16,23g 17,95kl 65,80s 41,74 500 2,33b 7,77f 31,59n 60,63r 44,78 600 2,30b 4,98e 33,39n 61,61rs 50,84 700 2,00b 3,80e 19,89lm 76,30t 47,49 800 1,13a 3,72e 13,93k 82,33t 45,16 SNI Maksimum

15 % Maksimum 25 % Maksimum 10 % Minimum 65 % Keterangan

Huruf : Hasil uji lanjut Duncan

Huruf yang sama : Tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda : Berbeda nyata

4.1.1 Kadar air

Kadar air berpengaruh besar dalam proses pengarangan dan sifat arang terutama pengaruhnya terhadap nilai kalor arang yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air arang maka akan mengakibatkan nilai kalornya akan semakin rendah (Sudrajat dan Winarni 2002). Arang yang memiliki kualitas yang baik yaitu arang dengan nilai kalor atau panas pembakaran tinggi, sehingga tidak mengeluarkan asap pada saat pembakaran (Hendra dan Winarni 2003).

(42)

19

[image:42.595.114.470.174.344.2]

semakin meningkatkan dehidrasi, sehingga air yang terkandung di dalam arang akan semakin banyak menguap dan kadarnya semakin rendah (Sjostrom 1995). Berkurangnya kadar air arang seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Histogram Nilai Kadar Air Arang Kulit Akasia.

Hasil analisis ragam (Lampiran 1.1) menunjukkan perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air arang yang dihasilkan (α 5%). Sedangkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2.1) menunjukkan arang yang dihasilkan dari perlakuan suhu 800°C memiliki nilai kadar air paling rendah dan berbeda nyata dengan kadar air arang pada suhu lainnya namun pada suhu 400ºC

– 700°C respon kadar air tidak berbeda nyata dan suhu 200 – 300 °C memberikan respon kadar air yang sama. Hal ini berarti bahwa peningkatan suhu dari 0ºC mampu mengubah kadar air, namun peningkatan suhu dari 200°C hingga 300ºC tidak mengubah kadar air arang. Peningkatan suhu diatas 300°C menurunkan kadar air tetapi peningkatan suhu dari 400°C hingga 700°C tidak mempengaruhi perubahan kadar air arang.

Rendahnya kadar air arang yang dihasilkan pada suhu 800°C terjadi karena dalam tahapan proses pirolisis, pada suhu diatas 700°C mulai terjadi proses pembesaran permukaan arang, sehingga dimungkinkan lebih banyak molekul air yang dilepaskan. Pada suhu 200°C dihasilkan arang dengan kadar air sebesar 3,48% yang tidak berbeda nyata dengan arang pada suhu 300°C yaitu sebesar 3,42%. Hal tersebut disebabkan karena pada suhu pirolisis 300°C juga terjadi degradasi molekul air seperti pada suhu pirolisis 200°C, namun diikuti dengan

0 2 4 6 8 10 12

0 200 300 400 500 600 700 800

Suhu (°C) Kadar

(43)

20

degradasi selulosa lebih intensif dan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selain itu suhu pirolisis 400°C – 700°C menghasilkan arang dengan nilai kadar air yang juga tidak berbeda nyata yaitu 2,33% - 2,00%, karena suhu 400°C -500°C merupakan proses pirolisis cepat yang mempirolisis lignin teknis menghasilkan arang, gas H2O dan uap. Sedangkan suhu pirolisis 500°C – 700°C hanya tinggal tahap pemurnian arang, sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air. Berdasarkan Tabel 2, nilai kadar air arang kulit akasia secara keseluruhan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif (Anonim 1995), karena kurang dari 15%.

4.1.2 Kadar zat menguap

Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat – zat penyusun arang akibat proses pemanasan selama pengarangan dan bukan komponen penyusun arang (Pari 2004). Arang dengan kadar zat menguap yang tinggi akan menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula pada saat arang tersebut digunakan. Tabel 2 memperlihatkan nilai kadar zat menguap arang kulit akasia berkisar antara 75,11% - 3,72%. Kadar zat menguap tertinggi dimiliki bahan mentah yang tidak di karbonisasi, sedangkan kadar zat menguap terendah dimiliki arang yang dihasilkan pada suhu 800°C. Gambar 4 merupakan histogram hasil pengujian kadar zat menguap arang kulit akasia.

[image:43.595.115.459.495.641.2]

Gambar 4 Histogram Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia.

Gambar 4 menunjukkan bahwa suhu pirolisis yang semakin tinggi menghasilkan arang dengan kadar zat menguap yang semakin rendah. Hasil perhitungan sidik ragam memperlihatkan bahwa kadar zat menguap dipengaruhi sangat nyata oleh perubahan suhu yang diberikan (Lampiran 1.2). Hasil analisis

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 200 300 400 500 600 700 800

Suhu (°C)

(44)

21

lanjut Duncan (Lampiran 2.2) menunjukan suhu 200°C hingga 500°C memberikan respon kadar zat menguap yang sangat berbeda nyata. Sedangkan pada suhu 600°C – 800°C respon kadar zat menguap arang tidak berbeda nyata. Hal ini menjelaskan bahwa peningkatan suhu dari 0°C hingga 500°C dapat mengubah kadar zat menguap arang. Peningkatan suhu diatas 500°C menurunkan kadar zat menguap, namun peningkatan suhu dari 600°C hingga 800°C tidak mempengaruhi perubahan kadar zat menguap arang kulit akasia, karena diduga sebagian besar zat volatile telah dilepaskan saat karbonisasi berlangsung pada suhu 200°C – 500°C.

Penurunan kadar zat menguap seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis disebabkan ketidaksempurnaan penguraian senyawa non karbon selama proses pirolisis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hendra dan Darmawan (2000) bahwa besarnya kadar zat menguap ditentukan oleh waktu dan suhu pengarangan. Jika proses pirolisis lama dan suhunya ditingkatkan maka semakin banyak zat menguap yang terbuang, sehingga akan diperoleh kadar zat menguap yang semakin rendah. Demikian pula menurut Novicio (1998) diacu dalam Pari (2004), meningkatnya suhu karbonisasi akan menguapkan senyawa volatile yang masih tertinggal terutama ter, hal ini akan menyebabkan jumlah pori yang terbentuk bertambah banyak. Arang dengan kondisi tersebut mungkin dapat dijadikan sebagai arang aktif dengan permukaan yang tidak lagi ditutupi oleh senyawa polar sehingga memiliki kemampuan menyerap.

Arang yang dihasilkan pada suhu 400°C – 800°C memiliki nilai kadar zat menguap yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) untuk arang aktif karena tidak lebih dari 25 %.

4.1.3 Kadar abu

(45)

22

Gambar 5 Histogram Kadar Abu Arang Kulit Akasia.

Gambar 5 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tidak menyebabkan kenaikan kadar abu atau sebaliknya, tetapi menghasilkan arang dengan nilai kadar abu yang fluktuatif. Arang yang dihasilkan dari suhu 600°C mengandung kadar abu tertinggi yaitu sebesar 22,64%, sedangkan kadar abu terendah dimiliki oleh arang yang dikarbonisasi pada suhu 800°C yaitu 19,39% (Tabel 2). Analisis sidik ragam (Lampiran 1.3) menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu arang yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2.3) menunjukkan bahwa antara suhu 0 – 300 °C dengan suhu 700°C, respon kadar abu tidak berbeda nyata. Suhu 500°C hingga 600°C juga memberikan respon yang tidak berbeda nyata, dan respon pada suhu 400°C berbeda nyata dengan suhu lainnya namun tidak berbeda nyata dengan suhu 700 °C. Hasil uji juga menunjukkan arang yang dihasilkan pada suhu 800°C memiliki kadar abu paling rendah dan berbeda nyata dengan suhu lainnya namun tidak berbeda nyata dengan respon kadar abu pada suhu 400°C. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu 0°C hingga 300°C tidak mengubah kadar abu, dan peningkatan suhu menjadi 400°C menurunkan kadar abu arang. Peningkatan suhu diatas 400°C mengubah kadar abu, namun penigkatan suhu dari 500°C hingga 600 °C tidak mempengaruhi perubahan kadar abu arang. Sedangkan peningkatan suhu diatas 600°C menurunkan kadar abu arang.

Menurut Sudrajat (1985) peningkatan kadar abu terjadi karena terbentuknya garam – garam mineral pada saat proses pengarangan yang bila proses tersebut berlanjut akan membentuk partikel – partikel halus dari garam –

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 200 300 400 500 600 700 800

Suhu (°C) Kadar

(46)

23

garam mineral tersebut. Kadar abu dipengaruhi oleh besarnya kadar silikat, semakin besar kadar silikat maka kadar abu yang dihasilkan akan semakin besar (Pari 1996). Selain itu khusus untuk arang aktif kulit akasia, kadar abu yang tinggi disebabkan karena pada dasarnya kulit akasia mengandung mineral silikat yang cukup tinggi (Sjostrom 1995).

Secara keseluruhan kadar abu tersebut belum memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) untuk arang aktif karena lebih dari 10%. Besarnya kadar abu ini disebabkan terjadinya oksidasi karbon lebih lanjut terutama dari partikel yang sangat halus sehingga akan mempengaruhi arang aktif yang akan dibuat (Pari 1999). Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa walapun kadar abunya tidak memenuhi syarat namun tetap dapat dibuat arang aktif (Komarayati et al. 1998 dan Pari 1999). Oleh karena itu perlu dilakukan pengayakan untuk abu yang menempel pada permukaan arang dan pembuatan arang aktif dilakukan dengan proses pirolisis (slow pyrolisis) (Pari et al. 2006).

4.1.4 Kadar karbon terikat

Menurut Hendra dan Winarni (2003), kadar karbon terikat adalah fraksi karbon (C) yang terikat di dalam arang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Menurut Pari (1996), tinggi rendahnya kadar karbon terikat di dalam arang dipengaruhi oleh nilai kadar abu, kadar zat menguap dan senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan arang.

(47)
[image:47.595.139.432.108.278.2]

24

Gambar 6 Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia.

Kadar karbon terikat yang tertinggi terdapat di dalam arang yang dikarbonisasi pada suhu 800°C yaitu 82,33%, sedangkan bahan mentah yang tidak dipirolisis memiliki kadar karbon terikat terendah yaitu sebesar 2,16% (Tabel 2). Analisis sidik ragam (Lampiran 1.4) memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata dari setiap suhu pengarangan terhadap kadar karbon terikat arang. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pada suhu 0°C hingga 300°C respon kadar karbon terikat berbeda nyata, namun pada suhu 400 – 600 °C respon kadar karbon terikat tidak berbeda nyata. Peningkatan suhu 700 – 800 °C juga menyebabkan respon kadar karbon terikat tidak berbeda nyata. Hal ini berarti peningkatan suhu dari 0°C hingga 300°C mengubah kadar karbon terikat arang. Peningkatan suhu diatas 300 °C meningkatkan kadar karbon terikat, namun peningkatan suhu dari 400°C hingga 600°C dan peningkatan suhu dari 700°C hingga 800°C tidak mempengaruhi perubahan kadar karbon terikat arang kulit akasia.

Tingginya kadar karbon tersebut menunjukkan bahwa fraksi karbon yang terikat di dalam arang semakin tinggi. Kondisi tersebut diduga mengakibatkan luas permukaan arang semakin besar dan jumlah pori arang semakin banyak sehingga diduga mempunyai kemampuan menyerap cairan atau gas.

Dari keseluruhan nilai kadar karbon terikat yang telah diperoleh, hanya arang yang dihasilkan pada suhu 700°C dan 800°C saja yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) untuk arang aktif karena lebih dari 65%.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 200 300 400 500 600 700 800

Suhu (°C) Kadar

(48)

25

4.1.5 Derajat kristalinitas arang

Penilaian kualitas arang yang akan dijadikan arang aktif sebagai penyerap tidak cukup hanya dengan mengetahui sifat fisika dan kimia arang saja. Hasil pengujian ini perlu didukung oleh informasi mengenai struktur arang yang ditunjukkan salah satunya dengan derajat kristalinitas arang. Informasi ini diperoleh melalui analisis struktur arang menggunakan sinar x.

Analisis struktur arang dengan menggunakan sinar x (X ray Diffractometer/XRD) bertujuan untuk mengetahui struktur kristalit arang, sehingga dapat diketahui pula perubahan bentuk kristalit sebagai akibat perubahan suhu karbonisasi. Tabel 2 menunjukkan derajat kristalinitas terendah terbentuk pada suhu 200°C, hal ini mungkin disebabkan serbuk kulit akasia terdekomposisi pada suhu sekitar 200°C. Peningkatan derajat kristalinitas terjadi mulai dari suhu 300°C, dan mencapai nilai maksimum pada suhu karbonisasi 600°C. Peningkatan suhu diatas 600°C justru menurunkan derajat kristalinitas arang. Hasil penelitian ini belum sesuai dengan yang dikemukakan oleh Saito dan Arima (2002) diacu dalam Pari (2004) yang menyimpulkan bahwa derajat kristalinitas arang akan meningkat dengan naiknya suhu karbonisasi. Kondisi tersebut terjadi karena kulit kayu akasia sebagian besar mengandung lignin yang struktur dasarnya bersifat amorf sehingga menyulitkan dalam pembuatan struktur arang, karena meskipun dikarbonisasi hingga suhu 800°C diduga strukturnya tetap amorf yang ditunjukkan dengan menurunnya derajat kristalinitas pada suhu 700°C dan 800°C. Hal ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian Ota dan Mozammel (2003) bahwa struktur arang yang ideal pada umumnya mengandung derajat kristalinitas yang relatif besar.

(49)

26

nilai lebih dari 65% dapat memenuhi persyaratan tersebut. Arang kulit akasia yang dihasilkan pada suhu 600 – 800 °C memiliki derajat kristalinitas cukup besar dengan nilai yang tidak berbeda, sehingga diperkirakan memiliki struktur arang yang cukup ideal sebagai bahan penyerap.

Berdasarkan penjelasan diatas suhu 700 – 800 °C dinilai sebagai suhu optimum untuk aktivasi dalam pembuatan arang aktif yang akan digunakan sebagai bahan penyerap.

4.2 Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia dan Arang Aktif

Komersial

Sifat – sifat arang pada suhu 700°C dan 800°C tidak berbeda nyata, sehingga pembuatan arang aktif dilakukan dengan suhu 750°C. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Pari et al. (2008), bahwa kondisi optimum untuk membuat arang aktif dengan kualitas terbaik dihasilkan dari arang yang diaktivasi pada suhu 750°C selama 90 menit.

Berikut ini hasil pengujian sifat fisika dan kimia arang aktif kulit akasia yang dibandingkan dengan arang aktif komersial yaitu arang aktif yang telah banyak dikonsumsi sebagai penyerap (adsorben).

Tabel.3 Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia serta Arang Aktif Komersial

Contoh uji Kadar Air Kadar Zat Kadar Kadar Karbon Derajat (%) Menguap (%) Abu (%) Terikat (%) Kristalinitas(%) Arang aktif 1,37 8,05 11,81 80,12 66,20 kulit akasia

Arang aktif 7,09 13,51 12,60 73,87 27,79 komersial

4.2.1 Kadar air

[image:49.595.109.512.479.552.2]
(50)

27

permukaan arang aktif semakin besar dan pori – pori arang semakin banyak. Dari kondisi ini dapat dimungkinkan bahwa arang aktif kulit akasia memiliki kinerja sebagai penyerap yang cukup baik.

4.2.2 Kadar zat menguap

Tujuan penetapan kadar zat menguap yaitu untuk mengetahui besarnya kandungan senyawa volatile di dalam arang aktif sebagai hasil dari interaksi antara karbon dengan uap air. Dari hasil pengujian kadar zat menguap arang aktif komersial lebih tinggi dibandingkan arang aktif kulit akasia, dan keduanya memenuhi persyaratan SNI karena tidak melebihi 25%. Tinggi rendahnya kadar zat menguap yang dihasilkan menunjukkan bahwa permukaan arang aktif masih ditutupi oleh senyawa non karbon sehingga mempengaruhi daya serapnya (Pari et al. 2006). Kadar zat menguap arang aktif kulit akasia yang rendah disebabkan tidak sempurnanya penguraian senyawa non karbon pada waktu proses pengarangan. Menurut Kuriyama (1961) kehadiran senyawa volatile pada arang aktif dapat mengganggu proses penyerapan karena menutupi pori arang. Rendahnya kadar zat menguap menunjukkan banyaknya zat volatile yang terdesak keluar, sehingga mengakibatkan sobekan yang menghasilkan banyak pori pada permukaan arang aktif. Dengan demikian arang aktif yang memiliki kadar zat menguap lebih rendah diduga berpotensi memiliki daya serap yang cukup baik.

4.2.3 Kadar abu

(51)

28

dasarnya kulit mangium mengandung mineral silikat yang cukup tinggi (Sjostrom 1995). Menurut Manivanna et al. (1999) kadar abu yang tinggi dapat mengurangi daya jerap arang aktif terhadap gas dan larutan, karena mineral seperti kalsium, kalium, magnesium dan natrium menyebar dalam kisi arang aktif dan mempengaruhi pembentukan lebar lapisan kristalit, sehingga diperkirakan kinerja arang aktif kulit akasia serta arang aktif komersial sebagai penyerap menjadi berkurang. Meskipun demikian, keduanya masih dapat digunakan sebagai penyerap dengan mengurangi kadar abunya melalui cara mencuci arang aktif dengan larutan asam klorida (HCl).

4.2.4 Kadar karbon terikat

Kadar karbon arang aktif kulit akasia yang dihasilkan sebesar 80,12%, sedangkan arang aktif komersial memiliki kadar karbon yang lebih rendah yaitu 73,87%. Keduanya memiliki kadar karbon yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) karena lebih dari 65%. Besar kecilnya kadar karbon terikat yang dihasilkan, selain dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat menguap dan kadar abu juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin bahan yang dapat dikonversi menjadi atom karbon (Pari 2004). Kadar karbon yang cukup tinggi ini menunjukkan sedikitnya atom karbon yang bereaksi dengan uap air menghasilkan gas CO sehingga atom karbon tertata kembali membentuk struktur heksagonal yang cukup banyak. Kondisi ini mengindikasikan arang aktif kulit akasia dan arang aktif komersial mempunyai daya serap yang cukup tinggi.

4.2.5 Derajat kristalinitas arang aktif kulit akasia dan arang aktif komersial

(52)

29

akasia mempunyai daya serap yang lebih rendah dibandingkan arang aktif komersial.

4.3 Daya Serap Arang Aktif Kulit Kayu Akasia dan Arang Aktif Komersial

[image:52.595.109.511.286.370.2]

Kemungkinan arang aktif kulit akasia dapat dijadikan sebagai bahan penyerap, tidak cukup hanya diduga melalui hasil pengujian sifat kimia dan fisika arang aktif serta derajat kristalinitasnya saja. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lanjutan yaitu pengujian daya serap arang aktif kulit akasia terhadap beberapa jenis senyawa yang dibandingkan dengan arang aktif komersial.

Tabel 4 Daya Serap Arang Aktif Kulit Akasia dan Arang Aktif Komersial

Jenis contoh uji Daya serap Daya serap Daya serap terhadap yodium terhadap kloroform terhadap benzena (mg/g) (%) (%) Arang aktif 177,35 5,06 6,96 kulit akasia

Arang aktif 225,29 6,88 7,66 komersial

4.3.1 Daya serap terhadap yodium

(53)

30

4.3.2 Daya serap terhadap benzena

Daya serap arang aktif komersial terhadap benzena sedikit lebih tinggi dibandingkan arang aktif kulit akasia (Tabel 4). Nilai daya serap keduanya terhadap benzena kurang dari 25% sehingga belum memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995). Rendahnya daya serap ini disebabkan karena proses karbonisasi yang tidak sempurna sehingga menghasilkan senyawa bersifat polar seperti fenol, aldehid, dan karboksilat yang menutupi permukaan arang. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Pari et al. (1996), yaitu hasil analisis gugus fungsi arang aktif menunjukkan masih adanya senyawaan fenol, karboksilat, dan hidroksida.

4.3.3 Daya serap terhadap kloroform

Menurut Pari et al. (2006) dari besarnya daya serap arang aktif terhadap benzena mencerminkan permukaan arang aktif lebih bersifat non polar sehingga dapat digunakan untuk menyerap polutan yang bersifat non polar seperti kloroform. Oleh karena itu di dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian daya serap arang aktif terhadap kloroform dan hasil pengujian menunjukkan arang aktif kulit akasia dan arang aktif komersial mampu menyerap kloroform sebesar 6,96% dan 7,66% (Tabel 4). Hal ini sangat berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan Pari et al. (2000) yaitu sebesar ± 30%. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut disebabkan perbedaan cara pembuatan arang aktif dan suhu aktivasi yaitu dengan cara kimia dan suhu 900°C.

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pembuatan dan pengujian sifat fisika dan kimia arang aktif kulit akasia sebagai bahan penyerap dapat disimpulkan bahwa 1. Suhu optimum karbonisasi untuk menghasilkan arang dari kulit akasia yang

memenuhi standar SNI arang aktif adalah 700 – 800 °C.

2. Sifat fisika dan kimia (kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, kadar karbon terikat) arang aktif yang diproduksi dari kulit akasia dengan suhu aktivasi 750 °C memenuhi standar SNI, namun daya serap terhadap kloroform, benzena, dan yodium belum memenuhi standar SNI meskipun derajat kristalinitas arang aktif cukup tinggi.

3. Meskipun daya serap arang aktif kulit akasia belum memenuhi persyaratan SNI, namun memiliki daya serap yang relatif sama dengan daya serap arang aktif komersial sehingga kulit akasia memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku arang aktif.

5.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan arang kulit Acacia mangium pada tingkat variabel suhu yang lebih tinggi untuk melihat apakah dengan suhu yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan kualitas arang tersebut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan arang aktif kulit Acacia mangium sebagai bahan penyerap senyawa kimia lainnya selain

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pembuatan dan pengujian sifat fisika dan kimia arang aktif kulit akasia sebagai bahan penyerap dapat disimpulkan bahwa 1. Suhu optimum karbonisasi untuk menghasilkan arang dari kulit akasia yang

memenuhi standar SNI arang aktif adalah 700 – 800 °C.

2. Sifat fisika dan kimia (kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, kadar karbon terikat) arang aktif yang diproduksi dari kulit akasia dengan suhu aktivasi 750 °C memenuhi standar SNI, namun daya serap terhadap kloroform, benzena, dan yodium belum memenuhi standar SNI meskipun derajat kristalinitas arang aktif cukup tinggi.

3. Meskipun daya serap arang aktif kulit akasia belum memenuhi persyaratan SNI, namun memiliki daya serap yang relatif sama dengan daya serap arang aktif komersial sehingga kulit akasia memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku arang aktif.

5.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan arang kulit Acacia mangium pada tingkat variabel suhu yang lebih tinggi untuk melihat apakah dengan suhu yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan kualitas arang tersebut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan arang aktif kulit Acacia mangium sebagai bahan penyerap senyawa kimia lainnya selain

(56)
(57)

35

1. Hasil Analisis Sidik Ragam Sifat Kimia dan Fisika Arang Kulit Akasia

1.1Analisis Sidik Ragam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air Arang Kulit Akasia

Sumber Keragaman DF JK KT

F

hitung Sig

Suhu 7 197,662 28,237 504,11 0,00

Galat 16 0,896 0,056

Total 23 198,558

1.2 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia

Sumber Keragaman DF JK KT

F

hitung Sig

Suhu 7 0,245200 0,035029 38,44 0,00

Galat 16 0,014581 0,000911

Total 23 0,259781

1.3 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu Arang Kulit Akasia

Sumber Keragaman DF JK KT

F

hitung Sig

Suhu 7 893,65 127,66 22,71 0,00

Galat 16 89,94 5,62

Total 23 983,59

(58)

36

1.4 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia

Sumber Keragaman DF JK KT

F

hitung Sig

Suhu 7 15803.6 2257.7 338.22 0.00

Galat 16 106.8 6.7

Total 23 15910.4

2. Hasil Uji Lanjut Duncan

2.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Arang Kulit Akasia

KA Duncana,b,c 4 1.1907 3 2.0508 3 2.3379 3 2.3968 3 2.3998 3 3.4679 3 3.5518 3 10.8958

1.000 .099 .655 1.000

Suhu S7 S6 S5 S4 S3 S2 S1 So Sig.

N 1 2 3 4

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .053. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.097. a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

b.

(59)

37

2.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia

KZT Duncana,b 3 3.7223 3 3.8006 3 4.9896

Gambar

Tabel 1 Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-     1995
Gambar 1  Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia.
Gambar 2  Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit                       Akasia sebagai Penyerap
Tabel 2  Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia
+6

Referensi

Dokumen terkait

Proses retur penjualan dimulai ketika pelanggan melakukan pengembalian barang karena barang cacat atau tidak sesuai pesanan dengan menyertakan Faktur Penjualan rangkap

Schneiders dalam bukunya latipun yang berjudul “psikologi konseling” mengumakan bahwa konseling diselenggarakan untuk menangani problem-problem psikologis seperti,

 Zona panas di masa lampau ditunjukkan oleh anomali Hg tanah berada di sekitar manifestasi batuan teralterasi pada daerah Wirogomo, Gunungapi Kendil, hingga Sepakung yang

Model-model pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti yang dituangkan dalam Buku Pedoman Mata Pelajaran, sebagai bahan acuan bagi guru dalam rangka

Kombinasi satuan bentuklahan dan vegetasi dapat dijadikan satuan pemetaan kehilangan tanah di DAS Bompon Dalam konteks faktor penyebab erosi, dinamika vegetasi di

Analisis uji t untuk menguji signifikan secara parsial yaitu gaya kepemimpinan, promosi jabatan, dan kompensasi finansial terhadap kinerja karyawan ( Y ) PT Grand Mega

Prinsip seperti perlakuan hak anak secara memadai sesuai tingkat pemahaman anak sambil berusaha mengingtegrasikan anak kembali ke masyarakat, asas legalitas,