Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penyimpanan spesimen moluska air laut adalah alkohol 40%. Uji kualitas air menggunakan bahan seperti K2Cr2O7, H2SO4, akuades non-ion, indikator ferroin, FAS, filter Millipore 0.45µm, sulfamicacid, NaOH + KI, MnSO4.H2O, Na-thiosulfat, dan amilum. Uji kadar logam pada air menggunakan bahan seperti standar Ca 0ppm, 2ppm, 4ppm, 8ppm, dan standar Pb 0ppm, 0.5ppm, 1.5ppm, 2.5ppm, 3.5ppm. Alat yang digunakan dalam tahap pengambilan dan penyimpanan contoh adalah kerangka kuadran 1x1m, serok, pinset, label, jangka sorong, kantong plastik, ember, termometer, universal indikator MERCK dengan trayek pH 0-14. Untuk uji kualitas air
Jumlah spesiesnya yaitu lebih dari 80.000 spesies yang masih hidup dan 35.000 spesies yang telah menjadi fosil. Moluska merupakan hewan berbadan lunak dan simetris bilateral. Moluska umumnya hidup bebas, beberapa melekat pada karang, cangkang, ataupun kayu, beberapa membenamkan diri pada lumpur ataupun di dasar perairan.
Klas Bivalvia merupakan moluska yang bercangkang setangkup yang pada umumnya simetri bilateral dengan kaki berbentuk seperti kapak (Pelecypoda). Kedua cangkangnya dapat dibuka-tutup dengan memfungsikan otot aduktor dan reduktornya. Pada bagian dorsal terdapat gigi engsel dan ligamen, mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Anggota klas ini mempunyai cara hidup yang beragam, ada yang berenang dengan aktif. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam, serta rawa.
Bivalvia merupakan hewan filter feeder. Makanannya berupa partikel organis bersama-sama dengan air dihisap oleh siphon dan disaring melalui insang. Cangkang bivalvia berguna untuk bahan lukisan, hiasan, perhiasan, ukiran, cangkang kerang yang telah mati banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan ubin teraso, bahan tambahan pakan ternak, dan bahan utama pembuatan Portland cement (Dharma 1988).
Cangkang Bivalvia menyatu di bagian dorsal karena adanya ligamen sendi. Sebagian besar cangkang tersebut terbuat dari kalsium karbonat, yaitu sekitar 89-99%, 1-2% fosfat,
air dan bahan organik conchiolin,
memungkinkan bivalvia dapat bertahan ribuan
tahun dalam tanah. Penelitian terhadap
cangkang moluska bisa pula untuk mengetahui beberapa hal, seperti perkembangan spesies dan lingkungan hidup (Abbott 1955).
Wilayah pesisir merupakan pusat interaksi antara darat dengan laut. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring di antara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk. Wilayah pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, wilayah pesisir juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting,
laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002).
Sebagian besar moluska bercangkang hidup di daerah pesisir atau zona litoral (pasang-surut), dengan arus yang relatif tenang dan disinari oleh matahari yang cukup (Abbott 1955). Pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan merupakan ekosistem yang mempunyai substrat bervariasi diantaranya pasir dan batu karang. Hal ini memungkinkan adanya komunitas moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan, Banten serta variasi ukuran cangkangnya.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan September 2008. Pengambilan contoh moluska di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan Bojonegara-Cilegon, Banten. Identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Malakologi-LIPI, Cibinong. Uji kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan (PROLING) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Analisis kadar logam pada air dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak FAPET IPB. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi FMIPA IPB.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penyimpanan spesimen moluska air laut adalah alkohol 40%. Uji kualitas air menggunakan bahan seperti K2Cr2O7, H2SO4, akuades non-ion, indikator ferroin, FAS, filter Millipore 0.45µm, sulfamicacid, NaOH + KI, MnSO4.H2O, Na-thiosulfat, dan amilum. Uji kadar logam pada air menggunakan bahan seperti standar Ca 0ppm, 2ppm, 4ppm, 8ppm, dan standar Pb 0ppm, 0.5ppm, 1.5ppm, 2.5ppm, 3.5ppm. Alat yang digunakan dalam tahap pengambilan dan penyimpanan contoh adalah kerangka kuadran 1x1m, serok, pinset, label, jangka sorong, kantong plastik, ember, termometer, universal indikator MERCK dengan trayek pH 0-14. Untuk uji kualitas air
digunakan botol BOD, refraktometer, vacuum pump, dessikator, dan neraca. Untuk uji kadar
logam pada air digunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometry).
Pengambilan dan Identifikasi Contoh Moluska
Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 4 stasiun yaitu Stasiun I yang terletak di Pulau Tarahan merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun, Stasiun II terletak di pulau Tarahan merupakan daerah pesisir dengan paparan terumbu karang, Stasiun III terletak di Pulau Panjang merupakan daerah dengan hamparan pasir, serpihan karang dan serpihan cangkang kerang, Stasiun IV terletak di pulau Panjang merupakan daerah pesisir dengan paparan batu karang dan dekat dengan pemukiman penduduk (Lampiran 1).
Pengambilan contoh moluska dilakukan dengan metode transek kuadran. Pada stasiun yang berbeda dibuat 10 titik kuadran dengan tiap-tiap kuadran memiliki ukuran 1mx1m. Contoh moluska yang berada dalam kuadran tersebut diambil dan disimpan dalam plastik yang telah berisi alkohol 40%, kemudian contoh yang telah dikumpulkan tersebut diambil cangkangnya dan diidentifikasi.
Identifikasi moluska dengan melihat ukuran dan bentuk cangkang dengan menggunakan buku acuan Dharma (1992 & 2005). Selanjutnya diverifikasi dengan koleksi Laboratorium Malakologi LIPI.
Pengukuran Cangkang Bivalvia, Pengukuran Faktor Lingkungan, dan Analisis Struktur Komunitas
Setelah dilakukan identifikasi kemudian dilakukan pengukuran terhadap cangkang dari spesies yang memiliki jumlah terbanyak dengan menggunakan jangka sorong. Pengukurannya meliputi panjang cangkang (SL), lebar cangkang (SW), dan tinggi cangkang (SH) (Gambar 1) (Widarto 2007). Setelah itu, dihitung nilai kegemukan (Obesity) dan tinggi relatif (Relative Height). Nilai kegemukan (O) cangkang adalah nisbah antara lebar dan panjang cangkang, sedangkan nilai tinggi relatif adalah nisbah antara tinggi dan panjang cangkang (Putra 2008).
Gambar 1 Pengukuran terhadap cangkang
Bivalvia (Widarto 2007)
Untuk mengukur kondisi lingkungan di setiap stasiun digunakan beberapa parameter sebagai berikut: pH, suhu, kedalaman, salinitas, dan substrat secara visual. Untuk
pengukuran TSS (Total Suspended Solid)
digunakan metode Gravimetrik (Clesceri 1998; Hariyadi 2008). Untuk pengukuran
COD digunakan metode Reflux, Heat of
Dilution Procedure (Alaerts 1984; Hariyadi
2008). Untuk pengukuran BOD5 dan DO
digunakan metode Titrasi Winkler (Alaerts 1984; Hariyadi 2008) (Lampiran 4). Sedangkan untuk pengukuran kadar logam Ca dan Pb pada air laut menggunakan metode AAS (Harmita 2006) (Lampiran 5).
Analisis Struktur Komunitas meliputi kepadatan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan pengelompokan habitat dengan rumus sebagai berikut:
1. Kepadatan
Kepadatan Moluska didapatkan dengan menghitung jumlah individu/luas dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
D = kepadatan moluska (ind./m2) Ni = jumlah individu spesies moluska A = luas total (m2)
2. Keanekaragaman
Rumus untuk menghitung keanekaragaman digunakan indeks
Shannon-Wiener (Magurran 1987) dengan persamaan: H′ = -∑Pi ln Pi
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu total
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) adalah:
H’≤ 3.32 : keanekaragaman rendah 3.32 <H’< 9.97 : keanekaragaman sedang H’≥ 9.97 : keanekaragaman tinggi A Ni D =
3. Keseragaman
Perbandingan keanekaragaman dengan keanekaragaman maksimum dinyatakan sebagai keseragaman komunitas. Indeks keseragaman (Magurran 1987) yaitu:
Keterangan: E = indeks keseragaman H’ = indeks keanekaragaman Hmaks = ln S S = jumlah spesies 4. Dominansi
Dominansi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:
C = ∑(Pi)2
Keterangan:
C = indeks dominansi Pi = ni/N
5. Pengelompokan Habitat
Indeks similaritas Sorensen (Cox 2002) digunakan untuk membandingkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kesamaan antar spesies. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
Is = indeks similaritas Sorensen
A = jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun A
B = jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun B
W = jumlah jenis yang sama pada kedua stasiun
6. Kerapatan (K) dan Kerapatan relatif (KR) Rumus yang digunakan adalah:
spesies individu Total spesies satu individu Jumlah K= 100% tan ker tan x apa Total spesies satu Kerapa KR=
7. Frekuensi (F) dan Frekuensi relatif (FR) Rumus yang digunakan adalah:
n keseluruha titik Jumlah spesies satu ya ditemukann titik Jumlah F= % 100 x spesies tiap frekuensi Total spesies satu Frekuensi FR=
8. Indeks Nilai Penting (INP) Rumus yang digunakan adalah:
INP = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif
HASIL
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan terdapat 235 individu yang terdiri dari 7 famili dan 11 spesies, serta 2 individu yang tidak berhasil diidentifikasi. (Lampiran 2). Tabel 1 memperlihatkan jumlah individu yang ditemukan dan berhasil diidentifikasi.
Tabel 1 Jumlah individu bivalvia yang ditemukan pada tiap stasiun di pesisir Pulau Panjang dan Pulau Tarahan
Stasiun Jumlah Nama Famili dan Spesies
I II III IV Total Arciidae Barbatiaantiquate 1 - - - 1 Cardiidae Trachycardiumpectiniforme 15 - - - 15 Mactridae Mactraplicataria - 2 - 2 4 Mytilidae Brachiodontes bilocularis - 2 - 5 7 Perna viridis - - 87 72 159 Semelidae Semele crenulata 2 4 - - 6 Tellinidae Tellina rugosa 2 - - - 2 Veneridae Gafrarium disper 3 2 1 - 6 Gafrarium divaricatum 11 12 9 4 36 Tapes bruguieri - 2 - - 2 Tapes sp. - 3 2 - 5 Sp 1. 1 - - - 1 Sp 2. - 1 - - 1 Jumlah individu 35 28 99 83 235 Jumlah spesies 7 8 4 4 13
P. viridis dan G. divaricatum memiliki total jumlah individu terbanyak dari 4 stasiun di Pulau Panjang dan Pulau Tarahan yaitu 159 dan 36. Nilai kepadatan tertinggi untuk P.
viridis terdapat pada stasiun III (Gambar 2), sedangkan nilai kepadatan tertinggi untuk G. divaricatum terdapat pada stasiun II (Gambar 3). Hmaks H E= ' ) ( 2 B A w Is + =
Gambar 2 Grafik kepadatan P. viridis
Gambar 3 Grafik kepadatan G. divaricatum G. divaricatum memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 43.60% dan
66.28% dengan nilai R2 = 0.32 terhadap
panjang, sedangkan tinggi relatif cangkang bervariasi antara 80.66% dan 93.49% dengan
nilai R2 = 0.05 (Gambar 4). P. viridis
memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 19.09% dan 38.67% dengan nilai R2 = 0.06 terhadap panjang, sedangkan tinggi relatif cangkang bervariasi antara
38.17% dan 71.60% dengan nilai R2 = 0.41
(Gambar 5). Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa faktor substrat tiap stasiun memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap nilai kegemukan (%Obesitas) dan tinggi relatif (%RH) cangkang bivalvia.
Gambar 4 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas G. divaricatum di tiap stasiun
Gambar 5 Perbandingan tinggi relatif dan obesitas P. viridis di tiap stasiun Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan kepadatan pada tiap stasiun
pengambilan sampel. Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi
terdapat pada stasiun III (9.9 ind/m2),
sedangkan terendah terdapat pada stasiun II
(2.8 ind/m2). Hasil perhitungan indeks
Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada masing-masing stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Kepadatan (D), Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada tiap stasiun
Stasiun Indeks I II III IV D 3.5 2.8 9.9 8.3 H′ 1.45 1.59 0.45 0.52 E 0.41 0.48 0.10 0.11 C 0.29 0.24 0.78 0.76
Hasil perhitungan indeks similaritas
menunjukkan bahwa terdapat kesamaan nilai tertinggi pada stasiun II-III, II-IV, dan III-IV dengan nilai sebesar 0.50. Nilai terendah terdapat pada stasiun I-IV. Secara umum hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Matriks indeks similaritas bivalvia pada tiap stasiun
Stasiun I II III IV
I - 0.40 0.36 0.18
II - - 0.50 0.50
III - - - 0.50
Hasil perhitungan kerapatan(K), kerapatan relatif (KR%), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR%), dan indeks nilai penting (INP)
menunjukkan bahwa P. viridis merupakan
Tabel 4 Indeks nilai penting tiap jenis bivalvia Spesies ∑ K KR F FR INP Barbatia antiquata 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88 Trachycardium pectiniforme 15 0.0638 6.12 0.1 5.88 12.00 Mactra plicataria 4 0.0170 1.63 0.1 5.88 7.51 Brachiodontes bilocularis 7 0.0298 2.86 0.125 7.35 10.21 Perna viridis 159 0.6766 64.90 0.15 8.82 73.72 Semele crenulata 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33 Tellina rugosa 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76 Gafrarium disper 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33 Gafrarium divaricatum 36 0.1532 14.69 0.725 42.65 57.34 Tapes bruguieri 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76 Tapes sp. 5 0.0213 2.04 0.125 7.35 9.39 Sp.1 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88 Sp.2 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88 Total 235 1.0426 100.00 1.7 100.00
Secara umum kondisi lingkungan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau
Tarahan ditunjukkan dalam tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 5 Parameter kualitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel bivalvia
Stasiun Parameter Unit I II III IV Standar Baku Mutu * Fisik Kedalaman Cm 30-35 12-24 20-100 100-150 - Suhu ºC 34 32 30 32 26-32 TSS Mg/l 0.173 0.105 0.121 0.111 ≤ 23 Salinitas ‰ 32 31 31 31 30-34 Kimia pH Skala 8-9 11-12 8 8 6.5-8.5 COD Mg/l 40 44 16 64 ≤ 50 BOD Mg/l 5.78 2.20 0.83 1.65 ≤ 20 DO Mg/l 7.49 7.83 6.47 7.33 ≥ 5 Logam Ca ppm 438.68 373.65 349.41 344.99 200-400 PB ppm 0.259 0.259 0.493 0.727 ≤ 0.01
Substrat Padang lamun Karang Pasir dan pecahan
cangkang serta karang Karang -
* Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut
Pada stasiun I yang merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun
memiliki vegetasi lamun seperti Enhalus
acoroides dan vegetasi rumput laut seperti Sargassum sp. dan Padina sp. (Lampiran 3)
PEMBAHASAN
Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah stasiun III dengan
kepadatan spesies yang tertinggi yaitu P.
viridis. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak. Sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada stasiun II. Hal ini menunjukkan bahwa
rendahnya kepadatan bivalvia di stasiun tersebut disebabkan kondisi habitat yang kurang mendukung.
P. viridis memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun III dan IV yang terletak di pesisir Pulau Panjang. Hal ini berkaitan dengan faktor lingkungan tempat tinggal spesies tersebut. P. viridis terdapat dalam jumlah yang berlimpah disepanjang pantai Indonesia. P. viridis hidup di daerah pasang surut dan sub tidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya.
Menurut NIMPIS (2002), P. viridis
Tabel 4 Indeks nilai penting tiap jenis bivalvia Spesies ∑ K KR F FR INP Barbatia antiquata 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88 Trachycardium pectiniforme 15 0.0638 6.12 0.1 5.88 12.00 Mactra plicataria 4 0.0170 1.63 0.1 5.88 7.51 Brachiodontes bilocularis 7 0.0298 2.86 0.125 7.35 10.21 Perna viridis 159 0.6766 64.90 0.15 8.82 73.72 Semele crenulata 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33 Tellina rugosa 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76 Gafrarium disper 6 0.0255 2.45 0.1 5.88 8.33 Gafrarium divaricatum 36 0.1532 14.69 0.725 42.65 57.34 Tapes bruguieri 2 0.0085 0.82 0.05 2.94 3.76 Tapes sp. 5 0.0213 2.04 0.125 7.35 9.39 Sp.1 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88 Sp.2 1 0.0043 0.41 0.025 1.47 1.88 Total 235 1.0426 100.00 1.7 100.00
Secara umum kondisi lingkungan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau
Tarahan ditunjukkan dalam tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 5 Parameter kualitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel bivalvia
Stasiun Parameter Unit I II III IV Standar Baku Mutu * Fisik Kedalaman Cm 30-35 12-24 20-100 100-150 - Suhu ºC 34 32 30 32 26-32 TSS Mg/l 0.173 0.105 0.121 0.111 ≤ 23 Salinitas ‰ 32 31 31 31 30-34 Kimia pH Skala 8-9 11-12 8 8 6.5-8.5 COD Mg/l 40 44 16 64 ≤ 50 BOD Mg/l 5.78 2.20 0.83 1.65 ≤ 20 DO Mg/l 7.49 7.83 6.47 7.33 ≥ 5 Logam Ca ppm 438.68 373.65 349.41 344.99 200-400 PB ppm 0.259 0.259 0.493 0.727 ≤ 0.01
Substrat Padang lamun Karang Pasir dan pecahan
cangkang serta karang Karang -
* Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut
Pada stasiun I yang merupakan daerah pesisir dengan hamparan padang lamun
memiliki vegetasi lamun seperti Enhalus
acoroides dan vegetasi rumput laut seperti Sargassum sp. dan Padina sp. (Lampiran 3)
PEMBAHASAN
Stasiun pengamatan yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah stasiun III dengan
kepadatan spesies yang tertinggi yaitu P.
viridis. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak. Sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada stasiun II. Hal ini menunjukkan bahwa
rendahnya kepadatan bivalvia di stasiun tersebut disebabkan kondisi habitat yang kurang mendukung.
P. viridis memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun III dan IV yang terletak di pesisir Pulau Panjang. Hal ini berkaitan dengan faktor lingkungan tempat tinggal spesies tersebut. P. viridis terdapat dalam jumlah yang berlimpah disepanjang pantai Indonesia. P. viridis hidup di daerah pasang surut dan sub tidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya.
Menurut NIMPIS (2002), P. viridis
dasar kapal, pelampung dan benda keras yang lain. P. viridis memiliki toleransi terhadap salinitas dan temperatur yang tinggi.Pada stasiun III dan IV terdapat kapal-kapal yang berlabuh dan terdapat benda-benda keras untuk melekatnya P. viridis, sehingga banyak
ditemukan gerombolan P. viridis diantara
kapal-kapal yang berlabuh tersebut.
Menurut Buddo (2003), P. viridis
merupakan spesies yang bersaing secara sempurna untuk mendominasi substratnya dan mengalahkan spesies lain dalam hal ruang dan makanan. Jenis substrat yang sesuai untuk P. viridis meliputi dermaga, dinding dermaga, batang kayu tua yang tergenangi air laut, perahu, ember plastik, dan pipa PVC.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung, Pulau Panjang merupakan lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya P. viridis. Hal ini dibuktikan bahwa
telah tersedia benih alami P. viridis di
perairan ini, yang menandakan bahwa kondisi ekologis di perairan tersebut sesuai untuk budidaya P. viridis (Daniri 2006).
G. divaricatum memiliki nilai kepadatan tertinggi pada stasiun II dan stasiun I yang
terletak di pulau Tarahan. G. divaricatum
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungannya, sehingga G. divaricatum
dapat hidup di pecahan karang, terumbu karang, padang lamun, dan pasir. Menurut
Dilwyn (2007), G. divaricatum merupakan
spesies yang dapat hidup pada hábitat berupa paparan terumbu dan padang lamun. Menurut
Chou dan Tan (2000), Gafrarium
membenamkan dirinya di pasir yang tergenang air laut dan terkadang ditemukan di bawah pecahan-pecahan karang mati.
Perbedaan substrat antar stasiun memperlihatkan pengaruh yang kecil terhadap variasi nilai kegemukan dan tinggi relatif
cangkang. G. divaricatum memiliki variasi
nilai kegemukan dan tinggi relatif yang tinggi pada stasiun I, sedangkan P. viridis memiliki variasi nilai kegemukan dan tinggi relatif yang tinggi pada stasiun III. Hal ini lebih didasari pada habitat yang lebih disukai untuk hidup kedua spesies tersebut. Nilai kegemukan pada G. divaricatum meningkat seiring dengan pertambahan cangkang, sedangkan tinggi relatifnya menurun. Nilai kegemukan pada P. viridis menurun seiring dengan pertambahan cangkang, hal ini terlihat pula pada tinggi relatifnya yang menurun seiring dengan pertambahan cangkang.
Pada setiap stasiun memiliki nilai keanekaragaman (H’) yang rendah, yaitu kurang dari 3.32 yang berarti jumlah spesies yang menempati daerah tersebut tidak banyak. Indeks keseragaman tertinggi berada pada stasiun II dan yang terendah pada stasiun III. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun III dan yang terendah pada stasiun II. Semakin kecil nilai keseragaman mengindikasikan adanya dominansi yang menyebabkan penyebaran jenis tidak merata. Spesies yang
mendominasi adalah P. viridis. Adanya
dominansi menunjukkan kondisi lingkungan di wilayah tersebut sangat menguntungkan
dalam mendukung pertumbuhan populasi (P.
viridis).
Hasil perhitungan indeks similaritas menunjukkan bahwa terdapat kesamaan nilai tertinggi pada stasiun II-III, II-IV, dan III-IV. Stasiun II-III memiliki spesies-spesies seperti Gafrarium disper, G. divaricatum, dan Tapes bruguieri. Stasiun II-IV memiliki spesies yang sama seperti Mactra plicataria, Brachiodontes bilocularis, dan G. divaricatum. Stasiun III-IV memiliki spesies yang sama seperti P. viridis dan G. divaricatum. Nilai kemiripan yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa keseragaman jenis pada suatu komunitas cenderung sama (Brower & Zar 1977). Tingginya nilai ini kemungkinan disebabkan oleh kemiripan substrat dari stasiun II, III, dan IV yaitu berupa pecahan cangkang dan serpihan karang pada stasiun II dan stasiun IV, substrat pasir dengan pecahan cangkang pada stasiun III.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi
terdapat pada jenis P. viridis. Jenis ini
ditemukan melimpah pada daerah pengamatan dengan karakteristik habitat perairan berupa pasir, pecahan cangkang, dan karang. INP terendah ditemukan pada Barbatia antiquata. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya penyebaran dan keberadaan jenis-jenis tersebut. INP terendah juga didapat pada Sp.1 dan Sp.2, hal ini lebih cenderung pada tidak teridentifikasinya 2 individu tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di pesisir pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan masih dalam batas optimal untuk kehidupan bivalvia.