• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Karbon Tersimpan dengan Pemodelan Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun Kelapa Sawit Panai Jaya PTPN IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Karbon Tersimpan dengan Pemodelan Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun Kelapa Sawit Panai Jaya PTPN IV"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA

SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANTER PARULIAN SITUMORANG. Carbon Stock Estimation with Spatial Data Modeling of Field Measurement in Oil Palm Plantation of Panai Jaya PTPN IV. Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH and KUKUH MURTILAKSONO.

Oil palm plantation of Panai Jaya PTPN IV located in Labuhan Batu, North Sumatra has been planted on peatland 2,667 ha. Before the plantation opened in 2005, this area was originally secondary swamp forest. The land cover changes cause loss of above ground carbon stock. This research aims to predict the loss of above ground carbon as impact of the land use changes. Trees and necromass biomass was predicted by using non-destructive method through alometric equation. Meanwhile, the below plants/shrubs and oil palm was calculated by using destructive method. The biomass measurement was used to estimate the carbon stored in the vegetation. Remote sensing data was used to determine the land area and the land use changes. For the measurement of below ground carbon, it used land area data, peat depth, bulk density, and carbon content (C-organic) at each maturity peat soil.

The results showed that before the area changed to plantation (2002) it has about 124,521 tons of carbon biomass stored as trees, necromassa, below plants and shrubs for 113,767 tons; 7,319 tons; 3,211 tons, and 225 tons respectively. After converting into plantations, carbon biomass of oil palm planted in 2006 and 2007 is 568 tons and 961 tons. In addition, there are secondary swamp forest about 55 ha and shrubs 250 ha, with carbon biomass of trees, necromassa, shrubs and lower plants for 2,501 tons, 161 tons, 373 tons and 71 tons respectively.

Field observations showed that in the plantation before harvested there are has decreased about 22,123 tons/year.

(3)

ANTER PARULIAN SITUMORANG. Pendugaan Karbon Tersimpan dengan sekunder. Dampak perubahan penggunaan la han menyebabkan hilangnya karbon yang tersimpan di atas permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi karbon atas permukaan yang hilang akibat konversi penggunaan lahan. Biomassa tegakan hutan (pohon) dan nekromassa diduga dengan menggunakan metode non-destruktif melalui persamaan alometrik. Sementara, biomassa tanaman bawah/semak dan kelapa sawit diduga dengan menggunakan metode destruktif. Pengukuran biomassa ini digunakan untuk memperkirakan karbon yang tersimpan pada vegetasi tersebut. Data Penginderaan Jauh digunakan untuk mengetahui luas lahan dan luas perubahan penutupan/penggunaan lahan. Untuk pengukuran karbon bawah permukaan digunakan data luas lahan, ketebalan gambut, bobot isi dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap kematangan tanah gambut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum menjadi kebun kelapa sawit (tahun 2002) di wilayah ini tersimpan karbon biomassa atas permukaan sebesar 124.521 ton yang tersimpan sebagai tegakan (pohon), nekromassa, tanaman bawah dan semak masing- masing secara berurutan sebesar 113.767 ton, 7.319 ton, 3.211 ton dan 225 ton. Setelah dikonversi menjadi kebun kelapa sawit, karbon biomassa tersimpan pada kawasan kelapa sawit dengan umur tanam 2006 dan 2007 masing- masing sebesar 568 ton dan 961 ton. Selain itu, masih terdapat hutan rawa sekunder seluas 55 ha dan semak seluas 250 ha, dengan karbon biomassa tegakan (pohon), nekromassa, semak dan tanaman bawah masing- masing secara berurutan sebesar 2.501 ton, 161 ton, 373 ton dan 71 ton.

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa di areal tanam kelapa sawit masih banyak terdapat nekromassa dan di areal tersebut juga banyak ditumbuhi semak. Agar perhitungan karbon atas permukaan tidak bias digunakan asumsi 90% dari luas total lahan kelapa sawit masih terdapat nekromassa dan semak. Dari asumsi tersebut maka masih terdapat 2.090 ha nekromassa dan semak, sehingga di areal kebun kelapa sawit masih terdapat karbon biomassa nekromassa dan semak masing- masing 6.113 ton dan 3.114 ton. Oleh karena itu, bila dijumlahkan karbon biomassa atas permukaan pada tahun 2007 di lahan kebun kelapa sawit menjadi 13.861 ton.

(4)
(5)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA

SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pe rtanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun Kelapa Sawit Panai Jaya PTPN IV

Nama Mahasiswa : Anter Parulian Situmorang Nomor Pokok : A14053369

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS NIP. 19630604 198811 1 001 NIP. 19600808 198903 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(7)

Penulis lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan bapak Aratua Situmorang dan ibu Rusmi Sinaga.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN 124401 Pematangsiantar, kemudian pada tahun 2001 menyelesaikan studi di SLTPN IV Pematangsiantar. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMUN IV Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2006 diterima di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai Staf Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan kegiatan kemahasiswaan lain seperti kepanitiaan MPD (Masa Perkenalan Departemen) periode 2007-2008, Panitia Seminar Nasional “Soil and Mining” tahun 2008, Panitia Seminar dan Lokarya Nasional

(8)

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Pendugaan Karbon Tersimpan dengan Pemodelan Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun

Kelapa Sawit Panai Jaya PTPN IV” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Mayor Manajemen Sumbe rdaya Lahan pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Dr. Ir. M. Ardiansyah selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku dosen pembimbing skripsi II dan koordinator penelitian kerjasama IPB-PPKS yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Iskandar selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

4. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan atas kesediaannya membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

5. Seluruh staf Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan PT Perkebunan Nusantara IV Panai Jaya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian ini.

6. Dr. Ir. Boedi Tjahjono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa perkuliahan.

(9)

9. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

10.Teman-teman seperjuangan di Komunitas Bujangers atas segala bantuan, dukungan dan canda tawa selama ini.

11.Ridwan, Awank, Boby, Charlos, Ganda, Bembenk atas bantuan dan dukungannya selama ini.

12.Soilers lainnya yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan dukungan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2010

(10)

Halaman

2.6. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 9

2.7. Data Penginderaan Jauh Landsat... 10

2.8. Interpolasi Titik ... 12

2.9. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq.)... 12

2.10. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 16

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 16

3.2. Bahan dan Alat ... 16

3.3. Metode Penelitian... 17

3.3.1. Pendugaaan Karbon Atas Permukaan ... 18

3.3.1.1. Penetapan Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak ... 18

3.3.1.2. Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan ... 20

3.3.1.3. Pendugaan Cadangan Karbon pada Nekromassa ... 21

(11)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA

SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ANTER PARULIAN SITUMORANG. Carbon Stock Estimation with Spatial Data Modeling of Field Measurement in Oil Palm Plantation of Panai Jaya PTPN IV. Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH and KUKUH MURTILAKSONO.

Oil palm plantation of Panai Jaya PTPN IV located in Labuhan Batu, North Sumatra has been planted on peatland 2,667 ha. Before the plantation opened in 2005, this area was originally secondary swamp forest. The land cover changes cause loss of above ground carbon stock. This research aims to predict the loss of above ground carbon as impact of the land use changes. Trees and necromass biomass was predicted by using non-destructive method through alometric equation. Meanwhile, the below plants/shrubs and oil palm was calculated by using destructive method. The biomass measurement was used to estimate the carbon stored in the vegetation. Remote sensing data was used to determine the land area and the land use changes. For the measurement of below ground carbon, it used land area data, peat depth, bulk density, and carbon content (C-organic) at each maturity peat soil.

The results showed that before the area changed to plantation (2002) it has about 124,521 tons of carbon biomass stored as trees, necromassa, below plants and shrubs for 113,767 tons; 7,319 tons; 3,211 tons, and 225 tons respectively. After converting into plantations, carbon biomass of oil palm planted in 2006 and 2007 is 568 tons and 961 tons. In addition, there are secondary swamp forest about 55 ha and shrubs 250 ha, with carbon biomass of trees, necromassa, shrubs and lower plants for 2,501 tons, 161 tons, 373 tons and 71 tons respectively.

Field observations showed that in the plantation before harvested there are has decreased about 22,123 tons/year.

(13)

ANTER PARULIAN SITUMORANG. Pendugaan Karbon Tersimpan dengan sekunder. Dampak perubahan penggunaan la han menyebabkan hilangnya karbon yang tersimpan di atas permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi karbon atas permukaan yang hilang akibat konversi penggunaan lahan. Biomassa tegakan hutan (pohon) dan nekromassa diduga dengan menggunakan metode non-destruktif melalui persamaan alometrik. Sementara, biomassa tanaman bawah/semak dan kelapa sawit diduga dengan menggunakan metode destruktif. Pengukuran biomassa ini digunakan untuk memperkirakan karbon yang tersimpan pada vegetasi tersebut. Data Penginderaan Jauh digunakan untuk mengetahui luas lahan dan luas perubahan penutupan/penggunaan lahan. Untuk pengukuran karbon bawah permukaan digunakan data luas lahan, ketebalan gambut, bobot isi dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap kematangan tanah gambut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum menjadi kebun kelapa sawit (tahun 2002) di wilayah ini tersimpan karbon biomassa atas permukaan sebesar 124.521 ton yang tersimpan sebagai tegakan (pohon), nekromassa, tanaman bawah dan semak masing- masing secara berurutan sebesar 113.767 ton, 7.319 ton, 3.211 ton dan 225 ton. Setelah dikonversi menjadi kebun kelapa sawit, karbon biomassa tersimpan pada kawasan kelapa sawit dengan umur tanam 2006 dan 2007 masing- masing sebesar 568 ton dan 961 ton. Selain itu, masih terdapat hutan rawa sekunder seluas 55 ha dan semak seluas 250 ha, dengan karbon biomassa tegakan (pohon), nekromassa, semak dan tanaman bawah masing- masing secara berurutan sebesar 2.501 ton, 161 ton, 373 ton dan 71 ton.

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa di areal tanam kelapa sawit masih banyak terdapat nekromassa dan di areal tersebut juga banyak ditumbuhi semak. Agar perhitungan karbon atas permukaan tidak bias digunakan asumsi 90% dari luas total lahan kelapa sawit masih terdapat nekromassa dan semak. Dari asumsi tersebut maka masih terdapat 2.090 ha nekromassa dan semak, sehingga di areal kebun kelapa sawit masih terdapat karbon biomassa nekromassa dan semak masing- masing 6.113 ton dan 3.114 ton. Oleh karena itu, bila dijumlahkan karbon biomassa atas permukaan pada tahun 2007 di lahan kebun kelapa sawit menjadi 13.861 ton.

(14)
(15)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA

SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pe rtanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun Kelapa Sawit Panai Jaya PTPN IV

Nama Mahasiswa : Anter Parulian Situmorang Nomor Pokok : A14053369

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS NIP. 19630604 198811 1 001 NIP. 19600808 198903 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(17)

Penulis lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan bapak Aratua Situmorang dan ibu Rusmi Sinaga.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN 124401 Pematangsiantar, kemudian pada tahun 2001 menyelesaikan studi di SLTPN IV Pematangsiantar. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMUN IV Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2006 diterima di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai Staf Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan kegiatan kemahasiswaan lain seperti kepanitiaan MPD (Masa Perkenalan Departemen) periode 2007-2008, Panitia Seminar Nasional “Soil and Mining” tahun 2008, Panitia Seminar dan Lokarya Nasional

(18)

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Pendugaan Karbon Tersimpan dengan Pemodelan Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun

Kelapa Sawit Panai Jaya PTPN IV” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Mayor Manajemen Sumbe rdaya Lahan pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Dr. Ir. M. Ardiansyah selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku dosen pembimbing skripsi II dan koordinator penelitian kerjasama IPB-PPKS yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Iskandar selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

4. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan atas kesediaannya membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

5. Seluruh staf Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan PT Perkebunan Nusantara IV Panai Jaya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian ini.

6. Dr. Ir. Boedi Tjahjono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa perkuliahan.

(19)

9. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

10.Teman-teman seperjuangan di Komunitas Bujangers atas segala bantuan, dukungan dan canda tawa selama ini.

11.Ridwan, Awank, Boby, Charlos, Ganda, Bembenk atas bantuan dan dukungannya selama ini.

12.Soilers lainnya yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan dukungan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2010

(20)

Halaman

2.6. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 9

2.7. Data Penginderaan Jauh Landsat... 10

2.8. Interpolasi Titik ... 12

2.9. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq.)... 12

2.10. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 16

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 16

3.2. Bahan dan Alat ... 16

3.3. Metode Penelitian... 17

3.3.1. Pendugaaan Karbon Atas Permukaan ... 18

3.3.1.1. Penetapan Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak ... 18

3.3.1.2. Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan ... 20

3.3.1.3. Pendugaan Cadangan Karbon pada Nekromassa ... 21

(21)

3.3.2. Pendugaan Karbon Bawah Permukaan ... 23

3.3.2.1. Penentuan Tingkat Kematangan Gambut ... 23

3.3.2.2. Pengukuran Ketebalan Gambut ... 25

3.3.2.3. Penentuan Sifat Kimia dan Fisik Gambut ... 26

3.3.2.4. Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan... 26

3.3.3. Pendugaan Karbon Tersimpan Kawasan ... 26

3.3.4. Analisis Citra ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1. Lokasi Penelitian ... 28

4.2. Keadaan Penduduk dan Perekonomian ... 28

4.3. Penutupan/Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian ... 28

4.4. Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian ... 32

4.5. Karbon Biomassa Atas Permukaan ... 32

4.6. Perubahan Karbon Tersimpan Atas Permukaan... 34

4.7. Karbon Tersimpan dalam Gambut ... 36

4.8. Cadangan Karbon Tersimpan Kawasan ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan... 41

5.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(22)

Nomor Halaman Teks

1. Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah (dalam Biomassa Tanaman) dan di Bawah Permukaan Tanah pada Hutan Gambut dan

Hutan Tanah Mineral (ton/ha) ... 4 2. Penyebaran Luas Lahan Gambut di Indonesia ... 5 3. Penyebaran Lahan Gambut di Pulau Sumatera ... 6 4. Karakteristik Saluran Citra Landsat TM ... 11 5. Karakteristik Satelit Landsat (Land Satellite) ... 11 6. Parameter Biomassa Atas Permukaan dan Metode Pengukurannya ... 15 7. Data Primer yang Digunakan dalam Penelitian ... 16 8. Alat-Alat yang Digunakan dalam Penelitian... 17 9. Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV

Tahun 2002... 30 10. Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV

Tahun 2007... 30 11. Luas Konversi Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya

PTPN IV ... 32 12. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Panai Jaya

(23)

Nomor Halaman

Teks

1. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 17 2. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Atas Permukaan ... 18 3. Citra Landsat TM Tahun 2007 dan Letak Plot Pengamatan Tegakan,

Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak pada Hutan Rawa Sekunder .... 19 4. Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak

pada Hutan Rawa Sekunder ... 20 5. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan ... 23 6. Peta Tahun Tanam dan Titik Pengukuran Ketebalan Gambut ... 25 7. Citra Landsat ETM+ Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2002... 29 8. Citra Landsat TM Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2007 ... 29 9. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV

Tahun 2002... 31 10. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV

Tahun 2007... 31 11. Grafik Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun

PTPN IV Panai Jaya ... 33 12. Grafik Perubahan Karbon Biomassa Tersimpan Atas Permukaan Kebun

Panai Jaya PTPN IV ... 34 13. Profil Ketebalan Gambut pada Jarak Antar Titik Pengukuran 200 m

Kebun Panai Jaya PTPN IV ... 37 14. Profil Ketebalan Gambut pada Jarak Antar Titik Pengukuran 100 m

Kebun Panai Jaya PTPN IV ... 38 15. Data Permukaan Kedalaman Gambut Hemik Kebun Panai Jaya

PTPN IV ... 39 16. Data Permukaan Kedalaman Gambut Fibrik Kebun Panai Jaya

(24)
(25)

1.1. Latar Belakang

Lahan gambut tropika merupakan cadangan gambut teresterial yang penting untuk diperhitungkan. Endapan gambut sebagai carbon sink, selama dalam keadaan tidak terganggu memiliki kandungan unsur karbon (C) yang sangat besar (Sabiham, 2007). Kandungan C yang terdapat dalam gambut di dunia sebesar 329-525 Gt atau 35% dari total C dunia, sedangkan gambut di Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 46 Gt (catatan 1Gt sama dengan 109 ton) atau 8-14% dari karbon yang terdapat dalam gambut di dunia (Immirizi dan Maltby, 1992 dalam Sabiham, 2007).

Histosol atau tanah gambut tersebar di seluruh dunia meskipun luasnya hanya meliputi 2% dari luas tanah di dunia (Hardjowigeno, 1993). Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 20,6 juta ha atau 10,8% luas daratan Indonesia yang tersebar di empat pulau terbesar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3% dan Papua 30% (Wahyunto et al., 2005).

Pembukaan lahan gambut mengakibatkan teroksidasinya karbon yang tersimpan menjadi gas CO2 yang merupakan gas rumah kaca penting. Gas Rumah

kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Selain emisi gas CO2, lahan gambut juga menghasilkan gas metan

(CH4) sebagai hasil dari perombakan bahan organik secara anaerob. Pelepasan

CO2 bakal makin meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Peningkatan emisi

gas rumah kaca seperti CO2 dan CH4 dalam jumlah besar akan mempengaruhi

iklim global yang menimbulkan pemanasan global yaitu naiknya suhu permukaan planet bumi (Barchia, 2006).

(26)

lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan di atas dan di bawah permukaan pada suatu area.

1.2. Tujuan

(27)

2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

Gambut didefinisikan sebagai jaringan tanaman yang terkarbonisasi sebagian dan terbentuk pada kondisi basah, melalui proses dekomposisi berbagai tumbuhan dan lumut- lumutan (Andriesse, 1988). Menurut Noor (2001), gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam kunci taksonomi tanah (Soil Survei Staff, 1999) gambut masuk ke dalam order Histosol yang memenuhi syarat-syarat berikut ini : 1. Jenuh air <30 hari (kumulatif) setiap tahun dalam tahun-tahun normal dan

mengandung ≥20% karbon organik, atau

2. Jenuh air selama ≥30 hari (kumulatif) setiap tahun dalam tahun-tahun normal dan tidak termasuk perakaran hidup, mempunyai kandungan karbon organik sebesar :

a. 18% atau lebih, bila fraksi mineralnya mengandung liat 60% atau lebih, atau

b. 12% atau lebih, bila fraksi mineralnya tidak mengandung liat, atau c. 12% atau lebih ditambah (% liat x 0.1)% bila fraksi mineralnya

mengandung <60 % liat.

Histosol terbentuk bila produksi dan penimbunan bahan organik lebih besar dari mineralisasinya. Keadaan demikian terdapat di tempat-tempat yang selalu tergenang air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat. Oleh karena itu, dekomposisi bahan organik terhambat dan terjadilah akumulasi bahan organik (Hardjowigeno, 1993). Sebagian besar lahan gambut tropik di Indonesia tergolong gambut kayuan dan sebagian kecil gambut seratan.

(28)

menunjukkan perubahan yang relatif sedikit menurut waktu (Kurbatov, 1968 dalam Andriesse, 1988).

Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, seresah di bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah minera l di bawah gambut (substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut dan biomassa tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral Tabel 1 (Agus dan Subiksa, 2008).

Atas permukaan tanah 150-200 200-350

Bawah permukaan tanah 300-6.000 30-300

Sumber : Agus dan Subiksa (2008)

(29)

gambut sebagai penambat karbon dalam fungsinya sebagai pengendali iklim global.

2.2. Penyebaran Lahan Gambut di Indonesia

Dalam pendataan luas gambut, khususnya di Indonesia terdapat perbedaan antara satu penulis dengan penulis yang lainnya atau sumber lainnya. Perbedaan pendapat ini dapat disebabkan oleh perbedaan batasan (definisi) yang digunakan untuk memenuhi kriteria yang disebut lahan gambut (Noor, 2001).

Indonesia memiliki lahan gambut sangat luas di antara negara tropis, yaitu sekitar 18,48 juta ha yang tersebar terutama di Kalimantan, Sumatera dan Papua (Soekardi dan Hidayat, 1988 dalam Barchia, 2006). Penyebaran luas lahan gambut di Indonesia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penyebaran Luas Lahan Gambut di Indonesia

Propinsi Luas total (juta ha)

Jawa Barat 0,03

(30)

Sementara itu, menurut Wahyunto et al. (2005), luas total lahan gambut di pulau Sumatera pada tahun 2002 adalah sekitar 7,20 juta ha (Tabel 3) atau 14,90% dari luas seluruh daratan Pulau Sumatera (luasnya 48,24 juta ha). Luas tersebut sudah termasuk tanah mineral bergambut (sekitar 683 ribu ha) yang mempunyai ketebalan gambut <50 cm. Dengan demikian, yang tergolong sebagai tanah gambut (ketebalan lebih dari 50 cm) luasnya untuk seluruh Sumatera pada tahun 2002 sekitar 6.521.388 ha.

Tabel 3. Penyebaran Lahan Gambut di Pulau Sumatera

Propinsi Luas total (Juta ha)

Lampung 0,09 dataran rendah sepanjang pantai timur, yaitu dengan urutan dominasi berturut-turut terdapat di wilayah propinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara dan Lampung. Penyebarannya ke arah pedalaman/hilir sungai mencapai sekitar 50-300 km dari garis pantai.

2.3. Karakteristik Kimia Gambut

(31)

gambut yang sangat terdekomposisi (saprik) (Ekono, 1981 dalam Andriesse, 1988).

Kandungan N total tanah gambut di Indonesia berkisar antara 4800 hingga 7200 kg N/ha atau setara dengan 1,2 hingga 1,8 persen pada lapisan 0-20 cm dan sebagian besar dalam bentuk N kompleks organik (Tim Fakultas Pertanian IPB, 1976).

Nisbah C/N berkisar antara 31 sampai 49. Bila C/N rasio lebih besar dari 30 akan terjadi immobilisasi N oleh mikrobiologi tanah untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya sedangkan bila rasio C/N antara 20-30, dapat terjadi immobilisasi maupun pembebasan N ke dalam tanah. Dengan rasio C/N tanah gambut di atas 30 maka N pada tanah gambut sukar tersedia bagi tanaman (Barchia, 2006).

Menurut Barchia (2006), karakteristik kimia yang paling berkaitan pelepasan gas rumah kaca dari lahan gambut adalah bila gambut d engan nilai C/N rasio yang tinggi ini teroksidasi karena adanya pengembangan jaringan dan reklamasi, aktivitas mikrobiologi tanah akan meningkat untuk merombak atau mendekomposisi gambut dan melepaskan gas rumah kaca dalam bentuk CH4 dan

CO2 ke atmosfer.

2.4. Karakteristik Fisik Gambut

Karakteristik fisik gambut yang penting untuk diketahui dalam perhitungan karbon tersimpan di lahan gambut adalah bobot isi (bulk density). Menurut Noor (2001), bobot isi tanah gambut sangat rendah dibandingkan dengan tanah-tanah mineral umumnya. Bobot isi tanah gambut beragam antara 0,01 gr/cm3 - 0,2 gr/cm3. Andriesse (1988), memperoleh bobot isi gambut dengan kematangan fibrik <0,1 gr/cm3, hemik berkisar 0,07-0,18 gr/cm3 dan saprik >0,2 gr/cm3, sedangkan gambut tropika fibrik di Indonesia biasanya mempunyai bobot isi kurang dari 0,1 gr/cm3 dan gambut- gambut saprik yang terdekomposisi secara baik mempunyai nilai- nilai lebih besar dari 0,2 gr/cm3 (Driessen dan Rochimah, 1976 dalam Andriesse, 1988).

(32)

peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, atau kelapa seringkali doyong atau bahkan roboh. Namun, pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen sawit (Agus dan Subiksa, 2008).

2.5. Konve rsi Penggunaan Lahan Gambut

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah dan Rahayu, 2007). Pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian baru dapat menyebabkan pelepasan karbon (C) ke atmosfer. Karbon (C) yang pada awalnya tersimpan dalam pepohonan dan tanaman lainnya dilepaskan melalui pembakaran (dalam bentuk asap) atau terdekomposisi diatas ataupun dibawah permukaan tanah sewaktu pembukaan lahan (land clearing) (Hairiah et al., 2001).

Karbon yang tersimpan tersebut akan hilang dengan cepat apabila hutan ditebang. Penebangan yang diikuti dengan pembakaran mempercepat proses emisi dari biomassa hutan gambut. Sekitar 50% dari kayu penebangan hutan dipanen untuk dijadikan berbagai bahan perabotan dan perumahan. Karbon di dalamnya akan tersimpan dalam waktu cukup lama (10-25 tahun) sehingga bisa dianggap menjadi bagian dari karbon tersimpan satu sampai tiga dekade sesudah hutan dibuka, tergantung kualitas kayunya. Sisa pohon yang tertinggal d i atas permukaan tanah akan teremisi dalam waktu yang relatif singkat, baik karena terbakarnya biomassa kayu-kayuan tersebut, maupun karena pelapukan secara biologis. Dari 100 ton C/ha biomassa tanaman yang tidak digunakan sebagai produk kayu hasil hutan, akan menjelma menjadi sekitar 367 ton CO2/ha bila

teroksidasi secara sempurna (Agus dan Subiksa, 2008).

(33)

tersebut sangat terkait dengan kebijakan pemerintah dalam kegiatan konversi hutan, industri perkayuan, transmigrasi dan pemukiman penduduk serta perluasan lahan pertanian. Praktek yang biasanya diterapkan adalah dengan melakukan deforestasi yang diikuti dengan pembangunan kanal atau saluran untuk mengeringkan air yang tertahan di lahan gambut. Praktek ini jika tidak terkendali dengan baik akan menimbulkan berbagi masalah lingkungan.

Jika dilindungi dalam kondisi alami, lahan gambut dapat meningkatkan kemampuan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah gambut dan membentuk hutan rawa akan mengikat karbon dioksida dari atmosfer melalui fotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut (Wahyunto et al., 2005).

2.6. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Deteksi perubahan penggunaan lahan dengan Penginderaan Jauh semakin penting peranannya terutama karena banyaknya kemudahan yang diperoleh dan terjadinya efisiensi kerja baik aspek anggaran maupun tenaga yang digunakan. Dalam pelaksanaannya deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan citra hasil perekaman beberapa waktu berbeda atau membandingkan citra penginderaan jauh waktu tertentu dengan peta penggunaan lahan yang telah dibuat pada waktu sebelumnya (Angga, 2001).

Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non-pertanian (Junaedi, 2008).

(34)

melakukan prediksi perubahan berdasarkan pengamatan terhadap kecenderungan perubahan yang telah terjadi (Angga, 2001).

2.7. Data Penginderaan Jauh Landsat

Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Sedangkan interpretasi atau penafsira n citra penginderaan jauh (fotografik atau non fotografik) merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Purwadhi, 2001).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), terapan interpretasi citra landsat telah dilakukan pada berbagai disiplin ilmu seperti Pertanian, Botani, Kartografi, Teknik Sipil, Lingkungan, Kehutanan, Geografi, Geologi, Geofisika, Analisis Sumberdaya Lahan, Perencanaan Tata Guna Lahan, Oseanografi, dan Analisis Sumberdaya Lahan.

(35)

Tabel 4. Karakteristik Saluran Citra Landsat TM

Saluran Kisaran Gelombang Kegunaan

1 0,45 - 0,52 Peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analis is sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi.

2 0,52 - 0,60 Pengamatan puncak pantulan vegetas i pada spektrum hijau yang ter letak diantara dua saluran spektral serapan klorofil. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan. 3 0,63 - 0,69 Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi.

Saluran ini ter letak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan non vegetasi.

4 0,76 - 0,90 Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi. Juga untuk identif ikas i jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. 5 1,55 - 1,75 Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman

dan kondisi kelembaban tanah. 6 2,08 - 2,35 Pemisah formasi batuan.

7 10,40 - 12,50 Saluran inframerah termal bermanfaat untuk klasif ikas i vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisah kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.

Sumber : Lillesand dan Kiefe r (1997)

Tabel 5. Karakteristik Satelit Landsat (Land Satellite)

(36)

2.8. Inte rpolasi Titik

Interpolasi didefinisikan sebagai sebuah proses pendugaan nilai elevasional yang tidak diketahui dengan menggunakan nilai yang diketahui dan terletak pada beberapa lokasi sekitar nilai yang tidak diketahui tersebut (DeMers, 2000 dalam Trisasongko dan Shiddiq, 2004).

Salah satu teknik interpolasi adalah IDW (Inverse Distance Weight), teknik ini menggunakan model pembobotan yaitu model yang relatif paling sederhana dibandingkan dengan model lainnya. Model ini mengasumsikan bahwa titik yang nilainya diduga akan dipengaruhi nilainya oleh titik lain yang berdekatan secara spasial. Inti dari model ini adalah menganalisis titik pengamatan dalam suatu ruang ketetanggaan yang menggambarkan kemiripan diantara titik-titik tersebut. Pada umumnya program komputer akan melakukan beberapa teknik pencarian (searching) dengan mendefinisikan ruang ketetanggaan. Mengingat model pembobotan ini merupakan model ruang lokal, maka teknik pencarian yang umum digunakan adalah dengan menetapkan jumlah titik observasi yang berada disekitarnya atau menggunakan teknik pencarian dalam radius tertentu (Trisasongko dan Shiddiq, 2004). Rumus umum IDW adalah sebagai berikut :

dimana n merupakan jumlah populasi, wi merupakan faktor pembobot, z0

merupakan nilai yang diduga dan zi merupakan sekumpulan nilai penduga.

2.9. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq)

(37)

bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Tiga lapisan yang terdapat pada buah sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin, mesokarp adalah serabut buah dan endoskrap yang menjadi cangkang pelinding inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Direktorat Jendral Perkebunan, 2006)

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang (www.wikipedia.org, diunduh 7 Januari 2010).

Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO2 dari udara dan

akan melepas O2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama pertumbuhan

dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2006), perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO2

(38)

IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO2 adalah 25,71

ton/ha/tahun (Htut, 2004). Hasil temuan Rogi (2002) mencatat kelapa sawit mampu menyimpan lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang ditambat oleh tanaman kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.

2.10. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Te rsimpan

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), cadangan karbon yang tersimpan di daratan (teresterial) terbagi menjadi karbon di atas permukaan (above ground carbon) dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah (below ground carbon). Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak berdiameter <5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan, meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi.

(39)

Tabel 6. Parameter Biomassa Atas Permukaan dan Metode Pengukurannya

Parameter Metode

Tumbuhan bawah Destruktif

Serasah kasar dan halus Destruktif

Arang dan abu Destruktif

Tumbuhan berkayu Destruktif

Pohon-pohon hidup Non-destruktif, persamaan alometrik

Pohon mati masih berdiri Non-destruktif, persamaan alometrik

Pohon mati sudah roboh Non-destruktif, rumus silinder

Tunggak pohon Non-destruktif, rumus silinder

sumber : Ha iriah et al. (2001)

(40)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009 sampai September 2009. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis Kimia/Fisik gambut dan tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Primer yang Digunakan dalam Penelitian

No Data Keterangan

1 Ketebalan gambut Perhitungan karbon bawah

permukaan

2 C-organik gambut Perhitungan karbon bawah

permukaan

3 Diameter batang pohon setinggi dada (1,3m) Perhitungan biomassa tegakan

4 Tinggi Pohon Perhitungan biomassa tegakan

5 Diameter nekromassa (bagian pohon mati) Perhitungan biomassa

nekromassa

6 Panjang nekromassa Perhitungan biomassa

nekromassa

7 C-organik nekromassa dan tanaman

(41)

Tabel 8. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian

No Alat Keterangan

1 Bor gambut Deskripsi keragaman,

kematangan dan ketebalan

gambut

2 Munsell Soil Colour Chart Menentukan warna gambut 3 Global Positioning System (GPS) Menentukan titik plot

pengambilan sampel dari tanah gambut dan tanaman.

4 Pita Hultafors Mengukur diameter setinggi

dada (DBH) dari batang pohon

5 Vertex Transporder Mengukur tinggi pohon

6 Meteran Alat ukur

7 Seperangkat komputer, perangkat lunak

ERDAS IMAGINE 8.6, Arc View versi 3.3, Arc GIS 9.2

Pemasukan dan pengolahan citra

3.3. Metode Penelitian

Tahapan penelitian ini terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu tahap pengukuran lapang, analisis di laboratorium, tahap analisis perubahan penutupan/penggunaan lahan dan tahap perhitungan karbon tersimpan (Gambar 1).

(42)

3.3.1. Pendugaan Karbon Atas Permukaan

Perhitungan karbon atas permukaan dibagi menjadi pengukuran pada tegakan, nekromassa, tanaman bawah/semak dan kelapa sawit. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pada kelapa sawit. Data pengukuran biomassa dan karbon biomassa diperoleh dari hasil penelitian Yulianti (2009). Tahap pendugaan karbon tersimpan atas permukaan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Atas Permukaan

3.3.1.1. Penetapan Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak

(43)

Plot pengamatan dibuat pada hutan rawa sekunder yang letaknya berada disebelah timur kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV (Gambar 3). Dari plot inilah nantinya diduga kondisi biomassa hutan rawa sekunder yang ada pada tahun 2002. Plot pengamatan dibagi menjadi 3 bagian yakni plot pengukuran untuk tegakan, nekromassa, dan tanaman bawah/semak. Dari plot berukuran 100 m x 100m dibentuk subplot berukuran 5 m x 5 m untuk subplot pengukuran tegakan, dari subplot pengukuran tegakan dibuat subplot berukuran 2,5 m x 2,5 m untuk subplot pengukuran nekromassa dan subplot berukuran 0,5 m x 0,5 m untuk subplot pengukuran tanaman bawah/semak. Penentuan posisi subplot dilakukan secara acak, untuk tegakan diambil sebanyak 5 subplot, nekromassa dan tanaman bawah/semak diambil masing- masing sebanyak 3 subplot (Gambar 4)

.

(44)

Gambar 4. Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak pada Hutan Rawa Sekunder

3.3.1.2. Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan

Pendugaan karbon biomassa tersimpan pada tegakan dilakukan dengan menghitung nilai dari biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik dengan mengukur diameter pohon setinggi dada (1,3 m). Persamaan alometrik (Ketterings et al., 2001) yang digunakan adalah sebagai berikut :

B = 0.11 ρ D2.62 dimana,

B : Biomassa per pohon (kg) D : Diameter Setinggi Dada (cm) ρ : Berat Jenis Kayu = 0,61 g/cm3

(45)

biomassa dibagi dengan luas plot pengamatan. Persamaan yang digunakan sbb: BK = B/25 m2

dimana, BK : Biomassa per luasan (kg/m2).

Sementara untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada tegakan digunakan persamaan :

K = BK x 0,46 x 10 dimana, K : Karbon (ton/ha).

3.3.1.3. Pendugaan Cadangan Karbon pada Nekromassa

Pendugaan cadangan karbon biomassa pada nekromassa dilakukan dengan menghitung biomassa nekromassa yang didapat dari persamaan allometrik dengan menggunakan panjang, berat jenis, dan diameter dari nekromassa terseb ut. Pada nekromassa berat jenis ditentukan dengan mengambil batang nekromassa dengan tingkat dekomposisi tidak lapuk, agak lapuk dan lapuk yang nantinya diambil rata-rata berat jenisnya untuk dipakai dalam perhitungan. Persamaan alometrik (Hairiah et al., 2001) adalah sebagai berikut :

B = ( H 2/40) x 10-3

Untuk mendapatkan biomassa nekromassa per luasan maka biomassa dibagi dengan luas plot pengamatan. Persamaan yang digunakan sbb:

BK = B/6,25 m2 dimana, BK : Biomassa per luasan (kg/m2)

Untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada nekromassa digunakan persamaan :

(46)

3.3.1.4. Pendugaan Cadangan Karbon pada Tanaman Bawah/Se mak

Untuk pendugaan cadangan karbon pada tanaman bawah dilakukan dengan metode destruktif (merusak bagian tanaman). Pada plot pengamatan seluruh tanaman diambil kemudian ditimbang berat basahnya setelah itu tanaman di oven pada suhu 650C selama 48 jam untuk mengetahui berat kering dan kadar airnya. Persamaan yang digunakan adalah :

B = BB/(1+KA) B : Berat kering (gr)

BB : Berat basah (gr) KA : Kadar air (%)

Untuk mendapatkan biomassa tanaman bawah/semak per luasan maka biomassa dibagi dengan luas plot pengamatan. Persamaan yang digunakan sbb:

BK = B/0,25 m2 dimana, BK : Biomassa per luasan (gr/m2)

Untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada nekromassa digunakan persamaan :

K = BK x %C-Organik x 10-2 dimana, K : Karbon (ton/ha)

3.3.1.5. Pendugaan Cadangan Karbon pada Kelapa Sawit

(47)

tersebut kemudian diambil sebagian untuk uji contoh dan dari uji contoh ini akan diperoleh berat kering dan kadar C-organik setiap bagian. Dari berat kering tersebut akan diperoleh biomassanya. Pohon kelapa sawit yang dijadikan sebagai pohon contoh dipilih secara sengaja, sesuai dengan umur tanamnya. Setelah diperoleh kadar C-organik kelapa sawit maka dikalikan dengan biomassa sehingga diperoleh karbon biomassa kelapa sawit.

3.3.2. Pendugaan Karbon Bawah Permukaan

Pengukuran karbon bawah permukaan dibagi menjadi pengukuran ketebalan gambut, bobot isi dan kadar C-organik untuk setiap kematangan. Tahap pendugaan karbon tersimpan bawah permukaan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan

3.3.2.1. Penentuan Tingkat Kematangan Gambut

(48)

(serat) tanaman asalnya. Tingkat kematangan terdiri atas saprik, hemik dan fibrik. Karena pentingnya tingkat kematangan ini untuk diketahui, maka untuk memudahkan pencirian di lapangan, definisi tentang serat-serat ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Serat-serat diartikan sebagai potongan-potongan dari jaringan tanaman yang sudah mulai melapuk atau melapuk (tidak termasuk akar-akar yang masih hidup) dengan memperlihatkan adanya struktur sel dari tanaman asalnya. Potongan-potongan serat mempunyai ukuran diameter lebih besar sama dengan 2 cm, sehingga dapat diremas dan mudah dipisahkan dengan jari akan diamati tingkat kematangannya. Sementara untuk potongan-potongan kayu berdiameter lebih besar dari 2 cm dan belum melapuk sehingga sulit untuk dipisahkan dengan jari, seperti potongan-potongan cabang kayu besar, batang kayu, dan tunggul tidak dianggap sebagai serat-serat tetapi digolongkan sebagai fragmen kasar.

Untuk penetapan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut di lapangan dilakukan dengan mengambil segenggam tanah gambut dari hasil pengeboran, kemudian diperas dengan menggunakan telapak tangan secara pelan-pelan. Setelah diremas lakukan pengamatan sisa-sisa serat yang tertinggal di telapak tangan. Ketentuannya adalah sebagai berikut :

Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah tiga perempat bagian atau lebih (> 3/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis fibrik.

Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah antara kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (<3/4 - >1/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis hemik.

Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah kurang dari seperempat bagian (<1/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis saprik.

(49)

tingkat fibrik akan berwarna hitam agak terang, tingkat hemik berwarna agak gelap dan tingkat saprik berwarna hitam gelap.

3.3.2.2. Pengukuran Ketebalan Gambut

Untuk pengukuran karbon bawah permukaan digunakan data ketebalan gambut untuk setiap kematangan hasil pengukuran, yang dilakukan menurut grid-grid yang telah ditentukan pada blok tanam. Jarak antar titik pengukuran pada As 0, As 1 dan As 4 dilakukan dengan jarak 100 m, sedangkan pada As 2 dan As 3 dilakukan dengan jarak 200 m. Data ketebalan gambut ini kemudian diinterpolasikan untuk seluruh area sehingga mendapatkan data permukaan ketebalan gambut. Peta tahun tanam dan titik pengukuran ketebalan gambut disajikan pada Gambar 6.

(50)

3.3.2.3. Penentuan Sifat Kimia dan Fisik Gambut

Sifat kimia dan fisik gambut yang diamati dalam penelitian ini adalah %C-organik, kadar air dan bobot isi. Data-data tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di daerah penelitian ini oleh Yulianti (2009).

Adapun metode yang digunakan dalam penetapan kadar C-Organik adalah metode pengabuan kering. Sementara untuk penentuan kadar air dan bobot isi digunakan metode gravimetri.

3.3.2.4. Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan

Cadangan karbon bawah permukaan diperoleh dengan menggunakan suatu persamaan. Parameter yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah luas lahan gambut, ketebalan tanah gambut, bobot isi (bulk density) dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap jenis kematangan tanah gambut (Wahyunto dan Ritung, 2003). Persamaan tersebut adalah :

Karbon (K) = B x A x D x C x 10-6 dimana,

K = Karbon (ton)

B = Bobot isi tanah gambut (gr/cm3) A = Luas lahan gambut (cm2)

D = Ketebalan gambut (cm) C = Kadar C-organik (%)

3.3.3. Pendugaan Karbon Tersimpan Kawasan

Karbon tersimpan kawasan merupakan penjumlahan karbon tersimpan atas dan bawah permukaan yang dinyatakan dengan persamaan sederhana berikut :

Karbon Tersimpan Kawasan = Karbon Atas Permukaan + Karbon Bawah Permukaan

(51)

3.3.4. Analisis Citra

Analisis citra bertujuan untuk mengetahui luas hutan yang telah dikonversi untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pada penelitian ini kombinasi saluran (band) yang digunakan adalah komposit RGB-543. Pemilihan citra komposit RGB-543 dilakukan karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling jelas dalam menampilkan penutupan lahan.

(52)

4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada pada kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV di wilayah administratif kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Lokasi penelitian terletak pada koordinat 02022’40” - 02026’23” LU dan 100015’26” - 100017’30” BT. Pada bagian utara dan barat berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat, sedangkan pada bagian selatan berbatasan dengan PT Alam Lestari dan sebelah timur berbatasan dengan Sungai Ular. Kebun Panai Jaya terletak di hamparan lahan gambut dengan luas total sekitar 2.677 ha yang terdiri 130 blok yang terbagi ke dalam 4 (empat) afdeling. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dimulai sejak tahun 2005.

4.2. Keadaan Penduduk dan Perekonomian

Luas wilayah Kabupaten Labuhan Batu adalah 922.318 Ha atau 9.223,18 km² dengan jumlah penduduk 851.016 jiwa. Bidang usaha yang mendapat prioritas pemerintah daerah di kabupaten ini untuk dikembangkan mencakup 4 sektor yaitu sektor pertanian, sektor perikanan, sektor perkebunan dan sektor industri. Sumberdaya komoditi prioritas di kabupaten ini adalah karet olahan, jagung olahan (pakan ternak), industri minyak goreng dan oleokimia, budidaya ikan kerapu, ikan tambak udang (meningkat rata-rata 6.92% per tahun), padi sawah (luas areal 85,067 Ha) dan aren (www.sumutprov.go.id/15 November 2009).

4.3. Penutupan/Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian

(53)

Gambar 7. Citra Landsat ETM+ Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2002

(54)

Tabel 9. Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2002

Sumber : hasil ana lisis SIG

Tabel 10. Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2007

Lokasi

Sumber : hasil ana lisis SIG

(55)

Gambar 9. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2002

Gambar 10. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kebun Panai Jaya PTPN IV Tahun 2007

(56)

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari suatu penggunaan ke penggunaan lainnya yang diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda. Pada daerah penelitian ini telah terjadi konversi hutan rawa sekunder menjadi kebun kelapa sawit. Luas konversi penutupan/penggunaan lahan kebun Panai Jaya PTPN IV disajikan pada Tabel 11. dikarenakan konversi hutan rawa sekunder menjadi lahan terbuka untuk dijadikan kebun kelapa sawit seluas 2.298 ha, peruntukan bagi pembangunan emplasement seluas 50 ha dan seluas 99 ha terkonversi menjadi semak. Hasil analisis menunjukkan total lahan terbuka yang dijadikan kebun kelapa sawit seluas 2.322 ha. Akibat pembukaan ini hanya tersisa hutan dan semak masing- masing seluas 55 ha dan 151 ha.

4.5. Karbon Biomassa Atas Permukaan

(57)

penelitian kebun Panai Jaya PTPN IV merupakan hutan rawa sekunder, sehingga karbon biomassa pada plot pengamatan di hutan rawa sekunder digunakan untuk memprediksi karbon biomassa yang disimpan pada penggunaan lahan hutan pada tahun 2002. Objek yang diukur pada areal hutan rawa sekunder adalah tegakan (pohon), nekromassa dan tanaman bawah/semak. Sementara untuk areal kebun kelapa sawit objek yang diamati adalah vegetasi kelapa sawit.

Tabel 12. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Panai Jaya

sumber : hasil pengukuran dan Yulianti (2009)

Gambar 11. Grafik Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Panai Jaya PTPN IV

Dari Tabel 12 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa tegakan (pohon) memiliki biomassa dan karbon biomassa terbesar dan yang terendah kelapa sawit dengan tahun tanam 2007 (TBM 1).

(58)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV biomassa atau karbon biomassa kelapa sawit meningkat seja lan dengan meningkatnya umur tanaman. Kelapa sawit dengan umur 2 tahun (TBM 2) memiliki biomassa dan karbon biomassa masing- masing 1,83 ton/ha dan 1,00 ton/ha. Sementara kelapa sawit dengan umur 1 tahun (TBM 1) memiliki biomassa 1,28 ton/ha dan karbon biomassanya sebesar 0,70 ton/ha. Pada tegakan (pohon) diperoleh nilai biomassa yang cukup besar yakni 95,00 ton/ha, sedangkan biomassa pada nekromassa, semak dan tanaman bawah diperoleh masing- masing sebesar 6,43 ton/ha; 3,80 ton/ha dan 3,28 ton/ha. Sementara untuk karbon biomassa, tegakan memiliki karbon biomassa terbesar yakni 45,47 ton/ha sedangkan untuk nekromassa, semak dan tanaman bawah masing- masing diperoleh karbon biomassa sebesar 2,93 ton/ha; 1,49 ton/ha dan 1,28 ton/ha.

4.6. Perubahan Karbon Tersimpan Atas Permukaan

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan karbon tersimpan atas permukaan sebelum dan sesudah hutan rawa sekunder dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hutan rawa sekunder menyimpan karbon biomassa atas permukaan lebih besar daripada kebun kelapa sawit. Perubahan karbon tersimpan atas permukaan pada areal kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV disajikan pada Gambar 12 dan Tabel 13.

(59)

Tabel 13. Perubahan Karbon Biomassa Tersimpan Atas Permukaan pada Setiap Penggunaan Lahan di Kebun Panai Jaya PTPN IV

Penggunaan kebun kelapa sawit (hutan) wilayah ini menyimpan 124.521 ton karbon biomassa yang tersimpan sebagai tegakan (pohon), nekromassa, tanaman bawah dan semak masing- masing sebesar 113.767 ton, 7.319 ton, 3.211 ton dan 225 ton. Dari data tersebut dapat diketahui karbon biomassa atas permukaan terbesar tersimpan pada tegakan (pohon) yang diikuti nekromassa, tanaman bawah dan yang terkecil adalah semak.

(60)

areal kebun kelapa sawit masih banyak terdapat nekromassa hasil land clearing dan juga telah banyak ditumbuhi semak. Nekromassa dan semak tersebut terdapat hampir di seluruh areal kebun sehingga agar perhitungan karbon atas permukaan tidak bias digunakan asumsi bahwa 90% dari luas total lahan perkebunan masih terdapat nekromassa dan semak. Tabel 13 menunjukkan terdapat 2.090 ha (90% dari luas total lahan kebun) nekromassa dan semak sehingga dugaan karbon biomassa nekromassa dan semak masing- masing adalah 6.113 ton dan 3.114 ton. Oleh karena itu, bila dijumlahkan karbon biomassa pada lahan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2007 menjadi 13.861 ton.

Bila dibandingkan karbon tersimpan atas permukaan tahun 2002 dengan tahun 2007, maka areal kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV telah mengalami penurunan karbon biomassa tersimpan atas permukaan sebesar 110.661 ton dalam 5 tahun atau 22.123 ton/tahun.

4.7. Karbon Tersimpan dalam Gambut

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa nilai bobot isi pada tingkat kematangan gambut hemik berkisar antara 0,12-0,15 gr/cm3 dan fibrik berkisar antara 0,10-0.14 gr/cm3 (Tabel 14). Hal ini sesuai dengan penelitian sebe lumnya bahwa bobot isi (bulk density) tanah gambut jauh sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya. Bobot isi tana h gambut beragam antara 0,01-0,20 gr/cm3, tergantung pada kematangan bahan organik penyusunnya (Noor, 2001).

(61)

Tabel 14. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Panai Jaya PTPN IV

Total 8.056.208 - 11.143.949 9.652.498

Ket : *Be rdasarkan analisis spasial data ketebalan gambut dengan resolusi 30m x 30m

Pengukuran kedalaman gambut yang dilakukan disepanjang grid-grid pada blok tanam kelapa sawit menghasilkan titik-titik pengukuran. Dari titik-titik ini kemudian dibuat profil kedalaman gambut untuk mengetahui ketebalan gambut (Gambar 13 dan 14). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa daerah Kebun Panai Jaya PTPN IV memiliki rata-rata ketebalan gambut sebesar 502 cm dengan ketebalan rata-rata gambut hemik dan fibrik masing- masing sebesar 72 cm dan 403 cm.

Gambar 13. Profil Ketebalan Gambut pada Jarak Antar Titik Pengukuran 200 m Kebun Panai Jaya PTPN IV

200 800 1.400 2.000 2.600 3.200 3.800 4.400 5.000

K

Ja ra k titik pengukura n (m)

As 0

As 1

(62)

Gambar 14. Profil Ketebalan Gambut pada Jarak Antar Titik Pengukuran 100 m Kebun Panai Jaya PTPN IV

Titik-titik pengukuran ketebalan gambut pada setiap kematangan ini dijadikan acuan dalam interpolasi titik-titik lain dengan resolusi 30 m x 30 m untuk mendapatkan data permukaan ketebalan gambut (Gambar 15 dan 16).

Hasil interpolasi titik kedalaman gambut pada setiap kematangan kemudian dikalikan dengan parameter perhitungan yang lain yakni bobot isi, kadar C-organik dan luas lahan. Dari keempat parameter perhitungan diatas diperoleh karbon tersimpan pada gambut untuk kematangan hemik berkisar antara 1.395.784 - 1.748.728 ton dengan rata-rata 1.630.424 ton dan fibrik berkisar antara 6.660.424 - 9.395.222 ton dengan rata-rata 8.022.074 ton. Dengan demikian, total karbon tersimpan bawah permukaan berkisar antara 8.056.208-11.143.949 ton dengan rata-rata 9.652.498 ton (Tabel 14). Karbon tersimpan pada tanah gambut dengan kematangan fibrik lebih tinggi daripada kematangan hemik. Hal ini terjadi karena ketebalan gambut kematangan fibrik jauh lebih tinggi dari

100 1.100 2.100 3.100 4.100 5.100 6.100

K

Ja ra k titik pengukura n (m)

As 2

(63)

Gambar 15. Data Permukaan Kedalaman Gambut Hemik Kebun Panai Jaya PTPN IV

(64)

4.8. Cadangan Karbon Te rsimpan Kawasan

(65)

5.1. Kesimpulan

Analisis perubahan penutupan/penggunaan lahan (2002-2007) dan hasil cek lapang menunjukkan bahwa terjadi pengurangan hutan rawa sekunder seluas 2.447 ha untuk pembukaan lahan kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV yang mengakibatkan penurunan karbon biomassa tersimpan atas permukaan sebesar 22.123 ton/tahun.

Pada tahun 2007 karbon biomassa tersimpan atas permukaan pada kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV sebesar 13.861 ton dan karbon tersimpan kawasan pada tanah gambut sebesar 9.652.498 ton dengan rata-rata ketebalan hemik dan fibrik adalah 72 cm dan 403 cm, sehingga total karbon tersimpan pada kawasan kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV adalah 9.666.359 ton.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian secara berkala untuk mengetahui karbon yang telah dilepas dari cadangan karbon atas dan bawah permukaan.

(66)

Anonim. 2010. http:// id.wikipedia.org/wiki/kelapa_sawit. (7 Januari 2010).

Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Andriesse, J.P.1988. Ekologi dan Pengelolaan Tanah Gambut Tropika (Istomo. dan Firmansyah. penerjemah). Food and Agriculture Organization of The United Nation. Roma. Italia.

Angga, M. 2001. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Kajian Perubahan Penggunaan Lahan (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Barchia, M.F. 2002. Emisi Karbon dan Produktivitas Tanah pada Lahan Gambut yang Diperkaya Bahan Mineral Berkadar Besi Tinggi pada Sistem Olah Tanah yang Berbeda (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Barchia, M.F. 2006. Gambut : Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: A primer. FAO Forestry Paper 134. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian. 2006. Profil Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hairiah, K dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre-ICRAF, South East Asia. Bogor.

Hairiah, K., S.M. Sitompul, M. Van Noorwijk, and P. Cheryl. 2001. Methods for Sampling Carbon Stocks Above and Below Ground. ASB Lecture Note 4B. Bogor.

(67)

Htut, T. M. 2004. Combination Between Empirical Modelling and Remote Sensing Technology in Estimating Biomass An Carbon Stock of Oil Palm in Salim Indoplantation Riau Province. Tesis. Graduate School Bogor Agricultural University.

Junaedi, A. 2008. Analisis Konsistensi/Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang dan Implikasi Terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ketterings, Q. M., R. Coe, M. Van Noordwijk, Y. Ambagau, C. Palm. 2001. Reducing uncertainty in the use of alometrik biomasas equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and Management 146: 199-209.

Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer., 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Dulbahri. Suharsono. Hartono. dan Suharyadi. penerjemah). 3rd. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Murdiyarso, D., U.Rosalina, K. Hairiah, dan Muslihat., 2004. Petunjuk Lapang : Pendugaan Karbon pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta.

Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Rogi, J. E. X. 2002. Penyusunan Model Simulasi Dinamika Nitrogen Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) di unit Usaha Bekri Propinsi Lampung. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sabiham, S. 2007. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan Untuk Pertanian. Makalah Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Kuala Kapuas. 3 - 4 Agustus 2007.

Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Gambar

Tabel 5. Karakteristik Satelit Landsat (Land Satellite)
Tabel 7. Data Primer yang Digunakan dalam Penelitian
Tabel 8. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian
Gambar 2. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Atas Permukaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah terdapat perbedaan kualitas pelaporan keuangan meliputi ketelitian, ketepatan, dan kecepatan dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Daerah secara

bahwa kandungan bahan organik pada penggunaan lahan hutan sekunder lebih tinggi dibandingkan kebun karet, kebun sawit dan kebun campuran, hal ini dikarenakan

pembelajaran klasikal; (2) manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi, siswa dengan kecerdasan interpersonal sedang

Jika mata diperbesar sampai diameter 5 mm, berapa jarak minimum antara dua sumber titik yang masih dapat dibedakan oleh mata pada jarak 40 cm dari mata?, Panjang

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami penyebab putusnya perkawinan di tinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan juga untuk mengetahui

Approved and ratified the Annual Report for the fiscal year ended on 31 December 2016 including within it the Report on the Company’s Activity, Supervision Report of the Board

Kesenjangan kepuasan (discrepancy gratifications) adalah perbedaan perolehan yang terjadi antara skor GS dan GO dalam mengkonsumsi media tertentu. Semakin kecil

Overhead pabrik standar bisa ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan tarif biaya overhead pabrik, yang bertitik tolak dari biaya overhead pabrik taksiran, yang tetap