STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PESISIR PANTAI
PULAU PANJANG DAN PULAU TARAHAN, BANTEN SERTA
VARIASI UKURAN CANGKANGNYA
ESTI ASTUTI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PESISIR PULAU PANJANG
DAN PULAU TARAHAN, BANTEN SERTA VARIASI UKURAN
CANGKANGNYA
ESTI ASTUTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian
: Struktur Komunitas Bivalvia di Pesisir Pantai Pulau
Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta Variasi Ukuran
Cangkangnya.
Nama
: Esti Astuti
NIM
: G. 3410.4054
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
drh. Djoko Waluyo, M.S.
Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc
NIP. 130 350 056
NIP. 131 663 018
Diketahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Hasim, DEA
NIP. 131 578 806
ABSTRAK
Esti Astuti. Struktur Komunitas Bivalvia di Pesisir Pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta Variasi Ukuran Cangkangnya. Dibimbing oleh Djoko Waluyo dan Tri Heru Widarto.
Pesisir Pulau Panjang dan Pulau Tarahan memiliki substrat bervariasi yang terdiri dari pasir dan terumbu karang. Hal ini memungkinkan adanya komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta variasi ukuran cangkangnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2008 hingga September 2008. Pengambilan contoh bivalvia dilakukan dengan metode transek kuadrat secara acak. Nilai keanekaragaman jenis (H’) berkisar antara 0.45-1.59, nilai keseragaman (E) berkisar antara 0.10-0.48, nilai dominansi (C) berkisar antara 0.24-0.78, dan nilai kemiripan jenis berkisar antara 0.18-0.50. Gafrarium divaricatum memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 43.60% dan 66.28%, sedangkan tinggi relatif bervariasi antara 80.66% dan 93.49%. Perna viridis memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 19.09% dan 38.67%, sedangkan tinggi relatif bervariasi antara 38.17% dan 71.60%.
Kata kunci : Struktur komunitas, Bivalvia, Variasi ukuran cangkang.
ABSTRACT
Esti Astuti. Community Structure of Bivalve in Coastal Area of Panjang Island and Tarahan Island, Banten and Variation of Shell’s size measure. Guided by Djoko Waluyo and Tri Heru Widarto.
Coastal areas of Panjang island and Tarahan island has variety of substrates such as sand, and coral reef. This made possible the existence of bivalve community in this areas. The research was purposed to know the community structure of bivalves in the areas and the variation of shell size. This research had been done in May 2008 until September 2008. Samples of bivalve were taken by using randomly kuadrant transect method. The diversity index are ranged from 0.45 to 1.59, evenness index are ranged from 0.10 to 0.48, dominant index are ranged from 0.24 to 0.78, and
similarity index are ranged from 0.18 to 0.50. Gafrarium divaricatum has obesity value
(%Obesity) are ranged from 43.60% to 66.28%, while the relative height are ranged from 80.66% to 93.49%. Perna viridis has obesity value (%Obesity) are ranged from 19.09% to 38.67%, while the relative height are ranged from 38.17% to 71.60%.
PRAKATA
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai dengan September 2008 dan
berjudul Struktur Komunitas Bivalvia di Pesisir Pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan,
Banten serta Variasi Ukuran Cangkangnya.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah ikut berperan serta membantu dalam penyelesaian dan penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: drh. Djoko Waluyo, M.S. dan Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktunya untuk membimbing penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Risti dari laboratorium Malakologi LIPI-Cibinong, Ibu Anna dan Wahyu MSP 41 dari laboratorium PROLING FPIK IPB, Ibu Dyan dari laboratorium INMT FAPET IPB, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Resti, Onenk, mba Fu, Titin, mba Nira, Ntir, Rusben, Rescy, Desy, uncle Jhonny, mba Tini, mba Ani, teman-teman Biologi 41, dan teman-teman di kosan atas semangat yang diberikan dan semua pihak yang telah membantu penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Pebruari 2009
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 24 September 1986 dari ayah Selamat Raharjo dan ibu Komalasari. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Seroja II pada tahun 1992, melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SLTPN 5 Bekasi pada tahun 1998 dan kemudian ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas di SMUN 4 Bekasi pada tahun 2001.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR GAMBAR...viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 1
Waktu dan Tempat... 1
BAHAN DAN METODE... 1
Bahan dan Alat... 1
Pengambilan dan Identifikasi Contoh Moluska... 2
Pengukuran Cangkang Bivalvia, Pengukuran Faktor Lingkungan, dan Analisis Struktur Komunitas... 2
HASIL... 3
PEMBAHASAN... 5
SIMPULAN DAN SARAN... 7
Simpulan... 7
Saran... 7
DAFTAR PUSTAKA... 7
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jumlah individu bivalvia yang ditemukan pada tiap stasiun di pesisir Pulau Panjang dan Pulau
Tarahan ...3
2 Kepadatan (D), Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada tiap stasiun..4
3 Matriks indeks similaritas bivalvia pada tiap stasiun ...4
4 Indeks nilai penting tiap jenis bivalvia...5
5 Parameter kualitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel bivalvia ...5
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Pengukuran terhadap cangkang Bivalvia ...22 Grafik kepadatan P. viridis...4
3 Grafik kepadatan G. divaricatum...4
4 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas G. divaricatum di tiap stasiun ...4
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Stasiun pengambilan contoh bivalvia...10
2 Bivalvia yang ditemukan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan ... 11
3 Gambar lamun dan rumput laut yang ditemukan di stasiun I Pulau Tarahan...13
4 Metode untuk analisis kualitas perairan ... 14
Jumlah spesiesnya yaitu lebih dari 80.000 spesies yang masih hidup dan 35.000 spesies yang telah menjadi fosil. Moluska merupakan hewan berbadan lunak dan simetris bilateral. Moluska umumnya hidup bebas, beberapa melekat pada karang, cangkang, ataupun kayu, beberapa membenamkan diri pada lumpur ataupun di dasar perairan.
Klas Bivalvia merupakan moluska yang bercangkang setangkup yang pada umumnya simetri bilateral dengan kaki berbentuk seperti kapak (Pelecypoda). Kedua cangkangnya dapat dibuka-tutup dengan memfungsikan otot aduktor dan reduktornya. Pada bagian dorsal terdapat gigi engsel dan ligamen, mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Anggota klas ini mempunyai cara hidup yang beragam, ada yang berenang dengan aktif. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam, serta rawa.
Bivalvia merupakan hewan filter feeder. Makanannya berupa partikel organis bersama-sama dengan air dihisap oleh siphon dan disaring melalui insang. Cangkang bivalvia berguna untuk bahan lukisan, hiasan, perhiasan, ukiran, cangkang kerang yang telah mati banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan ubin teraso, bahan tambahan pakan ternak, dan bahan utama pembuatan Portland cement (Dharma 1988).
Cangkang Bivalvia menyatu di bagian dorsal karena adanya ligamen sendi. Sebagian besar cangkang tersebut terbuat dari kalsium karbonat, yaitu sekitar 89-99%, 1-2% fosfat,
air dan bahan organik conchiolin,
memungkinkan bivalvia dapat bertahan ribuan
tahun dalam tanah. Penelitian terhadap
cangkang moluska bisa pula untuk mengetahui beberapa hal, seperti perkembangan spesies dan lingkungan hidup (Abbott 1955).
Wilayah pesisir merupakan pusat interaksi antara darat dengan laut. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring di antara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk. Wilayah pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, wilayah pesisir juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting,
laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002).
Sebagian besar moluska bercangkang hidup di daerah pesisir atau zona litoral (pasang-surut), dengan arus yang relatif tenang dan disinari oleh matahari yang cukup (Abbott 1955). Pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan merupakan ekosistem yang mempunyai substrat bervariasi diantaranya pasir dan batu karang. Hal ini memungkinkan adanya komunitas moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta variasi ukuran cangkangnya.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan September 2008. Pengambilan contoh moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan Bojonegara-Cilegon, Banten. Identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Malakologi-LIPI, Cibinong. Uji kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan (PROLING) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Analisis kadar logam pada air dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak FAPET IPB. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi FMIPA IPB.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penyimpanan spesimen moluska air laut adalah alkohol 40%. Uji kualitas air menggunakan bahan seperti K2Cr2O7, H2SO4,
akuades non-ion, indikator ferroin, FAS, filter Millipore 0.45µm, sulfamicacid, NaOH + KI, MnSO4.H2O, Na-thiosulfat, dan amilum. Uji
digunakan botol BOD, refraktometer, vacuum pump, dessikator, dan neraca. Untuk uji kadar
logam pada air digunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometry).
Pengambilan dan Identifikasi Contoh Moluska
Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 4 stasiun yaitu Stasiun I yang terletak di Pulau Tarahan merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun, Stasiun II terletak di pulau Tarahan merupakan daerah pesisir dengan paparan terumbu karang, Stasiun III terletak di Pulau Panjang merupakan daerah dengan hamparan pasir, serpihan karang dan serpihan cangkang kerang, Stasiun IV terletak di pulau Panjang merupakan daerah pesisir dengan paparan batu karang dan dekat dengan pemukiman penduduk (Lampiran 1).
Pengambilan contoh moluska dilakukan dengan metode transek kuadran. Pada stasiun yang berbeda dibuat 10 titik kuadran dengan tiap-tiap kuadran memiliki ukuran 1mx1m. Contoh moluska yang berada dalam kuadran tersebut diambil dan disimpan dalam plastik yang telah berisi alkohol 40%, kemudian contoh yang telah dikumpulkan tersebut diambil cangkangnya dan diidentifikasi.
Identifikasi moluska dengan melihat ukuran dan bentuk cangkang dengan menggunakan buku acuan Dharma (1992 & 2005). Selanjutnya diverifikasi dengan koleksi Laboratorium Malakologi LIPI.
Pengukuran Cangkang Bivalvia, Pengukuran Faktor Lingkungan, dan Analisis Struktur Komunitas
Setelah dilakukan identifikasi kemudian dilakukan pengukuran terhadap cangkang dari spesies yang memiliki jumlah terbanyak dengan menggunakan jangka sorong. Pengukurannya meliputi panjang cangkang (SL), lebar cangkang (SW), dan tinggi cangkang (SH) (Gambar 1) (Widarto 2007). Setelah itu, dihitung nilai kegemukan (Obesity) dan tinggi relatif (Relative Height). Nilai kegemukan (O) cangkang adalah nisbah antara lebar dan panjang cangkang, sedangkan nilai tinggi relatif adalah nisbah antara tinggi dan panjang cangkang (Putra 2008).
Gambar 1 Pengukuran terhadap cangkang
Bivalvia (Widarto 2007)
Untuk mengukur kondisi lingkungan di setiap stasiun digunakan beberapa parameter sebagai berikut: pH, suhu, kedalaman, salinitas, dan substrat secara visual. Untuk
pengukuran TSS (Total Suspended Solid)
digunakan metode Gravimetrik (Clesceri 1998; Hariyadi 2008). Untuk pengukuran
COD digunakan metode Reflux, Heat of
Dilution Procedure (Alaerts 1984; Hariyadi
2008). Untuk pengukuran BOD5 dan DO
digunakan metode Titrasi Winkler (Alaerts 1984; Hariyadi 2008) (Lampiran 4). Sedangkan untuk pengukuran kadar logam Ca dan Pb pada air laut menggunakan metode AAS (Harmita 2006) (Lampiran 5).
Analisis Struktur Komunitas meliputi kepadatan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan pengelompokan habitat dengan rumus sebagai berikut:
1. Kepadatan
Kepadatan Moluska didapatkan dengan menghitung jumlah individu/luas dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
D = kepadatan moluska (ind./m2) Ni = jumlah individu spesies moluska A = luas total (m2)
2. Keanekaragaman
Rumus untuk menghitung keanekaragaman digunakan indeks
Shannon-Wiener (Magurran 1987) dengan persamaan: H′ = -∑Pi ln Pi
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu total
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) adalah:
H’≤ 3.32 : keanekaragaman rendah
3.32 <H’< 9.97 : keanekaragaman sedang
H’≥ 9.97 : keanekaragaman tinggi
A Ni
3. Keseragaman
Perbandingan keanekaragaman dengan keanekaragaman maksimum dinyatakan sebagai keseragaman komunitas. Indeks keseragaman (Magurran 1987) yaitu:
Keterangan:
E = indeks keseragaman H’ = indeks keanekaragaman Hmaks = ln S
S = jumlah spesies
4. Dominansi
Dominansi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:
C = ∑(Pi)2
Keterangan:
C = indeks dominansi Pi = ni/N
5. Pengelompokan Habitat
Indeks similaritas Sorensen (Cox 2002) digunakan untuk membandingkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kesamaan antar spesies. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
Is = indeks similaritas Sorensen
A = jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun A
B = jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun B
W = jumlah jenis yang sama pada kedua stasiun
6. Kerapatan (K) dan Kerapatan relatif (KR) Rumus yang digunakan adalah:
spesies individu Total spesies satu individu Jumlah K=
100%
tan ker tan x apa Total spesies satu Kerapa
KR=
7. Frekuensi (F) dan Frekuensi relatif (FR) Rumus yang digunakan adalah:
n keseluruha titik Jumlah spesies satu ya ditemukann titik Jumlah
F=
% 100 x spesies tiap frekuensi Total spesies satu Frekuensi
FR=
8. Indeks Nilai Penting (INP) Rumus yang digunakan adalah:
INP = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif
HASIL
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan terdapat 235 individu yang terdiri dari 7 famili dan 11 spesies, serta 2 individu yang tidak berhasil diidentifikasi. (Lampiran 2). Tabel 1 memperlihatkan jumlah individu yang ditemukan dan berhasil diidentifikasi.
Tabel 1 Jumlah individu bivalvia yang ditemukan pada tiap stasiun di pesisir Pulau Panjang dan Pulau Tarahan
Stasiun Jumlah Nama Famili dan Spesies
I II III IV Total
Arciidae
Barbatiaantiquate 1 - - - 1
Cardiidae
Trachycardiumpectiniforme 15 - - - 15
Mactridae
Mactraplicataria - 2 - 2 4
Mytilidae
Brachiodontes bilocularis - 2 - 5 7
Perna viridis - - 87 72 159
Semelidae
Semele crenulata 2 4 - - 6
Tellinidae
Tellina rugosa 2 - - - 2
Veneridae
Gafrarium disper 3 2 1 - 6
Gafrarium divaricatum 11 12 9 4 36
Tapes bruguieri - 2 - - 2
Tapes sp. - 3 2 - 5
Sp 1. 1 - - - 1
Sp 2. - 1 - - 1
Jumlah individu 35 28 99 83 235
Jumlah spesies 7 8 4 4 13
P. viridis dan G. divaricatum memiliki total jumlah individu terbanyak dari 4 stasiun di Pulau Panjang dan Pulau Tarahan yaitu 159 dan 36. Nilai kepadatan tertinggi untuk P.
viridis terdapat pada stasiun III (Gambar 2), sedangkan nilai kepadatan tertinggi untuk G. divaricatum terdapat pada stasiun II (Gambar 3).
Hmaks H E= '
Gambar 2 Grafik kepadatan P. viridis
Gambar 3 Grafik kepadatan G. divaricatum G. divaricatum memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 43.60% dan
66.28% dengan nilai R2 = 0.32 terhadap
panjang, sedangkan tinggi relatif cangkang bervariasi antara 80.66% dan 93.49% dengan
nilai R2 = 0.05 (Gambar 4). P. viridis
memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 19.09% dan 38.67% dengan nilai R2 = 0.06 terhadap panjang, sedangkan tinggi relatif cangkang bervariasi antara
38.17% dan 71.60% dengan nilai R2 = 0.41
(Gambar 5). Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa faktor substrat tiap stasiun memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap nilai kegemukan (%Obesitas) dan tinggi relatif (%RH) cangkang bivalvia.
Gambar 4 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas G. divaricatum di tiap stasiun
Gambar 5 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas P. viridis di tiap stasiun Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan kepadatan pada tiap stasiun
pengambilan sampel. Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi
terdapat pada stasiun III (9.9 ind/m2),
sedangkan terendah terdapat pada stasiun II
(2.8 ind/m2). Hasil perhitungan indeks
Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada masing-masing stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Kepadatan (D), Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada tiap stasiun
Stasiun Indeks
I II III IV
D 3.5 2.8 9.9 8.3
H′ 1.45 1.59 0.45 0.52
E 0.41 0.48 0.10 0.11
C 0.29 0.24 0.78 0.76
Hasil perhitungan indeks similaritas
menunjukkan bahwa terdapat kesamaan nilai tertinggi pada stasiun II-III, II-IV, dan III-IV dengan nilai sebesar 0.50. Nilai terendah terdapat pada stasiun I-IV. Secara umum hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Matriks indeks similaritas bivalvia pada tiap stasiun
Stasiun I II III IV
I - 0.40 0.36 0.18
II - - 0.50 0.50
III - - - 0.50
Hasil perhitungan kerapatan(K), kerapatan relatif (KR%), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR%), dan indeks nilai penting (INP)
menunjukkan bahwa P. viridis merupakan
Tabel 4 Indeks nilai penting tiap jenis bivalvia
Spesies ∑ K KR F FR INP
Barbatia antiquata 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Trachycardium pectiniforme 15 0.0638 6.12 0.1 5.88 12.00
Mactra plicataria 4 0.0170 1.63 0.1 5.88 7.51
Brachiodontes bilocularis 7 0.0298 2.86 0.125 7.35 10.21
Perna viridis 159 0.6766 64.90 0.15 8.82 73.72
Semele crenulata 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33
Tellina rugosa 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76
Gafrarium disper 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33
Gafrarium divaricatum 36 0.1532 14.69 0.725 42.65 57.34
Tapes bruguieri 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76
Tapes sp. 5 0.0213 2.04 0.125 7.35 9.39
Sp.1 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Sp.2 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Total 235 1.0426 100.00 1.7 100.00
Secara umum kondisi lingkungan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau
Tarahan ditunjukkan dalam tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 5 Parameter kualitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel bivalvia
Stasiun Parameter Unit
I II III IV
Standar Baku Mutu * Fisik
Kedalaman Cm 30-35 12-24 20-100 100-150 -
Suhu ºC 34 32 30 32 26-32
TSS Mg/l 0.173 0.105 0.121 0.111 ≤ 23
Salinitas ‰ 32 31 31 31 30-34
Kimia
pH Skala 8-9 11-12 8 8 6.5-8.5
COD Mg/l 40 44 16 64 ≤ 50
BOD Mg/l 5.78 2.20 0.83 1.65 ≤ 20
DO Mg/l 7.49 7.83 6.47 7.33 ≥ 5
Logam
Ca ppm 438.68 373.65 349.41 344.99 200-400
PB ppm 0.259 0.259 0.493 0.727 ≤ 0.01
Substrat Padang lamun Karang Pasir dan pecahan
cangkang serta karang Karang -
* Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut
Pada stasiun I yang merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun
memiliki vegetasi lamun seperti Enhalus
acoroides dan vegetasi rumput laut seperti Sargassum sp. dan Padina sp. (Lampiran 3)
PEMBAHASAN
Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah stasiun III dengan
kepadatan spesies yang tertinggi yaitu P.
viridis. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak. Sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada stasiun II. Hal ini menunjukkan bahwa
rendahnya kepadatan bivalvia di stasiun tersebut disebabkan kondisi habitat yang kurang mendukung.
P. viridis memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun III dan IV yang terletak di pesisir Pulau Panjang. Hal ini berkaitan dengan faktor lingkungan tempat tinggal spesies tersebut. P. viridis terdapat dalam jumlah yang berlimpah disepanjang pantai Indonesia. P. viridis hidup di daerah pasang surut dan sub tidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya.
Menurut NIMPIS (2002), P. viridis
dasar kapal, pelampung dan benda keras yang lain. P. viridis memiliki toleransi terhadap salinitas dan temperatur yang tinggi.Pada
stasiun III dan IV terdapat kapal-kapal yang berlabuh dan terdapat benda-benda keras untuk melekatnya P. viridis, sehingga banyak
ditemukan gerombolan P. viridis diantara
kapal-kapal yang berlabuh tersebut.
Menurut Buddo (2003), P. viridis
merupakan spesies yang bersaing secara sempurna untuk mendominasi substratnya dan mengalahkan spesies lain dalam hal ruang dan makanan. Jenis substrat yang sesuai untuk P. viridis meliputi dermaga, dinding dermaga, batang kayu tua yang tergenangi air laut, perahu, ember plastik, dan pipa PVC.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung, Pulau Panjang merupakan lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya P. viridis. Hal ini dibuktikan bahwa
telah tersedia benih alami P. viridis di
perairan ini, yang menandakan bahwa kondisi ekologis di perairan tersebut sesuai untuk budidaya P. viridis (Daniri 2006).
G. divaricatum memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun II dan stasiun I yang
terletak di pulau Tarahan. G. divaricatum
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungannya, sehingga G. divaricatum
dapat hidup di pecahan karang, terumbu karang, padang lamun, dan pasir. Menurut
Dilwyn (2007), G. divaricatum merupakan
spesies yang dapat hidup pada hábitat berupa paparan terumbu dan padang lamun. Menurut
Chou dan Tan (2000), Gafrarium
membenamkan dirinya di pasir yang tergenang air laut dan terkadang ditemukan di bawah pecahan-pecahan karang mati.
Perbedaan substrat antar stasiun memperlihatkan pengaruh yang kecil terhadap variasi nilai kegemukan dan tinggi relatif
cangkang. G. divaricatum memiliki variasi
nilai kegemukan dan tinggi relatif yang tinggi pada stasiun I, sedangkan P. viridis memiliki variasi nilai kegemukan dan tinggi relatif yang tinggi pada stasiun III. Hal ini lebih didasari pada habitat yang lebih disukai untuk hidup kedua spesies tersebut. Nilai kegemukan pada G. divaricatum meningkat seiring dengan pertambahan cangkang, sedangkan tinggi relatifnya menurun. Nilai kegemukan pada P. viridis menurun seiring dengan pertambahan cangkang, hal ini terlihat pula pada tinggi relatifnya yang menurun seiring dengan pertambahan cangkang.
Pada setiap stasiun memiliki nilai keanekaragaman (H’) yang rendah, yaitu kurang dari 3.32 yang berarti jumlah spesies yang menempati daerah tersebut tidak banyak. Indeks keseragaman tertinggi berada pada stasiun II dan yang terendah pada stasiun III. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun III dan yang terendah pada stasiun II. Semakin kecil nilai keseragaman mengindikasikan adanya dominansi yang menyebabkan penyebaran jenis tidak merata. Spesies yang
mendominasi adalah P. viridis. Adanya
dominansi menunjukkan kondisi lingkungan di wilayah tersebut sangat menguntungkan
dalam mendukung pertumbuhan populasi (P.
viridis).
Hasil perhitungan indeks similaritas menunjukkan bahwa terdapat kesamaan nilai tertinggi pada stasiun II-III, II-IV, dan III-IV. Stasiun II-III memiliki spesies-spesies seperti Gafrarium disper, G. divaricatum, dan Tapes bruguieri. Stasiun II-IV memiliki spesies yang sama seperti Mactra plicataria, Brachiodontes bilocularis, dan G. divaricatum. Stasiun III-IV memiliki spesies yang sama seperti P. viridis dan G. divaricatum. Nilai kemiripan yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa keseragaman jenis pada suatu komunitas cenderung sama (Brower & Zar 1977). Tingginya nilai ini kemungkinan disebabkan oleh kemiripan substrat dari stasiun II, III, dan IV yaitu berupa pecahan cangkang dan serpihan karang pada stasiun II dan stasiun IV, substrat pasir dengan pecahan cangkang pada stasiun III.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi
terdapat pada jenis P. viridis. Jenis ini
ditemukan melimpah pada daerah pengamatan dengan karakteristik habitat perairan berupa pasir, pecahan cangkang, dan karang. INP terendah ditemukan pada Barbatia antiquata. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya penyebaran dan keberadaan jenis-jenis tersebut. INP terendah juga didapat pada Sp.1 dan Sp.2, hal ini lebih cenderung pada tidak teridentifikasinya 2 individu tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
P. viridis dan G. divaricatum memiliki total jumlah individu terbanyak dari 4 stasiun di Pulau Panjang dan Pulau Tarahan yaitu 159 dan 36. Keanekaragaman bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan berada dalam kondisi yang relatif rendah.
Nilai kegemukan dan tinggi relatif G.
divaricatum dan P. viridis tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungannya.
Saran
Penelitian lebih lanjut dilakukan pada perairan yang lebih luas secara berkala untuk melihat struktur komunitas moluska yang lebih mewakili.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbott RT, Morris PA. 1995. A Field Guide
to Shells of The Atlantic and Gulf Coasts and The West Indies. Fourth Edition. New York: Houghton Mifflin Company.
Alaerts G, Santika SS. 1984. Metode
Penelitian Air. Surabaya: Usaha nasional.
Bengen DG. 2001. Sinopsis Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Bogor.
_________. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB, Bogor.
Brower JE, Zar JH. 1977. Field and
Laboratory Method for General Ecology. 151-169. Wm. C Brown Publishing: Dubuque. Iowa.
Buddo D. 2003. The Biology and Ecology of the Invasive Indo-Pacific Green Mussel, Perna viridis in Kingston Harbour,
Jamaica. [Terhubung Berkala]. http:
www.
chm.nhd@cwjamaica.com/BiologiandEc ology.html[20 November 2008].
Chou LM, Tan KS. 2000. A Guide to the Common Seashells of Singapore. [Terhubung Berkala]. http: www.wildsingapore.com/wildfacts/mollus
ca/bivalvia/veneridae/veneridae.html[20 November 2008].
Clesceri LS, Greenberg AE, Eaton AD. 1998. STANDARD METHODS for the Examination of Water and Wastewater.
20th Edition. Washington DC: American
Public Health Association.
Cox GW. 2002. General Ecology Laboratory
Manual 8th Ed. USA: The McGraw-Hill
Companies.
Daniri. 2006. Banten Sentra Budidaya Kekerangan Di Indonesia. [Terhubung berkala]. http: www.madani-ri.com.php?id=Banten.html [4 Agustus 2008].
Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesia shells). Jakarta: PT. Sarana Graha.
________. 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesia shells II). Jakarta: PT. Sarana Graha.
________. 2005. Recent and Fossil
Indonesian Shells. Indonesia: PT. Ikrar Mandiri Abadi.
Hariyadi S, Suryadiputra INN, Widigdo B.
2008. LIMNOLOGI: Metode Analisa
Kualitas Air. Bogor: Laboratorium Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis
Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
Irawan I. 2008. Struktur Komunitas Moluska
(Gastropoda dan Bivalvia) serta Distribusinya di Pulau Burung dan Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu [Skripsi]. Bogor: Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
[MENKLH] Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1988. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor
KEP-02/MENKLH/1/1988. [Terhubung Berkala].
http:www.iipsonline.com/KEP_MLH_02_ 1988_IND.html [10 Desember 2008].
Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology.
Harper Collins Publisher. Columbia. xi + 444h.
Magurran AE. 1987. Ecologycal Diversity anf Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press.
NIMPIS. 2002. Asian Green Mussel: Perna
viridis. [Terhubung Berkala]. http: www.issg.org/database/species/ecology.as p[20 November 2008].
Putra R. 2008. Variasi Morfologi Cangkang
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Setyobudiandi I, Bergen DG, Damar A. 1996. Keanekaragaman & Distribusi Makrozoobentos di Perairan Teluk Cilegon. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan &
Perikanan Indonesia (1996). IV (2) : 49-64.
Lampiran 1 Stasiun pengambilan contoh bivalvia
Stasiun I Padang Lamun, Pulau Tarahan
Stasiun II Karang, Pulau Tarahan
Stasiun III Dermaga, Pulau Panjang
Lampiran 2 Bivalvia yang ditemukan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan
Famili Arciidae
Barbatia antiquata Famili Cardiidae
Trachycardium pectiniforme Famili Mactridae
Mactra plicataria Famili Mytilidae
Perna viridis Brachiodontes bilocularis Famili Semelidae
Famili Tellinidae
Tellina rugosa Famili Veneridae
Gafrarium divaricatum Gafrarium disper
Tapes bruguieri Tapes sp.
Keterangan:
Semua bivalvia yang ditemukan dapat dimakan.(edible) Nama daerah dari P. viridis : kerang hijau
G. divaricatum : remis
Lampiran 3 Gambar lamun dan rumput laut yang ditemukan di stasiun I Pulau Tarahan
Enhalus acoroides Sargassum sp
Lampiran 4 Metode untuk analisis kualitas perairan
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik secara biokimia, sehingga juga dapat diartikan sebagai ukuran bahan yang dapat dioksidasi melalui proses biokimia. Penentuan BOD ini dilakukan dengan cara menghitung kadar oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang terlarut di perairan dalam waktu 5 hari. Prosedur penentuan BOD adalah sebagai berikut:
Ambil contoh air sebanyak 1-2 liter.
Tingkatkan kadar oksigen air tersebut dengan aerasi menggunakan aerator baterai selama 15 menit.
Pindahkan air tersebut ke dalam botol BOD gelap dan BOD terang sampai meluap dan
jangan sampai terjadi gelembung udara, tutup kembali.
Air dalam BOD terang langsung dianalisis kadar oksigen terlarutnya (DO1). Air dalam
BOD gelap diinkubasi dalam BOD-inkubator pada suhu 20ºC. Setelah 5 hari, tentukan kadar oksigen terlarut dalam botol gelap ini (DO5). Penentuan kadar oksigen terlarut ini
bisa dilakukan secara titrimetrik atau dengan menggunakan DO-meter.
Perhitungan :
BOD5 = (DO1 – DO5) x faktor pengenceran
(Hariyadi 2008).
1. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (DO-Dissolved Oxygen) adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya, dan difusi dari udara. Kadar oksigen dalam air dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu dengan cara titrasi dan dengan penggunaan alat ukur elektronik yang disebut DO-meter (Alaerts 1984). Penentuan oksigen secara titrasi dilakukan dengan metode standar Winkler, yaitu:
Pindahkan contoh air ke dalam botol BOD sampai meluap, jangan sampai terjadi
gelembung udara, kemudian tutup kembali.
Tambahkan 0.5ml Sulfamic acid dengan pipet di bawah permukaan, tutup dan aduk
dengan membolak-balik botol.
Tambahkan 1ml Mangan Sulfat (MnSO4), dan 1ml NaOH+KI. Tutup dengan hati-hati
dan aduk dengan membolak-balik botol ±20 kali. Biarkan beberapa saat hingga endapan coklat terbentuk sempurna.
Tambahkan 1ml H2SO4 pekat dengan hati-hati, aduk dengan cara yang sama hingga
semua endapan larut.
Ambil 100ml air contoh dari botol BOD tersebut, masukkan dalam Erlenmeyer, usahakan
jangan sampai terjadi aerasi.
Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua ke kuning
muda. Tambahkan 3-4 tetes indikator hingga terbentuk warna biru. Lanjutkan titrasi dengan Na-thiosulfat hingga tepat tidak berwarna (bening).
Perhitungan: (Hariyadi 2008) ) ( ) ) ( ) 1000 )( 8 mlbotolBOD rpakai mlsampel ( )( )( ( / 2 mlreagente mlbotolBOD thiosulfat Na Normalitas mltitran l mgO − − =
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Sama halnya dengan BOD, COD juga digunakan menduga jumlah bahan organik yang dapat dioksidasi secara kimia. Nilai COD akan meningkat sejalan dengan meningkatnya niali bahan organic di perairan. Metode penentuan COD yang diterapkan adalah modifikasi dari metode standar Refluks yaitu dengan metode Heat of dilution procedure (Pemanasan dengan asam sulfat) (Alaerts 1984). Pada metode ini tidak memerlukan pemanasan langsung di atas api, sebagai gantinya adalah pemanasan dengan menggunakan H2SO4
pekat pada air contoh, sebagai berikut:
Cuci bersih Erlenmeyer 125ml hingga bebas bahan organik
Tambahkan 2.5ml K2Cr2O7, aduk.
Tambahkan dengan hati-hati 7.5ml H2SO4 pekat (gunakan ruang asam) kemudian
diaduk. Setelah itu, tutup Erlenmeyer dengan kaca arloji dan biarkan selama 30 menit.
Encerkan dengan menambahkan 5ml akuades bebas ion, aduk.
Tambahkan 2-3 tetes indikator ferroin, kemudian titrasi dengan FAS hingga terjadi
perubahan warna dari kuning-orange atau biru-kehijauan menjadi merah-kecoklatan.
Buat larutan blanko dengan menggunakan 5 ml akuades, kemudian tambahkan
pereaksi-pereaksi seperti prosedur sebelumnya.
Perhitungan:
Keterangan:
B : Volume FAS yang digunakan dalam larutan blanko (ml) S : Volume FAS yang digunakan dalam contoh air (ml) N : Normalitas FAS
(Hariyadi 2008)
mlsampel N S B l mg
COD ( / ) =( − )× ×8×1000
3. TSS (Total Suspended Solid)
Total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm (Clesceri 1999). Cara penentuan TSS ini dilakukan dengan metode gravimetrik. Prosedur penentuan TSS adalah sebagai berikut:
Siapkan filter Millipore dengan porositas 0.45µm dan vacuum pump. Timbang filter
tersebut (B mg).
Ambil 100ml contoh air dengan gelas ukur, aduk, kemudian saring dengan menggunakan
filter yang telah ditimbang dibantu oleh vacuum pump.
Keringkan filter dan residu dalam oven 103-105ºC selama paling sedikit 1 jam, dinginkan dalam dessikator, timbang (A mg)
Perhitungan:
sampel ml B A
TSS =( − ) 1000
Lampiran 5 Metode untuk analisis kadar logam pada air
Analisis kadar Ca (kalsium) dan Pb (timbal) dilakukan menggunakan teknik analisis spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrophotometer, AAS), yaitu:
1. Analisis kadar logam Ca pada air
Logam Kalsium (Ca) merupakan logam yang penting bagi bivalvia dalam proses perkembangan cangkangnya. Analisis kadar logam Ca (kalsium) pada air, yaitu:
Contoh air dari tiap stasiun diencerkan 30 kali terlebih dulu, kemudian contoh air tersebut diambil 5ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Siapkan larutan standar Ca dengan kadar 0 ppm, 2ppm, 4ppm, dan 8ppm.
Larutan standar diukur terlebih dahulu kemudian dibuat kurva kalibrasi.
Contoh air diukur kadar kalsiumnya menggunakan AAS pada panjang gelombang
422.7nm dengan suhu 2450K. 2. Analisis kadar logam Pb pada air
Salah satu logam berat yang beracun dan berbahaya yang banyak ditemukan sebagai pencemar dan cenderung mengganggu kelangsungan hidup organisme perairan yang ada adalah logam timbal (Pb). Adanya persenyawaan timbal yang masuk ke dalam ekosistem menjadi sumber pencemaran dan dapat berpengaruh terhadap biota perairan karena toksisitasnya tinggi. Berikut adalah metode analisis kadar logam Pb pada air, yaitu:
Contoh air dari tiap stasiun diencerkan 30 kali terlebih dulu, kemudian contoh air tersebut diambil 5ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Siapkan larutan standar Pb dengan kadar 0.5 ppm, 1.5 ppm, 2.5 ppm, dan 3.5 ppm. Larutan standar diukur terlebih dahulu kemudian dibuat kurva kalibrasi.
Contoh air diukur kadar timbalnya menggunakan AAS pada panjang gelombang 217nm
STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PESISIR PANTAI
PULAU PANJANG DAN PULAU TARAHAN, BANTEN SERTA
VARIASI UKURAN CANGKANGNYA
ESTI ASTUTI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
EstiAstuti. Struktur Komunitas Bivalvia di Pesisir Pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta Variasi Ukuran Cangkangnya. Dibimbing oleh Djoko Waluyo dan Tri Heru Widarto.
PesisirPulau Panjang dan Pulau Tarahan memiliki substrat bervariasi yang terdiri dari pasir
dan terumbu karang. Hal ini memungkinkan adanya komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta variasi ukuran cangkangnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2008 hingga September 2008. Pengambilan contoh bivalvia dilakukan dengan metode transek kuadrat secara acak. Nilai keanekaragaman jenis (H’) berkisar antara 0.45-1.59, nilai keseragaman (E) berkisar antara 0.10-0.48, nilai dominansi (C) berkisar antara 0.24-0.78, dan nilai kemiripan jenis berkisar antara 0.18-0.50.
Gafrarium divaricatum memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 43.60% dan 66.28%, sedangkan tinggi relatif bervariasi antara 80.66% dan 93.49%. Perna viridis memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 19.09% dan 38.67%, sedangkan tinggi relatif bervariasi antara 38.17% dan 71.60%.
Kata kunci : Struktur komunitas, Bivalvia, Variasi ukuran cangkang.
ABSTRACT
Esti Astuti. Community Structure of Bivalve in Coastal Area of Panjang Island and Tarahan Island, Banten and Variation of Shell’s size measure. Guided by Djoko Waluyo and Tri Heru Widarto.
Coastal areas of Panjang island and Tarahan island has variety of substrates such as sand, and coral reef. This made possible the existence of bivalve community in this areas. The research was purposed to know the community structure of bivalves in the areas and the variation of shell size. This research had been done in May 2008 until September 2008. Samples of bivalve were taken by using randomly kuadrant transect method. The diversity index are ranged from 0.45 to 1.59, evenness index are ranged from 0.10 to 0.48, dominant index are ranged from 0.24 to 0.78, and similarity index are ranged from 0.18 to 0.50. Gafrarium divaricatum has obesity value (%Obesity) are ranged from 43.60% to 66.28%, while the relative height are ranged from 80.66% to 93.49%. Perna viridis has obesity value (%Obesity) are ranged from 19.09% to 38.67%, while the relative height are ranged from 38.17% to 71.60%.
Jumlah spesiesnya yaitu lebih dari 80.000 spesies yang masih hidup dan 35.000 spesies yang telah menjadi fosil. Moluska merupakan hewan berbadan lunak dan simetris bilateral. Moluska umumnya hidup bebas, beberapa melekat pada karang, cangkang, ataupun kayu, beberapa membenamkan diri pada lumpur ataupun di dasar perairan.
Klas Bivalvia merupakan moluska yang bercangkang setangkup yang pada umumnya simetri bilateral dengan kaki berbentuk seperti kapak (Pelecypoda). Kedua cangkangnya dapat dibuka-tutup dengan memfungsikan otot aduktor dan reduktornya. Pada bagian dorsal terdapat gigi engsel dan ligamen, mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Anggota klas ini mempunyai cara hidup yang beragam, ada yang berenang dengan aktif. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam, serta rawa.
Bivalvia merupakan hewan filter feeder. Makanannya berupa partikel organis bersama-sama dengan air dihisap oleh siphon dan disaring melalui insang. Cangkang bivalvia berguna untuk bahan lukisan, hiasan, perhiasan, ukiran, cangkang kerang yang telah mati banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan ubin teraso, bahan tambahan pakan ternak, dan bahan utama pembuatan Portland cement (Dharma 1988).
Cangkang Bivalvia menyatu di bagian dorsal karena adanya ligamen sendi. Sebagian besar cangkang tersebut terbuat dari kalsium karbonat, yaitu sekitar 89-99%, 1-2% fosfat,
air dan bahan organik conchiolin,
memungkinkan bivalvia dapat bertahan ribuan
tahun dalam tanah. Penelitian terhadap
cangkang moluska bisa pula untuk mengetahui beberapa hal, seperti perkembangan spesies dan lingkungan hidup (Abbott 1955).
Wilayah pesisir merupakan pusat interaksi antara darat dengan laut. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring di antara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk. Wilayah pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, wilayah pesisir juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting,
laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002).
Sebagian besar moluska bercangkang hidup di daerah pesisir atau zona litoral (pasang-surut), dengan arus yang relatif tenang dan disinari oleh matahari yang cukup (Abbott 1955). Pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan merupakan ekosistem yang mempunyai substrat bervariasi diantaranya pasir dan batu karang. Hal ini memungkinkan adanya komunitas moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta variasi ukuran cangkangnya.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan September 2008. Pengambilan contoh moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan Bojonegara-Cilegon, Banten. Identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Malakologi-LIPI, Cibinong. Uji kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan (PROLING) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Analisis kadar logam pada air dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak FAPET IPB. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi FMIPA IPB.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penyimpanan spesimen moluska air laut adalah alkohol 40%. Uji kualitas air menggunakan bahan seperti K2Cr2O7, H2SO4,
akuades non-ion, indikator ferroin, FAS, filter Millipore 0.45µm, sulfamicacid, NaOH + KI, MnSO4.H2O, Na-thiosulfat, dan amilum. Uji
Jumlah spesiesnya yaitu lebih dari 80.000 spesies yang masih hidup dan 35.000 spesies yang telah menjadi fosil. Moluska merupakan hewan berbadan lunak dan simetris bilateral. Moluska umumnya hidup bebas, beberapa melekat pada karang, cangkang, ataupun kayu, beberapa membenamkan diri pada lumpur ataupun di dasar perairan.
Klas Bivalvia merupakan moluska yang bercangkang setangkup yang pada umumnya simetri bilateral dengan kaki berbentuk seperti kapak (Pelecypoda). Kedua cangkangnya dapat dibuka-tutup dengan memfungsikan otot aduktor dan reduktornya. Pada bagian dorsal terdapat gigi engsel dan ligamen, mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Anggota klas ini mempunyai cara hidup yang beragam, ada yang berenang dengan aktif. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam, serta rawa.
Bivalvia merupakan hewan filter feeder. Makanannya berupa partikel organis bersama-sama dengan air dihisap oleh siphon dan disaring melalui insang. Cangkang bivalvia berguna untuk bahan lukisan, hiasan, perhiasan, ukiran, cangkang kerang yang telah mati banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan ubin teraso, bahan tambahan pakan ternak, dan bahan utama pembuatan Portland cement (Dharma 1988).
Cangkang Bivalvia menyatu di bagian dorsal karena adanya ligamen sendi. Sebagian besar cangkang tersebut terbuat dari kalsium karbonat, yaitu sekitar 89-99%, 1-2% fosfat,
air dan bahan organik conchiolin,
memungkinkan bivalvia dapat bertahan ribuan
tahun dalam tanah. Penelitian terhadap
cangkang moluska bisa pula untuk mengetahui beberapa hal, seperti perkembangan spesies dan lingkungan hidup (Abbott 1955).
Wilayah pesisir merupakan pusat interaksi antara darat dengan laut. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring di antara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk. Wilayah pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, wilayah pesisir juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting,
laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002).
Sebagian besar moluska bercangkang hidup di daerah pesisir atau zona litoral (pasang-surut), dengan arus yang relatif tenang dan disinari oleh matahari yang cukup (Abbott 1955). Pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan merupakan ekosistem yang mempunyai substrat bervariasi diantaranya pasir dan batu karang. Hal ini memungkinkan adanya komunitas moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta variasi ukuran cangkangnya.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan September 2008. Pengambilan contoh moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan Bojonegara-Cilegon, Banten. Identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Malakologi-LIPI, Cibinong. Uji kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan (PROLING) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Analisis kadar logam pada air dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak FAPET IPB. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi FMIPA IPB.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penyimpanan spesimen moluska air laut adalah alkohol 40%. Uji kualitas air menggunakan bahan seperti K2Cr2O7, H2SO4,
akuades non-ion, indikator ferroin, FAS, filter Millipore 0.45µm, sulfamicacid, NaOH + KI, MnSO4.H2O, Na-thiosulfat, dan amilum. Uji
digunakan botol BOD, refraktometer, vacuum pump, dessikator, dan neraca. Untuk uji kadar
logam pada air digunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometry).
Pengambilan dan Identifikasi Contoh Moluska
Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 4 stasiun yaitu Stasiun I yang terletak di Pulau Tarahan merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun, Stasiun II terletak di pulau Tarahan merupakan daerah pesisir dengan paparan terumbu karang, Stasiun III terletak di Pulau Panjang merupakan daerah dengan hamparan pasir, serpihan karang dan serpihan cangkang kerang, Stasiun IV terletak di pulau Panjang merupakan daerah pesisir dengan paparan batu karang dan dekat dengan pemukiman penduduk (Lampiran 1).
Pengambilan contoh moluska dilakukan dengan metode transek kuadran. Pada stasiun yang berbeda dibuat 10 titik kuadran dengan tiap-tiap kuadran memiliki ukuran 1mx1m. Contoh moluska yang berada dalam kuadran tersebut diambil dan disimpan dalam plastik yang telah berisi alkohol 40%, kemudian contoh yang telah dikumpulkan tersebut diambil cangkangnya dan diidentifikasi.
Identifikasi moluska dengan melihat ukuran dan bentuk cangkang dengan menggunakan buku acuan Dharma (1992 & 2005). Selanjutnya diverifikasi dengan koleksi Laboratorium Malakologi LIPI.
Pengukuran Cangkang Bivalvia, Pengukuran Faktor Lingkungan, dan Analisis Struktur Komunitas
Setelah dilakukan identifikasi kemudian dilakukan pengukuran terhadap cangkang dari spesies yang memiliki jumlah terbanyak dengan menggunakan jangka sorong. Pengukurannya meliputi panjang cangkang (SL), lebar cangkang (SW), dan tinggi cangkang (SH) (Gambar 1) (Widarto 2007). Setelah itu, dihitung nilai kegemukan (Obesity) dan tinggi relatif (Relative Height). Nilai kegemukan (O) cangkang adalah nisbah antara lebar dan panjang cangkang, sedangkan nilai tinggi relatif adalah nisbah antara tinggi dan panjang cangkang (Putra 2008).
[image:30.595.326.509.88.205.2]Gambar 1 Pengukuran terhadap cangkang
Bivalvia (Widarto 2007)
Untuk mengukur kondisi lingkungan di setiap stasiun digunakan beberapa parameter sebagai berikut: pH, suhu, kedalaman, salinitas, dan substrat secara visual. Untuk
pengukuran TSS (Total Suspended Solid)
digunakan metode Gravimetrik (Clesceri 1998; Hariyadi 2008). Untuk pengukuran
COD digunakan metode Reflux, Heat of
Dilution Procedure (Alaerts 1984; Hariyadi
2008). Untuk pengukuran BOD5 dan DO
digunakan metode Titrasi Winkler (Alaerts 1984; Hariyadi 2008) (Lampiran 4). Sedangkan untuk pengukuran kadar logam Ca dan Pb pada air laut menggunakan metode AAS (Harmita 2006) (Lampiran 5).
Analisis Struktur Komunitas meliputi kepadatan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan pengelompokan habitat dengan rumus sebagai berikut:
1. Kepadatan
Kepadatan Moluska didapatkan dengan menghitung jumlah individu/luas dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
D = kepadatan moluska (ind./m2) Ni = jumlah individu spesies moluska A = luas total (m2)
2. Keanekaragaman
Rumus untuk menghitung keanekaragaman digunakan indeks
Shannon-Wiener (Magurran 1987) dengan persamaan: H′ = -∑Pi ln Pi
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu total
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) adalah:
H’≤ 3.32 : keanekaragaman rendah
3.32 <H’< 9.97 : keanekaragaman sedang
H’≥ 9.97 : keanekaragaman tinggi
A Ni
3. Keseragaman
Perbandingan keanekaragaman dengan keanekaragaman maksimum dinyatakan sebagai keseragaman komunitas. Indeks keseragaman (Magurran 1987) yaitu:
Keterangan:
E = indeks keseragaman H’ = indeks keanekaragaman Hmaks = ln S
S = jumlah spesies
4. Dominansi
Dominansi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:
C = ∑(Pi)2
Keterangan:
C = indeks dominansi Pi = ni/N
5. Pengelompokan Habitat
Indeks similaritas Sorensen (Cox 2002) digunakan untuk membandingkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kesamaan antar spesies. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
Is = indeks similaritas Sorensen
A = jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun A
B = jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun B
W = jumlah jenis yang sama pada kedua stasiun
6. Kerapatan (K) dan Kerapatan relatif (KR) Rumus yang digunakan adalah:
spesies individu Total spesies satu individu Jumlah K=
100%
tan ker tan x apa Total spesies satu Kerapa
KR=
7. Frekuensi (F) dan Frekuensi relatif (FR) Rumus yang digunakan adalah:
n keseluruha titik Jumlah spesies satu ya ditemukann titik Jumlah
F=
% 100 x spesies tiap frekuensi Total spesies satu Frekuensi
FR=
8. Indeks Nilai Penting (INP) Rumus yang digunakan adalah:
INP = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif
HASIL
[image:31.595.97.511.474.704.2]Hasil identifikasi menunjukkan bahwa di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan terdapat 235 individu yang terdiri dari 7 famili dan 11 spesies, serta 2 individu yang tidak berhasil diidentifikasi. (Lampiran 2). Tabel 1 memperlihatkan jumlah individu yang ditemukan dan berhasil diidentifikasi.
Tabel 1 Jumlah individu bivalvia yang ditemukan pada tiap stasiun di pesisir Pulau Panjang dan Pulau Tarahan
Stasiun Jumlah Nama Famili dan Spesies
I II III IV Total
Arciidae
Barbatiaantiquate 1 - - - 1
Cardiidae
Trachycardiumpectiniforme 15 - - - 15
Mactridae
Mactraplicataria - 2 - 2 4
Mytilidae
Brachiodontes bilocularis - 2 - 5 7
Perna viridis - - 87 72 159
Semelidae
Semele crenulata 2 4 - - 6
Tellinidae
Tellina rugosa 2 - - - 2
Veneridae
Gafrarium disper 3 2 1 - 6
Gafrarium divaricatum 11 12 9 4 36
Tapes bruguieri - 2 - - 2
Tapes sp. - 3 2 - 5
Sp 1. 1 - - - 1
Sp 2. - 1 - - 1
Jumlah individu 35 28 99 83 235
Jumlah spesies 7 8 4 4 13
P. viridis dan G. divaricatum memiliki total jumlah individu terbanyak dari 4 stasiun di Pulau Panjang dan Pulau Tarahan yaitu 159 dan 36. Nilai kepadatan tertinggi untuk P.
viridis terdapat pada stasiun III (Gambar 2), sedangkan nilai kepadatan tertinggi untuk G. divaricatum terdapat pada stasiun II (Gambar 3).
Hmaks H E= '
Gambar 2 Grafik kepadatan P. viridis
Gambar 3 Grafik kepadatan G. divaricatum G. divaricatum memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 43.60% dan
66.28% dengan nilai R2 = 0.32 terhadap
panjang, sedangkan tinggi relatif cangkang bervariasi antara 80.66% dan 93.49% dengan
nilai R2 = 0.05 (Gambar 4). P. viridis
memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 19.09% dan 38.67% dengan nilai R2 = 0.06 terhadap panjang, sedangkan tinggi relatif cangkang bervariasi antara
[image:32.595.118.291.233.315.2]38.17% dan 71.60% dengan nilai R2 = 0.41
(Gambar 5). Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa faktor substrat tiap stasiun memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap nilai kegemukan (%Obesitas) dan tinggi relatif (%RH) cangkang bivalvia.
Gambar 4 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas G. divaricatum di tiap stasiun
Gambar 5 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas P. viridis di tiap stasiun Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan kepadatan pada tiap stasiun
pengambilan sampel. Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi
terdapat pada stasiun III (9.9 ind/m2),
sedangkan terendah terdapat pada stasiun II
(2.8 ind/m2). Hasil perhitungan indeks
Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada masing-masing stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Kepadatan (D), Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada tiap stasiun
Stasiun Indeks
I II III IV
D 3.5 2.8 9.9 8.3
H′ 1.45 1.59 0.45 0.52
E 0.41 0.48 0.10 0.11
C 0.29 0.24 0.78 0.76
Hasil perhitungan indeks similaritas
menunjukkan bahwa terdapat kesamaan nilai tertinggi pada stasiun II-III, II-IV, dan III-IV dengan nilai sebesar 0.50. Nilai terendah terdapat pada stasiun I-IV. Secara umum hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Matriks indeks similaritas bivalvia pada tiap stasiun
Stasiun I II III IV
I - 0.40 0.36 0.18
II - - 0.50 0.50
III - - - 0.50
Hasil perhitungan kerapatan(K), kerapatan relatif (KR%), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR%), dan indeks nilai penting (INP)
menunjukkan bahwa P. viridis merupakan
[image:32.595.322.506.554.596.2]Tabel 4 Indeks nilai penting tiap jenis bivalvia
Spesies ∑ K KR F FR INP
Barbatia antiquata 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Trachycardium pectiniforme 15 0.0638 6.12 0.1 5.88 12.00
Mactra plicataria 4 0.0170 1.63 0.1 5.88 7.51
Brachiodontes bilocularis 7 0.0298 2.86 0.125 7.35 10.21
Perna viridis 159 0.6766 64.90 0.15 8.82 73.72
Semele crenulata 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33
Tellina rugosa 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76
Gafrarium disper 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33
Gafrarium divaricatum 36 0.1532 14.69 0.725 42.65 57.34
Tapes bruguieri 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76
Tapes sp. 5 0.0213 2.04 0.125 7.35 9.39
Sp.1 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Sp.2 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Total 235 1.0426 100.00 1.7 100.00
Secara umum kondisi lingkungan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau
Tarahan ditunjukkan dalam tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 5 Parameter kualitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel bivalvia
Stasiun Parameter Unit
I II III IV
Standar Baku Mutu * Fisik
Kedalaman Cm 30-35 12-24 20-100 100-150 -
Suhu ºC 34 32 30 32 26-32
TSS Mg/l 0.173 0.105 0.121 0.111 ≤ 23
Salinitas ‰ 32 31 31 31 30-34
Kimia
pH Skala 8-9 11-12 8 8 6.5-8.5
COD Mg/l 40 44 16 64 ≤ 50
BOD Mg/l 5.78 2.20 0.83 1.65 ≤ 20
DO Mg/l 7.49 7.83 6.47 7.33 ≥ 5
Logam
Ca ppm 438.68 373.65 349.41 344.99 200-400
PB ppm 0.259 0.259 0.493 0.727 ≤ 0.01
Substrat Padang lamun Karang Pasir dan pecahan
cangkang serta karang Karang -
* Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut
Pada stasiun I yang merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun
memiliki vegetasi lamun seperti Enhalus
acoroides dan vegetasi rumput laut seperti Sargassum sp. dan Padina sp. (Lampiran 3)
PEMBAHASAN
Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah stasiun III dengan
kepadatan spesies yang tertinggi yaitu P.
viridis. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak. Sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada stasiun II. Hal ini menunjukkan bahwa
rendahnya kepadatan bivalvia di stasiun tersebut disebabkan kondisi habitat yang kurang mendukung.
P. viridis memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun III dan IV yang terletak di pesisir Pulau Panjang. Hal ini berkaitan dengan faktor lingkungan tempat tinggal spesies tersebut. P. viridis terdapat dalam jumlah yang berlimpah disepanjang pantai Indonesia. P. viridis hidup di daerah pasang surut dan sub tidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya.
Menurut NIMPIS (2002), P. viridis
[image:33.595.115.510.374.537.2]Tabel 4 Indeks nilai penting tiap jenis bivalvia
Spesies ∑ K KR F FR INP
Barbatia antiquata 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Trachycardium pectiniforme 15 0.0638 6.12 0.1 5.88 12.00
Mactra plicataria 4 0.0170 1.63 0.1 5.88 7.51
Brachiodontes bilocularis 7 0.0298 2.86 0.125 7.35 10.21
Perna viridis 159 0.6766 64.90 0.15 8.82 73.72
Semele crenulata 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33
Tellina rugosa 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76
Gafrarium disper 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33
Gafrarium divaricatum 36 0.1532 14.69 0.725 42.65 57.34
Tapes bruguieri 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76
Tapes sp. 5 0.0213 2.04 0.125 7.35 9.39
Sp.1 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Sp.2 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88
Total 235 1.0426 100.00 1.7 100.00
Secara umum kondisi lingkungan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau
Tarahan ditunjukkan dalam tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 5 Parameter kualitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel bivalvia
Stasiun Parameter Unit
I II III IV
Standar Baku Mutu * Fisik
Kedalaman Cm 30-35 12-24 20-100 100-150 -
Suhu ºC 34 32 30 32 26-32
TSS Mg/l 0.173 0.105 0.121 0.111 ≤ 23
Salinitas ‰ 32 31 31 31 30-34
Kimia
pH Skala 8-9 11-12 8 8 6.5-8.5
COD Mg/l 40 44 16 64 ≤ 50
BOD Mg/l 5.78 2.20 0.83 1.65 ≤ 20
DO Mg/l 7.49 7.83 6.47 7.33 ≥ 5
Logam
Ca ppm 438.68 373.65 349.41 344.99 200-400
PB ppm 0.259 0.259 0.493 0.727 ≤ 0.01
Substrat Padang lamun Karang Pasir dan pecahan
cangkang serta karang Karang -
* Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut
Pada stasiun I yang merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun
memiliki vegetasi lamun seperti Enhalus
acoroides dan vegetasi rumput laut seperti Sargassum sp. dan Padina sp. (Lampiran 3)
PEMBAHASAN
Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah stasiun III dengan
kepadatan spesies yang tertinggi yaitu P.
viridis. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak. Sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada stasiun II. Hal ini menunjukkan bahwa
rendahnya kepadatan bivalvia di stasiun tersebut disebabkan kondisi habitat yang kurang mendukung.
P. viridis memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun III dan IV yang terletak di pesisir Pulau Panjang. Hal ini berkaitan dengan faktor lingkungan tempat tinggal spesies tersebut. P. viridis terdapat dalam jumlah yang berlimpah disepanjang pantai Indonesia. P. viridis hidup di daerah pasang surut dan sub tidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya.
Menurut NIMPIS (2002), P. viridis
[image:34.595.115.510.374.537.2]dasar kapal, pelampung dan benda keras yang lain. P. viridis memiliki toleransi terhadap salinitas dan temperatur yang tinggi.Pada
stasiun III dan IV terdapat kapal-kapal yang berlabuh dan terdapat benda-benda keras untuk melekatnya P. viridis, sehingga banyak
ditemukan gerombolan P. viridis diantara
kapal-kapal yang berlabuh tersebut.
Menurut Buddo (2003), P. viridis
merupakan spesies yang bersaing secara sempurna untuk mendominasi substratnya dan mengalahkan spesies lain dalam hal ruang dan makanan. Jenis substrat yang sesuai untuk P. viridis meliputi dermaga, dinding dermaga, batang kayu tua yang tergenangi air laut, perahu, ember plastik, dan pipa PVC.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung, Pulau Panjang merupakan lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya P. viridis. Hal ini dibuktikan bahwa
telah tersedia benih alami P. viridis di
perairan ini, yang menandakan bahwa kondisi ekologis di perairan tersebut sesuai untuk budidaya P. viridis (Daniri 2006).
G. divaricatum memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun II dan stasiun I yang
terletak di pulau Tarahan. G. divaricatum
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungannya, sehingga G. divaricatum
dapat hidup di pecahan karang, terumbu karang, padang lamun, dan pasir. Menurut
Dilwyn (2007), G. divaricatum merupakan
spesies yang dapat hidup pada hábitat berupa paparan terumbu dan padang lamun. Menurut
Chou dan Tan (2000), Gafrarium
membenamkan dirinya di pasir yang tergenang air laut dan terkadang ditemukan di bawah pecahan-pecahan karang mati.
Perbedaan substrat antar stasiun memperlihatkan pengaruh yang kecil terhadap variasi nilai kegemukan dan tinggi relatif
cangkang. G. divaricatum memiliki variasi
nilai kegemukan dan tinggi relatif yang tinggi pada stasiun I, sedangkan P. viridis memiliki variasi nilai kegemukan dan tinggi relatif yang tinggi pada stasiun III. Hal ini lebih didasari pada habitat yang lebih disukai untuk hidup kedua spesies tersebut. Nilai kegemukan pada G. divaricatum meningkat seiring dengan pertambahan cangkang, sedangkan tinggi relatifnya menurun. Nilai kegemukan pada P. viridis menurun seiring dengan pertambahan cangkang, hal ini terlihat pula pada tinggi relatifnya yang menurun seiring dengan pertambahan cangkang.
Pada setiap stasiun memiliki nilai keanekaragaman (H’) yang rendah, yaitu kurang dari 3.32 yang berarti jumlah spesies yang menempati daerah tersebut tidak banyak. Indeks keseragaman tertinggi berada pada stasiun II dan yang terendah pada stasiun III. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun III dan yang terendah pada stasiun II. Semakin kecil nilai keseragaman mengindikasikan adanya dominansi yang menyebabkan penyebaran jenis tidak merata. Spesies yang
mendominasi adalah P. viridis. Adanya
dominansi menunjukkan kondisi lingkungan di wilayah tersebut sangat menguntungkan
dalam mendukung pertumbuhan populasi (P.
viridis).
Hasil perhitungan indeks similaritas menunjukkan bahwa terdapat kesamaan nilai tertinggi pada stasiun II-III, II-IV, dan III-IV. Stasiun II-III memiliki spesies-spesies seperti Gafrarium disper, G. divaricatum, dan Tapes bruguieri. Stasiun II-IV memiliki spesies yang sama seperti Mactra plicataria, Brachiodontes bilocularis, dan G. divaricatum. Stasiun III-IV memiliki spesies yang sama seperti P. viridis dan G. divaricatum. Nilai kemiripan yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa keseragaman jenis pada suatu komunitas cenderung sama (Brower & Zar 1977). Tingginya nilai ini kemungkinan disebabkan oleh kemiripan substrat dari stasiun II, III, dan IV yaitu berupa pecahan cangkang dan serpihan karang pada stasiun II dan stasiun IV, substrat pasir dengan pecahan cangkang pada stasiun III.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi
terdapat pada jenis P. viridis. Jenis ini
ditemukan melimpah pada daerah pengamatan dengan karakteristik habitat perairan berupa pasir, pecahan cangk